Kamis, 28 November 2019

Kemarjaan Konsultatif (1)

1. Kemarjaan Konsultatif (1)

https://m.facebook.com/notes/abil-ghifari/kemarjaan-yang-hanya-bersifat-konsultatif-1/750241311725945/?refid=21


Anggelia Sulqani Zahra: Salam ustadz Sinar Agama, terima kasih atas penjelasan pertanyaan sebelumnya... Ustadz sebagaimana telah ustadz singgung dalam pertanyaan sebelumnya tentang marja dalam buku tersebut “mohon penjelasan dan uraiannya tentang hal ini “Kemarjaan dalam Syi’ah di Indonesia yang mengikuti marja di luar negeri bersifat konsultatif, tidak mengikat dan tidak mesti diikuti. Sama halnya dengan kemantapan seseorang dengan seorang kiai dalam tradisi NU atau lebih jauh sebagaimana yang terjadi antara warga Indonesia pengikut para syaikh di Al-Azhar (Mesir), syaikh Yusuf Qardhawi (Qatar), Syaikh Al- Buthi (Suriah), Syaikh Utsaimin (Saudi), Al-Albani (Yordania) dan lainnya. Produknya disebut fatwa. Ia bersifat umum dan berkenaan dengan masalah-masalah fiqih/hukum saja. Seperti wajib, sunnah, makruh, mubah dan haram atau sah dan batal, suci dan najisnya sesuatu dan sama sekali tidak berkaitan dengan persoalan aqidah. Semua persoalan yang difatwakan oleh seorang marja’ bersifat umum dan ijtihadiyyat, bukan persoalan yang qadh’iyyat, awwaliyyat, dan muhkamat dalam al-quran dan sunnah. Misalnya keharaman zina tidak memerlukan fatwa karena sudah jelas. Fatwa hanya berlaku bagi persoalan yang tidak diketahui oleh seorang muqallid. Hal.37 dan 337.

Sang Pencinta: Ikut berduka banget. Masalah taqlid sudah sangat terang benderang di setiap awal bab risalah amaliyah marja yang mulia. Mengapa jadi seperti ini?

Irsan Fadlullah Al Hajj:

Sinar Agama...
Sang Pecinta
Ust Hasan Tono
Ust Hasan Abu Ammar

Kalau mereka ini adalah 1 person....
Tunjukkan dirimu dengan terang benderang
Kalau pinter dan ber ilmu
Koq berada dalam tabir????
Para marja aza jelas wajahnya
.........

Enak tinggal di Iran
Hidup terjamin

Ingat .... di dalam darah antum mengalir amanah ummat... khususnya Syi’ah Indonesia lewat khumus....

Hendy Laisa: Irsan Fadlullah Al Hajj >sabar...pasti pulang kok, setelah selesai pelajarannya.

Sang Pencinta: Pak Irsan, kalau saya salah dalam berdalil, menulis dan katakanlah saya mengada-ada, antum bisa unjukkan salahnya dimana.

Syamhudi: Taqlid hanya diperuntukkan bagi orang awam..

Satria Pmlg: Pa Irsan,,,, bijaklah jadi orang,,, antum itu jangan berkata sekehendak hati njenengan,, hargai hormati privasi orang,,,, segala sesuatu pasti ada sebabnya,, dan segala tindakan pasti ada alasanya,,,, afwan hanya mngingatkan saja,,, akhiy.

Satria Pmlg: Orang Jawa bilang olih ngono mung ojo ngono,,, boleh begitu cuman jangan keterlaluan,,,, karena semuan sikon pasti punya sebab musabab dan punya alasan,,

Bande Husein Kalisatti: Terus kitab Risalah amliah yang dikelurkan para marja buat apa dong..??????

Bande Husein Kalisatti: Marja hanya berfungsi sebagai konsultan.....???

Sang Pencinta: Menetes air mataku membaca ‘marja itu sifatnya konsultatif saja’, sungguh, demi Tuhan. Mengapa oh mengapa. Ya Rahbar maafkan kami, maafkan kami. Maafkan..

Razai Razak: Salam.

Teguh Bin Suhedi: Saya kira ahsan tanya langsung di wallnya ustadz Muhsin Labib... kan ini bedah buku ala fb...

Sang Pencinta: Teguh, untuk potongan kalimat ini dapat dipahami (oleh siapa saja yang telah tuntas pemahaman akan urgensi fikih, taqlid dan marjaiyyah) di mana letak kesalahan fatalnya Nanti akan saya tukil fatwa terkait hal ini.

Meyo Yogurt: Salam.

Zahra Syuhada: Salam.. menyimak.

Azmy Alatas: Setahu saya jika anda sudah bermarja’ tidak bisa seenaknya hati mengambil hukum dari marja’ lain, kecuali dalam kasus tersebut secara hukum dibolehkan oleh marja’ yang bersangkutan.

Teks dalam buku di atas sama sekali tak terkait dengan masalah kemarjaan. Tapi dalam konteks pembahasan yang situasinya sangat Indonesia ini.

Bagaimana orang Syi’ah memandang marja? Berangkat dari pertanyaan itulah maka muncul teks dalam bukub tsb, itu dugaan saya.

Hendy Laisa: Dugaan ya..hhmm.

Azmy Alatas: Yang saya tangkap...boleh kan, katanya bedah buku?!

Azmy Alatas: Mungkin ada yang gagal paham atau memang gak pernah tahu lapangan karena cuma hidup di menara gading dan dunia maya dan seberang.

Begini pak, ini pandangan saya!

Anda pikir Syi’ah Irak, India, Pakistan, Qathif, dan Syi’ah Iran sama? Terlalu banyak bedanya. Apa yang beda? Karakteristik, tradisi dan beberapa pola pengetahuan yang berkembang.

Syi’ah di Indonesia dalam konsepsi keseluruhan sama, yakni dengan konsep Syi’ah 12 imam. Lantas apa bedanya?

1. Pilihan politik dan sikap politik kemungkinan beda.

2. Tradisi dan budaya bisa jadi beda.

3. Situasi kondisi sosial jelas berbeda.

Artinya, sepahaman saya di Indonesia menggunakan konsep yang sama bahwa bermarja adalah wajib dan ketaqlidannya mutlak. Begitu pula pandangan di dalam buku SMS, hanya saja ketika muncul tuduhan ekspor revolusi, dan Syi’ah masuk dalam radar pemusnahan karena informannya berasal dari musuh-musuh, maka fitnah yang berkembang adalah bahwa orang-orang Syi’ah taat mutlaq pada keseluruhan aspek termasuk aspek politik, budaya, ekonomi, sains dan sebagainya, yang artinya para penganut Syi’ah sama seperti agen-agen import lainnya yang dikirim untuk meruntuhkan NKRI.

Yang artinya Indonesia dengan segala aturannya tak akan lagi ditaati, dan sistem perundangan di Indonesia juga cuma jadi sampah di mata pengikut Syi’ah.

Anda itu gagal paham karena guru anda juga kelamaan di negeri seberang, buku SMS menjawab, “apakah yang dituduhkan para informan memang betul demikian?”

Dijawab, bahwa karakteristik Syi’ah di Indonesia ini masih sekedar menjadikan marja sebagai rujukan dan tempat konsultatif.

Makanya kalau membahas pake konteks, jangan cuma teks!

Hehehehe...afwan ya kalau ada bahasa yang agak kurang enak.... cuma biar rada anget aja...hehe..

Merindu Surga: Nyimak ah, sambil ngupi.

Zein Azzaki: Okeh-okeh nambah lagi nih tontonan..

Setelah sebelumnya disuguhi siaran Syi’ah takfiri, anti WF sekarang tambah tontonan baru, kermarjaan hanya bersifat konsultatif..

Sang Pencinta: Azmi, gampang saja, permintaanku sederhana saja, coba tukil 1. Fatwa itu tidak mengikat dan tidak mesti diikuti. 2. Fatwa itu tidak mencakup urusan sosbud dan lain-lain. Kalau sekiranya mampu, monggo ditukil.

Mufida Rahma Laila: wiewww

Abdul Malik: Stok buku Syi’ah Menurut Syi’ah hampir habis terjual. Menunggu cetakan selanjutnya. Info pemesanan: 0878-2311-4748 (sms/whatsApp)

Abdul Malik: Buku tersebut juga dapat dibeli di toko buku Gramedia.

Azmy Alatas: Sang Pencinta, 1 hal, tidak ada sama sekali perbedaan dalam memandang marjaiyah, yakni wajib bagi kita mengikuti marja. Mengikat dan wajib ditaati. Dan saya punya pemahaman tersebut juga dari ustadz-ustadz abi dan yayasan. Saya punya pandangan demikian. Clear? Sekarang kembali ke teks, dengan pahaman yang kita punya soal marja adalah sama, kenapa ketika membaca buku tersebut kita punya pendapat yang beda? Aneh...

Sang Pencinta: Azmy, kalau antum sepakat sama saya dan konsisten dengan ini, maka ini menunjukkan kandungan buku itu ada yang salah dan salahnya tidak bisa ditoleransi.

Azmy Alatas: Belum tentu, sebab anda hanya menukil sepotong kalimat-kalimat. Jika anda sudah baca keseluruhan isi buku, kok ga ada masalah ya. Dan kenapa saya dan anda punya masalah yang beda?

Abdul Malik: Sang Pencinta, anda akan terlihat bijak kalau menyampaikan itu semua ke penulis buku, bukan hanya posting sana-sini....

Azmy Alatas: Yang saya baca hal.34-41, bukan cm hal.37, itu yang menyebabkan pemahaman anda dan saya berbeda mba/mas Sang Pencinta.

Sinar Agama: Salam dan terimakasih pertanyaannya:

1- Sepertinya pembagian kepada Qath’iyyah dan Zhanniyyah itu, biasanya hanya dalam membagi dalil hukum atau jalan menuju hukum yang, biasa disebut dengan Thariiqu al-Hukmi, bukan pada hukum seperti yang diterangkan di buku itu.

Qath’ii adalah yang sanadnya meyakinkan seratus persen, yakni Qur an. Sedang Zhannii adalah yang sandarannya belum tentu benar seperti hadits. Qur an disebut dengan Qath’ii/pasti dari sisi periwayatannya, akan tetapi dari sisi maknanya, disebut dengan Zhannii.
Sedang riwayat, sekalipun dikatakan Zhanni, tapi maknanya disebut dengan Qath’ii.

Kalau tentang kepastian hukum seperti haramnya zina, seperti yang dicontohkan di buku itu, mungkin biasa dipakai dengan istilah Hukum-waaqi’ii (hukum yang nyata, bukan qath’ii) dan, biasa juga disebut dengan dharurat/badihi (mudah dipahami dan merupakan identitas Islam). Sedang yang tidak sejelas haramnya zina itu, atau wajibnya shalat dan semacamnya, disebut dengan Hukum-Zhaahiri, yakni hukum secara lahiriahnya (dan perkiraan yang kuat dan mendekati yakin).

2- Buku itu juga telah salah mencontohkan hukum Wadh’ii pada halaman 38-nya. Karena mencontohkan dengan cara-cara nikah. Padahal yang wadh’ii itu seperti hukum syah atau tidak syahnya nikahnya, bukan tata cara nikah yang merupakan hukum takliifii secara nyata dan jelas. Karena dalam cara-cara nikah, jelas diwajibkan begini dan betitu, diharamkan begini dan begitu...dan seterusnya.

3- Yang tidak perlu taklid/taqlid itu, sebagaimana di semua kata fatwa marja’ dijelaskan, hanyalah dalam hal-hal yang dharurat, yakni mudah diketahui muslimin dan merupakan identitas/ciri Islam yang gamblang, seperti wajibnya shalat, puasa, haji .... dan seterusnya.

Akan tetapi, dalam rincian-rincian shalat dan semacamnya dan dalam hukum-hukum lainnya yang tidak mudah diketahui, maka yang bukan mujtahid disebut sebagai awam (sekalipun seorang doktor atau profesor di bidang selain fikih dan ushulfikih) dan wajib taqlid.

4- Teman-teman kadang perlu mengerti bahwa yang dimaksudkan wajib taqlid bagi orang awam, adalah orang yang tidak sampai pada tingkatan ijtihad dan/atau ihtiyaath. Ijtihad adalah yang mampu menyimpulkan fikih dari sumbernya langsung, yaitu Qur an, Hadits, Akal dan Ijmaa’.
Sedang ihtiyaath adalah belum sampai kepada ijtihad akan tetapi, dapat mengetahui tempat-tempat ihtiyaath hingga ia bisa melakukan dan mengamalkan yang ihtiyaath (hati-hati) itu, tanpa mesti bertaqlid pada marja’. Jadi, yang bukan mujtahid dan muhtaath, wajib taqlid.

5- Saking wajibnya taqlid ini, hingga bagi siapa saja yang beramal tidak dengan berdasarkan fatwa marja’ yang syah, maka semua amalnya menjadi batal dan wajib diqadhaa’. Tentu masih ada rinciannya dan sudah diterangkan sebelumnya.

6- Saya dulu sering bertanya-tanya dalam hati, mengapa di jaman setelah wafatnya Nabi saww shahabat dan shahabat melakukan peperangan diantara mereka dan jatuh korban puluhan ribu. Apakah masalahnya kurang jelas? Tanyaku dalam hati.

Akan tetapi, dalam kehidupan kita saja, juga demikian. Banyak hal yang sudah jelas, dibuatnya kabur. Saya merabanya dalam beberapa sebab seperti, kecenderungan politik atau ada kecenderungan sok tahu dan merasa lebih tahu dari marja’nya. Dan yang ke dua ini, tidak sedikit orang termakan. Karena itu, selalu berdalil dengan keIndonesiaannya, lalu menampik marja’. Demi Allah swt, kecenderungan seperti ini, sudah tercium puluhan tahun yang lalu. Tapi karena belum punya sarana, maka tersembunyi dalam hati. Barulah setelah adanya sarana, maka tumpah ruahlah apa-apa yang ada di dalam hatinya tanpa merasa malu sedikitpun, apalagi takut di pengadilan akhirat.

7- Bayangin, pembahasan berdalil, diganti dengan dugaan. Buku di depan mata, eh...malah membuat rabaan. Bayangin, hanya dengan merasa lebih tahu Indonesia saja, dan apalagi hanya tahu bahwa budayanya berbeda saja, sudah menampik taqlid. Ini kan tajarri (berani) dalam menentang kebenaran agama. Dan merasa lebih pintar dari mujtahid dan marja’ hingga dikiranya, marja’ akan memfatwai politik yang beda, dengan hukum yang sama rata. 

8- Saya sudah cukup memberikan pandangan seperlunya, semoga saja saya sudah melakukan taklif yang semestinya, amin. Wassalam.

Abdul Malik: Anda akan lebih bijak jika mendiskusikan itu dengan penulisnya langsung ....

Bande Husein Kalisatti: Buku sudah tersebar...biar saja diskusi ini berlanjut,...Toh buku ini juga dijual lewat FB juga.

Bande Husein Kalisatti: Mudah-mudahan sukses jualan bukunya.

Hendy Laisa: Pengen jual buku lewat facebook tapi tidak boleh dikritisi di facebook juga.

Azmy Alatas: Jika awam mengkritik dan masih terdapat balutan emosional, personal dan mencela itu hal wajar. Namun jika mereka yang mengaku atau diakui sebagai sosok berilmu dengan gelar seabrek masih sulit menemukan metode yang pas untuk mengkritik, ini masalah besar. Apalagi dianggap sebagai rujukan agama yang meliputi segala sesuatu termasuk etika.

Berikut coba saya kutipkan tips dan trik agar kritikan kita tepat sasaran.

http://www.untukku.com/.../cara-tepat-memberikan-kritik...

Cara Tepat Memberikan Kritik | Semua Yang Terbaik Untukku

Tidaklah mudah melontarkan kritik. Salah-salah, kritik...

untukku.com

Azmy Alatas: Yuk belajar dari tabloid NOVA bagaimana cara yang mengkritik yang baik dan benar: Tidaklah mudah melontarkan kritik. Salah-salah, kritik yang kita ucapkan bukannya berdampak membangun, tetapi malah permusuhan yang kita dapat gara-gara rekan yang kita beri kritikan tidak terima atas kritik membangun yang kita beri.

Berikut ini beberapa tips untuk memberikan kritik membangun agar kritikan Anda tidak percuma dan juga tidak melukai perasaan orang yang Anda kritik, serta membuat orang tersebut memberikan respon serta dengan senang hati mau memperbaiki kekurangannya.

Mengabaikan karakter.

Bila ingin kritikan Anda mencapai sasaran yang tepat, usahakan untuk tidak mengungkapkan kekurangan diri rekan yang Anda kritik di dalam kritikan Anda. Bila Anda mulai membicarakan kekurangan dirinya, dia akan menginterpretasikan komentar Anda sebagai sebuah serangan dan hal ini akan menggagalkan tujuan Anda semula. Memang tidak selalu mudah untuk memisahkan seseorang dari pekerjaannya, tetapi di dalam memberikan kritikan Anda harus dapat memilahnya.

Gunakan bahasa yang tepat.

Setiap kata yang Anda ucapkan dapat memberikan arti yang berbeda. Gunakan terminologi yang berhubungan dengan masalah yang ingin Anda sampaikan secara profesional.

Usahakan jangan mencela. Bahkan kritikan yang sangat tajam pun dapat Anda sampaikan dengan bahasa yang halus. Agar tidak tampak arogan ataupun kasar, Anda dapat memulai kritikan Anda dengan: “Menurut saya, kelihatannya kamu….” Atau “Mungkin saya salah, tetapi …”.

Berikan fakta yang sesuai.

Kemujaraban dari kritik yang membangun adalah dengan meyampaikannya sesuai dengan porsinya. Sebaliknya hal-hal kecil yang tidak perlu disampaikan dapat menggagalkan usaha Anda. Bila Anda melihat kritikan tidak mungkin diberikan, lebih baik Anda diam.

Kendalikan emosi.

Memberikan kritikan yang efektif menuntut Anda untuk dapat menetralisir emosi Anda agar tidak mengungkapkannya secara blak-blakan. Untuk situasi tertentu Anda harus memperhitungkan perasaannya dan tidak mempermalukannya. Pada saat yang sama, perasaan Anda pun harus diperhitungkan agar tidak memihak dan dapat membuat Anda menjadi tidak dapat dipercaya.

Fokus.

Pusatkan pada apa yang dapat dilakukan, dan bukan pada apa yang telah dilakukan. Untuk perbaikan, arahkan pada kesempatan yang spesifik dan hindari membeberkan kekurangannya. Jaga agar kritikan Anda merupakan kritikan yang positif serta bijaksana dan berguna. Seseorang tidak akan merasa diremehkan bila dia diberi kesempatan dan bukannya dikatakan bahwa pendapatnya tidak kompeten atau kurang baik.

Empati.

Salah satu langkah yang paling manjur yang dapat Anda lakukan sebelum memberikan kritikan adalah dengan menempatkan diri Anda pada posisi orang yang akan Anda kritik.

Tidak semua orang senang dikritik dan biasanya seseorang akan merasa diserang dan bila hal ini yang terjadi, sangat wajar bila orang yang dikritik menjadi bersikap membela diri.

Bersikap objektif.

Berikan alasan yang dapat diterima, bukan pandangan yang subyektif. Semua jenis kritikan dapat mengandung berbagai prasangka tetapi Anda dapat mengatasinya dengan menyadari bahwa komentar yang benar dan didasari dengan alasan yang kuat lebih dapat diterima.

Tidak mudah bagi seseorang untuk membela diri terhadap kritikan yang beralasan tetapi sangat mudah mencampur adukkan kritikan yang didasari atas perasaan suka ataupun tidak suka. Kemahiran

Anda hilang dalam sekejap bila Anda memberikan komentar yang tidak beralasan dan sembarangan.

Berikan kesempatan.

Beri kesempatan kepada bawahan atau rekan yang Anda beri kritik untuk merespon. Secara psikologis sangat penting adanya jeda antara saat Anda memberikan kritikan dan saat lawan bicara Anda memberikan penjelasan dari sisinya.

Sikap menawarkan penjelasan memberikan kepuasan intelektual dan membantu orang tersebut mempertahankan egonya. Lebih jauh lagi Anda memberikan kesan adil dan memiliki wawasan yang terbuka, meningkatkan kredibilitas Anda dan mengurangi kesempatan komentar Anda diabaikan atau dilupakan.

Sumber : Tabloid Nova

Abdul Malik: Kritik terhadap isi buku ya kepada penulis to bro Hendy Laisa bukan kepada pedagangnya...

Hendy Laisa: Abdul Malik, Saya ngeritik penjual bukunya ya? Hhmmm kayaknya gak deh.

Abdul Malik: Hendy Laisa, nggak nyambung bro.... Emangnya kapan saya pernah bilang sampean ngritik penjual.. Baca ulang berkali kali biar paham...

Ali Assegaf: Saya belum baca sms dan no command ... tetapi melihat institusinya .. saya ragu karena institusi ini anti kritik dan merasa makshum ...

Abdul Malik: Tergantung persepsi anda.

Ali Assegaf: Ngga persepsi lagi .. sudah punya bukti .. setidaknya jika itu dianggap bukan bukti ( baca persepsinya ) maka reaksinya menentang prinsip-prinsip pengikut ahlulbait ...

Sebuah kecelakaan ini institusi.

Ali Assegaf: Alasan untuk menemui sendiri pada yang bersangkutan ... kata manipulasi yang penuh kepura-puraan institusi ini.

Saya sudah berkali kali dan juga ngga sesuai dengan ucapan kok ..

Abdul Malik: Semua orang bisa berprasangka...

Abdul Malik: Berkali-kali apanya?

Abdul Malik: Nggak sesuai apanya?

Hendy Laisa: Buku ini isinya yang dikritik bukan institusi, kritik tidak kepada personal atau kritik bukan atas dasar politik...murni kritik ilmiah.

Ali Assegaf: Juga semua berprasangka .. taaruf jalannya ... Jika taaruf tidak bisa .. maka yang menutup diri yang harusnya diberi penilaian melawan sifat dasar silaturahmi ... itmam hujjah sudah ana lakukan.. sempurna sifat institusi ini jauh dari nama ahlulbait.

Hendy Laisa: Abdul Malik, sip..ana dah baca memang kritik untuk buku bukan penjual buku.

Ali Assegaf: Ya awal ana belum baca sms jadi no command ucapan. Sinar tetapi sebagai institusi .. yang anti kritik dan tidak terbuka dan menolak silaturahmi dan ucapan tak sesuai ... bagi ana maklum karena institusi ini jauh dari nama ahlulbait.

Orang benar sifatnya satria dan berani bersikap ... salah minta maaf atau memaafkan.
Jadi jelas ada pergeseran untuk mengatas namakan klaim ahlulbait yang tak layak blas.

Ali Assegaf: Biar publik tahu ... coba aja hub teras abi ... atur ketemu dengan saya sendiri ... ditunggu jawabnya.

Ahlan wa sahlan li masaalihil ummah.

Abdul Malik: Wah, curhat ternyata.

Abdul Malik:Dalam institusi itu banyak oknum. Anda memiliki masalah dengan siapa?

Ali Assegaf: Curhat sama siapa ? Untuk apa ? Buktikan cover publik hanya tahu jika yang menolak silaturahmi itu adalah abi ... Semoga segera berubah .. makin lama makin beban memikul sikap.

Abdul Malik: Udah ngalor ngidul nggak jelas...

Firdaus Said: Bib Ali Assegaf, terasa hingga ke daerah-daerah..

Ali Assegaf: Instutusi .. bukan oknum, kalau oknum ngga perlu begini .. Jadi tanyakan ketum dan sekjen dan ketua dewan syuronya.

Ali Assegaf: Gagal paham tuh Abdul Malik.

Abdul Malik: Tanyakan tentang apa? Dari tadi tuduh tuduh belum jelas.

Firdaus Said: Soalnya ... merasa paling Syi’ahnya Syi’ah di Indonesia... Makanya judul bukunya SMS..

Firdaus Said: Tapi kayaknya judul buku SMS itu, merasa paling Syi’ahnya Syi’ah sedunia...

Ali Assegaf: Nama saya sudah memahamkan kenapa tidak mau diajak pertemuan ... itu cukup untuk menilai ada apa dengan abi.

Firdaus Said: Makanya konsep imamah & marja ditabrak anpe amburadul..

Abdul Malik: Yang memiliki kepentingan ditemui siapa? Sehingga institusi harus menemui anda?

Abdul Malik: Anda menuduh institusi, lalu intitusi harus mengatur waktu ketemu dengan anda?

Ali Assegaf: Tidak lagi penting ...
Karena saya sudah meminta dengan ucapan baik dan mendorong dengan cara yang bertahap .. dan saya yang hub telp .. saya yang mau datang dan seterusnya ...

Karena ucapan ngga lagi cocok untuk ketemu aja ngga mau .. mengatakan bisa dan tidak jadi berulang-ulang ..

Statmen saya abi sebagai institusi jauh dari akhlak dan misi ahlilbait .. ini statmen apa yang sudah saya alami ..

Wong saya yang mencoba direct kok .. imperator abi full ego.

Ali Assegaf: Saya tak melihat ormas ini madzhab ahlulbait as .. jadi satunya sikap bukan wahdah.

Bahkan melihat prakteknya .. rubuhnya juga bukan ukuran rusaknya wahdah ..

Ya dianggap tak ada aja kecuali yang senang ditipu ... sangat banyak alasan sehingga sederhana dipahami .. pemutus silaturahmi yang mengklaim paling suci .. dan takfiri bagi yang tidak mau sama mereka ..

Jangan kira saya terus diam .. sebagaimana diamnya ormas ini atas ucapannya ini.

Abdul Malik: Yowis monggo terserah panjenengan mawon...


============

((Bersambung ke : Kemarjaan yang Hanya Bersifat Konsultatif (2).))

Tidak ada komentar:

Posting Komentar