﷽
Seri tanya jawab Fatimah Zahra dengan Sinar Agama
by Sinar Agama (Notes) on Sunday, March 31, 2013 at 1:43 pm
by Sinar Agama (Notes) on Sunday, March 31, 2013 at 1:43 pm
Fatimah Zahra mengirim ke Sinar Agama: (10-2-2013)
Salam. Afwan antum jangan tersinggung yah, ada teman yang menitipkan pertanyaan kepada saya, bagaimana hukumnya orang berguru kepada ustadz facebook yang identitasnya dirahasiakan. Bahkan ditanya nama pun tak mau jawab. Maaf beribu maaf atas pertanyaan gak mutu ini.
Hega Sevenfold: Emang gak bermutu, dari kata memanggilnya saja udah salah . hheu Antum = menunjukan lebih dari 1.
Anta = pada 1 orang . :p
Fatimah Zahra: Maaf, saya sedang tidak bertanya pada anda, maka diam lah!!!!!
Hega Sevenfold: Jiah, kalau anda tidak bertanya pada saya, terus bertanya pada siapa donk hah ?? :p
Fatimah Zahra: Stress yah?
Hega Sevenfold: ciyuzz ?? hhaha dasar gelo maneh mah ... ckckkk
Fatimah Zahra: Ustad, dia ini mengganggu saya..ahsan antum tegur. :(
Damai Slaluww: hega,,_afwan ana nimbrung,, kalau dalam kaedah panggilan bahasa arab “antum” itu merupakan bentuk bahasa yang sangat sopan dalam memanggil seseorang.
Contoh halnya sama dengan beberapa suku di Indonesia. Bahasa daerah yang menyebutkan “kita” untuk memanggil seseorang kamu (1 orang),,
Afwan,,ana hanya berbagi sedikit, itupun ana dapat dari hasil pertanyaan ana kepada seseorang yang a’lam keilmuannya.
Hega Sevenfold: Ya udah, ma’af ya udah ganggu . :) Tapi itu saran aku. “antum itu dhomir, jadi anda bertanya bukan pada ustadz saja” . :) Makasih.
Damai Slaluww: hega@ahsan itu dhomir,, syukron sudah memperjelas kekurangan... Afwan,, salam.
Hidayatul Ilahi: Nyimak aja dech.
Sinar Agama: Salam dan terimakasih pertanyaannya:
1- Belajar itu dilihat apa yang dipelajari. Kalau tentang akidah, maka yang dilihat adalah dalilnya.
Karena dalam akidah tidak boleh taqlid. Jadi, yang dipentingkan dalam akidah adalah dalil. Kalau akidah saja yang dipentingkan dalilnya, maka apalagi dalam ilmu-ilmu lain seperti filsafat dan semacamnya.
2- Kalau yang dipelajari itu fikih, yang tergantung kepada marja’nya. Artinya, pengajar itu hanya menyampaikan apa-apa yang difatwakan marja’.
Dengan melihat obyek pelajarannya itu, maka belajar ke siapa saja, atau belajar ke yang tidak dikenalpun, tetap boleh-boleh saja. Kalau si pengajar tadi selalu mengajukan argumentasinya dalam ilmu-ilmu akidah dan ilmu-ilmu lainnya, dan selalu menukilkan fatwa marja’ ketika menjelaskan fikihnya.
Nah, kalau pengajar tersebut sudah memenuhi syarat itu, maka ini yang dikatakan oleh para makshumin as seperti imam Ali as: “Ambillah hikmah (yang kuat dalilnya) itu dari siapapun orangnya.”
Dulu hal ini sudah panjang lebar didiskusikan dan semua itu ada dalam catatan. Silahkan merujuk ke sana.
Jawabanku ini bukan menyuruh orang belajar ke saya sebagai sinar agama yang tidak mau menyebut nama, tapi hanya sekedar memberikan jawaban dari apa-apa yang antum tanyakan. Siapa saja mau belajar ke siapa saja, merupakan hak masing-masing dan saya tidak ikut-ikutan bertanggung jawab kelak di akhirat. Saya hanya akan mempertanggungjawabkan jawaban-jawabanku di facebook ini atau di luar facebook, di hadapanNya kelak. Semoga kita semua bisa lulus dalam mempertanggungjawabkan masing-masing perbuatan kita, belajar kita ke seseorang, tidak belajar kita dari seseorang, amal kita ....dan seterusnya....amin.
Sinar Agama: Hega: Belajar bahasa arab mbok jangan tanggung-tanggung kenapa??? Kalau begitu antum jangan pernah berkata kepada teman antum dengan “Assalaamu ‘alaikum”, kalau dia sendirian. Antum itu bisa bermakna mufrad tapi untuk penghormatan. Penghormatan memakai dhomir jama’ ini hanya tidak boleh dipakai ke Tuhan, karena bisa memberikan imej (gambaran) bahwa Tuhan itu lebih dari satu.
Sang Pencinta: Salam mungkin ini relevan, Berguru pada Orang Yang Belajar Otodidak Oleh Ustadz Sinar Agama = http://www.facebook.com/groups/210570692321068?view=doc&id=215602851817852,
Shalat ayat & Filsafatnya & Hukum mengambil berita fikih dari Sinar Agama, Oleh Ustadz Sinar Agama =
http://www.facebook.com/groups/210570692321068/doc/246251565419647/
Sang Pencinta: Kewajiban Beramar’ma’ruf Oleh Setelah Belajar di FB Oleh Ustad(Ustadz) Sinar Agama =
http://www.facebook.com/groups/210570692321068/doc/445205765524225/
Mata Jiwa: Saya justru salut pada pak ustadz yang merahasiakan identitasnya..tapi tetap melayani, meladeni pertanyaan-pertanyaan kita yang tidak berhenti-henti dengan penuh perhatian & sangat rinci, bahkan dalam 1 pertanyaan kita bisa dapat ilmu sampai berkali lipat. Saya bayangkan pak ustadz berada di depan laptop menjawab pertanyaan dengan cermat, coba renungkan. Apa yang beliau kerjakan tidak ada yang memuji karena mengenalnya, tanpa pamrih, disaat yang lain terang-terangan dapat ‘apresiasi nyata’..tak ada suguhan khusus dari kita dikesibukannya. Jika bukan karena profesionalitas & berharap ridhoNYA, tentu ini sulit.
Sinar Agama: Mata: Terima kasih atas baik sangkanya, semoga benar-benar diwujudkanNya untukku, untukmu dan semua teman-teman facebook ini. Intinya, dunia ini bukan untuk huru hara, ramai-ramai penuh suka walau, tidak juga untuk selalu berduka dan bermuram durja.
Tapi ketahuilah, bahwa begitu kita mulai naza’ dimana tenggorokan serasa tersumbat, lalu nafas terasa terhenti dan betul-betul berhenti, kemudian kita dimandikan dan dikafani, lalu dikubur menyendiri, maka kala itulah betul-betul buku amal kita akan terlihat nyata. Kosong atau bertinta. Kalau bertinta, apakah mengukirkan yang menyenangkan atau justru dengan yang membuat duka. Buku itu adalah buku amal yang benar-benar nyata. Bukan buku yang kita kira-kira, terutama yang kita kira dalam suka, atau yang kita ukir dengan baik sangka (pada diri sendiri) atau yang diukir dengan harapan hampa karena tanpa amal yang argumentatif dan nyata.
Hanya pada Tuhan kita bisa berlindung dan mesti mengaitkan hati sebelum kemudian mengikatnya erat-erat, lugu dan tanpa peduli, gila bagai majnun, bertuli ria walau halilintar menyambar berjuta- juta, berjalan bagai orang bodoh karena tak pandai bargaining dengan dunia, dianggap kaku di pojokan mengikuti jejak buhlul yang selalu berlagak gila, menyela air matanya dengan penuh rela kala dicerca, menelan pahitnya putus cinta demi melatih diri sebelum ajal menyapa, pandai menyembunyikan getirnya kehidupan dengan canda ria, hanya memendam satu cita selama hayat masih menyerta, yaitu hanya dan hanya, ingin diterima Sang Paduka yang memang satu- satunya yang layak dicinta dan didamba.
Suatu hari, Buhlul, di kesepian kota, ia menengadah ke langit sambil berkata:” Tuhan....jadikanlah aku yang benar-benar ikhlash padamu.”
Doa ini ia panjatkan, karena ia berdakwah di tengah-tengah masyarakat dengan gaya orang yang tidak sehat akal. Ia sampaikan kebenaran ajaran agama dengan penampilan itu, supaya tidak ada satu orangpun yang mengira ia waras dan, apalagi layak dihormati. Karena itu, setiap ia mengucapkan suatu pernyataan, semua orang mendengarnya sebagai kebenaran yang memang benar walau datangnya dari seorang yang gila. Bagi, Buhlul, hal ini sudah cukup. Karena kebenaran itu diterima sebagai kebenaran walau dengan penampilan yang persis dengan orang gila itu.
Jadi, ia sudah melakukan perintah agamaNya dan, dari satu sisi ia telah pula memendam gelora hatinya akan dunia ini. Itulah ia kadang melihat ke langit sambil berdoa seperti yang di atas itu agar ia tetap istiqamah dan tetap menjadi pengabai terhadap dunia.
Semoga kita semua selamat dari segala macam tipu daya dunia yang sering membuat dada berdentum keras dan sering pula terjubahi dengan ratusan ayat dan ratusan hadits yang berlapis, amin. Ya Allah...sudilah menyelamatkan kami dari diri kami sendiri, karena kami sendirilah musuh terbesar kami, amin.
Wassalam.
اللَّهُمَّ صَلِّ عَلَى مُحَمَّدٍ وآلِ مُحَمَّدٍ وعَجِّلْ فَرَجَهُمْ
Tidak ada komentar:
Posting Komentar