Rabu, 26 Agustus 2020

Beda Pandangan dengan Orang Tua



Oleh Ustadz Sinar Agama http://www.facebook.com/groups/210570692321068/doc/274695315908605/ Oleh Anggelia Sulqani Zahra pada 12 November 2011 pukul 14:28


Sang Pecinta: Salam ustadz.

Saya ingin bercerita tentang suatu kasus.

Seseorang sering clash dengan orang-tuanya, ini dipicu karena perbedaan pandangan dalam melihat sesuatu, orang tuanya tidak terbiasa untuk mendengarkan pendapat seseorang dan saudara-saudaranya. Dan dalam beberapa hal, orang-tua cenderung untuk memaksakan pendapat, dan ketika ia mencoba mengeluarkan pendapat, baru sebatas mengeluarkan, emosi orantuanya lansung meningkat. Akibatnya ia sering menekan emosi, untuk menenggang emosi orang-tua. Sehingga berdampak pada penurunan kualitas berpikir dan emosi. Apa sebaiknya yang ia lakukan?

Sinar Agama: Salam dan terimakasih pertanyaannya.

Ketika ia menahan emosinya itu, maka lakukan dengan ikhlash karena Allah yang mewajibkan kita tidak menyakiti orang tua. Artinya lakukan dengan nyaman demi mendapat pahala, keridhaan dan ampunanNya. Insya Allah, justru akan menjadi pencerdas baginya. Tapi kalau tidak ikhlash, karena tidak menang debat dengan orang tuanya, maka ia akan tertekan sendiri dan, mungkin tidak akan dapat pahala walaupun sudah pasti tidak melakukan dosa, beda kalau melawan dengan suara tinggi atau balik memaksakannya.

Tentu saja, sekalipun tidak bertengkar, tidak wajib mengikuti orang tuanya kalau betentangan dengan agama


Erna Maruf: Masya Allah, masalah ini juga masih ada pada diri saya dan orang tua. Saya lebih baik menghindari perdebatan sengit. Dari awal kami saling bertentangan tapi saya yakin masih ada kesempatan untuk orangtua dan saudara laki-laki saya untuk mengenal Ahlul Bayt.


Sang Pecinta: Seseorang ini memutuskan untuk memberitahukan orang-tuanya bahwa sudah saatnya hidup mandiri, mengingat perdebatan yang cenderung memicu pertengkaran sering tidak dapat dihindarkan. Sejauh pengetahuan psikologi dan pengalaman saya, ustad, para orang tua merasa lebih pengalaman, lebih tahu segala hal, sehingga seringkali kurang menghiraukan pendapat anak. Berbeda pendapat adalah fitrah manusia. Kasus ini saya baca banyak terjadi di keluarga Indonesia.

Saya sendiri ketika mencoba memulai shalat dengan tangan lurus, mendapat pertentangan orang-tua, menurut mereka yang tidak lazim, jangan dilakukan. Pertentangan keras pada saya pun mengalir, sampai mereka menyidang saya dan meminta untuk shalat seperti biasa. Akan tetapi lambat laun saya bisa menjalankan fiqh shalat Ahlul Bayt, mereka belum tahu kalau saya hijrah ke Ahlul Bayt.

Cara berikhlas yang baik dan benar bagaimana, ustad? Apa indikator keikhlashan yang bisa dilhat?


Sinar Agama: Cara ikhlash itu adalah melakukan perintah-Nya hanya karena-Nya semata. Salah satu perintah-Nya adalah tidak (berkata keras dan lantang pada orang tua). Artinya, kalau kitapun punya beda pandangan, ketika diutarakan mereka tidak mau, maka kita tidak boleh memaksakannya. Itu adalah perintah agama. Tapi dalam pada itu pula, kita tidak boleh mengikuti perintahnya kalau menenatang hukum Tuhan.

Untuk mandiri, maka itu memang tidak boleh diambil keputusan dari si anak saja. Karena biasanya kemandirian itu akan diberikan ketika sudah menikah. Karena itu kemandirian tersebut tidak bisa dipaksakan dan menurut saya kalau dipaksakan hingga orang tuanya sakit hati, maka menjadi dosa.

Jadi, beda antara masalah-masalah agama seperti madzhab dan kemandirian hidup.



اللَّهُمَّ صَلِّ عَلَى مُحَمَّدٍ وآلِ مُحَمَّدٍ وعَجِّلْ فَرَجَهُمْ

Tidak ada komentar:

Posting Komentar