Rabu, 02 Januari 2019

Ada Apa Dengan Fikih ?



Seri tanya jawab Sang Pencinta dengan Sinar Agama 
by Sinar Agama (Notes) on Tuesday, April 2, 2013 at 8:06 am


Sang Pencinta: 24-2-2013, Salam, intermezzo lagi ustadz, bagaimana menurut pandangan Antum minimnya sosialisasi ketaqlidan dan kemarjaan oleh katakanlah cendekiawan dan ulama, justru penekanannya lebih ke sejarah, ikhtilaf suni-syiah dan lain-lain, hingga yang terombang-ambing adalah kita-kita yang awam ini? Terima kasih ustadz. — bersama Sinar Agama. 

Armeen Nurzam: Nyimak,, 

Sinar Agama: Salam dan terima kasih pertanyaannya: 

1- Apapun yang dilakukan dunia, sengaja atau tidak, terhadap pencegahan kebenaran, tidak akan berhasil selamanya. Dalam filsafat dikatakan bahwa “Gerak menekan tidak akan selamanya”. Maksud “Gerak Menekan”, adalah “Gerak yang menentang gerak natural.” Misalnya batu yang semestinya ke bawah, kalau dilempar ke atas, akan bersifat sebentar saja karena akan kembali ke jalur yang naturalnya. 

Kebenaran Islam juga seperti itu. Biar sejuta terorist menghadang, baik terorist nyawa seperti al-Qaidah dan semacamnya, atau terorist iman seperti liberalism dan ism-ism yang lainnya, tidak akan pernah bisa menghadangnya. Karena Allah mencipta alam ini atas dasar naturalisme kebenaran dan, karenanya, tidak akan pernah menerima dengan nyaman apa- apa yang menyimpang dari kebenaran tersebut. Ketidaknyamanan itulah yang dikatakan “Gerak Menekan/memaksa/melawan” dan, karenanya tidak akan bersifat selamanya. Betapa Agung Tuhan dengan firmanNya: 

Misalnya dalam QS: 6: 73: 

وَهُوَ الَّذِي خَلَقَ السَّمَاوَاتِ وَالَْرْضَ بِالْحَقِّ

“Dan Ia -Tuhan- yang menciptakan langit dan bumi dengan Hak (benar, yang biasa juga dikatakan natural)....” 

Atau QS: 10: 6: 

إِنَّ فِي اخْتِلَفِ اللَّيْلِ وَالنَّهَارِ وَمَا خَلَقَ اللَّهُ فِي السَّمَاوَاتِ وَالَْرْضِ لَيَاتٍ لِقَوْمٍ يَتَّقُونَ

“Sesungguhnya pada perubahan siang dan malam dan apa-apa yang Allah ciptakan di langit dan bumi, terdapat ayat/tanda bagi orang-orang yang bertaqwa (takut pada Allah).” 

Ayat dan tanda, tidak bisa diambil dari yang selalu berubah dalam arti tidak teratur. Kalau kita tidak dalam aturan tertentu, maka kita tidak dapat memastikan adanya orang lewat di 

jalanan yang berlumpur sekalipun ada bekas tapak kakinya. Kita tidak akan cari makanan kalau kita lapar kalau setiap kali makan, memiliki dampak yang berbeda-beda. Misalnya sekali makan, kepala pusing dan perut tetap lapar, atau sekali makan jadi ngantuk sementara perut tetap lapar, atau sekali makan badan jadi mengecil seperti cebol, atau sekali makan tulang- tulang badan kita menjadi terpatah-patah.....dan seterusnya. Memang, semua aturan itu tidak hanya memilki satu aturan seperti panas yang bisa keluar dari api, matahari dan lain-lainnya. Akan tetapi, setiap natural tersebut, sudah pasti melahirkan efek sesuai dengan naturalnya itu. Itulah mengapa bisa dijadikan dalil dan ayat/tanda bagi kebesaran Allah DAN KEMESTIAN TAAT PADANYA DAN PADA AGAMANYA ALIAS PADA FIKIHNYA JUGA. 

Atau QS: 38: 27: 

وَمَا خَلَقْنَا السَّمَاءَ وَالَْرْضَ وَمَا بَيْنَهُمَا بَاطِلً

“Dan tidaklah Kami mencipta langit dan bumi dan seisi keduanya secara batil (tidak benar, tidak teratur, acak, sia-sia).” 

2- Lagi pula tidak ada orang awam dalam Syi’ah sehubungan dengan fikih dan pengamalannya ini. Artinya, nanti tidak akan ada udzur dan pemaafan bagi yang meninggalkannya. Hal itu, karena dalil untuk beramal fikih ini sangat mudah diketahui setiap orang berakal dan apalagi ayat-ayat Qur'an dan hadits Nabi saww. 

Misalnya Akal berkata
  • a- Kita makhluk Tuhan.
  • b- Tuhan Maha Alim dan kita Maha Bodoh.
  • c- Tuhan yang berhak mengatur kita (fikih) dan Ia-pun telah menurunkan agamaNya.
  • d- Ia berhak karena Ia Maha Alim dan kita tidak berhak sedikitpun membuat aturan sendiri karena kita Maha Bodoh di HadapanNya.
  • e- Ia telah menurunkan agamaNya dan mewajibkan kita mengamalkannya.
  • f- Ketika kita tidak tahu agamaNya secara spesifik, maka kita harus merujuk kepada yang spesialis yang dikatakan mujtahid atau marja’ seperti merujuk kesehatan kepada dokter.
  • g- Yang merujuk pada dirinya sendiri atau orang lain yang tidak mujtahid, jelas melanggar akalnya sendiri sebelum ia melanggar TuhanNya yang menyuruh bertanya kepada yang tahu/alim.
  • h- Orang yang berlagak seperti spesialis dengan hanya belajar otodidak, sama sekali tidak akan bisa diterima akal seperti orang yang membuka praktek operasi jantung dengan hanya bermodal belajar dari buku-buku secara otodidak. Karena itu, ketika ia memberikan perintah-perintah kepada umat, sebelum ia melanggar Tuhannya, ia telah menginjak-injak akalnya sendiri. Begitu pula yang menerima perkataannya.
  • i- Yang wajib diikuti manusia adalah yang makshum dari kesalahan ilmu dan amal. Jadi, ilmunya harus lengkap dan benar 100%. Akan tetapi, ketika tidak ada yang seperti itu dan kalau Tuhan dan agamaNya tidak memberikan jalan keluar, maka sudah pasti agamaNya tidak bisa dikatakan sempurna. Karena itulah maka Tuhan sendiri, Nabi saww sendiri dan orang-orang makshum as sendiri, memerintahkan umat untuk mengikuti para wakil makshum as, baik wakil langsung atau dengan kriteria dimana yang kita bahas ini adalah wakil dengan kriteria yang ada di berbagai ayat dan riwayat, yaitu “yang tahu”, “yang alim”... dan seterusnya...dimana tentu saja akal berkata bahwa “yang tahu” itu bukan yang hanya belajar secara otodidak.
  • j- Tak ada rotan maka akarpun mesti digunakan sambil menunggu, mencari dan berdoa untuk mendapatkan rotan. Sebab kalau tidak menggunakan rotan, akan tenggelam ke dalam lautan yang dalam. Itulah mengapa akal dan agama mewajibkan kita untuk ikut spesialis dalam agama sebelum bertemu dengan makshum as. Karena tanpa spesialis agama, dunia keberagamaan akan hancur sebagaimana tanpa spesialis kesehatan yang akan menghancurkan kesehatan manusia. 
  • k- Beranjaknya manusia yang dikatakan tokoh agama dalam meninggalkan penablighan fikih ini kepada umat, bisa karena berbagai sebab. Bisa karena dirinya sendiri yang memiliki karakter seperti itu, yakni meremehkan fikih ini padahal fikih atau aturan ini jauh lebih agung dari ciptaan alam ini sendiri. Karena itu, ia akan membawa umat ini kepada karakternya sendiri dan bukan kepada karakter yang diperintahkanNya. Ada lagi karena ingin dicintai umat yang biasanya suka kepada yang ringan-ringan dan enak-enak serta tidak serius dalam beragama. Karena itu mereka memerangi fikih dan mewajibkan takiah, tapi dalam bermut’ah-liar (tanpa ijin wali bagi yang bukan janda), sangat lancar dan berlebihan. Ada lagi yang karena merasa lebih pandai dari para spesialis dan bahkan makshumin as, Nabi saww dan Tuhan sendiri, hingga berani menomer duakan atau menomer seribukan fikih dari hal-hal lain yang, terutama yang disukainya seperti politik dan semacamnya supaya mereka dapat menghampar pemerintahan kecilnya dengan berbagai kadarnya seperti yayasan, organisasi, ormas atau bahkan partai dan semacamnya. 
Semua berloncatan di mimbar Nabi saww dan memakai nama beliau saww, baik mimbar kayu yang seperti nyata, atau mimbar khayalan seperti para terorist-terorist itu (terorist nyawa dan iman). 

Hanya kepada Allah kita berlindung agar tetap kokoh mengikuti Tuhan melalui NabiNya saww, mengikuti Nabi saww melalui para washi beliau saww, mengikuti para washi/imam melalui para mujtahidin dan marja’ hf. amin. 

Wassalam.


اللَّهُمَّ صَلِّ عَلَى مُحَمَّدٍ وآلِ مُحَمَّدٍ وعَجِّلْ فَرَجَهُمْ

Tidak ada komentar:

Posting Komentar