Rabu, 29 Juli 2020

Hukum Bermakmum ke Ahlisunnah


Oleh Ustad Sinar Agama http://www.facebook.com/groups/210570692321068/doc/250779014966902/ Oleh Anggelia Sulqani Zahra pada 20 September 2011 pukul 16:46


Yulis Sutisna: Salam. Semoga Ustaz SA sekeluarga sehat wal afiat, mendapat lindungan Tuhan & perhatian Imam Zaman afs.

Saya ingin meminta penjelasan dari Ustaz Sinar terkait Fatwa Rahbar dalam Daras Fikih (Parsi: Amuzesye Ahkam), hal.213, Butir ke-7 yang menyebutkan bahwa “Bermakmum kepada Ahlusunnah dengan tujuan untuk memelihara persatuan dan kesatuan Islam adalah diperbolehkan tetapi bersedekap dalam salat bersam...Lihat Selengkapnya

Sinar Agama: Salam dan terimakasih pertanyaannya:

(1). Syarat imam shalat di syi’ah itu bukan hanya adil (tidak melakukan dosa), akan tetapi juga harus syi’ah. Jadi, berjamaah dengan sunni itu hukumnya batal tanpa perlu mempertanyakan keadilannya. Akan tetapi, dalam taqiah, apapun yang tidak boleh itu bisa menjadi boleh. Salah satunya adalah kalau untuk persatuan muslimin. Karena itulah cara shalatnya, kalau berjamaah dengan sunni, tidak boleh bertaqiah selain masalah bermakmum kepada sunni ini. Karena itu tidak boleh bersedekap, tidak boleh tidak pakai alas sujud yang boleh (seperti batu, turbah, daun yang tidak dimakan, kertas dan lain-lain), yang merupakan kewajiban- kewajiban shalat di syi’ah. Karena kalau pakai cara sunni, dalam shalatnya, yakni tidak hanya masalah bermakmumnya, maka persatuan tidak akan pernah terwujud karena tidak ada perbedaan. Jadi, yang ada itu satu, bukan persatuan. Artinya, orang sunni akan melihat kita yang bermakmum dengan mereka itu adalah sunni juga seperti mereka. Karena itulah, maka karena bermakmum ke mereka itu adalah taqiah untuk persatuan, maka harus ada perbedaan. Dan perbedaan itulah yang berupa kewajiban-kewajiban shalat syi’ah.

Tentu saja, kalau sunninya itu, katakanlah di masjid tertentu itu, tidak menerima shalat dengan cara syi’ah sebagai syarat persatuan, artinya mereka hanya mau bersatu dengan syi’ah kalau orang syi’ah melakukan shalat seperti mereka, maka kala itulah kita dibolehkan melakukan shalat dengan cara sunni.

Dan kalau dengan itu juga mereka tidak mau, maka berarti mereka tidak mentolerir sama sekali adanya orang syi’ah, maka disini sudah keluar dari tujuan taqiah persatuan, dan masuk ke dalam taqiah keamanan yang empat itu (takut dipukuli, dibunuh, diperkosa dan dirampas harta kehidupannya).

(2). Di jawaban pertama sudah dikatakan bahwa untuk imam shalat sunni itu sudah tidak lolos di syaratnya yang harus syi’ah, jadi tidak perlu membahas keadilannya.

Untuk masalah Abu Thalib ra itu, mungkin tidak bisa dijadikan bukti ketidak adilan seseorang.

Karena, kebanyakan kaum muslimin itu adalah mustadh’afin, atau tertindas dari sisi informasi dan keilmuan hakiki. Jadi, kalau sunni memang mengamalkan seratus persen ajarannya, yakni tidak maksiat, maka hal ini sudah cukup untuk menganggap mereka adil.

Kalau keadilan itu diukur dengan kesalahannya dari sisi perbedaan pandangan yang ada di sunni dan syi’ah, maka jangankan masalah Abu Thalib ra, masalah-masalah Tuhan, Nabi saww, Qur'an, dan seterusnya juga sudah terhitung salah. Karena bagi mereka Tuhan itu bisa dilihat dengan mata di surga (ini tandanya mereka meyakini Tuhan itu materi, apalagi di Bukhari dikatakan sampai-sampai Tuhan menunjukkan betisnya supaya dipercaya bahwa Dia adalah Tuhan oleh penduduk surga yang tidak mempercayaiNya di awal penampilanNya, atau Nabi saww bagi sunni sering salah dan dinasihati Umar, atau Qur'an bagi sunni ditambahi 112 bismillah di setiap suratnya dan lain-lain perbedaan yang kalau dilihat dari kacamata syi’ah maka jelas salah. Akan tetapi semua itu tidak bisa dijadikan ukuran keadilan bagi sunni. Jadi, cukuplah untuk menilai sunni itu adil, adalah kalau mereka tidak melakukan dosa. Tetapi, sekali lagi, hal ini tidak cukup untuk jadi imam shalat jama’ah karena syarat lainnya adalah harus syi’ah.

Wassalam.


Yulis Sutisna: Sebagian besar Sunni tentang kekafiran Abu Thalib. Apakah itu bisa gugurnya keadilan imam shalat? Bagaimana kalau imam shalat itu tidak tahu tentang urusan iman-tidaknya Abu Thalib? Apakah Syi’ah cukup memercayakan keadilannya berdasarkan penilaian masyarakat Sunni saja sehingga shalat kita sudah memenuhi pada fatwa Rahbar tersebut?


Sinar Agama: Adil itu tidak melakukan dosa. Kalau meyakini Abu Thalib ra sebagai bukan muslim akan tetapi karena sesuai dengan berita dan riwayat shahih di jalur mereka (Sunni), maka mereka tidka menjadi berdosa karenanya dank arena itu pula maka mereka tidak menjadi tidak adil karenanya. Tapi untuk benar-benar dikatakan adil, maka benar-benar mesti meninggalkan dosa besar dan kecil.

Chi Sakuradandelion, Yosep Kurnia Pratama, Salman Parsi dan 6 lainnya menyukai ini. 

18 November 2013 pukul 16:10 · Suka



اللَّهُمَّ صَلِّ عَلَى مُحَمَّدٍ وآلِ مُحَمَّدٍ وعَجِّلْ فَرَجَهُمْ



Tidak ada komentar:

Posting Komentar