Sabtu, 06 Oktober 2018

Nasihat Untukku dan Setiap Individu Dalam Masyarakat



Oleh Ustad Sinar Agama 

Oleh Anggelia Sulqani Zahra pada 28 Juni 2011 pukul 20:50


Salam. Secara global, mental Indonesia sangat susah untuk jadi pemimpin dan jadi dipimpin, karena tidak memiliki mental di kedua sisi itu. 


Nah, syi’ah Indonesia, juga demikian sebagai bangsa Indonesia. Penyakitanya macam-macam, ada yang tidak punya ilmu, atau punya sikit banget...dan seterusnya, tetapi ngotot ingin jadi pemimpin, sampai-sampai wilayatulfaqih yang agung dikecilkan menjadi wilayatulfaqih kecil-kecilan. Yang lebih rumit lagi adalah yang mau dipimpin. Yang mau memimpin saja tidak ada dan tidak memiliki kelayakan apapun, yang mau dipimpin juga tidak memiliki mental kerakyatan. Yakni hanya mau taat pada yang ia suka dan itupun hanya pada yang seide. Jadi di samping orangnya harus se golongan, perintahnya juga harus dalam hal-hal yang seide. 

Nah, dalam keadaan demikian, maka persis dengan orang yang ingin menata peradaban tinggi tetapi tidak dengan adab-adab peradaban. Atau sama dengan perlunya mursyid, sementara tidak ada yang jangankan jadi mursyid, yang bisa jadi muridnya mursyid saja tidak ada dan/atau tidak layak, tetapi berlagak paling arif dan mursyid. Yang mau jadi murid juga sama sekali tidak punya potensi itu, tetapi sama sekali tidak menyadarinya. Akhirnya masyarakat beradab yang diinginkan, secara perasaan dan tidak diinginkan secara filosofis itu (karena tidak mau berkorban mencari ilmu dan takwa dan tidak berkorban untuk bersatu dengan selain golongan) hanyalah berupa PERADABAN MIMPI. 

Jadi, kuncinya, bukan di INGINNYA KITA DAN BETAPA BAGUSNYA YANG DEMIKIAN ITU, YANG BERADAB ITU, YANG RAPI DAN TERATUR ITU....DAN SETERUSNYA, karena INGIN yang seperti itu hanyalah khayalan dan insting natural yang ada pada setiap insan dan binatang (karena binatangpun tidak ingin diburu yang lebih kuat), artinya bukan menunjukkan manusianya manusia. 


Tetapi kuncinya adalah di KEINGINAN YANG FAKTAIS dan FILOSOFIS, yakni yang teraktual sesuai dengan prosesnya yang benar, BUKAN TIDAK BERPROSES TAPI MAU/INGIN MEMBENTUK, yakni bukan yang tidak mau berproses jadi pemimpin tetapi mau jadi pemimpin, begitu pula yang mau dipimpin, artinya bukan yang tidak mau berproses jadi rakyat, tetapi ingin jadi rakyat yang dipimpin. 


Karena itulah maka kalau wilayatulfaqih saja ada mininya, maka rakyatnya juga akan ada mininya. Yakni wilayatulfaqih mini memimpin rakyat yang juga mini. 

Jadi, kalau memang mau, maka berproseslah dengan benar, ada yang berusaha jadi pemimpin yang baik, yang mengasah ilmu yang tinggi dan mengasah otaknya supaya tajam sesuai dengan jamannya, memperluas hatinya, menuluskan niatnya, memprofesionalkan semua pikiran dan langkah-langkahnya, meninggalkan kesukaannya pada dunia sekalipun halal....dan seterusnya sebagaimana yang harus dimiliki seorang pemimpin. 

Dan rakyatnya juga begitu, harus lapang dada hingga punya mental untuk taat, karena kalau tidak, dia akan menjadi pemimpin bagi pemimpinnya. Begitu pula wajib tunduk pada kebenaran dan kesucian dan melepaskan kepentingan golongan yang menghadang kepentingan bersama.... dan seterusnya sebagaimana layaknya sifat yang harus dimiliki seorang rakyat beradab dan berbudaya. 

Nah, kalau itu diproses, maka kita tidak akan selamanya mengigit jari kita. Tetapi kalau tidak, dan hanya menyeminarkan inginnya, maka selamanya kita akan menjadi penggigit jari yang sampai ke tingkat maniak. Atau menjadi Yazid dengan yang ber-KTP- bermazhab syi’ah.. 

Afwan dan wassalam. 

Chi Sakuradandelion dan 2 orang lainnya menyukai ini. 

Khommar Rudinاللَّهُمَّ صَلِّ عَلَى مُحَمَّدٍ وآلِ مُحَمَّد


اللَّهُمَّ صَلِّ عَلَى مُحَمَّدٍ وآلِ مُحَمَّدٍ وعَجِّلْ فَرَجَهُمْ

Tidak ada komentar:

Posting Komentar