Selasa, 31 Desember 2019

Khusyu'


Oleh Ustad Sinar Agama http://www.facebook.com/groups/210570692321068?view=doc&id=217527258292078 Oleh Anggelia Sulqani Zahra pada 13 Juli 2011 pukul 16:44


Bento B D’Blueisland: Assalamu’alaika Warahmatullah Wabarakah, Ustad, Saya ingin tanya, Ustadz.

1. Khusyu’ menurut panjenengan itu apa, ustadz?

2. Lantas, khusyu’ yang bagaimana yang harus kita lakukan dalam sholat (khususnya), dan semua ‘pekerjaan’ kita (umumnya)? Terima kasih sebelumnya, mohon pencerahan dan penjelasannya, Ustad.. Wassalamu’alaika Warahmatullah Wabarokah.


Sinar Agama
: Salam dan terimakasih pertanyaannya:

(1). Khusyu’ adalah tidak memikirkan apapun dalam shalat kecuali yang dihadapi yaitu Allah.

(2). Ada berbagai penjelasan tentang khusyu’ ini. Diantaranya khusyu’ secara fikih. Yaitu hanya memikirkan makna-makna yang kita baca dan tidak memikirkan yang lainnya.

(3). Khusyu’ dalam Irfan, yaitu hanya memikirkan Allah saja. Jadi, makna yang dibacapun tidak boleh dipikirkan. Yang dipikirkan hanya Tuhan saja. Tentu saja dengan kesadaran penuh akan makna-maknanya itu. Posisinya seperti antum disuruh membaca hafalan pelajaran di depan guru dimana perasaaan antum ke guru tersebut akan tetapi sadar sesadar sadarnya terhadap makna yang antum baca. Jadi, makna bacaan shalat itu hanya disadarinya saja akan tetapi fokus pikiran kita hanya kepada Allah semata.

(4). Dari sisi yang lain khusyu’ ini dibagi menjadi tiga bagian: 
  • (a). Merasa dilihat Allah. 
  • (b). Merasa seperti melihat Allah. 
  • (c). Melihat Allah.

(5). Nah, khusyuk fikih itu bisa dimasukkan ke dalam golongan pertama pada pembagian ke dua khusyu’ ini. Yaitu yang merasa yakin dilihat Tuhan. Karena konsennya pada makna-makna yang dibacanya. Tentu saja ada Tuhan juga di situ, akan tetapi tidak terlalu terang. Karena itu yang dominan adalah merasa dilihat Tuhan.

(6). Maqam pertama itu sebenarnya diambil dari sebuah hadits yang cukup terkenal yang mengatakan: “Shalatlah kamu seakan-akan kamu melihat Tuhan, dan kalau tidak bisa, maka yakinkanlah kalau kamu dilihatNya.”

(7). Maqam ke dua, adalah maqam “Seakan-akan melihat Tuhan.” Maqam ini lebih cocok dipadukan dengan tingkat ke dua di pembagian khusyu’ pertama itu, yaitu yang bermakna hanya konsen kepada Tuhan (tetapi makna juga dipahaminya dengan baik, bukan tidak sadar pada makna yang dibaca). Akan tetapi tetap belum bisa melihat Tuhan. Hanya seakan-akan melihatNya. Dan, sudah tentu penglihatan disini adalah dengan hati/akal, bukan dengan mata.

(8). Maqam tertinggi adalah maqam melihat Tuhan. Jadi, bukan lagi seakan-akan. Tentu saja makna yang dibacanya itu tidak terlepas dari akalnya, akan tetapi konsentrasinya hanya padaNya.

(9). Dalam buku Irfan diberikan dua jalan untuk melihatNya. Pertama dengan membayangkanNya ada di depan kita tanpa membatasiNya dengan depan. Jadi, kita melakukan shalat di depanNya, tetapi tidak membatasiNya dengan depan. Karena depan itu juga batasan dan makhluk. Karena itulah Tuhan juga tidak bisa dilihat dengan mata di surga, karena salah satu dalilnya adalah karena Tuhan nanti akan terbatas dengan surga atau depan.

(10). Cara ke dua adalah melihat langsung apa yang sering kita bahas di wahdatu al-wujud itu, yaitu wujud dimana wujud ini tidak bisa dipengaruhi segala macam esensi, warna dan bentuk-bentuk apapun serta gradasi apapun. Nah, kalau bisa melihat yang ini, maka ini adalah golongan yang tertinggi. Tentu saja, di golongan ini masih banyak maqam-maqamnya sebagaimana golongan-golongan sebelumnya atau tingkatan-tingkatan sebelumnya.

Artinya, semua golongan maqam ini masih memiliki tingkatan-tingkatan yang tidak terhingga.

(11). Shalat ini, akan selalu seiring dengan kelakuan manusia. Kalau manusianya masih berbuat maksiat, maka ia tidak akan pernah khusyu’ dalam shalatnya. Karena keduanya, yakni khusyu; dan tidak maksiat, merupakan dua hal yang saling terkait. Karena Allah telah mengatakan bahwa shalat itu dapat mencegah dari perbuatan dosa (fakhsyaa’) dan batil (mungkar). Karena itu walau difokus seperti apa, kalau seseorang itu masih melakukan dosa, maka ia tidak akan mendapatkan kekhusyukan walau di level dan tingkatan yang paling bawah sekalipun (fikih).

(12). Untuk mengetahui apakah kita sudah meninggalkan dosa atau tidak, maka wajib belajar fikih. Karena itu dalam Ahlulbait belajar fikih itu wajib ‘aini bagi setiap orang (bukan kifayah). Memang untuk menjadi mujtahid yakni yang merumus fikih dari Qur'an, hadits, akal dan ijma’, adalah wajib kifayah, tetapi untuk tahu fikih keseharian dan yang harus kita jalani dalam hidup adalah wajib. Jadi, jangan mentang-mentang mengaku tidak berbuat haram kalau belum belajar fikih dengan lengkap dan baik.

Disamping meninggalkan maksiat untuk mendapat kekhusyukan, ada hal lain yang dapat membantu mencapai kekhusyukan itu. Yaitu, belajar ilmu agama dengan baik. Jagan buang-buang waktu untuk mempelajari hal-hal yang tidak berbau agama kalau ilmu agamanya belum kuat dan dalam. Tentu saja, sebagaimana maksiat, banyak sekali ilmu-ilmu di dunia ini yang menggiurkan.


Akan tetapi semuanya tidak akan ada gunanya, kalau tidak ilmu agamanya tidak kuat dan dalam. Mungkin kita akan dihormati orang karena pandai pemikiran ini dan itu, filsafat ini dan itu, akan tetapi, kalau tidak merupakan bagian dari agama, maka ilmu-ilmu itu tidak akan ada gunanya bagi kita baik di dunia atau apalagi di akhirat.

Karena itu, gunakan umur dan kemampuan akal yang terbatas ini, pada ilmu-ilmu agama. Sedang ilmu-ilmu lain, ambil hanya untuk kepentingan hidup di dunia ini saja. Tidak perlu ia menjadi fokus batin kita dan pikiran kita siang malam.

Artinya, kita boleh jadi dokter, tetapi keluh kesah kita haruslah di ilmu agama. Karena itu sesibuk apapun kita hidup di dunia ini, akan tetapi kita tidak punya hak untuk menjauhkan diri kita dari ilmu agama yang luas dan dalam. Wassalam.

Chi Sakuradandelion, Agoest Irawan, Khommar Rudin dan 26 lainnya menyukai ini.

Komarudin Tamyis: Jazakallah kher.

Khommar Rudin: Allah humma shalli alla Muhammad wa alli Muhammad.

Nandar Syarif: Alhamdulillah syukron ustadz atas pencerahannya, jangan bosan-bosannya jawab pertanyaan ana.

23 September 2013 pukul 16:42 · Suka



اللَّهُمَّ صَلِّ عَلَى مُحَمَّدٍ وآلِ مُحَمَّدٍ وعَجِّلْ فَرَجَهُمْ

Tidak ada komentar:

Posting Komentar