﷽
Oleh Ustadz Sinar Agama http://www.facebook.com/groups/210570692321068/doc/275822609129209/ Oleh Anggelia Sulqani Zahra pada 14 November 2011 pukul 19:24
Irsavone Sabit: Salam Ustadz.Saya hanya ingin memperjelas tentang ukuran satu kur air, maklum saya orang baru dalam syiah.
Apakah dengan menampung air dari ledeng di dalam baskom dengan kondisi air masih tetap mengalir ke dalam baskom tersebut tetapi ukurannya belum mencapai satu kur yang kemudian dari baskom tersebut diambil dengan timbah yang ukurannya kurang lebih satu liter air untuk disiramkan ke tempat yang terkena najis dengan sekali siraman, apakah juga masih terhitung satu kur dan apakah cukup dengan hal demikian untuk menghilangkan najisnya?
Apakah boleh menggaruk bagian tubuh yang gatal, misalnya di kaki dalam kondisi berdiri dalam shalat? kalau dibolehkan, berapa kali garukan yang dibolehkan?
Apakah boleh dengan menyiram najisnya langsung dari ledeng tanpa harus menampungnya terlebih dahulu?
Apakah boleh kita mengucapkan Alhamudillah apabila kita bersin dalam keadaan shalat? Terima kasih sebelumnya atas jawabannya
Sinar Agama: Salam dan terimakasih pertanyaannya:
(1). Hitungan air, apakah ia air kur, atau hujan, atau laut, atau sumur, atau sungai atau air sedkit, tidak dilihat dari asalnya. Jadi, kalau ia sudah terputus dari macam-macam air tersebut, maka memiliki hukum tersendiri. Air hujan, air sungai, air sumur, air laut, air kur ...dan seterusnya itu, kalau sudah terpisah dan ada dalam kondisi tersendiri seperti di timba, maka ia mengikuti hukum timba itu, yakni air sedikit. Jadi, kalau mau tetap dikatakan air laut, hujan, sumur, kur ..dan seterusnya, harus menyambung dengan air-air tersebut, hingga memiliki hukum yang lain dari air sedikit itu.
(2). Bergerak dalam shalat itu, asal belum dikatakan keluar dari shalat, maka boleh-boleh saja dan tidak ada batasnya. Tapi kalau gerakannya agak besar, seperti menjongkok karena mau menggaruk paha, maka bacaannya harus dihentikan dulu, dan setelah selesai, bacaannya diulang satu ayat lagi. Tapi kalau memang sudah selesai membaca surat, maka hanya tegak saja tanpa mengulangi ayatnya dan meneruskan shalatnya. Membaca alhamdulillahirabbil’alamin disunnahkan setelah membaca alfatihah. Tapi kalau setelah bersin, maka tidak akan merusak shalat kalau niatnya dzikir mutlak, yakni dzikir yang tidak diatur tempat dan caranya. Jadi, mau berdzikir apa saja dalam shalat yang tidak ada hubungannya dengan shalat, asal diniatkan dzikir mutlak, maka tidak membatalkan shalat dan akan mendapat pahala dari dzikir mutlaknya itu. Tapi kalau takbir-takbir yang ada di tengah shalat, atau dzikir alhamdulillahrabbil’alamin setelah alfatihah itu adalah dzikir sunnah untuk shalat.
(3). Menyiram dari ledeng (misalnya dengan selang plastik) secara langsung itulah yang justru dianjurkan supaya tetap memiliki hukum air mengalir dan mudah dan supaya cukup dengan sekali siraman asal benda najisnya sudah habis dan air bekas cuciannya tidak menjadi najis kecuali berubah salah satu sifatnya yang tiga, yaitu warna, rasa dan baunya.
Irsavone Sabit: Maaf, ustadz. Apa yang dimaksud dengan dzikir mutlak dan tidak mutlak? Bagaimana niatnya?
Sinar Agama: @Irsavone: Dzikir mutlak itu adalah dzikir yang tidak diatur cara dan tempatnya. Misalnya mau baca surat Yasin di waktu ruku’ atau sujud, atau mau membaca dzikir-dzikir lainnya di waktu berdiri, rukuk, atau apa saja, atau di pasar, atau di masjid, atau kapan saja ...dan seterusnya. Dimana hal-hal itu adalah boleh secara mutlak. Dan dzikir tidak mutlak adalah sebaliknya, yaitu yang diatur, seperti membaca fatihah dan surat di waktu berdiri di rokaat pertama dan ke dua, atau membaca dzikir “subhaana Robbiya al-A’laa wa bi hamdihi” di waktu sujud ...dan seterusnya.
Haidar Dzulfiqar dan 3 orang lainnya menyukai ini.
اللَّهُمَّ صَلِّ عَلَى مُحَمَّدٍ وآلِ مُحَمَّدٍ وعَجِّلْ فَرَجَهُمْ
Tidak ada komentar:
Posting Komentar