Jumat, 14 Agustus 2020

Perbedaan Al-Quran, Hadits Qudsi, Percakapan Nabi Sehari-Hari


Oleh Ustadz Sinar Agama http://www.facebook.com/groups/210570692321068/doc/257398874304916/ Oleh Anggelia Sulqani Zahra pada 5 Oktober 2011 pukul 11:34


Gusti Zulkifli Halim : Salam, ustadz.

“Nabi tidak berkata selain yang telah diwahyukan..“Dimana letak perbedaan antara al-Qur’an, hadith Qudsi, dan hadith selain hadith Qudsi, dan percakapan Nabi sehari-hari? Benarkah anggapan bahwa Nabi hanya menerima makna dari wahyu, yang kemudian dengan kebijaksanaan Nabi, makna tersebut diterjemahkan ke dalam bahasa? Mohon pencerahan, ustadz..

Sinar Agama: Salam dan terimakasih pertanyaannya:

(1). Wahyu itu ada tiga macam: Makna dan lafazhnya dari Tuhan dan berupa kitab, seperti Qur'an. Ada lagi yang makna dan lafazhnya dzati Tuhan tetapi bukan kitab suci. Ada lagi yang maknanya dari Tuhan dan lafazhnya dari Nabi saww.

(2). Makna pertama adalah Qur'an. Makna kedua adalah Hadits Qudsi. Dan makna ke tiga adalah hadits Nabi saww.

(3). Hadits Nabi saww biasa berbentuk ucapan, perbuatan dan pesetujuan (taqriir).

(4). Dengan demikian, maka semua perkataan dan perbuatan Nabi saww itu, bahkan diamnya yang bermakna persetujuan (taqriir), semuanya adalah wahyu Tuhan. Karena itu, Nabi saww tidak pernah berkata dan berbuat atau diam menyetujui, kecuali sesuai dengan wahyu. Baik wahyu Qur'an, atau hadits Qudsi atau hadits Nabi saww sendiri.


Gusti Zulkifli Halim: Afwan, Satu lagi Ustadz.

Siapa yang memiliki otoritas menentukan ushuluddin ke dalam 5 poin?

Apakah hal itu hanya merupakan kesepakatan ulama yang berada dalam 1 mazhab? Lalu apakah Imamah telah menjadi bagian dari ushuluddin sebelum masa kenabian Nabi Muhammad?


Sinar Agama : Usuhuluddin itu sudah seharusnya dikenali dengan akal manusia. Akan tetapi para maksum ikut membantu manusia. Ingat, arti sushuluddin itu adalah bukan rukun iman seperti di sunni, tetapi dasar-dasar agama dimana kalau seseorang belum mengimaninya maka ia tidak akan mengamalkan agama atau kalau mengamalkannya tidak dalam keyakinan yang semestinya.

Imamah di jaman sebelum Nabi Muhammadpun menjadi dasar agama-agama sebelumnya.


Kepemimpinan para nabi dan rasul, juga merupakan konsep imamah ini dalam arti umum. Yakni bahwa diantara manusia yang beraneka ragam itu harus ada kepemimpinan. Atau di alam semesta ini harus ada kepemimpinan yang merupakan khalifah Tuhan dimana diambil dari insan kamil.

Memang, insan kamil ini sendiri bertingkat-tingkat. Karena itu nabi Ibrahim as yang sudah insan kamil dan menjadi khalifah Tuhan dengan diangkatnya menjadi nabi dan rasul, akan tetapi beliau as diuji dulu dengan berbagai ujian hingga baru setelah itu diangkat menjadi imam. Nah, imam ini sebenarnya adalah insan kamil itu, akan tetapi tingkatannya berada di atas kenabian dan kerasulan. Nabi kita Muhammad saww sudah tentu selain nabi juga merupakan imam dan guru para imam setelahnya.


Abim Dhien, Fahmi Husein, Chi Sakuradandelion dan 3 lainnya menyukai ini.


Khommar Rudin:  اللَّهُمَّ صَلِّ عَلَى مُحَمَّدٍ وآلِ مُحَمَّدٍ 



اللَّهُمَّ صَلِّ عَلَى مُحَمَّدٍ وآلِ مُحَمَّدٍ وعَجِّلْ فَرَجَهُمْ

Tidak ada komentar:

Posting Komentar