Minggu, 12 April 2020

Makna Penciptaan Jin dan Manusia


Oleh Ustad Sinar Agama http://www.facebook.com/groups/210570692321068/doc/?id=224760304235440 Oleh Anggelia Sulqani Zahra pada 28 Juli 2011 pukul 16:15


Herry Yuli Sunarno: Salam ustaz... langsung saja ya ustadz pertanyaan saya... tentang firman Allah swt : "Dan aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka mengabdi kepada-Ku."(Qs. Adz Dzaariyaat : 56).. Mohon penjelasannya ya ustadz... syukron.

Semoga syafaat Muhammad dan keluarga sucinya senantiasa bersama antum dunia akhirat... ilahi amin. Allahumma shalli ala Muhammad wa aali Muhammad...

Sinar Agama: Salam dan terimakasih atas pertanyaannya:

(1) Ana sebenarnya belum menyentuh banget pada ruh pertanyaan antum, tapi ana akan coba meraba dan menjawab atas rabaan itu, hem.....

(2). Ibadah itu bermaksud menghamba, yakni taat dalam segala hal. Karena arti hamba adalah budak, dan budak tidak memiliki apapun. Karena itu tujuan diciptakannya jin dan manusia itu adalah membudak kepada Allah swt.

(3). Saya sementara ini tidak akan mengapai penghambaan itu, yakni tidak akan menerangkan ketidak pemilikan manusia dan jin atas dirinya.Karena kalau jeli pada penjelasan-penjelasan sebelumnya di catatan-catatan yang berserakan itu, akan dapat dipahami dangan mudah bahwa yang namanya akibat , sudah pasti tidak akan pernah memiliki dirinya, karena dirinya adalah manifestasi dari sebabnya. Saya sekarang hanya ingin menjelaskan sedikit tentang hakikat keberhambaan itu, sekedar sebagai pengingat teman-teman, karena sepertinya hal itu sudah diketahui bersama.

(4) Ketika kita sudah tahu bahwa maksud meng-abdi adalah meng-budak, yakni mentidakmiliki apapun di hadapanNya yang yang pernah ghaib itu, yakni kita selalu dihadapanNya, karenanya kita harus selalu mentidak-miliki apapun, maka hendaknya kita mesti melihat seluruh dimensi diri kita. Dan setelah dilihat dengan seksama, ternyata kita terdiri dari badan materi dan ruhani non materi. Materi memiliki konsekuensi makan, minum, kawin dan seterusnya. Ruhani juga memiliki rasa cinta, benci, pandangan hidup, marah, maaf, dan seterusnya.

(5) Ketika kita menyadari akan hakikat diri kita yang memiliki banyak dimensi itu, dan kita juga sadar bahwa tujuan diciptakannya kita untuk mentidak miliki apapun yang, dikarenakan Kepemilikan-mutlakNya, maka sudah seharusnya kita mengaktifkan semua dimensi-dimensi itu sesuai dengan mauNya. Artinya, kita harus selaraskan dengan kemauanNya yang telah dituankan dalam agama bumi (akal-gamblang) dan agama langitnya (melalui Rasul saww.).

(6). Karena itulah kita tidak berhak memilih apapun baik secara ruhaniah atau badaniah (sebagaimana sudah dikatakan di atas sebagai dimensi-dimensi manusia itu) dan tidak berhak mengaplikasikan apapun (baikruhani/batini atau badani) kecuali yang sesuai dengan akal-gamblang dan agama yang juga argumentatif gamblang. Jadi, tugas pertama kitaadalah meyakini hakikat ini, bahwasannya kita tidak memiliki hak apapun terhadap yang tidak aklis gamblang dan agamis gamblang.

(7) Kenyataan di atas itu, terlihat mudah dan remeh, artinya hampir semua orang meyakini hal tersebut. Akan tetapi dalam kenyataan hidupnya, betapa banyaknya, dan bahkan secara mayoritas telah memilih selainnya. Ada yang tidak meyakini fungsi akal gamblang dan tidak menempatkannya sebagai penentu dengan alasan agama; ada juga yang telah menempatkannya tapi gagal karena dikotori egoisme hingga dadanya menyempit dalam medan dialog. Ada yang gagal di agama. Karena agamanya hanya sekedar shalat dan puasa serta haji,agamanya hanya mengatur masuknya manusia ke dalam jamban atau wc, tapi tidak mengatur hal-hal kenegaraan, peperangan, ekonomi, pendidikan dan dunia internasional. Bermodel-model kegagalan manusia dalam hal di atas, dan berbagai alasan yang diajukan, baik menaklidi secara sadar/tidak pernyataan musuh-musuh agama (seperti isu pluralisme, liberalism, demokratisisme, feminisme, humanisme, keadilan, dan seterusnya) ada juga yang mengajukan sendiri dalil penolakannya seperti nasionalisme, arabisme, malayuisme, arianisme dan setrusnya. Semua itu adalah hiruk pikuk kehidupan yang dengan jelas telah menyimpang dari hal mudah yang dinyataakan di atas itu, yakni mentidak miliki apapun karena semuanya memang milikNya.

(8) Karena itulah maka tugas kita untuk mencapai keselamatan dan tujuan Tuhan itu, adalah melihat seluruh dimensi kita dan membangun masing-masingnya dalam pondasi yang aklis dan agamis, dalam seluruh dimensinya. Dan hal ini sungguh-sungguh pekerjaan yang maha berat. Karena kita harus membedah total diri kita dan meletakkan semuanya di tempat yang diinginkan akal-gamblang dan agama argumentatif gamblang.

(9). Kalau antum masih ingat tentang daya ruh, maka disana ada 4 daya: tambang, nabati, hewani dan akli. Nah, semua dimensi ini harusdiketahui, harus diaktifkan sesuai dengan akal gamblang dan agama argumentatif gamblang. Artinya, bagaimana kita harus membesarkan pertumbuhan tambang atau atom-atom kita, bagaimana mengembangkannya, menggerak- kannya dan merenungkannya. Semua itu,harus disesuaikan dengan dalil akal gamblang dan agama argumentatif gamblang.

(10) Karena itulah Islam, terutama yang diajarkan melalui Ahlulbait, mengajarkan dan membimbing kita bagaimana memfungsikan akal, misalnya dengan mengatakan bahwa dalam masalah- masalah akidah harus dipakai sebagai dalil penentu dan dan bukan agama., karena ia masih dalam taraf mau menemukan agama yang agama, bukan agama yang hanya pengakuan. Atau bagaimana kita harus menyalurkan cinta dan benci, bagaimana kita mesti berkarakter dalam diri, rumah tangga, sosial, negara dan dunia dan seterusnya dari pelajaran-pelajaran agama argumentatif gamblang.

(11). Semua metode pandangan, rasa, perasaan dan amal-amal itu, adalah sebuah sistem raksasa dan agro yang, kalau diperhatikan dan didisiplinkan dalam kehidupan, maka manusia akan sedikit-sedikit keluar dari kepemilikannya menuju ketidakpemilikannya..., dari berlomba dengan Tuhan untuk menjadi pengatur dan penguasa, menjadi diatur dan dikuasai. Dan sebaliknya, manakala sistem itu tidakdiperhatikan, maka sakit yang terasa lezat, nanah yang terasa madu, akan menjadi sifat dan makanannya sehari-hari. Karena itulah"Menjadi besar/ sukses" adalah dambaan dan kejarannya dan, karenanya semakin hari semakin menuhan.

Memang, dalam ciptaan dia tidak pernah menuhankan dirinya, akan tetapi dalam aspek- aspek tadi, karena kesamarannya dalam dirinya yang tidak aklis dan agamis itu, dia telah menuhankan dirinya dan bahkan menyemakin besarkan ketuhanannya itu. Karena itulah nanti diakhirat, makanan mereka adalah nanah dan tidak akan pernah kenyang sebagaimana di dunia selama hidupnya.

(12). Akan tetapi bagi yang mendasarkan hidup dan nafasnya, pikir dan perasaannya, gerak dan aktifitasnya, pada sistem itu, maka ia semakinhari akan semakin tidak memiliki apapun dan, akhirnya akan menjadi insan Kamil, atau insan sempurna. Maksud dari insan sempurna adalah yang sempurna ketidak pemilikinannya, bukan yang bersanding dengan Tuhan. Karena itulah ia akan disandingkan di Kepemilikan Tuhan, artinya akan menjadi setelah dari KepemilikanNya yang mutlak, yakni Ketidakpemilikannya (insan kamil itu). Karena itulah Allah memuji orang seperti ini dengan Zhaluman Jahuulan. Yakni aniaya dan tidak tahu apa- apa. Karena yang sampai ke tingkat merasa aniayadengan kepemilikan dan kepengetahuan dirinya sebelum mencapai ketidak pemilikan itu, dan yang bisa sampai ketingkat tidak tahu apapun walau sedikit, hanyalah insan yang kamil ketidak pemilikannya itu. Beda dengan kita- kita yang merasa tahu Tuhan sedikti, memiliki ini dan itu sedikit, atau malaikat yang merasa tahu sedikit hingga usul ke Tuhan untuk tidak mencipta manusia dan seterusnya. Jadi, insan kamil itulah kekasih dan pasangan Tuhan, karena pasangan Kepemilikan Mutlak adalah Ketidak Pemilikan Yang Juga Mutlak.

Wassalam.

Chi Sakuradandelion dan Komarudin Tamyis menyukai ini.


اللَّهُمَّ صَلِّ عَلَى مُحَمَّدٍ وآلِ مُحَمَّدٍ وعَجِّلْ فَرَجَهُمْ

Tidak ada komentar:

Posting Komentar