Rabu, 02 Januari 2019

Islam Bukan Obat Bagi Penyakit Akibat Menentang Islam


Seri tanya jawab Muhammad Dudi Hari Saputra dengan Sinar Agama 
by Sinar Agama (Notes) on Tuesday, April 2, 2013 at 8:03 am

Muhammad Dudi Hari Saputra mengirim ke Sinar Agama: Salam ustadz. Saat ini penyakit korupsi menyerang di setiap sendi masyarakat indonesia,, 

Menurut pandangan ustadz, bagaimana islam menawarkan solusinya dalam hal ini? Dan bagaimana jika dikaitkan dalam konteks keIndonesiaan?? Syukron wa afwan... 


Sinar Agama: Salam dan terima kasih pertanyaannya: 

Islam itu bukan alat menyulam untuk menambal, tapi ia alat untuk mendasari perubahan manusia, baik pribadi, keluarga, sosial dan politik. Karena itu, cara satu-satunya adalah kembali ke Islam secara utuh/kaafah dengan kesadaran dan tanpa paksa sedikitpun. 

Kalau dari awal sudah melarang hijab atau dari awal sudah mencampur lelaki dan perempuan di sekolah-sekolah, kalau dari awal tidak menghukum pacaran dan perzinaan karena hukum keIndonesiaan, lalu kalau sudah banyak zina meminta Islam mengobatinya tapi dalam konteks keIndonesiaan itu, maka sama dengan tidak minta diobati dan ditangani. 

Begitu pula dengan korupsi. Ketika dari awal hukum-hukum politiknya ala keIndonesiaan dimana juga hukum-hukumnya serta pengadilan-pengadilannya, maka meminta pandangan Islam mena- ngani akibat buruknya, sama dengan tidak minta ditangani. 

Sama dengan seorang murid yang berkata kepada gurunya: 

“Wahai guru, aku ini tidak shalat, bagaimana caranya supaya aku shalat tapi dalam keadaan tetap tidak shalat.” 

Muhammad Dudi Hari Saputra: Saya sudah menduga jawaban ustadz akan seperti ini, saya sepakat islam adalah dasar dari perubahan itu, bukan sekedar alat atau metode, hanya saja bagaimana menjadikan islam sebagai dasar perubahan ustadz? Mengingat masyarakat Indonesia yang sangat majemuk dan enggan untuk menjadikan agama sebagai panglima? Afwan... 

Sinar Agama: M D: Memangnya di jaman Nabi saww tidak majemuk, hingga kata-kata barat yang disusupkan melalui Pluralisme itu dapat dijadikan pembendung perubahan mendasar yang diajarkan Tuhan melalui agamaNya itu???? Atau jangan-jangan Tuhan tidak tahu kalau dunia ini penuh kemajemukan hingga Ia hanya dan hanya menurunkan agamaNya dan menolak yang lainnya serta mewajibkan penghuni bumi ini menerima agamaNya secara utuh tanpa kecuali walau setengah ayatpun karena kalau menolak sebagiannya dikatakan kafir sebagaimana Ia jelaskan dalam Qur'anNya???? 

Atau Tuhan sia-sia mengajarkan dalam agamaNya bagaimana menangani kemajemukan itu, hingga kita menanganinya dengan konsep lain selain konsepNya? 

Muhammad Dudi Hari Saputra: Iya ustadz, ana percaya itu, tapi bagaimana menghadapi kondisi masyarakat yang enggan menerima islam sebagai dasar berfikir dan bertindaknya? Setiap kali kebenaran islam yang disampaikan, masyarakat itu sudah pesimis dan antipati duluan dengan pernyataan seperti : jangan masukkan agama kedalam urusan politik, atau bagaimana dengan cara menerapkan islam yang benar di saat para ulama dan kalangan intelektual muslim di indonesia masih belum menemukan konsep yang sempurna tentang islam itu sendiri? Malahan banyak ulama Indonesia yang melakukan korupsi dan mendukung pemimpin yang despotik,, saya pun berkeinginan mewujudkan pondasi masyarakat indonesia seperti di Iran, tapi apakah mereka paham tentang syiah? Jika mereka paham, apakah otomatis menerima syiah? Dan jikapun menerima syiah, apakah mereka paham konsep wilayat al-faqih? Dan jikapun paham, apakah mereka menerimanya? Tentu perlu waktu yang panjang untuk menjelaskan itu semua, dan di saat proses menjelaskan yang panjang itulah, saya kemudian resah, bagaimana bisa menerapkan islam yang benar di tengah masyarakat yang belum paham dan siap ini? Mohon wejangannya ustadz. 

Sinar Agama: M.D: Tidak ada keharusan menjadi Syi’ah untuk kembali kepada Islam. Dari mana antum dapat hal ini? Dari satu sisi antum bertanya, tapi dari sisi yang lain antum memberikan jalan keluar, ini yang membuat antum bingung. 

Mestinya, ketika sudah dikatakan bahwa kembali muslim harus ke Islam supaya semua penyakit sosialnya bisa teratasi, maka soalan ke dua mestinya menanyakan apakah Islam punya cara dalam menangani berbagai perbedaan dan bahkan menghadapi minoritas agama lain? Bukan malah membuat jalan keluar sendiri yang antum buat. Itulah mengapa antum agak sulit kembali kepada yang gamblang (Islam), karena antum sendiri sudah mempunyai persepsi sendiri tentang islam itu. Sebenarnya hal ini bukan hanya antum, akan tetapi mungkin kebanyakan muslim Indonesia seperti itu. Yakni dari satu sisi mau mencari jalan dari Islam, tapi ia sendiri sudah mendefinisikan Islam itu sendiri dalam dirinya. Padahal, semestinya ia merombak dulu pengertian dirinya tentang Islamnya itu. 

Muhammad Dudi Hari Saputra: Na’am ustadz, saya tidak berani untuk memberikan jalan keluar sebagaimana yang ustadz maksud, pertanyaan saya tak lebih hanya sekedar perjalanan intelektual dan sosial saya saja selama melihat kondisi masyarakat saat ini. Terima kasih ustadz untuk penjelasannya. Melanjutkan pernyataan ustadz bahwa ummat islam seharusnya kembali kepada islam dan kemudian dilanjutkan dengan pertanyaan apakah Islam punya cara dalam menangani berbagai perbedaan dan bahkan menghadapi minoritas agama lain? Sebenarnya itu yang saya maksud dengan keIndonesiaan ustadz, yaitu sebuah bangsa yang plural dan beragam, karenanya saya bertanya bagaimana islam (yang gamblang) menghadapinya?? 

Sinar Agama: M.D: Sepertinya antum tetap dengan persepsi dan jalan keluar yang antum bayangkan itu hingga ianya terus mencari tempat penyisipan melalui berbagai lubang yang sepintas menengadah pada pemikiran tersebut untuk penyalurannya. Karena itu, pertanyaan antum yang sekarang ini kembali kepada pertanyaan antum yang pertama dan, jawabannya tetap sama, yaitu umat Islam harus kembali kepada agamanya dalam segala bidang. 

Mungkin antum tidak sengaja melakukan itu atau saya yang salah dalam menilai tulisan antum. Tapi yang antum pikirkan itu, memang merupakan pikiran ke-Indonesiaan yang sudah beratus tahun mengangker di bangsa kita tercinta ini. Yaitu dari awal berlomba-lomba meninggalkan Islam dan bahkan menghinakannya sebagai jalan hidup satu-satunya, tapi kalau mengalami berbagai penyakit sosial akibat dari hal tersebut, selalu para sok ulama dan cendikia, tampil ke depan dengan melantun-lantunkan ayat dan riwayat untuk memberikan obat penyakit tersebut sementara hati mereka anti terhadap Islam yang menyeluruh ini. Itulah yang dikatakan oleh para wali-wali Tuhan sebagai berputar di poros syethan dengan mencitrakan Islam. 

Mana ada Islam keIndonesiaan??!! Mana ada Islam keAraban??? Mana ada Islam keIranan??!! .............. dan seterusnya????!!!!! Kok bisa Tuhan menurunkan Islam, lalu dibelah-belah seperti kue tart demi untuk pencocokan kepada setiap brutalisme akhlak di depan Allah swt? 


Muhammad Dudi Hari Saputra: Sepakat ustadz,,, hanya bagaimana menerapkan islam yang gamblang itu di masyarakat Indoenesia ini ustadz,, itu saja,,, kalau kembali lagi jawabannya harus yang gamblang, iya saya terima itu,, tapi how (bagaimana)?? Sedangkan masyarakat Indonesia ini kalo denger agama itu sebagai dasar pemikiran dan tindakan, udah NO duluan,,, ini yang saya alami selama perkuliahan di Indonesia ustadz. 

Afwan ustadz jika sudah banyak nanya,, misalnya gini, dalam pemberantasan korupsi tentu islam punya jalan untuk mengatasinya, nah kemudian tantangannya bagaimana menerapkan nilai islam ke dalam negara Indonesia ini yang tidak menjadikan islam sebagai dasar konstitusinya? 

Sinar Agama: M.D: Ana rasa sudah sangat jelas jawaban alfakir di atas itu. Pertanyaan yang bertubi-tubi dan sama dari antum ini, kurasa, antum benar-benar kurang memahami tulisan antum sendiri dan begitu pula tulisanku. Coba disimak-simak lagi dan kosongkan dulu pikiran antum itu, maka i-Allah akan ketemu jawabanku itu. 

Saya tidak menyuruh antum menyepakati jawaban ana itu, tapi hanya sekedar meminta mengertinya, bukan menyepakatinya. Karena bagi ana, antum belum memahami jawaban ana itu dan bahkan ana mengira bahwa antum belum memahami dengan gamblang tulisan antum itu sendiri. Karena ana sudah mengatakan bahwa antum dalam bertanya, sambil juga membawa jalan keluar (metode) yang dibayangkan dimana hal seperti itulah yang antum inginkan dari ana, sehingga karena itulah maka jawaban ana itu tidak antum rasakan sama sekali. 

Coba antum baca-baca lagi dalam keadaan mengosongkan metode yang antum bayangkan itu dan kalau belum ketemu, coba baca lagi dan seterusnya. Baru nanti kalau sudah dapatkan jawabanku, antum teruskan membahasnya ke peringkat berikutnya, yakni sepakat atau tidak. Dan kalau sepakat, lalu apa kendalanya dan semacamnya. Kalau ana sudah tidak melihat lagi jawaban antum di sini, maka tolong diingatkan di dinding yang baru bahwa antum punya tulisan di sini. Karena di samping sudah ke bawah banget, mungkin juga ana sudah lupa seperti kemarin ana sudah lupa tentang hal ini. 

Wassalam.


اللَّهُمَّ صَلِّ عَلَى مُحَمَّدٍ وآلِ مُحَمَّدٍ وعَجِّلْ فَرَجَهُمْ

Tidak ada komentar:

Posting Komentar