Senin, 22 April 2019

Nusyuz dan Hukum Memukul Istri


Seri tanya jawab Yoez Rusnika dengan Sinar Agama
by Sinar Agama (Notes) on Tuesday, April 2, 2013 at 9:21 am

Yoez Rusnika mengirim ke Sinar Agama: 3 Maret 2013, Salam ustadz. Mohon penjelasan surah an nisa 34: “..Wanita-wanita yang kamu khawatirkan nusyuznya, maka nasehatilah mereka dan pisahkanlah mereka di tempat tidur mereka, dan pukullah mereka. Kemudian jika mereka menta’atimu, maka janganlah kamu mencari-cari jalan untuk menyusahkannya. Sesungguhnya Allah Maha Tinggi lagi Maha Besar. Apa yg dimaksud dengan nusyuz, dan apakah dibolehkan memukul wanita/ istri? Syukron ustadz. 

Sang Pencinta: Salam, saya pernah baca di arsip, tapi belum ketemu mas. 

Yoez Rusnika: Oh ya saya tunggu mas sang pencinta. Mudah-mudahan ketemu.. . Terima kasih atas Perhatian dan bantuannya. 

Sinar Agama: Salam dan terima kasih pertanyaannya: Sambil menunggu tambahan dari nukilan Pencinta: 

Nusyuuz adalah keluarnya istri dari ketaatan pada suami. Ketaatan yang dimaksud adalah dalam hal yang berurusan dengan hak-hak suami seperti sex/jimak atau pelezatan lainnya seperti ciuman dan seterusnya bahkan termasuk tidak memotong kuku dan merapikan/ menghias diri kalau suami menginginkannya (tentu saja menghias diri di rumah, tapi keluar rumah dimana maksiat, maka istri tidak wajib menaati). Begitu pula hak suami dalam urusan keluar rumah yang tidak diijinkan suami. 

Kalau istri melakukan nusyuuz ini, maka pertama dinasihati. Dan kalau tetap saja, maka bisa dibelakangin dicuekin/ diabaikan dalam tempat tidur atau pisah tidur. Dan kalau masih saja, maka bisa dipukul dari yang terpelan sampai kepada yang melebihinya. Kalau dengan yang terpelan sudah taat, maka tidak boleh melebihinya. Tapi kalau belum juga, maka bisa dinaikkan. Tapi tidak sampai tubuhnya menjadi memar atau apalagi kehitaman. 

Dan ketika memukul itu, tidak boleh dengan niat dendam, tapi harus dengan niat mendidik di jalan agama Allah. Dan kalau sampai memar, maka ada dendanya (dibahas di fikih denda). 


Nusyuuz juga bisa terjadi pada suami, seperti memukul istri atau tidak memberi belanja lahir dan batin. Kalau hal itu terjadi, maka istri boleh menuntutnya. Kalau tidak diberi juga, maka boleh menasihatinya, tapi tidak boleh memboikotnya dan apalagi memukulnya. Kalau tetap tidak memberikan hak istrinya, maka istrinya boleh mengadukannya ke hakim syar’i. Dan hakim mewajibkannya untuk memberikan hak-hak istrinya. Kalau tidak juga, maka hakim boleh menderanya seukuran mengembalikannya untuk bisa melakukan kewajiban-kewajibannya. 

Dan dalam pada itu, hakim-syar’i bisa memberikan belanja dari harta suaminya itu walau harus dengan paksa. 

Wassalam. 

Hidayatul Ilahi: Nyimak. 

Yoez Rusnika: Hakim syar’i yang dimaksud apakah pengadilan agama ustadz? Afwan. 

Caesar Jazuli: ijin share. 

Sinar Agama: Yoez: Hakim syar’i adalah mujtahid adil atau semacam utusannya yang bisa mengadili. Kalau di negara Islam jelas pengadilan agama, tapi kalau di negara bukan islam, bisa merujuk ke marja’nya atau wakilnya yang diberi kewenangan tersebut. 

Yoez Rusnika: Syukron ustadz.. Jawabannya sangat jelas. Allahumma shali ‘ala Muhammad wa aali Muhammad. 

Wassalam.


اللَّهُمَّ صَلِّ عَلَى مُحَمَّدٍ وآلِ مُحَمَّدٍ وعَجِّلْ فَرَجَهُمْ

Tidak ada komentar:

Posting Komentar