Senin, 20 Agustus 2018

Lensa (Bgn 9): Tentang Shufi




Oleh : Ustad Sinar Agama 
Oleh Anggelia Sulqani Zahra pada 28 Juni 2011 pukul 19:03


Shufi itu adalah orangnya dan tashawwuf adalah ajarannya. Jadi tidak beda dari keduanya. Dan pada awalnya shufi ini dikatakan kepada orang yang meninggalkan sosial dan pergi ke gunung atau gua-gua untuk menyendiri dan meninggalkan semua kemewahan hingga hanya memakai baju paling sederhana, yaitu bulu domba yang karenanya mereka dikenal dengan Shufi (yang memakai bulu domba). Sebagian orang mengira menafsirkan shufi dengan suci atau bersih, padahal yang bermakna bersih itu adalah Shafwan atau Shafaa’, bukan Shufi yang bermakna bulu domba. Akhirnya kata Shufi itu ditetapkan atau dinisbahkan kepada orang yang mengejar wahdatulwujud.

Di sini, mereka dibagi menjadi dua, ada yang shufi beneran, yang lurus jalannya, dan ada pula yang sok shufi yang dikatakan oleh Mulla Shadra ra sebagai Mutashawwifah, yakni sok shufi atau demam shufi. Tanda beda yang membedakan kedua kelompok itu, yakni yang menyimpang dan yang benar, adalah: Yang menyimpang memiliki ajaran Ittihad (menyatu dengan Tuhan) dan Hulul (disatui Tuhan), dan dalam ajarannya mereka mengajarkan wirid-wirid bersama, wirid-wirid tertentu dan meninggalkan dunia secara mutlak, artinya hidup miskin dan meninggalkan semua kegiatan sosial.

Sedang yang benarnya adalah yang juga disebut dengan ‘Arifin atau orang-orang Arif atau juga Irfan. Mereka mengejarkan wahdatulwujud dan mengajarkan juga pencapaiannya dengan jelas dalam pengajaran-pengajaran mereka atau dalam kitab-kitab mereka. Di sini tidak ada Hulul dan Ittihad itu, karena selainNya tidak ada, hingga bisa dimasuki atau dihululiNya atau menyatu denganNya. Dan caranya adalah dengan meninggalkan yang haram dan makruh dengan hati dan amal, lalu meninggalkan dengan hati tanpa amal apa-apa yang dihalalkan, disunnahkan, diwajibkan, dianjurkan, karamat, surga, ....dan seterusnya.

Artinya semua itu dilakukannya bukan atas dasar suka, tetapi karena ingin mencapaiNya, yakni ingin membuang tabir yang ada pada dirinya dimana karena tabir itu ia telah merasa ada, merasa bahwa selainNya itu juga ada. Jadi, semua perbuatan baiknya dan menjauhi amal-amal buruk, dan stersunya dikarenakan ingin merasakan hakikat ketiadaan selainNya. Artinya orang yang mensucikan dirinya dari selain Tuhan. Orang-orang seperti ini sudah jelas ada sejak Nabi Adam as. Karena Nabi Adam as adalah insan kamil pertama. Akan tetapi thariqat-thariqat yang ada di antara para shufi dalam Islam ini sangat hingar bingar. Alias tidak bisa dipastikan yang mana yang benarnya.

Deteksi pentingnya adalah, karena Nabi saww mengatakan bahwa syariat itu adalah perkataannya/ ajarannya, thariqat itu adalah perbuatannya sedang hakikat itu adalah capaiannya, maka deteksi yang paling penting adalah : 

a. Apapun ajaran yang akan dilakukan harus bersumber kepada Islam yang argumentatif. 

b. Apapun capaian yang akan dicapai harus tetap berdasar kepada sebab capaiannya itu, yakni syariat. Jadi tidak siapapun bisa meninggalkan syariat, karena dengan meninggalkannya maka ia akan kembali jatuh ke tempat semula. 

Pembersihan sering dikatakan shufi, oleh karenanya maka bisa dikatakan sebagai filosof, seperti Plato yang mengandalkan pembersihan diri dalam memahami yang, dikenal dengan filsafat Isyraq (iluminasi). Tetapi kalau shufi yang shufi yang sekalipun tidak menyimpang itu, sangat anti terhadap filsafat hingga mereka mengoloki filosof dengan mengatakan “siang tidak bisa diterangi dengan lilin”. Oleh akrena itulah maka Mulla Shadra ra telah berusaha dan berhasil memadukan konsep hati yang dimiliki shufi-lurus, dengan filsafat yang dimiliki filosof-Masysya’ (parepatetik), hingga menjadi Filsafat Muta’aliah (filsafat tinggi Mulla Shadra-i). 

Khommar Rudin, Pasky Wind dan 7 orang lainnya menyukai ini. 

Uki Jafar: Syukron. 

Siti Handayatini: Love 2 C U back here to assist Pak SA, Anggelia! Love & lights... 

30 Januari 2012 pukul 22:51 · Suka · 1


اللَّهُمَّ صَلِّ عَلَى مُحَمَّدٍ وآلِ مُحَمَّدٍ وعَجِّلْ فَرَجَهُمْ

Tidak ada komentar:

Posting Komentar