Minggu, 09 Desember 2018

Wujud Tidak Bisa Dikonsep



Seri tanya jawab Muhammad Dudi Hari Saputra dengan Sinar Agama
by Sinar Agama (Notes) on Saturday, February 2, 2013 at 12:05 pm


Muhammad Dudi Hari Saputra mengirim ke Sinar Agama: 28 November 2012 

Salam ustadz... Ketika saya mengenal/mengetahui wujud, apakah yang saya ketahui itu adalah wujud nya wujud? atau konsep dari wujud (persepsi)? 

Saya pernah mendengarkan rekaman pelajaran dari Prof.Dr. Ali Shomali yang berkata bahwa ketika mengenal wujud itu ada dua pengetahuan sekaligus, yaitu sebagai persepsi (epistemologi) dan sebagai wujud yang dipahami (ontologi),, 

dan kalau saya tidak salah Allamah Sabzawari pernah berkata bahwa wujud secara konsep itu terang (bisa diketahui) sedangkan wujud sebagai realitas wujud itu sendiri adalah gelap (tak bisa diketahui), mohon penjelasannya ustad? Syukron wa Afwan.. 

Sinar Agama: Salam dan terimakasih pertanyaannya: Tolong bahasa asli dari pragraf ke dua dinukilkan, kalau bisa. 

Muhammad Dudi Hari Saputra: Maaf ustadz,, saya juga gak hapal bahasa aslinya,, saya dapat ini dari penjelasan salah satu ustadz,, tapi inti pertanyaan saya adalah apakah yang kita ketahui itu hanya konsep wujud atau realitas dari wujud? Afwan ustadz,, 

Sinar Agama: Siapa ustadznya? 

Sinar Agama: Atau antum tanya dulu pada ustadz itu dan nanti kalau sudah jelas apa yang antum pahami dan yang belum dipahami, maka tanya lagi. Karena kulihat, di tulisan antum itu masih terdapat kekurangjelasan atau, setidaknya perlu kerincian maksudnya. 

Muhammad Dudi Hari Saputra: Sinar Agama: Salam ustadz,, ini kalimat allamah Sabzawari nya: muarrfil wujud syarhul ism. wa laysa bil haddi wa la birrasm. mafhumuhu min a’rafil asyya. wa kunhuhu fi ghayatil khifa. 

dikutip dari Manzumah ustadz,,, syukron.. mohon penjelasannya ustadz,, 

Sinar Agama: Akhi Muhammad: Antum usahakan kalau membahas filsafat dengan bahasa filsafat. Dan usahakan membaca tulisan-tulisanku kalau antum suka/mau. 

Dalam filsafat, seperti yang antum nukil dari Manzhumah itu, jelas dikatakan bahwa wujud itu tidak bisa didefinisi dan semua penjelasan tentang wujud itu hanya penjelasan kata (bukan definisi). Karena kalau definisi harus dengan genus dan pembeda dekat. Sementara wujud, tidak memiliki genus, karena ia adalah pahaman yang paling tinggi dan paling atas dimana tidak ada lagi pahaman yang lebih luas di atasnya. Tidak seperti pahaman “Joko” yang ada pahaman “manusia” di atasnya, dan pahaman “manusia” memiliki pahaman “binatang” di atasnya, dan pahaman “binatang” memiliki pahaman “benda berkembang” di atasnya dan pahaman “benda berkembang” memiliki pahaman “benda” di atasnya dan pahaman “benda” memiliki pahaman “sesuatu” di atasnya dimana pahaman “sesuatu” ini sama makna dengan pahaman “wujud” itu sendiri. 

Karena itu, wujud itu tidak bisa didefinisi karena tidak memiliki pahaman yang lebih luas di atasnya. Beda dengan pahaman “manusia” yang didefinisi dengan “binantang” yang merupakan genusnya (pahaman lebih luas) ditambah dengan deffrentianya atau pembedanya, yaitu “rasional”, hingga menjadi “binatang rasional.” 

Definisi ini, dalam istilah logika dan filsafat, disebut dengan mu’arrif, ta’riif, definisi atau konsep. Karena itu ketika antum tanya apakah wujud yang kita tahu itu hanya konsep atau kenyataan, maka pertanyaannya memperlihatkan tidak jelasnya yang ditanya. Dan pertanyaan yang di komentar antum itu, terlihat tidak sejalan dengan pertanyaan pertama yang antum tulis di dinding itu. Karena itu, saya tidak bisa menjawabnya, karena saya tidak tahu apa sebenarnya yang antum tanyakan. Yakni kalau menggabungkan berbagai kalimat antum yang di tulis di dinding dan di komentar. 

Itulah mengapa saya menyuruh antum untuk tanya kepada ustadz yang antum maksud itu, karena ia yang lebih tahu maksud kata-katanya. Baru setelah itu, antum bisa konfirmasi ke saya, baik dalam bentuk pertanyaan atau lengkap dengan kisah-kisahnya. 

Muhammad Dudi Hari Saputra: Baiklah ustadz,, saya akan coba konfirmasi ulang lagi kepada yang menjelaskan tentang hal ini. Syukron ustadz. 

Muhammad Dudi Hari Saputra: Salam ustadz. Begini penjelasan beliau: 

Definisi wujud itu hanya syarhul ism dan bukan definisi hadd dan rasm. Konsep wujud itu adalah konsep yang sangat jelas dan realitas intinya adalah tersembunyi. syukron wa afwan ustadz,, 

Sinar Agama: Nah, sekarang baru jelas. Beliau hf itu, kurang tepat mengartikan bait ke tiganya. Karena mafhuum itu adalah pahaman dan bukan konsep. Karena kalau dikatakan konsep, akan menjadi mahiyyah atau esensi. Ini menurut yang kupahami dari pemakaian istilah secara umum. Memang, mungkin saja orang mengatakan konsep tapi maksudnya adalah pahaman. Tapi hal seperti ini, kurang umum dipakai di istilah filsafat. 

Perlu diketahui bahwa mafhuum itu tidak seluruhnya konsep atau esensi. Wujud, adalah pahaman yang tidak bisa dikonsep atau dibangun pengertiannya dengan genus dan pembeda dekat dimana dikatakan sebagai esensi atau mahiyyah. Karena itu, penerjemahan konsep pada bait ke tiga di atas itu, dalam pengertianku yang cetek ini, kurang tepat. 

Tapi sekali lagi, penjelasan tentang hal ini, belum terlihat sentuhannya terhadap pertanyaan pertama antum di dinding ana itu. 

Jadi, terjemahan yang lebih tepat untuk bait-bait syair filsafat di atas itu adalah sebagai berikut: 

Mu’arrifil wujud syarhul ism 

wa laysa bil haddi wa la birrasm mafhumuhu min a’rafil asyya 

wa kunhuhu fi ghayatil khifa 

Konsep/defenisi wujud itu, hanyalah penjelasan kata (wujud). 

Bukan konsep/esensi dengan batasan penuh atau batasan kurang. 

Pamahamannya (wujud) adalah paling jelasnya sesuatu (karena itu tidak perlu konsep/definisi) 

Akan tetapi hakikatnya, berada di puncak ketersembunyian. 

Muhammad Dudi Hari Saputra: Melanjutkan ustadz, jadi ketika saya memahami wujud, itu hanya pahaman saya ya ustadz? Bukan hakikat dari wujud itu sendiri? Afwan.. 

Sinar Agama: Kalau antum mau bahas wujud, artinya tanpa merujukkan kepada pemikiran siapapun, maka jawabanku sebenarnya sudah ada di catatan-catatan (seingatku setidaknya). Sekedar mengulang: 

1- Kalau wujud ala filsafat, maka jelas ada dua wujud yang kita ketahui. Pertama dengan ilmu Hudhuri, yaitu kehadiran diri kita pada diri kita. Ke dua, ilmu Hushuli, yaitu mengetahui wujud- wujud lain selain kita yang kita dapat dengan panca indra kita.

a-  Wujud yang dikteahui dengan ilmu Hudhuri ini, adalah hakikat wujud dan wujud ekternal. Tapi bukan pembayangan kewujudannya dan bukan pembayangan keeksternalannya. Artinya, wujud yang kita rasakan (dengan akal dan bukan dengan perasaan) dari wujud diri kita sendiri, itulah yang dikatakan ilmu Hudhuri. Tapi ketika akal kita membayangkannya, maka ia sudah menjadi bagian dari ilmu Hushuli. 

Nah merasa dengan akal tentang wujud kita sendiri ini, merupakan hakikat wujud dan ekternal. Tapi bayangan dan ide-nya, atau bayangan atau ide tentang keeksternalannya, merupakan bagian dari ilmu Hushuli. 

Begitu juga tentang wujud-wujud yang merupakan akibat dari wujud diri kita, seperti perasaan yang kita punya, ilmu yang kita punya, bayangan yang kita punya.......dan seterusnya.., adalah wujud-wujud yang merupakan ilmu Hudhuri dan hakikat wujud dan merupakan wujud eksternal. 

Begitu pula pengetahuan kita tentang sebab kita, juga merupakan ilmu Hudhuri dan konsekuensinya juga merupakan hakikat wujud eksternal itu walau, sebatas wujud kita sendiri. 

b- Sedang pengetahuan kita terhadap wujud-wujud yang lain yang didapat bukan dari kehadiran wujud itu sendiri di dalam diri kita, tapi melalui panca indra yang biasanya hanya bersentuhan dengan esensinya dan bahkan hanya esensi aksidentalnya (bukan esensi substansialnya), maka ia adalah ilmu Hushuli yang, jelas bukan hakikat wujud itu. Jadi, hanya pahaman atau ide (dalam istilah lainnya) dari wujud itu, dan, sudah tentu bukan wujud itu sendiri. 

Tapi karena pahaman dan ide itu bermacam-macam, dan, seperti yang sudah diterangkan sebelumnya, pahaman wujud itu tidak memiliki pahaman yang lebih luas di atasnya, maka ia tidak bisa dikonsep yang, dengan kata lainnya dita’rif atau didefinisikan. Karena itulah, setiap penjelasan mengenai wujud, bukan dari esensi atau definisi atau ta’rif, tapi hanya 

sekedar penjelasan kata/ism saja. Jadi, hanya penjabaran kata dari wujud, bukan hakikat wujud itu sendiri. 

Untuk lebih jelasnya, juga bisa dilengkapi dengan merujuk ke tulisan-tulisan sebelumnya tentang wujud dan ilmu-ilmu Hudhuri dan Hushuli. 

Wassalam. 


Muhammad Dudi Hari Saputra: Syukron ustadz,, Allahuma shalli ala Muhammad wa Aali Muhammad.. 

Wassalam.


اللَّهُمَّ صَلِّ عَلَى مُحَمَّدٍ وآلِ مُحَمَّدٍ وعَجِّلْ فَرَجَهُمْ

Tidak ada komentar:

Posting Komentar