Minggu, 17 November 2019

Imamah & Khalifah menurut buku SYI’AH MENURUT SYI’AH bagian 4

4. Imamah & Khalifah menurut buku SYI’AH MENURUT SYI’AH bagian 4

https://www.facebook.com/notes/teguh-bin-suhedi/imamah-khalifah-menurut-buku-syiah-menurut-syiah-bagian-4/10152453662393937


Sang Pencinta: Teman-teman, ini terakhir saya akan blokir dari pekaranganku kalau masih ngeyel laknat ini dan itu.

Sa Yang: Kalau mau melaknat ayoo sini ajak saya melaknat ya bocah pembunuh dajjal ? Kita cuba nak tengok setajam apakah efek laknat pengikut neo Yazidiyyan semacam ko dan kawan-kawan.. Biar ko bisa tau dan berasa seelok ape laknat ku hei salah satu calon penghuni neraka.. Ko nak tau kah musabab saya katakan ko salah satu calon penghuni neraka ? Yaaah saya nak beri tahu ko bahwa perangai yazid dan muawiyyah sudah mendaging pada ko. Karenanya orang yang ko laknat tu same dengan pribadi ko juga..

Sa Yang: Saran ku pada mu pak Sinar Agama cukup konsen saja menanggapi soalan yang memperkecil kisruh.

Dari pada antum membuat statement yang dapat dimanfaatkan oleh puak pelaknat dan kaula radikalis. Pada akhirnya selain antum dihujat, diisolir dari komunitas dan sebagainya..

Sebagai orang yang lama belajar di bawah bimbingan ulama Syi’ah, sebaiknya antum tidak segampang ini diperalat oleh oknum tak bertanggungjawab.

Kalau antum mencintai ilmu yang sudah antum gali, waspadalah dari manusia seperti si Rud. Di balik pertanyaan dan pernyataan pujian dia pada antum ada misi penting yang dia perjuangkan, yaitu keamanan diri setelah kawan-kawannya terdesak.

Dalam istilah psikilogis dia tu sedang main karakter. Banyak pihak yang terpana dengan kelicikan jenis ini.

Seolah begitu sangat sabarnya, begitu sangat santunnya, begitu sangat perhatiannya yang ditampilkan.

Hakikatnya busuk..

Rud balik lah ke dunia servis jam tangan mu. Jangan terlalu jauh berharap perpecahan dalam internal Syi’ah demi melindungi si bentet yang minus agama, minus akhlaq.

Cukup nashiruddin albani dari puak nashibi sahja yang mendapat pengalaman dihujat kerana masuk ke area di luar disiplin keahliannya sebagai tukang jam..

Babah: Salam ustadz Sinar Agama... kiranya antum bisa baca ulang tulisan ust Muhsin Labib, dan coba antum untuk lebih jelih memahami secara seksama, agar kritikan yang dihasilkan antum tidak ngawoor.. Sekali lagi perhatikan tulisan ustadz ML dan coba perhatikan juga dalam konteks apa ustadz ML menulis buku itu, agar antum tidak terjebak dalam ruang spekulasi. Kebenaran sebuah teks dapat dijangkau karena memiliki “kebenaran dalam dirinya sendiri yang permanen dan konstant, ini membuat pemahaman yang bersifat metodis dan pasti merupakan keniscayaan”.

Para pembaca diyakini akan mampu menjangkau kebenaran sebuah teks jika memahami hubungan antata ungkapan dan muatan(isi) dengan memakai empati. Dan untuk memahami konsep empati ini, orang pertama-tama harus memahami hubungan antara isi(pesan) dengan bentuk ungkapan. Kiranya antum bisa memaklumi kesalahan dan salah sasaran dalam kritikan antum terhadap tulisan ustadz ML.

Afwan jiddan..

Yudhas Kopula: Babah@sepakat. Coba ustadz Sinar Agama baca ulang, maksud dari ustadz Muhsin Labib.

Irsavone Sabit: Saya menjadi penasaran, seperti apa tanggapan balik Ustadz Muhsin Labib?

Muhammad Wahid: Hehe,. seandainya judul bukunya “SYI’AH menurut perspektif Liberalism/ Pluralisme”,.. mungkin ustad SA ga perlu capek-capek ngomentarinya, yah biarin saja.. tapi isi maksud dan judul ga nyambung alias kontradiksi,. karena ada justivikasi menurut Syi’ah, maka ya harus diterima kalau dikritisi dan diobrak abrik isinya,.. karena sudah menjadi tanggung jawab para ulama berilmu untuk meluruskan seperti dalam hal ini ustadz SA.. Namun semuanya dikembalikan kepada masing-masing, ga ada paksaan kok untuk mengikuti ini dan itu,.. mau ikut ustadz ML ya monggo, mau cendrung ke ustadz SA juga ga ada yang larang,.. semuanya tergantung akal masing-masing mencerna mana yang lebih bisa dipertanggung jawabkan kelak.. ustadz SA juga sudah menjabarkan dari sisi pendapat para ulama a’lam.. jadi kurang apalagi,. sebaiknya bukunya dirubah saja judulnya, dan kasi lebel dalam kajian sastrais/ hiperbolik atau harapan.. non-ilmiah.. hehe,. Afwan.

Andika Karbala: Salam Ustadz Sinar Agama, Salam Mas Babah orang terganteng se Jawa barat.. Saya kurang mengenal Ustadz ML ini oleh karenanya Informasiku terhadap beliau dan tulisannya sangat minim sekali.. tapi dari tulisan Ustadz ML dan sanggahan dari Ustadz SA saya sangat setuju dengan Ustadz SA bahwa Imamah atau Khalifah itu haruslah makshum karena Allah telah mewajibkan kita untuk mengikutinya.. Imamah ini adalah janji Allah terhadap senantiasa adanya jalan yang lurus.

Menurutku inilah pembeda kita dengan keyakinan madzhab lain.. bahwa kita mencintai Ahlul Baith dan menjadikan mereka sebagai Imam/kahlifah kita secara kaffah sempurna (Lahir-Bathin, Dunia-Akherat, Vertikal dan horizontal) oleh karena itu tidak ada ruang untuk pemimpin lainnya selain mereka para Imam as dan wakil-wakil mereka. Bahkan seandainya Rahbar dan Ustadz SA tidak melarang untuk melaknat saya akan laknat tokoh-tokoh yang telah menyakiti Imam-Imam kita di wall ini agar keyakinanku tidak dimasuki keraguan atas Keimamahan a-Immah as.. Afwan hanya pandanganku mohon diluruskan jika ada yang salah.. Afwan Ustadz SA.

Bima Biru Hitam: Sa Yang, kalem bro... Ustadz ML menyebut pengertian secara etimologis, ustadz SA pun mnanggapi secara etimologis. Ustadz mengkritik ustadz itu biasa. Mari kita nikmati saja. Perkara ada provokator di balik batu, biarkan saja mereka. Piss.

Bima Biru Hitam: Teman-teman yang lain, marilah kita nikmati saja, ustadz Sinar Agama kan hanya menanggapi karena ada rikues, dan beliau menjawab sesuai disiplin ilmu beliau. Bagi yang memberikan sanggahan, alangkah nikmatnya jika sanggahannya menunjuk kalimat mana yang salah dari ustadz SA, dan bagaimana sangghannya. Biar kita-kita ini ikut menikmati layaknya diskusi. Kopi untuk semua...

Hasnulir Nur: Sayang sekali! Tema ushul pada akhirnya diiringi lebih banyak komentar yang tidak berisikan pendalaman tentang tema!

Karena ini di sosial media, jadinya penyebaran pengetahuan ushul madrasah ahlul bait ke masyarakat luas berpacu dengan penyebaran indikasi adanya ketidakharmonisan. Bisa jadi yang kedua mengungguli yang pertama karena mental gossiping tingkat awam di Indonesia lumayan bisa diandalkan.

Tapi, yah bukankah yang lebih berpengetahuan dan bijak lebih tahu tentang mana yang lebih didahulukan dan bagaimana caranya!

Yudhas Kopula Hasnulir: Nur@sepakat. Seharusnya dijaga keharmonisanya.

Hidayat Constantian: Kounter yang dahsyat untuk pengatas-namaan, Syukran Katsira Ustadz SA.

Hasnulir Nur: Ustadz Sang Pencinta; Soal Imamah dan khalifah yang dijelaskan bagi saya sangat meyakinkan walau saya harus merangkak. Dalam hal ini saya ikut Ustadz SA sebagaimana persoalan-persoalan lain yang sering disajikan oleh beliau melalui akun ini.

Saya cuma, terkadang harus berhenti mencerna tatkala membaca kalimat yang (bisa jadi karena salah mengerti) saya anggap bukan bagian argumentasi Imamah. Misalnya “mengaku Syi’ah padahal bukan” dan ada beberapa lagi.

Saya bisa bilang bahwa saya bisa memahami duduk soalnya dan memperoleh penjelasan yang cukup meyakinkan seperti biasa dari Ustadz SA. Dan ternyata dapat “bonus” yang tak saya harapkan berupa kesan adanya indikasi perseteruan. Diperkuat kemudian dengan “jual beli” komentar yang mengiringinya.

Soal istidlal, terutama naqli, banyak sekali saya dapat dari ustadz SA. Ustadz ML sendiri “kalau tidak salah ingat” pernah buat status yang di dalamnya berisi pengakuan kalau dirinya masih “sabuk kuning” dalam hal “kitab kuning”.

Sa Yang: Tidak perlu dirobah begini begitu judul bukunya. Yang perlu dirobah itu cara pak sinar memahami tulisan objek sanggahannya. Sekali lagi pak sinar tidak membaca dengan baik tulisan pak Labib , itu yang perlu dirobah.

Sa Yang: Biru hitam justru itu saya tengok kritikan yang pak sinar ajukan ke pak Labib inkonsisten dengan apa yang pak Labib kemukakan.

Pak Labib sedang mencermati peristilahan imamah dan khilafah di sepanjang sejarah Sunni Syi’ah. Sementara pak sinar berupaya bicara tentang peristilahan imamah dan khilafah sebagaimana mestinya Syi’ah memahami dua istilah itu, sampai-sampai menukil tulisan empu tafsir almizan, Thabathaba’i.

Buat apa merepotkan diri buang energi menanggapi secara tidak tepat penasaran.

Apalagi sepertinya pengakuannya di awal komentar pak sinar seolah sebegitu gusarnya dia dengan tulisan pak Labib.. buat apa seorang ustadz kayak begituan ber uneg-uneg ?

Mengenai adanya provokator yang nunggang lewat pertanyaan itu sangat urgen dicermati. Masa sih pak cik Sinar Agama seceroboh itu bersikap sampai-sampai menurunkan sanggahan yang tak da kualitasnya. Hanya kutipan satu dua kitab, hadits dan pelengkapnya saja yang tampak ilmiah. Karna memang kutipan pak cik sinar itu bagus mutunya. Namun komentarnya yang tidak bermutu. Karena salah sasaran.

Atau apa itu karena soal maqom antara ustadz yang seharusnya saling membahu malah saling menuding kualitas kesyiahan selain dirinya..

Sang Pencinta: Hasnulir Nur, ini dialog yang antum maksud.


http://sinaragama.org/947-logika-bgn-6-seri-tanya-jawab...
http://sinaragama.org/933-logika-bgn-5-seri-tanya-jawab...


Sang Pencinta: Nuhu Nuhu, meneruskan pesan ustadz, jangan kaitkan beliau dengan siapapun, ustadz Sinar tidak ridha jika ada yang mengaikatkan dengan ustadz ini dan itu.

Sang Pencinta: Rudi, lebih baik antum tidak mengira-ngira (atau memastikan) terkait ustadz Sinar seperti bemarja’ pada siapa.

Rudi Suriyanto:
Oke bro,, harap dimaafkan.

Hasnulir Nur: Ustadz Sang Pencinta: yang kumaksud adalah penjelasan panjang ustadz SA di status ini. Link yang Ustadz tautkan tidak saya tanggapi, karena toh keduanya saling dialog dan itu beda di sini.

Di beberapa tempat dalam penjelasan itu ada yang nyerempet ke personal (kualitas dan sikap) penulis tulisan yang ditanggapi. Dan jujur saja, saat saya sedang menyibukkan diri untuk bisa memperoleh pengetahuan yang begitu penting, muncul “buruk sangka”, jangan-jangan ada maksud membanding-bandingkan dua orang yang (saya anggap tokoh) itu? Sangkaan yang ustadz pasti tidak inginkan sebagaimana saya pun tak ingin. Dan itu cukup mengusik. Sangkaan itu usikannya kian menguat ketika mengikuti komentar-komentar yang lebih banyak menyangkut orang dan sikap ketimbang komentar yang bersifat mengeksplorasi tema.

Karena itulah di awal saya (merasa perlu) walau agak canggung turut komen sekedar ingin minta tanggapan, jangan sampai saya salah masuk kelas.

Sa Yang: Rud sebaiknya ko fokus sahaja sebagai tukang jam tangan. Tak usah mencampuri apa yang bukan bidang keahlian ko tu..

Nuhu Nuhu: Ga pake taqiyah...bila anda tidak suka dengan statement ane. Monggo di hapus. Rapopo.

Sinar Agama: Salam untuk semuanya dan terimakasih tanggapannya. Tapi saya masih tidak perlu menanggapi, karena memang tidak ada yang perlu ditanggapi. Kata-kata kasar yang terlihat mata, pasti saya hapus, karenanya mohon dimaafkan. Kasar ke saya boleh saja dan tidak saya hapus. Tapi kalau kepada sesama tamu, atau laknat sana sini, bisa dipastikan akan saya hapus. Afwan.

Rudi Suriyanto: Hajar aja stadz.

Sinar Agama: Ada sebagian teman yang harus baca tulisan awalnya dengan sangat teliti tanpa berpihak. Lalu teruskan ke tulisanku tanpa berpihak. Karena saya benar-benar sudah melakukan yang terhati-hati, dan kalau ada nada yang naik, karena memang benar-benar perlu dinaikkan. Misalnya, pengusikan ushuuluddin, peremehan pada ulama, seperti kata gontok-gontokan,....dan seterusnya..., maka saya tidak akan mentolerir hal-hal seperti itu. Kalau antum ejek saya, monggo saja, karena kalaulah saya tidak memaafkanpun, maka kalau saya benar, dosa saya yang akan antum ambil.

Dan kalau saya memaafkan, tentu kalau saya benar, maka saya akan bertambah pahala. Tapi kalau mengejek ushuuluddin, ulama, saya dengan menangis air mata darah, tidak akan mentolerirnya. Btw.

Semoga kita semua kembali ke kebenaran, baik isi atau cara. Selama hayat masih dikandung badan, maka Tuhan selalu menunggu kita tanpa bosan.

Rudi Suriyanto: Amin,, insyaAllah stadz,, bihaqqi Muhammad wa aali Muhammad.

Sinar Agama: Semua bisa salah (termasuk saya, apalagi), tapi jalan perubahan selalu dibuka Tuhan. Akan tetapi, menunjukkan kepada jalan benar, wajib dengan argumentasi, tidak boleh hanya persepsi dan nasihat ala umum. Nasihat harus benar, dan kebenaran harus dapat dibuktikan dengan argumentasi yang gamblang yang tidak menyisakan jalan lain kecuali menerimanya. Nasihat-nasihat sebagian antum yang panjang, sulit untuk dilakukan. Karena tidak didasari dengan argumentasi, baik akal atau syariat. Andaikan ada diantara kita yang nabi, masih mending diterima dulu baru kelak dipikirkan hikmahnya. Lah...wong nabi sudah tidak ada, lalu bagaimana mungkin menerima nasihat orang yang tidak ada argumentasinya sama sekali?

Saya sudah sering menjelaskan bahwa nasihat jangan dicampur dengan diskusi ilmiah. Kita tidak boleh meniru wahabi yang bisanya hanya berdalil di depan orang awam, tapi kalau sudah menghadapi orang yang mempu, maka langsung mengatakan nasihat-nasihat dan menolak debat karena tidak disukai Tuhan. Lah...wong dari awal dia sendiri yang nyesatin orang kok. Bisa-bisanya tidak mau debat tapi membid’ahkan, mensyirikkan dan mengafirkan orang, sangat mau? Nah, wahabi seperti itu. Kita tidak boleh menirunya. Btw, selamat berenung terus sampai menyala titik penting yang dapat membantu kita semua, amin.

وتنيره ناونغ : Akhirnya ketemu juga...ijin menandai dulu.

Sa Yang: Si rudi tukang jam tangan penghasud yang terselubung sila pak cik sinar belasah.
Dia dan kawannnya yang ketika antum menulis keculasan si yassir annajis , lewat akun-akun lain mereka memperolok-olokkan pak cik sinar.
Syaitan jenis Rudi perlu diagamai dengan baik pak cik sinar.

Sa Yang: Pak cik sinar sebaiknya antum tak usah nak kata siapa pun seenak hati antum tidak berargumentasi. Karena mereka atau dia bukan Nabi as. dan terkesan hanya antum seorang yang ahli. Merendah itu jangan setengah-setengah pak cik sinar.

Sedari awal saya tengok antum di sebalik kata merendah antum ada tekanan nada ego yang seolah anti kritik, anti nasehat kerana antum dipandang seorang ustadz.

Ketika orang mengejek antum jangan seenaknya juga antum tuding orang melakukan itu karena tanpa argumentasi.

Saya tengok antum tergesa-gesa menyikapi tulisan pak Labib dan tangan gatal serta pikiran gatal antum terlalu berani menggiring opini yang pada akhirnya membuat stigma bahwa Syi’ah nya pak

Labib itu batil dalam kacamata antum. Pada hal apa yang pak Labib tulis, apa pula yang antum sanggah.

Masa hanya kerana asumsi lewat ratusan kata-kata antum, imannya pak Labib dikerdilkan dan dianggap sudah di luar kaidah shahih. pada hal saya sekali lagi menengok antum keliru merespons tulisan pak Labib.

Lucutilah setingkat demi setingkat perasaan risih dikritik pada diri antum agar tampak di mana galat tulisan antum.

Terlepas ini dianggap ceramah atau nasehat oleh antum. Saya hanya berpesan, sebaiknya antum fokus sahaja menjawab soalan dengan kapasitas antum bisa lakukan.

Tanpa mendikte orang lain harus diakui benar bila setakat dengan antum pak cik sinar.

Saya berterimakasih antum tidak mengomentar lagi, dari pada semakin ngawur dan menguntungkan puak cuti logika model si Rud dan kawan-kawannya yang suka melaknat.

Yang semodel dengan bentet dan emilia adalah person yang diuntungkan ketika Syi’ah dan Syi’ah non pelaknat saling “memecut”.

Merekalah sebagai oknum yang pantas disebut dajjal oleh user “bocah pembunuh dajjal”.. dan sekali lagi harus diagamai.

Termasuk si tukang jam(si rud) , albani versi pelaknat.

Adzar Ali: Dari komentar-komentar Sinar Agama ini sudah ke tiga kalinya Sinar Agama merasa paling tinggi sehingga dalam komentarnya menyiratkan dia anti kritik dan anti nasihat. Itu yang pertama.

Yang kedua, ini kedua kalinya kasus Sinar Agama mudah dipengaruhi dan mudah dimanfaatkan oleh pihak-pihak tertentu apalagi khususnya dalam kasus ini malah dimanfaatkan oleh mereka yang anti wilayatul faqih.

Ketiga, karenanya saya sendiri akhirnya meragukan gelar-gelar akademisi yang sering disematkan pada sinar agama, karena secara emosionalitas Sinar Agama masih labil dan belum pandai menyikapi ikhwan wa akhwat yang lainnya, kecuali kalau gelar-gelar akademisi itu sekedar honoris causa yang salah tempat.

Keempat, memang dapat dinyatakan lamanya seseorang sekolah dan dimana dia sekolah belum tentu dapat dijadikan sandaran dalam menentukan kedewasaan dan kepiawaian seseorang dalam menyikapi masalah-masalah yang dihadapi walau itu mempunyai kaitan dengan keilmuan yang dia pelajari, namun pernyataan itu hanya dapat terjadi ketika sekolahnya diluar negeri para mulla yang kondisi pengajarannya tak seimbang, karenanya yaa seperti saya katakan di point ketiga tadi “kecuali kalau gelar-gelar akademisi itu sekedar honoris causa yang salah tempat”.

Sinar Agama: Salam untuk semuanya. Saya belum melihat ada yang perlu dikomentari. Pengulangan dan pengulangan. Yang diulang hanya dakwaan dan nasihat. Mending kalau ada dalilnya. Btw, bisa mengulang bacaan dengan lebih baik, dari pada mengulang komentar yang sama sekali tidak menyentuh sedikitpun pada permasalahan dan ditulis dengan perasaan yang ngalor ngidul tidak karuan. Tuduh sini dan sana, ejek sini dan sana. Persepsi, kecenderungan dan perasaan kok dituliskan, terlebih mengharap ditanggapi.

Oh iya, siapapun mengejek yang lainnya di sini (bukan mengejek saya), maka saya akan hapus dengan penuh maaf.

Rudi Suriyanto: Dihapus saja stadz merusak kenikmatan dalam membaca.

Sang Pencinta: Ustadz, berhubung ini di pekarangan saya hanya saya yang bisa hapus komen.
Beberapa komen ejekan yang ditujukan ke selain ustadz sudah saya hapus. Kalau ada yang perlu
dihapus, kabari saya saja ustadz.

Andika Karbala: Salam ustadz SA semoga Ustad dan keluarga senantiasa dalam perlindungan Allah swt tetaplah sudi berbagi ilmu pengetahuan kepada kami dan jangan bosan untuk mendidik kami..

Joko Kendil: Cukup saya baca tanggapan nak Sinar Agama di atas .... Memang menurut saya nak Sinar Agama ini lumayan pinter .... Tapi maaf dalam hal ini (tentang mengomentari pendapat ustad ML) nak Sinar Agama ini menurut pendapat saya pribadi ... Tidak menggunakan kepinteran nya secara bijaksana .... Sehingga yang tertangkap dalam pandangan saya ... Dalam hal ini nak Sinar Agama ini cuma KEMINTER .... sehingga MINTERI kalau sudah MINTERI (menggurui) motif yang saya tangkap adalah kalimat ( saya lebih tau dari dia ) .... Dan ini memang penyakit khusus yang biasanya menjangkiti para ahli .... Seperti kisah iblis yang juga terkena penyakit ini ..... Afwan .... Urun rembug tapi mungkin agak vulgar .... Hahahaha.

Babah: Salam. Ustadz Sinar Agama... dalam komentar antum kepada ust Muhsin Labib, anda mengatakan kepada beliau (ustadz ML) Dengan klaim bahwa ustadz ML menggurui seluruh ulama Syi’ah bal aimmah sekalipun, dan antum juga mengatakan bahwa ustadz ML telah mengaburkan pemahaman Syi’ah, antum juga mengatakan bahwa ustadz ML berpaham abu-abu.

Padahal tidak ada istilah Syi’ah abu-abu, karena yang menjadi standart konsep seseorang bisa diklaim Syi’ah itu jika orang tersebut termasuk dalam kategori konsep dalam kurung ini( siapakah orang yang layak dosebut Syi’ah? Hum , al-ladzina ya’taqiduna bi imamati ‘aliyyin wa naslihi nash-shan wa ta’yienan) yaitu orang-orang yang meyakini Ali dan keturunan-nya as sebagai imam (pengganti Rasulullah saww) berdasarkan nash dan ketentuannya.

Berarti antumlah yang sudah mengaburkan paham kesyiahan karena antum sudah menyalahi konsep dasar yang saya tulis dalam kurung tadi. Sebab antum sudah mengklaim bahwa ustadz Mountain Lion berpaham abu-abu.

Afwan.

Babah: Padahal ustadz ML sama sekali tidak menggurui para ulama Syi’ah apalagi aimmah ma’shumah.. jadi antum jelas ngawooor..

Muhammad Wahid: Sekedar ngulang ==> “Ada sebagian teman yang harus baca tulisan awalnya dengan sangat teliti tanpa berpihak. Lalu teruskan ke tulisanku tanpa berpihak. Karena saya benar- benar sudah melakukan yang terhati-hati, dan kalau ada nada yang naik, karena memang benar-benar perlu dinaikkan. Misalnya, pengusikan ushuuluddin, peremehan pada ulama, seperti kata gontok-gontokan,....dan seterusnya..., maka saya tidak akan mentolerir hal-hal seperti itu. Kalau antum ejek saya, monggo saja, karena kalaulah saya tidak memaafkanpun, maka kalau saya benar, dosa saya yang akan antum ambil. Dan kalau saya memaafkan, tentu kalau saya benar, maka saya akan bertambah pahala. Tapi kalau mengejek ushuuluddin, ulama, saya dengan menangis air mata darah, tidak akan mentolerirnya. Btw. Semoga kita semua kembali ke kebenaran, baik isi atau cara. Selama hayat masih dikandung badan, maka Tuhan selalu menunggu kita tanpa bosan.” Ustadz SA.. afwan.

Muhammad Wahid: Mengejek ushuluddin dan ulama yang dimaksud ustadz SA disini, adalah bahwa ustadz ML tidak menempatkan pahaman Imamah yang seharusnya. Dan lebih parahnya tidak merujuk kepada para ulama a’lam terdahulu juga riwayat-riwayat Makshumin as (dalil).. jadi ustadz ML terkesan berlogika hayal dengan pemikirannya sendiri,. padahal Imamah itu ranah USHULUDDIN loh, .. masih mending kalau beliau itu marja, mungkin bisa difahami maksudnya, lah ini kan tidak.. mujtahid saja tidak.. itu maksudnya mas bro. Afwan.

Babah: Loooh... mengejek ushuluddin gimana nya?? Antum ngerti gak Muhammad Wahid..? Ustadz ML dalam penulisannya sama sekali tidak meruntuhkan ushuluddin, itu hanya sekedar persepsi ustadz SA saja.. dan sangat terlihat ustadz SA terjebak dengan persepsinya..

Muhammad Wahid: Lah kan tinggal dibandingkan mas,. tulisan ustadz ML dan tulisan ustadz SA.... jangan lihat gaya penyampaiannya. Lihat isi dan muatan tulisannya.. mana yang berdalil dan mana yang tidak? Gitu lo mas, afwan.

Muhammad Wahid: Ushuluddin harus jelas dalilnya,. kalau tidak, maka setingkat ustadz ML yang harusnya lebih mengerti, jelas namanya mengejek-ngejek,. dan pendapat ulama yang jauh lebih alim dari beliau merasa direndah-rendahkan..

Babah: Hehehh... eh mas.. kalau cuma membawa seabrek dalil yang kagak nyambung mah, saya juga bisa.. Anda itu kayak orang baru lihat tulisan arab... hadeeecch.. udah dech. Yang ane butuhin bantahan ustadz SA bukan ente..

Muhammad Wahid: Ya sudah, jangan mengulang-ngulang kata-kata yang anda terlihat jadi tambah bodoh,.. ustad SA juga tidak akan menanggapi anda dengan komentar seperti itu,. Di atas aja.. saya sudah terkesan mengajari anda cara mencerna/ memaknai sebuah tulisan,.. kasihan sekali antum ini.

Babah: Justru yang terlihat tambah bodoh ya antum.. hehe.. makanya ana gak mau ngladenin antum. Heheh..

Muhammad Wahid: Ya sudah, ga apa-apa.. berarti antum bisanya cuma segitu, sukron.

Babah: Gara-gara nglihat tulisan arab langsung dibenarkan.. wkwkwk.. laaahhm. Gimana kalau gue bawain injil dari mesir... huhajahah

Babah: Untuk ustadz Sinar Agama.. coba antum ss tulisan ustadz Muhsin Labib yang menurut antum sudah meruntuhkan usuluddien.. Saya bener-bener nunggu jawaban-nya..

Joko Kendil: Nak sinar jaya kok ga nongol lagi ....?

Bintang Az Zahra: Ribut terus kapan damaiannya,,,,tatap muka aja deh ,,,,biar clear beda argument kalau di fb jadi bahan tertawaan orang bodoh.

Muhammad Kamal: Mudjahit itu apa ya? Tukang jahit? wkwkek.... mujtahid keleeesss.

Sinar Agama: Pencinta, saya juga bisa menghapus dan sudah saya hapus yang mesti dihapus. Entah mengapa saya bisa menghapus komentar di pekarangan/dinding antum, saya tidak tahu. Kalau benar saya bisa menghapus, maka biar saya yang menghapusnya, jangan antum. Afwan.

Sinar Agama: Teman-teman, saya merasa belum perlu menanggapi. Karena tidak ada yang berdalil sesuai dengan tulisan yang dibela dan yang dikritikinya. Saya tidak mau mengatakan bahwa ribut-ribut itu hanya mau mengkaburkan, akan tetapi, bisa saja demikian. Karena itu, di samping saya lihat tidak ada dalilnya, saya juga sangat merasa tidak perlu mengomentari komentar orang terhadap tulisan yang sama sekali tidak dipahaminya, baik dari tulisan yang dibelainya, atau yang dikritikinya.

Anjuranku, baca yang benar maka akan ketahuan. Wong tulisannya jelas dan saya sudah katakan tidak pakai taqiah kok.

Rudi Suriyanto: Bukan menghapus barangkali ustadz, tapi menyembunyikan komentar yang kita tidak mau melihatnya, hanya ustadz yang tidak melihat komentar itu, tapi yang lain masih bisa meihatnya., yang kuasa menghapus komentar di thread ini cuma Sang Pencinta.

Abi Dzar Algifari: Babah-babah...antum ini kalau dipewayangan kayak sicepot...

Sinar Agama: Wahid: Hampir bisa dikatakan bahwa hampir seluruh tulisannya itu adalah pengusikan ushuluddin dan pelecehan pada ulama, imam Makshum as, Nabi saww dan Tuhan sendiri. Jadi, bukan hanya penempatan masalah imamah, tapi termasuk hal-hal lain seperti kenabian itu sendiri. Kalau seseorang teliti, tentu setelah tahu apa arti nabi bagi Nabi saww, maka ia akan sangat melihat dengan gamblang, kerancuan apa yang tertulis di sana. Sementara kenabian ini termasuk ushuluddin yang ke tiga. Kalau imamahnya mah....sudah diludesin dengan tulisan itu. Sudah tidak tersisa sampai ke akar-akarnya. Yang tersisa hanya bahwa orang Syi’ah berimam pada Ahlulbait as, tapi apa yang semestinya harus diimaninya tentang mereka as di selain menerima mereka sebagai pemimpin, sudah tidak tersisa lagi.

Kalau pengejekan itu seperti “ngajari semua tokoh” dan bahkan mengatakan bahwa mereka gontok-gontokan. Bisanya ulama Syi’ah, dikatakan gontok-gontokan sementara mereka hanya mempertahankan ajaran yang diterima dari para imam as yang bersumber dari Nabi saww dan Tuhan.

“Selanjutnya para pemikir kedua kelompok ini harus mengubah energi gontok-gontokan menjadi energi saling mendukung dan mem-bahu mencerdaskan akar rumput dan awamnya serta membuang semua isu elementer yang menjadi biang kebencian mutual.”

Kata-kata seperti ini, jelas tidak bisa diterima karena sudah mencederai semua tokoh Syi’ah sepanjang sejarah yang rajin dan ulet serta kokoh mengajar dan menulis kitab yang menerangkan ushuuluddin keimamahan. Kata-kata di atas itu, di samping ulamanya yang serius menjaga agama itu, dikatain sebagai penggontok-gontok-an, juga secara tidak langsung dikatain sebagai tidak jelas melihat masalah dan akar rumput imamah ini DAN, tidak mencerdaskan umat. Karena itu ia menasihati para tokoh kedua kubu yang termasuk para ulama Syi’ah, untuk berhenti melakukan itu dan menjadi seperti dia supaya jadi paham apa akar masalahnya atau akar rumputnya dan supaya umat ini menjadi cerdas.

Jadi, para ulama yang gontok-gontokan (menurut dia) dengan pengajaran dan penulisan kitab-kitabnya itu, adalah kitab yang tidak benar karena tidak memahami akar rumput masalahnya DAN, tidak mencerdaskan umat.

Sinar Agama: Yang lain tidak boleh ngiri pada wahid, karena dia semacam bertanya dan konfirmasi, bukan dalam keadaan berdebat dan membantah. Kalau membantah, maka sudah semestinya memahami kedua tulisannya dulu, baru menuliskan bantahannya. Tapi kalau seseorang itu sendiri belum paham lalu membuat bantahan, maka saya hanya bisa merujukkannya kepada asal kedua tulisannya. Btw.

Ali Zayn Al-Abidin: Kalau boleh saya izin bertanya..

1. Apakah kewajiban seorang Imam menjadi pemimpin secara sosial dan politik (pemimpin negara) adalah wajib mutlak atau ‘idealnya’ wajib?

Keterangan :

Maksud beda wajib mutlak dengan ideal seperti “Syahadat” pada syarat ke-islam-an..
Kan idealnya syahadat itu Kesaksian Dzati, tetapi diumumkan oleh fikih hanya “ucapan” saja.

2. Apakah Nabi Ibrahim melakukan langkah-langkah politis begitu pula setelah menjadi IMAM?

3. Apakah dengan tidak menjadinya 9 imam Syi’ah yang lain (mulai maulana wa sayyiduna Imam Husein hingga Imam Hasan al-Askary) sebagai pemimpin politis “menggimplikasikan” hilangnya fungsi/peran imam?

4. Jika adanya imam itu mengharuskan berfungsinya kepemimpinan politik, apa peran Imam/ Insan Kamil mulai nabi ibrahim hingga imam Askary dalam bidang politik tanpa menjadi pemimpin?

Titik berat soal saya pada “apakah kepemimpinan politis imam adalah mas’uliyah dan fungsinya imam atau hanya pengembangan saja dari wilayah mereka”.

Artinya wajib mutlak bagi imam untuk menjadi pemimpin politis dunia, atau itu hanyalah idealnya semata.

Arjuu tashrihaatakum. Terima kasih.

Ali Zayn Al-Abidin: Jika imam WAJIB mutlak menjadi pemimpin politis, dimanakah para insan-insan kamil semenjak nabi Ibrahim hingga imam Askary (kecuali imam Ali hingga imam Husein)? Mana pergerakan politik mereka sebagai aktualisasi tugasnya?

Sinar Agama: @Ali, sekedar mengulang yang sudah ada di tulisan-tulisan di atas:

1- Imam itu wajib berkuasa dan memimpin. Jadi, kalau Allah sudah mengangkat seorang nabi/ rasul atau hamba makshum (seperti Ahlulbait as) menjadi imam, maka maksudnya diperintah untuk menegakkan pemerintahan dengan hukum Islam. Bukan idealnya saja. Perintah Tuhan itu wajib dilaksanakan. Jadi, imamah ini adalah kewajiban dan perintah yang mutlak. ARTINYA, tidak bisa ditawa-tawar.

2- Sudah tentu.

3- Tidak. Karena imam ini, akan tetap imam. Yakni baik dia berkuasa atau tidak. Imam tetap imam yang memiliki dua hak dan kewajiban, yaitu memimpin vertikal dan horisontal. Karena makna imam, adalah memimpin di dua bagian tersebut. Sedang tidak bisa berlakukan salah satu dari tugas itu, atau dua-duanya, maka penyebabnya, akan diminta tanggung jawab di akhirat.

Kalau imam itu tidak melaksanakan dua tugasnya, sudah pasti imamnya tidak salah karena mereka Makshum as hingga sudah pasti berbuat sesuai tugas yang diberikan, baik tersalurkan lewat memerintah secara politik, atau diam taqiah atau bahkan baiat taqiah (seperti yang dilakukan imam Ali as yang tidak baiat kecuali setelah diseret ke masjid dan dihukumi oleh khalifah bahwa kalau tidak baiat kala itu juga, maka kepalanya akan dipenggal, tidak seperti yang dikatakan orang yang sok tahu yang mengatakan bahwa imam Ali as berbaiat karena menerima kepemimpinan horisontal khalifah pertama). Walhasil yang dilakukan Makshumin as, sudah pasti sesuai dengan tugas yang diberikan Tuhan.

Karena itu, kalau imam itu tidak menjabat pemerintahan horisontal, maka yang akan dimintai tanggung jawab kelak, adalah umatnya.

Masih mending kalau tidak berkuasa saja. Sebab bisa lebih parah dari itu, yaitu dibunuh sebagaimana seluruh imam Makshum dibunuh dimana yang terparah seperti imam Husain as yang kepalanya dibuat mainan oleh umat Islam ini sendiri.

Jadi, kebertugasan para imam atau kepemberian tugas imamah oleh Tuhan, sama sekali tidak berhubungan dengan de faktonya. Persis seperti syariat dan para nabi yang diutus Tuhan itu. Apakah syariat dan nabiNya akan diterima orang secara de fakto atau tidak, maka hal itu tidak ada urusan. Karena Tuhan, hanya melakukan hidayah dan membantu manusia mencapai kesempurnaannya, dan para nabi dan rasul hanya menjalankan tugasnya. Diterima atau tidak, di alam nyatanya, maka hal itu sudah bukan lagi tanggung jawab Tuhan dan para nabi yang diutusNya. BEGITU PULA DENGAN IMAMAH PARA AHLULBAIT as ATAU PARA NABI SEBELUMNYA as. KARENA BERKUASA ATAU TIDAKNYA MEREKA as, SUDAH BUKAN LAGI TANGGUNG JAWAB KETUHANAN DAN KEIMAMAHAN.

4- Fungsinya tidak berfungsi. Artinya, ketika umat mengingkarinya dan tidak mengikutinya, maka imamahnya tidak berfungsi. Persis seperti kalau Tuhan mengutus nabi dan rasul akan tetapi ditolak dan bahkan dibunuh seperti nabi Yahya yang bahkan dibunuh dengan digergaji secara perlahan-lahan itu.

Akan tetapi, karena tidak ada rotan akarpun jadi, artinya tidak ada pemaksimalan imamah, amar makruf sebisanyapun jadi, maka para imam Ahlulbait as, tidak pernah berhenti untuk menjadi pembimbing umat Islam ini (begitu pula imam-imam masa lalu terhadap umat mereka masing-masing) SEKALIPUN BAHKAN KEPADA PERAMPAS IMAMAHNYA TERSEBUT. Karena itu, jangan heran kalau imam Ali as selalu memberikan saran kalau diminta, memberikan jawaban kalau ditanya, memberikan amr makruf kalau dirasa perlu....dan seterusnya. Lah, perkara seperti ini, akan aneh banget kalau diartikan sebagai telah menerima kekuasaan khilafah/politis penguasa yang disaraninya, yang dibimbingnya, yang ditolongnya, yang diberikan anaknya ketika dipinang untuk dikawini (lantaran taqiah),.....dan seterusnya.

Saya sudah sering menjelaskan (tapi saya memang bukan apa-apa, tapi setidaknya telah berusaha memberikan informasi-relatif semampunya tapi selalu diusahakan berdalil karena hanya itu tugas kita yang tidak makshum) bahwa ketika imam harus taqiah itu, justru siksanya lebih berat ketimbang berperang dengan pedang. Artinya, justru di situlah perjuangan para Makshumin dari Ahlulbait as itu. Artinya, bahwa semua itu, bukan tanda ridha dan memaafkan atau apalagi menerima kuasa politisnya.

JADI MENJADI IMAM SECARA DE FAKTO (NYATA) ITU ADALAH MASUULIYYAH (TANGGUNG JAWAB) DAN KEWAJIBAN, BUKAN HANYA IDEALNYA SAJA. AKAN TETAPI, KEWAJIBAN INI, TIDAK SEPERTI SYAHADAT YANG HANYA MENYANGKUT SATU ORANG PRIBADI, KARENA IA MENYANGKUT SEMUA UMAT MUSLIM. JADI, MENGAPLIKASIKAN IMAMAH ITU, KEWAJIBAN SEMUA ORANG SECARA BERSAMA, TIDAK SEPERTI SYAHADAT YANG DILAKUKAN SENDIRI-SENDIRI. HAL ITU, LANTARAN IMAMAH SECARA DE FAKTO, MEMILIKI BANYAK UNSUR, SEPERTI PEMIMPINNYA YANG MAKSHUM, UMATNYA YANG MAU MENERIMA SECARA PENUH (tidak menerima secara separuh-separuh seperti oran-orang Kufah yang mengundang imam Husain as dimana sebagian mereka tidak meyakini imam Husain as itu sebagai imam secara penuh karena hanya meyakini bahwa imam Husain as lebih afdhal dari yang lain untuk menjabat pemerintahan sebagaimana pejabat/khilafah sebelumnya yang mereka juga terima) DAN TANAH/WILAYAH YANG BISA DIJADIKAN TEMPAT MENDIRIKAN PEMERINTAHAN HUKUM TUHAN. KALAU SATU SAJA DARI UNSUR-UNSUR TERSEBUT TIDAK ADA, MAKA DE FAKTO DARI IMAMAH INI, TIDAK AKAN PERNAH ADA. DAN SEKALI LAGI, KETIADAAN IMAMAH SECARA DE FAKTO DI LAPANGAN, SUDAH BUKAN TANGGUNG JAWAB TUHAN DAN PARA IMAM ITU SENDIRI, MELAINKAN TANGGUNG JAWAB UMAT MEREKA MASING-MASING. Wassalam.

Tambahan: Kalau tidak pernah baca kitab, atau kurang banyak baca kitab, atau tidak lengkap ilmu (terutama seperti saya ini) hingga membuatnya tidak tahu kabar apapun tentang sejarah para imam sejak nabi Adam as, maka apa salah Tuhan dan Nabi saww yang mengajarkan ushuuluddin imamah ini. Apa salah Islam dengan konsep imamahnya ini. Wong kita kok yang tidak tahu. Emangnya bisa kita mengakatan “Mana perjuangan mereka?” dimana memaksudkan “Karena tidak ada (yang semestinya mengatkaan ‘karena saya tidak tahu’), maka konsep imamah yang ada dalam Qur an, hadits Nabi saww, ajaran Ahlulbait as, ajaran para tokoh ulama dan marja’ sejak jaman Nabi saww itu, semuanya salah, tidak benar, tidak menyentuh akar rumput masalahnya .... dan seterusnya.”

Ali Zayn Al-Abidin: Na’am ustadz, terima kasih banyak atas penjelasannya sebelumnya.

Saya tidak ragu untuk bab kepemimpinan vertikal dan horizontal secara umum. Yang isykal di sini adalah kepemimpinannya dari cabang nya yang horizontal.



Artikel berikutnya:
================



Tidak ada komentar:

Posting Komentar