Rabu, 02 September 2020

Cintanya Tuhan dan HakikatNya


seri tanya jawab Timex Taurus dengan Sinar Agama http://www.facebook.com/groups/210570692321068/doc/274193399292130/ by Sinar Agama (Notes) on Saturday, October 15, 2011 at 8:23am


Timex Taurus: Salam.Ustadz, dalam kalimat ”Dengan menyebut nama ALLAH yang maha pengasih lagi maha penyayang” dan juga mengingat sifatNYA yang IRADAH maka saya berkeyakinan jika bukan karena CINTANYA maka tidak akan tegak alam semesta ini.

Dalam artian dengan CINTANYA, pengasih dan penyayang-NYA-lah alam ini tercipta.

Pun, dalam memaknai sifatNYA yang iradah itu kita yakini kalau antara DIA dan sifatNYA itu tidak terpisahkan dalam kata lain sifat itu zat DIA sendiri.

Yang jadi pertanyaan saya, apakah tetap ada cinta, pengasih, penyayangNYA pada orang-orang yang tidak mengesakanNYA? Kalaupun ada, cinta, pengasih dan penyayang dalam bentuk apakah? Bukankah LOVE IS GOD? Tiada TUHAN selain CINTA? Bagi hamba-hamba yang kafir, apakah tiada cinta dari TUHAN ??? Maaf kalau pertanyaannya gak bermutu.

Sinar Agama: Salam dan terimakasih pertanyaannya:

(1). Penekanan antum tentang sifat Tuhan tak terpisahkan itu tidak benar. Karena semua sifat, baik sifat makhluk, juga tidak terpisahkan.

(2). Sifat yang ada pada Tuhan itu dibagi dua, Sifat Dzat dan Sifat Perbuatan. Dan Sifat Dzat itu adalah sifat yang dipahami tanpa menghubungkan DzatNya dengan yang lain, seperti Hidup, Kuasa, Iradah, Wujud ..dll. Sedang Sifat Perbuatan itu hanya bisa dipahami dengan menghubungkanNya dengan makhlukNya, seperti Pencipta, Cinta Makhluk ...dan seterusnya..

(3). Ada beberapa sifat yang memiliki dua dimensi, Sifat Dzat dan Perbuatan. Seperti Ilmu dan Cinta. Kalau Ilmu dan Cinta itu untuk DiriNya sendiri, maka keduanya adalah Sifat Dzat, dan kalau Ilmu dan Cinta pada makhlukNya, maka keduanya adalah Sifat Perbuatan.

(4). Dari dua macam Sifat itu, hanya Sifat Dzat yang merupakan Hakikat DzatNya. Yakni keduanya hanya berbeda dalam akal dan pahaman kita, akan tetapi secara nyatanya, keduanya adalah satu secara hakiki. Karena kalau hanya tidak terpisah, maka Tuhan akhirnya memiliki rangkapan dan setiap yang berangkap akan menjadi terbatas. Jadi, satunya Sifat dan Dzat, adalah bukan tidak terpisah, tapi benar-benar satu hakikat dan satu makna. Dalilnya karena Dzat dan Sifat, sama tidak terbatas, dan yang tidak terbatas, tidak mungkin ada dua, apalagi lebih.

(5). Sedang Sifat Perbuatan itu adalah baru adanya, tidak seperti Sifat Dzat. Karena itu, setelah mencipta maka Tuhan itu dikatakan Pencipta. Setelah ada manusia dan ada dosa dan mengampuni barulah Tuhan itu dikatakan Pengampun. begitu seterusnya dari Sifat-sifat PerbuatanNya. Sifat ini tidak bisa dikatakan Hakikat DzatNya, karena dikatakan seperti itu, maka berarti DzatNya ikutan baru juga alias bermula.

(6). Sifat Perbuatan itu, sebenarnya suatu Sifat yang tidak boleh dipasangkan kepada DzatNya kecuali dengan melarikan atau mengembalikan dulu pada Sifat Dzat. Karena kalau Tuhan dikatakan memiliki sifat Pencipta, dimana sebelum mencipta tidak ada, maka berarti Tuhan mengalami perubahan dan perubahan ini jelas hakikat makhluk. Dengan demikian, maka sifat-sifat Perbuatan itu harus dikembalikan dulu kepada Sifat DzatNya. Misalnya dikembalikan ke Sifat Kuasa. Karena Tuhan, sebelum mencipta atau sebelum mengampuni, atau sebelum mengetahui makhlukNya karena memang belum dicipta ...dst, Ia Kuasa untuk mencipta, mengampuni, mengetahui ...dst. Nah, setelah dikembalikan ke Sifat Dzat inilah baru dikembalikan ke DzatNya dan dikatakan bahwa hakikat SifatNya adalah sama persis dengan hakikat DzatNya, bukan bersatu dan tidak terpisah dimana hal ini akan menimbulkan rangkapan dan keterbatasan. Karena yang terangkap pasti rangkapannya itu saling membatasi, dan kumpulan yang saling membatasi atau yang terbatas itu adalah akan terbatas pula.

(7). Tentang Cinta kepada makhluk, maka Tuhan tidak memiliki sifat itu karena ia adalah Sifat Perbuatan. Karena itu harus dikembalikan dulu ke sifat DzatNya, yaitu Cinta DiriNya. Karena ketika (pinjam istilah jaman) Tuhan itu mencintai DiriNya, maka sudah pasti akan mencintai Perbuatan dan KaryaNya. Karena itu maka Tuhan pasti mencintai makhlukNya. Jadi, cinta makhluk ini sebenarnya cinta pada DiriNya sendiri, bukan kepada makhlukNya secara langsung.

(8). Ketika cinta itu kembali kepada DiriNya sendiri, maka sudah tentu maksud cinta pada makhluk itu adalah Cinta Akan Karya dan PerbuatanNya sendiri. Jadi, tekananya pada KekuasaanNya. Dan karena pada KekuasaanNya, maka tekanannya pada zat keberadaan makhlukNya, bukan sepak terjang makhlukNya.

(9). Ringkasan Cinta Tuhan: Pertama, secara langsung hanya pada DiriNya sendiri, bukan pada makhlukNya. Ke dua, cinta makhluk itu tidak langsung, tapi merupakan kekonsekwensinan cinta pada DiriNya sendiri. Ke tiga, cinta makhluk yang tidak langsung inipun tidak berhubungan dengan aktifitas makhlukNya, tapi dengan keberadaan dan kesempuranaan keberadaannya saja.

(10). Cinta Tuhan pada kebaikan makhluk, juga demikian, artinya tidak langsung. Tapi bersumber dari Cinta Pada DiriNya sendiri. Karena DiriNya adalah Kebaikan Mutlak dan tidak terbatas. Karena itu sudah pasti, secara tidak langsung, mencintai seluruh kebaikan, termasuk kebaikan makhlukNya. Tapi ingat, cinta ini juga tidak langsung. Jadi, cinta ini tidak pernah mengusikNya. Karena kalau mengusikNya, maka Ia berubah, dan yang berubah maka Ia akan menjadi makhluk.

(11). Dengan penjelasan di atas, dapat dipahami bahwa Tuhan Benci Kebatilan. Karena Dia adalah hakikat Kebaikan. Dan sudah pasti yang namanya kebaikan itu bertolak belakang dengan kabatilan. Jadi, Tuhan tidak mencintai kebatilan. Tapi ingat, benci ini juga tidak langsung, karena ia merupakan Sifat Perbuatan yang kembalinya pada Sifat Dzat yaitu Cinta pada DiriNya yang Kebaikan Mutlak itu.

(12). Dengan semua penjelasan itu, dapat dipahami bahwa antum memiliki banyak kesalahan dalam memahamiNya dan memahami CintaNya. Artinya, antum telah menerjemahkanNya sebagai makhluk yang terbatas dan memaknai CintaNya sepert icinta-cinta kita atau makhluk-makhluk lainnya. Karena itu, kuanjurkan secara serius untuk menyempatkan diri menelusuri catatan-catatanku hingga dapat membatumu dalam banyak hal. Semoga. Karena semua yang aku tulis di atas itu adalah semacam ringkasan dari tulisan-tulisan sebelumnya. Wassalam.

35 people like this.


Sufyan Hossein: Afwan ijin share suatu kisah.Suatu hari nabi Ibrahim as mengundang makan malam seseorang, tetapi setelah tahu bahwa orang itu kafir, nabi Ibrahim as lalu membatalkan undangannya dan mengusir kafir itu. Tiba-tiba datang Wahyu Allah dan menegurnya, “Kamu tidak memberinya makan bahkan untuk sehari saja karena ia beragama lain, padahal selama 70 tahun Aku memberinya makan walaupun ia melakukan bid’ah. Sekiranya engkau memberinya makan satu malam, engkau tidak akan jatuh miskin karenanya”. (Al Ghazali)

Sufyan Hossein: Afwan izin share ilmu.Ar Rahman berasal dari kata sifat dalam bahasa arab, berakar dari kata kerja ra-ha-ma artinya penyayang, pengasih, pencinta, pelindung, pengayom. Secara kontekstual, makna yang terdapat pada kata ”Ar Rahman” adalah sifat pengasih Allah kepada seluruh Makhluk-Nya yang diberikan di dunia, baik manusia beriman ataupun kafir, binatang, tumbuh-tumbuhan dan makhluk lainnya. Dan Dia-lah Allah yang mengasihi semua makhluk ciptaan-Nya tanpa kecuali. Karena kasih sayang Allahlah kita dan semua makhluk di muka bumi ini dapat hidup terus menerus sampai ajal yang ditetapkan datang. Dengan kasih sayang-Nya, Dia mencukupkan kebutuhan hidup semua makhluk di alam semesta. Hanya saja limpahan kasih sayang ini hanya diberikan Allah kepada semua makhluk selama hidup di dunia saja, sedangkan di akhirat kelak kasih sayang ini HANYA DIBERIKAN KEPADA ORANG-ORANG BERIMAN SAJA yang juga akan menjadi penghuni surga. Penghuni neraka tidak lagi merasakan kasih sayang yang mereka dapatkan selama di dunia, karena mereka selama hidup di dunia, mereka kafir dan ingkar kepada Allah. Wallahu a’lam bisshawab.

Komarudin Tamyis: Sufyan, masa sih Nabi Ibrahim sejahat itu, sedang bapak yang kafir saja mau dimintakan ampun kepada Allah.?

Komarudin Tamyis: Sufyan Hossein: Masa sih Nabi Ibrahim sejahat itu? Sedang bapaknya (pamannya) saja yang kafir akan dimintakan ampun kepada Allah olehnya..

Aufa Opa: Salam ustadz,, mau tanya ustadz,,apa hukumnya makan ikan yang direndam arak sebagai penghilang bau lumpur dan itu sudah SOP restaurant untuk menghilangkan bau lumpur mereka menggunakan arak putih!! Syukron ustadz mohon bimbingannya.

Sufyan Hossein: Akhi komarudin: Afwan cerita tersebut masih ada kelanjutannya, setelah wahyu tersebut turun, nabi ibrahim lalu mengejar orang kafir itu yang juga seorang majusi (penyembah api) yang sudah jauh pergi. Setelah tersusul, nabi Ibrahim as lalu meminta maaf atas kata-katanya tadi. Lantas si majusi bertanya kepada nabi Ibrahim, “Mengapa anda meminta maaf?”. Nabi ibrahim lalu menceritakan peristiwa yang baru saja dialaminya, bahwa dia ditegur oleh Allah. Dan mendengar kisah yang dituturkan nabi Ibrahim tadi, akhirnya si majusi itu mengucapkan kalimat tauhid dan meng- esa-kan Allah Subhanahu wa ta’ala. Dan mungkin kisah nabi Ibrahim ini mirip dengan kisah Rasulullah SAW, ketika itu Rasul sedang berdakwah kepada para pembesar Quraisy, kemudian datang seorang buta dan miskin menemui Rasul untuk belajar islam kepada beliau, lalu Rasul bermuka masam kepada orang buta itu, kemudian Allah menegur Rasul, kisah ini terdapat pada Qs Abasa : 1-10.

Khommar Rudin: Afwan, Sufyan Hussein, ana mau tanya sama antum, apakah nabi Ibrahim makhsum,..?..


Sinar Agama: SH: Komentar antum tidak ada sangkut pautnya dengan tulisan saya. Karena antum terlihat belum memahami tulisanku. Antum masih membayangkan Tuhan seperti makhluk yang berubah-ubah dari ridha ke murka dan dari murka ke ridha, berkata-kata, berdialog ...dst....

Artinya antum masih melihat semua itu perbuatanNya yang perbuatanNya. Karena itulah maka Tuhan yang antum lihat itu banyak mengalami perubahan. Sementara perubahan itu tanda kemakhlukan.

Sedang kami melihat semua itu adalah Sifat Perbuatan yang tidak kena mengena dengan Dzat Tuhan. Karena itu Tuhan kami tidak mengalami perubahan apapun dalam DiriNya. Sedang Sifat PerbuatanNya itu tidak menyentuh DiriNya sama sekali. Karena itu harus dikembalikan ke Sifat DzatNya hingga semuanya menjadi langgeng dan tidak terangkap dan tidak berubah dan tidak terbatas.

Begitu pula kita tidak mengimani ajal yang ditentukanNya itu. Karena dalam Islam, ajal itu ikhtiari. Memang matinya sendiri ditentukanNya, tapi dalam jumlah umur berapa dan dalam keadaan mati bagaimana ....dan seterusnya semua itu ditentukan oleh ikhtiar manusia itu sendiri.


Sinar Agama: KT: Yang kafir dari keluarga nabi Ibrahim as itu adalah pamannya. Paman dalam budaya jaman nabi Ibrahim as itu juga dikatakan ayah. Mirip dengan orang Jawa yang semua paman-pamannya dipanggil ”Bapak”. Yakni Bapak Kecil (paklek), Bapak Besar (pakde) dst. Jadi, yang kafir itu bukan ayah kandungnya tapi saudara ayahnya, sedang ayah beliau sendiri adalah mukmin.


Sinar Agama: AO: Arak itu jelas najis, karena itu kalau disiramkan ke ikan yang akan dimasak maka ikannya menjadi najis. Karena itu haram dimakan.

Dan kalaupun mau dicuci, tetap tidak mungkin. Karena kalau najis itu menyerap, maka cuciannya juga harus menyerap. Sementara menyerapnya alkoholnya itu sangat mungkin hingga karena itu menghilangkan bau tanahnya, sementara menyerapnya air tidak mungkin pada tubuh ikan yang basah tersebut. Karena itu, maka najisnya menyerap tapi cuciannya tidak menyerap. Karena itu walaupun dicuci, maka ikan tersebut tetap najis dan haram dimakan.


Sinar Agama: Untuk kisah nabi Ibrahim as itu, kita bisa membahasnya setelah tahu sumbernya dan benar dalam terjemahannya. Karena itu, karena disandarkan ke al-Ghazali, maka kita tidak bisa membenarkan atau menyalahkannya. Jadi, silahkan mas SH meriwayatkannya dengan jelas, apakah ia dari Nabi saww atau tidak, apakah ceritanya mengusir atau hanya kurang senang (sebab sepertinya ada versi hanya kurang senang, tapi saya juga tidak pasti). Kalau sumbernya hanya Ghazali, maka jelas kita tidak ada kewajiban mempercayainya.

Lagi pula, Tuhan dan nabi Ibrahim as itu beda jauh. Kalau Tuhan mencipta manusia dan tidak meberinya makan, maka sudah pasti anianya. Karena itulah maka Ia mensifati DiriNya dengan Rahman yang meliputi kafir dan mukmin. Tapi nabi Ibrahim as, bukan Tuhan mereka, dan tidak memiliki kewajiban apa-apa terhadap kafirin itu kecuali kalau terpaksa.

Lagi pula, Tuhan tahu bahwa kalau nabi Ibrahim as menyantuninya, maka ia akan masuk agama Islam. Karena itu nabi Ibrahim as ditegurnya walau tidak melakukan maksiat. Bagaimana mungkin tidak memberi makan orang kafir yang tidak mengimani seruannya dan tetap menyembah berhala, dikatakan dosa? Kan kalau masih diberi maka, secara lahiriah akan dikatakan bahwa kafir itu boleh-boleh saja, toh masih diberinya makan walau tetap tidak beriman pada Tuhan yang diserukan oleh nabi Ibrahim as? Memang, kalau sudah terpaksa, dimana kafirnya itu bisa mati kelaparan, atau bisa masuk islam kalau diberi, maka sangat dianjurkan untuk diberinya makan.


Hal itu bukan tanda ridha padanya, tapi tanda bahwa Tuhan masih memberinya peluang untuk bertaubat dan mengikuti seruan para nabi as.


Sinar Agama:Tapi ingat, bahwa komentar saya tentang kisah itu adalah kalau saja kisah tersebut benar adanya. Tapi bukan berarti saya sudah memastikan kebenarannya. Baik kebenaran ceritanya atau kebenaran bentuk ceritanya.


Khommar Rudin: Allahumma shalli alaa Muhammad wa aali Muhammad.

Komarudin Tamyis: Sinar Agama Jazakallah khoir bihaqqi Al Ma’shumin..Shalawaat.

Sufyan Hossein: Alhamdulillah, syukran akhi atas ilmunya, afwan kalau ana salah-salah kata. Allahumma shalli ala Muhammad wa aali Muhammad wa ajjil faraja aali Muhammad.

Padil Fadilah: Allahummashalli alaa Muhammad wa aali Muhammad.


Sinar Agama: Untuk yang lain-lainnya, seperti KR + KT dan PF dan yang lain-lainnya, terimakasih atas semuanya dan tentu saja atas shalawatnya.

Sinar Agama: Sufyan H: Antum tidak perlu sungkan. Hal seperti itu sudah biasa. Kadang kita saling debat sampai agak hangat. Asal untuk mencari kebenaran, maka mengapa ada saling sungkan. Kan ilmu itu memang tidak mudah dicapai seperti sekedar menguapas kulit kacang. Jadi, jangan pernah segan. Dan kalau lagi doa, ingat kami-kami juga. Terimakasih.


Khommar Rudin: Afwan ya Sufyan Hossein, kalau ada kata-kata ana yang kurang berkenan... dan sama antum... Salam ukhuwahnya dari ana..

Sufyan Hossein: Salaam ukhuwah bagi semua saudara muslim saya. Tidak ada Syiah, Tidak ada Sunni. Yang ada hanyalah ISLAM.


Sinar Agama: SH: Salam ukhuwwah juga yang paling dalam dari aku si miskin ini. Tapi maksud syi’ar/ dakwah itu, yakni tidak Syi’ah dan tidak Sunni, maksudnya, dalam bersaudara itu tidak boleh melihat madzhabnya, tapi harus melihat Islamnya, karena kita dari abad-abad tahun lalu jadi makanan empuk para kafirin. Tapi dalam masing-masing individunya, semua orang punya hak dan dihormati untuk memilih yang mana yang dianggapnya atau yang diyakininya sebagai kebenaran hakiki. Karena itu, persatuan ini sama sekali tidak repot dan juga sudah merupakan kewajiban agama. Dan saling dialog dengan dalil yang tanpa adanya pemaksaan, juga merupakan tali silaturrahim yang baik untuk saling kenal. Jadi, kalau suatu saat harus ada saling salah menyalahkan, maka hal itu tidak bertentangan dengan agama, karena mukmin yang satu adalah saudara yang lainnya dan harus saling nasihat. Tapi, harus dengan argumen dan tanpa celaan dan apalagi paksaan. Sekali lagi, salam ukhuwwah dariku yang merupakan paling hinanya manusia di muka bumi ini.

October 16, 2011 at 8:49am



اللَّهُمَّ صَلِّ عَلَى مُحَمَّدٍ وآلِ مُحَمَّدٍ وعَجِّلْ فَرَجَهُمْ

Tidak ada komentar:

Posting Komentar