﷽
Oleh Ustadz Sinar Agama http://www.facebook.com/groups/210570692321068/doc/269967206381416/ Oleh Anggelia Sulqani Zahra pada 2 November 2011 pukul 14:18
Tommy SyahRian Reza: Salam ustadz, afwan ingin bertanya.
Saya ada jerawat di dahi & ketika shalat jerawat itu tiba-tiba pecah sehingga mengeluarkan darah, lalu apakah shalatnya wajib diqodho, ustadz?
Kemudian darah itu menempel juga pada turbah sehingga membekas merah, lalu apa yang harus saya lakukan pada turbah tersebut?
Terimakasih atas perhatiannya, semoga ustadz selalu sehat dan dilindungi Allah SWT..
Dadan Gochir Salam: Ikut bertanya, ustadz apakah masih sah dipakai shalat turbah yang sudah menghitam?
Sinar Agama: Salam dan terimakasih untuk semua pertanyaannya.
(1). Ketika melakukan shalat dan keluar darah, asal darahnya itu, kalau ukuran luasnya itu tidak melebihi kuku ibu jari tangan, maka walaupun najis, maka boleh dibuat shalat. Begitu pula kalau ada darah tersebut sebelum melakukan shalat. Artinya, darah seukuran kuku ibu jari itu, dibolehkan dibawa shalat.
(2). Kebolehan membawa darah tersebut, bukan berarti membuat darahnya itu menjadi tidak najis, tapi tetap najis dan bisa pindah kemanapun najisnya itu kalau bersentuhan dalam keadaan basah dengan benda lain, baik basahnya darah tersebut atau benda yang menyentuhnya itu yang basah karena air atau keringat atau apa saja. Jadi, harus tetap hati-hati.
(3). Akan tetapi, untuk tempat sujud maka ia disyarati harus bersih dari najis sekalipun kering. Jadi turbahnya yang sudah terkena darah itu, maka ia menjadi najis dan tidak boleh dibuat alas sujud lagi. Jadi, shalatnya menjadi batal kalau dilakukannya.
(4). Karena shalat anda sudah menjadi batal karena keluarnya darah dari jerawat itu, maka harus diulang. Tapi kalau sudah lewat waktunya, maka harus diqodho.
(5). Mensucikan tanah karbala atau apa saja yang mau dibuat sujud itu harus dengan air sesuai dengan yang sudah difatwai di kitab-kitab fikih dan yang sudah pula saya jelaskan sebelum ini. Yaitu dengan membersihkan benda najisnya dulu lalu disiram sekali lagi (kalau dengan air sedikit atau tidak kur). Tapi kalau dengan air pamp, sungai dan lain-lainnya (lihat fikih), maka bisa digosok-gosok di airnya sampai bersih benda najisnya maka ia sudah menjadi bersih dengan hanya menggoyangnya kalau dimasukkan ke airnya, dan hanya cukup membersihkannya kalau di pancuran pampnya atau bisa juga air sanyo kalau sanyonya dalam keadaan hidup.
(6). Tapi mencuci turbah dengan air, akan menjadi repot karena dua alasan. Pertama darahnya pasti menyerap ke dalam. Ke dua, turbahnya bisa hancur. Karena itu, dikerik saja dulu di tempat lain yang tidak menebarkan najisnya ke tempat kita, lalu setelah itu dicelup ke air sungai, laut, bak yang melebihi satu kur, atau disiram dengan pancuran air PAM yang langsung (tidak ditampung dengan tampungan dibawah satu kur), atau air sanyo yang sanyonya hidup. Dan cukup sekali dan sebentar saja.
(7). Atau, yang paling aman, dikerik saja dengan ketebalan kerikan sampai yakin bahwa darah dan serapannya itu sudah kekerik semua. Kalau hal ini yang dilakukan, maka tidak lagi perlu dicuci dengan air.
(8). Kalau suatu saat ada jerawat di dahi, maka pakailah dahi yang tidak ada jerawatnya. Karena sujud itu boleh pakai bagian mana saja dari dahi kita. Begitu pula kalau suatu saat keluar darah lagi karena lupa memakai dahi yang ada jerawatnya, maka sujud berikutnya pakailah dahi yang tidak ada darahnya dan tidak ada jerawatnya dan turbahnya dibalik atau pakai kertas yang terjangkau, seperti mengambil dari kantong baju, atau sekitar kita yang tidak merusak lahiriah shalat kalau mengambilnya, misalnya tidak harus membalikkan badan 90 derajat dari kiblat, atau berjalan beberapa langkah. Tapi kalau terpaksa karena memang turbahnya sudah najis ke dua sisinya, maka walau harus melangkah beberapa langkah untuk menjangkau dan mengambil alas sujud yang dibolehkan itu, maka wajib mengambilnya. Tapi bacaannya harus berhenti dulu dan kalau Qur'an, harus mengulang satu ayat sebelum meneruskan membacanya.
(9). Intinya adalah bahwa dahi itu tidak boleh terhalang dengan alas sujud yang dibolehkan, seperti tanah, batu, daun yang tidak dimakan, barang yang tidak bisa dibuat untuk bahan pakain, ....dan seterusnya. Jadi, kalau terhalangi, maka shalatnya batal. Misalnya turbah atau batunya ada cetnya, atau ada keringat mengeringnya, ...dan seterusnya. Jadi, kalau menghitamnya itu karena keringat yang mengering dan sudah menghalangi kulit dahi untuk menyentuh turbahnya, maka sudah tidak boleh lagi dibuat alas sujud sebelum dibersihkan (misalnya dengan dikerik). Tapi kalau sebagiannya terhalang seperti cet atau keringat kering yang sudah menebal dan menghalangi itu, tapi sebagian lainnya belum terhalangi, dan yang belum terhalangi ini minimal seluas kuku ibu jari tangan, maka turbah atau alas sujud itu masih bisa dipakai. Karena ukuran minimal alas sujud yang dibolehkan itu adalah seluas kuku ibu jari tangan.
اللَّهُمَّ صَلِّ عَلَى مُحَمَّدٍ وآلِ مُحَمَّدٍ وعَجِّلْ فَرَجَهُمْ
Tidak ada komentar:
Posting Komentar