﷽
seri tanya jawab Mata Jiwa dengan Sinar Agama
July 17, 2013 at 6:47pm
Mata Jiwa mengirim ke Sinar Agama: (16-3-2013) Salam ... Pak ustadz, mohon penjelasannya tentang apa itu sebenarnya arti/pengertian dari kata ‘sesat’ dalam agama kita? Apa pula syarat-syaratnya hingga suatu keyakinan itu boleh menyandang gelar ‘sesat’? Saat ini, dengan gampangnya orang menyesatkan golongan lain, ketika ditanya sesatnya dimana ? Jawabnya ngelantur....terima kasih untuk penjelasannya ya pak ustad...
Sinar Agama: Salam dan terimakasih pertanyaannya:
1- Sesat itu memiliki asal makna “Tidak sesuai kenyataan”. Kalau kebenaran tentang agama, maka memiliki “Tidak sesuai dengan ajaran agama.” Karena agama memiliki ajaran paling dasar dua hal, yaitu akidah dan fikih, maka yang tidak benar dalam kedua hal itu, bisa dikatakan sesat.
Akan tetapi, sebagaimana Islam juga mengajari kebenaran hingga yang tidak sesuai dengan-nya dikatakan sesat (dhaallun), ia juga mengajarkan berbagai hal seperti pembagian sesat itu dan jalan pengampunan serta mendapatkan kebenarannya.
Yang jelas, yang menjadi ukuran Islam untuk kebenaran dan kesesatan itu, adalah Islam itu sendiri, bukan pahaman tentang Islam yang dimiliki oleh setiap orang atau golongan.
2- Sesat itu memiliki bagian-bagian yang diantaranya bisa dilihat dari beberapa sisi seperti berikut:
2- Sesat itu memiliki bagian-bagian yang diantaranya bisa dilihat dari beberapa sisi seperti berikut:
2-a- Sesat besar dan sesat kecil.
Sesat besar yaitu yang berkenaan dengan akidah dan fikih yang besar-besarnya dimana kesalahan dalam hal ini, kalau disengaja atau bahkan tidak sengajapun bisa menyebabkan keluarnya seseorang dari Islam, seperti tauhid, keAdilan, kenabian, keimamahan dan akhirat. Masih ada yang lainnya, seperti yang berkenaan dengan Qur'an dan hadits dan seterusnya.
Sedang yang besar dalam fikih, seperti yang mudah-mudahnya untuk diketahui yang juga merupakan identitas Islam itu sendiri (dharuri), seperti shalat, puasa, haji, taqlid, kewajiban berfikih, kewajiban taqlid, dan seterusnya.
Sedang yang kecil-kecilnya, seperti kesalahan-kesalahan yang tidak menyebabkan keluarnya seseorang dari agama Islam, seperti kesyirikan halus (seperti riya’, karena riya’ itu syirik), dosa (karena dosa juga syirik pada hakikatnya) dan seterusnya. Kalau fikih seperti dosa-dosa kecil.
Dosa kecil adalah dosa-dosa yang tidak diancam neraka, tidak disamakan dengan syaithan, tidak disamakan dengan penjahat-penjahat besar seperti Fir’un...dan seterusnya. Tapi ingat, bahwa tidak ada dosa kecil kalau diremehkan. Karena peremehan itu, tandanya menentang Tuhan dan, karenanya akan menjadi besar.
2-b- Ada sesat yang sengaja dan yang tidak.
Yang sengaja seperti sudah tahu kebenaran tapi menentangnya atau tidak menerimanya. Atau sudah tahu dirinya salah, atau ada keraguan di dalam dirinya, dan bisa mencari jalan keluar dengan belajar, tapi ia tidak mau mempelajarinya. Yang ke dua ini, biasanya disebut dalam istilahku sebagai “setengah sengaja”.
Ada juga yang tidak sengaja, yaitu yang belum didatangi kebenaran yang benar (bukan atas nama seperti Islam yang bisa datang melalui orang yang tidak mengerti Islam yang sebenarnya). Atau kalau ilmunya belum lengkap seratus persen atau belum tentu benar seratus persen, tapi selalu dalam pencarian dan pengecekan diri tanpa henti.
Biasanya yang sengaja atau setengah sengaja itu, tidak diampuni Tuhan. Tapi yang tidak sengaja, maka secara global masih diampuni Tuhan. Hal itu, karena berarti dalam melakukan kesalahan dan maksiatnya itu, tanpa didasari pada penentangan terhadapNya.
2-c- Ada yang sesat menyesatkan dan ada yang sesat untuk dirinya sendiri. Sesat menyesatkan adalah kesalahan yang disebarluaskan yang biasanya melalui tokoh-tokoh politik, sosial, dan tidak jarang melalui guru-guru agama itu sendiri.
3- Siapa saja yang tidak makshum, pasti memiliki kesesatan. Karena itu, yang tidak sesat yang biasa disebut dengan “jalan lurus”, adalah jalan Islam seratus persen, yaitu yang ilmu-ilmu keislamannya lengkap seratus persen dan benar seratus persen serta diamalkan seratus persen.
4- Sebagaimana sudah diterangkan di atas, bahwa tidak semua kesesatan itu masuk neraka. Karena yang masuk neraka hanya yang dari yang sengaja, sementara yang tidak sengaja, akan dapat pengampunan dari Allah. Tapi ingat, bahwa pengampunan bagi yang ketidaksengajaaan itu, adalah ketidaksengajaan yang sudah diterangkan di atas itu, yakni yang tidak mencakupi orang-orang yang malas mencari kebenaran.
5- Salah satu kesesatan yang sulit diampuni kesesatan yang disebarkan tanpa dalil-gamblang atau bahkan dibanggakan tanpa dalil gamblang. Biasanya hanya berdasar taqlid, seperti wahabi-wahabi yang justru merasa menentang taqlid. Semua pengikut wahabi, taqlid dan mengikuti guru-guru mereka tanpa dalil gamblang karena memang tidak ada dalilnya.
6- Ada lagi kesesatan yang sulit diampuni adalah kesalahan yang suka mengolok-olok kebenaran.
Sesat besar yaitu yang berkenaan dengan akidah dan fikih yang besar-besarnya dimana kesalahan dalam hal ini, kalau disengaja atau bahkan tidak sengajapun bisa menyebabkan keluarnya seseorang dari Islam, seperti tauhid, keAdilan, kenabian, keimamahan dan akhirat. Masih ada yang lainnya, seperti yang berkenaan dengan Qur'an dan hadits dan seterusnya.
Sedang yang besar dalam fikih, seperti yang mudah-mudahnya untuk diketahui yang juga merupakan identitas Islam itu sendiri (dharuri), seperti shalat, puasa, haji, taqlid, kewajiban berfikih, kewajiban taqlid, dan seterusnya.
Sedang yang kecil-kecilnya, seperti kesalahan-kesalahan yang tidak menyebabkan keluarnya seseorang dari agama Islam, seperti kesyirikan halus (seperti riya’, karena riya’ itu syirik), dosa (karena dosa juga syirik pada hakikatnya) dan seterusnya. Kalau fikih seperti dosa-dosa kecil.
Dosa kecil adalah dosa-dosa yang tidak diancam neraka, tidak disamakan dengan syaithan, tidak disamakan dengan penjahat-penjahat besar seperti Fir’un...dan seterusnya. Tapi ingat, bahwa tidak ada dosa kecil kalau diremehkan. Karena peremehan itu, tandanya menentang Tuhan dan, karenanya akan menjadi besar.
2-b- Ada sesat yang sengaja dan yang tidak.
Yang sengaja seperti sudah tahu kebenaran tapi menentangnya atau tidak menerimanya. Atau sudah tahu dirinya salah, atau ada keraguan di dalam dirinya, dan bisa mencari jalan keluar dengan belajar, tapi ia tidak mau mempelajarinya. Yang ke dua ini, biasanya disebut dalam istilahku sebagai “setengah sengaja”.
Ada juga yang tidak sengaja, yaitu yang belum didatangi kebenaran yang benar (bukan atas nama seperti Islam yang bisa datang melalui orang yang tidak mengerti Islam yang sebenarnya). Atau kalau ilmunya belum lengkap seratus persen atau belum tentu benar seratus persen, tapi selalu dalam pencarian dan pengecekan diri tanpa henti.
Biasanya yang sengaja atau setengah sengaja itu, tidak diampuni Tuhan. Tapi yang tidak sengaja, maka secara global masih diampuni Tuhan. Hal itu, karena berarti dalam melakukan kesalahan dan maksiatnya itu, tanpa didasari pada penentangan terhadapNya.
2-c- Ada yang sesat menyesatkan dan ada yang sesat untuk dirinya sendiri. Sesat menyesatkan adalah kesalahan yang disebarluaskan yang biasanya melalui tokoh-tokoh politik, sosial, dan tidak jarang melalui guru-guru agama itu sendiri.
3- Siapa saja yang tidak makshum, pasti memiliki kesesatan. Karena itu, yang tidak sesat yang biasa disebut dengan “jalan lurus”, adalah jalan Islam seratus persen, yaitu yang ilmu-ilmu keislamannya lengkap seratus persen dan benar seratus persen serta diamalkan seratus persen.
4- Sebagaimana sudah diterangkan di atas, bahwa tidak semua kesesatan itu masuk neraka. Karena yang masuk neraka hanya yang dari yang sengaja, sementara yang tidak sengaja, akan dapat pengampunan dari Allah. Tapi ingat, bahwa pengampunan bagi yang ketidaksengajaaan itu, adalah ketidaksengajaan yang sudah diterangkan di atas itu, yakni yang tidak mencakupi orang-orang yang malas mencari kebenaran.
5- Salah satu kesesatan yang sulit diampuni kesesatan yang disebarkan tanpa dalil-gamblang atau bahkan dibanggakan tanpa dalil gamblang. Biasanya hanya berdasar taqlid, seperti wahabi-wahabi yang justru merasa menentang taqlid. Semua pengikut wahabi, taqlid dan mengikuti guru-guru mereka tanpa dalil gamblang karena memang tidak ada dalilnya.
6- Ada lagi kesesatan yang sulit diampuni adalah kesalahan yang suka mengolok-olok kebenaran.
7- Sesat menyesatkan, selama dengan argumentasi yang gamblang dan tidak saling memaksa, bukan hanya dilarang, tapi diwajibkan agama.
Karena itulah amr ma’ruf dan nahi mungkar itu diwajibkan dalam Islam. Tapi ingat, harus dengan argumentasi gamblang, santun, tanpa ejekan dan tanpa pemaksaan dan juga disertai dengan rasa ingin tahu apakah benar dirinya sendiri yang menyesatkan orang lain itu sebenarnya sudah benar atau sebenarnya sesat (ini yang biasa dikatakan ikhlash dalam mencari ilmu atau diskusi).
Begitu pula, dalam menyesatkan orang lain itu, hanya dan hanya untuk menasihatinya dengan penuh argumen dan santun serta bijaksana serta tidak memaksa, bukan untuk meremehkannya, melecehkannya dan apalagi mengintimidasinya terlebih menyakiti dan melawannya.
8- Akan tetapi, dalam kondisi-kondisi tertentu, tidak memakai kata-kata sesat, walau muatannya adalah sesat, lebih baik dan dianjurkan Islam. Karena itu, dalam komunikasi harus disesuaikan dengan keadaan masing-masing. Ini anjurannya. Tapi minimalnya, harus santun, tidak memaksa dan dengan argumentasi gamblang serta benar-benar ingin membantu sesama, bukan menghardik sesama manusia.
9- Sekali lagi, orang yang tidak makshum, harus menyadari bahwa dirinya pasti memiliki kesesatan itu. Karena itu, dalam menyesatkan orang lain, juga harus disertakan bahwa dirinya juga memiliki kesesatan itu. Artinya, diskusi-diskusi itu harus dilakukan dengan penuh ketawadhuan dan kehati-hatian, karena jangan sampai dirinya yang sesat. Karena itu, harus disemangati dengan mencari kebenaran dan mencari argumentasi yang lebih kuat.
10- Sekali lagi ingat, bahwa tidak selayaknya menyesatkan orang yang tidak siap menerimanya, seperti bukan karena diskusi dan semacamnya atau yang bisa menyebabkan perpecahan kesatuan Islam dan bahkan bangsa. Walhasil, mengatakannya hanya dalam kondisi yang mendukung seperti diskusi, dan dengan bahasa yang lebih lunak dan nyaman didengar tapi tetap memiliki makna salah/sesat itu, biasanya sangat danjurkan. Wassalam.
Mata Jiwa :ALHAMDULILLAAAAAH...penjelasan pak ustadz rinciiiiii sekali....kan kalau begini, kita yang disesat-sesatkan juga bisa dengan mantap hati berdalil gamblang, saya rasa orang yang kita beritahu juga mungkin akan terang dengan penjelasan ini.....terima kasih pak ustadz, semoga pak ustadz sehat selalu. Wassalam.
Haidar Dzulfiqar and 25 others like this.
Khommar Rudin: اللَّهُمَّ صَلِّ عَلَى مُحَمَّدٍ وآلِ مُحَمَّدٍ وعَجِّلْ فَرَجَهُمْ
Andri Kusmayadi: Afwan, tapi kalau boleh ana tarik pelajaran dari tulisan antum ini, sesat itu berbeda dengan kafir kan ustadz? Maksud ana kafir yang berarti nonmuslim? Karena kalau dari tulisan ini, seolah-olah yang tidak meyakini imamah sebagai yang sesat? Tapi, kalau yang ana pahami saudara-saudara kita dari Sunni itu juga kan masih termasuk ke dalam barisan muslimin bukan kafirin? Mohon pencerahannya...dari antum Ustadz Sinar Agama. Syukron.
Sang Pencinta: Andri, 1110. Kafir Dalam Kamus Syi’ah dan Sunnah Oleh Ustadz Sinar Agama = http://www.facebook. com/.../21057069.../doc/486549254723209/
Andri Kusmayadi: Setelah baca linknya...ana masih belum nemu jawabannya apakah sesat itu sama dengan kafir?
Andri Kusmayadi: Ustadz Sinar Agama, ana copaskan status antum ini di dinding ana, terus ada yang komen begini...apa antum bisa membantu menjawabnya? “’Semua pengikut wahabi, taqlid dan mengikuti guru-guru mereka tanpa dalil gamblang karena memang tidak ada dalilnya’....bisa dicontohkan misalnya apa?”
Karena itulah amr ma’ruf dan nahi mungkar itu diwajibkan dalam Islam. Tapi ingat, harus dengan argumentasi gamblang, santun, tanpa ejekan dan tanpa pemaksaan dan juga disertai dengan rasa ingin tahu apakah benar dirinya sendiri yang menyesatkan orang lain itu sebenarnya sudah benar atau sebenarnya sesat (ini yang biasa dikatakan ikhlash dalam mencari ilmu atau diskusi).
Begitu pula, dalam menyesatkan orang lain itu, hanya dan hanya untuk menasihatinya dengan penuh argumen dan santun serta bijaksana serta tidak memaksa, bukan untuk meremehkannya, melecehkannya dan apalagi mengintimidasinya terlebih menyakiti dan melawannya.
8- Akan tetapi, dalam kondisi-kondisi tertentu, tidak memakai kata-kata sesat, walau muatannya adalah sesat, lebih baik dan dianjurkan Islam. Karena itu, dalam komunikasi harus disesuaikan dengan keadaan masing-masing. Ini anjurannya. Tapi minimalnya, harus santun, tidak memaksa dan dengan argumentasi gamblang serta benar-benar ingin membantu sesama, bukan menghardik sesama manusia.
9- Sekali lagi, orang yang tidak makshum, harus menyadari bahwa dirinya pasti memiliki kesesatan itu. Karena itu, dalam menyesatkan orang lain, juga harus disertakan bahwa dirinya juga memiliki kesesatan itu. Artinya, diskusi-diskusi itu harus dilakukan dengan penuh ketawadhuan dan kehati-hatian, karena jangan sampai dirinya yang sesat. Karena itu, harus disemangati dengan mencari kebenaran dan mencari argumentasi yang lebih kuat.
10- Sekali lagi ingat, bahwa tidak selayaknya menyesatkan orang yang tidak siap menerimanya, seperti bukan karena diskusi dan semacamnya atau yang bisa menyebabkan perpecahan kesatuan Islam dan bahkan bangsa. Walhasil, mengatakannya hanya dalam kondisi yang mendukung seperti diskusi, dan dengan bahasa yang lebih lunak dan nyaman didengar tapi tetap memiliki makna salah/sesat itu, biasanya sangat danjurkan. Wassalam.
Mata Jiwa :ALHAMDULILLAAAAAH...penjelasan pak ustadz rinciiiiii sekali....kan kalau begini, kita yang disesat-sesatkan juga bisa dengan mantap hati berdalil gamblang, saya rasa orang yang kita beritahu juga mungkin akan terang dengan penjelasan ini.....terima kasih pak ustadz, semoga pak ustadz sehat selalu. Wassalam.
Haidar Dzulfiqar and 25 others like this.
Khommar Rudin: اللَّهُمَّ صَلِّ عَلَى مُحَمَّدٍ وآلِ مُحَمَّدٍ وعَجِّلْ فَرَجَهُمْ
Andri Kusmayadi: Afwan, tapi kalau boleh ana tarik pelajaran dari tulisan antum ini, sesat itu berbeda dengan kafir kan ustadz? Maksud ana kafir yang berarti nonmuslim? Karena kalau dari tulisan ini, seolah-olah yang tidak meyakini imamah sebagai yang sesat? Tapi, kalau yang ana pahami saudara-saudara kita dari Sunni itu juga kan masih termasuk ke dalam barisan muslimin bukan kafirin? Mohon pencerahannya...dari antum Ustadz Sinar Agama. Syukron.
Sang Pencinta: Andri, 1110. Kafir Dalam Kamus Syi’ah dan Sunnah Oleh Ustadz Sinar Agama = http://www.facebook. com/.../21057069.../doc/486549254723209/
Andri Kusmayadi: Setelah baca linknya...ana masih belum nemu jawabannya apakah sesat itu sama dengan kafir?
Andri Kusmayadi: Ustadz Sinar Agama, ana copaskan status antum ini di dinding ana, terus ada yang komen begini...apa antum bisa membantu menjawabnya? “’Semua pengikut wahabi, taqlid dan mengikuti guru-guru mereka tanpa dalil gamblang karena memang tidak ada dalilnya’....bisa dicontohkan misalnya apa?”
اللَّهُمَّ صَلِّ عَلَى مُحَمَّدٍ وآلِ مُحَمَّدٍ وعَجِّلْ فَرَجَهُمْ
Tidak ada komentar:
Posting Komentar