Kamis, 04 Maret 2021

Maksud dari “dengan menangisi (meskipun pura-pura) al Husain as akan dihapus segala dosanya”


Oleh Ustadz Sinar Agama http://www.facebook.com/groups/210570692321068/doc/324616967583106/ Oleh Anggelia Sulqani Zahra pada 2 Februari 2012 pukul 18:06


Dadan Gochir: Salam ustadz, apakah maksud dari “dengan menangisi (meskipun pura-pura) al Husain as akan dihapus segala dosanya”...


Fauzan Ben Ahmad: KESESATAN SYI’AH: ASY-SYURO ANTARA RATAPAN NESTAPA DAN PESTA.

“dua hal jika ada pada manusia maka akan menyebabkan kekufuran, yaitu; menghina nasab dan meratapi mayit.”[HR.Muslim,kitab al iman, bab ithlaq ism al-kufri ala ath-tha’n fi an-nasab wa an- niyahah, no. 67].

“Orang yang meratapi (mayit) apabila tidak bertaubat (sebelum meninggal), niscaya kelak pada hari kiamat (akan di bangkitkan dengan mengenakan jubah yang terbuat dari aspal panas, dan baju besi yang berkarat.”[HR.Muslim, kitab al-jana’iz, bab at-tasydid fi an-niyahah, no. 934].

“bukan dari golongan ku, orang yang menampar pipi, merobek pakaian dan memanggil-manggil dengan panggilan jahiliyah.”[HR.Bukhori, kitab al-jana’iz, bab laisa minna man dharaba al-khudud, no. 1297; dan imam muslim, kitab al iman, bab tahrim dharb al-khudud wa syaqqi al-juyub, no. 103].

“sesungguhnya seorang mayit, akan di siksa di dalam kuburnya di sebabkan ratapan untuknya.”[HR. Bukhori, kitab al-jana’iz, bab ma yukrohu min an-niyahah ala al-mayyit, no. 1292.; Muslim kitab al- jana’iz, bab al mayyit yu ‘adzdzab bi buka’i ahlihi alaihi, no. 927]

Sangat jelas pada hadits-hadits nabi ini terdapat larangan yang begitu keras dan terdapat ancaman berupa kufur, dan adzab pada hari kiamat, dan kubur pada riwayat-riwayat sebelumnya yang diambil dari kitab rujukan kaum syi’i maka para imam secara keras melarang hal berupa ratapan terhadap orang yang telah meninggal sebagaimana yang di lakukan oleh orang-orang yang menisbatkan bahwa mereka mengikuti ahlulbayt pada hari ASYURO... jadi sangat jelaslah bahwa hal yang di lakukan orang-orang syi’i bukanlah memperingati hari kematian imam Husain, akan tetapi berpesta atas kematian imam yang merupakan pemimpin para pemuda ahli syurga ini...karna jika kaum syi’i itu bersedih terhadap kematian imam yang di ridhoi Allah ta’ala ini niscaya mereka tidak akan meratapi kematiannya, pada hari ASYURO..

KESESATAN SYI’AH: ASY-SYURO ANTARA RATAPAN NESTAPA DAN PESTA.

Imam Husain bin Ali sendiri telah berwasiat kepada saudari perempuannya Zainab: “hai saudariku, aku bersumpah demi ALLAH, wajib atas kamu memelihara sumpah ini, jika aku terbunuh maka janganlah kamu merobek bajumu dan jangan mencakar wajahmu dengan kuku-kukumu, dan jangan meneriak kata celaka dan binasa atas kesyahidanku.”(ABBAS AL-QUMMI, Muntaha al-amal, 1/248).

Imam Ja’far Shadiq berkata: “tidak benar teriakan atas mayit, dan tidak layak, akan tetapi manusia tidak mengetahui.”[AL KULAINI, Al-kafi (2/226)]..

Dia juga berkata: “tidak layak berteriak(histeris) atas mayit, dan tidak layak pula merobek-robek baju.[(al-kafi, 3/225)]..

Dari Fadhl bin Muyassir, dia berkata” dulu kami berada di sisi Abu Abdillah.ra. kemudian datang seorang lelaki yang mengeluhkan musibah yang menimpanya, maka Abu Abdillah r.a. berkata kepadanya: “adapun kamu jika kamu bersabar, kamu akan diberi pahala, dan jika tidak bersabar maka taqdir ALLAH yang telah ditaqdirkan kepadamu tetap berlaku atasmu sedang kamu di beri dosa.”[al-kafi, (3225)].

Khusus pada riwayat ini terdapat bantahan dari imam Ja’far Shadiq tentang tidak percayanya kaum syi’i terhadap taqdir buruk yang datangnya semua dari ALLAH..silahkan lihat pada al-kafi terbitan mana saja, dan tahun kapan saja, kecuali kalau dihapus.., dan cobalah lihat riwayat-ayat yang terdapat pada catatan sebelumnya ataupun catatan ini..di sini para imam-imam telah secara jelas melarang tentang meratap mayit, seperti yang di lakukan oleh orang-orang yang megatakan mengikuti ajaran mereka...INSYAALLAH kami akan membawakan hadits-hadits dari nabi saw.. tentang meratapi mayit, apakah boleh ataukah tidak, pada judul yang sama di selanjutnya.


Kesesatan syi’ah ASY-SYURO ANTARA RATAPAN NESTAPA DAN PESTA.

Muhammad bin Ali bin Husain yang di gelar as-shaduq (ibnu babawaih al-Qummiy, syaikhul muhanditsin(306-381), penulis kitab Man la yahdhuruhul faqih,’llalus syarayi’)..berkata di antara lafaz-lafaz ROSULULLAH yang tidak mungkin di dahului (diterjang, dilanggar) adalah: “Niyaha (meratapi mayit) adalah termasuk perbuatan jahiliyah.”[ibnu al qummi, man la yahdhuruhul faqih (4/271-172)].

Ja’far ash-shadiq (Abu Abdillah imam syi’ah yang ke 6, 83-148 H) Dari bapak-bapaknya berkata:”Rosulullah melarang tangisan pada saat musibah dan melarang niyahah serta mendengarnya.”(AL-HURI AL- ’AMILI, WASAILUS SYI’AH (2/915))..

ALI BIN ABI THALIB R.A. (imam pertama, Abul Hasan al Murtadha, 23 SH-40 H) berkata: ada tiga perkara termasuk perbuatan jahiliyah, tidak henti-hentinya manusia berada di dalamnya hingga terjadinya hari kiamat: meminta hujan dengan bintang, mencela nasab, dan niyaha atas mayit.”[AL MAJLISI, biharul anwar, (82/101)].

Ali bin Abi Thalib: “siapa yang memukul tangannya kepaha ketika musibah maka amal salehnya menjadi lebur.[(nahjul balagah)]

Ali bin Abi Thalib berwasiat kepada istrinya Fatimah binti rosulillah saw.,: “jika aku mati maka kamu jangan mencakar wajah, jangan meneriakan kata-kata celaka, dan jangan menunggui orang yang meratap.[Man la yahdhuruhul faqih, 51].., insyaALLAH AKAN saya sambung pada berikutnya.


Sinar Agama: Salam dan terimakasih pertanyaannya:

Apapun amalan yang boleh atau dianjurkan yang bermanfaat untuk syi’ar Islam, seperti mendukung kebenaran dan membenci kebatilan yang memeranginya, adalah berpahala. Dan besarnya pahala itu, tergantung kepada yang ditangisi.

Kalau kebenaran, terpenjaranya pendemo yang menuntut hak uang negara yang masuk akan dan telah diundangkan, maka pahala juga akan sesuai dengan hal tersebut. Kalau menangisi kematian pendemo itu, maka ia akan lebih tinggi pahalanya. Nah, menangisi kebenarannya imam Husain as yang maksum dan deritanya ketika dibantai kudetawan yang kufur terhadap imamah dan nikmat- nikmat Tuhan dan Nabi saww, maka pahalanya juga akan semakin tinggi.

Ketika pahala tinggi, maka sudah tentu ia akan menghapus dosa sebanyak ketinggian pahala tangisan tersebut.

Nah, jadi, inti dari tangisan itu adalah keberpihakan kepada kebenaran dan kebencian kepada lawan-lawannya. Begitu pula bara yang akan muncul di hati untuk berusaha berlaku seperti yang dipihaki itu dan menjauhi yang melawannya tersebut. Nah, inti ini, bisa didapat juga dengan simpati walau tanpa tangisan. Karena itulah dikatakan di hadits untuk menangisi imam Husain as (begitu pula musibah-musibah para imam maksum as, seperti dicontohkan Nabi saww) dan kalau tidak bisa, maka bertangis-tangislah dan kalau tidak bisa juga maka besedihlah.

Dengan penjelasan ini dapat dipahami bahwa inti itu dapat dicapai dengan menangis, menangis- nangisan (sebagai simpatik) dan bersedih. Tentu saja, derajat tangisan lebih besar dari bertangis- tangisan dan bersedih, karena kedua terakhir itu dicakup olehnya.

Begitu pula bertangis-tangisan lebih afdhal dari hanya bersedih, karena ia di samping telah berusaha mengaplikasikan simpatinya, juga mengandung syi’ar di majlis tersebut hingga membuat bertambahnya karamah dan barakah majlis duka tersebut. Sedang yang hanya bisa sedih, maka di samping ia hanya tidak sekhusyuk yang menangis, juga kurang mengandungi hikmah sosial, yaitu kesemarakan duka majlis tersebut.

Tentu saja, ada juga hikmah sosialnya dengan kehadirannya di majlis itu, akan tetapi tidak sedalam dan seafdhal yang menangis atau yang bertangi-tangisan.

Catatan:

Bertangis-tangisan di sini bukan untuk riya’. Tetapi untuk simpati, melatih diri dan syi’ar kebenaran yang diperantarai majlis duka tersebut.

Buat : Fauzan ben Ahmad:

(1). Yang dimaksud dengan meratapi mayit di sini –di hadits pertama dan keduamu- seperti yang di jahiliyyah, yaitu yang mengungkit-ungkit dan tidak rela pada Tuhan yang telah mengambil keluarganya. Begitu pula menyeru si mati dengan menyebut-nyebut kata-kata yang miring ke arah kekufuran. Para ulama juga sudah menerangkan hal ini. Mereka menukil kata-kata Jahiliyyah seperti: “Wahai yang membuat wanita menjadi janda; Wahai yang membuat anak-anak menjadi berduka; Wahai yang membuat desa-desa menjadi runtuh; Wahai yang memporakporandakan persahabatan.”....dan seterusnya. Sementara dalam Islam hal ini tidak dibenarkan.

Dan kufur adalah kufur nikmat, bukan kufur tauhid. Karena kemarin sudah saya tulis tentang hadits Nabi saww yang meriwayatkan bahwa Nabi saww bukan hanya menangisi Hamzah ra tetapi menjeritnya.

(2). Tentang hadits ke tiga, yaitu yang melarang menampar pipi dan merobek baju seraya memanggil-manggil dengan panggilan Jahiliyyah, juga demikian halnya. Justru hadits ini menjelaskan hadits-hadits sebelumnya. Yakni bukan hanya membahas tangisannya, ratapannya, menampar dan merobek bajunya, tetapi yang disertai dengan panggilan- panggilan jahiliyyah yang dikenal sejarah dan hadits-hadits itu, yaitu yang pada intinya tidak rela terhadap kematiannya dan protes pada Tuhan yang mengambilnya.

(3). Tentang orang mati yang tersiksa karena ditangisi keluarganya itu juga bernasib sama seperti yang di atas. Yakni bukan seperti yang kamu maksudkan. Karena ‘Aisyah sendiri telah membantah riwayat Umar itu. Riwayat Aisyah ini banyak diriwayatkan di berbagai kitab. Bahkan di kitab Syarah Bukhari sendiri yang ditulis oleh Ibnu Baththaal al-Qurthubi:


Di jilid 3, hal. 272-273:

Riwayat itu datang dari shahabat yang bernama Ibnu Abi Mulaikah yang intinya –yang berhubungan dengan topik kita- menceritakan bahwa:

Ibnu Abbas mengabarkan hadits riwayat dia tentang diadzabnya orang mati dengan tangisan yang hidup, setelah matinya Umar kepada ‘Aisyah. Lalu ‘Aisyah mengatakan: “Semoga Tuhan merahmati Umar, demi Allah tidak pernah mensabdakan hal itu. Cukuplah bagi kalian al- Qur'an yang berfirman: ‘...dan seseorang yang berdosa tidak akan memikul dosa orang lain. ’ (QS: 6: 104).” Berkata ketika mendengar itu –sebagai dukungan terhadap ‘Aisyah:

“Demi Allah, sesunguhnya Dialah yang membuatmu tertawa dan menangis.’(QS: 53: 43).

Ibnu Abi Mulaikah meneruskan: “Demi Allah Ibnu Umar yang ada di situ tidak berkomentar apapun -terhadap bantahan Aisyah itu.”

‘Aisyah meneruskan: “Sesungguhnya Rasulullah saww melewati wanita Yahudi yang menangisi mayat Yahudi. Lalu Nabi saww bersabda: ‘Ia menangisi yang mati itu –sebagai kesedihan ditinggalkannya- sementara yang mati itu sendiri dalam keadaan benar-benar teradzab di kuburannya.”

Maksudnya adalah, bahwa yang manangis itu menangisi si mati karena sayang dan cintanya pada si mati, sementara si mati, karena kekafirannya yang tidak mau menerima Nabi saww, benar-benar dalam keadaan tersiksa. Jadi, siksa si mati itu, bukan karena tangisan yang hidup.

Memang aneh para wahabi itu, kalau oper pahala dan kirim pahala tidak boleh dan diharamkan dan dibid’ahkan, tetapi kalau oper dosa dibolehkan. Emangnya kalau muslim menangis itu –anggap memang dosa- terus si mati yang menerima hukumannya??!!

(4). Tentang hadits-hadits syi’ah itu sebaiknya kamu tidak usah ikut-ikut karena hadits-hadits sunni saja tidak kamu pahami. Tentang merobek baju itu haram karena mubadzdzir, dan mencakar wajah itu karena makruh selain untuk kematian orang tua. Hal ini dapat dipahami dengan hadits-hadits lain dari imam maksum yang membolehkan untuk orang tua. Tentang kata “celaka” dan “binada” atas kesyahidan imam Husain as itu sangat jelas. Karena yang celaka dan binasa itu adalah pembunuhnya dan pendukung pembunuhnya. Sementara yang syahid adalah menang, berjaya, tidak mati dan bahkan mendapat rejeki terus menerus sebagaimana disebutkan di QS: 3: 169.

(5). Begitu pula kata-kata tidak layak dan semacamnya itu. Bagi orang yang memahami hadits, maka sudah jelas bahwa ia merupakan kata yang kurang disukai. Jadi, tidak haram hukumnya. Di samping itu, teriakan yang dimaksud adalah terikan yang seperti di atas itu, bukan tangisan dan jeritan duka yang umum diberikan Tuhan kepada seluruh manusia dan dilakukan oleh Nabi saww, istri-istri Nabi saww, shahabat dan semua ulama dan umat Islam selain ulama dan umat wahabi sejak munculnya ajaran sesat wahabi ini.

(6). Begitu pula tentang nasihat kesabaran itu. Karena yang dimaksudkan bukan tidak boleh bersedih dan menangis, akan tetapi yang membuat pasif deritanya. Jadi, sabar adalah bersedih, menangis, menjerit (seperti Nabi saww sebagaimana sudah saya nukil dari hadits- hadits Mustadrak Hakim, Kanzu al-‘Ummaal dan lain-lainnya yang telah lalu beberapa hari yang lalu yang berjudul: “Catatan Kecil Tentang Menangis, Menjerit dan Memukuli Badan di Hari Duka” dimana menjeritnya dicontohkan Nabi saww dan memukuli dada dan kepala dicontohi ‘Aisyah dan shahabat-shahabat lainnya di jaman Nabi saww dan di depan Nabi saww dan tidak dilarangnya.) dan mungkin memukuli badan (tapi tidak boleh melukai badan kecuali mencakar wajah dan hanya untuk orang tua yang meninggal sebagaimana dijelaskan di fikih Islam), akan tetapi tidak membuat kita hanyut dalam kenegatifan dan kefakuman dan apalagi menganggapnya celaka dua belas dan menggerutui Tuhan.

Nah, sabar adalah ulet, bukan tidak sedih, buakan tidak menangis, bukan tidak menjerit dan bukan tidak memukuli badan. Karena semua itu dibolehkan sesuai dengan hadits-hadits syi’ah dan sunnah, baik yang dilakukan Nabi saww langsung atau yang ditaqrir/dibolehkan Nabi saww. Tetapi yang tidak boleh itu adalah melakukan semua itu dalam kontek putus asa dan mematikan gairah hidup. Jadi, sekalipun tidak menangis dan tidak memukuli badannya ketika keluarganya mati, tetapi kalau membuatnya lemah dan tidak ulet berusaha hidup biasa, maka hal itu jelas termasuk bukan orang yang sabar.

Jadi, sabar, bukan tidak menangis dan memukuli badan, tetapi menangis dan memukuli badan –sejauh yang dibolehkan agama- tetapi tidak membuat kita negatif mengalami kejadian itu dan menjadi hidup pasif serta tidak bersemangat. Nah, menangisi imam Husain as yang dimulai pertama kalinya oleh Nabi saww sendiri sebagaimana sudah maklum di catatan yang dimaksudkan itu, dan diteruskan oleh hdh Faathimah as, imam Ali as, Ummu Salamah yang semua menurut riwayat sunni yang shahih sebagaimana maklum dan diteruskan oleh shahabat-shahabat yang lain ...dan seterusnya sampai hari ini, baik dari sebelum kejadian Karbala atau setelahnya- semua itu, bukan hanya tidak merupakan tangisan pasif, tetapi bahkan tangisan yang penuh bara.

Karena itulah Nabi saww mensabdakan bahwa peristiwa terbunuhnya al-Husain itu terdapat bara di hati semua kaum mukminin yang tidak akan pernah padam. Karena itulah, maka banyak sekali hikmah yang dicapai dengan tangisan-tangisan dan rintihan-rintihan positif itu, seperti bertahannya kebenaran Islam syi’ah sampai sekarang, bengkitnya banyak pejuang kebenaran dalam Islam....dan seterusnya sampai ke revolusi Iran yang imam Khumaini ra sendiri mengatakan bahwa revolusi Islam Iran itu diambil dan dimulai dari revolusi Karbalanya imam Husain as.

(7). Sedang tentang taqdir, uwwah banyak sekali di Syi’ah tentang taqdir itu. Tetapi maksudnya bukan seperti di Sunni yang berarti nasib manusia sudah ditentukan Tuhan. Sangat jauh khayalanmu itu. Mbok kalau membaca hadits itu, selidiki semaksimal mungkin hingga kamu paham maksudnya. Ketahuilah yang dimaksud taqdir di sini adalah taqdir tentang bahwa “Kalau ajal seseorang sudah datang, maka tidak bisa diundur.” Dan “ajal” adalah sebab kematian, bukan umur yang ditentukan Tuhan. Karena umur tidak ditentukanNya. Karena itu ada anjuran memperpanjang umur dengan silaturrahim atau memperpendek umur dengan mati syahid. Nah, taqdir dalam hal hadits yang kamu sebut itu adalah, bahwa apapun sebab kematian yang telah dialami oleh yang mati hingga ditangisi oleh orang tersebut, adalah taqdir Tuhan yang sudah terjadi. Yakni kalau sebab kematian itu sudah datang, maka tidak bisa diundur dan dimanjukan sedetikpun. Karena itu yang mati itu sudah tidak bisa hidup lagi walau ditangisi dan, apalagi dengan meratapi negatif.

(8). Untuk riwayat-ayat syi’ah tentang larangan menangis dan rintihan itu adalah sudah jelas maksudnya. Bahwa yang dimaksudkan adalah tangisan putus asa dan keluhan jahiliyyah, bukan teriakan kebenaran atau yang sesuai dengan agama sebagaimana dilakukan Nabi saww ketika menangisi dan menjeriti Hamzah ra, begitu pula sebagaimana para istri Nabi saww dan shahabat dan tabi’in...semua ulama dan umat Islam melakukannya selain ulama dan umat wahabi.

(9). Tentang memukul paha ketika mendapat mushibah itu, maksudnya adalah memukul paha sebagai protes terhadap pengaturan Tuhan. Yakni tidak terima akan ketentuan- ketentuanNya, seperti adanya hukum yang membebaskan orang menjadi jahat hingga membunuh kerabatnya, atau menganjurkan perjuangan hingga mati syahid, dan seterusnya. Jadi, bukan taqdir yang bermakna nasib karena hal itu tidak ada dalam Islam, dan ketika taqdir-taqdir seperti yang dicontohkan di atas ini, maka ia adalah benar-benar ada dan tidak boleh diprotes dimana salah satu tanda protes itu bisa dengan memukul paha. Jadi, kalau memukul paha, dada dan kepala seperti ‘Aisyah dan wanita-wanita Madinah ketika Nabi saww wafat, tetapi tidak dengan niat protes, dan hanya sedih dan merintih yang tidak membuat putus asa pada kehidupan, maka hal itu jelas boleh saja.

Begitu pula, walau tidak memukul paha, dan badan, tetapi di hatinya protes terhadap ketentuan Tuhan tentang kehidupan ikhtiari itu, maka ia menjadi tidak mendapat pahala dari musibah yang menimpanya itu atau bahkan bisa gugur semua pahala yang dimilikinya sebelumnya.

(10). Dan tentang washiat imam Ali as kepada hdh Faathimah as itu, pertama sekali terlihat janggal. Karena biasanya washiat itu dibuat menjelang meninggal sedang imam Ali as, syahid jauh-jauh setelah syahidnya hdh Faathimah as. Begitu pula para ahli sejarah mengatakan bahwa imam Ali as sampai membuat gubuk kecil di sahara untuk tempat menangisnya hdh Fathimah as kerana telah dilarang menangis di rumahnya oleh Abu Bakar dan Umar, dimana gubuk itu juga dibakar mereka karena merasa tidak cukup membakar rumahnya saja sebagaimana sudah sering saya jelaskan tentang penyerbuan ke rumah hdh Faathimah as ini di kitab-kitab sejarah sunni.

(11). Ketahuilah bahwa salah satu hikmah tangisan ketika menangisi kebenaran Islam, adalah syi’ar untuk kebenaran itu sendiri. Ini yang pertama. Dan yang ke dua, bisa menyulut diri untuk membelanya dan membenci musuh-musuh kebenaran-kebenaran itu. Nah, tangis yang seperti ini, seperti tangisan untuk musibah Ahlulbait as, baik untuk hdh Faathimah as, imam Ali as, imam Hasan yang diracun Mu’awiyyah dan imam Husain as yang dipenggal dan dirajang-rajang Yazid ...dan seterusnya... merupakan tangisn syi’ar dan penyulut semangat iman dan ketakwaan.

Karena itulah, maka Abu Bakar dan Umar, sangat takut pada tangisan hdh Faathimah as di Madinah. Karena membuat kota Madinah berduka dan bisa tersulut membela kebenaran Ahlulbait as. Karena itulah, mak(maka) “Baitu al-Ahzaan” atau “Gubuk Derita” yang dibuat imam Ali as di pinggiran kota Madinahpun, dimana dikenali sejarah, juga dibakar oleh kudetawan-kudetawan tersebut.

(12). Anjuranku untukmu:

Banyak-banyaklah belajar dari referensi-referensi yang ada dan telitilah maksud ayat dan hadits atau kata-kata para imam maksum as atau ulama, terutama syi’ah, begitu pula sunni. Karena kalau tidak kamu renungi dan hanya bersamangat untuk menyalahkan, maka kamu sendiri yang akan merugi.

Bayangin, semua ulama sunni tidak ada yang melarang semua tangisan, jeritan dan pukulan badan di waktu kematian dimana sumber-sumbernya sangat jelas di Qur'an dan Hadits, dan dicontohkan Nabi saww, istri-istri Nabi saww, shahabat-shahabat dan tabi’in ...dan seterusnya dari jaman ke jaman, eh malah kamu hanya mengambil pandangan Ibnu Taimiyyah dan Muhammad bin Abdulwahhab (bc: aliran wahabiah).

Karena itulah, maka Bukharinya sendiri, Muslimnya sendiri, para ulama yang mengimani dua kitab tersebut dan mensyarahinya itu sendiri, tidak ada yang berpandangan seperti wahabiah yang membid’ahkan semua itu. Karena itu, berhati-hatilah, karena agama itu tidak bisa dipahami dengan hanya membolak-balik beberapa halaman atau kitab saja. Tetapi perlu membolak-balik semua pandangan dan merenunginya dengan dalam serta melihat semua sudut dan semua pandangan yang ada. Sungguh lagu-lagu yang kamu bawa ini sudah usang bagi pengkaji agama. Karena lagu-lagu itu adalah wahabi yang sudah dibantah oleh ratusan kitab oleh ulama sunni sendiri apalagi syi’ah.

Jadi, ulama-ulama sunni itu bukan tidak beriman pada hadits-hadits yang kamu bawa, tetapi memaknainya dengan makna lain dari maknamu, karena mereka memadukannya dengan hadits-hadits yang shahih yang bertentangan hingga dapat dipahami maksud sebenarnya. Tidak pendek akal seperti wahabi dimana setiap melihat hadits yang bertentangan dengan pandangannya langsung dicap sebagai hadits palsu atau maudhu’.

Pemahaman bagi poin (10):

(10). Dan tentang washiat imam Ali as kepada hdh Faathimah as itu, pertama sekali terlihat janggal. Karena biasanya washiat itu dibuat menjelang meninggal sedang imam Ali as, syahid jauh-jauh setelah syahidnya hdh Faathimah as. Begitu pula para ahli sejarah mengatakan bahwa imam Ali as sampai membuat gubuk kecil di sahara untuk tempat menangisnya hdh Fathimah as kerana telah dilarang menangis di rumahnya oleh Abu Bakar dan Umar, dimana gubuk itu juga dibakar mereka karena merasa tidak cukup membakar rumahnya saja sebagaimana sudah sering saya jelaskan tentang penyerbuan ke rumah hdh Faathimah as ini di kitab-kitab sejarah sunni. Dan aku mencarinya di alamat yang diberikan olehmu itu tidak ada, dan angka 53 itu angka apa? Halaman atau apa? Kalau halaman maka jilid berapa?.Wassalam.

Agoest Irawan, Abdullah Ndonk Mubarak dan 4 orang lainnya menyukai ini.


Dicky Jalinus: Sangat telik sekali jawaban Ustadz. Minta ijin copy ya ustadz...

Sinar Agama: Dicky: Silahkan saja, gratis semua yang ada di fb ini dan boleh dipergunakan dalam bentuk apa saja, asal untuk kebaikan dan bukan untuk bisnis.

Sinar Agama: Anggelia, terimakasih telah muncul kembali, tolong jangan sampai ada yang kurang sejak sekitar 10 November tahun lalu. Artinya, sisir dan pilih yang layak didokumenkan. Afwan telah selalu merepotkanmu. Karena memang waktuku tidak cukup. Semoga kamu selalu dalam pertolonganNya. Kalau ada kesulitan di lapangan, tolong beri tahu, supaya aku bisa membantunya,

Sinar Agama: Tolong juga Katalognya he he afwan dan terimakasih. 


3 Februari 2012 pukul 21:00


اللَّهُمَّ صَلِّ عَلَى مُحَمَّدٍ وآلِ مُحَمَّدٍ وعَجِّلْ فَرَجَهُمْ

Tidak ada komentar:

Posting Komentar