Jumat, 01 November 2019

Pro Kontra Ulasan Buku SMS

3. Pro Kontra Ulasan Buku SMS


https://m.facebook.com/notes/abil-ghifari/pro-kontra-ulasan-buku- sms/748818221868254/?refid=21


Sang Pencinta: Salam ust Sinar Agama,

Berikut titipan curahan hati ikhwan tentang pro kontra ulasan ustadz di FB.

Menyimak perdebatan seputar buku SMS, terlihat kian memanas. Meski tim penulis tidak nampak terlibat atau bisa jadi sejatinya terlibat dengan intensdengan menggunakan nama samaran, ataupun terlibat aktif hanya sebagai pengamat; tetapi sejak kata pengantar yang menghebohkan berkenaan dengan khalifah dan imamah, sang penulis (tim penulis) tidak pernah melakukan klarifikasi atau membantah. Pun setidaknya menjelaskan lebih lanjut maksud dari tulisan tersebut.

Akhirnya setelah buku SMS beredar dengan massif, saat saya menghadiri acara asyura di balai Sudirman, dengan sumringah panitia mengumumkan –kalau tidak salah ingat—ada yang memesan seharga total 20 juta rupiah untuk disumbangan.

Maka, ketika terjadi ulasan ilmiah oleh ustadz Sinar Agama, atas permintaan fesbuker, tensi diskusi kian ramai dan pro kontra pun segera berkecambah. Dengan pisau bedah analisis akademis yang tajam ustadz Sinar Agama menguliti tema “ khalifah dan imamah “ yang ditawarkan oleh sang penulis SMS dalam bingkai perspektif, yang boleh dibilang keluar dari mainstream para ulama Syi’ah yang mapan.

Dari sini saja, semestinya penulis dan tim-nya, sebelum nekad menerbitkan dan menyebarluaskan, memberi klarifikasi tuntas. Namun lewat!!!

Kendati ustadz Sinar Agama telah menunjukkan kesalahan fundamental yang akan menjurus pada kesalahfahaman baik oleh orang Syi’ah yang awam (mayoritas) apalagi bagi di luar Syi’ah.

Masuk dalam pembahasan. Penulis dengan gagah menjelaskan tentang posisi marja bagi Syi’ah Indonesia hanya sebatas konsultan ( bandingkan dengankosa kata konsultan yang lazim digunakan di Indonesia; konsultan keuangan, konsultan psikologi …).sbb:

“Kemarjaan dalam Syi’ah di Indonesia yang mengikuti marja di luar negeri bersifat konsultatif, tidak mengikat dan tidak mesti diikuti. Sama halnya dengan kemantapan seseorang dengan seorang kiai dalam tradisi NU atau lebih jauh sebagaimana yang terjadi antara harga Indonesia pengikut para syaikh di Al-Azhar (mesir), syaikh Yusuf Qardhawi (Qatar), Syaikh Al- Buthi (suriah), Syaikh Utsaimin (Saudi), Al-Albani (Yordania) dan lainnya. Produknya disebut fatwa. Ia bersifat umum dan berkenaan dengan masalah-masalah fiqih/hukum saja. Seperti wajib, sunnah, makruh, mubah dan haram atau sah dan batal, suci fan najisnya sesuatu dan sama sekali tidak berkaitan dengan persoalan aqidah. Semua persoalan yang difatwakan oleh seorang marja’ bersifat umum danijtihadiyyat, bukan persoalan yang qadh’iyyat, awwaliyyat, dan muhkamat dalam al-quran dan sunnah. Misalnya keharaman zina tidak memerlukan fatwakarena sudah jelas. Fatwa hanya berlaku bagi persoalan yang tidak diketahui oleh seorang muqallid. Hal.37 dan 337.

Dan bagiamana tanggapan ustadz sinar terkait istilah-istilah sensitive, semisal qadhi’iyyat dan awwaliyyat ? Apakah selaras dengna konteks kalimat di atas?


Sinar Agama: Salam dan terimakasih pertanyaannya:

1- Sepertinya pembagian kepada Qath’iyyah dan Zhanniyyah itu, biasanya hanya dalam membagi dalil hukum atau jalan menuju hukum yang, biasa disebut dengan Thariiqu al- Hukmi, bukan pada hukum seperti yang diterangkan di buku itu.

Qath’ii adalah yang sanadnya meyakinkan seratus persen, yakni Qur an. Sedang Zhannii adalah yang sandarannya belum tentu benar seperti hadits. Qur an disebut dengan Qath’ii/ pasti dari sisi periwayatannya, akan tetapi dari sisi maknanya, disebut dengan Zhannii. Sedang riwayat, sekalipun dikatakan Zhanni, tapi maknanya disebut dengan Qath’ii.

Kalau tentang kepastian hukum seperti haramnya zina, seperti yang dicontohkan di buku itu, mungkin biasa dipakai dengan istilah Hukum-waaqi’ii (hukum yang nyata, bukan qath’ii) dan, biasa juga disebut dengan dharurat/badihi. Sedang yang tidak sejelas haramnya zina itu, atau wajibnya shalat dan semacamnya, disebut dengan Hukum-Zhaahiri, yakni hukum secara lahiriahnya.

2- Buku itu juga telah salah mencontohkan hukum Wadh’ii pada halaman 38-nya. Karena mencontohkan dengan cara-cara nikah. Padahal yang wadh’ii itu seperti hukum syah atau tidak syahnya nikahnya, bukan tata cara nikah yang merupakan hukum takliifii secara nyata dan jelas. Karena dalam cara-cara nikah, jelas diwajibkan begini dan betitu, diharamkan begini dan begitu...dan seterusnya.

3- Yang tidak perlu taklid/taqlid itu, sebagaimana di semua kita fatwa marja’ dijelaskan, hanyalah dalam hal-hal yang dharurat, yakni mudah diketahuimuslimin, seperti wajibnya shalat, puasa, haji ....dan seterusnya. Akan tetapi, dalam rincian-rincian shalat dan semacamnya dan dalam hukum-hukum lainnya yang tidak mudah diketahui, maka disebut awam (sekalipun doktor atau profesor di bidang selain fikih dan ushulfikih) dan wajibtaqlid.

4- Teman-teman kadang perlu mengerti bahwa yang dimaksudkan wajib taqlid bagi orang awam, adalah orang yang tidak sampai pada tingkatan ijtihaddan/atau ihtiyaath. Ijtihad adalah yang mampu menyimpulkan fikih dari sumbernya langsung, yaitu Qur an, Hadits, Akal dan Ijmaa’. Sedangihtiyaath adalah belum sampai kepada ijtihad akan tetapi, dapat mengetahui tempat- tempat ihtiyaath hingga ia bisa melakukan dan mengamalkan yang ihtiyaath (hati-hati) itu, tanpa mesti bertaqlid pada marja’. Jadi, yang bukan mujtahid dan muhtaath, wajib taqlid.

5- Saking wajibnya taqlid ini, hingga bagi siapa saja yang beramal tidak dengan berdasarkan fatwa marja’ yang syah, maka semua amalnya menjadi batal dan wajib diqadhaa’. Tentu masih ada rinciannya dan sudah diterangkan sebelumnya.

(ulasan lebih lanjut silakan lihat.. https://www.facebook.com/notes/770231563026752/?pnr ef=story)

Maka jika apa yang dimaksud dengan penulis SMS tentang konsep dasar tentang qodhi’iyyat dan awwaliyat dengan yang dijelaskan oleh ustadz Sinar Agama yang dirasa sangat melenceng,,,,maka akan semakin menambah “kesesatan” bagi siapapun orang Syi’ah yang awam (termasuk saya) apalagi di luar Syi’ah .

Maka atas pertimbangan tersebut keluarnya fatwa sesat untuk menyebar-luaskan buku SMS, cukup beralasan . Mengapa? Di samping potensi kesalah-fahaman orang awam Syi’ah dan orang di luar Syi’ah dalam memahami inti sari ajaran Syi’ah (Imamah dan juga kemarjaan, misalnya);. Judul Syi’ah Menurut Syi’ah juga akan menambah kuat bobot salah faham terhadap Syi’ah, karena penulis dan tim-nya telah menegaskan seolah-olah Syi’ah yang otentik adalah yang dijelaskan di SMS. Mengapa tidak memakai judul Syi’ah Menurut ABI ? misalnya,…atau nama penulis-nya. Kalau tujuannya hanya demi daya tarik promosi, sepertinya terlalu gegabah saat memaparkan tentang suatu konsep utuh seperti madzhab Syi’ah… apalagi antara judul dan isi sangat kontradiksi…

Demi taqiyyah? Sepertinya sebuah buku tidak masuk dalam kategori untuk ditaqiyahi.. Kalaupun memaksa, maka saya teringat dengan anjuran Cak Nun, apabila kita berada pada komunitas berbeda:

Jika seekor kambing memasuki wilayah sapi, maka tetaplah beridentitas kambing dengan mengikuti aturan sapi. Bukan kambing yang disapi-sapikan (seolah olah sapi), sehingga bagi si sapi jadi terlihat aneh. Dan bagi kambing lainnya terkesan tidak punya jati-diri. Jadi kambing rasa sapi..?

Dan ingat sesat dalam Syi’ah kan bergradasi. Dan, saya meraba sesat dan haram yang dilontarkan oleh ustadz Sinar Agama sangat sederhana: Kaidahilmiah dari buku SMS (contoh tentang dua istilah qodhi’yyat dan awwaliyat dan marja sebatas konsultan) telah melenceng jauh, alias sesat secara pahaman ulama mainstreams yang telah tegak selama ribuan tahun.

Mengenai tudingan tentang acc Sinar Agama yang tidak gentle dan sebagainya, bahkan ada jamaah fesbuker menyebutnya sampah, saya kira sudah keluar jauh dari norma diskusi ilmiah. Karena sifat jagad maya yang sangat terbuka, bisa memakai nama apa saja dan setiap tulisan yang mampir harus siap dikritik, diperdebatkan bahkan dikuliti. Oleh siapapun dan makhluk apapun, hatta jika ada jin yang turut aktif mendebat suatu tulisan pun –menurut saya-- sah-sah saja: baik jin Syi’ah, jin Sunni, jin wahabi, bahkan jin yang bermadzhab kafir liberal sekalipun, kita mesti selalu siap menghadapinya, sebagai konsekuensi logis dari tata- pergaulan dunia maya yang terbuka dan intens!!!

Yang jelas kami bukanlah orang-orang yang fanatik membela ustad Sinar Agama yang akrab dengan cahaya ilmunya ketimbang sosok jisimnya; Kami hanyalah laron-laron yang tersedot oleh sajian cahaya ilmu yang beliau jajakan tanpa pamrih. Terkadang 20 jam beliau berpacaran dengan komputer . Tempo hari harus mengetik 13 jam karena melunasi tagihan pertanyaan di inbox yang terus mengantri tak pernah henti. Belum lagi menjawab via hp saat berada di manapun dan kapan pun saat luang (yang ini saya hanya menduga,…dan sepertinya benar)

Maka, ketika dulu kita bergelut dengan peluh dan mungkin air-mata yang berderai, disertai perdebatan panas dengan teman dan bahkan saudara, bahkan pada titik tertentu keretakan rumah tangga pun siap dikorbankan hanya untuk menemukan dan mendekap-erat madzhab Syi’ah…Kenapa setelah berada di gerbangnya kita menjadi begitu pongah untuk terus melebur dan belajar pada orang yang lebih berilmu? Kita secara teori sangat fasih atas konsep otoritas ilmiah dan gradasi ilmu tiap orang tetapi pada faktanya, saat berbenturan dengan kepentingan…berbalik menjadi wujud-wujud yang keras, kaku, bahkan dengan enteng merobohkan forum diskusi ilmiah dengan kata-kata yang jauh, bahkan dari standar akhlak terendah sekalipun, yaitu saling menghormati perbedaan opini.

Secara tradisi penghormatan atas orang yang lebih berilmu, saya kira NU lebih fair dan tetap menjaganya hingga kini. Mengapa kita tidak sejenak mengikuti tradisi NU. Siap menyimak seseorang yang telah 30 tahun menyauk ilmu dengan segenap keprihatinan . Untuk memahami filsafatMulla Shadra yang secara normal ditempuh 25-30 tahun, beliau wakafkan dirinya dengan belajar tiap hari selama 10 jam dengan guru besar yang berbeda –dan tentu saja sangat mumpuni di bidangnya, di sela-sela 7 jam lagi belajar yang diwajibkan lainnya. Sehingga beliau mendapat anugerah untuk memahaminya dalam belasan tahun saja.

Ah, andaikan para doctor filsafat produk universitas di Indonesia mengetahui hal tersebut,,mestinya segera diadakan forum facebook khusus mengulas masalah filsafat, irfan dari beliau,,,dan saya sebagai orang awam sungguh sangat mendambakannya…

Dan kalau pun ada gugatan masalah kredibilitas pribadinya? Dengan aturan tidak tertulis bahwa setiap pelajar irfan dan juga guru-nya, jika mempunyai kesalahan tidak boleh mengikuti pelajaran alias keluar; maka dalam tempo belasan tahun atau bahkan ditambah dengan awal-awalnyantri (yang harus beriperilaku sebagai rohaniawan), maka secara ilmiah, saya yakin ustadz Sinar Agama jauh dari hal yang remeh –temeh, semisal popularitas.

Siapa ustadz yang dengan sabar dan telaten menjawab pertanyaan yang berulang, bahkan untuk masalah najis sekalipun? Dan tidak segan-seganbeliau dengan pulsa sendiri menelpon ke kantor Rahbar hanya untuk memastikan pendapatnya yang siap kapan saja direvisi? Ketika masalah mut’ah menggeliat akibat dari banyaknya laporan yang menyalahgunakannya, beliau dengan sabar menjawab pertanyaan sampai ada yang menuding beliau disamakan dengan umar bin khotob?

Ada dua pelajaran yang ingin saya sampaikan : Pertama, ada seorang marja taqlid ketika didatangi seorang sayyid dan menagih jatah khumusnya, beliau diludahi karena khumus sudah habis. Kebetulan marja taqlid tersebut bukan sayyid. Apa reaksi beliau?. Dengan tanpa ekspressi beliau meminta maaf dan meminjam uang pada jamaah yang hadir untuk dikasihkan pada sayyid yang meludahi dirinya (cerita ingatan dari IRIB.Com).

Dan saya yakin, ustadz Sinar Agama sudah siap mendapat ludah-ludah hatta dari para sayyid sekalipun (yang akan beliau anggap sebagai ungkapan rasa cinta) demi menjaga Syi’ah tetap dalam koridor ilmiah, argumentative gamblang dan menjungjung tinggi akhlak karimah serta tahuaturan main di tempat di mana kita berpijak. Apalagi anjuran ustadz Sinar Agama untuk terus berupaya menuju proses kematian ikhtiari sehingga pencapain akhlakul-karimah yang diemban Rasullullah saw dan para Makshumin, setidaknya menghampiri kita.

Kedua: ketika Imam Ali as sedang merapihkan pasukannya (kurang ingat dalam perang apa), seorang prajurit bertanya tentang makna Tauhid “la ilaha illallah”, ketika yang lainnya memprotes karena bukan pada waktunya yang tepat. Imam Ali as bahkan membelanya dan menegaskan bahwa kita berperang sejatinya untuk menegakkan kalimat Tauhid…

So, dengan mengutip Imam Ali as tersebut, maka silakan kita berperang sesama kita, tetapi tetap dikemas dengan bahasa santun, ilmiah, dan tidak saling menyerang secara pribadi. Karena saya yakin kita semua sangat mendambakan pelukan syafaat para Makshumin kelak. Dan kini, di saat jagad raya mulai sering bergoncang menanti kezuhuran Imam Zaman as, kita semua tentu berharap Imam Zaman as tersenyum pada kita semua dan semoga kita termasuk berada pada barisannya.

Saya sengaja melucuti identitas, karena sebagai satu dari laron-laron pengembara yang selalu mendambakan cahaya kebenaran dari siapapun dan kapan pun serta di manapun, sudah tidak lagi perlu lagi nama dan status.

Jeehan Aqila: Dahulukan klarifikasi di atas persepsi sendiri.

Rief Sy: Hehehe jadi pengen tahu sosok jin bermadzhab kafir liberal nih...

Satria Pmlg: Klarifikasi,,,itu tidak akan membawa hasil apa-apa jika sudah sombong segunung salamet pemalang,,,hehehe.

Denny Priyanto: Saya mendukung Ustadz Sinar Agama siapapun beliau saya sangat bersyukur dengan adanya akun Sinar Agama, syukran Ustadz Sinar Agama.

Meyo Yogurt: Gak perlu terlalu dikuatirkan. Kan baru edisi pertama. Nanti di edisi-edisi berikutnya pasti direvisi. Buku ini hanya pengantar aja, kalo maupemahaman ya musti berguru karena buku tidak bisa ditanya.

Adhi Andriyamsyah: Semestinya masukan yang membangun cukup ditampung, namun bila yang mengkritik dan menelanjangi habis terus di ekspose lagi, ulasan jadi nampak seperti penghakiman anti tesis. Semua kembali kepada niat masing masing. Wallahu ‘Alam. Semoga damai.

Irsan Fadlullah Al Hajj: Unjuk ilmu selaras dengan unjuk diri. Itu baru Syi’ah sejati .....

Hendy Laisa: Sekalian aja suruh Imam Zaman unjuk diri.

Irsan Fadlullah Al Hajj: Imam zaman afs akan datang bergabung pada kaum yang cinta keadilan.

Sinar Agama: Salam dan terimakasih curhat serta baik sangka dan doa-doanya, semoga dikabulkan untuk kita semua, amin.

Sebelum aku menjemput tamuku, semoga mereka tidak melihat mata bengkakku ini. Aku hanya mau mengatakan, sepertinya sudah satu liter air matakukeluar, mengamini dan mengharapkan terjadinya baik sangka itu padaku, doakan doakan....terimakasih.

Al Fakir: Sebelumnya saya mengira kalau buku SMS itu berisi tentang Penjelasan Pemahaman Syi’ah yang sebenarnya menurut Syi’ah yang selama ini banyak disalah tafsirkan oleh klompok Takfiri yang terus secara masif menyebarkan fitnah pada Madzhab ini....

Al Fakir: Tapi ternyata isi buku SMS ini juga mengKritik tentang hal-hal diatas seperti peranan Imamah dan Khilafah di atas ...ya bisa jadi itu hak Penulis...yaitung-itung “sekali dayung dua tiga pulau terlampaui”

Zainab Naynawaa: Menakjubkan isi curhatannya, semoga kita menjadi pengikut Imam Ali as yang tidak pernah goyah dari godaan syetan yang menjelma sebagai manusia.

Zulfiqor Al Indunisi: Sebaiknya ustadz SA kembali dulu ke Indonesia dulu, lihat konteks lihat perkembangan, jangan maen aman di sana (Qum)... dan kepada stafnya (Sang Pencinta) tetap semangat mendokumentasikan,, hehe

Zulfiqor Al Indunisi: Semoga.... tapi tetap perlu harus sangat bahkan wajib untuk dipahami “bagaimana perjuangan Syi’ah di INDONESIA” SAAT INI,,, DAN KEMUDIAN.....

Raymond Kamil: Kenapa tidak bikin panel-panel?......sudah terlalu banyak “korban” berjatuhan karena perbedaan, persaingan, dan pertentangan internal, iniharus disadari dulu bersama. Bukankah sudah “jamak” di antara kita saling menjatuhkan antar Ustad, antar yayasan, antar figur atas arogansi/ kesombongan dan persoalan-persoalan yang tidak pernah selesai akibat tidak adanya kebiasaan dialog, anti kritik, persoalan rasial, dan elitisme. Saya adalah saksi mata bagaimana beberapa ikhwan yang tidak “disukai” elit akan dikucilkan, difitnah, dan dijadikan bulan-bulanan sebagai bahan ejekan oleh para elit. Saya ingat betul akan “lelucon” yang satu ini:.....pada pasca kasus Sampang ke dua, para elit melempar “joke” dengan berteriak-teriak agar para ikhwan tidak menjadi“tamu” namun turut berperan aktif berkontribusi, namun pada saat yang sama sekian banyak orang harus dikucilkan oleh elit karena perbedaan pendapat, pada saat yang sama para elit menolak usulan-usulan karena beranggapan bahwa semua usulan tersebut sudah terpikirkan, pada saat yang sama para elitmembuat gap/sekat untuk melindungi diskursus di tingkat elit agar tidak “diketahui dan dipahami” ikhwan jelata, pada saat yang sama keterlibatan itu pun“dibatasi” atas nama “gradasi” (baca:kelas) dalam masyarakat Syi’ah. Saya ingat betul...saya ingat betul kejadian demi kejadian....saya ingat betul saat para ikhwan jelata harus mengantri periphery di luar rumah agar para elit menyelesaikan majlasnya. Saya adalah saksi mata dan saya bukanlah korban, sebab sebelum dikorbankan seperti ikhwan-ikhwan lainnya, saya sudah pergi duluan menjauhi elit. Saya adalah saksi pelaku.....Sebenarnya banyak yang ingin saya tumpahkan di kesempatan ini....Tapi kita bikin panel saja, budayakan berdebat ilmiah di forum.

Raymond Kamil: Masyarakat Syi’ah di sini itu berkasta. Ada penyakit borjuasi-elit.

Azmy Alatas:

Sinar Agama: Azmy, kalau mau baca, bacalah yang merah di kanan sendiri itu. Karena saya sudah
melihatnya, dan saya tidak melihat kesalahannya walau tetap saja bisa disempurnakan dan sayanya baca cepat yang mungkin saja ada yang terluput.

Bimbingan ini antum tidak minta, tapi saya hanya ingin memberinya saja. Karena saya termasuk mengagumi yang merah paling kanan itu, yakni cukup hebat. Semoga Tuhan menerima amalan penulisnya yang juga merupakan tim, amin.

Azmy Alatas: Wes dibaca kabeh..

Itu yang merah kanan, buku judulnya kaya mau ngadain seminar...standar buku bantahan, kalau SMS beda konteks...

Ketiganya saling melengkapi kok, apalagi kalau ditambah buku putih Syi’ah ABI....hehe... Kalau buku ijo sederhana tapi ada gambar scan kitab-kitab yang jadi rujukannya...

Jadi ga ada masalah...

Masalahnya adalah publik lagi nunggu karya dari IIP and the gank untuk nerbitin dan menanggapi buku sejenis....

Begitu ustadz...

https://www.facebook.com/sang.pecinta.90/posts/774220802627828



Artikel sebelumnya, ...
=================

Tidak ada komentar:

Posting Komentar