Sabtu, 06 Oktober 2018

Bada’ (Perubahan)



Seri pengulangan Sinar Agama 
by Sinar Agama on Friday, January 4, 2013 at 2:47 pm



Sinar Agama, 21 Oktober 

Tentang Bada’ oleh: Ustadz Sinar Agama Seri 1 


Bada’, secara bahasanya adalah “tampak”, “nyata” dan “lahir”. Dan secara istilah dalam bahasanya, adalah “Merubah rencana di tengah jalan setelah tampak dan nyata”. 

Tetapi dalam istilah ilmu Kalam, adalah merubah ketentuan dari sesuatu yang sudah ditentukan. Misalnya, ketika seseorang itu melakukan dosa, maka ditentukan dan ditulis oleh Allah melalui malaikatNya sebagai “Pendosa” dan sebagai “Yang terazab”. Tetapi kalau nanti orang itu bertaubat, maka ketentuan tadi dirubah menjadi “Yang bertaubat” atau “Masuk surga”. Atau misalnya, seseorang karena dosanya, Tuhan ingin memperingatkannya dengan petaka. Tetapi karena dia bertaubat, atau melakukan kebaikan lain, seperti sedekah, shalawat pada Nabi Saww dan Ahlulbaitnya as dan semacamnya, maka Tuhan tidak jadi memperingatkannya dengan petaka itu. 

Yang harus diketahui, bahwa keyakinan akan bada’ ini, adalah keyakinan yang sebenarnya bukan hanya Syi’ah yang punya, tetapi semua muslimin mempercayainya. Karena dalam Qur'an (13: 39) dikatakan: “Allah menghapus dan menetapkan yang dikehendaki dan Dia memiliki ummulkitab lauhulmahfuuzh.” 

Akan tetapi, karena hal itu sering dibahas dalam Syi’ah dalam judul Bada’, dan secara peristilahan bahasanya adalah merubah rencananya atau ketetapan yang dikarenakan pengetehuan yang baru, maka seakan-akan makna Bada’ secara istilahnya itu, menjadi kekhususan Syi’ah. 

Karena itu yang harus diketahu juga, adalah bahwa semua perubahan-perubahan itu, sudah diketahui oleh Allah swt sebelum perubahannya dan bahkan sebelum alam ini diciptakanNya. Karena itulah Allah menjelaskan dalam ayat di atas itu, bahwa Dia juga mememiliki ummul kitab. 

Jadi ada dua kitab, ada kitab yang berubah-rubah yang biasa disebut dengan kitab Qadha dan Qadar. Dan ada juga kitab yang induk/ibu/ummu, yaitu yang tidak berubah yang biasa disebut degan lauhu al-mahfuuzh. Artinya ada tulisan-tulisan yang berubah-ubah, yakni yang seiring dengan perjalanan manusia dan ikhtiar dan usahanya. Ada yang tidak berubah, karena sudah ketahuan apa hasil akhirnya. 

Sudah saya jelaskan tentang ke-Adilan Tuhan dalam catatanku yang berjudul “Pokok-pokok dan Ringkasan Ajaran Syiah” bagian kedua, bahwa semua tulisan itu bukan berarti menakdirkan kita (determinist/jabariah) manusia. Artinya, baik tulisan di kitab Qadha’ dan Qadar itu atau tulisan yang ada di kitab lauhu al-mahfuuzh itu, semua itu, bukan menulis apa-apa yang kita tidak lakukan dan pilih. Artinya, tulisan-tulisan itu, walaupun ditulis sebelum penciptaan, akan tetapi bukan tanpa dasar dari perbuatan manusia. Artinya, Tuhan hanya menulis apa-apa yang Dia ketahui tentang pilihan dan perbuatan kita. Artinya, kitab-kitab itu sebenarnya adalah tingkatan ilmu-ilmu Tuhan yang dijaga oleh malaikat sesuai dengan tingkatannya. 

Ilmu yang ada di tingkatan Qadha dan Qadar, tidak meliputi semua pilihan manusia dan apalagi pilihan akhirnya. Dia, atau ilmu itu, sesuai dengan perjalanan hidup dan ikhtiar masing-masing manusia. Katakan ilmu yang dimiliki malaikat Raqib dan Atid. Tetapi ilmu yang ada di tingkatan ‘Arsy atau lauhu al-mahfuuzh, maka ia lebih tinggi dan dijaga oleh malaikat yang lebih tinggi pula. Ilmu yang ada di sana adalah detail sampai ke pilihan akhir manusia dan bahkan surga nerakanya. 

Dari keterangan di atas itu, maka sudah jelas bahwa nasib dan takdir yang umum dipahami banyak orang khususnya di Sunni yang bahkan dijadikan rukun iman ke enam itu, tidak ada dasar Qur'an dan haditsnya, serta sesuatu yang diada-adakan. Karena kalau semua sudah ditentukan Tuhan, lalu agama ini buat apa diturunkan? Lalu buat apa kita berdebat dan beramar makruf dan nahi mungkar? Toh yang ditentukan selamat dan terhidayahi maka akan demikian walau tanpa ceramah, dan yang sebaliknya pasti sebaliknya walau diceramahi dan dikader. 

Lihatlah detailnya di catatan yang disebut di atas itu. 

Jadi, penulisan itu tidak lain adalah ilmu Tuhan tentang apapun yang akan kita pilih dan lakukan, bukan penentuanNya. Baik tentang jodoh, rejeki, iman, umur....dan seterusnya. 

Bersama Zaranggi Kafir dan 19 lainnya. Wassalam.


Bahasan Susulan: 

Tentang Bada’ Oleh: Ustadz Sinar Agama Seri 2 


Tentang Bada’ sepertinya saya sudah menjelaskannya dulu. Intinya, adalah perubahan ketentuan Tuhan yang seiring dengan keadaan hambaNya. Misalnya, ketika orang berbuat dosa, maka ia ditetapkan olehNya sebagai pendosa. Tetapi ketika orang itu bertaubat, maka ketentuanNya tadi dirubah menjadi taubat dan dihapus dosanya atau bahkan dosanya dirubah menjadi pahala. 

Misalnya, ketika seorang berusaha dari jelek ke baik, maka efek-efek jeleknya yang tadinya merupakan ketetapannya akan dirubah menjadi ketentuan-ketentuan lain. Misalnya, bagi pemalas, maka fakir adalah ketentuannya. Jadi, si Fulan yang malas, maka ia pasti miskin (tentu malah yang kondisinya memang ke miskin, bukan malas tetapi punya warisan ribuan perusahaan). Tetapi ketika ia berubah menjadi rajin dan gigih serta profesional, maka Tuhanpun akan merubah ketentuanNya kepada kaya dan semacamnya. 

Sebenarnya bada’ itu adalah ijin Tuhan terhadap usaha-usaha manusia dan perubahan- perubahannya dari satu kondisi ke kondisi tertentu dimana bisa melahirkan akibatnya sendiri- sendiri. Jadi, Tuhan tidak pernah menentukan nasib manusia dari awal. Tetapi dari kondisi sosial setiap manusia yang lahir dari manusia sebelumnya itu adalah sebagai awal kondisi dia yang akan melahirkan akibatnya sendiri. Jadi, kondisi asal atau fitrahnya setiap orang, ditentukan oleh ikhtiar manusia lain, seperti ayah-ibu dan lingkungan mereka. Misalnya, ayah-ibunya koruptor dan negara Indonesia yang seperti ini, maka si Fulan bayi itu akan terkondisikan oleh ikhtiar yang berupa keadan tersebut. 

Jadi, ketentuan awalnya si Fulan bayi tersebut ditentukan oleh ikhtiar orang lain yang memang logis alami. Jadi, Tuhan mengijinkan si Fulan bayi untuk lahir sesuai dengan ikhtiar kedua orang tuanya. Di sini, Tuhan tidak menentukan si Bayi tadi, tetapi hanya mengijinkanNya lahir atas usaha kedua orang tuanya. Inilah yang dikatakan ketentuan awal Tuhan. 

Sudah tentu ketika seseorang lahir di keluarga koruptor dan selalu makanan haram rakyat, dan kondisi pergaulan seperti di Indonesia ini yang sudah tidak perlu dibahas lagi dimana pacaran di dalam aktifis Islam saja sudah merupakan hal-hal yang wajar dan tidak aib, maka sudah tentu ia akan menghadapi pemandangan batil. 

Ketika si anak mulai dewasa, maka sudah pasti gen, keluarga dan lingkungannya, akan sangat memberikan pengaruhnya yang, bisa dikatakan dengan was-was syaithan (jin dan manusia). Nah, kalau dia tidak menggunakan akal gamblangnya dan bahkan mengikuti was-was atau pengaruh itu, maka ketentuan dia sudah pasti ke dalam kesesatan yang nyata. Yaitu memandang bahwa koruptor itu tidak jelek (ini dari sisi ilmunya sebagai akibat dan kesesatan awal yang sangat menentukan berikutannya), pacaran itu tidak jelek. Setelah ilmu yang dia ikuti ini perasaanis dan bukan akalis, maka sudah tentu dia akan meneruskan kepada akibat berikutnya, yaitu melakukannya sendiri. 

Semua akibat-akibat dari pilihan yang ikhtiari (baik dari lingkungan atau diri sendiri) itulah yang dikatakan ketentuan Tuhan yang, sebenarnya adalah Ijin Tuhan. 

Jalan naturalis, baik individualis atau sosialis itulah yang dikatakan ketentuan awal. Alias jalan normal. 

Namun demikian, ketika si anak tadi melakukan perubahan, ia mulai mengikuti akal gamblangnya dan meninggalkan perasaannya atau akal yang bercampur perasaannya, dan memulai dengan usaha-usaha yang bersifat pilihan-pilihan ikhtiari yang lain yang lebih baik atau mutlak baik, maka sudah tentu akan melahirkan ketentuan lain yang juga lebih baik. 

Nah, perubahan dari rel pertama ke rel kedua itulah yang dikatakan bada’ atau Perubahan Ketentuan Tuhan. Tentu saja, masih banyak lagi bentuk bada’, seperti perubahan perintah Tuhan kepada nabi Ibrahim as dari perintah menyembelih anak ke kambing ...dan seterusnya dimana penjelasannya banyak sekali, seperti untuk ujian dan sebagainya. Yang jelas, kalau bada’ terjadi pada makhluk, biasanya tanpa disertai pengetahuan sebelumnya. Akan tetapi bada’ Tuhan tentu saja disertai pengetahuan sebelumnya dan bahkan sebelum alam ini dicipta. Namun, ruh dari ajaran bada’ ini sebenarnya ingin memberikan optimisme kepada manusia (yang gagal dan berdosa) agar hendaknya tidak pernah berputus asa atas rahmat Tuhan dan, dari satu sisi yang lain (bagi yang sukses dan taat) untuk tidak berlaku sombong dan terlalu percaya diri (hingga selalu hati-hati). Semua itu karena semuanya bisa terjadi perubahan. Tetapi bukan perubahan yang dirubahNya, melainkan perubahan yang kita lakukan sendiri. 

Kesimpulan: 
Ajaran Bada’ ini sebenarnya pengumuman Tuhan tentang luasnya kebebasan seorang hamba dalam memilih rel-rel kehidupannya, dan luasnya kesempatan yang diberikanNya untuk melakukan perubahan dan taubatan nashuuha. 


Bersama Artia Sari dan 18 lainnya. Wassalam.



اللَّهُمَّ صَلِّ عَلَى مُحَمَّدٍ وآلِ مُحَمَّدٍ وعَجِّلْ فَرَجَهُمْ

Tidak ada komentar:

Posting Komentar