Sabtu, 04 Agustus 2018

Wahdatu Al-Wujud (Bagian: 12)




Seri Tanya Jawab: Sulaim Hilmi dan Ustad Sinar Agama 
by Sinar Agama (Notes) on Wednesday, January 26, 2011 at 7:26 am


Sulaim Hilmi: Assalamualaikum ustadz, Afwan ana mau bertanya: 

1. Apakah benar nabi Muhammad buta huruf (nabi yang ummi) sampai akhir hayatnya, lantas bila benar penulisan segala simbol huruf terhadap yang dimaksud oleh beliau siapa yang mengontrolnya? 

2. Banyak sekali kitab keilmuan yang ditulis Imam Ali seperti Najhul Balaghah yang menunjukkan beliau tidak buta huruf, siapa guru beliau dalam hal kemampuan sastra yang demikian tinggi. 

Sinar Agama: Salam wr wb: 

1. Rasul saww memang buta huruf karena berbagai alasan dan hikmah. Misalnya kalau pandai menulis orang akan mengira bahwa Qur'an itu adalah tulisannya. Setidaknya akan perlu proses panjang untuk meyakinkan masyarakat dimana akan mengganggu pangajaran aga- ma, itupun kalau pada akhirnya ada yang percaya, dan kalau tidak ada, maka sampai akhir kandungan Qur'an tidak bisa diajarkan. 

2. Nabi tidak perlu baca-tulis, karena Nabi saww mencapai ilmu dengan tanpa melalui baca-tulis. Jadi walau buta huruf bagi kita adalah kekurangan, tapi bagi Nabi saww, bukan kekurangan, karena Nabi saww tahu semua itu dan bahkan hati kita tanpa melalui huruf dan tulisanya. Ibarat Nabi saww tidak punya pancing tapi punya ikan sebanyak alam semesta, jadi bukan aib kalau Nabi saww tidak punya pancing. Begitu pula tentang alat mencari ilmu ini, yakni baca tulis. 

3. Mungkin saja guru baca tulis imam Ali as itu adalah ayahnya Abu Thalib, dan mungkin juga sebelum Islam. 

4. Nabi saww yang nafas-nafasnya adalah wahyu Tuhan lebih sastrais dari imam Ali as. Jadi Rasul saww berada di peringkat pertama dalam segala hal. Akan tetapi karena mungkin supaya orang-orang bisa lebih konsen kepada ajarannya, karena di masa-masa awal turunnya agama, maka Nabi saww lebih cenderung tidak menonjolkan sastranya. 

Sulaim Hilmi: Syukron ustadz atas penjelasannya.. bila diijinkan ana mau teruskan bertanya. Dari hikmah keadaan umminya rasul dan kedalaman ilmu sastra Imam Ali (yang ustadz belum tau pasti siapa ”guru”nya dan siapa yang mengontrol kualitas rangkaian huruf dari naskah Al-Quran pada masa itu), sedangkan saya sempat berasumsi semua pendidikan ilmu yang dimiliki Imam Ali diperoleh dari Nabi SAW, menjadikan saya ingin bertanya lanjut tentang bberapa hal: 

1. Apa makna dan hikmah dari ayat pertama ”Iqra” yang turun kepada nabi, dari sisi makna perintah kepada nabi maupun kita umatnya selanjutnya? 

2. Dengan merujuk penjelasan dari ustadz pada catatan wahdatul wujud maupun tahap-tahapan suluk, menunjukkan bahwa tahap-tahap kesempurnaan diri hingga pada puncak fana mestilah dengan jalur akademis hingga ilmu dan hal-hal yang dialami dalam perjalanan dan strategi diri dalam menuntaskan tiap-tiap tahap mesti terarah sesuai dengan ilmu yang baku oleh para ulama. Lantas ”bagaimana pendapat ustadz tentang pandangan bahwa kita dapat meniru jejak rasul dalam beriktiar mencari dan mencapai Kebenaran sejati (Al-Haq) dengan secara mandiri lewat perilaku berkhalwat (mohon penjelasannya juga mengenai riwayat tentang amalan apa yang dikerjakan Rasul selama berikhtiar khalwat di goa hira tersebut)? ” 

3. Sebagaimana saya menyinggung mengenai hal ”guru” di pertanyaan saya sebelumnya , saya mohon penjelasan ustadz tentang arti penting kedudukan Guru ”Mursyid”, yang di kalangan para pelaku tarekat begitu fundamental dalam upaya mendekatkan diri kita dan memastikan bahwa jalur kita menuju fana kepada Allah bakal terjadi. 

4. Apakah bila kita pengikut Ahlul Bait mengenal dan memberlakukan mengenai ”Mursyid” ini lantas siapakah mursyid kita? Apakah Imam Mahdi as? Allahumma solli ala Muhammad wa aali Muhammad fa ajjil farajahum wa ahlik aduwahum minnal jinni wal innsi minal awwalin wal akhirin... afwan. 

Sinar Agama: Salam, Terima kasih atas perhatian dan pertanyaannya: 

1a. Tentang Iqra’ yang harus diketahui adalah tidak mesti membaca tulisan, akan tetapi bisa dengan diktean. Jadi Nabi saw, di sini membaca melalui diktean Jibril as. 

1b. Membaca, memiliki hikmah yang besar bagi semua manusia yang pada umumnya menuntut ilmunya melalui tulisan. Jadi hikmah Iqra’ bagi kita manusia adalah menyuruh kita belajar, dan belajar dimulai dengan belajar tulis menulis alias membaca. Jadi membaca adalah ilmu pertama untuk mencapai ilmu-ilmu lainnya. 

1c. Sekali lagi, karena Nabi saw mendapat ilmunya dari membaca ayat-ayat nyata Tuhan, baik alam ini atau diri beliau saw dan telah sampai ke tingkat mengetahui semua yang bisa diketahui manusia, maka sudah tentu beliau saww tidak perlu lagi belajar tulis-menulis. Beliau saww tahu bahkan suara hati dan niat kita. Semua perbuatan manusia disajikan padanya dan tidak ada yang tidak diketahuinya ( QS: 9: 105) Allah berfirman: “Dan katakanlah pada mereka, berbuatlah kalian sesuka hati, karena Allah akan melihat perbuatan kalian itu, dan RasulNya dan orang-orang mukmin”. Jadi, Nabi saww, dan para imam sebagai hakikat mukmin, melihat semua perbuatan manusia baik lahirnya atau batinnya. Karena yang di- dan-kan pada Nabi saww dan para mukmin itu adalah ”ke-melihatan” Allah yang sudah tentu melihat lahir dan batinnya. 

1d. Dan jangan lupa bahwa ilmu itu bukan gambaran dan ide, tetapi ide yang disertai dalil dan argument. Dengan demikian salah satu hikmah Iqra’ adalah mencari ilmu dengan dalil, karena kalau tidak dengan dalil, maka akan tergolong dakwaan, sangkaan, perkiraan, keyakinan palsu, dan seterusnya. 

Untuk pertanyaan ke 2: 

2a. Melakukan suluk itu memang benar harus dengan mursyid, karena hal itu lebih aman dan terarah. Setidaknya dengan kitab-kitab yang telah diterangkan oleh para ulama. Karena bagaimana bisa seseorang mengamalkan Qur'an dan Hadits, dan diyakininya sebagai jalan yang benar dan pemahaman yang benar, sementara ia tidak mempelajarinya sesuai dengan cara yang akliah dan umum, yakni menimba dari spesialisnya yakni ulamanya? 

Memang, dalam penjelasan ulama, juga diterangkan akan adanya wali-wali Abdal, yakni yang mencapai ketinggian derajat tanpa melalui mursyid, akan tetapi, hal itu, bukan jalan yang dianjurkan, terutama dengan adanya banyak ulama dan kitab. 

Jadi, abdal itu adalah jalan yang dibuka Tuhan bagi orang yang jauh dari mursyid dan buku- buku yang benar. Jadi karena RahmatNya tidak terbatas, maka bagi yang tulus ikhlash (profesional) berusaha mencapaiNya, maka Dia-pun pasti akan mendatangiNya. Akan tetapi kalau orang malas belajar dan mencari guru dan mursyid, maka orang seperti itu telah menjauhi PetunjukNya, maka bagaimana mungkin orang tersebut akan dikatakan telah berusaha mendatangiNya?. 

2b. Pertanyaan antum di soalan ke dua ini, nafasnya seperti menentang nafas dari pertanyaan antum yang pertama. Karena nafas di pertanyaan pertama adalah menyemangati belajar, sampai-sampai Rasul pun seakan-akan disuruh belajar, tetapi di pertanyaan ke dua nafasnya adalah anti belajar, dan mau melanglang ke Fanaa’ dengan tanpa ilmu dan usaha. 

2c. Berlaku berkhalwati itu, akan banyak ditaburi wahyu-wahyu syethan. Artinya kita tidak akan tahu mana kebenaran sejati dan mana yang bukan. Lalu apa yang akan dijadikan hujjah ketika mendapat ilham dari khalwatnya itu? Sementara Nabi saww telah memberikan petunjukknya, yakni dengan Qur'an dan Hadits, dimana telah terkandung dengan nyata supaya bertanya tentang keduanya itu kepada Ahlulbait as dan para ulama pewaris mereka. 

Nah, berlaku khalwat itu menentang Islam yang diajarkan Nabi saww. Tentu saja khalwat yang bertentangan ini adalah khalwat yang antum tanyakan, yakni lawan dari belajar. Tetapi kalau khalwat yang didasari dengan belajar dulu dan melakukan khalwatnya sesuai dengan pelajaran Islamnya yang argumentatif itu, maka sudah pasti khalwat seperti ini sangat dianjurkan dalam Islam. Nabi besar kita saww telah memberikan jalannya kepada kita semua dengan sabdanya: ”Syariat itu adalah perkataannku (bc:ajaranku), dan Tharikat itu adalah perbuatanku, sedang Hakikat itu adalah capaianku, dan Makrifat (mengerti) itu adalah modalku, dan akal itu adalah dasar agamaku, dan cinta itu adalah dasarku, dan kerinduan itu adalah tumpanganku, dan takut itu adalah temanku, dan ilmu itu adalah senjataku”(Ghuraru al-Hikam: 698; Bihar: 78: 83; Mustadraku al-Wasaail: 11: 173 hadits ke 12672; dan lain-lain). Nah, inilah petunjuk Rasul saww, lalu bisakah kita memilih jalan lain? 

2d. Sedang apa yang dikerjakan Nabi saww di gua Hiraa’, maka harus diketahui bahwa Nabi saww mewarisi agama tauhid dari ayah-ayahnya dari nabi Ibrahim as. Jangan dikira bahwa orang Makkah sudah pada murtad dan musyrik semua. Masih sangat banyak orang Arab yang pada waktu itu masih bertauhid dan beragama dengan agama nabi Ibarahim as. Kalau kita lihat ceramah nikahnya Abu Thablib dalam pernikahan Rasulullah saww dengan siti Khadijah as, maka kita tidak akan mendapatkan sepotong kecilpun darinya kata-kata yang mengandung kemusyrikan. Semua berisi tauhid kepada Allah. Dengan ini dapat disimpulkan bahwa kenyataan sejarah pada waktu itu memang masih banyak yang beragama dengan agama nabi Ibrahim as. Karena itulah maka shalat Nabi saww sebelum datangnya perintah shalat dari Allah kepada beliau saww, berbeda dengan setalah Isra’ mi’raj itu. Artinya shalat sebelum isra’ mi’raj adalah shalat yang diterima dari ajaran nabi Ibrahim as. Seingat saya, shalatnya tidak pakai rukuk. 

Dengan demikian, maka jelas bahwa Nabi saww ketika berkhalwat di gua Hiro itu, telah memiliki ilmu agama yang diwarisinya dari nabi Ibarahim as. Ini yang pertama, yakni dengan ilmu. Yang ke dua, beliau sudah pasti di gua itu melakukan semuanya sesuai dengan agama Allah yang diturunkan kepada nabi Ibrahim as tersebut. Tentu saja, selain beribadah, beliau saww membaca dan merenungi semua ayat-ayat Tuhan, baik alam atau dirinya sendiri. Dan tentu saja juga merenungi tentang Tuhannya. 

Untuk pertanyaan 3: 

3a. Guru atau mursyid adalah pembimbing yang dapat membimbing murid karena telah terbuka baginya jalan kebenaran. Yakni, karena dia sudah mencapai Fanaa’ maka semua jalan menuju ke Fanaa’ diketahuinya dengan baik secara ilmu Hudhuri, yakni Kehadiran, bukan lagi ilmu teori atau argumentasi. Jadi ilmunya adalah kasyaf kepada hakikat. 

3b. Dengan pertimbangan itulah maka salah satu arif yang saya tanya tentang keharusan mursyid ini beliau mengatakan bahwa harus pakai mursyid. Tentu saja, maksudnya semaksimal mungkin, artinya tanpa udzur tidak boleh berjalan sendiri. Tetapi bagi ayatullah Bahjat ra, beliau ketika ditanya apakah harus pakai mursyid, beliau menjawab: ”Harus pakai ilmu”. Artinya yang paling penting adalah ilmu yang, sudah tentu argumentatif. Mungkin beliau ingin menjelaskan bahwa mencari mursyid yang benar-benar mursyid itu tidak mudah, karena bisa saja palsu. Yakni ianya dengan bisa terbang sudah dianggap mursyid. Seperti ketika beliau ditanya apakah beliau bisa terbang, beliau menjawab ”Seperti lalat?”. Artinya, terbang itu bukan menunjukkan kewalian, karena lalat saja bisa terbang. Kalau terbang itu ukuran kewalian dan kesempurnaan, maka lalat lebih afdhal dari manusia. Nah, terbang saja bukan ukuran kewalian, apalagi karamat yang dibawahnya. 

Kesimpulannya: Mursyid itu sangat diperlukan kalau ada, dan kalau tidak ada maka yang penting ilmu yang argumentatif, dan kalaulah mau memilih mursyid, maka harus yang benar- benar mursyid, dan hal ini tidak ada yang tahu. 

Jadi harus hati-hati dengan mursyid gadungan yang hanya memiliki beberapa kesaktian. Menurut saya yang banyak hijab ini, maka mursyid itu akan dapat kita terima, kalau semua ajarannya sesuai dengan Islam yang argumentatif, bukan Islam yang dakwaan. 

Untuk pertanyaan 4: 

4a. Imam Mahdi as/ajf, adalah mursyidnya para mursyid. Beliau sudah tentu, mursyid yang tdak ada keraguan di dalamnya. Akan tetapi maksud dari mursyid dalam irfan, bukan hanya beliau as, akan tetapi semua yang sudah mencapai Fanaa’ setidaknya. 

4b. Anjuranku, untuk jaman sekarang, terkhusus di Indonesia, maka bagi yang Syi’ah, jangan sesekali bermursyid. Karena bagi ana yang banyak hijab ini, tidak ada mursyid di Indonesia. Memang yang punya karamah ada dan mungkin banyak, terutama karamah yang diminta dari Allah swt. Saya sendiri dulu bisa menjawab pertanyaan ghaib, seperti apa yang ada di rumah antum, apa yang antum makan sebulan yang lalu dan dimana dan dengan siapa, dst. Semua itu aku capai dengan ijin Allah swt dengan berwirid, berpuasa dan Meminta Kepadanya. Jadi hal-hal seperti itu sebenarnya bahkan dibawah karamat, karena diminta. Yang tidak diminta saja, tetapi yang disukai, dikatakan sebagai main-main atau lalat terbang, apalagi yang diminta. Jadi dari pada tertipu, maka jangan memilih siapapun menjadi mursyid. 

Tetapi jelas, jangan menuduh siapapun dengan tuduhan mursyid palsu. Jadi, kita dalam keadaan tidak memfitnah atau bahkan buruk sangka terhadap siapapun (dengan suara hati), tidak memilih siapapun menjadi mursyid. Kalau saya dipercaya, maka saya akan menjawab secara teori apa-apa yang diketahui dan dialami teman-teman dalam suluk ini, tapi sebatas argument yang memang itu yang telah saya pelajari bertahun-tahun. 

Setelah saya menjadi Syi’ah, maka guru yang saya punya, dan amalan-amalan yang saya lakukan untuk mencapai kekuatan dakhsyat itu, dengan rasa malu yang sangat dalam, saya tinggalkan. Karena para urafa di Syi’ah mengatakan bahwa semua itu adalah permainan dan cinta dunia (yang berupa ghaib). 

Sekian. Terima kasih. Al-fatiha-sholawat. Wassalam. 

Adzar Alistany Kadzimi: Tidak bermursyid...? Menyesatkan..... Tidak bermusyahadah.....? Menyedihkan.... 

Marlin Tigor: Salam . .. hehe jadi inget acara dua dunia - dunia lain di tv indo. Berkomunikasi dan berinteraksi dengan dunia gaib, bahkan bisa menarik benda pusaka. Mohon penjelasannya Ust SA. Apa iya itu ? ... Sekaligus penasaran bagaimana mekanisme mahluk gaib itu berinteraksi dengan manusia, misalnya cara setan mempengaruhi kita .. terimakasih. Wasalam. 

Sinar Agama: Martin: Sebagian soalanmu bisa dijawab dengan tulisan di atas, dan yang lainnya, tentang syethan menggoda manusia, bisa dilihat di catatanku pada hari Ghadir, kalau nggak salah berjudul surga nabi Adam as. Kalau saya jawab di sini maka akan jadi satu. 

Haerul Fikri: Afwan ustad. 

Sepertinya saya kurang sependapat dengan pernyataan bahwa nabi Muhammad saw adalah sorang yang buta huruf, tidak bisa baca dan tulis. Nabi Muhammad saw yang merupakan kota ilmu sudah tentu memiliki pengetahuan sempurna di segala bidang. Baca dan tulis juga adalah pengetahuan, jika nabi Muhammad saw tidak memiliki pengetahuan tentang hal ini, berarti ada pengetahuan yang tidak terdapat di kota ilmu namun bertebaran di luar kota ilmu, yakni pengetahuan baca dan tulis. Qs al- ankabut 48; dan kamu tidak pernah membaca sebelumnya sesuatu kitab pun dan kamu tidak (pernah) menulis suatu kitab dengan tangan kananmu, andaikata (kamu pernah membaca dan menulis), benar- benar ragulah orang yang mengingkari(mu). Ayat ini menjelaskan bahwa rasulullah saw tidak pernah membaca dan menulis. Tidak membuktikan bahwa beliau tidak bisa baca dan tulis. Apakah tidak pernah sama dengan tidak bisa? Apakah tidak melakukan sesuatu, niscaya tidak punya pengetahuan tentang sesuatu itu? Begitu banyak orang yang tidak menulis tapi berkemampuan menulis, mohon tanggapannya, ustad.. 

Sinar Agama

(1). Mengapa antum hanya menggaris bawahi ”kamu tidak pernah membaca” dan tidak menggaris bawahi juga ”niscaya mereka akan meragukanmu”?. Yang antum lakukan ini, sama dengan ayat yang mengatakan ”jangan dekati shalat” dan memotong sebagiannya yang mengatakan ”dikala mabok”. 

(2). Antum tidak bisa dengan hanya menelaah terjemahannya, dan itupun dipotong-potong, lalu menyimpulkan pahaman. Jadi, harus dikaji semuanya, termasuk gaya bahasa Arabnya, ayat- ayat lainnya, hadits-hadits mengenainya, sejarah mengenainya....dst. Jadi, dengan semua yang ada dalam ayat-ayat, hadits-hadits dan sejarahnya, tidak ada keraguan bahwa Nabi saww, tidak bisa baca tulis. 

(3). Entahlah, apa yang membuat antum harus tetap punya pancing dikala ikan-ikan di laut berlomba menari-nari di meja makan antum? Apa yang membuat antum harus mengatakan bahwa orang yang tidak mengerti ucapan dan tulisan, adalah kurang ilmu, sementara ilmu sudah ada di tangannya, termasuk maksud orang yang mengucap dan menulis? Mengapa harus dikatakan kurang ilmu karena tidak bisa bahasa cina, melayu, bahasa kucing, anjing... dst sementara mengerti apa yang dimaksudkan ucapan cinanya, melayunya, ngeongnya, gonggongannya...dan seterusnya. ? 

(4). Kalau antum diberi ilmu oleh Allah swt yang bisa memahami maksud gongongan anjing, dan antum juga diberi kuasa olehNya untuk bisa menyampaikan maksud antum lewat suara hati, apa antum masih mau belajar fasih mengongong supaya tidak dikata kekurangan ilmu? 

(5). Ilmu itu adalah gambaran yang ada di akal yang sesuai dengan yang di luar akal. Jadi, yang tidak punya gambaran dikatakan tidak tahu, dan yang punya gambaran tapi salah, dikatakan tidak tahu dobel (jahil murakkab). Nah, sekarang Nabi saww punya gambaran dari ucapan dan tulisan semua bahasa yang dilihat dan didengarnya tentang suatu makna/maksud, lalu makna yang ada di gambaran Nabi saww itu cocok dengan yang ada diluar akalnya, yakni yang ada dimaksud hati pengucap dan penulisnya, apakah hal itu tidak dikatakan sebagai ilmu? 

(6). Bahasa itu adalah kesepakatan, baik ucapannya atau tulisannya. Jadi dia bukan ilmu. Keilmuan bahasa itu dilihat dari pemaksudan dari ucapan dan tulisannya. Nah, ketika Nabi saww sudah tahu maksudnya sebelum mengucp dan menulis, maka di sini bukan saja Nabi saww kekuarangan ilmu, tapi bahkan memiliki ilmu yang lebih sempurna bahkan dari pembuat bahasa itu sendiri. 

(7). Allah juga tidak bisa bahasa Arab dan mnulis Arab, atau tidak bisa bahasa Indonesia. Artinya karena Allah itu non materi, maka tidak perlu menggunakan materi. Sementara bahasa, adalah materi, bahkan kesepakatan dari materi. Apakah Anda mau mengatakan bahwa Allah swt kekurangan ilmu dan kesempurnaan?. Kalau Anda punya semuanya yang bisa dibeli dengan uang, tapi Anda tidak punya uang, apakah anda kekuarangan harta? sementara apa saja yang anda inginkan sekejab mata ada di depan anda? miskinkah anda? kekurangankah anda karena uang adalah kesempurnaan dan anda tidak memilikinya? Atau Anda akan dikatakan orang sebagai orang gila (maaf) manakala setiap yang anda ingin tersedia dalam sekejab mata, tapi anda masih berkeringat-keringat mencari uang supaya bisa membeli sesuatu?!!!! 

Wassalam. 

Lukman Hadi: Benar apa adanya, kabarkan.. adakah kisah-kisah orang terdahulu tentang ke fana an kepada Allah? 

Haerul Fikri: Terima kasih, ustad. Saya memahami bahwa nabi muhammad saw memamerkan diri sebagai seorang yang buta huruf karena berbagai alasan untuk memudahkan dakwah agama. Namun, bagi saya yang jahil double luar biasa ini, hal itu tidak meniscayakan bahwa beliau tidak tahu atau tidak memiliki pengetahuan baca dan tulis. Yang saya maksud bukan menjadikan kemampuan baca dan tulis sebagai alat untuk menjaring pengetahuan, tapi tanpa perlu berpayah- payah untuk itu, nabi mengetahui makna di balik setiap simbol dan maksud bahasa. Misalnya ; Nabi tidak perlu belajar penambahan dan pengurangan agar bisa melakukan pembagian dan perkalian. Nabi tidak perlu ke negeri China dan berkawan dengan kucing untuk mengerti bahasa mereka semua. Nabi tidak pernah menimba ilmu dari seorang guru karena seluruh kesempurnaan nabi bersumber dari inayah ilahi yg dgn itu maka terbuka semua hijab di balik makna simbol dan maksud bahasa. Jika begitu, apakah nabi Muhammad tetap dikatakan tidak bisa membaca dan menulis? Apakah Tuhan tidak tahu makna di balik huruf Alif, Lam, Wa, Ha, yang mana Dia menjadikan huruf tersebut sebagai simbol akan kebesaran-Nya, dalam bahasa, arab khususnya. 

Misal, jika rasulullah saw dihadapkan dengan secarik kertas berisikan rangkaian huruf-huruf tertulis, Apakah beliau hanya melihat huruf-huruf tersebut sebagai simbol-simbol acak dan asing tanpa mengetahui makna dibaliknya? Jika tahu, maka tidak ada alasan untuk mengatakan bahwa nabi Muhammad tidak bisa baca dan tulis. Jika tidak, maka hal itu adalah sebuah aib dan kekurangan. 

Sinar Agama: Saya rasa, saya sudah menjelaskannya dengan jelas, dan belum ada ide lagi untuk membuat antum lebih jelas. Sekedar untuk tambahan, bahwa di perjanjian Hudaibiyyah, ketika para kafir tidak mau dengan julukan Rasulullah untuk Nabi saww dalam tulisan itu, dan mereka meminta Nabi saww menghapusnya dan mencukupkan dengan Muhammad saja, maka ketika Nabi saww menyetujinya, tidak ada yang berani menghapuskan kalimat itu dari kertas kulit perjanjian itu. Lalu Nabi saww berkata pada imam Ali as untuk meletakkan tangannya di tulisan itu dan menghapuskannya sendiri. Sekarang kuserahkan antum pada Tuhanku Yang Maha Lembut dan Kasih. Aku dalam hal ini sepertinya hanya setakad/seukuran ini kemampuanku menjelaskannya. Coba renungi, kalau mau, apa-apa yang kutulis sebelumnya di atas itu, dan cobalah keluar dari patokan berfikirmu. cobalah keluar sebentar saja dan membacanya lagi, semoga dapat antum temukan titiknya, amin. 

Haerul Fikri: Apakah dalam kasus ini, tidak terjadi ikhtilaf di antara para mujtahid besar? Apakah saya harus memaksakan akal budi saya untuk menerima ini.. Entahlah, mungkin saya bersalah bahkan berdosa beranggapan bahwa nabi saw bisa baca tulis. Wallahualam, terima kasih ustad! 

Sinar Agama: Tidak ada khilaf di sunni dan syi’ah tentang buta hurufnya Rasulullah saww sebelum kenabian, tapi setelah kenabian di Syi’ah ada dua pendapat, yang paling sedikit yang mengatakan tahu huruf karena seringnya melihat, bukan belajar. Tapi itupun sedikit sekali. Renungi saja yang kutulis itu baik-baik. Ia terang bagai matahari, asal kamu tidak memaksakan pandanganmu yang tanpa dalil itu. Yakni yang mengatakan bahwa orang tidak bisa baca tulis (seperti tidak bisa mengonggong) itu adalah kekurangan. Wassalam. 

Haerul Fikri: Iya ustad, keamburadulan dalil saya mungkin karena keterbatasan dan kejahilan semata. Saya akan coba memahami hujjah yang dibawakan di atas, kalau saya tetap belum menangkap saya akan balik. Terima kasih! 

Linda Herlinda: Maaf pertanyaannya di luar materi pelajaran... Ustadz ko bisa pinter dan sholih, apa yang sudah kedua orangtua ustadz berikan dan ajarkan kepada ustadz? Afwan wa syukran... 

*Saya sedang belajar menjadi orangtua yang baik buat anak-anak* 

Sinar Agama: Mbak Linda, bisa nggak ditulis di dindingku, dan dikirim untuk semua orang, biar bisa dilihat orang lain dan dalam pembahasan mandiri, saya baru melihat hari ini, karena catatan di atas sudah lama, untung juga saya lihat-lihat barusan. Wassalam.


اللَّهُمَّ صَلِّ عَلَى مُحَمَّدٍ وآلِ مُحَمَّدٍ وعَجِّلْ فَرَجَهُمْ

Tidak ada komentar:

Posting Komentar