Selasa, 21 Agustus 2018

Lensa (Bgn 16): Ke Ma’suman Para Nabi



Oleh Ustad Sinar Agama 

Oleh Anggelia Sulqani Zahra pada 28 Juni 2011 pukul 19:19


Bintang Ali: Salam Ustad, pengen bertanya soal kema’suman para nabi as dan nabi saww. “Wahai bani Adam, jangan sampai kalian difitnah oleh setan sebagaimana ia dapat mengeluarkan ayah ibumu (Adam dan Hawa) dari surga” (al araf:27). 

Bagaimana menjelaskan kemaksuman pada nabi adam as yang dikeluarkan dari surga karena kesalahannya? 

Lalu bagaimana menjelaskan kemaksuman pada nabi Musa as dalam ayat asyu’ara: 14, “sesung- guhnya aku mempunyai dosa kepada mereka, maka aku takut mereka akan membunuhku”. 

Kemudian terhadap kisah nabi Musa as yang membunuh qibti, seseorg yang bertengkar dengan bani Israel. Dan karena perbuatannya itu (membunuh) maka nabi Musa kabur dan meninggalkan kota Mesir. Namun saya menemukan jawaban pada buku iman semesta bahwa nabi Musa melakukannya karena tidak sengaja. Padahal pada lembaran sebelumnya (dalam buku iman semesta) telah dijelaskan bahwa definisi kemaksuman adalah terjaga dari dosa dan salah (yang disengaja atau tidak)..mohon penjelasannya ustad.

Sinar Agama: Salam dan terima kasih pertanyaannya: 

Syethan sebelum menggoda nabi Adam as. sudah dikeluarkan dari surga. Karena itu bagaimana mungkin menggodanya di dalam surga? Nabi Adam as. juga dicipta dari tanah di bumi lalu bagaimana bisa di surga? 

Dalam penjelasan filsafat telah dijelaskan bahwa nabi Adam as. ada di bumi. Akan tetapi sebelum bangkit dari tidur pertamanya itu, beliau diperlihatkan tentang surga dan peristiwa sujudnya malaikat dan tidak sujudnya syaithan dan diusirnya syaithan dari surga, dan seterusnya. Semua itu demi pengajarannya sebagai manusia pertama di bumi. Artinya wahyu Tuhan yang berupa mimpi. 

Dalam filsafat juga dijelaskan bahwa manusia memiliki beberapa derajat dalam ruhnya, seperti nabati, hewani dan akli. Nabati mengatur pertumbuhan badannya, hewani mengatur gerak ikhtiari dan perasaannya serta akli mengatur pemikiran dan kedekatannya dengan Tuhan. Karena itu yang bisa masuk ke tingkatan surga dikala masih di dunia (masih hidup) adalah tingkatan akalnya. 

Karena itu maka dalam tidur nabi Adam as. itu, akalnya ada di surga dan hewani serta nabatinya ada di luar surga. Karena itulah maka nabi Adam as. diganggu Syethan dari arah hewaniahnya itu dimana ruh daya hewani inilah tempatnya hawa nafsu. 

Jadi, nabi Adam as. dibisiki syaithan dari luar surga yakni dari tingkatan ruh hewani nabi Adam as. Nabi Adam as. ketika sudah mulai hidup, walaupun masih dalam keadaan tidur, lama kelamaan akan merasakan lapar. Nah, lapar itulah yang diibaratkan dengan keputusan makan yang, dalam Qur'an dikatakan memakan buah khuldi, yakni keputusan makan. Karena nabi Adam as, sudah memutusi makan buah yang dilarang itu, maka ia pasti terbangun dari tidur pertamanya itu. Karena itu ia as. keluar dari surga. 

Yang perlu dicatat adalah, ketika nabi Adam makan buah dalam mimpi maka hal itu bukan dosa. Yang ke dua, ketika yang dimakan itu barang yang ada di surga, maka dapat diketahui bahwa larangan itu bukan larangan haram, tetapi anjuran saja (irsyaadii). 

Tambahan: Untuk lebih mengerti hal ini, maka pelajari tentang tiga alam dalam filsafat. Seingat saya, saya sudah membahas hal ini, tetapi belum ketemu dimana. Coba kunjungi tulisan saya yang berjudul Kedudukan Fantastis Imam. 

Tentang nabi Musa as: 

Dosa yang dimaksud beliau as. bukan dosa dalam syariat. Dosa yang dalam bahasa arabnya dikatakan Dzanbun itu asal maknanya adalah “buntut” alias “akibat”. Jadi, maksud nabi Musa as adalah bahwa beliau as. pernah membunuh salah satu dari musyrikin dan pengikut Fir’un dimana pasti berbuntut kepada penghukuman matinya beliau as. Yakni kalau datang lagi ke mereka, maka mereka akan menuntutnya dengan hukuman mati karena telah membunuh salah satu dari mereka. Jadi, dosa disini bukan dosa dalam syariat, tetapi dosa pada mereka para musyrikin dan musuh-musuh Tuhan itu. 

Sekarang apakah membunuh tentara Fir’un itu dosa dalam syariat apa tidak? 

Jawabannya jelas tidak dosa, terlebih dia yang terbunuh itu terlibat perkelahian dengan seorang mukmin. Jadi, perbuatan nabi Musa as itu bukan dosa sama sekali. Jangankan tidak sengaja, yakni dengan mendorongnya tapi jatuh dan mati, sengaja sekalipun tidak dosa di hadapan Tuhan. Namun demikian nabi Musa as. tetap mengatakan bahwa hal itu adalah perbuatan syethan. Hal itu, karena syethan tidak ingin melihat satu orang pun yang bisa masuk surga. Sementara para nabi, seperti nabi Musa as. adalah bertugas menyelamatkan dan menghidayahi semua manusia, termasuk musyrikin. 

Jadi, para nabi, biasanya tidak membunuh kecuali sangat terpaksa. Karena mereka bertugas menghidayahi musyrikin. Jadi, walaupun orang yang mati itu layak dibunuh, tetapi seandainya bisa dihindari maka dihindari supaya bisa menerima hidayah di lain waktu. Tetapi apa boleh buat, nabi Musa as.pun sudah berusaha untuk itu, yakni mendorongnya saja, tetapi orang itu jatuh dan mati.

Bintang Ali : Syukron ustad, dalam penjelasan tentang nabi adam as dikatakan karena keputusan makan dari nabi Adam maka beliau bangun dari tidurnya, artinya alam akalnya kembali ke dunia (keluar surga) untuk makan buah khuldi. Namun ustad juga menjelaskan bahwa tidak berdosa karena makan buah dalam mimpi adalah tidak dosa. Padahal nabi Adam sudah tidak dalam keadaan mimpi, mohon dijelaskn lagi ustad, afwan.

Sinar Agama : Arti yang antum berikan itu tidak benar, karena keputusan Dimensi akal nabi Adam as. itu adalah tetap dalam mimpi wahyunya. Kalau ingin lebih jelas, bisa dibaca catatanku yang berjudul “Peristiwa nabi Adam as dalam Pandangan Filsafat (hadiah kecil ied Ghadir Khum) 

Oleh Sinar Agama • 25 November 2010. Wassalam. 

Tika Chi Sakuradandelion, Bande Husein Kalisatti, Ammar Dalil Gisting dan 2 lainnya menyukai ini.  


اللَّهُمَّ صَلِّ عَلَى مُحَمَّدٍ وآلِ مُحَمَّدٍ وعَجِّلْ فَرَجَهُمْ


Artikel terkait:

Peristiwa Nabi Adam as dalam Pandangan Filsafat (Hadiah Kecil Ied Ghadir Khum)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar