Kamis, 04 Maret 2021

Mengapa Puasa 9-10 Muharram hukumnya makruh Bukan Pada Hari Berduka


Oleh Ustad Sinar Agama http://www.facebook.com/groups/210570692321068/doc/324615194249950/ Oleh Anggelia Sulqani Zahra pada 2 Februari 2012 pukul 18:00


Asdedpn Ferskadn: Salam Ustadz yang selalu dirahmati Allah...

Kenapa pada saat tanggal 9-10 Muharram dimakruhkan puasa ?? Bukannya pada saat berduka lebih baik puasa..?

Saya dapat komentar dari teman-teman awam malah balik bertanya kenapa berduka malah makan-makan dan puasa tidak ada hubungangannya dengan manusia, jika terjadinya tragedi Imam Hussein as pada saat ramadhan apa tidak boleh puasa juga. Maaf ya ustadz dengan kerendahan ilmu saya.. sebelumnya syukron.

Sinar Agama: Salam dan terimakasih pertanyaannya.

(1). Tentang makruhnya puasa ini saya sudah menjelaskannya kemarin dan antum juga ikutan membacanya, jadi saya tidak akan mengulang.

(2). Tentang waktu berduka terus menjadi dalil lebih baik puasa itu dari mana ayat dan haditsnya? Jadi, kita tidak boleh memberi hukum dengan inisiatif kita sendiri. Dan para khawarij dan wahabi yang sesat itu, disebabkan kebiasaan mereka menggunakan akal pendek mereka dalam agama seraya berseru bahwa orang lain yang pakai akal.

(3). Walhasil, hari duka bukan dalil untuk kelebihbaikan atau apalagi kesunnahan berpuasa. Dan, mesti diingat yang kemarin itu, bahwa kemakruhannya itu karena ia dijadikan hari raya oleh para pembunuh imam Husain as, yakni hari berberkah yang harus/sunnah dipuasai. Nah, puasanya boleh, tetapi tujuannya itu jelas haram. Puasa boleh, tetapi kalau terselip dukungan pada mereka itu juga jadi haram. Puasa boleh, tetapi kalau terlihat ada unsur dukungan secara pahaman orang lain, walau niat puasanya bukan karena dukungan kepada para penganiaya tersebut, maka puasanya menjadi makruh.

Hukum seperti ini sangat mudah dipahami. Seperti jual pisau. Kalau kepada orang yang kita tidak tahu buat apa dan pisaunya pisau dapur, maka halal menjualnya. Tetapi kalau kita tahu untuk membunuh bukan pembunuh, maka haram menjual ke dia dan kalau menjual ke orang yang selebor, mungkin akan bisa jadi makruh atau yang kita yakini akan digunakan kepada yang makruh.

(4). Kalau kita belajar Islam dengan baik, maka kita kan tahu bahwa Hukum-hukum Islam itu memiliki dua tingkatan yang, biasa dikenal Hukum Awwali (hukum asal) dan Hukum Tsanawii (hukum berikutan). Nah, bisa saja sesuatu itu halal di hukum dasarnya, seperti puasa, tetapi bisa jadi haram kalau diniatkan untuk menganggap berkahnya hari 10 muharram karena terbunuhnya imam Husain as. Atau hukum dasarnya sunnah/halal, tetapi hukum keduanya adalah makruh, seperti kalau berpuasa di hari tanggal 10 Muharram itu dengan niat sunnah biasa, tetapi secara lahiriah di masyarakat hari itu dijadikan hari berkah untuk menutupi peristiwa Muharram atau karena telah membunuh imam Husain as. Jadi, walau niatnya sudah benar karena Allah, tetapi kalau secara umum hari itu dijadikan hari berkah karena untuk menutupi peristiwa duka itu atau bahkan karena telah berhasil mengamalkan perintah Muawiyyah terhadap anaknya Yazid untuk membunuh imam Husain as, maka ia maka puasa yang sudah benar niatnya itupun tetap akan menjadi makruh. Karena ada semacam bantuan syi’ar terhadap kebatilan tersebut.

(5). Hukum Tsanawi itu tidak bias sembarang disimpulkan, karena harus mengikuti kaidahnya. Misalnya, kalau sunnah berlawanan dengan yang lebih penting seperti terkorbankannya kebenaran maksum oleh kebatilan, seperti contoh puasa di atas itu, maka hukum sunnahnya bisa bergeser ke haram (kalau mendukung kezhaliman itu) atau makruh (kalau tidak mendukung tetapi di pemahaman umum masyarakat dianggap mendukung karena sudah dijadikan hari berberkah tersebut).

Karena itu untuk menjwab tentang kalau kejadian pembantaian imam Husain as itu terjadi di bulan Ramadhan, maka jawabannya adalah:

Pertama: Peringatan puasa dari musuh itu tidak akan terjadi, karena puasa Ramadhan itu sudah diwajibkan Tuhan. Jadi, tidak ada puasa dalam puasa. Yakni tidak ada puasa sunnah dalam puasa wajib.

Ke dua: Ketika tidak mungkin terjadinya hal tersebut, maka jelas tidak mungkin juga adanya hukum Tsanawi yang akan memakruhkannya.

Ke tiga: Jangan lupa bahwa kemakruhan puasa di tanggal 10 Muharram itu bukan karena dukanya, tetapi karena secara lahiriah dalam bahasa umum masyarakat muslim telah ikut2an (ikut-ikutan) menjadikan hari itu hari berkah untuk menutupi tragedi Karbala atau bahkan karena telah membunuh imam Husain as.

(6). Hukum Tsanawi itu bias terjadi karena lahiriahnya, bisa karena niatnya. Misalnya, puasa Ramadhan itu wajib, tetapi kalau niatnya untuk puasa sunnah (padahal sudah tahu bulan Ramadhan), maka puasanya menjadi batal dan kalau benar-benar tahu hukum wajibnya, maka akan menjadi haram baginya, yakni bukan hanya batal saja. Karena itu, usahakan untuk tidak berfikir pendek gaya wahabi yang hanya biasa memakai satu jurus dan langsung keluar haram dan halal. Wassalam.

Agoest Irawan dan 2 orang lainnya menyukai ini.



اللَّهُمَّ صَلِّ عَلَى مُحَمَّدٍ وآلِ مُحَمَّدٍ وعَجِّلْ فَرَجَهُمْ

Tidak ada komentar:

Posting Komentar