﷽
Tanya jawab Irsavone Sabit dengan Sinar Agama October 25, 2013 at 2:25 pm
Irsavone Sabit: (9-4-2013)
(g). Karena itulah saya sering menuliskan bahwa kita tidak mengimani takdir yang bermakna nasib, yakni yang mengatakan bahwa apapun dan tentangapapun, termasuk ikhtiar-ikhtiar manusia itu, sudah ditentukan Tuhan. Karena kepercayaan ini disamping hanya ada di Hindu dan Kristen, juga tidak sesuai dengan akal dan turunnya agama itu sendiri, serta tidak sesuai dengan pembuatan surga dan neraka serta tidak sesuai dengan pembalasan dengan keduanya.
Akan tetapi, takdir yang bermakna SISTEM ALAM, seperti kalau memegang api maka tangannya terbakar, kalau sedikit tapi beriman pada Tuhan sertayakin denganNYa dan juga percaya dengan kesyahidan dan balasan Tuhan, akan menjadi jauh lebih kuat dari yang lebih banyak, atau seperti kalau jumlahnya banyak dan tidak percaya Tuhan dan maknawiat seperti syahid dan balasan serta pertolongan Tuhan, maka akan menjadi sombong dan meremehkan musuh yang lebih sedikit hingga akan menjadi banyak salah hitung dan gampang kalah ... dan seterusnya... maka takdir yang berupasistem ini, jelas ada dalam Islam dan sangat sesuai dengan akal dan ayat-ayat yang banyak dan hadits-hadits yang tidak terhitung serta sesuai denganditurunkannya agama itu sendiri, begitu pula hari hisab dan surga-neraka.
Ustadz Sinar Agama.
Haladap Saw, Adehan Munadi dan 2 orang lainnya menyukai ini.
Ichsan Palawa: Diskusi takdir agak menarik...hehe. Masuk dalam arena tersebut menimbulkan kesalahan fatal yang mewariskan dua firkah ekstrim yakni jabariyyah dan qadariah... dua-duanya jauh dari pokok.....hal ini disebabkan mereka mencoba masuk dalam arena nalar Allah.....takdir ga perlu didiskusikan. Cukup diimani bahwa Allah punya skenario/iridah...kehendak Allah ga bisa dikendalikan dan nalar oleh siapapun....tapi Allah hanya berikan kita anugrah berupa akal, mau pilih duduk malas-malasan atau mau kerja, minum teh atau sirup pilihan...Ada dimensi pilihan bebas dan ada dimensi suratan dari sananya as a given....misal hidung pesek, mancung dan seterusnya. Yang dimintai tanggung jawab kelak yang pilihan bebas, dan yang sudah dititahkan ga ditanyai kenapa hidung anda pesek, kenapa lahir di Jakarta dan seterusnya ga akan ditanyai itu...ehhehe.
Sinar Agama: Ichsan:
1- Allah itu tidak menalar. Kalau menalar, sudah pasti terbatas.
2- Yang kita bahas itu bukan natural manusia, tapi nasib manusia atau perbuatan dan apa saja yang akan menimpanya.
3- Naturalpun, selain kaki dua, tangan dua, mata dua....dan seterusnya...juga bukan dari Tuhan. Misalnya, hidung pesek, kulit hitam, ...........karena semua itu, sekalipun bukan ikhtiar manusia yang kita sendiri, tapi ikhtiar manusia yang orang tua kita.
4- Bahkan wujud kita sendiri, sama sekali bukan kehendak Tuhan dari sononya. Karena Tuhan tidak pernah merencanakan kelahiran kita dan tidak pernah merancangnya dalam arti tidak pernah menginginkannya dari awal. Karena adanya kita atau tidak, lahirnya kita atau tidak, tergantung kepada ikhtiar orang tua kita. Jadi, Tuhan hanya mengijinkannya ada dan, sudah tentu tahu sejak azali dan sejak sebelum diciptakannya alam ini.
5- Jadi, penegasannya, hidung pesek, lahir di Indonesia, kena kangker dari kelahiran, kena aid dari kelahiran, kena tbc dari kelahiran, cacat badan............dan seterusnya...bukan dari Tuhan, tapi dari ikhtiar orang tua kita atau efek dari ikhtiar lingkungan kita.
Saya sudah banyak membahas hal ini di catatan dimana kalau antum minat, silahkan merujuk kesana.
Wassalam.
(g). Karena itulah saya sering menuliskan bahwa kita tidak mengimani takdir yang bermakna nasib, yakni yang mengatakan bahwa apapun dan tentangapapun, termasuk ikhtiar-ikhtiar manusia itu, sudah ditentukan Tuhan. Karena kepercayaan ini disamping hanya ada di Hindu dan Kristen, juga tidak sesuai dengan akal dan turunnya agama itu sendiri, serta tidak sesuai dengan pembuatan surga dan neraka serta tidak sesuai dengan pembalasan dengan keduanya.
Akan tetapi, takdir yang bermakna SISTEM ALAM, seperti kalau memegang api maka tangannya terbakar, kalau sedikit tapi beriman pada Tuhan sertayakin denganNYa dan juga percaya dengan kesyahidan dan balasan Tuhan, akan menjadi jauh lebih kuat dari yang lebih banyak, atau seperti kalau jumlahnya banyak dan tidak percaya Tuhan dan maknawiat seperti syahid dan balasan serta pertolongan Tuhan, maka akan menjadi sombong dan meremehkan musuh yang lebih sedikit hingga akan menjadi banyak salah hitung dan gampang kalah ... dan seterusnya... maka takdir yang berupasistem ini, jelas ada dalam Islam dan sangat sesuai dengan akal dan ayat-ayat yang banyak dan hadits-hadits yang tidak terhitung serta sesuai denganditurunkannya agama itu sendiri, begitu pula hari hisab dan surga-neraka.
Ustadz Sinar Agama.
Haladap Saw, Adehan Munadi dan 2 orang lainnya menyukai ini.
Ichsan Palawa: Diskusi takdir agak menarik...hehe. Masuk dalam arena tersebut menimbulkan kesalahan fatal yang mewariskan dua firkah ekstrim yakni jabariyyah dan qadariah... dua-duanya jauh dari pokok.....hal ini disebabkan mereka mencoba masuk dalam arena nalar Allah.....takdir ga perlu didiskusikan. Cukup diimani bahwa Allah punya skenario/iridah...kehendak Allah ga bisa dikendalikan dan nalar oleh siapapun....tapi Allah hanya berikan kita anugrah berupa akal, mau pilih duduk malas-malasan atau mau kerja, minum teh atau sirup pilihan...Ada dimensi pilihan bebas dan ada dimensi suratan dari sananya as a given....misal hidung pesek, mancung dan seterusnya. Yang dimintai tanggung jawab kelak yang pilihan bebas, dan yang sudah dititahkan ga ditanyai kenapa hidung anda pesek, kenapa lahir di Jakarta dan seterusnya ga akan ditanyai itu...ehhehe.
Sinar Agama: Ichsan:
1- Allah itu tidak menalar. Kalau menalar, sudah pasti terbatas.
2- Yang kita bahas itu bukan natural manusia, tapi nasib manusia atau perbuatan dan apa saja yang akan menimpanya.
3- Naturalpun, selain kaki dua, tangan dua, mata dua....dan seterusnya...juga bukan dari Tuhan. Misalnya, hidung pesek, kulit hitam, ...........karena semua itu, sekalipun bukan ikhtiar manusia yang kita sendiri, tapi ikhtiar manusia yang orang tua kita.
4- Bahkan wujud kita sendiri, sama sekali bukan kehendak Tuhan dari sononya. Karena Tuhan tidak pernah merencanakan kelahiran kita dan tidak pernah merancangnya dalam arti tidak pernah menginginkannya dari awal. Karena adanya kita atau tidak, lahirnya kita atau tidak, tergantung kepada ikhtiar orang tua kita. Jadi, Tuhan hanya mengijinkannya ada dan, sudah tentu tahu sejak azali dan sejak sebelum diciptakannya alam ini.
5- Jadi, penegasannya, hidung pesek, lahir di Indonesia, kena kangker dari kelahiran, kena aid dari kelahiran, kena tbc dari kelahiran, cacat badan............dan seterusnya...bukan dari Tuhan, tapi dari ikhtiar orang tua kita atau efek dari ikhtiar lingkungan kita.
Saya sudah banyak membahas hal ini di catatan dimana kalau antum minat, silahkan merujuk kesana.
Wassalam.
1 Share
16 people like this.
Apriyano Oscar S: Ustadz, yang saya pernah dengar, dosa-dosa kita juga bisa menyebabkan bala untuk kita. Jika benar demikian, maka saya ada 2 pertanyaan di bawah ini: 1. Apakah bala itu terjadi atas kehendak Allah untuk mengurangi / menghapus dosa-dosa kita. 2. Apakah bala itu juga bisa dalam bentuk kecacatan / ketidaknormalan yang terjadi pada anak dari si pendosa. Mohon penjelasan Ustadz.
Sinar Agama: A.O:
1- Saya sudah pernah menjelaskan beberapa waktu yang lalu bahwa bala itu belum tentu karena dosa sebelumnya tapi bisa saja karena kesalahan kalaitu juga. Misalnya, habis zina dan dalam keadaan mengantuk menyetir mobil. Nah, ketika menabrak, mana bisa dikatakan bahwa hal itu direncanakan Tuhan untuk mengurangi dosanya? Karena itu, maka bala yang sangat bisa diperkirakan mengurangi dosa, adalah bala yang datang bukan karena kesalahan kita, baik langsung atau tidak langsung. Karena kita harus selalu berhati-hati dan memperhitungkan segalanya, dan dari sisi yang lain, kalau mendapat bala, jangan memastikan bahwa hal itu direncanakan Tuhan. Berdoa saja, seperti “Ya Allah, kalau bala ini datang dari kesalahanku yang terdahulu atau yang sekarang, maka ampunilah dosa-dosaku.”
2- Ya Allah, bala kok bisa diturunkan kepada orang lain. Mana bisa satu orang yang berdosa lalu orang lain yang menanggungnya? Cacatnya anak itu,kalau ada kesengajaan atau kelengahan, maka orang tuanya yang akan dimintai tanggung jawab di akhirat kelak. Hal itu, mirip dengan fulan A memukul fulan B dan membuatnya cacat. Sedang B yang menghadapi hal itu, baik yang dipukul atau anak yang cacat karena orang tuanya itu, maka bala itu adalah ujian dia yang datang dari sistem Allah. Sekali lagi, bukan dari Allah, tapi dari fulan A atau orang tuanya. Tapi kalau si B itu,sabar dan tetap taat dalam menghadapi hidupnya yang cacat akibat sistem alam yang dibuat Allah itu, maka ia akan mendapatkan banyak pahala. Baik pahala sabarnya itu sendiri dan pahala ketaatannya.
Maksud dari rela dengan sistem Allah, adalah karena dalam sistem Allah telah dibuat sistem yang secara lahiriah, dapat saling mengganggu. Misalnya, kalau satu orang memukul daerah tertentu orang lain, maka bisa cacat. Atau kalau orang tua tidak menjaga maninya atau kehamilannya, maka bisa melahirkan anak yang cacat.
Nah, ketika kita rela dengan sistem Allah ini, maka kita akan mendapat pahala yang tinggi. Jadi, cacat pada si B dan si anak itu, bukan rencana Tuhanyang dikatakan takdir. Tapi kejadian yang disebabkan oleh fulan A dan orang tua yang terjadi dengan ikhtiar mereka dalam memilih sistem-sistem yang ada yang telah dibuat oleh Allah itu.
October 25 at 6:32pm · Like · 3
16 people like this.
Apriyano Oscar S: Ustadz, yang saya pernah dengar, dosa-dosa kita juga bisa menyebabkan bala untuk kita. Jika benar demikian, maka saya ada 2 pertanyaan di bawah ini: 1. Apakah bala itu terjadi atas kehendak Allah untuk mengurangi / menghapus dosa-dosa kita. 2. Apakah bala itu juga bisa dalam bentuk kecacatan / ketidaknormalan yang terjadi pada anak dari si pendosa. Mohon penjelasan Ustadz.
Sinar Agama: A.O:
1- Saya sudah pernah menjelaskan beberapa waktu yang lalu bahwa bala itu belum tentu karena dosa sebelumnya tapi bisa saja karena kesalahan kalaitu juga. Misalnya, habis zina dan dalam keadaan mengantuk menyetir mobil. Nah, ketika menabrak, mana bisa dikatakan bahwa hal itu direncanakan Tuhan untuk mengurangi dosanya? Karena itu, maka bala yang sangat bisa diperkirakan mengurangi dosa, adalah bala yang datang bukan karena kesalahan kita, baik langsung atau tidak langsung. Karena kita harus selalu berhati-hati dan memperhitungkan segalanya, dan dari sisi yang lain, kalau mendapat bala, jangan memastikan bahwa hal itu direncanakan Tuhan. Berdoa saja, seperti “Ya Allah, kalau bala ini datang dari kesalahanku yang terdahulu atau yang sekarang, maka ampunilah dosa-dosaku.”
2- Ya Allah, bala kok bisa diturunkan kepada orang lain. Mana bisa satu orang yang berdosa lalu orang lain yang menanggungnya? Cacatnya anak itu,kalau ada kesengajaan atau kelengahan, maka orang tuanya yang akan dimintai tanggung jawab di akhirat kelak. Hal itu, mirip dengan fulan A memukul fulan B dan membuatnya cacat. Sedang B yang menghadapi hal itu, baik yang dipukul atau anak yang cacat karena orang tuanya itu, maka bala itu adalah ujian dia yang datang dari sistem Allah. Sekali lagi, bukan dari Allah, tapi dari fulan A atau orang tuanya. Tapi kalau si B itu,sabar dan tetap taat dalam menghadapi hidupnya yang cacat akibat sistem alam yang dibuat Allah itu, maka ia akan mendapatkan banyak pahala. Baik pahala sabarnya itu sendiri dan pahala ketaatannya.
Maksud dari rela dengan sistem Allah, adalah karena dalam sistem Allah telah dibuat sistem yang secara lahiriah, dapat saling mengganggu. Misalnya, kalau satu orang memukul daerah tertentu orang lain, maka bisa cacat. Atau kalau orang tua tidak menjaga maninya atau kehamilannya, maka bisa melahirkan anak yang cacat.
Nah, ketika kita rela dengan sistem Allah ini, maka kita akan mendapat pahala yang tinggi. Jadi, cacat pada si B dan si anak itu, bukan rencana Tuhanyang dikatakan takdir. Tapi kejadian yang disebabkan oleh fulan A dan orang tua yang terjadi dengan ikhtiar mereka dalam memilih sistem-sistem yang ada yang telah dibuat oleh Allah itu.
October 25 at 6:32pm · Like · 3
اللَّهُمَّ صَلِّ عَلَى مُحَمَّدٍ وآلِ مُحَمَّدٍ وعَجِّلْ فَرَجَهُمْ
Tidak ada komentar:
Posting Komentar