Jumat, 06 Desember 2019

Shighat Aqad-Nikah



Seri tanya jawab Sang Pencinta dengan Sinar Agama October 25, 2013 at 2:53 pm


Sang Pencinta: (10-4-2013) Salam, ini pertanyaan di berlangganan, assalamu alaikum wr wb. afwan ustadz, sekaitan dengan tulisan antum ini. Ada 2 hal yang perlu kami ketahui:

  • 1. Mengenai sighah/formula aqad nikah, bagaimanakah bacaan ijab-kabul dalam bahasa arabnya?
  • 2. Mohon dituliskan teks khutbah nikah (secara lengkap) yang meliputi hal-hal yang antum sebutkan itu?

Sebelumnya kami ucapkan terima kasih. Semoga Allah melimpahkan rahmat-Nya kepada antum, amiiin ya Rabbal ‘alamin...! — bersama Ibnu Ahmad Khan dan Sinar Agama.

Indah Kurniawati, Ibnu Ahmad Khan, Zahra Herawati Kadarman dan 16 lainnya menyukai ini.

Astra Jingga: Belajar ah.

Kiran Haniyah Hussaina: Salam,,, ikut nyimak akh,, Syukron.

Ibnu Ahmad Khan: Sang Pecinta: itu memang pertanyaan ana ke ustadz.SA. Syukran akhi...

Perlu ana sampaikan, untuk yang no 2, ustadz udah menuliskannya. Kalo ga salah lewat inbox. Belum ana hapus. Tapi kalau beliau mau jawab lagi di sini ga apa-apa. Terus untuk yang no 1 ustadz belum menjawabnya. Afwan wa syukran.

HenNy Chie-Cwityy: Salam ikut nyimak ya ustadz:)

Yayan Iyay: Ngilmu ah..

Dealova Zahra: Nyimak.

Sinar Agama: Salam dan terima kasih pertanyaannya:

Sebagaimana maklum, wanita yang mau kawin dan ia belum janda (sekalipun tidak perawan karena zina misalnya), yaitu yang belum pernah kawin dengan benar dan dikumpuli setelah itu lalu cerai dengan benar atau ditinggal mati suaminya, maka wajib ijin dulu kepada walinya dengan jelas dan tidak basa basi. Jadi, harus diterangkan siapa calon suaminya, berapa maskawinnya, tanggal berapa kawinnya dan kalau mut’ah juga dijelaskan tanggal berapa berakhirnya. Kalau sudah dapat ijin dengan jelas dan bukan diplomatik, dan terjelaskan juga kawin apa, maka boleh melakukan aqad nikah. Tidak boleh seseorang hanya mengatakan bahwa ia ingin kawin dengan putrinya, lalu setelah direstui, langsung kawin mut’ah atau daim. Karena belum dijelaskan tanggal kawin dan/atau juga berakhirnya. Karena yang dipahami calon mertuanya itu adalah kawin nanti setelah pinangan dan kawin di KUA sebagaimana umumnya. Jadi, memahami ijin seperti ini, kepada kawin sesuka-suka baik dari sisi tanggal kawin atau dari jenis kawin (mut’ah atau daim), adalah jelas-jelas membuat dirinya lebih jahat dari syaithan dan, sudah tentu kawinnya menjadi batal.

Kalau sudah diijinkan dengan jelas itu, maka boleh melangsungkan perkawinannya dimana saja, baik dihadiri walinya itu atau tidak. Karena yang penting adalah ijinnya. Baik juga ada saksi atau tidak. Karena saksi kawin itu hanya sunnah.

Setelah dapat ijin jelas itu, dan menentukan maskawinnya, maka si perempuan mengucapkan dengan bahasa arab yang dipahaminya terlebih dahulu dan memaksudkan maknanya itu:

Zawwajtuka nafsiy (nafsii) ‘alaa al-mahri al-ma’luum” (“Kukawinkan diriku kepadamu dengan maskawin yang sudah ditentukan”)

Lalu yang lelaki mengucap dengan bahasa arab yang juga harus dipahaminya terlebih dahulu dan memaksudkan maknanya:

Qobiltu” (“Aku terima”).

Kalau kawin mut’ah, maka setelah dapat ijin dengan jelas dari walinya itu dan sudah menentukan maskawin dan waktunya, maka wanita membaca dengan bahasa arab kalimat berikut ini setelah dipahami terlebih dahulu maknanya dan memaksudkan maknanya:

Zawwajtuka nafsiy (nafsii) ‘alaa al-mahri al-ma’luumi wa fiy (fii) al-muddati al-ma’luumati” (“Kukawinkan diriku kepadamu dengan maskawin yang sudah disepakati dan dalam waktu yang sudah disepakati”).

Dan lelakinya mengucap dengan bahasa arab yang sebelumnya dipahami terlebih dahulu maknanya dan memaksudkan maknanya:

Qobiltu” (“Aku terima”).



Kiran Haniyah Hussaina: Syukron,,, ilmuna Ustadz Sinar Agama,,

Ibnu Ahmad Khan: Sinar Agama: Ustadz, ana ucapkan syukran katsiran atas penjelasan gamblangnya... Semoga Allah swt memanjangkan dan memberkahi umur antum, amiin ya Rabb!

Ibnu Ahmad Khan: Sinar Agama: oya ustadz, afwan, kalo pengantin perempuannya diwakilkan, sighah ijab-kabul dalam bahasa arabnya bagaimana (nikah da’im dan mut’ah)?

Sinar Agama: Ibnu: Pewakilan itu harus diucapkan dulu oleh si istri, atau minimal menjawab “iya” dikala wakilnya bertanya kepadanya. Tapi harus jelas. Pertama tentukan dulu maskawinnya, lalu berkata, misalnya:

“Apakah saya wakil Anda untuk mengawinkan Anda dengan saudara Fulan/nama, secara daim dengan maskawin yang sudah disepakati tadi??”

Lalu yang calon pengantinnya harus menjawab dengan suara, minimalnya: “Iya”. Baru setelah itu wakilnya mengucapkan kepada pengantin lakinya, misalnya: 

Zawwajtuka muwakkilatiy (muwakkilatii) Fulaanah/nama ‘alaa al-mahri al-ma’luum
(“Kukawinkan wakilku yang bernama “......” kepada Anda dengan maskawin yang sudah ditentukan”) 

Dan lelakinya menjawab:

Qobiltu” (“Aku terima”).


Siti Ruqoyah: ٍاَللَُّهَّم َص ِّل َعلَى ُم َحَّمٍد َو آِل ُم َحَّمٍد 

Ibnu Ahmad Khan: Sinar Agama: Syukran katsiran atas penjelasannya ustadz... Allahu yubarikukum!

Wassalam.



اللَّهُمَّ صَلِّ عَلَى مُحَمَّدٍ وآلِ مُحَمَّدٍ وعَجِّلْ فَرَجَهُمْ

Cara Tahu Sudah Tidak Melakukan Dosa



Seri tanya jawab Heri Widodo dengan Sinar Agama October 25, 2013 at 2:45 pm


Heri Widodo mengirim ke Sinar Agama: (10-4-2013) Assalamu ‘alaikum wr...wb. Sholawat. Ustadz, afwan. Ana sangat berterimakasih kepada antum karena perlahan-lahan sudah mulai mengobati sakit ruhani ana. Sekarang akan ana kejar perihal urusan-urusan fiqih. Ketika setiap saat kita selalu menjaga wudhu & selalu mendengungkan sholawat di dalam hati, apakah efeknya dari ujung rambut hingga ujung kaki lahiriah & batiniah kita selalu mendapat perlindungan cahaya Allah Swt. Bagaimana cara agar kita mampu mentaubati seluruh dosa-dosa yang telah diperbuat dari mulai dilahirkan hingga detik ini. Dengan cara bagaimana kita mampu melihat bahwa seluruh dosa hingga yang lebih kecil dari zharoh sekalipun sudah diampuni Allah Swt.

Jufry A dan Yoez Rusnika menyukai ini.


Sinar Agama: Salam dan terima kasih pertanyaannya:

1- Selalu dalam wudhu itu memang disunnahkan dan banyak sekali manfaatnya untuk batin secara khusus. Tapi wudhu yang bernilai tinggi ini adalah wudhu lahir batin. Jadi, selain melakukan wudhu, wajib juga meninggalkan segala maksiat. Sampai dinyatakan dalam hadits bahwa yang tidur dalam keadaan wudhu dan kemudian mati, maka ia mati sebagai syahid.

2- Shalawat juga seperti itu. Memiliki pahala. Akan tetapi, pahala tertingginya, adalah shalawat yang diaplikasikan. Yaitu taat pada Allah dengan tidak melanggar fikihNya.

3- Taubat adalah meninggalkan perbuatan dosanya dan membayar dendanya kalau berhubungan dengan dosa-dosa yang ada dendanya. Untuk tahu hal ini, maka harus tahu dulu jenis dosanya dan setelah baru akan tahu cara taubatnya yang, semuanya diterangkan di fikih.

4- Kalau sudah taubat dari segara dosa yang dikenalinya lewat fikih, dan telah taubat yang benar dari dosa-dosa sebelumnya dengan ikhlash (bukan karena hal lain seperti berhenti homosex karena takut kena AID), maka hal itu sudah dapat dipastikan bahwa sudah mendapat ampunan. Memang, kita tidak bisa memastikan 100%, tapi secara global, sudah bisa mengharapkan hal tersebut.

Wassalam.



اللَّهُمَّ صَلِّ عَلَى مُحَمَّدٍ وآلِ مُحَمَّدٍ وعَجِّلْ فَرَجَهُمْ

Taubat Yang Baru dan Ilmu Khuduri



Seri tanya jawab Andri Kusmayadi dengan Sinar Agama October 25, 2013 at 2:42 pm


Andri Kusmayadi mengirim ke Sinar Agama: (9-4-2013) Salam Afwan nih ustadz sudah nongol dengan pertanyaan baru lagi...

Ustadz, di salah satu penjelasan antum ketika ada yang menanyakan tentang jawaban ketika ditanya di alam kubur. Dan antum menjelaskan bahwa yang bisa menjawab itu adalah ilmu khuduri. Atau amal kita sudah menyubstansi menjadi diri kita yang bertaqwa itulah yang akan menjawab pertanyaan-pertanyaan itu. Dan antum juga menjelaskan bahwa untuk menjadi karakter atau malakah itu orang tidak cukup dengan 1-2 hari, atau hitungan bulan, tapi hitungan tahun. Nah, pertanyaan ana bagaimana jika seseorang itu baru bertobat sekitar 2 bulanan, dia keburu meninggal, dia meninggal dengan meninggalkan utang qadhaa’ dan khumus. Apakah dia akan selamat di alam kuburnya itu? Artinya, apakah dia akan bisa menjawab pertanyaan- pertanyaan malaikat itu? Yang paling penting, apakah dia akan langsung masuk surga atau harus dicelup dulu dineraka?

Syukron.

Sulis Kendal, MOhd. Arvian Taufiq, dan Bande Husein Kalisatti menyukai ini.


Sinar Agama: Salam dan terima kasih pertanyaannya yang cerdas dan berkembang seperti pertanyaan-pertanyaan teman-teman yang lain (alhamdulillah):

Jawabannya ada di ayat ini, i-Allah (QS: 4: 100):

َوَمْن يَ ْخُر ْج ِمْن بـَْيتِِه ُمَهاِجًرا إِلَى اللَِّه َوَرُسولِِه ثَُّم يُْدِرْكهُالَْمْو ُت فـََقْد َوقََع أَْجُرهُ َعلَى اللَِّه َوَكاَن اللَّهُغَُفوًرا َرِحيًما

“Dan barang siapa yang keluar rumahnya dengan bermaksud berhijrah kepada Allah dan RasulNya, kemudian mati menjemputnya (sebelum sampai), maka telah ditulis pahalanya oleh Allah, dan sesungguhnya Allah itu Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.”

Jadi, taubatlah dengan seksama dan serius. Kemudian serahkan hal itu kepada Allah yang Maha itu dimana Ia telah menunggu kita dengan ampunanNya itu. Yakni kalau kita taubat kepadaNya. Karena keluar dari rumah dan berhijrah kepada Allah dan Rasul saww itu, bukan hanya hijrah tempat ke tempat, tapi bisa termasuk dari dosa ke taat, dari bodoh ke ilmu-ilmu tentang Tuhan, Nabi saww dan agama.

Jadi, hijrah bisa bermakna keluar dari kebodohan dan kemaksiatan. Dan menuju Allah dan Rasul saww itu bisa bermakna makrifat/ilmu tentangNyadan NabiNya saww, serta taat kepadaNya dan kepada RasulNya saww.

Jadi, yang taubat dari mengqadhaa’ khumus, jangan menunda ketika sudah bisa membayarnya. Dan kalau mati sebelum lunas, tentu sajadiambilkan dari harta waris yang ditinggalkannya untuk dibayarkan kepada hutang-hutangnya, baik kepada orang, kepada Tuhan (seperti kaffarah) atau orang dan Tuhan seperti khumus.

Aroel D’ Aroel: Salam ya ustadz, afwan mau tanya juga...

Lalu bagaimana dengan orang tua yang Sunni yang telah meninggal, apakah ahli warisnya wajib membayarkan khumusnya? Sementara ia Sunni dan ahli waris yang lain juga tidak meyakini tentang hukum khumus?

Sulis Kendal: Salam ustadz, maaf turut nyimak,

Sinar Agama: Aroel: Kalau hartanya memang tidak memiliki khumus, maka tidak wajib khumus. Tapi kalau hartanya memiliki khumus yang belum dibayar, maka setidaknya dari bagian yang didapat yang Syi’ah itu dikeluarkan khumusnya. Untuk sementara ini dulu jalan keluarnya. Nanti- nanti mungkin saya akan pastikan jalan keluarnya yang pasti.

Aroel D’ Aroel: Terima-kasih ya ustadz, saya akan tunggu jika nanti ada penjelasan lanjutannya..

Sinar Agama: Aroel: in'syaa Allah.

Andri Kusmayadi: Terima kasih Ustadz atas jawaban dan pujiannya...hehe... mudah-mudahan itu semakin memotivasi ana untuk menjadi manusia yang sebenarnya...

Wassalam.



اللَّهُمَّ صَلِّ عَلَى مُحَمَّدٍ وآلِ مُحَمَّدٍ وعَجِّلْ فَرَجَهُمْ

Kamis, 05 Desember 2019

Maaf Seseorang Bukan Berarti Penghapus Dosa Sepenuhnya



Seri tanya jawab Mata Jiwa dengan Sinar Agama October 25, 2013 at 2:38 pm


Mata Jiwa mengirim ke Sinar Agama: (9-4-2013) Salam wa Rahmah.... Pak ustadz mau tanya lagi.... maaf, menyambung jawaban pak ustadz beberapa waktu lalu pada suatu pertanyaan, jika saya tidak salah memahami, bahwa jika seseorang berbuat salah kepada sesama dan telah meminta maaf lalu dimaafkan, maka sirnalah dosanya itu....ini berlaku tidak kepada orang yang membuat kesalahan yang sama kepada orang yang sama pula, berkali-kali minta maaf lalu berkali-kali pula dimaafkan ? Bagi yang memaafkan, tentu ini adalah ujian kesabaran baginya, melunturkan ke- ego-an, lalu bagi yang berbuat buruk itu, secara awam kan kesannya ‘ kebangetan’ jika dimaafkan terus, kapan kapoknya menyakiti orang pak ustadz ? Maaf, mohon pencerahannya pak ustadz....

Sinar Agama: Salam dan terima kasih pertanyaannya:

1- Sebenarnya hukum hilangnya dosa itu tidak terlalu umum sekalipun sudah dimaafkan. Karena yang dimaafkan itu adalah dosa kepada orang tersebut, bukan dosa kepada Allah. Seperti yang sudah dipahami bersama, bahwa kita ini hanya titipan Tuhan. Jadi, disamping diri kita memiliki hak titipan itu, Tuhan juga memiliki hak. Tapi secara global dapat dikatakan bahwa dosa-dosa yang sudah dimaafkan itu, yakni dosa dari sisi penerima titipan, yaitu manusia itu, maka sudah dapat dikatakan sudah dimaafkan setelah dimaafkan sekalipun berulang- ulang. Tapi dari sisi bahwa ia juga bermaksiat kepada Tuhan, maka disini juga akan dilihat dari sisi Tuhan itu sendiri. Kalau si pendosa itu memiliki potensi diampuni, maka akan diampuni. Salah satu potensi itu, ialah bertaubat dan tidak mengulangi. Kalau mengulangi, tapi tidak diniati sebelumnya dan penuh dengan penyesalan dan berusaha tanpa putus asa untuk tidak mengulanginya. Tapi kalau minta maaf pada manusianya, tapi hatinya tidak sedih di Mata Tuhan, maka dari sisi dosa padaNya, mungkin tidak diampuni dan, bahkan dari dosa kepada manusia itu sendiri sekalipun sudah dimaafkan. Tapi kalau memang menyesal maka dosa kepada orang itu (manusia) akan diampuni dengan dimaafkan, sedang Allah akan melihatnya sebagai hamba yang layak diampuni atau tidak. Karena itu, kalau kita yang berdosa kepada manusia dan telah dimaafkan sekalipun, tetap harus sangat-sangat memohon ampunanNya dan sedih serta berusaha keras untuk tidak mengulangnya.

2- Untuk yang memaafkan, bisa saja menakutinya setelah mengulangi beberapa kali, sekalipun hatinya sebenarnya sudah memaafkannya. Misalnya dengan mengatakan “Saya memaafkanmu kalau tidak mengulanginya lagi, karena sudah berulang beberapa kali”. Jadi, untuk mendidiknya, sekalipun kita sudah memaafkannya di hati, tapi bisa pura-pura menakutinya seperti tadi itu.

Wassalam.


اللَّهُمَّ صَلِّ عَلَى مُحَمَّدٍ وآلِ مُحَمَّدٍ وعَجِّلْ فَرَجَهُمْ

Pengertian Nafsu Al-Saailah



Seri tanya jawab Sang Pencinta dengan Sinar Agama October 25, 2013 at 2:34 pm


Sang Pencinta: (9-4-2013) Salam, apakah lalat tidak termasuk binatang yang Nafsu al-Saa-ilah? Katakanlah memukul lalat, berarti tempat matinya lalat dihukumi suci? Terima kasih ustadz. — bersama Sinar Agama.

Mohd. Arvian Taufiq, Indah Kurniawati, Agoest D. Irawan dan 21 lainnya menyukai ini.

Cari Yang Benar: Salam nyimak ya.

Sasando Zet A: Sebisanya ya jangan suka ringan tangan memukuli hewan apapun.. Tapi ikut Nyimak juga lah...

Sinar Agama: Salam dan terima kasih pertanyaannya: Nafsu al-Saailah itu adalah kalau disem- beleh, darahnya keluar dari lehernya itu dengan tekanan (memuncrat). Karena itu, jelas lalat itu buka dari nafsu al-saailah.

Cari Yang Benar: Kalo nafsu al saailah dalam bahasa Indonesia itu apa ya ustadz afwan...

Sinar Agama: Cari: Kan sudah diterangkan di atas???? Ini kuulang: Nafsu al-Saailah itu adalah kalau disembeleh, darahnya keluar dari lehernya itu dengan tekanan (memuncrat). Arti perhurufnya: “Nyawa yang mengalir”. Tapi makna istilahnya adalah di atas itu.

Cari Yang Benar: Afwan ustadz nafsu al saa ilaah maksudnya bukan najis ya?

Sinar Agama: Cari: Kan sudah di atas itu??!!! Kambing, sapi...dan seterusnya jelas nafsu al-saailah, tapi tidak najis. Nafsu al-saailah ini memiliki ciri dalammenentukan najis-najis seperti mani, darah, kencing dan semacamnya. Misalnya, syarat najisnya kencing dan beraknya binatang ada dua: Pertamanafsu al-saailah ini. Ke dua, dagingnya haram. Nah, kalau nafsu al-saailah tapi tidak haram dagingnya seperti kambing dan sapi, maka kencing dan beraknya tidak najis. Begitu pula kalau ia haram seperti lalat, tapi tidak nafsu al-saailah, maka kotorannya (kencing dan beraknya), tidak najis. Nah, kalau dari satu sisi nafsu al-saailah dan dari sisi lain haram dagingnya seperti babi, anjing, kelinci, tikus, harimau, ....dan seterusnya...maka kencing dankotorannya/beraknya, menjadi najis. Begitu pula, seperti najisnya mani. Nafsu al-saailah ini satu-satunya penentu bagi kenajisan mani. Karena itu, mani bagi binatang yang haram dagingnya atau halal, kalau ia nafsu al-saailah, maka maninya najis..............dan seterusnya

Sang Pencinta: Apakah berikut bangkai lalat-nya tidak najis ustadz?

Sinar Agama: Pencinta: Sudah tentu tidak najis.

Cari Yang Benar: Syukron ustadz. Wassalam.



اللَّهُمَّ صَلِّ عَلَى مُحَمَّدٍ وآلِ مُحَمَّدٍ وعَجِّلْ فَرَجَهُمْ

Syi’ah Yang Baru Atau Syi’ah Yang Lama ?!



Seri tanya jawab Dwi Juliati Bearland dengan Sinar Agama October 25, 2013 at 2:30 pm


Dwi Juliati Bearland mengirim ke Sinar Agama: (9-4-2013) Berkeyakinan boleh dan silahkan tapi kalau menjadi baru lebih baik disebutkan baru dari pada membawa-bawa agama yang lain, silahkan jadi agama atau kepercayaan yang baru.Tq.

Sinar Agama: Salam dan terima kasih pernyataannya. Tapi saya benar-benar tidak paham maksudnya. Begitu pula tentang baru itu. Baru yang dimaksud itu baru dari apa? Kalau yang dimaksud itu Syi’ah, maka dia sudah tentu jauuuuuuhhhhh lebih lama dari Sunni yang muncul abad ke dua dan, apalagi wahabi yang muncul abad 11 H yang lalu. Sedang kemunculan Syi’ah itu, yaitu yang mengajarkan imamah makshum, sudah didirikan Allah dan Nabi saww sendiri sejak awal tabligh Islam di Makkah bahkan sebelum menyebar Islam ke umat secara terbuka.

Kalau Syi’ah di Indonesia, juga demikian. Karena Syi’ah-lah yang pertama kali masuk ke Indoneisa di abad ke 2 Hijriah atau bahkan akhir abad satu. Bahkan mereka setelah sekitar dua ratus tahun bertabligh di Perlak/aceh, mereka berhasil membuat kerajaan dan pemerintahan Islam, sebelum kemudian kerajaan Bani Abbas mengirim orang-orang Sunni dan memeranginya hingga pada akhirnya lama kelamaan Syi’ah tidak tersisa selain budaya tepuk dada di aceh, tabut imam Husain as di beberapa daerah di Sumatra.

Antum tinggal merujuk ke sejarah pribumi. Jangan merujuk ke sejarah Syi’ah kalau takut terbarui. Silahkan rujuk sejarah-sejarah yang ditulis para ahli sejarah pribumi, seperti prof Abu Bakar Aceh .........dan seterusnya....yang kitab-kitab mereka banyak di Indonesia walau, mungkin sudah jarang tercetak lagi. Tapi kalau antum ke perpustakaan-perpustakaan Islam, pasti dapat menjumpai kitab-kitab sejarah itu.

Wassalam.




اللَّهُمَّ صَلِّ عَلَى مُحَمَّدٍ وآلِ مُحَمَّدٍ وعَجِّلْ فَرَجَهُمْ

Qur'an Sunni dan Syi’ah, Berbeda ?!


Seri tanya jawab Chandra Dewi dengan Sinar Agama October 25, 2013 at 2:28 pm


Chandra Dewi mengirim ke Sinar Agama: (9-4-2013) Salam Ustadz..

1. Ketika kita membaca al-Qur’an, untuk surah-surah yang tidak diawali dengan basmalah, harus kita baca demikian (tanpa basmalah) atau boleh diawali dengan basmalah?

2. Mohon penjelasan kenapa surah-surah tersebut tidak diawali dengan basmalah. Syukron atas penjelasannya Ustadz..

Sinar Agama: Salam dan terima kasih pertanyaannya:

1- Inilah salah satu beda Qur'an Sunni dan Syi’ah. Kalau Qur'an Sunni, semua Bismillaah di awal surat selain Faatihah itu, adalah tambahan dari tim Utsman. Jadi, Qur'an bagi mereka sudah tidak suci lagi karena ada tambahan 112 Bismillaah. Karena surat-surat Qur'an ada 114 surat, dan Bismillaah yang ada di Faatihah itu asli (itupun bagi sebagian Sunni) dan surat Taubat tidak memiliki Bismillaah, maka berarti ada 112 ayat Bismillaah yang telah dicampurkan ke dalam Qur'an. Bagi saudara-saudara kita Sunni, tidak perduli Qur'an itu sudah tidak murni lagi atau tidak, sudah tidak suci lagi atau tidak. Karena yang penting bagi mereka, hanya dan hanya, dapat meninggikan shahabat Utsman. Karena itulah, berbagaifikih Sunni yang muncul karena ini. Misalnya, ketika shalat, mereka tidak membaca Bismillaah dengan jelas, dan ketika membaca suratnya barukeras.

By the way, kalau Qur'an ala Syi’ah dan sesuai dengan keyakinan Syi’ah, adalah Qur'an yang ada ini. Yakni yang ada ini bukan hanya Bismillaahnya, susunan surat-suratnyapun dari Allah. Memang, Syi’ah keburu difitnahi sebagian Sunni. Hal itu karena mereka ingin menutup diri bahwa sebenarnya merekalah yang tidak meyakini bahwa Qur'an yang ada ini adalah Qur'an yang asli. Jadi, mereka memakai taktik bertahan dengan menyerang, seperti di sepak bola.

Nah, kalau di Syi’ah, semua Bismillaah itu adalah asli dan wajib dibaca dan, bahkan harus meniatkan dulu mau baca surat yang mana baru membaca Bismillaah. Kalau tidak niat dulu sebelum Bismillaah maka bacaan suratnya menjadi batal. Misalnya, setelah seseorang membaca Bismillaah dalam shalat, lalu berpikir untuk membaca surat apa dan baru memilih surat yang mau dibaca. Ini tidak boleh. Hal itu karena ketika membaca Bismillaah tanpa ketentuan surat apa, maka ia Bismillaah yang mutlak. Yakni yang bukan merupakan ayat pertama dari surat apapun. Nah, kalau setelah membaca Bismillaah itu baru memilih surat, maka kalau Bismillaahnya tidak dibaca lagi, berarti surat yang dipilihnya itu, telahdibaca tanpa Bismillaah. Jadi, surat tersebut dibaca dengan kurang satu ayat dan, akhirnya membuatnya menjadi batal.

Jadi, dalam pandangan Syi’ah, semua surat itu diawali dengan Bismillaah dan ia merupakan ayat pertama setiap shalat walau, demi keseragaman, maka penghitungan ayatnya dalam dialog-dialog dan percakapan, kita mengikuti hitungan Sunni yang memulai penghitungan ayatnya dari ayat ke dua.

By the way, ketika semua surat itu memiliki Bismillaah, berarti bukan hanya wajib dibaca Bismillaahnya itu, akan tetapi wajib dibaca setelah meniatkan diri untuk membaca surat pilihannya.

Dengan penjelasan di atas, dapat dipahami bahwa satu-satunya surat yang tidak memiliki Bismillaah hanya surat Taubat dan, sudah tentu kalau mau membaca surat Taubat dalam shalat, tidak wajib membaca Bismillaah. Tapi kalau mau bacapun tidak membatalkan shalatnya asal dengan niat dzikir mutlak yang dalam hal ini bermakna “bukan bagian dari surat”.

2- Dengan penjelasan di atas, maka pertanyaan antum yang ke dua ini tidak benar. Karena antum menanyakan surat-surat yang tidak ada Bismillaahnyadengan kata ulang yang berarti banyak. Padahal, yang tidak memiliki Bismillaah, hanya satu surat saja yaitu surat Taubat. Sedang mengapa surat initidak memiliki Bismillaah, karena surat ini turun untuk menyatakan perang dengan para kafirin yang terus menerus mengkhianati muslimin terutama mengkhianati perjanjian damai yang mereka tanda tangani sendiri. Jadi, surat Taubat ini, diturunkan sebagai pernyataan perang kepada para kafirin yang berkhianat itu.

Nah, ketika surat ini pengumuman perang, maka jelas tidak pakai Bismillaah. Karena Bismillaah itu tanda kelembutan dan kasih sayang. Karena artinya: “Dengan menyebut Nama Allah Yang Maha Pengasih dan Maha Penyayang”. Kan tidak cocok menyebut nama ini untuk berperang. Yang cocok seperti: “Dengan Nama Allah Yang Maha Perkasa”, misalnya. Persis ketika mau membaca Bismillaah atau menyebut nama Allah ketika maumenyembelih binatang. Biasanya tidak menyebut “Bismiillahirrahmaanirrahiim”, tapi cukup “Bismillaah”.

Chandra Dewi: Syukron atas semua penjelasannya Ustadz.. sangat membantu. Wassalam.



اللَّهُمَّ صَلِّ عَلَى مُحَمَّدٍ وآلِ مُحَمَّدٍ وعَجِّلْ فَرَجَهُمْ

Sampai Kapan Takdir ?!


Tanya jawab Irsavone Sabit dengan Sinar Agama October 25, 2013 at 2:25 pm



Irsavone Sabit: (9-4-2013)

(g). Karena itulah saya sering menuliskan bahwa kita tidak mengimani takdir yang bermakna nasib, yakni yang mengatakan bahwa apapun dan tentangapapun, termasuk ikhtiar-ikhtiar manusia itu, sudah ditentukan Tuhan. Karena kepercayaan ini disamping hanya ada di Hindu dan Kristen, juga tidak sesuai dengan akal dan turunnya agama itu sendiri, serta tidak sesuai dengan pembuatan surga dan neraka serta tidak sesuai dengan pembalasan dengan keduanya.

Akan tetapi, takdir yang bermakna SISTEM ALAM, seperti kalau memegang api maka tangannya terbakar, kalau sedikit tapi beriman pada Tuhan sertayakin denganNYa dan juga percaya dengan kesyahidan dan balasan Tuhan, akan menjadi jauh lebih kuat dari yang lebih banyak, atau seperti kalau jumlahnya banyak dan tidak percaya Tuhan dan maknawiat seperti syahid dan balasan serta pertolongan Tuhan, maka akan menjadi sombong dan meremehkan musuh yang lebih sedikit hingga akan menjadi banyak salah hitung dan gampang kalah ... dan seterusnya... maka takdir yang berupasistem ini, jelas ada dalam Islam dan sangat sesuai dengan akal dan ayat-ayat yang banyak dan hadits-hadits yang tidak terhitung serta sesuai denganditurunkannya agama itu sendiri, begitu pula hari hisab dan surga-neraka.

Ustadz Sinar Agama.

Haladap Saw, Adehan Munadi dan 2 orang lainnya menyukai ini.

Ichsan Palawa: Diskusi takdir agak menarik...hehe. Masuk dalam arena tersebut menimbulkan kesalahan fatal yang mewariskan dua firkah ekstrim yakni jabariyyah dan qadariah... dua-duanya jauh dari pokok.....hal ini disebabkan mereka mencoba masuk dalam arena nalar Allah.....takdir ga perlu didiskusikan. Cukup diimani bahwa Allah punya skenario/iridah...kehendak Allah ga bisa dikendalikan dan nalar oleh siapapun....tapi Allah hanya berikan kita anugrah berupa akal, mau pilih duduk malas-malasan atau mau kerja, minum teh atau sirup pilihan...Ada dimensi pilihan bebas dan ada dimensi suratan dari sananya as a given....misal hidung pesek, mancung dan seterusnya. Yang dimintai tanggung jawab kelak yang pilihan bebas, dan yang sudah dititahkan ga ditanyai kenapa hidung anda pesek, kenapa lahir di Jakarta dan seterusnya ga akan ditanyai itu...ehhehe.

Sinar Agama: Ichsan:

1- Allah itu tidak menalar. Kalau menalar, sudah pasti terbatas.

2- Yang kita bahas itu bukan natural manusia, tapi nasib manusia atau perbuatan dan apa saja yang akan menimpanya.

3- Naturalpun, selain kaki dua, tangan dua, mata dua....dan seterusnya...juga bukan dari Tuhan. Misalnya, hidung pesek, kulit hitam, ...........karena semua itu, sekalipun bukan ikhtiar manusia yang kita sendiri, tapi ikhtiar manusia yang orang tua kita.

4- Bahkan wujud kita sendiri, sama sekali bukan kehendak Tuhan dari sononya. Karena Tuhan tidak pernah merencanakan kelahiran kita dan tidak pernah merancangnya dalam arti tidak pernah menginginkannya dari awal. Karena adanya kita atau tidak, lahirnya kita atau tidak, tergantung kepada ikhtiar orang tua kita. Jadi, Tuhan hanya mengijinkannya ada dan, sudah tentu tahu sejak azali dan sejak sebelum diciptakannya alam ini.

5- Jadi, penegasannya, hidung pesek, lahir di Indonesia, kena kangker dari kelahiran, kena aid dari kelahiran, kena tbc dari kelahiran, cacat badan............dan seterusnya...bukan dari Tuhan, tapi dari ikhtiar orang tua kita atau efek dari ikhtiar lingkungan kita.

Saya sudah banyak membahas hal ini di catatan dimana kalau antum minat, silahkan merujuk kesana.

Wassalam.

1 Share

16 people like this.


Apriyano Oscar S: Ustadz, yang saya pernah dengar, dosa-dosa kita juga bisa menyebabkan bala untuk kita. Jika benar demikian, maka saya ada 2 pertanyaan di bawah ini: 1. Apakah bala itu terjadi atas kehendak Allah untuk mengurangi / menghapus dosa-dosa kita. 2. Apakah bala itu juga bisa dalam bentuk kecacatan / ketidaknormalan yang terjadi pada anak dari si pendosa. Mohon penjelasan Ustadz.

Sinar Agama: A.O:

1- Saya sudah pernah menjelaskan beberapa waktu yang lalu bahwa bala itu belum tentu karena dosa sebelumnya tapi bisa saja karena kesalahan kalaitu juga. Misalnya, habis zina dan dalam keadaan mengantuk menyetir mobil. Nah, ketika menabrak, mana bisa dikatakan bahwa hal itu direncanakan Tuhan untuk mengurangi dosanya? Karena itu, maka bala yang sangat bisa diperkirakan mengurangi dosa, adalah bala yang datang bukan karena kesalahan kita, baik langsung atau tidak langsung. Karena kita harus selalu berhati-hati dan memperhitungkan segalanya, dan dari sisi yang lain, kalau mendapat bala, jangan memastikan bahwa hal itu direncanakan Tuhan. Berdoa saja, seperti “Ya Allah, kalau bala ini datang dari kesalahanku yang terdahulu atau yang sekarang, maka ampunilah dosa-dosaku.”

2- Ya Allah, bala kok bisa diturunkan kepada orang lain. Mana bisa satu orang yang berdosa lalu orang lain yang menanggungnya? Cacatnya anak itu,kalau ada kesengajaan atau kelengahan, maka orang tuanya yang akan dimintai tanggung jawab di akhirat kelak. Hal itu, mirip dengan fulan A memukul fulan B dan membuatnya cacat. Sedang B yang menghadapi hal itu, baik yang dipukul atau anak yang cacat karena orang tuanya itu, maka bala itu adalah ujian dia yang datang dari sistem Allah. Sekali lagi, bukan dari Allah, tapi dari fulan A atau orang tuanya. Tapi kalau si B itu,sabar dan tetap taat dalam menghadapi hidupnya yang cacat akibat sistem alam yang dibuat Allah itu, maka ia akan mendapatkan banyak pahala. Baik pahala sabarnya itu sendiri dan pahala ketaatannya.

Maksud dari rela dengan sistem Allah, adalah karena dalam sistem Allah telah dibuat sistem yang secara lahiriah, dapat saling mengganggu. Misalnya, kalau satu orang memukul daerah tertentu orang lain, maka bisa cacat. Atau kalau orang tua tidak menjaga maninya atau kehamilannya, maka bisa melahirkan anak yang cacat.

Nah, ketika kita rela dengan sistem Allah ini, maka kita akan mendapat pahala yang tinggi. Jadi, cacat pada si B dan si anak itu, bukan rencana Tuhanyang dikatakan takdir. Tapi kejadian yang disebabkan oleh fulan A dan orang tua yang terjadi dengan ikhtiar mereka dalam memilih sistem-sistem yang ada yang telah dibuat oleh Allah itu.

October 25 at 6:32pm · Like · 3



اللَّهُمَّ صَلِّ عَلَى مُحَمَّدٍ وآلِ مُحَمَّدٍ وعَجِّلْ فَرَجَهُمْ

Dari Mendoakan Orang Tua Sampai ke Sambel Kemiri


Seri tanya jawab Fatimah Zahra dengan Sinar Agama October 25, 2013 at 2:22 pm


Fatimah Zahra mengirim ke Sinar Agama: 8 April 2013, Salam. Bagaimana efek spiritual kepada orang tua yang dikirimkan shalawat sebanyak-banyaknya. Dimana orang tua itu dalam kondisi sakit dan Sunni pula. Dan apa bila orang tua meninggal dunia, apakah dido’akan dan dikirim shalawat akan meringankan dosa-dosa mereka? Amalan apa yang harus dilakukan seorang anak, agar orang tuanya terbebas dari dosa-dosa?

Sinar Agama: Salam dan terima kasih pertanyaannya:

Sunni itu, sudah berkali-kali saya katakan, bahwa sangat-sangat tidak ada masalah. Bahkan kafir sekalipun. Yang menjadi masalah itu, kalau sudah sampai kepadanya kebenaran Islam dan Ahlulbait secara profesional dan tanpa cacat baik ilmiah atau aplikatif, yang juga dipahami dengan benar dan profesional dimana dengan itu sudah mengerti bahwa agama selain islamnya itu atau madzhab selain Ahlulbaitnya itu, adalah agama atau madzhab yang salah dan sudah mengerti bahwa Islam atau madzhab Ahlulbait itu yang benar, tapi ia tidak mengikuti Islam atau Ahlulbait, maka sejak inilah dia memiliki masalah dengan Tuhan.

Tapi bagi yang belum jelas karena tidak sampainya kejelasan profesional itu kepadanya dan iapun bukan karena malas, tapi mungkin karena memang tidak mendengar tentang Islam atau Ahlulbait, atau mendengar juga, tapi ia merasa dengan ikhlash bahwa tidak memiliki sedikitpun keraguan dalam agama atau madzhabnya hingga iapun merasa yakin dan ikhlash bahwa tidak wajib mencari tahu tentangnya, atau mendengar penjelasannya tidak dengan ikhlash pula ia berfikir bahwa agamanya atau madzhabnya masih dipahami lebih benar...dan semacamnya dimana hanya Tuhan yang tahu alasan atau udzur yang hakiki yang mana, maka sangat mungkin dia ini masih diterima Allah. Memang, keadaan udzur yang hakiki hanya Tuhan yang tahu, mana yang beralas-alasan dan mana yang udzur hakiki.

Akan tetapi, kita sebagai muslim Ahlulbait as, tidak boleh langsung menerakakan orang lain karena agama atau madzhabnya. Kita boleh menyatakan salah, tapi harus dengan argumentasi yang kokoh dan santun serta lembut dan tidak memaksa dan tetap menjaga hubungan persaudaraan seagama atau semanusia.

By the way, mendo’akan orang tua dalam segala kondisi di atas itu, sangat-sangat dianjurkan oleh Islam Ahlubait dan in'syaa Allah tetap sangat mungkin sampai kepadanya dan dapat meringankannya atau bahkan meninggikan derajatnya (yakni kalau dalam madzhab Sunninya yang ma’dzur-diterima udzurnya oleh Tuhan seperti kemungkinan-kemungkinan di atas itu- itu ia termasuk orang yang memang taqwa dan menjaga agamanya.

Semua perbuatan baik dapat dilakukan, seperti mendoakannya, melakukan kebaikan dan pahalanya dihadiahkan padanya (seperti sedekah, shalat-shalat sunnah, umrah, ziarah, bacaan Qur'an, wakaf, bahkan sekalipun hanya berupa senyum sunnah kepada sesama jenis, dan seterusnya).

Fatimah Zahra :Makasih ustadz, ringan bebanku sekarang. Minta do’a antum ustadz, bapak saya kena struck ringan sekarang.

Piliang Dtk Panjang: Fatimah Zahra@ struck ringan bisa ditolong dengan pijit saja ada tempatnya, pembayaran seridhonya in'syaa Alloh banyak yang berhasil.

Fatimah Zahra: Piliang, iya kah? Makasih banyak info nya akhi.. Alhamdulillah..

Sinar Agama: Fatimah, ikut mendoakan in'syaa Allah. Oh iya, kalau struknya itu disebabkan tekanan darah tinggi, maka kalau makan, beli lalapan rebusan timun. Tapi tidak boleh banyak- banyak. Misalnya sehari dua biji atau dua biji pertiap makan. Tempo hari, ada nenek teman di Sulawesi yang sudah tidak bisa jalan bahkan karena darah tingginya itu (struk), lalu dengan makan timun rebus tersebut, maka sekarang sudah pulihkembali. Kalau kebanyakan bisa droup. Karena itu satu buah permakan atau dua, sudah cukup. Enak lo biar untuk orang sehat, apalagi sambelnya sambel kemiri (untuk kesehatan otak), lalu lauknya ikan mujaer, emas atau gurame yang digoreng. he he ... betul-betul, semoga cepat sembuh dengan keberkahan dan kesyukuran, amin.

Piliang Dtk Panjang: Eh aku jadi lapar, pak ustadz boleh juga tuh resepnya.

Sinar Agama: Piliang: Cukup sediakan nasi panas. Lalu sediakan pula rebusan timun itu. Ketika merebus bisa juga badan timunnya ditoreh pakai pisau. Lalu sediakan pula sekitar 5 kemiri yang digoreng bersama cabe pedas (secukupnya) dan satu buah tomat sebesar telur ayam. Setelah digoreng, lalu ketiga unsur itu diulek dengan disertai garam secukupnya. Jadilah ia sambel kemirinya. Sediakan juga ikan emas atau gurame atau mujair yang juga digoreng. Sudah deh, selamat makan sehat in'syaa Allah. Di sambalnya itu bisa dikasih sedikit kemangi yang bisa juga diulek-ulek tapi tidak sampai hancur. Oh iya, untuk sayurnya, selain timun rebus itu, juga bisa diganti dengan terung bakar (tapi ini bukan obat darah tinggi).Untuk rebusan timun itu, kalau kita tidak sakit, bisa makan lebih dari dua buah seperti yang ditulis di atas itu. Dan timun tersebut, membuat tidak keselekan dengan makan keringan ini. Karena ia mengandung air. Walhasil, enak deh in'syaa Allah. Semoga berkah dan disyukuri. amin.

Silver’dj Bama: Hmm.

Piliang Dtk Panjang: MasyaAlloh,,, ustadz. Bukan masalah agama saja yang dikupas, yang di dapur juga ustadz ahlinya. Syukron ustadz, saya akan coba tentang timun rebus dan sambel kemiri itu, suer, sambel kemiri saya baru dengar dari ustadz. Pasti saya akan coba membuatnya. He he Salam dan sholawat.

Allohumma sholli ‘ala Muhammad wa ali Muhammad wa ajjil faroja aali Muhammad.

Fatimah zahra@ pijit yang saya katakan adanya di cipanas, tepatnya taman bunga, dengan bapak haji Ning, no hpnya nanti saya inbox.

Fatimah Zahra: Tenyata manfaat kemiri bagus juga yah ustadz. Alhamdulillah, kemiri itu bumbu idola saya. Selain bikin gurih juga bikin kental masakan. Alternatif untuk yang tidak suka MSG. Syukran ustadz.

Sinar Agama: Piliang: Hati-hati goreng kemirinya. Apinya jangan terlalu besar, karena ia cepat sekali gosong/hangus. Dan, sudah tentu jangan sambil facebookkan, karena benar-benar bisa gosong. Selamat mencoba semoga berkah dan tersyukuri.

Sinar Agama: Fatimah: Kemiri itu memang untuk otak dan ini ada dalam hadits tapi makruh kalau dimakan sendirian. Kemiri ini juga bisa dijadikangantinya micin yang kurang sehat itu. Baik untuk masak nasi goreng dan semacamnya.

Sang Pencinta: Ustadz sa: saya belum nyobain resep kemirinya nih ustadz, kayaknya kudu cari istri dulu, hehe. By the way Fatimah: semoga ayah lekas sehat seperti sedia kala, in'syaa Allah struk ringan cepat recovery-nya.

Sinar Agama: Pencinta: Kan bisa dipesan ke pembantu rumah atau kalau tidak ada, kan bisa pesan ke ibu he he...

Sang Pencinta: Iya sih ustadz, tapi saya ga biasa rikues-rikues gitu. Apa yang ada aja dimakan. Nanti deh saya bikin sendiri. By the way tiap hari makannya ustadz ?

Sinar Agama: Hati-hati kalau tidak biasa masak. Walaupun hanya goreng tomat itu tidak mudah. Karena kalau tidak dilobangi, maka bisa meletupdan bagian isinya bisa muncrat ke wajah atau ke mata. Dan kalau dilubangi terlalu besar, maka air di dalam tomatnya bisa keluar. Saya tidak ingin antum punya masalah gara-gara hanya ingin coba sambel kemiri, he he ..

Sang Pencinta: Saya dulu pernah punya warung kaki lima, ya minimal bikin sambel semoga bisa deh. hehe.

Sinar Agama: Ya..kalau begitu pintar atuh masaknya? he he ...

Zainab Naynawaa: Ustadz SA@ ko dengan resep sambel kemiri jadi ingat seseorang beliau juga jago buat sambel kemiri kalo tidak salah saya makan di rumah beliau sekitar tahun 15 tahun yang lalu, cuman waktu itu ga pake ikan mujaer hanya tempe dan lalapan, saja tapi sekalipun menunya sederhana wewnak dan nikmat itu disebabkan yang masak ahli dalam berfilsafat jadi rasanya penuh dengan argumen dan dalil dalil...semoga hal ini bisa mengingatkan beliau..semoga beliau selalu diberkahi...illahi amin.

Wassalam.



اللَّهُمَّ صَلِّ عَلَى مُحَمَّدٍ وآلِ مُحَمَّدٍ وعَجِّلْ فَرَجَهُمْ

Rabu, 04 Desember 2019

Hukum Menolak Wali Faqih Muthlaqah

Sinar Agama: Bismillaah: Hukum Menolak Wali Faqih Muthlaqah (inbox) Terharu terhadap penanya di inbox yang menunjukkan kepahamannya dalam membaca tulisan-tulisan si hina ini dan semoga ia selalu mendapatkan inayah dariNya dan perlindunganNya, begitu pula si hina ini dan semua teman-teman yang dimuliakan, amin. Sebagaimana biasa, saya akan menginisialkan namanya karena takut dia tidak rela dimuat di status:

Hari Ini (inbox)

Y: Ass wr wb, afwan ustad. Saya telah membaca diskusi antum tentang hukum penolakan wali faqih muthlak bagi orang Syi’ah. Dan saya alhamdulillah merasa memahami maksud antum (kalau salah tolong dikoreksi sebelum antum menjawab pertanyaan saya) bahwa menolak wali faqih mutlak itu adalah hal besar yang sekalipun belum dapat dipastikan kemurtadannya, akan tetapai ia merupakan hal yang sudah sampai ke derajat yang berbahaya sekali. Ini yang saya pahami dari penjelasan antum baik di asal penjelasannya atau dalam diskusi-diskusinya. Karena itu, saya juga melihat antum menolak mengomentari teman kita yang berisial Z.H, karena ia telah salah kira kepada antum. Ana memahami seperti itu ustad. Tolong kalau salah diluruskan.

Yang menjadi pertanyaan saya, sudikah kiranya antum menjelaskan duduk perkara yang sebenarnya tentang masalah ini, supaya saya sendiri tidak sekedar berhati-hati sesuai dengan pesan antum, melainkan lebih jelas melangkah. Syukran ustad dan semoga antum sehat selalu dan sudi menerangkan pada ana yang ingin mendapatkan kepastian ini. Hari Ini (inbox)

Sinar Agama: Salam, ahsantum. Pemahaman antum sudah benar mengenai tulisanku itu. Yakni maksud saya untuk menghati-hatikan tindakan teman-teman supaya tidak sampai ke arah dan arena terebut karena sudah sangat berbahaya.

Menolak wali faqih muthlaqah itu, bisa bermacam bentuk seperti:

1- Bisa karena mujtahid yang memiliki pandangan tidak wajibnya wali faqih muthlaqah/muthlaq.

2- Muqallid (taqlid) pada yang mujtahid poin 1 di atas itu.

3- Jaahil, tidak tahu hukumnya.

4- Tahu bahwa hukum itu dari Islam dan menolaknya.

Hukumnya:

1- Tidak murtad, tapi haram membuat perpecahan di kalangan muslimin. Yang saya pahami seperti menghalang-halangi orang lain untum mempercayainya, atau membuat perseteruan dengan pengikutnya, atau memusuhi wali faqihnya itu sendiri.

2- Sama dengan hukum poin 1 di atas.

3- Sama dengan hukum poin 1 di atas.

4- Untuk poin 4 ini, ada dua pandangan dari sama-sama wakil Rahbar hf. Bagian fatwa bahasa Parsi mengatakan murtad. Dengan alasan karena sudah tahu hukum Islam akan tetapi terang-terangan menolaknya. Itu sama dengan menolak Islam. Ini penjelasannya. Bagian fatwa bahasa Arab, hanya mencukupkan kepada dosa dan tidak memurtadkannya. Saya juga kebetulan punya nomor telpon ayatullah Khatami hf, imam Jum’at Tehran dan mengatakan sama dengan yang bagian fatwa Parsi itu bahwa kalau seseorang tahu bahwa wali faqih muthlaq itu dari Islam dan ia menolaknya dan ia tahu bahwa penolakannya itu menolak Islam atau Nabi saww, maka ia murtad.

Kesimpulan: Kalau kita mau melakukannya, maka bentengilah diri kita ini dengan hukum yang berat itu, yakni murtad. Tapi kalau melihat orang lain melakukannya, maka hati-hatinya tidak perlu memurtadkannya. Hal itu karena di samping berbagai kemungkinan di atas itu, juga barang kali penjelasan bagian bahasa arab itu yang benar. Dan kita juga tidak rugi tidak memurtadkannya. Tapi kalau mau hati-hati tentang kenajisannya, asal tidak disebar-sebar ke orang lain, maka hal itu bagus dan sama sekali tidak bertentangan dengan agama.

Saya sendiri, dengan bekal informasi yang terlalu cetek/dangkal ini, memang memahami fatwa itu seperti yang dipahami wakil fatwa bagian bahasa Parsi itu. Akan tetapi, karena urusan memurtadkan seseorang itu tidak mudah, maka lebih baiknya kita hati-hati kalau berhubungan dengan orang. Karena barangkali sebenarnya ia belum tahu bahwa hal itu ada dalam Islam. Tapi kalau jelas ia mengatakan tahu bahwa hal itu ada dalam Islam, dan menolaknya, maka sekalipun tidak memurtadkannya kepada khalayak yang karena demi kehati-hatian itu, akan tetapi saya pikir, wajib kita berhati-hati pada kenajisannya untuk diri kita pribadi dan ingat, hati-hatinya juga tidak mengheboh-hebohkannya atau bahkan tidak mengatakannya kepada orang lain.

Kalau saya menulis ini, karena harus menjelaskan hukumnya. Sedang yang dibicarakan di atas itu, adalah masalah penerapannya manakala kita bertemu dengan penolak wali faqih muthlaq seperti yang terpahami di buku sms itu.

Karena itu, kembali ke tulisan sebelum-sebelumnya bahwa cukup mengatakan “bisa terhukumi murtad”, yakni tidak pasti murtad, dan sangat dianjurkan untuk tidak melakukannya dan tidak pula menghukumi orang lain.

Semoga suatu saat saya bisa menanyakannya langsung kepada Rahbar hf sendiri. Kalau antum masih penasaran dan tidak cukup dengan semua penjelasan di atas itu. Wassalam.

Sinar Agama: Syukur padaMu ya Rab, ada saja orang yang meringankan beban ini karena kejelian dan kecerdasan pahamannya, semoga Engkau sudi membantuku dan semua teman, untuk jeli, teliti dan cerdas dalam memahami apa-apapun hal sebelum Engkau ambil amanatMu ini, amin.

Abdurrahman Shahab: Maaf ustadz SA, point no 4 dan no satu memiliki ambiguitas yang sangat parah, seolah olah antum ingin mengatakan bahwa para mujtahid yang berada di point satu itu bukan islam...Mohon point no.4 antum koreksi kalimatnya agar antum tidak membuat perpecahan di kalangan kaum muslimin !!! Afuan sebelumnya...

Sinar Agama: Fahmi, opo gletek iku?

Bima Wisambudi: Apanya yang ambigu?

Abdurrahman Shahab: Semoga Ustadz SA diberi Allah ketulusan hati nya untuk dapat menjauhkan dari “kesombongan kaum berilmu” sehingga ia tidak pernah mau menundukkan hatinya dari nasehat dan peringatan...Afuan...

Ali Heyder: Maaf ustadz, apakah ada pandangan dari marja yang menyatakan bahwa wilayatul faqih itu bagian dari ushuluddin ?

Aries Wahyu Hidayat: Pembahasannya berat untuk saya yang bodoh ini.... semoga semua mendapat petunjuk dari Allah...... shalawat....

Sinar Agama: A.Sh dan lain-lainnya: Semua yang ditulis di atas itu sudah diambil dari fatwa. Misalnya

poin 1, Rahbar hf mengatakan:

نمز يف - اديلقت وا اداهتجا - ةقلطملا هيقفلا ةيلاوب داقتعلاا مدع)دئاقلا ديسلل لئاسملا ريرحـ( 14 :ةلأسم
ناهربلاو للادتسلاا هلصوا نمو زملاسلاا نع جورخلاو دادترلاا بجوي لا )هجرف للها لجع( ةجحلا ماملاا ةبيغ
نيملسملا نيب فلاخلاو ةقرفتلا ثب عل زوجي لا نكلو روذعم وهف اهب داقنعلاا مدع يلا

“Yang tidak meyakini wali faqih muthlaqah secara ijtihad atau taqlid, di masa ghaibahnya imam Mahdi (ajf) tidak membuatnya murtad dan keluar dari Islam. Siapa yang mendapatkan dalil dan argumentasi hingga penyimpulan tidak mesti meyakininya, maka ia ma’dzur (dimaafkan). Akan tetapi tidak boleh baginya untuk membuat perpecahan dan perbedaan di kalangan muslimin.”

Dan untuk nomor 4 itu kurasa sudah sangat terang benderang.

Sang Pencinta: Abdurrahman, hal itu sudah jelas, sepertinya antum sedikit emosi saat membacanya.
Mujtahid yang menolak WF mutlak sesuai ijtihadiiyahnya tidak menyebabkan murtad, coba lihat fatwa Rahbar berikut:

SOAL 59: Apakah orang yang tidak meyakini wewenang mutlak wali fakih dianggap muslim sejati? 

JAWAB: Tidak meyakini wewenang mutlak wali fakih pada masa kegaiban Imamul Hujah (semoga jiwa-jiwa kita menjadi tebusannya), baik berdasarkan ijtihad atau taqlid tidak menyebabkan kemurtadan atau keluar dari Islam.

Sinar Agama: Ali, bukan bagian dari ushuluddin, tapi cabang dari ushuluddin. Rahbar hf sendiri berfatwa:

عمتجملا ةدايق نع ةرابع يهو نيدلاب فراعلا لداعلا هيقفلا ةموكح ينعت هيقفلا ةيلاو)لئاسملا ريرحت( 14 :ةلأسم
روذج اهلو يرشع ينثلاا بهذملا ناكرا نم نامزو رصع لك يف ةيملاسلاا ةملال ةيعامتجلاا لئاسملا ةراداو
.ةماملاا لصا يف

Masalah ke 41 (bagian pertama dan yang di nukilan kolom sebelum ini adalah bagian ke duanya): “Wali faqih adalah kekuasaan seorang faqih (mujtahid) yang adil (tidak melakukan dosa) dan mengerti betul agama. Wali faqih adalah kepemimpinan sosial dan pengaturan masalah-masalah kesosialan terhadap kaum muslimin di setiap waktu dan jaman, dan DARI RUKUN MADZHAB SYI’AH DUA BELAS IMAM, DAN JUGA MEMILIKI AKAR DI USHULUDDIN-IMAMAH.”

Ali Heyder: Apakah sama posisi Rahbar sebagai wali faqih dan sebagai marja? Wilayatul Faqih adalah urusan tata negara, berbeda dengan marja. Misalnya seorang Iran yang bertaqlid bukan pada Rahbar tetap terikat pada keputusan konstitusionil Wali Faqih. Vis a vis, seorang yang bertaqlid pada rahbar namun bukan warga Iran, berarti tidak ada keterikatan kenegaraan. Dari sini ada dikotomi fungsi antara marja dan wali faqih, mohon pencerahan.

Bima Wisambudi: Afwan, ustadz, bagaimana dengan sebelum adanya revolusi Iran? Apakah sudah ada WF? Afwan, saya pernah baca catatan ustadz mengenai hal ini namun lupa belum ketemu.

Sinar Agama: Bima, itu antum lupa mulu sih he he.... Wali faqih itu tidak beda dengan imam Makshum as itu sendiri. Mereka memiliki wilayah itu baik diakui orang atau tidak. Jadi, wali faqih itu selalu ada dan mengatur umat, tapi sebatas penerimaan umat itu sendiri. Di dunia, tidak ada paksaan seprti yang sudah sering dijelaskan. Karena itulah, saya katakan terlalu naif kalau ada orang membuat wali faqih ini momok untuk Indonesia. Sebab Nabi saww sendiri hidup dalam berbagai keadaan, berkuasa dan tidak berkuasa, Umat Nabi saww juga demikian, ada yang dalam kekuasaan Islam dan ada yang dalam kekuasaan lain. Pada jaman imam Makshum as, apalagi.  Karena itu, jangan lupa mulu he he...

Sinar Agama: Ali, sepertinya antum harus baca lagi jawaban-jawabanku. Wali faqih itu dalam segala kondisi, tidak hanya negara. Lihat definisi yang diberikan Rahbar hf di atas itu. Antum simpan dulu ajaran orang, dan tatap ajaran Rahbar hf, nanti ketemu benang merahnya. Wali faqih itu seperti imam Makshum as, selalu ada dan wajib ditaati walau tidak ada negara Islam.

Ahmad Haidar:



ALito Alfian Mehmud: Abdurrahman Shahab, afwan silahkan antum pahami dulu kedudukan mujtahid dalam Syi’ah. Saya yakin jika antum pahami hal ini antum tidak akan berkomentar “....memiliki ambiguitas yang sangat parah.....” dan seterusnya. Apalagi sampai antum mengatakannya agar tidak membuat perpecahan di kalangan muslimin. Bagi saya pribadi apa yang disampaikan oleh beliau sangat jelas & tidak ada ambiguitas sama sekali. Apakah antum tidak mengetahui bahwa seorang yang telah sampai pada tingkatan mujtahid maka ia sudah harus mengambil keputusan sendiri berkenaan dengan hukum-hukum agama. Apabila dalam ijtihadnya yang benar-benar didasari qurbatan ilallah mereka benar maka dapat dua pahala & apabila salah dapat satu pahala. Olehnya itu bagi mereka sudah tidak dikenai lagi hukum dosa dalam apa-apa yang mereka ijtihadkan. Sedangkan pada poin 4 jelas-jelas berbeda di atas tertulis jelas coba antum perhatikan kalimatnya “,Tahu bahwa itu dari Islam dan menolaknya”. Ia mengetahuinya secara sangat yakin bahwa wilayatul faqih adalah wajib akan tetapi ia menolaknya/mengingkarinya. Maka bagaimana mungkin antum ini menilai hal ini ambigu.

Deddy Prihambudi: Salam. Teruslah diskusi. Jangan terputus. Terlepas apakah substansi diskusi ini kita terima atau kita tolak, namun KEBEBASAN untuk menyampaikan ide dan gagasan harus tetap dihormati, dan dijaga.

Sinar Agama: @Alito dan teman-teman lainnya, semoga antum semua dan saya yang terlalu hina ini, selalu dalam peluk hangat perlindungan Allah dan syafaat Nabi saww serta Makshumin as amin.

Bima Wisambudi: Afwan ustadz, bagaimana jika ada yang menerima WF namun menolak rahbar?

Sinar Agama: Ada teman seorang sayyid di inbox yang mengatakan “Ustadz, katakan yang haq itu haq dan yang batil itu batil, jangan menyembunyikan kebenaran.”

Dalam kondisi sesak dada seperti belakangan ini, karena tidak suka membahas buku sms itu akan tetapi karena terpaksa, maka sokongan sayyid luar Jawa itu, telah membuatku semakin merasa nyaman dan tenang. Rupanya hati-hati suci dan bersih yang tanpa kepentingan apapun, masih terlalu banyak di bumi pertiwi kita ini, syukur padaMu ya Rab.

Apapun itu, teman-teman tidak boleh keluar dari akhlak karimah walau panas dada sekalipun melihat Tuhan, Nabi saww, para imam as dan ulama dilecehkan. Kita memilih cara ilmiahnya saja yang indah tapi tefas seperti bunga merah.

Ali Heyder: Maaf ustadz, ana sudah baca, justru karena keterbatasan pemahaman ana minta penjelasannya. Ada definisi baru yang antum kemukakan dan baru buat ana, khususnya mengenai posisi wali faqih yang tidak terikat ada negara. Apakah mungkin terdapat beberapa wali faqih baik berbeda negara maupun di negara yang sama? Dan mengenai maulay Rahbar, ketika beliau naik menduduki jabatan wali faqih apakah benar beliau belum memproklamirkan marjaiyahnya? Hal tersebut menarik perhatian karena justru inilah yang membuat ana tiba pada kesimpulan bahwa wali faqih dan marjaiyah itu berbeda. Mohon pencerahannya ustadz.

Sinar Agama: @Bima, ana rasa bahasannya bercabang. Misalnya dia menolak Rahbar hf itu dengan alasan apa. Misalnya, apakah dia meyakini wali faqih yang lain? Misalnya apakah wali faqih yang lainnya itu mengaku wali faqih? ... dan seterusnya.

ALito Alfian Mehmud: Amien, terimakasih Pak Ustadz Sinar Agama....Btw, saya sangat berharap semoga suatu saat saya bisa bersahabat dengan antum di Fb ini. Apabila ada lowongan persahabatan sudilah antum memasukkan saya yang hina ini sebagai sahabat antum. Afwan....

Sinar Agama: Deddy, kita akan terus sesuai dengan fatwa marja’ in syaa Allah. Menjelaskan masalah merupakan tugas yang tahu. Setelah itu, maka terimalah dengan jelas, atau tolaklah dengan jelas. Bagi kami urusan di dunia ini hanya menjelaskan saja. Siapa yang mau tolak atau terima, maka hal itu sudah menjadi urusan masing-masing.

Bima Wisambudi: Semoga ustadz tidak keberatan menjelaskan di tengah kesibukan ustadz, dan semoga dirahmatiNya. Bagaimana bisa wali faqih yang lainnya itu mengaku sebagai wali faqih, sementara sudah ada rahbar yang disepakati ulama-ulama a’lam sebagai yang paling a’lam (wf)?

Sinar Agama: @Ali, silahkan merujuk ke catatan-catatan sebelumnya. Ringkasnya, wali faqih itu fungsinya adalah memberikan pengaturan umum, bukan fatwa khusus seperti ibadah-ibadah. Jadi, bersifat sosial dan politik. Dan di bidang sosial politik ini, sekalipun marja’, wajib mengikutinya.

Sebelum negara Islampun wali faqih ini ada, seperti pengharaman rokok oleh ayatullah Syirazai ra. Walhasil, kurasa tengok-tengok catatan yang sudah ada, bagus kalau antum ada waktu dan mau.

Sinar Agama: @Alito, apa antum sudah menjadi pendaftar?

Sinar Agama: Sebenarnya perndaftar pertemanan sampai sekarang masih sekitar seribu (900 lebih). Mungkin kalau antum sudah mendaftar, bisa dipertimbangkan untuk dikonfirmasi.

Ali Heyder Toyeb: Ustad, syukran atas waktunya wal afu.

Sinar Agama: @Ali, ahlan bikum.

ALito Alfian Mehmud: Afwan ya sayyidi, saya sudah sejak awal-awal dulu mencoba untuk menambahkan antum sebagai teman di fb ini. Akan tetapi saya bingung selalu ada pemberitahuan seperti ini dari fb : anda belum dapat menambahkan Sinar Agama sebagai teman anda saat ini. Afwan ya sayyidi, jadi saya belum bisa menjadi pendaftar.

Deddy Prihambudi: Salah satu ‘buku pengantar’ saya untuk memahami WF adalah 2 buku Kang Jalal itu, yang kini telah menjadi buku ‘klasik’ di antara kita. Sangat jelas sebenarnya. Seingat saya , yang awam ini, dahulu, Imam Khumayni QS, jika tidak keliru, memberikan syarat “mujtahid mutlak” untuk seorang Wali Faqih. Namun, karena beratnya beban syarat ini, konon syarat ini diubah menjadi agak lebih rendah. Jika saya keliru, mohon dikoreksi.

Deddy Prihambudi: Dan seingat saya pula, Imam Al Khamene’i HF tatkala ‘terpilih’ menjadi Wali Faqih, (atau menjadi Rahbar ? (mohon koreksi) juga belum sampai pada derajat Mujtahid. Bahkan konon, Imam Ali Khamene’i HF adalah pribadi yang sangat enggan untuk segera menjadi mujtahid.

Deddy Prihambudi: Saran saya : jika tema diskusi ini sudah dianggap cukup, maka tugas Sang Pencinta untuk merapikan semua tulisan, dikompilasi dengan baik, dan dijadikan buku. Agar semua diskusi ini menjadi “milik publik”. Salam.

Bima Wisambudi: Jangan buru-buru pak Deddy, masih menunggu jawaban ustadz.

Deddy Prihambudi: Ha ha ha... setuju ! Beta selalu ‘ingatkan’ agar kita semua menjadi peramu ilmu dengan baik. Dalam contoh sederhana yang pernah saya sampaikan di waktu lalu, perdebatan sengit antara almarhum Cak Nur dengan tokoh Masyumi Mohammad Roem, berhasil menjadi buku dengan baik. Dan publik mampu membacanya. Artinya : jadikan tradisi debat dan diskusi menjadi tradisi tulis dengan baik. Salam.

Dadan Gochir: Deddy Prihambudi, setahu ana ustad SA sudah menjelaskan bahwa rahbar hf sudah mujtahid, bahkan sebelum terpilih jadi Wali faqih.. mungkin Sang Pencinta bisa nukilkan..

Deddy Prihambudi: Ya, matursuwun pada Tuan Gochir. Mungkin benar Ustadz Sinar Agama sudah menjelaskan. Saya mungkin tidak menyimak kala itu, karena sedang terjadi ‘ketegangan’ yang tidak perlu tatkala item ini dibahas sehingga, saya ikut malas membacanya. Tapi, tetap saja terimakasih. Tetaplah bersuara, jangan takut !

Fahmi Husein: Sinar, gak tau nang bangil antum? Gletek, agak susah diartikan ke bahasa Indonesia. Yang ana maksud, sebelumnya dianggap murtad gak taunya tidak, gletek ae.

Satria Pmlg: Matur suwun ustadz.

ALito Alfian Mehmud: Salam Deddy Prihambudi dan juga teman-teman yang lainnya, silahkan antum merujuk kesini : https://www.facebook.com/notes/sang-pencinta/rahbar-hf-imam-khumaini-qs-dan-shirazi-bersaudara/676398572410052

Dan juga kesini

https://www.facebook.com/notes/sang-pencinta/seluk-beluk-wilayatul-faqih/657291477654095
ALito Alfian Mehmud: Kesini :

https://www.facebook.com/sinar.agama/posts/138429356210985

Juga yang ini :

http://sinaragama.org/111-kesaksian-2-orang-adil-atas-ke-alam-an-rahbar-hf.html

Widodo Abu Zaki: Alhamudullah baru ngerti maksudnya.

Sinar Agama: Deddy, seperti yang telah diterangkan sekitar satu dua tahun lalu, dan juga yang dinukil Alito, Rhabar hf atau sayyid Ali Khamenei hf itu, sudah mujtahid muthlaq sejak 30 tahun sebelum diangkat menjadi Rahbar hf.

Wali faqih itu wajib mujtahid muthlaq. Yang dirubah itu bukan kemujtahidannya akan tetapi kemarja’annya. Artinya, yang dipilih itu tidak mesti dari marja’. Karena yang paling dipentingkan adalah wali faqih itu a’lam dari mujtahid lain termasuk marja’ dari sisi urusan-urusan sosial dan politik.

Sinar Agama: Fahmi, ahsantum tentang gleteknya.

Fahmi Husein: Sinar, sebelumnya ana tidak meneliti komentar-komentar, setelah ana baca dengan seksama, ada dua hal yang ingin ana tanggapi/tanyakan.1. Antum memuji ALito Alfian Mehmud dengan pernyataannya, mujtahid kalau salah dapat pahala satu kalau benar dapat dua. Ini bukannya di Sunny?? Emangnya di Syi’ah juga demikian?? 2. Tentang Sayyid yang antum juga puji karena sarannya (meneruskan katakan yang haq..). Apakah antum kira yang menolak kritikan antum pada buku sms itu karena ‘ras’-nya?? Bahwa ada kepentingan golongan?? Bukannya yang menolak kritikan antum pada buku tersebut banyak juga yang bukan Sayyid?? Dan afwan, satu orang yang berbicara juga di inbox kepada ana bahwa kalian (ustadz sa dan iip) tidak muhibbin (kurang dalam penghormatannya pada durriyah), ana balas dengan menanyakan daerah dia, setelah dia bilang dari daerah ini (afwan ana gak bisa sebutkan), ana tanggapi yang ana tahu dari daerahmu itu juga gak ada muhibbin. Perlu alfaqir perjelas, tiada Sayyid yang mengikuti ashobiyah jahiliyyah, hanya tuduhan nashibi saja. Dan perlu alfaqir ulang lagi, alfaqir menolak sikap/cara mengkritik, bukan kritikan terhadap buku tersebut. Dan itupun tidak merubah sikap penghormatan alfaqir kepada antum tentang keilmuan antum (merasa banyak hutang budi, semoga dibalasNya).

Chai Syahrie: .

Sinar Agama: @Fahmi:

1- Itu justru di Syi’ah, sebab di Sunni sudah tidak ada mujtahid.

2- He he,,,,terimakasih banget ya sayyid. Saya mengatakan seorang sayyid, karena hanya ingin menghormatinya saja. Bukan mau menjadikannya sebagai alat untuk berkelahi dengan sayyid lain, na’udzubillah. Atau bukan saya ingin mengatakan bahwa beberapa sayyid yang diskusi beberapa hari ini membantahku karena kesayyidan mereka.

Antum peka banget dan saya pikir itu baik karena antum merasa harus menjadi insan kamil dan menemani, mengayomi dan mengasihi selain sayyid. Dan saya juga tidak perlu mengatakan siapa saya sebenarnya, dalam masalah ini. Btw, terimakasih perhatiannya.
Terimakasih banget pula telah mendoakan, semoga diterimaNya untuk kita semua, amin.

3- Kalau saya dalam puisi kemarin mengatakan di sini Indonesia dan bukan Yaman, sebab menurut sejarah, para Syi’ah yang saadaat yang hijrah ke Yaman, melalukan taqiah habis-habisan hingga keturunannya sendiri, tidak tahu tentang kesyi’ahan aba mereka. Hal itu demi supaya tidak terbunuh.

Nah, di Indonesia yang tidak ada bunuh membunuhnya. Karena itu, saya meminta dalam puisi itu, untuk tidak meYamankan Indonesia dan meminta untuk menghormati budaya kami di sini yang tidak suka kepada pertikaian dan bunuh membunuh seperti arab-arab barbar kala itu di Yaman.

Fahmi Husein: Ke masalah nomer satu dulu, betul-betul ana baru tau neh (tentang mujtahid yang salah dapat pahala satu, dan benar pahala dua, karena itu yang kami kritiki selama ini), di Sunny sudah tidak ada mujtahid? Mujtahid versi Syi’ah kali?? Anggap benar (udah gak ada mujtahid), berarti dulu juga dapat pahala satu kalau salah? AUU itu? Ajib. Mohon lebih dijelaskan lagi (detail lagi) 3. Perlu antum ketahui (kalau belum tahu), yang hijrah ke Yaman (hadramaut) tetap Syi’ah, hingga Al-Faqih al-muqaddam yang bermula ‘pindah madzab’ yang emang para nashibi sangat menentang mereka pada jaman beliau. Betul antum taqiyah habis-habisan hingga keturunan mereka sendiri tidak tahu tentang kesyiahan kakek mereka. Masalah nashibi ini dimana-mana, Indonesia juga demikian, juga Syi’ahnya. Kalau aman jelas Imam Mahdi afs muncul, hanya perlu 313 orang saja kan?!

Fahmi Husein: Tentang Ijtihad dalam Sunny (kebetulan majlas dengan staf Mufti Kerajaan Brunei), Dalam Sunny menggunakan hukum hakam, kalau ada sesuatu perkara (yang tidak jelas hukum hakamnya) yang pertama merujuk pada Alqur’an, kalau tidak menemukan jawabannya maka merujuk kepada hadits, bila masih belum juga menemukannya maka merujuk pada Qiyas (contoh, al-homru muskirun, kullu muskiriin haram, fal homru haram. Disini tentang semua yang memabukkam itu haram. Tentang narkoba misalnya yang tidak ada dalam al-qur’an dan hadits), lalu bila tidak menemukan di qiyas baru ke ijmak (kesepakatan), setelah tidak ada di ijmak baru ijtihad. Contohnya merokok. Fatwa mufti brunei rokok haram. Kalau benar dapat pahala dua, kalau salah dapat pahala satu.

Sinar Agama: Fahmi, saya tidak merasa perlu menambahkan penjelasannya. Saya kalau menulis lagi, sama dengan yang tulisan sebelumnya itu.

Ida Faridah: Heuheu rafidhah...Allah Yahfadz...semoga Allah menjaga iman umat Islam agar tidak terperosok ke dalam kehinaan..aamiin Ya Rabb...

Ida Faridah: Imam jafar ash shadik..»jangan banyak bicara dengan kaum Syi’ah terutama rafidhah kerna di setiap perkataannya penuh dusta....

Fahmi Husein: Sinar, cukup dapatnya diberikan dalilnya (Al-Qur’an atau Hadits) bahwa Ijtihad mujtahid (dalam Syi’ah) kalau salah dapat pahala satu kalau benar dapat pahala dua. Karena sepertinya kontradiksi dengan status antum di atas, Mujtahid menolak WF, (salah, dapet pahala satu dong) ??

Fahmi Husein: Dalil al Quran tentang Mujtahid sebagai Pemimpin/Pembesar yang diikuti, kalau salah disiksa 2x lipat:

﴾ Al Ahzab:67 ﴾ Dan mereka berkata: “Ya Tuhan kami, sesungguhnya kami telah mentaati pemimpin-pemimpin dan pembesar-pembesar kami, lalu mereka menyesatkan kami dari jalan (yang benar).

﴾ Al Ahzab:68 ﴾Ya Tuhan kami, timpakanlah kepada mereka azab dua kali lipat dan kutuklah mereka dengan kutukan yang besar.

Nagie Alcatraz: Hmmm

ALito Alfian Mehmud: Fahmi Husein, afwan ya sayyid. Antum Sunni atau Syi’ah. Jika antum Sunni maka saya maklum dengan permintaan antum kepada Ustadz Sinar Agama mengenai dalil dari hal ihwal pahala seorang mujtahid. Namun jika antum Syi’ah maka sebagaimana yang sudah sering disampaikan oleh Pak Ustadz bahwa seorang tasyayyu tidak boleh asal minta dalil. Karena kalaulah diterangkan juga, maka kita tidak akan mengerti. Karena penjelasannya akan memakai semua alat dan perangkat ijtihad itu sendiri. Seperti ilmu-ilmu, bahasa Arab, Logika, Ushul fikih, Kaidah fikih, Hadits, Rijal, Tafsir.....dan seterusnya yang diringkas dalam 4 perkara, Qur’an, Hadits, Akal dan Ijma’. Nah apakah kapasitas kita (antum & saya juga yang lainnya yang belum mujtahid) sudah sampai atau menguasai semua perangkat itu....

Fahmi Husein: ALito, afwan, mungkin itu Syi’ah versi anda. Syi’ah versi saya mesti berdalil, dan apa-apa yang bertentangan dengan Al-Qur’an dan hadits jelas batil. Andaikan Fatimah mencuri niscaya aku potong tangannya. Syd Fatimah aja gak kebal hukum, apalagi ulama. Hanya karena ulama yang bilang gitu, ra’sye. Jadi keraknya neraka ulama yang ngaku-ngaku salah dapat pahala itu!!

Nagie Alcatraz: Kalau merasa Syi’ah ya harusnya malah kritis..bisa dicerna dengan logika akal sehat..Syi’ah kalau ga boleh minta dalil ga beda jauh dengan wahabi..ajarannya hanya penuh dengan doktrin,pokoknya kalau ustadnya sudah ngomong ya harus di iyakan, ga boleh banyak nanya...ckckck

ALito Alfian Mehmud: Fahmi Husein, ya sayyid nampaknya antum belum begitu memahami dengan apa yang saya nukilkan dari yang sering disampaikan oleh Ustadz Sinar Agama. Justru tidak dilarang meminta dalil asal sudah memenuhi atau menguasai perangkat-perangkat ijtihad tersebut di atas. Btw, saya tidak akan mengulanginya lagi karena kalau mengulanginya akan menulis sama seperti yang di atas & saya cukupkan hanya sampai disini. Syukron wa afwan ya sayyid.

Muhammad Zakariya: Kata siapa ga boleh minta dalil, yang disampaikan oleh marji’ itu bahasa yang sederhana yang dapat dicerna oleh pengikutnya.

Muhammad Zakariya: Kemudian nash dan dalilnya saya ingin tahu terkait wajib mengikuti WF. Kemudian kalau ga ikut maka murtad.

Muhammad Zakariya: Syarat seorang mujtahid itu apa sich? Kenapa kok bisa dikatakan dia mengeluarkan fatwa yang salah.

Muhammad Zakariya: Fatwa yang SA sampaikan ini mana teks aslinya kemudian dalil dan nashnya apa.

https://www.facebook.com/sinar.agama/posts/758563474197567



Artikel sebelumnya:
====================



اللَّهُمَّ صَلِّ عَلَى مُحَمَّدٍ وآلِ مُحَمَّدٍ وعَجِّلْ فَرَجَهُمْ