Jumat, 07 Mei 2021

Gado-gado: Sekelumit Tentang Raj’ah, Agama Bumi, Peranan Qur'an, Akal dll


seri tanya jawab Adil Priyatama dengan Sinar Agama. http://www.facebook.com/groups/210570692321068/doc/326171017427701/ by Sinar Agama (Notes) on Thursday, December 29, 2011 at 7:59pm


Adil Priyatama: Assalamu’alaykum. Mohon penjelasannya mengenai persamaan dan perbedaan di antara hal-hal di bawah ini:

1. Antara ajaran/keyakinan agamis dengan ajaran/keyakinan non-agamis.

(yakni bagaimanakah membedakan suatu keyakinan termasuk ranah agama, sementara keyakinan lainnya bukan termasuk agama.)

2. Antara agama langit dan agama bumi.

(apakah pembedanya adalah wahyu / kitab, karena beberapa agama yang dipersepsikan sebagai agama bumi ternyata memiliki kitab suci juga.)

3. Antara ghaibnya Nabi Isa dengan ghaibnya Imam Mahdi.

(apakah hidupnya di alam lain selain dunia yang kita huni ini, ataukah hidup dan bermasyarakat di dunia yang sama dengan yang kita huni hanya saja tidak dikenali.)

4. Antara mati syahid dengan mati non-syahid.

(karena dalam ayat dikatakan bawa yang mati syahid itu ’sesungguhnya mereka itu hidup dan menerima rizki dari Tuhannya’, bagaimanakah bentuk kehidupan para syuhada setelah kesyahidannya tersebut? Apakah hidup di alam lain, seperti ghaibnya Nabi Isa dan/ Imam Mahdi?)

5. Antara raj’ah dengan reinkarnasi.

(Apakah perbedaannya hanya dalam hal bahwa raj’ah itu kembalinya kepada tubuh yang sama sementara reinkarnasi dalam tubuh yang baru, atau ada yang lainnya?)

Tambahan dua pertanyaan:

6. Apakah manusia yang sudah ada di surga dan neraka sebagai balasan dari kehidupannya yang dulu, sebelum penciptaan Adam yang sekarang ini, bisa diciptakan lagi ke alam dunia pada penciptaan berikutnya?

7. Apakah ketika kiamat kubra, alam barzakh juga punah (yakni kembali ke alam akal) ataukah kekal?

Mohon maaf kalau merepotkan dengan banyaknya pertanyaan. Tidak lain karena yang satu berkaitan dengan yang lainnya, dan supaya lebih tergambar kumpulan pertanyaan yang ada dalam benak ini. Sehingga meskipun awalnya saya ragu untuk bertanya secara paket seperti ini, saya akhirnya memberanikan diri saja. Sekali lagi mohon maaf dan terima kasih sebelumnya. Wassalam.

Sinar Agama: Salam dan terimakasih pertanyaaanya:

(1). Keyakinan yang agamis itu adalah keyakinan yang timbulnya karena ajaran agama, baik yang masih lurus, atau sudah diselewengkan. Sedang yang bukan keyakinan agamis adalah yang merupakan keyakinan seseorang, atau umat atau kelompok atau suku tertentu yang turun temurun dari nenek moyang mereka yang memang munculnya bukan dari agama tertentu.

(2). Agama langit adalah yang bersumber dari Tuhan, baik masih lurus atau sudah diselewengkan. Sedang agama bumi adalah keyakinan apa saja tentang keimanan atau prilaku yang muncul dari manusia sendiri, hingga menjadi kebiasaan, adat dan aturan hidup.

(3). Ghaibnya nabi Isa as itu diangkat ke langit, tapi kalau Imam Mahdi hanya tidak dikenali.

(4). Mati syahid yang memiliki kedudukan seperti yang ditanyakan itu adalah yang mati dalam membela agama dengan segala tingkatannya. Seperti berperang, belajar agama karena Allah, dan seterusnya. Hidupnya seperti hidupnya ruh-ruh lain yang mati secara lahiriah. Karena itu, bukan hanya syahid, tapi semua manusia yang mati itu, ruhnya tidak mati. Beda syahid dengan yang lainnya, adalah mendapat rejeki terus menerus, tapi yang tidak syahid walaupun hidup mereka tidak mendapat rejeki tersebut.

Jadi kehidupan orang mati, baik syahid dan bukan, dilihat dari sisi ketidakmatiannya, adalah sama. Karena itulah, maka kehidupan mereka berbeda dengan kehidupan nabi Isa asa dan Imam Mahdis as..

(5). Raj’ah itu kembalinya beberapa orang yang mati ke muka bumi ini, yakni hidup kembalinya beberapa orang yang mati dari dalam kuburnya. Tapi reingkarnasi adalah kembalinya ruh manusia yang non materi (bukan ruh dan badannya seperti raj’ah) dari manusia yang telah mati ke alam materi ini dengan bentuk lainnya, seperti gajah, sapi, kambing, ayam ...dan seterusnya.

(6). Manusia yang sudah di surga dan neraka itu, tidak akan kembali lagi ke alam materi.

(7). Kiamat kubra itu ada dua macam. Untuk dunia materi dipunahkan dan dikembalikan ke asal atau wathannya, yaitu alam barzakh (bukan barzakhnya orang mati, tapi barzakh antara materi mutlak dan non materi mutlak/akal). Sedang untuk kiamatnya makhluk-makhluk barzakh dan Akal (dari Akal-akhir sampai ke Akal-satu) adalah dengan menfana’kan mereka. Yakni mentidakmerasakan keberadaan mereka. Yaitu dengan menjelmanya Tuhan ke hakikat mereka dengan dosis yang ada di atas mereka, hingga mereka fana’ seperti para insan kamil yang mencapi fana’.

Dua macam kiamat ini terjadi pada peniupan terompet pertama yang kita kenal dengan kiamat kubra. Tapi ketika pada peniupan ke dua, maka semua materi yang sudah kembali ke alam non materi dan non materi lainnya yang sudah difana’kan itu dihidupkan kembali, maksudnya disadarkan akan keberadaan mereka kembali dengan kembalinya Tuhan pada Asma Batin yang tidak terbatas itu. Ketika itu, semua pada sadar kembali akan keberadaannya dan mulaialah perhitungan atau hari hisab itu. Dan setelah semua orang di surga dan neraka (yang tidak bisa diampuni lagi), maka Tuhan mencipta kembali alam materi melalui bahzakh sebagaimana sudah sering dijelasakan di berbagai tulisan-tulisan alfakir. Begitulah seterusnya hingga tidak ada hingganya. Karena penciptaan itu adalah KasihNya dari ZatNya Yang Maha Tidak Terbatas itu. Karena itu, penciptaan itu tidak terbatas, karena ketidakterbatasanNya dalam kesempurnaan, kekayaan, kasih sayang, rahmat, kuasa dan seterusnya.

Penutup: Malu mencari kebenaran dan ilmu itulah yang harus dimalukan dan harus siap-siap menunggu adzab Tuhan. Tapi yang sebaliknya, itu harus dilakukan dan tidak boleh dimalukan, karena semuanya adalah ibadah yang wajib, bukan hanya baik. Karena itu, jangan pernah sungkan bertanya atau berdebat asal memang ingin mencari ilmu-ilmu dan kebenaranNya. Saya justru senang dengan beberapa pertanyaan itu, karena kalau saya tidak salah kira, semua itu muncul akibat antum membacai tulisan-tulisan alfakir ini. Semoga Allah selalu merahmati kita hingga kita semua selalu dalam usaha mencari kebenaran dan mendapatkan serta mengaplikasikannya dengan tulus ikhlash kepadaNya, amin.

Oh iya, kalau masih belum jelas atau puas dengan jawaban di atas, bisa diteruskan lagi, semoga saya bisa membantunya dengan profesional dan benar. amin.


Adil Priyatama: Terima kasih atas jawaban-jawabannya,.. Semoga profesionalitas dan ketulusan Pak Sinar beroleh balasan rejeki dari-Nya, rejeki yang terus menerus. Amin.

Menyambut ajakan Pak Sinar untuk meneruskan, ada beberapa hal yang masih berharap tambahan penjelasan, sebagai berikut (penomoran sesuai / berkaitan dengan nomor pertanyaan di atas):

1. Apakah keyakinan yang berasal dari nenek moyang secara turun menurun itu ketika diselidiki secara filosofis, yakni tidak sekedar ikut-ikutan, dan kemudian muncul keyakinan bahwa itu benar, apakah dengan demikian itu juga termasuk bagian dari agama / sejalan dengan agama? (arah pertanyaan ini adalah; apakah filsafat dan logika itu merupakan bagian dari agama atau bukan? Bila iya, dan bila iya-nya itu karena kesesuaiannya dengan realitas atau karena tuntunan/perintah agama untuk menggunakan akal, apakah tolak ukur ini bisa digunakan juga untuk jenis-jenis ilmu lain, seperti matematika, psikologi, teosofi, dan lain-lain sebagainya, yang kita dapat bukan dari ajaran agama, melainkan kita peroleh dari bangku sekolah yang boleh dikata pelajaran umum/sekuler, atau bahkan mungkin bahan-bahannya berasal dari kurikulum barat, timur atau dari kearifan lokal?)

2. Mohon penjelasan lebih lanjut sehingga dapat membedakan secara tegas antara agama bumi dengan keyakinan non-agamis. Yang saya tangkap dari jawaban Pak Sinar, perbedaannya adalah: yang masuk agama bumi adalah berkaitan dengan ’keimanan’, sementara yang bukan agama bumi ketika keyakinan itu di luar ’keimanan’. (bila benar demikian, memunculkan pertanyaan lanjutan, saya nomori saja dengan nomor ”Apa bedanya antara ’keyakinan saja’ dengan ’keyakinan dengan keimanan’?”) Atau, barangkali sebenarnya agama bumi itu hanya sekedar istilah, sehingga tegasnya keyakinan yang ada hanyalah dua kategori; agama (yakni agama langit yang berasal dari Tuhan, baik yang benar ataupun sudah diselewengkan) dan keyakinan non agama (termasuk di dalamnya yang sering diistilahkan dengan ’agama bumi’)?

3. Jawaban dari Pak Sinar sudah cukup jelas bagi saya.

4. Sudah cukup jelas. Dan dalam hal ini berarti dari jawaban Pak Sinar, bolehkah ditarik kesimpulan bahwa tidak terdapat keterkaitan antara mati syahid, keghaiban, dengan raj’ah?

5. Dulu saya pernah mendengar keyakinan yang dibangun di atas landasan filosofis yang menyatakan kemustahilan tubuh yang materi ini yang sudah mati dan hancur serta telah menjadi bagian dari makhluk lainnya itu kembali menyatu dan bangkit kembali dari kematian dengan tubuh yang sama itu. Karena berdasarkan kenyataan, bahwa setiap 7 tahun sekali seluruh sel badan materi ini telah berganti seluruhnya, diganti sedikit demi sedikit dengan makanan/minuman yang kita konsumsi, dan seterusnya.

6. Sudah jelas, terima kasih.

7. Sudah semakin jelas, terima kasih banyak, Pak Sinar.

Oh iya, perkiraan Pak Sinar bahwa ”semua itu muncul akibat antum membacai tulisan-tulisan alfakir ini”, benarlah adanya.

Doeble Do: Afwan, saya ikut dalam diskusi. Pertanyaan pak Adil di no 7 atau yang terakhir tentang kiamat dan pak ustadz Sinar menjelaskan bahwa penciptaan tidak akan berakhir, namun hanya dari alam barzakh ke alam materi. Pertanyaannya:

1. Apakah di atas alam barzakh ke atas yakni alam akal tidak musnah, dalam artian tidak di kembalikan ke asal atau wathan seperti halnya alam materi...

2. Apakah semua makhluk akan saling bertemu di hari setelah penghisaban...

3. Yang di sebut kimat kubra, apakah semuanya, dari alam akal sampai alam materi akan musnah dan akan diciptakan kembali, namun dalam bentuk lain...

Saya ucapkan terimakasih pak ustadz sinar atas jawabannya dan kepada pak Adil mohon maaf saya hadir di perkarangan dinding bapak...


Sinar Agama: Adil:

(1). Apapun informasi, apakah ia keyakinan atau pengetahuan, dan apakah ia tentang alam atau Tuhan, maka kalau ditopang dengan dalil yang memang hakiki dan gamblang, maka ia pasti akan sesuai dengan agama langit. Karena hidayah itu ada dua, akal yang akal dan wahyu Tuhan. Jadi, keduanya mustahil bertentangan. Akan tetapi, temuan akal itu bukan berarti agama itu sendiri. Karena biasanya ia bersifat ekslusif dalam arti terbatas pada obyek yang diketahuinya itu. Sedang agama wahyu sudah merupakan penjelasan bagi seluruh aspek kehidupan pada masing-masing masa diturunkannya agama tersebut. Karena itu, dalam Islam, akal ini adalah hujjah yang tidak beda dengan Qur'an dan hadits. Seperti tidak bolehnya membunuh orang. Ketidakbolehan yang didukung dengan akal filosofis argumentatif ini, sudah pasti akan sama dengan agama langit. Memang, karena akal itu banyak sekali keterbatasannya, dan akal sendiri yang mengatakan itu, maka akal sendiri mengatakan bahwa ia perlu kepada agama dari Tuhan itu.

(2). Agama bumi itu adalah keyakinan yang tergolong agama, adalah keyakinan-keyakinan seperti tentang Tuhan, tentang hukum-hukum sosial, tentang balasan-balasan hukum setelah mati ...dan semacamnya. Sedang keyakinan terhadap sesuatu yang bukan agama itu, adalah seperti keyakinan terhadap benarnya hitungan matematika, kimia, perbintangan, sejarah ....dan semacamnya. Jadi, keyakinan terhadap benarnya sesuatu itu, bisa bersifat agamis dan tidak agamis. Yang agamis bisa bersifat langit dan bisa bersifat bumi (yang ditemukan oleh manusia sendiri).

(3). Ok. Kalau sudah jelas. Syukurlah, yakni yang no, 3.

(4). Malah saya yang tidak paham pada penarikan kesimpulan antum di no. 4 itu. Apa maksud dari pernyataan tidak berhubungannya antara mati syahid, ghaib dan raj’ah? Kalau ghaib, jelas tidak mati dan tidak pula mati syahid. Tapi yang raj’ah, bisa saja orang yang matinya syahid dan justru yang mati syahid ini yang utama untuk mengalami raj’ah. Karena perjuagan mereka dilecehkan musuh-musuh mereka dan karena akhir umur mereka tidak dialami secara natural.

(5). Antum salah memahami penjelasan filosofis tentang kemustahilan dibangkitkannya lagi tubuh yang sudah hancur. Yang dimaksud itu adalah tubuh yang hancur ini bisa saja dikumpulkan lagi, akan tetapi ia sudah bukan lagi yang pertama itu. Karena daur ulang sudah bukan lagi yang didaur.

Maksudnya, filsafat mengatakan bahwa kalau tubuh ini dibangun lagi nanti di akhirat, maka tubuh itu sudah tubuh yang lain. Karena itu, kalau disiksa, maka Tuhan menyiksa tubuh yang tidak berdosa. Apalagi tubuh kita di dunia ini dalam 7 tahun sudah berubah total. Karena setiap detik tubuh kita ini sudah bukan tubuh yang lalu. Karena setiap detik dosanya, berhubungan dengan tubuh yang bersangkutan. Nah, kalau dibangkitkan dengan daur ulangnya itu, anggap saja bisa dibuat yang asli dan bukan daur (dimana ini jelas mustahil, karena sudah lewat sifat- sifatnya seperti waktunya dan keadaannya, misalnya tubuh yang dulu dari mani dan yang sekarang dari tanah), maka tetap saja mustahil dilakukan keadilan. Yakni mengadzab yang berdosa. Karena kalau kita dibentuk sesuai dengan umur 30 tahunan, maka dosa-dosa yang dilakukan sedetik sebelum dan sesudah umur tersebut, sudah bukan badan yang 30 tahun itu. Karena itu, menyiksanya berarti tidak adil. Ini, maksud penjelasan tentang keberlainan badan tiap detik atau kemustahilan dibangkitkannya kita nanti dalam bentuk materi. Yakni karena Tuhan akan menjadi tidak adil, karena membalas tubuh yang bukan pelaku dosa atau pahalanya.

By the way, dengan demikian, kedua bahasan itu, yakni antara raj’ah dan kemustahilan dibangkitkannya manusia secara materi itu, tidak berhubungan. Karena kemustahilannya kebangkitan akhirat dengan materi itu, bukan dari sisi ketidakmampuan Tuhan. Karena Tuhan pasti mampu melakukan daur ulang itu. Akan tetapi karena hal itu akan membuatNya tidak adil tersebut. Tapi raj’ah itu adalah kebangkitan kembali sebagian orang yang mati ke dunia ini, seperti yang telah terjadi sebelum Nabi saww sesuai dengan banyaknya berita itu di Qur'an, yang sudah tentu dengan badan daur ulangnya. Yakni bukan dengan badan aslinya. Kecuali kalau belum hancur di kuburan, seperti yang sudah banyak disaksikan dalam kehidupan kita ini. Yakni adanya tubuh yang masih utuh di kuburan walau sudah ratusan tahun.


(6). Syukur kalau kalau sudah jelas.


Tambahan sedikit: Akal itu adalah hujjah apapun ia adanya. Apakah akal yang benar (filosofis) yang sesuai dengan kenyataan, apakah tidak sesuai karena salah memahaminya tanpa sengaja.

Kalau ia benar secara hakiki, maka ia sama dengan Qur'an dan hadits. Karena Qur'an dan Hadits itu tidak membuat kebenaran, akan tetapi menguak kebenaran, menjelaskan kebenaran.

Akan tetapi kalau tidak benar secara hakiki, maka diampuni atau tidaknya, tergantung kepada sengaja tidaknya, semi sengaja atau tidaknya (seperti malas mencari tahu terhadap yang dia sendiri sudah tahu kalau tidak tahu), atau tulus tidaknya (seperti kalau ego, sombong atau riya’ lalu keliru dimana sangat mungkin tidak akan diampuni). Tapi kalau normal-normal saja, maka pengetahuan akalnya tetap akan dijadikah hujjah oleh Allah diakhirat sebagai ukuran hisabnya.

Jadi, orang yang belum didatangi agama langit itu, akan diukur dan ditimbang dan dihisab kelak di akhirat, sesuai dengan jangkauan akalnya di dunia, apakah yang ia jangkau itu dijangkau dengan normal (tanpa riya’ dan ego dan sombong dan pamrih dan seterusnya)) dan apakah yang dijangkaunya itu diaplikasikannya dengan baik atau tidak. Jadi, mereka tidak akan diukur dengan kebenaran agama langit. Itulah mengapa sering dikatakan bahwa temuan-temuan normal akal itu disebut dengan agama bumi. Dan agama bumi ini mencakup yang benar dan yang tidak benar tapi yang tidak sengaja dalam ketidakbenarannya itu.


Sinar Agama: Doeble:

(1). Tidak dikembalikan karena non materi memiliki hukum tidak terbatas ruang waktu. Karena itu mereka hanya difana’kan saja, lalu setelah itu disadarkan kembali.

(2). Yang benar penghisaban, karena berasal dari hisab yang berarti perhitungan. Kalau penghisapan, bisa berasal dari isap atau mengisap yang jelas maknanya beda, yaitu mengisap.

Bertemu tidaknya orang-orang di hari akhirat setelah hari penghisaban itu, ada kemungkinan tetap bertemu, terutama yang setingkat di surganya.

(3). Jawaban ini ulangan yang entah keberapakalinya. Kiamat kubra yang berarti pemusnahan itu hanya di alam materi, yang lainnya di fana’kan saja..



اللَّهُمَّ صَلِّ عَلَى مُحَمَّدٍ وآلِ مُحَمَّدٍ وعَجِّلْ فَرَجَهُمْ

Tidak ada komentar:

Posting Komentar