﷽
Oleh Ustad Sinar Agama http://www.facebook.com/groups/210570692321068/doc/326172014094268/ Oleh Anggelia Sulqani Zahra pada 4 Februari 2012 pukul 23:20
Bunga Cinta Kebenaran: Salam Ustadz,, Sebagaimana yang Ustadz jelaskan mengenai gradasi wujud, maka ada sebab-akibat, dan kita diciptakan melalui perantara-perantara, yang saya tanyakan bahwa kalau kita berdoa, apakah Allah secara langsung mendengar do’a kita ataukah melalui perantara-perantara ?..dan apakah Allah menyaksikan kita langsung tanpa melalui perantara-perantara..? Mohon pencerahan, syukran.
Sinar Agama: Salam dan terima kasih pertanyaannya:
(1). Mendengarnya dan menolongnya Tuhan terhadap doa-doa dan ijabah dari doa-doa itu, bisa dijelaskan dengan dua cara:
- (a). Cara ilmu Kalam dan Filsafat: Mendengar doa dan mengabulkan doa ini, dalam Ilmu Kalam dan Filsafat juga memiliki 2 penjelasan:
- (a-1). Mendengar langsung. Mendengar langsung ini adalah dalam derajat ZatNya sebelum penciptaan. Karena itu, apapun yang terjadi di dunia sekarang ini, dari si fulan berdoa dan doanya dikabulkan hingga ditolongNya dan seterusnya, sudah didengar, diketahui dan diputusi dalam Zat Allah sebelum apapun terjadi.
Dalilnya, karena Allah itu tidak terbatas dan sebab bagi apapun keberadaan. Nah, karena itu, maka Tuhan tidak kurang suatu apapun dan tidak meluputi suatu apapun. Karena apapun dari suatu apapun itu, semuanya adalah akibatNya dan ZatNya juga tidak kurang suatu apapun. Jadi, Ia dalam ZatNya itu sudah merupakan kesempurnaan apapun dan sebab apapun. Karena itu Ia telah mendengar dan mengabulkan (atau menolak yang diminta dan memberi yang lainnya) sejak belum ada sejak, yakni sejak di maqam Zat Allah itu.
Akan tetapi, karena ZatNya itu tidak terbatas, maka tidak mungkin ada rangkapannya. Karena kalau berangkap, maka masing-masing rangkapannya itu akan menjadi terbatas. Dan kalau ZatNya terdiri dari rangkapan-rangkapan terbatas, maka pada akhirnya ZatNya juga akan terbatas, karena rangkapan keterbatasan juga akan menghasilkan keterbatasan.
Mengggabungkan dua dalil di atas ini, akan menyimpulkan secara gamblang kepada diri kita, bahwa apapun seluk beluk di dunia sekarang dan kapan saja itu, sudah ada dalam ZatNya, IlmuNya, KuasaNya, ...dan seterusnya.... akan tetapi tanpa warna warni dan bentuk-bentuk atau macam-macam. Karena warna warni, macam-macam dan bentuk-bentuk adalah keberbedaan yang saling membatasi, hingga menjadikan gabungannya sebagai sesuatu yang terbatas. Jadi, semua sudah ada dalam Zat dan Ilmu serta Kuasa Allah sejak sebelum adanya sejak, tapi tanpa keberbedaan dan kebermacaman apapun.
Ilmu, Kuasa, Kemuliaan, Pertolongan .... dan seterusnya ... ini, yakni dalam sudut pandang ini, dikatakan sebagai Ilmu, Kuasa, Kemuliaan .... dan seterusnya dalam maqam Zat.
- (a-2). Akan tetapi ada lagi Ilmu, Kuasa ....dan seterusnya dalam tingkat Fi’liyyahNya atau PerbuatanNya (baca: selain maqam zat). Nah, dilihat dari sudut ini, maka Tuhan mendengar doa dan menolong hambaNya ... dan seterusnya secara tidak langsung.
Di maqam inilah yang terus ada kehiruk pikukan dan kesibukan para malaikat. Misalnya malaikat menyampaikan doa, pesan, hajat dan seterusnya dari seorang hamba kepada Tuhan, lalu Tuhan melalui mereka mengabulkan, menolong dan seterusnya.
Bagitu pula di maqam inilah terus ada kenabian para nabi, kerasulan para rasul keimamahan para imam. Artinya, hidayah yang dari Tuhan itu disampaikan kepada umat melalui mereka- mereka as.
Begitu pula, di maqam inilah yang terus ada tawassul, dianjurkan bertawassul, tolong menolong antara Tuhan dan hambaNya atau sebaliknya (hamba menolong Tuhan) .......dan seterusnya. dan seterusnya.
Bagitu pula, di maqam inilah yang terus ada penciptaan kita-kita dan apapun yang ada sekarang ini dimana datang dari Allah melalui sebelum-sebelum kita. Karena itulah saya sering mengatakan bahwa keberadaan kita ini bukan kehendak Tuhan dari asal. Artinya, kita dicipta ini bukan dicipta, tetapi tercipta. Artinya, Tuhan mengijinkan terjadinya kita dari ikhtiar kedua orang tua kita. Jadi, kita ini tidak dicipta, tetapi tercipta. Artinya, tidak dicipta oleh Allah sesuai dengan IkhtiarNya dan KehendakNya secara murni, tetapi dari kehendak orang tua kita yang diijinkanNya dan dikehendakiNya.
Begitu pula semua hiruk pikuk keberadaan, kematian, kiamat, hisab ... dst dst. Yakni terjadi di maqam ini. Yakni penghubungkannya kepada Allah itu tidak secara langsung.
- (b). Cara Irfan: Sebagaimana maklum dalam Ada dalam Irfan itu hanya satu, yaitu Allah itu sendiri. Dan yang lainnya, dimulai dari Akal-satu sampai ke Akal-akhir, lalu Barzakh dan materi, semua dan semua ini, adalah esensi yang tidak pernah wujud/ada dan hanya bergelantungan pada wujud/ada itu. Yakni bergelantungan pada Tuhan.
Dilihat dari sudut ini, maka apapun hiruk pikuk itu, dan terjadi di gradasi manapun, sebenarnya, hanya terjadi di esensi itu, dan tidak terjadi pada wujud yang satu tersebut.
Ketika hiruk pikuk apapun itu hanya terjadi pada esensi, dan esensi ini bergelantungan di Ada/ wujud itu, maka sudah pasti tidak akan pernah mengganggu si Ada/wujud itu. Apapun warna, bentuk dan keberbedaan yang di esensi ini, tidak akan pernah menjalar ke Tuhan/Ada.
Kan kalau di Ilmu Kalam, kalau kehiruk-pikukan dan kebermacaman itu disandarkan pada Tuhan langsung, maka Tuhan akan menjadi berangkap dan berubah dimana akan menjadikanNya terbatas sebagaimana maklum. Tetapi kalau di Irfan, karena kehiruk pikukan itu tidak terjadi pada wujud, dan hanya pada esensi, maka keterdihubungkannya hiruk pikuk itu pada Ada/ Tuhan, tidak akan menjadikanNya terhiruk pikuk dan berangkap.
Dengan urain ini, maka kemendengaran doa dan kemenolongan Allah pada semua hamba dan semua hiruk pikuk itu, adalah langsung, tanpa satupun yang memerantarai.
Kalau antum bisa memahami ini dengan baik, maka sudah sebegitu tinggi makrifah yang antum dapatkan dariNya. Dan hal ini, bagi kita semua, adalah rejeki yang tidak bisa dibanding denga seluruh isi alam semesta ini. Semoga saja ianya dapat kita aplikasikan dalam kehidupan secara serius, tanpa hura-hura palsu dan tanpa kemelencengan niat. Allahu A’lam. Amin.
(2). Masalah hubungan kehiruk pikukan dengan Tuhan itu, terdapat perdebatan yang sengit dalam Ilmu Kalam, Filsafat dan Irfan. Terpecahkannya ilmu-ilmu itu, adalah setelah dipecahkannya oleh Mulla Shadra ra. Karena itu, bagus kalau kita kirim fatihah buat beliau ra.
Memang, semua ulama itu, tidak ada apa-apanya kalau dibanding dengan makshumin as. Akan tetapi, mereka-mereka as itu, berbicara dengan umat sesuai dengan kemampuan para shahabat yang dihadapinya. Karena itulah, sering penjelasan mereka-mereka as itu terlihat mudah.
Tentu saja, banyak juga penjelasan para makshum as itu yang sebegitu dalam yang tidak dipahami orang-orang di jaman mereka as kecuali oleh segelintir orang khususnya saja. Hadits-hadits itulah yang sering dikatakan mutasyabihaat (tidak jelas).
Nah, ulama seperti Mulla Shadra ra ini, yang diteruskan oleh orang seperti Allamah Thaba Thabai, Imam Khumaini, Ayt Jawadi Omuli, Ayt Hasan Zodeh Omuli .... dst. adalah pemecah ayat-ayat dan hadits-hadits yang mutasyabihat itu. Tapi karena yang namanya argument dalam ilmu Logika itu harus jelas dan berdasar pada argumentasi gamblang, maka pemecahan mereka terhadap masalah-masalah mutasyabihat itu dengan alat yang mudah yang namanya “dalil gamblang”. Karena itu, maka pada jaman-jaman sekarang ini, menuntut ilmu jauh lebih mudah dibanding jaman dulu.
Tulisan-tulisan sederhana di atas itu, tidak dapat ditulis kecuali setelah mempelajari filsafat sekitar 20-30 tahun secara intensif. Karena pada masing-masing kalimatnya itu, ada dasar dalilnya yang filosofis dan gamblang dan berakar, dimana tersebar secara meluas di hampir semua bab-bab filsafat. Karena itulah saya pernah mengatakan, bahkan ingin berteriak, supaya teman-teman rajin belajar. Karena, kalau antum mau menekuni satu persatu bab Ilmu Kalam dan Filsafat itu, maka diperlukan 20-30 tahun lamanya atau bahkan lebih dari itu. Nah, tulisan-tulisan ini, adalah Ilmu Kalam, Filsafat dan Irfan yang berupa terapan dari berbagai tiori dasar yang dipelajari di tiga disiplin ilmu itu (Kalam, Filsafat dan Irfan).
Wassalam
Tentu saja, banyak juga penjelasan para makshum as itu yang sebegitu dalam yang tidak dipahami orang-orang di jaman mereka as kecuali oleh segelintir orang khususnya saja. Hadits-hadits itulah yang sering dikatakan mutasyabihaat (tidak jelas).
Nah, ulama seperti Mulla Shadra ra ini, yang diteruskan oleh orang seperti Allamah Thaba Thabai, Imam Khumaini, Ayt Jawadi Omuli, Ayt Hasan Zodeh Omuli .... dst. adalah pemecah ayat-ayat dan hadits-hadits yang mutasyabihat itu. Tapi karena yang namanya argument dalam ilmu Logika itu harus jelas dan berdasar pada argumentasi gamblang, maka pemecahan mereka terhadap masalah-masalah mutasyabihat itu dengan alat yang mudah yang namanya “dalil gamblang”. Karena itu, maka pada jaman-jaman sekarang ini, menuntut ilmu jauh lebih mudah dibanding jaman dulu.
Tulisan-tulisan sederhana di atas itu, tidak dapat ditulis kecuali setelah mempelajari filsafat sekitar 20-30 tahun secara intensif. Karena pada masing-masing kalimatnya itu, ada dasar dalilnya yang filosofis dan gamblang dan berakar, dimana tersebar secara meluas di hampir semua bab-bab filsafat. Karena itulah saya pernah mengatakan, bahkan ingin berteriak, supaya teman-teman rajin belajar. Karena, kalau antum mau menekuni satu persatu bab Ilmu Kalam dan Filsafat itu, maka diperlukan 20-30 tahun lamanya atau bahkan lebih dari itu. Nah, tulisan-tulisan ini, adalah Ilmu Kalam, Filsafat dan Irfan yang berupa terapan dari berbagai tiori dasar yang dipelajari di tiga disiplin ilmu itu (Kalam, Filsafat dan Irfan).
Wassalam
اللَّهُمَّ صَلِّ عَلَى مُحَمَّدٍ وآلِ مُحَمَّدٍ وعَجِّلْ فَرَجَهُمْ
Tidak ada komentar:
Posting Komentar