https://www.facebook.com/notes/sang-pencinta/memetik-pelajaran-dari-majelis-tafsir-al- quran-oleh-ayatullah-al-uzhma-jawadi-am/790008471049061
Hendy Laisa: Majelis Tafsir Al-Qur’an oleh Ayatullah Al Uzhma Jawadi Amuli yang berlangsung di Masjid A’dzham kota suci Qom Republik Islam Iran dihadiri seribuan lebih pelajar agama dan masyarakat umum. Berkenaan dengan perilaku kaum musyrikin yang menyembah berhala, Ayatullah Jawadi Amuli menjelaskan, “Barang siapa yang menyembah berhala ibarat tidak memiliki mata dan telinga, sementara di hadapan mereka terdapat kitab yang memiliki kandungan pelajaran dan ilmu yang sangat tinggi atau di sekeliling mereka dengan mudah dapat ditemui orang-orang yang mampu menjelaskan kepada mereka mengenai agama ini. Itu karena mereka tidak memanfaatkan mata dan telinga mereka untuk mencari dan menemukan kebenaran, yang kaki dan tanganpun memberi kesaksian atasnya.”
Ulama mufassir yang menghasilkan karya tafsir “At Tasnim” yang sudah mencapai 30 jilid sementara yang ditafsir masih sampai surah Al ‘Araf tersebut melanjutkan, “Kezaliman terbesar yang dilakukan seorang manusia, adalah zalim terhadap dirinya sendiri. Dan kezaliman terhadap diri sendiri yang terbesar adalah menjebakkan diri pada perilaku kesyirikan dan setia terhadap keyakinan-keyakinan yang batil, sementara saat ini telah tersedia banyak cara untuk mengetahui hakekatnya.”
“Setiap manusia harus senantiasa memanjatkan do’a-do’a untuk menjadi manusia yang layak dan bermanfaat dalam kehidupan masyarakat. Kehadiranmanusia yang seperti ini akan menjadi penyebab terciptanya tatanan kehidupan masyarakat yang tentram yang mengajak masyarakat kepada perilaku dan amal-amal yang saleh. Masyarakat akan mencari dan meneledani pemimpin dari mereka yang memiliki kepribadian dan akhlak yang baik.” Ujar beliau.
Dalam lanjutan penyampaiannya, Ayatullah Jawadi Amuli mengatakan, “Kita berusaha sekuatnya untuk menjadi ahli syukur atas nikmat-nikmat yang dikaruniakanNya, dan diantara nikmat terbesar yang Allah berikan adalah menghadirkan ditengah-tengah kita orang yang dikaruniai kemampuan untuk memimpin dan menghidayahi kita.”(ABNA) — bersama Meyo Yogurt, Nazriel Adam Ygselalucyangkkakninna, Muhammad Wahid, dan17 lainnya.
Sinar Agama: Salam dan terimakasih tag-annya:
Dari balik awan tempat tinggalku, kebetulan sinyal radio lagi bagus hingga sayapun sempat mendengarkan pelajaran akhlak beliau hf yang biasa disampaikan pada penutupan pelajaran Bahtsu al-Khaarij Fiqh, manakala sudah di akhir minggu pelajaran, yaitu hari Rabo (karena Kamis dan Jum’atnya libur) yang bisa tangkap di seluruh dunia di alamat:www.eShia.ir
Setiap akhir pekan pelajaran Bhtsul a-Khaarij Fiqh itu, pelajaran Fiqihnya ditutup lebih cepat dari biasanya yang sekitar 50-60 menit itu, menjadi hanya sekitar 35 menit. Di menit-menit akhir itu, selalu memberikan pelajaran akhlak untuk para pelajar kelas paling tinggi di hauzah tersebut (bahtsu al-khaarij). Nah, hari Rabo kemarin ini, yaitu tanggal 7-1-2015, kami dari balik awan kegelapan dan kehinaan, sempat mengikutinya melalui gelombang internet itu. Isinya sungguh mengingatkan pada kecongkakan buku SMS manakala mengatakan:
Halaman 353 :”Apakah Nabi Saw mewariskan sistem atau format tertentu tentang kepemimpinan? ada dua jawaban, ya dan tidak. Ya bila yang dimaksudadalah sistem kepemimpinan keagamaan. Tidak, bila yang dimaksud adalah sistem kepemimpinan sosial kenegaraan...”
Memang beliau hf tidak sedang membahas buku yang menyesatkan itu, akan tetapi ada topiknya yang bersentuhan dengan kecongkakan buku tersebut. Btw, beliau hf sedang mengajar akhlak bagi para santri kelas tinggi yang, biasanya keadilan, yakni tidak berdosa, sudah menjadi kebiasan teringan mereka. Tapi coba perhatikan apa yang diajarkan untuk para murid yang secara umum sudah tidak melakukan dosa itu.
Ringkasan pelajaran akhlaknya yang disampaikan dalam waktu sekitar 10-15 menit itu, kurang lebih seperti ini (kurang lebih karena hanya yang saya ingat saja setelah melihat tag-an di atas dan saya akan menyebutkannya dalam bentuk poin-poin yang saya susun sendiri dimana tidak persis dalam susunan kata penjelasan beliau hf akan tapi sama dalam maksud bahasannya):
Ada beberapa hal yang pelu kita perhatikan dalam penyataan agama supaya kita tidak membuang waktu dengan hanya menumpuk ilmu seperti sekarangini (Bahtsul al-khaarij fiqih. Ingat, ilmu ini sudah paling tinggi ilmu ijtihad dan yang belajar di dalamnya sudah tergolong lebih utama dari jihad dengan pedang karena sudah bisa digolongkan ke dalam tatara ulama kalau sudah lama di dalamnya. Akan tetapi kalau hanya di sini saja, maka dianggap sebagaitelah membuang umur. Yakni membuang umur untuk tingkat berikutnya).
Pertama, Tuhan mengatakan: “Hari ini telah Kulengkapkan untuk kalian agama kalian (ini yang mengingatkanku pada kecongkakan buku sms itu, congkak lantaran menentang isi ayat yang muhkamaat ini dan disepakati semua muslimin sepanjang sejarahnya) dan telah Kusempurnakan nikmatKu (agamaKu, sa).”
Ke dua, Tuhan mengatakan: “Sesungguhnya engkau (Muhammad) berada pada akhlak yang agung.”
Ke tiga, Tuhan mengatakan: “Sesungguhnya di dalam diri Rasulullaah itu, terdapat contoh yang baik.” (saya sebenarnya ragu dalam penyebutan ayat ini, akan tetapi seiring dengan maksud pengajaran beliau hf, karena itu, saya sebutkan saja dan kalau tidak beliau hf sebut kala itu, maka bisa terhitung sebagai pelengkap, bwt).
Ke empat, Nabi saww bersabda: “Aku diutus untuk menyempurnakan akhlak (ingat, akhlak ini adalah yang meliputi lahir batin, seperti keimanan,keikhlashan, kecintaan, fikih, jihad, politik, dan semua aspek keIslaman, bukan akhlak yang dijadikan salah satu bagian dari pelajaran Islam yang bertentangga dengan ilmu akidah, fikih ...dan seterusnya..sebagaimana maklum dan sudah sering dijelaskan).”
Ke lima, Nabi saww bersabda: “Aku telah diberi semua Kalim.”
Ke enam, Nabi saww bersabda: “Aku diutus dengan semua Kalim.”
Ke tujuh, Nabi saww bersabda:
ان لربكم في ايام دهركم نفحات اال فتعرضوا لها وال تعرضوا
“Sesungguhnya untuk Tuhan kalian, di hari-hari kalian, terdapat nafahaat (angin: bau harum; pemberian). Karena itu, sambutlah dan jangan berpaling!”
Ke delapan, Nabi saww bersabda bahwa belaiu saww sudah mengajar semuanya kepada imam Ali as (Dan Ahlulbait as tentunya. Kalau boleh kusisipkan tentang QS: 33:33 yang menyatakan bahwa Ahlulbait as itu Makshum secara ilmu dan amal. Hal ini perlu ditambahkan supaya lebih lengkap mengingat yang ditekankan beliau hf adalah pengamalan sebagaimana yang akan diteruskan dalam penjelasan beliau hf, sa).
Di atas itu, ada dua masalah yang harus dibedakan:
Pertama, Islam sudah lengkap, Nabi saww paling hebat, memiliki segala seluruh Kalim (Apa saja yang memiliki makna di baliknya sekalipun benda dan bukan hanya kata. Karena benda juga memiliki kandungan di baliknya hingga karena itu alam ini juga disebut dengan Kalaamullaah, sa), Nabi saww telah mengajari dan memberikan semuanya kepada Ahlulbait as.
Ke dua, Nabi saww diutus untuk membawa kita kepada ketinggian akhlak kemanusiaan (akhidah, fikih, adab ...dan seterusnya), diutus untuk dicontoh, diutus dengan seluruh Kalim, Ahlulbait as sebagai imam (tentu vertikal dan horisontal, ss).
Dua masalah di atas itu, sangat beda tujuannya. Kalau yang pertama menceritakan fadhilah Nabi saww dan Ahlulbait as, akan tetapi yang ke dua menerangkan misi mereka as dan filsafat diturunkannya mereka as kepada kita manusia.
Tujuan mereka as bukan hanya untuk diketahui dan dipuja. Kesempurnaan mereka as milik mereka as dan tidak ada hubungannya dengan kita. Kita ini mau apa? Apakah hanya mau menumpuk ilmu tentang mereka as dan memuja mereka as??
Tujuan mereka as itu, adalah untuk membawa kita semua kepada ketinggian derajat. Artinya, kita harus mencontoh apa-apa yang dilakukan mereka as, bukan hanya belajar mengetahuinya dan menceritakannya serta memujanya. Memangnya kesempurnaan mereka as itu, adalah kesempurnaan kita danakan menjadi milik kita dengan hanya mencukupkan dengan pengetahuan dan penyanjungan?
Tiap hari Tuhan menyebar nafahaat, bau harum dan inayah serta pemberian. Karena itu, kalau kita tidak menyambut dan mengambilnya hingga menjadimanusia yang aplikatif, maka sungguh belajar ilmu ini akan sia-sia belaka. Dan untuk ketersia-siaannya, tidak perlu dengan ayat dan riwayat. Karena akal gamblang telah mengatahuinya dengan sempurna (Maksudnya seperti yang sudah sering dijelaskan bahwa mengetahui baiknya makanan bervitamin dan buruknya racun, tapi tidak makan vitamin dan makan racun, sama dengan tidak mengetahuinya. Begitu pula ketika mengetahui ketinggian derajat Makshumin as yang diutus untuk menarik kita, akan tetapi kita tidak mentertarikkan diri ke tingkat yang lebih tinggi sebagai hamba, yaitu tingkat kehancuran dan fanaa’, dengan segala aplikatifnya dan hanya mencukupkan di menumpuk ilmu dan pujaan, maka sama dengan tidak mengatahuinya dan tidak memujanya, sa).
Catatan: Semoga kalaulah pahaman saya di atas itu tidak bisa dikatakan benar, setidaknya tidak terlalu jauh. Saya sih yakin benar, akan tetapi apalah arti keyakinan itu di mata hakikat. Karena hakikat, tetap hakikat. Kalau yakin kita sesuai dengan hakikatnya, maka dia adalah benar dan kalau tidak, maka sebaliknya. Amin. Wassalam.
Meyo Yogurt: Ijin berpendapat ustadz. Kalau kutipan Anda dari kata pengantar pak Muhsin Labib itu maka yang dimaksud dengan “ sistem kepemimpinan sosial kenegaraan “ adalah sistem kepemimpinan yang tidak didasarkan agama sepenuhnya atau sistem khilafah versi Sunni, dimana banyak keputusannya hasil pemikiran khalifah yang bersangkutan. Bahkan penulis mengkritik habis habisan “sistem kepemimpinan sosial kenegaraan “pada Abu Bakar, Umar dan Utsman setelah menulis pernyataan tersebut. Hal ini tidak menafikan hak para Imam untuk menjalankan kepemimpinan sosial kenegaraan atau fungsi horizontal. Beliau menulis pada kata pengantar tersebut “ Dalam kenyataan historisnya, khilafah diterapkan sebagai kepemimpinan horisontal dan imamah diterapkan sebagai kepemimpinan vertikal.” beliau menulis “dalam kenyataan historis” bukan “kenyataan ideal”, karena banyak Imam as. tidak menjadi kepala negara namun itu tidak menghilangkan keabsahannya sebagai Imam.
Sinar Agama: Meyo, sepertinya antum belum menyentuhi isi buku. Buku itu menjelaskan tentang Syi’ah dan agama, bukan historis. Historis itu hanyasebagai retorikanya saja. Lagi pula historis itu bukan hanya dijadikan alasan untuk mengkritiki Sunni, tapi bahkan menjadi hantaman bagi Syi’ah. Artinya, dari historis itu penulis ingin menetapkan bahwa agama memang tidak mengajarkan kepemimpinan horisontal. Kalau antum baca buku, maka bacasampai ke akhirnya. Sudah saya katakan bahwa kadang nukilannya benar, akan tetapi justru dihantamnya.
Sinar Agama: Kasarnya, bagi penulis PEMERINTAHAN YANG IDEAL YANG DIPIMPIN MAKSHUMIN AS ITU, BUKAN KEWAJIBAN DAN AJARAN SYI’AH, KARENA SYI’AH BAGI MEREKA TIDAK MEWAJIBKAN PENGHORISONTALAN IMAMAH KARENA IMAM HANYA VERTIKAL ALIAS PEMIMPIN AGAMA SEKALIPUN BISA HORISONTAL DAN IDEAL.
Meyo Yogurt: Saya memang baru baca kata pengantar yang pertama tama kali dibahas itu Ustadz.
Sinar Agama: Meyo, saya tidak menyuruh berhenti diskusi, tapi akan lebih baik buat kita semua terkhusus saya yang memiliki seambrek pertanyaan ini,untuk menuntaskan dulu bacaan antum baru membuat penilaian dan komentar. Btw, saya tidak melarang, tapi hanya menganjurkan supaya tidak perlu menjawab yang kurang perlu dan menjawab yang lebih perlu. Ingat, relekskan dada antum dan tetaplah membebaskan diri untuk diskusi seperti selama ini. afwan.
Kiki Overloadpro: Sinar, afwan, antum tetep ga menyelesaikan pertanyaan yang ditanya, yang argumentasi ana juga ga antum selesaikan, antum cumaberkilah bahwa orang lain yang ga sependapat dengan antum dikarenakan belum menyentuh buku itu, justru ana bisa argumentasi karena sudah mendalami kajian isi buku itu sebelum buku itu terbit dari penulis langsung, dan epistemologi yang digunakan pun ana memhaminya, tapi antum terjebak dengan teks dan pemahaman antum yang menganggap orang lain pengetahuannya antum tetapkan di bawah antum, di status angelia jawaban- jawabanantum banyak kontradiksi dengan realita dan antum seolah-olah malah tidak memperhatikan jawaban-jawaban lawan dialog, menurut ana itu kurang dari segi ahlak, padahal ahlak adalah cermin keilmuan seseorang.
Meyo Yogurt: Ini saya kutip dari kata pengantar yang pertama kali dibahas rame-rame : “ Syi’ah meyakini bahwa Rasulullah Saw mempersiapkan Alisebagai pemimpin spiritual (agama) dan sekaligus struktural (politik).” kalimat ini sudah cukup jelas menunjukkan pak Muhsin Labib menyatakan bahwa menurut Syi’ah para Imam memang meliputi horizontal.
Sinar Agama: Meyo, jangan jadi orang mengasihani napa? Disuruh baca terus kok, malah bersikeras. Denny Priyanto @Meyo : kalau menurut Syi’ahnya buku SMS lain lagi meyo.... baca dulu semuanya.
Meyo Yogurt: Saya tidak punya bukunya, belum ada uangnya untuk beli hehe
Denny Priyanto: Aku juga dapetnya gratisan kok meyo....
Sinar Agama: Ya Allah Meyo, sampai ada rasa kecewa di hati ini karena melihat antum semacam tidak seteliti biasanya sampai-sampai dimanfaatkan orang dengan tidak benar. Rupanya antum belum punya bukunya. Semoga antum selalu dalam lindunganNya, amin.
Meyo Yogurt: Saya sudah membaca buku Syi’ah menurut Syi’ah. Kalau kita lihat dari belakang buku itu maka tujuan buku ini adalah membela Syi’ah darituduhan-tuduhan, berarti target utamanya menurut saya adalah pembaca ahlusunnah karena pembaca Syi’ah mungkin sudah familiar dengan isinya. Lalu di akhir buku ada bagian epilog yang isinya persis dengan kata pengantar yang “dibocorkan” penulis buku ini di facebook dan menimbulkan pro kontra.Tanggapan saya masih tetap sama dengan sebelum membaca buku yang berharga Rp.75000,- ini (tanpa diskon 15 persen).
Meyo Yogurt: Pengertian khilafah dan imamah yang disusun dalam sebuah tabel adalah khilafah dalam definisi ahlusunnah dan imamah dalam definisiSyi’ah dimana itu semua ditinjau secara historis. Sebab dari segi kemampuan dan kewenangan, imamah meliputi fungsi horizontal juga. Ini terbukti dengan adanya kalimat di halaman 350 “Syi’ah meyakini. bahwa Rasulullah telah mempersiapkan Ali sebagai pemimpin spiritual (agama) dan sekaligus struktural (politik).” artinya imamah sebenarnya pun meliputi fungsi horizontal juga (fungsi politik /struktural) sebagaimana yang sering jadi bahan debat Sunni Syi’ah. Lalu tentang Nabi yang dikatakan tidak mewariskan sistem kepemimpinan sosial kenegaraan itu maksudnya sistem kepemimpinan sosial kenegaraan ala khalifah Sunni, dimana ada inovasi dalam proses mendapatkan baiat publik, inovasi dalam sistem pemerintahan seperti di jaman Umar dimana dibangun pusat-pusat administrasi meniru sistem daerah taklukan, dimana itu semua inovasi mereka sendiri bukan instruksi dari Nabi saw.
Jadi maksud penulis dalam membuat epilog yang ditaruh di ujung buku ini (mungkin karena takut menyesatkan ditaruh di ujung buku) adalah : kaum Syi’ah harus ingat bahwa meskipun hak-hak ahlulbait dalam fungsi horizontalnya diambil alih oleh orang lain, peran imamah mereka tetap diakui meskipun sebatas tempat konsultasi hukum saja, bukan pengambil keputusan tertinggi. Kaum Sunni pun harus ingat mengenai kepemimpinan spiritualImam Ali dan ahlulbait, yang ujung-ujungnya kedua pihak tidak perlu menghabiskan waktu untuk debat soal perebutan kekuasaan di saqifah dan saling memahami.
Meyo Yogurt: Kalau mengenai Tuhan itu mutlak dan suci sedangkan manusia itu relatif dan tidak suci, maka dari berbagai pembahasan di buku makasangat jelas diketahui bahwa Rasul (yang mewakili para Makshumin) adalah perkecualian dari manusia yang dimaksud. Namun karena ini filsafat maka saya angkat tangan untuk membahas lebih lanjut, namun menurut saya pembahasannya juga tidak terlalu “wow” , biasa biasa saja.
Lalu mengenai sistem republik islam Iran dimana Islam adalah sifat yang diprediksikan atas republik sebagai substansi bukannya Islam sebagai substansidan republik sebagai predikat, saya kira itu betul. Maksudnya kan undang undang negara Iran disarikan (melalui penafsiran dari teks suci Al Qur’an dan sunnah. Sebab kalau umpama sistem republik islam Iran ini substansinya Islam, maka kaum Sunni yang menganggap sistem yang benar itu hanya ala khulafa’ur rasyidin (AUUA) dikatakan menolak Islam. Atau kaum Syi’ah sendiri yang menolak keabsahan sistem wilayatul fakih sama dengan menolak Islam juga. Tapi kalau dikatakan sistem Republik Islam Iran ini substansinya madzhab Islam Syi’ah imamiyah , menurut saya lebih tepat.
Meyo Yogurt: Lalu mengenai kalimat “Sebagai warga negara Indonesia ketaatan kepada Wali Faqih (bukan rahbar) - yang saat ini sebagian besar dipegang oleh Ali Khameini -- adalah sebatas ketaatan dalam hal fikih atau ibadah bukan ketaatan politis tentunya. “ itu maksudnya dalam pengaplikasian kehidupan Islam Syi’ah di Indonesia , dimana tidak sepertii di Iran yang bersistem wilayatul faqih, segala sesuatu ada fatwanya, ada sarana taqlidnya, ada kontrol dari ulamanya. Di Indonesia sarana taqlid (dimana Rahbar atau marja sendiri turut bertanggung jawab terhadap sarana tersebut) setahu saya belum ada, kecuali mungkin dalam penerjemahan buku Ajwibah al-Istifta’at, kalau kita mengikuti kata pengantarnnya bahwa kantor urusan fatwa Imam Khomeini turut bertanggung jawab akan buku tersebut. Lembaga yang bisa mengontrol apa seseorang masih layak dikatakan ulama atau tidak juga tidak ada. Mencari orang yang diijazah adil susah. Kantor urusan Fatwa Perwakilan Rahbar juga tidak ada, padahal fatwa tentu berkaitan dari kondisi sosial fatwa itu diterapkan. Karena itu bagi saya yang masih belum jelas tasayunya ini, taqlid saya pada Rahbar sebatas urusan-urusan ibadah mahdoh, urusanmuamalah yang umum umum saja yang bisa terjangkau. Kalau taqlid secara penuh, tidak bisa.
Meyo Yogurt: Saya mohon maaf kalau opini saya mengenai buku ini seolah olah tidak membaca detail penjelasan ustadz SA namun kalaupun bagian-bagian itu salah atau sesat, sebagian besar isi buku ini sangat bagus dalam menjawab tuduhan tuduhan terhadap Syi’ah, sesuai tujuan penulisannya. Bagi saya ada banyak hal baru yang tidak saya dapatkan dari buku-buku sebelumnya. Dan buku ini ada sambutan dari Menteri Agama Republik Indonesia pula. Harusnya kita gembira dengan terbitnya buku ini. Kalaupun isinya ada yang sesat maka tidak masalah untuk menjelaskan yang benarnya ke pembacanya. Kenyataannya kan teman teman Syi’ah yang menghabiskan berjam jam untuk menjelaskan pada wahabi mengenai ayat ayat Al Qur’an saja bisa, apalagi kalau hanya menjelaskan untuk buku ini. Tapi kalau buku ini langsung dianggap sebagai petaka, maka solusi lainnya apa?
Terima kasih untuk yang sudah baca seluruh opini meyo yogurt terhadap buku “Syi’ah menurut Syi’ah” dari ABI.
Usman Soekarno: Arsal Alhabsyi, Saya kira, sebagai karya manusia, wajar kalau terdapat kekeliruan dalam sebuah buku. Makanya di setiap buku (karya cipta/susun manusia) selalu disertai permintaan tegur sapa membangun untuk penyempurnaannya. Barangkali tegur sapa yang tulus menjadi lebih bermanfaat jika disalurkan dalam forum yang relevan untuk itu. Ketimbang diumbar dalam forum terbuka yang hanya mengusamkan hati dan fikiran.
Baca juga Artikel sebelumnya, dan beikutnya...
==================================
Tidak ada komentar:
Posting Komentar