﷽
Seri tanya jawab Heri Widodo dengan Sinar Agama October 25, 2013 at 6:17 pm
Heri Widodo mengirim ke Sinar Agama: 16 April, Assalamu’ alaikum wr...wb. Sholawat. Ustadz, afwan. Ana pernah membaca riwayat tentang salah seorang Makshumah, seingat ana Assajad Imam Ali Zaenal Abidin Sa setiap hendak mendirikan sholat wajahnya langsung pucat, tubuhnya gemetar. Di situ dijelaskan bahwa Beliau benar-benar sangat menyadari bahwa hendak menghadap kepada Yang Maha Layak Ditakuti. yang jadi pertanyaan ana adalah apakah untuk riyadoh peningkatan ruhani kita bisa memulai dengan benar-benar merasa takut, pucat, gelisah, tegang, serius, & semacamnya di setiap sholat yang dilakukan. Untuk beberapa masa belakangan ini ana mudah lupa. Apakah karena faktor hati ana sering merasa tenang, tidak takut kepada siapapun, hati banyak berziqir, bersholawat, tidak mudah marah, gerak lahiriah tidak cepat, banyak berhati-hati,dan lain-lain. Dulu waktu kecil ana cerdas sekali apakah karena faktor masa itu gerakan mata, langkah kaki, gerak lahiriah, daya hitung, dan lain-lain ana yang sangat cepat. Mohon petunjuk apakah ana tetap dalam kekhusyuan ataukah kembali bergerak lebih cepat lagi dengan imbas-imbas yang pasti akan menyertainya.
Sinar Agama: Salam dan terima kasih pertanyaannya: Jalan bagi antum dan semua kita-kita, adalah hanya satu, yaitu berbuat sesuai fikih yang sudah antum baca itu. Tidak ada jalan lain. Karena di fikih itu, semua kondisi sudah diberikan jalan keluarnya.
Antum amalkan fikih itu dengan benar, sampai tidak melakukan dosa lagi. Kalau fikihnya sudah dihafal, atau sudah dibaca beberapa kali hingga banyak yang teringat, maka disela-sela itu, antum baca-baca tulisan-tulisan alfakir tentang akidah, akhlak dan irfan.
Ingat, syethan itu bisa datang dari depan, belakang, kanan dan kiri. Dari depan, adalah memberikan khayalan-khayalan yang jauh ke depan, seperti mau jadi wali, mau jadi milyuner...dan seterusnya... sementara potensinya jauh dari mencukupi. Dari belakang adalah mengenangkan apa saja yang terjadi di masa lalu yang membuat kita tersendat untuk berjalan, apakah pengalaman itu pahit atau manis. Dari kanan, biasanya berupa pertanyaan-pertanyaan akidah atau fikih atau apa saja yang memiliki ciri yang sama, yaitu berat dan tinggi hingga tidak bisa dijawabnya dan membuat yang diganggunya itu bingung dan jadi malas bergeliat untuk taqwa. Yang dari kiri biasanya imingan-imingan dunia baik manis atau pahit. Misalnya kalau kamu taqwa kamu tidak akan punya teman...dan seterusnya. Padahal keduanya tidak berhubungan. Atau kalau kamu taqwa maka kamu akan miskin....dan seterusnya.
Menurut saya, minimal setahun ini, antum fokus pada fikih, baik pengulangan-pengulangan bacaannya dan/atau pengamalannya sampai yakin tidak melakukan dosa sama sekali. Tidak usah berfikir yang makruh atau sunnah. Kalau mau tinggalin yang makruh, tinggalin yang besar- besarnya saja begitu pula kalau mau melakukan yang sunnah, lakukan dengan sedikit saja.
Saya sebenarnya ingin mengatakan “Haram bagi antum untuk merenungi maqam-maqam para nabi as dan para imam as”. Antum tidak usah berfikir maqam-maqam para wali dan berhenti dulu melakukan itu. Karena antum, bisa sangat jauh memahaminya sementara itu, kewajiban fikihnya masih banyak yang salah dan/atau belum diamalkan hingga masih ada dosa, baik besar atau kecil.
Contohnya seperti keadaan imam as yang pucat-pucat menjelang shalat. Hal itu tidak akan dipahami kecuali bagi yang benar-benar belajar, dan mengamalkan sekuatnya apa-apa yang sudah dipelajarinya itu. Karena kalau tidak paham dimana biasanya merasa paham, maka pucat itu akan dibayangkan dengan keadaan dirinya sendiri yang, tidak punya ilmu seperti imam dan tidak punya taqwa seperti imam. Akhirnya, pucat itu menjadi sangat rendah derajatnya dan, bahkan menjadi keburukan buat imam. Kan kita sering dengar, bahwa:
“Kebaikan orang yang berderajat biasanya, merupakan keburukan bagi yang berderajat atas.” ???!!!!
Ilustrasi: Beberapa waktu yang lalu, sempat beredar pernyataan salah satu mahasiswa Tehran yang kagum pada tangisannya ayt Bahjat ra kalau shalat dan karenanya ia 3 th ke Qom untuk shalat bersama beliau ra. Lama-lama, ia berhenti karena merasa percuma karena tidak paham kenapa selalu menangis dan menjerit ketika mengucap salam. Lama-lama ia penasaran lagi dan datang ke ayt Bahjat ra untuk mendapatkan jawaban terhadap mengapa beliau ra selalu menangis. Lama-lama ia merasa paham walau tidak dijelasin dan hanya disenyumi oleh beliau ra dan pulang ke Tehran. Lama-lama ia mimpi shalat jamaa’ah dengan beliau ra seperti biasanya yang ia ikuti selama 3 th itu, tapi ia kebagian shaf paling depan.Lama-lama ketika dalam shalat itu ia melihat di depan ayt Bahjat ra pintu bercahaya yang terbuka dan di balik pintu itu kebun yang indah (surga). Lama-lama setelah shalat mau selesai, begitu salam berakhir yang selalu dengan teriakan itu, pintu itu tertutup. Akhirnya ia jadi paham mengapa ayt Bahjat ra itu selalu menangis dan berteriak ketika menutup shalatnya dengan salam itu. Yakni karena harus pergi dari surga.
Bayangin, surga yang bagi para aulia itu sebagai kesyirikan karena berarti masih memandang indah selain Allah dan masih bisa bagi perhatian kepada selainNya, lah....ini dalam shalat lagi, dikira sangat-sangat merindukan surga hingga ketika mau pergi darinya berteriak dalam salam pamitannya itu, yaitu salam penutup shalatnya tersebut.
Nah, karena itu, saranku, jangan lagi memikirkan apapun. Fokus dulu pada fikih dan pengamalannya dan, di sela-selanya itu, banyak-banyak baca tulisanku yang sudah ada di facebook ini, kalau antum mau.
SAYA TIDAK BERMAKSUD MEMBANDINGKANNYA (tulisanku) APALAGI MELEBIHKANNYA DARI KITAB-KITAB KARANGAN ULAMA HINGGA MENYURUH ANTUM MEMBACA TULISAN-TULISANKU ITU. TAPI KARENA TULISANKU ITU SUDAH DIUSAHAKAN UNTUK SESUAI DENGAN IDENTITAS KEINDONESIAAN DARI SISI SEGALANYA, TERUTAMA DARI SISI PSIKOLOGI, BUDAYA DAN SEJARAHNYA SELAMA INI. SEJARAH MAKSUDNYA SEJARAHKERUHANIANNYA BAIK DARI SISI AKIDAH, IRFAN, RASA DAN CITA-CITA DAN CINTA-CINTANYA. SEMOGA TUHAN MEMAAFKANKU TELAH MENULIS INI.
YA ALLAH...’AFWAKA...’AFWAKA...’AFWAKA...
Mata Jiwa: Subhanallah...saya sampe merinding bacanya...semoga kita semua terus dalam pemeliharaan dan bimbingan ALLAH...
Zainab Naynawaa: Ijin copy.
Wassalam 2 Shares
Haidar Dzulfiqar and 29 others like this.
Daif Malakah: Salam. Ustadz. Tolong penjelasan yang lebih dalam tentang makna “menghadirkan” Imam sebelum memulai scholar. Syukron.
Daif Malakah: Maksudnya sebelum sholat.
Sinar Agama: Daif, maksudnya fokus sama imam Mahdi as dan mengucap salam dan minta ijin (secara akhlaki) untuk melakukan shalat. Setelah itu, harus fokus hanya pada Allah dalam shalatnya, tidak kepada siapapun. Jadi, ucapan salam dan ijin kepada imam Mahdi as itu, adalah anjuranakhlak dari ulama saja yang dikarenakan maqam keimamahannya itu, membuat kita mesti mendapat ijin dan restunya dalam pekerjaan yang baik dan benar. Dan fokus itu hanya kepada imam Mahdi as, karena beliau as adalah imam kita sekarang. Memang, para imam dan/atau imam Mahdi as itu, sudah pasti bukan hanya mengijinkan kita shalat, tapi bahkan memerintahkan dan mewajibkan. Akan tetapi, dari sisi wilayah dan kewenangannya, maka kapanpun imam makshum itu meminta kita, maka kita mesti memenuhinya. Nah, dari sisi inilah, maka mengucapkan salam dan minta ijin secara akhlaki sebelum melakukan kebaikan seperti shalat, belajar...dan seterusnya...adalah pekerjaan yang baik dan bagus sekalipun tidak wajib.
October 26 at 9:06pm · Like · 2
Daif Malakah: Maksudnya sebelum sholat.
Sinar Agama: Daif, maksudnya fokus sama imam Mahdi as dan mengucap salam dan minta ijin (secara akhlaki) untuk melakukan shalat. Setelah itu, harus fokus hanya pada Allah dalam shalatnya, tidak kepada siapapun. Jadi, ucapan salam dan ijin kepada imam Mahdi as itu, adalah anjuranakhlak dari ulama saja yang dikarenakan maqam keimamahannya itu, membuat kita mesti mendapat ijin dan restunya dalam pekerjaan yang baik dan benar. Dan fokus itu hanya kepada imam Mahdi as, karena beliau as adalah imam kita sekarang. Memang, para imam dan/atau imam Mahdi as itu, sudah pasti bukan hanya mengijinkan kita shalat, tapi bahkan memerintahkan dan mewajibkan. Akan tetapi, dari sisi wilayah dan kewenangannya, maka kapanpun imam makshum itu meminta kita, maka kita mesti memenuhinya. Nah, dari sisi inilah, maka mengucapkan salam dan minta ijin secara akhlaki sebelum melakukan kebaikan seperti shalat, belajar...dan seterusnya...adalah pekerjaan yang baik dan bagus sekalipun tidak wajib.
October 26 at 9:06pm · Like · 2
اللَّهُمَّ صَلِّ عَلَى مُحَمَّدٍ وآلِ مُحَمَّدٍ وعَجِّلْ فَرَجَهُمْ
Tidak ada komentar:
Posting Komentar