Rabu, 16 September 2020

Makna Ujian Dan Cobaan


Oleh Ustadz Sinar Agama http://www.facebook.com/groups/210570692321068/doc/272180242826779/ Oleh Anggelia Sulqani Zahra pada 7 November 2011 pukul 14:54


Paidi Bergitar: Salam ustadz Sinar. Afwan, mau tanya :
Apakah sama antara ujian dan cobaan? Bagaimana dengan penjelasan keduanya? Salam..

Sinar Agama: Salam dan terimakasih pertanyaannya.

(1). Saya tidak terlalu pasti, tapi saya pikir keduanya sama saja. Tapi yang harus diingat adalah bahwa belum tentu musibah yang menimpa kita itu adalah ujian dan cobaan walaupun fungsinya sama saja atau setidaknya hampir sama saja.

Kalau ujian, adalah suatu cobaan hidup atau katakanlah bencana yang datang bukan dari kesalahan dan keteledoran kita, akan tetapi dari alam sekitar (seperti musibah alam yang tidak ada sangkut pautnya dengan manusia), atau dari lingkungan sekitar, baik langsung seperti kecurian atau tidak langsung seperti bencana alam yang diakibatkan ulah manusia.

Tapi kalau musibah atau bencana yang datang karena kemaksiatan atau keteledoran kita, maka hal itu dikatakan musibah atau bencana yang dasarnya tidak memiliki unsur ujian. Tapi kebanyakan hukuman dan peringatan.

(2). Akan tetapi, keduanya sebenarnya memiliki tujuan yang satu. Kalau ujian untuk kenaikan derajat seseorang, tapi kalau bencana untuk mengurangi dosa dan mengingatinya. Dan dua hal ini, walaupun wajahnya berbeda, akan tetapi semuanya memiliki satu tujuan. Yaitu mendekatkan manusia pada Tuhannya. Karena kenaikan derajat yang diakibatkan oleh ujian itu untuk dekat pada Tuhan, dan bencana yang peringatan (kalau orangnya teringati dan taubat) atau yang hukuman, juga untuk mendekatkan diri kepada Tuhan, yaitu dengan kembalinya ke derajat semua setelah diampuni dosanya, atau naik semua setelah ia teringati dan bertaubat. Jadi, sama-sama memiliki satu tujuan.

(3). Hukuman dan Ujian itu, keduanya adalah rahmat, sekalipun bentuknya pahit dan berupa hukuman. Hal itu karena memang Tuhan mencipta manusia yang memiliki unsur materi disamping ruhnya yang non materi itu, adalah menyengaja menciptanya di alam saling ganggu, seperti yang sudah sering saya terangkan. Karena itu kalau mau bertahan hidup harus merusak tanaman padi untuk dimakan dan menyakiti binatang seperti disembelih untuk dimakan. Ketika alam materi ini saling ganggu, dan manusia itu materi, maka ia juga harus menerima konsekwensi ini.

Nah, tertempanya ruh manusia yang non materi itu, hanya kalau terjadi ujian dan/atau hukuman tersebut. Karena itu Nabi saww pernah berkata:

“Sungguh merugi/celaka kalau seseorang dalam 40 hari tidak mendapatkan musibah.”

Hal itu tidak lain karena kemajuan maknawiah manusia, yaitu ruh dan akalnya, hanyalah karena dengan tempaan tersebut.

Ketika shahabat mendengar sabda tersebut, mereka berkata:

“Kalau begitu kami semua kebanyakannya celaka, karena dalam 40 hari itu jarang yang mendapat musibah tersebut”.

Lalu Nabi saww, mengatakan bahwa musibah itu tidak harus besar. Yakni walau sekedar tersandung atau ketusuk jarum.

Ketika manusia kesakitan dengan tersandung saja, maka bagaimana dia bisa menyombongkan diri dan tidak ingat akan kelemahannya dan ke-Agung-an Tuhannya hingga ia tidak taubat? Jadi, sekecil apapun musibah itu, tetap merupakan kebaikan walau ia pahit dan mungkin berupa bencana. Bencana yang pahit dan menakutkan itu adalah manakala ketika bencana itu sudah merupakan vonis bagi kita karena maksiat kita. Yaitu dihukum dengan hukuman mati dalam bencana itu karena besarnya maksiat kita.

Detail-detail hitungannya apakah bencana yang menimpa itu adalah ujian atau hukuman, hanya Tuhan yang tahu. Dan semuanya tetap berguna bagi manusia, kecuali adzab kekufuran yang sampai mematikan seperti fir’un.

Wassalam.


Doeble Do dan 6 orang lainnya menyukai ini.



اللَّهُمَّ صَلِّ عَلَى مُحَمَّدٍ وآلِ مُحَمَّدٍ وعَجِّلْ فَرَجَهُمْ

Tidak ada komentar:

Posting Komentar