Senin, 02 Desember 2019

Nishfu Al-Sya’baan (kelahiran Imam Mahdi as tahun 255 HQ) dan Amalannya


by Sinar Agama (Notes)  on June 22, 2013 June 22, 2013 at 4:41pm
seri tanya jawab AB Saliem dengan Sinar Agama

AB Saliem mengirim ke Sinar Agama: 16 Juni, Shalawat...salam wa rahmah...semoga keluarga kita selalu dalam naungan hidayah-NYA, afwan ustadz (kadang ana risih mau bertanya dengan segudang kesibukan antum menjawab pertanyaan yang masuk)..ana mau minta pencerahan tentang nishfu sya-ban dan amalannya...syukron...shalawat.   

Sinar Agama: Salam dan terimakasih pertanyaannya: Coba tunggu dulu nukilan Pencinta, karena sepertinya saya sudah pernah menuliskannya. Kalau belum, in'syaa Allah nanti akan dituliskan.  

Sang Pencinta: Di arsip berlangganan gak ada ustadz.  

Sinar Agama: Kalau kelamaan, bisa managihnya lagi di dinding yang baru, karena takut tidak terlihat karena sudah mulai ke bawah.  

Sang Pencinta: Begitu juga di note ustadz.   

Sinar Agama: Yang Khusus di hari ini adalah:  



Rosihan Anwar: fatwa aneh... Rasulullah tak satupun mengeluarkan dalil.. imam Mahdi lahir di 15 sya’ban.. aneh..anehh. Kepiting Takkan berhenti-Melawan Dunia iya, dalilnya mana pak? 

Ammar Dalil Gisting: Syukran Ustadz, Jazakallahu khaeran katsir. Oh, aduhai indahnya malam kelahiran manusia agung.. malam yang penuh berkah, menu hidangan tersaji alangkah sempurnanya. Semoga  Allah Swt mengaruniakan kekuatan untuk bisa mengamalkannya. Amin. Inilah salah satu keuntungan-keuntungan yang diperoleh dari ajaran Ahlul bayt Nabi Saww, yang tidak terdapat pada selain-nya (Ahlul bait as).  

Lm Irawansyah: afwan, ijin copas ustadz. Syukran.. 

Nur Cahaya: 77:50 Maka kepada hadis apakah selain al Qur'an ini mereka akan beriman? Kisah-kisah Imam Mahdi Mereka mendustakan Allah, berita-berita itu haram 7:33. 

Sinar Agama: Salam dan terimakasih atas semua jempol dan komentarnya. 

Apriyano Oscar S: Ustadz Sinar Agama, saya dengar ada shalat sunnah malam nishfu syaban. Mohon uraian ustadz atas shalat tersebut. Terima kasih ustadz.

Sinar Agama: Rosihan:  

1-  Emangnya kamu hafal seluruh hadist-hadist Sunni? 

2-  Kalau berkata hafal, maka sudah pasti dusta. Karena 12 imam yang semuanya dari Ahlulbait as ada di Bukhari dan Muslim. Lah, siapa imam-imam 12-mu itu??? Ingat, imam harus makshum karena kalau tidak, maka dilarang untuk ditaati, QS: 76: 24: 

فَاصْبِرْ لِحُكْمِ رَبِّكَ وَلَا تُطِعْ مِنْهُمْ آثِمًا أَوْ كَفُورًا


Maka sabarlah kamu dengan hukum Tuhanmu, dan jangan taati orang-orang yang memiliki dosa dan orang-orang yang kafir!” 

Sementara taat pada imam ini, sudah ada sejak jaman Nabi saww, QS: 4: 59:

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا أَطِيعُوا اللَّهَ وَأَطِيعُوا الرَّسُولَ وَأُولِي الْأَمْرِ مِنْكُمْ

Wahai orang-orang yang beriman, taatilah Allah dan taatilah Rasul dan pemimpin diantara kalian (yakni sesama manusia, yakni imam manusia dan bukan imam kitabullah)!!” 

Karena itu, imam itu sejak di jaman Nabi saww yang wajib ditaati seperti nabi Harun as yang wajib ditaati di samping nabi Musa as. 

Hal ini tidak melahirkan dualisme kepemimpinan karena sama-sama makshum dan, yang satu ketua satunya atau imam satunya, serta yang lain imam ke dua-nya, mirip dengan presiden dan wakilnya. 

3-  Kalau tentang kelahiran, seperti tanggal dan lahirnya, maka kalau kamu tidak pernah belajar sejarah asli, dan hanya belajar sejarah yang diterjemahkan dimana dari awal sudah dipilih oleh pendahulu-pendahulumu, maka jelas tidak akan tahu kelahiran tersebut. 

Kelahiran imam Mahdi as itu, bukan hanya disaksikan kitab-kitab Syi’ah, tapi kitab-kitab Sunni, kitab-kitab syajarah/silsilah dari kitab-kitab Sunni, juga banyak meriwayatkan kelahiran imam Mahdi as ini. 

Hanya saja Sunni, karena tidak meyakini kemakshuman 12 imam, maka mereka sering menganggapknya sebagai imam yang berarti penghulu orang-orang taqwa, alim ulama dan semacamnya. 

4-  Mungkin kamu belum kenal siapa Ahlulbait atau Aalu Muhammad yang kamu shalawati tiap hari dalam shalat-shalatmu. Mereka itu adalah keluarga Nabi saww yang makshum as, QS: 33:33:

 إِنَّمَا يُرِيدُ اللَّهُ لِيُذْهِبَ عَنْكُمُ الرِّجْسَ أَهْلَ الْبَيْتِ وَيُطَهِّرَكُمْ تَطْهِيرًا

Sesungguhnya Allah HANYA ingin menghindarkan SEGALA DOA dari kalian AHLULBAIT dan MEMBERSIHKAN kalian sebersih-bersihnya.” 

‘Aisyah menyaksikan bahwa turunnya ayat ini hanya untuk Ahlulbait yang khusus, yaitu hdh Faathimh as, imam Ali as, imam Hasan as dan imam Husain as. 

Tentu saja ‘Aisyah tidak mengatakan sebagai imam, tapi mengatakan bahwa sebab turun ayat tersebut untuk mereka, lihat di shahih Muslim, 2/368; Mustadrak Hakim, 3:147; dan lain-lain. 

Sedang kesaksian istri yang lain Nabi saww, yaitu Ummu Salamah, bisa dilihat di: Turmudzi, 5/31, 328 dan 361; Syawaahidu al-Tanziil, 2/24 dimana ia menukil sktr 33 hadits; Tafsir Ibnu Katsiir, 3/484-485; dan lain-lain. 

5-  Jadi, kalau di shahih Bukhari (hadits ke: 7222 dan 7223) dan shahih Muslim (hadits ke: 3393, 3394, 3398) hadits Nabi saww mengatakan bahwa pemimpin itu 12 orang yang semuanya dari Quraisy, maka mereka itu adalah makshum dan mereka itulah Ahlulbait yang disebutkan di ayat di atas itu dan, yang kita shalawati tiap hari itu. 

6-  Setelah kita tahu bahwa imam 12 itu makshum, maka lihatlah hadits-hadits Rasul saww tentang imam Mahdi as berikut ini, tentu saja, saya hanya akan menyebutkan sedikit saja hadits-hadits Sunni dari yang menyebutkan bahwa imam Mahdi as itu dari Nabi saww, Ahlulbait, akan ghaib lama sekali hingga membuat umat kebingungan, dimakmumi nabi Isa as dan akan meratakan keadilan Islam di seluruh dunia sesuai dengan janjiNya yang sampai sekarang belum terwujud (QS:9:33; 48:28 dan 61:9). 

Hadits-hadits itu sebagai berikut: 

a- Kanzu al-'Ummaal, 7/186:
ما في كنز العمّال ( ج7 ، ص186 ) ،عن حُذيفة ، قال ، قال رسول الله ( صلّى الله عليه وآله وسلّم ) : (( المهدي رجلٌ من وُلدي ، وجهه كالكوكب الدرّي )) من مسند الرُوْياني .
المؤلِّف :آخر الحديث في الصواعق المحرقة لابن حجر ( ص100 ) ، ولفظه يساوي ما يأتي من إسعاف الراغبين سنداً ومتناً .


"Mahdi itu dari keturunanku, wajahnya seperti bintang yang menyala"

Dan hadits-hadits Sunni yang serupa dengan hadits di atas dimana selain yang menerangkan keturunan Nabi saww, juga ada yang menjelaskan bahwa:
- Akan meratakan keadilan (Islam) di dunia setelah dunia dipenuhi kezhaliman,
- atau yang menerangkan bahwa dunia tidak akan kiamat sebelum keluarnya imam Mahdi as itu,
- atau juga dilengkapi dengan penjelasan nama dan julukannya yang sama dengan nama dan julukan Nabi saww,
- atau dimakmumi nabi Isa as .......dan seterusnya, bisa dilihat di:
al-'Urfu al-Wurdaa, 66 yang meriwayatkan dari al-Ruuyaanii dalam musnadnya dan Abu Na'iim dalam kitabnya Shifatu al-Mahdi;
Is'aafu al-Raaghibiin, 124 yang berkata bahwa riwayat ini dari al-Ruuyaanii dan Thabrani dan lain-lain-nya; Nuuru al-Abshaar, 153; 'Aqdu al-Durar, bab ke 3, hadits ke 46 dimana ia juga menjelaskan bahwa Abu Na'iim dan Thabrani juga meriwayatkan hadits ini, dan di bab 10, hadits ke 310 menerangkan bahwa nabi Isa as bermakmum kepada imam Mahdi as dimana Abu Na'iim juga meriwayatkannya.
al-Fushuulu al-Muhimmah karya Ibnu al-Shabbaa' al-Maaliki, hal 275-276; Dzakhaairu al-'Uqbaa, karya Thabari al-Syaafi'ii dimana di bab 1, hadits ke 9 meriwayatkan dari Abdullah bin Umar, begitu pula di hal. 136 meriwayatkan dari Hudzaifah; al-Kanji dalam kitabnya al-Bayaan, bab 13 dari Hudzaifah yang dihasankan olehnya, begitu pula di bab 2, hadits ke: 42 dari Abdullah bin Umar; Tadzkiratu al-Khawaaash, 377 dimana ia juga mengatakan bahwa riwayat ini juga diriwayatkan Abu Daud; Sunan Abu Daud, 2/422;
Shawaaiqu al-Muhriqah, 98; Arjahu al-Mathaalib, karya Syaikh Abdullah Amrtusrii al-Hindii al-Hanafii, 378; Faraaidu al-Simthain, jld 2, hadits ke: 19; Ghaayatu al-Maraam, 704; al-Jaami'u al-Shaghiir, karya Suyuuthii, hadits ke: 9244; Mishbaahu al-Sunnah, 2/134; Mustadraku al-Haakim, 4/557.

Catatan: Alamat-alamat hadits di atas, bukan berarti di kitab-kitab itu hanya satu atau dua hadits, tapi banyak hadits. Tapi karena sekedar mencontohkan, maka disebutlah satu dua hadits di atas dari kitab-kitab tersebut.
b- Hadits-hadits Sunni yang menerangkan bahwa imam Mahdi as itu adalah Ahlulbait as dimana berarti makshum sebagaimana di QS 33:33 itu. Artinya, bahwa imam 12 itu semua Ahlulbait yang makshum sampai ke imam Mahdi as. Ini jelas merupakan penjelasan Nabi saww terhadap penerapan Ahlulbait yang makshum di Qur an itu. Dan hal ini, jelas merupakan hak Nabi saww sebagai penjelas Qur an dan maksudnya.

Hadits - hadits Sunni yang menerangkan bahwa imam Mahdi as itu dari Ahlulbait as, sebagai berikut:

المهدي مِنّا أهل البيت ، رجل مِن أمّتي، أشمّ الأنف ، يملأ الأرض عدلاً كما مُلئت جوراً
"Al-Mahdi itu dari kami Ahlulbait, seorang lelaki dari aku, peka penciumannya dan meratakan keadilan di bumi setelah dipenuhi dengan kezhaliman (seperti wahabi, Israel, Amerika dan Eropa, penj.)."

Hadits-hadits seperti itu bisa dilihat di kitab-kitab berikut yang mana akan disebutkan satu hadits saja dari kitab-kitab itu seperti hadits-hadits sebelumnya: 'Aqdu al-durar, bab 3, hadits ke: 44; al-Malaahim wa al-Fitan, karya Abu Na'iim, bab. 19; Al-Bayaan karya al-Kanjii al-Syaafi'ii, 312; Shawaaiqu al-Muhriqah, 100; Kanzu al-'Ummaal, 7/166; Sunan Ibnu Maajah, 2/269 yang juga dari Abu Daud; Muntakhab Kanzu al-'Ummaal, 6/30 yang diambil dari Ahmad bin Hanbal dan Ibnu Maajah; Al-Jaami'u al-Shaghiir, karya Suyuuthi, hadits ke 9243; Ibnu Maajah dalam Sunannya, 269; Ahmad bin Hanbal, 1/84; Kanzu al-'Ummaal, 7/166; Dzakhaairu al-'Uqbaa, 44; Sunanu al-Daaru al-Quthnii yang dinukil dalam Arjahu al-Mathaalib, 385; Sunan Abu Daud, 2/208; Tadzkiratu al-Khawaash, bab 6, imam Ali as yang mengatakan: "
Mustadraku al Haakim, 4/557; dan lain-lain yang seambrek jumlahnya di hadits-hadits Ahlussunnah.

7- Sedang periwayatan tentang lahirnya imam Mahdi as di Ahlussunnah bahwa beliau as lahir di th 250-an di Samarraa' dan merupakan putra dari al-Hasan al'Askari as (imam ke 11 Syi’ah), sebagai berikut:
a- Ahmad bin al-Huasain al-Baihaqi al-Nisaaburi (458 H), dalam kitabnya Syu'abu al-Iimaan. Ia berkata bahwa ada dua pandangan tentang imam Mahdi as. Pertama dari keturunan Faathimah yang akan diutus kapan saja yang Allah kehendaki. Ke dua, yang lahir di tahun 255 H di hari Jum'at pada tanggal15 Sya'baan. Dan Baihaqii sendiri mengatakan bahwa panjangnya umur al-Mahdi ini tidak mustahil seperti nabi Isa as dan nabi Khidhr as. Baihaqi juga berkata banyak orang-orang Kasyaf/wali dari ulama Sunni yang meyakini hal tersebut.
b- 'Allaamah Abu Muhammad 'Abdullah bin Ahmad al-Khasysyaab (567 H) dalam bukunya Taariikhu Mawaaliidi al-Aimmah Wa Wafiyaatihim.
c- Sayikh Kamaaluddiin Abu Saalim Muhammad bin Thalhah al-Halabii al-Syaafi'ii (562 H) dalam kitabnya Mathaalibu al-Suaal, 88.
d- Syahaabuddin Abu 'Abdillah Yaaquut al-Humawi al-Ruumii al-Baghdaadi (626 H) dalam kitabnya Mu'jamu al-Buldaan, 6/175.
e- Syaikh Fariiduddin 'Aththaar (627 H) dalam kitabnya Mazhharu al-Shifaat.
f- Syaikh Muhyiddin Muhammad yang dikenal dengan Ibnu al-Haatimi al-Thaa-ii al-Andalusii al-Syaafi'ii atau Ibnu 'Arabi (638 H) dalam kitabnya Futuuhaatu al-Makkiyyah, bab 366. Dia berkata mirip dengan yang lain-lainnya:

اعلموا أنّه لابد من خروج المهدي ( عليه السلام ) ، لكن لا يخرج حتى تمتلئ الأرض جوراً وظلماً ، فيملأها قسطاً وعدلاً ، ولو لم يكن من الدنيا إلاّ يوم واحد لطوّل الله تعالى ذلك اليوم ، حتى يَلِي ذلك الخليفة ، وهو من عِترة رسول الله ( صلّى الله عليه وآله وسلّم ) ، مِن وِلد فاطمة ( رضي الله عنها ) ، جده الحسين بن علي بن أبي طالب ، ووالده الحسن العسكري ، ابن الإمام علي النقي ( بالنون ) ابن محمّد التقي ( بالتاء ) ابن الإمام علي الرضا ، بن الإمام موسى الكاظم ، بن الإمام جعفر الصادق ، بن الإمام محمّد الباقر ، بن الإمام زين العابدين ، بن الإمام الحسين ، بن علي بن أبي طالب ( رضي الله عنهم ) ، يواطي اسمه اسم رسول الله ( صلّى الله عليه وآله وسلّم ) ، يبايعه المسلمون بين الركن والمقام ، يشبه رسول الله ( صلّى الله عليه وآله وسلّم ) في الخَلق ـ بفتح الخاء ـ ، وينزل عنه في الخُلق ـ بضمّها ـ ، إذ لا يكون أحدٌ مثل رسول الله ( صلّى الله عليه وآله وسلّم ) في أخلاقه ، والله تعالى يقول : ( وَإِنَّكَ لَعَلى خُلُقٍ عَظِيمٍ ) ، هو أجلى الجبهة ، أقنى الأنف ، أسعد الناس به أهل الكوفة ، يقسِّم المال بالسّوية ، ويعدل في الرعيّة ، يأتيه الرجل فيقول : يا مهدي ، أعطني ـ وبين يديه المال ، فحيثي له في ثوبه ما استطاع أن يحمله

"Ketahuilah bahwa keluarnya al-Mahdi as itu merupakan kemestian. Akan tetapi beliau tidak akan keluar kecuali setelah dunia ini dipenuhi dengan kezhaliman dan kemungkaran. Setelah itu beliau keluar untuk memenuhi dunia dengan keadilan. Kalaulah dunia ini tinggal sehari (meniru hadits-hadits Nabi saww di atas), maka Allah akan memanjangkannya sampai ke hari tersebut (meratanya keadilan oleh imam Mahdi as itu) dan hingga datangnya khalifah tersebut. Beliau adalah keluarga/itrah nabi saww, dari anak Faathimah ra dari arah Husain bin Ali bin Abi Thaalib. Ayah beliau as adalah al-Hasan al-'Askari bin al-imamm 'Ali al-Naqii bin Muhammad al-Taqii, bin imam 'Ali al-Ridhaa, bin imam Musa al-Kaazhim, bin imam Ja'far al-Shaadiq bin imam Muhammad al-Baaqir, bin aimam Zainu al-'Abidiin, bin imam al-Husain bin Ali bin Abi Thaalib ra. Nama beliau sama dengan nama Rasul saww, beliau akan dibaiat muslimin antara Rukun dan Maqaam, mirip Nabi saww dari sisi rupa dan sedikit di bawah Nabi saww dari sisi akhlak karena tidak ada yang menyerupai Nabi saww dan Allah berfirman 'Dan sesungguhnya kamu -Muhammad- berada di derajat akhlak yang agung.' Beliau as berdahi terang dan tulang hidungnya agak menonjol, orang-orang Kufah yang paling mengambil keuntungan dengan beliau as. Beliau as membagi harta dengan rata dan adil dalam kepemimpinan. Datang padanya seorang lelaki dan berkata: 'Ya Mahdi, berilah aku-uang- maka beliau memberinya sekuat ia membawa uang itu di bajunya." (kata Ibnu 'Arabi ini mengambil dari hadits-hadits Nabi saww, yakni tentang sifat-sifat imam Mahdi as itu dan tentang kesaksian kelahirnanya, mengambil dari berbagai sandaran ulama-ulama sebelumnya selain mengambil dari hadits-hadits tentang imam 12 juga) dan seterusnya.

g- Syaikh Muhammad bin Yuusuf al-Kanji al-Syaafi'ii (658 H) dalam kitabnya al-Bayaan, hal 336 bab. 25.
h- Syaikh Jalaalu al-Diin Muhammad al-'Aarif yang dikenal dengan Maulawii (672 H) dalam Diwaan Kaabir-nya,
i- Syaikh al-Kaamil Shalaahuddin al-Shafdi (764 H) dalam kitabnya al-Daairah.
j- Syaikh Jamaalu al-Diin bin Ahmad bin 'Ali bin al-Husain bin 'Ali bin Muhanna (828 H) dalam kitabnya 'Umdatu al-Mathaalib, hal. 186-188.
k- Syaikh Abu 'Abdillah As'ad bin 'Ali bin Sualimaan 'Afiifu al-Diin al-Yaaf-'ii al-Yamanii al-Makki al-Syaafi'ii (768 H) dalam kitabnya Mir-aatu al-Jinaan, 2/107.
l- 'Allaamah Sayyid 'Ali bin Syahaabu al-Diin al-Hamadaani al-Syaafi'ii (786 H) dalam kitabnya al-Mawaddatu al-Qurbaa dalam al-Mawaddah ke 10.
m- Syaikh Syahaabu al-Diin al-Daulah Abaadii (849 H) dalam kitabnya Hidaayatu al-Su'adaa'.
n- Dzhabi al-Syaafi'ii (804 H) dalam kitabnya Duwalu al-Islaam, 1/122
o- Syaikh 'Ali bin Muhammad bin Ahmad al-Maaliki al-Makki yang dikenal dengan Ibnu al-Shabbaagh (855 H) dalam kitabnya al-Fushuulu al-Muhaimmah, hal 273, bab 12.
p- Ibnu Jauzi (654 H) dalam kitabnya Tadzkiratu al-Khawaash, hal 88.
q- Syahaabu al-Diin Ahmad bin Hajar al-Haitamii yang dikenal Ibnu Hajar (993 H) dalam kitabnya al-Shawaaiqu al-Muhriqah, hal 127
r- Syaikh 'Abdullah bin Muhammad bin 'Aamir al-Syiirawii al-Syaafi'ii (1154 H) dalam kitabnya al-Ittihaaf Yuhibbu al-Asyraaf, hal 178.
s- Syaikh Abu al-Mawaaahib 'Abdulwahhaab bin Ahmad bin Ali al-Sya'raanii ( 973 H) dalam kitabnya al-Yawaaqiit wa al-Jawaahir, hal 145.
t- Al-Sya'raani dalam kitabnya Lawaaqihu al-Anwaal fi Thabaqaati al-Akhbaar, jld 2.
u- Syaikh Nuuru al-Diin 'Abdurrahmaan bin Ahmad yang dikenal dengan Jaami al-Syaafi'ii dalam kitabnya Syawaahidu al-Nubuwwah.
v- Maulawi dalam kitabnya al-Mukaasyafaat.
w- Syaikh 'Abdurrahmaan dalam kitabnya Mir-aatu al-Asraar.
x- Syaikh 'Abdullah al-Baari' al-Syaafi'ii dalam kitabnya al-Riyaadhu al-Zaahirah.
y- Syaikh Abu al-Ma'aalii dalam kitabnya Shahaahu al-Akhbaar Fii Nasabi al-Saadati al-Faathimiyyati al-Akhyaar.
z- Syaikh Miir Khaand (903 H) dalam kitabnya Rasudhatu al-Shafaa jilid 3.
aa- Syaikh Muhaqqiq Buhluul Bahjat Afandi dalam bukunya al-Muhaakatu Fii Taariikhi Aali Muhammad.
bb- Syakih Syamsu al-Diin Yuusuf al-Zarandii dalam kitabnya Mi'raaju al-Wushuul Ilaa Fadhiilati al-Rasuul.
cc- Syaikh Husain bin Mu'iinu al-Diin dalam kitabnya Syarhu al-Diiwaan.
dd- Syaikh Muhammad bin Muhammad bin Mahmuud al-Najjaar yang dikenal dengan Khaajeh Paarsaa tokoh besar Nakhsyabandii (822), dalam kitabnya Kasyfu al-Zhunuun.
ee- 'Allaamah Sulaimaan al-Qunduuzii al-Hanafii dalam kitabnya Yanaabii'u al-Mawaddati.
ff-Syaikh al-Jaliil 'Abdu al-Kariim al-Yamaanii dalam syairnya.
gg- Syaikh 'Abdurrahmaan al-Busthaamii, dalam kitabnya Durratu al-Ma'aarif.
hh- Syaikh al-Muhaadits al-Faqiih Muhammad bin Ibrahim al-Juwainii al-Jumawaini al-Syaafi'ii dalam kitabnya Faraaidu al-Simthain.
ii- Syaikh Ahmad al-Jaami dalam syairnya dan 'Aththaar juga dalam syairnya.
jj- Syaikh Husain bin Muhmmad al-Dayyaar al-Maaliki (966 H) dalam kitabnya Taariikhu al-Khamiis, 2/321.
kk- Syakih Mukmin bin Hasan al-Syablanji al-Syaafi'ii (1298 H) dalam kitabnya Nuuru al-Abshaar

8- Tambahan:
Walaupun yang disebutkan di atas itu hanya sebagian dan dengan menyebutkan kitabnya, maka di lain pihak, masih terlalu banyak ulama Ahlussunnah yang mengakui kelahiran imam Mahdi as yang sebagai putra dari imam Hasan al-'Askari as itu. Saya akan menyebutkan sebagiannya, seperti:
1 - العلاّمة الشيخ أبو بكر أحمد بن الحسين بن عليّ النيسابوري ، الفقيه البيهقي الشافعي (المتوفّى سنة 458 هـ )
2- العلاّمة أبو محمّد عبد الله بن أحمد بن محمّد بن الخشّاب ( المتوفّى سنة 567 هـ ) .
3- العلاّمة الشيخ كمال الدين أبو سالم محمّد بن طلحة الحلبي القرشي الشافعي ( المتوفّى سنة 652 هـ )
4 - العلاّمة الشيخ شهاب الدين أبو عبد الله الرومي الحموي البغدادي ( المتوفّى سنة 626 هـ ) .
5- العلاّمة الشيخ العارف الشيخ فريد الدين العطار ( المتوفّى سنة 627 هـ )
6- العلاّمة الشيخ محيي الدين ، أبو عبد الله محمّد بن علي بن محمّد ، المعروف بابن الحاتمي الطائي ، الأندلسي ، الشافعي ( المتوفّى سنة 638 هـ ) .
7- العلاّمة الشيخ أبو عبد الله محمّد بن يوسف بن محمّد الكنجي القرشي الشافعي ( المتوفّى سنة 658 هـ )
8- العلاّمة الشيخ جلال الدين محمّد العارف البلخي الرومي ، المعروف بالمولوي ( المتوفّى سنة 674هـ )
9- العلاّمة الشيخ الكامل صلاح الدين الصفدي ( المتوفّى سنة 764هـ )
10- العلاّمة الشيخ جمال الدين أحمد بن علي بن الحسين بن علي بن مهنّا ( المتوفّى سنة 828 هـ )
11- العلاّمة الشيخ أبو عبد الله أسعد بن علي بن سليمان عفيف اليافعي ، اليمني ، المكّي ، الشافعي ( المتوفّى سنة 768 هـ )
12- العلاّمة السيد علي شهاب الدين الهمداني الشافعي ( المتوفّى سنة 786 هـ )
13- العلاّمة الشيخ شهاب الدين الدولة أبادي ( المتوفّى سنة 849 هـ )
14- العلاّمة الشيخ شمس الدين أبو عبد الله محمّد بن أحمد الذهبي ، الشافعي ( المتوفّى سنة 804 هـ )
15- العلاّمة الشيخ علي بن محمّد بن أحمد المالكي المكّي ، المعروف بابن الصبّاغ ( المتوفّى سنة 855هـ )
16- العلاّمة الشيخ شمس الدين أبو المظفر يوسف بن قزاوغلي الحنفي، ابن عبد الله المعروف بسبط بن الجوزي ( المتوفّى سنة 654 هـ )
17- العلاّمة الشيخ شهاب الدين أحمد بن حجر الهَيْتَمي الشافعي ( المتوفّى سنة 993 هـ )
18- العلاّمة الشيخ عبد الله بن محمّد بن عامر الشبراوي الشافعي ( المتوفّى سنة 1154 هـ )
19- العلاّمة الشيخ عبد الوهاب بن أحمد بن علي الشعراني ( المتوفّى سنة 973 هـ )
20- العلاّمة الشيخ حسن العراقي ، المدفون فوق كرم الريش ( المتوفّى سنة )
21- العلاّمة الشيخ نور الدين عبد الرحمان بن أحمد بن قوام الدين ، المعروف بجامي الشافعي ( المتوفّى سنة 892 هـ )
22- العلاّمة الشيخ المولوي علي أكبر أسد الله المؤذن الهندوستاني ، مؤلف كتاب المكاشفات ( المتوفّى سنة هـ )
23- العلاّمة الشيخ عبد الرحمان الصوفي ، مؤلف كتاب مرآة الأسرار ( المتوفّى سنة هـ )
24- لعلاّمة الشيخ الفاضل البارع عبد الله بن محمّد المطيري المدني الشافعي ( المتوفّى سنة هـ )
25- العلاّمة الشيخ أبو المعالي محمّد سراج الدين الرفاعي المخزومي ، مؤلف كتاب صحاح الأخبار في نسب السادة الفاطمية الأخيار (المتوفّى سنة هـ )
26- العلاّمة الشيخ مير خواند محمّد بن خاوند شاه بن محمود ، مؤلّف كتاب روضة الصفا ( المتوفّى سنة 903 هـ )
27- العلاّمة الشيخ المحقق بهلول بهجت أفندي ، مؤلف كتاب المحاكمة في تاريخ آل محمّد ( المتوفّى سنة هـ )
28- العلاّمة الشيخ جمال الدين محمّد بن يوسف الزرندي ، مؤلّف كتاب معراج الوصول إلى فضيلة آل الرسول ( المتوفّى سنة 750 هـ )
29- العلاّمة الشيخ حسين بن معين الدين الميبردي ، شارح ديوان الأمير ـ عليه السلام ـ ( المتوفّى سنة 870 هـ )
30- العلاّمة الشيخ محمّد بن محمّد محمود النجار ، المعروف بخواجه يارسا ( المتوفّى سنة 822 هـ )
31- العلاّمة الشيخ سليمان القندوزي الحنفي ، فإنّه أخرج في كتابه ينابيع المودّة ، أحوال الإمام المهدي مفصّلاً من كتب عديدة ، وكان وفاه الشيخ ( سنة 1291 هـ )
32- العلاّمة الشيخ عبد الكريم عبد اليماني ( المتوفّى سنة هـ )
33- العلاّمة الشيخ عبد الرحمان البسطامي ، مؤلف كتاب درّة المعارف ( المتوفّى سنة هـ )
34- العلاّمة الشيخ المحدِّث الفقيه محمّد بن إبراهيم الجزيني الحمويني ، الشافعي ( المتوفّى سنة 722 هـ )
35- العلاّمة الشيخ أحمد النامقي الجامي ( المتوفّى سنة هـ )
36- العلاّمة الشيخ العطار ( المتوفّى سنة هـ )
37- العلاّمة الشيخ سعد الدين الحمويني ( المتوفّى سنة هـ )
38- العلاّمة الشيخ صدر الدين القونوي ، مؤلف كتاب صحاح الأخبار في نسب السادة الفاطمية الأطهار ( المتوفّى سنة هـ )
39- العلاّمة الشيخ حسين بن محمّد الحسن الديّارـ بكري المالكي ( المتوفّى سنة 966 هـ )
40- العلاّمة الشيخ مؤمن بن حسن بن مؤمن الشبلنجي ، الشافعي ( المتوفّى سنة 1298 هـ
41- منهم ، العلاّمة أبو المجد عبد الحق الدهلوي ، البخاري ( المتوفّى سنة 1053 هـ ) . ذكر ذلك في كتابه المناقب ، وهو كتاب جمع فيه مناقب أهل البيت ( عليهم السلام )
42- ومنهم : العلاّمة المعروف ابن الوردي ، وقد نقل عنه ذلك في نور الأبصار للشبلنجي الشافعي
43- ومنهم : العلاّمة الشيخ محمّد بن الصبّان الشافعي ، المصري ( المتوفّى سنة 1206 هـ )
44- ومنهم : العلاّمة الشيخ جلال الدين السيوطي الشافعي ( المتوفّى سنة 911 هـ ) ، فإنّه أخرج ذلك في إحياء الميت وغيره من كتبه
45- ومنهم : العلاّمة الشيخ حسن العدوي الحمزاوي ( المتوفّى سنة 1305 هـ ) ، أخرج ذلك في مشارق الأنوار في فوز أهل الاعتبار
46- ومنهم : العلاّمة ابن الأثير الخدري ( المتوفّى سنة 630 هـ ) ، أخرج ذلك في كتابه المعروف بتاريخ الكامل ( ج7 ، ص90 )
47- ومنهم : العلاّمة أبي الفداء إسماعيل بن علي بن محمود الشافعي ( المتوفّى سنة 732 هـ ) ، أخرج ذلك في تاريخه المعروف بتاريخ أبي الفداء ( ج2 ، ص52 )
48- ومنهم : العلاّمة الشيخ محمّد أمين البغدادي أبو الفوز السوري مؤلف كتاب سبائك الذهب في معرفة قبائل العرب ، ذكر ذلك في ( ص77- 78 ، من الباب 6 ) من كتابه
49- ومنهم : العلاّمة الشيخ ابن خلّكان ( المتوفّى سنة 681 هـ ) ، في كتابه المعروف بـ ( وفيّات الأعيان )
50- ومنهم : العلاّمة الشيخ علي الهروي القاري ( المتوفّى سنة 1014 هـ ) ، ذكر ذلك في كتابه الموفّاة في شرح المشكاة
51- ومنهم : العلاّمة الشيخ موفق بن أحمد الخوارزمي الحنفي ( المتوفّى سنة 568 هـ ) ، ذكر ذلك في كتابه المناقب
52- ومنهم : العلاّمة الشيخ عامر بن عامر البصري ( المتوفّى سنة هـ ) ، ذكر ذلك في قصيدته التائية المسمّاة بذات الأنوار في المعارف والحِكم والأسرار والآداب ( في النور التاسع )
53- العلاّمة الشيخ جواد الساباطي ، مؤلّف كتاب البراهين الساباطية ، فإنّه ذكر اختلاف الناس في الإمام المهدي ( عليه السلام ) ثمّ رجّح قول الإمامية بولادته ووجوده
54- العلاّمة الشيخ نصر بن علي الجهضمي البصري ، وهو من أعلام أهل السنّة ، صرّح بولادة الإمام المهدي ( عليه السلام ) وذكر اسمه واسم أُمّه واسم بوّابه ، ونضرٌ هذا ، هو الذي ذَكرَ للحسين ( عليه السلام ) فضيلة في محضر المتوكل فأمر المتوكل أن يُضرَب ألف سوط ، فتوسّط له أبو جعفر فَعُفى عنه
55- العلاّمة الشيخ حسين بن علي الكاشفي ، مؤلِّف جواهر التفسير ( المتوفّى سنة 906 هـ )
56- الخليفة العبّاسي ، الناصر لدين الله أحمد بن المستضيء بنور الله ( المتوفّى سنة هـ ) ، وهو الذي أمر بعمل الخشب الذي على الصُفَّة في السرداب في سامراء
57- العلاّمة الشيخ أحمد الفاروقي النقشبندي ، المعروف بالمجدِّد ( المتوفّى سنة هـ )
58- العلاّمة أبو الوليد محمّد بن شحنة الحنفي ، قال : في تاريخه المسمّى بـ ( روضة المناظر في أخبار الأوائل والأواخر ) المعروف بتاريخ ابن شحنة ، وقد طُبع في هامش تاريخ الكامل مع مروّج الذهب ، وقد توفي ابن شحنة ( سنة هـ )
59- القاضي فضل بن روزبهان ، شارح الشمائل للترمذي ( المتوفّى سنة هـ )
60- العلاّمة الشيخ علي الخوّاص المتوفّى سنة ( هـ) . ذكر تاريخ حياته الشعراني في الطبقات
61- العلاّمة الشيخ أبو الفتح محمّد بن أبي الفوارس ( المتوفّى سنة هـ ) ، ذكر ذلك في أربعينه ، في الباب الثامن من الفصل الأول
62- العلاّمة الشيخ شمس الدين التبريزي ، أستاذ المولوي جلال الدين الرومي ( المتوفّى سنة هـ )
63- العلاّمة الشيخ حسين بن همدان الخصيبي ( المتوفّى سنة هـ )
64- العلاّمة الشيخ عماد الدين الحنفي ( المتوفّى سنة هـ )
65- العلاّمة الشيخ ولي الله الدهلوي ( المتوفّى سنة 1172 هـ ) ، والد مؤلف التحفة الاثني عَشَرية ، ذكر ذلك في كتابه النزهة
66- العلاّمة الشيخ الفاضل رشيد الدين الدهلوي الهندي ، ذكر ذلك في كتابه إيضاح لطافة

Catatan:
Yang ditulis di atas itu terlalu sedikit dibanding yang ada. Di perpustakaan alfakir banyak kitab tentang imam Mahdi as dimana sebagiannya berupa ensiklopedia/mausuu'ah dan salah satunya ada yang sampai 8 jilid. Yakni hanya memuat tentang hadits imam Mahdi as dan nama-nama kitab dan ulamanya. Semoga saja yang sangat tidak seberapa di atas itu, bermanfaat bagi teman-teman dan kita semua di dunia ini atau di akhirat kelak, amin.
Wassalam.

Riani Azri: Salam ustadz saya ikut nyimak. Dari sekian riwayat dimana letak bid’ah yang sering mereka lontarkan jadi keliatan gak jelas mereka ni ngerti atau sulit akalnya menerima kebenaran? 

Khommar Rudin: ْ اللهم صل على محمد وال محمد وعجل فرجهم

Sinar Agama: Riani: Bid’ahnya di dalam persepsi mereka saja yang sudah kecanduan membid’ahkan orang lain.
Ammar Dalil Gisting: Mantap dan sangat memuaskan dalil-dalil dari ustadz..Betapa serius dan mengagumkan cara ustadz dalam memberikan hujahnya, sehingga bukan lagi hanya tertuju pada si penanya tapi malah sekaligus memberi angin segar pada lainnya. Bagi ana pribadi, tidak ada sesuatu yang lebih mantap dan meyakinkan hati, kecuali dengan adanya suatu keyakinan akan kemakshuman manusia makshum, dan ini merupakn nikmat teragung yang ana rasakan sepanjang hidup ini.. Afwan wa salam. 

Demokrasi Yang Hakiki dan Semestinya


by Sinar Agama (Notes) on Tuesday, May 21, 2013 at 9:09am
seri tanya jawab inbox Ch.I dengan Sinar Agama

Ch.I (saya tulis inisialnya karena takut orangnya tidak mau, jadi afwan bagi penanyanya): 7 Mei 2013, Salam ustadz, jika diperkenankan saya ingin bertanya.

Sinar Agama: Salam, langsung saja tulis dan tunggu jawabannya, afwan.

Ch.I: Pertanyaan ku ada dua ustadz:

1.  Apakah di Iran sistem demokrasi diberlakukan ustadz?

2.  Bagaimana hukumnya bagi orang yang belajar reike (semacam yoga) ustadz? Apakah dibolehkan secara syar’i atau tidak? Terimahkasih sebelumnya ustadz.

Sinar Agama: Salam:

1- Demokrasi di Iran adalah demokrasi hakiki karena ia dari Allah, bukan demokrasi yang di barat yang digunakan untuk menekan dan mempolitisir orang lain.

2-  Yoga itu ajaran Hindu, sebaiknya ditinggalkan.

Ch.I: Maaf ustadz, bisa dijelaskan bagaimana demokrasi hakiki itu?

Sinar Agama: Demokrasi hakiki adalah yang tidak mengejar ketidaktahuannya dan hawa nafsunya. Demokrasi hakiki adalah ketika seseorang melepaskan dirinya dari berbagai kepentingan dan tidak melebihkan kepentingan diri dan golongan serta partainya ke atas kepentingan umat/bangsa.

Dengan kata lain, semua harus merujuk kepada Allah sebagai Kebaikan Mutlak dan Cahaya Mutlak. Ketika semua sudah merujuk kepada Allah dan agamaNya dan semua orang sudah mementingkan kepentingan bersama sesuai tuntunan agama yang tanpa pamrih, maka baru disitulah kalau ada perbedaan menuju kepentingan bersama dan atas dasar tuntunan agama yang tidak ada aturan dan ajarannya kecuali untuk kebaikan manusia itu, maka bisa diadakan pemungutan suara.

Jadi, pertama setiap orang harus merdeka dari dirinya dan hawa nafsunya sendiri ketika menangani masalah umat dan kenegaraan. Kemudian berfikir bersama untuk mencapainya sesuai dengan bimbingan Yang Maha Tahu. 

Kemudian kalau ada perbedaan pendapat, mengadu argumentasinya. Kalau ada yang lebih kuat dari yang lainnya dimana lain-lainnya itu tidak mampu menjawabnya lagi, maka sekalipun mayoritas tidak menyuarakannya, harus menerimanya. Dan kalau sama-sama kuat, maka barulah diadakan voting pemungutan suara.

Jadi, manusia bebas dan merdeka, adalah bebas dan merdeka dari dirinya sendiri dan menggelantungkan diri kepada Allah dan agamanya. Tentu dengan profesional dan argumentatif gamblang, bukan hanya bersifat pengakuan seperti wahabi. Ini poin pertamanya.

Yang ke dua, memikirkan masalah-masalah umat dan negara dengan dasar poin pertama itu.

Ke tiga, membangun setiap idenya dengan dalil gamblang.

Ke empat, kalau ada perbedaan, maka mesti diadu dan dilihat mana yang lebih kuat.

Ke lima, kalau ada perbedaan maka bisa diadakan voting.

Ke enam, yang mayoritas tetap tidak boleh memaksa yang minoritas untuk menerima teorinya, tapi dalam menjalankan proyek pemerintahan, memang harus mengikuti yang mayoritas. Itu kalau yang mayoritas tersebut tidak kalah telak dalam adu argumentasi dengan yang minoritas. Tapi kalau kalah telak hingga tidak ada penguatnya, maka yang mayoritas mesti meninggalkan idenya dan semuanya mengikuti yang minoritas.

Aplikasi demokrasi yang manusiawi itu, tidak bisa tidak, harus dengan bimbingan agama. Karena agama yang tanpa pamrih dalam mengatur manusia dan, sudah tentu bersumber dari Yang Maha Tahu.

Ketika aplikasinya harus dengan agama, maka wajib mengikuti petunjuk ayat-ayatNya dan nabi-nabi utusanNya as serta para penerusnya yang disebut washi atau makshumin as (imam-imam makshum as). Dan dalam keadaan jauh dari para makshum as, maka wajib mengikuti mujtahid yang lebih tahu dari yang lainnya karena telah belajar puluhan tahun dan lulus ujian serta terlatih untuk meninggalkan dosa-dosa hingga para ulama itu juga disebut dengan Ruhaanii.

Dalam bab taqlid, tidak cukup seorang mujtahid itu hanya sebagai orang yang ilmunya sampai ke tingkat ijtihad dan tidak melakukan dosa besar dan kecil. Akan tetapi, harus pula meninggalkan ketergiuran  kepada dunia sekalipun halal.

Dengan demikian, aplikasi demokrasi yang hakiki di jaman sekarang itu, harus dengan bimbingan marja’ yang mumpuni dimana marja’ ini juga, kalau lebih dari satu, harus pula dipilih oleh rakyatnya sendiri atau umat manusia sendiri. Karena seperti yang sudah dijelaskan, bahwa di antara ide-ide yang sama-sama kuat argumentasinya, harus diadakan voting dan pengambilan suara. Wassalam.

Fhyll Cahaya Anjello · 24 mutual friends:  Mohon maaf ustadz, apa ada dalil nash yang menyinggung persoalan demokrasi yang disebut hakiki itu? Karena sebagian kawan-kawan HT (pejuang pro khilafah) gencar mengatakan bahwa demokrasi itu tidak ada dalam al qur’an dan sunnah. Apa memang demikian ustadz?

Sinar Agama: F.C,A: Sebenarnya demokrasi itu tidak perlu dalil karena terangnya melebihi matahari, karena:

1- Ketika ia mengatakan tidak ada demokrasi, maka ia sendiri sudah melakukan demokrasi. Demokrasi itu kan hak suara. Nah, ketika ia bersuara dan berpendapat, berarti ia sendiri sudah melakukan demokrasi itu sendiri dan, karenanya ia adalah penentang pertama dari teori dia yang mengatakan bahwa Islam tidak mengenal demokrasi.

2- Ketika Islam mengajarkan kesamaan hak pada manusia dan menentang kasta-kasta, itu adalah demokrasi yang nyata. 

3- Lah...kok enak, kalau disuruh taat pada Ahlulbait yang makshum as karena kehebatan dan ketaqwaannya yang tinggi dan diumumkan kemakshumannya oleh Allah dalam QS: 33:33 dimana kewajiban taat ini sendiri dari Allah dan Nabi saww, tapi mereka menolak karena Islam tidak mengajarkan pilih kasih terhadap siapapun termasuk kepada keluarga Nabi saww,

nah....sekarang malah mereka mau menetapkan pilih kasih kepada diri mereka sendiri ketika mereka membutuhkannya? Yakni, kalau disuruh taat kepada yang makshum sesuai dengan perintah Tuhan, mereka menolak dengan alasan Islam tidak memihak siapapun dalam arti setiap orang punya hak, lalu sekarang hak itu mereka singkirkan dari orang lain dan mereka tetapkan untuk khalifah mereka yang batil dan ke atas konsep mereka yang batil?

4- Kalau kewajiban taat pada kepemimpinan makshum, maka jelas Islam menolak demokrasi. Taat kepada para nabi as, rasul as dan para washi dan imam makshum as, jelas merupakan perintah Tuhan yang mutlak dan tidak ada demokrasi di dalamnya.

Hal itu, bukan karena Tuhan diktator, sekalipun Ia punya hak untuk itu, karena apapun yang Ia lakukan dan perintahkan, pasti kebaikan dan maslahat untuk manusia, akan tetapi karena manusia tidak mungkin bisa tahu siapa yang makshum di antara manusia yang lain.

Yakni manusia tidak memiliki kemampuan mengetahui siapa yang ilmu dan amalnya makshum, yakni yang ilmunya lengkap seratus persen dan benar seratus persen, serta siapa yang menaati ilmunya itu secara seratus persen pula. Karena itulah, maka dalam kewajiban taat pada yang makshum ini, tidak ada demokrasi di dalamnya.

5-  Orang-orang HT ini mau meniru sistem penjajahannya para raja-raja muslim yang berketerusan sampai sekarang seperti Saudi dan raja-raja arab lainnya di Timteng. Kok bisa mereka menerima hal seperti ini, yakni manafikan hak dan demokrasi dari dirinya sendiri dan menetapkannya kepada para penguasanya yang tanpa dalil telah merampas hak dan kemerdekaan orang lain.

Bayangin, dalam ajaran HT dikatakan bahwa kalau beberapa orang membaiat satu orang, maka ia sudah menjadi khalifah dan yang  menentangnya halal darahnya. Begitu pula kalau nanti ada sekelompok umat membaiat orang lain. Artinya, umat dan khalifahnya itu wajib diperangi dan halal darahnya.

Lucunya, kalau khalifah ke dua ini yang menang, maka ialah yang menjadi khalifah yang syah dan menjadi penghalal darah bagi khalifah-khalifah kemudian dan para umat yang membaiatnya.

6-  Kalau mereka tidak mengenal demokrasi, terus mengapa harus ada baiat terlebih dahulu? Bukankan baiat umat pertama kepada khalifah pertama itu juga merupakan demokrasi? JADI, KALAU HT INI MENENTANG DEMOKRASI, MESTINYA MENENTANG PEMBAIATAN PERTAMA ITU KARENA IA HAKIKAT DEMOKRASI (bc: pengutaraan hak pilih, sebab dalam pembaiatan itu tidak terjadi kecuali oleh beberapa orang yang ada di Madinah –tempat kejadian- apalagi kota-kota lain yang sama sekali tidak tahu bahkan tentang wafatnya kanjeng Nabi saww sendiri, boro-boro ikutan pemilu demokrasi pemilihan khalifah).

7-  Kalau orang-orang Hizbut Tahrir (HT) mengatakan: ”Kalau begitu kalian wajib mengikuti khalifah HT karena ia dibangun di atas demokrasi”, maka jawabannya adalah memang hal tersebut demokrasi, tapi sangat terbatas dan hanya mengikat umat pertamanya (pembaiatnya yang langsung), bukan umat ke dua, ke tiga ....dan seterusnya.

Mana ada demokrasi pertama ini dikatakan demokrasi, kalau menghilangkan demokrasi umat ke dua, ke tiga .....dan seterusnya?

8-  Jadi, orang-orang HT ini, mau menentang demokrasi tidak bisa karena ia memiliki konsep itu untuk umat dan khalifah pertamanya dan, mau mendukung demokrasi, juga tidak bisa karena ia hanya berdemokrasi ria dalam golongan kecilnya dan itupun pada umat pertamanya.

9-  Sebenarnya, HT ini, mau meniru yang bukan Islam yang diatasnamakan Islam, seperti kepemimpinan Abu Bakar. Karena Abu Bakar tidak dipilih kecuali oleh beberapa gelintir orang di balairung Saqifah di Madinah yang kemudian dari sana dipaksakan kepada yang lainnya, baik yang ada di Madinah dan di kota-kota lainnya seperti Makkah, Yaman ...dan seterusnya.

Para shahabat yang dalam suku besar seperti suku Bani Tamiim dimana terdiri dari ratusan atau ribuan orang, semua menentang pemerintahan Abu Bakar hingga karena itu mereka menyerahkan zakat langsung kepada yang berhak dan tidak kepada khalifah yang batil itu. Dan, karenanya Abu Bakar mengutus tentaranya dengan kepemimpinan Khalid bin Walid sebagai panglima untuk menyerang suku Banii Tamiim dimana Khalid bin Walid ini berani membakar hidup-hidup beberapa shahabat di depan umum.

10-  Beda dengan Syi’ah yang meyakini adanya imam makshum sejak jaman Nabi saww dan adanya kewajiban menaati imam makshum dengan mutlak seperti menaati Allah dan Nabi saww sejak jaman Nabi saww sendiri.

Lihat QS: 4:59:

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا أَطِيعُوا اللَّهَ وَأَطِيعُوا الرَّسُولَ وَأُولِي الْأَمْرِ مِنْكُمْ

Wahai orang-orang yang beriman, taatilah Allah dan taatilah Rasul dan pemimpin/imam di antara kalian.”

11-  Setelah pemerintahan Abu Bakar, Umar dan Utsman dan setelah diteruskan dengan pemerintahan bani umayyah dan Bani Abbas, telah menelan berbagai korban dimana Ahlulbait as adalah korban pertamanya. Sementara Tuhan telah mengumumkan kemakshuman mereka as (QS: 33:33).

Nah, kerajaan-kerajaan itu diteruskan dan diteruskan sampai pada raja-raja setelah itu di abad-abad berikutnya. Kerajaan-kerajaan tanpa dalil yang diatasnamakan Islam dengan hanya merubah kata Presiden/raja dengan Khalifah, telah menelan hak-hak muslimin dan demokrasi-demokrasi muslimin sepanjang sejarah Islam dan telah pula menelan puluhan ribu nyawa muslimin itu sendiri.

12-  Di jaman Nabi saww, jangankan muslimin yang tidak suka pada Nabi saww yang dikenal dengan munafik, orang-orang kafir saja bisa hidup sejahtera penuh kebebasan asal tidak memerangi muslimin, tapi khalifah-khalifah ini, justru membiarkan kafirin dan membantai muslimin.

Di Saudi, jangankan mengajak kepada hak-hak asasi manusia dan kepada Islam yang hakiki, menanyakan apa hak mereka menjadi raja dan menurunkan kerajaannya kepada anak-anaknya saja, sudah harus siap untuk dipancung atau dipenjara seumur hidup. Pemerintahan seperti ini yang diinginkan HT itu. Alasan bagi mereka mudah saja, karena raja-nya sudah dibaiat beberpa orang dan, putra mahkotanya juga demikian. Jadi, syah-syah saja raja itu menjadi raja dan menurunkan kepada putra mahkotanya. Tentu saja, kata ”raja” diganti dengan ”khalifah”.

13-  Kalau Islam tidak mengajarkan pembuktian ada dan terbitnya matahari, karena matahari itu sudah jelas adanya. Begitu pula, anggap saja tidak mengajarkan demokrasi, maka hal itu karena kejelasannya. Mana ada hak dan demokrasi bagi sebagian orang dan terlarang bagi yang lainnya?

14-  Padahal, kalau kita melihat Qur'an dan hadits-hadits, terlalu banyak ajaran demokrasi ini. Misalnya, setiap orang menanggungjawabi perbuatannya sendiri (QS: 99:7-8). Menyuruh kita bermusyawarah (QS: 3:159).  Untuk mengerti ayat musyawarah ini, maka jelas harus tahu apa esensi dari musyarawah itu.

Musyawarah, adalah merundingkan masalah-masalah  yang dihadapi dengan argumentasi. Dan kalau masih ada perbedaan, maka barulah diadakan voting atau ambil suara. Hal yang kecil ini, tidak perlu dijelaskan Islam.

Karena ketika Islam melihat bahwa musyawarah itu memang seperti itu sejak nabi Adam as, yakni merundingkan masalah-masalah  yang dihadapi dengan masing-masingnya mengajukan dalil dan kalau belum ketemu dan belum sepakat maka diambil suara yang terbanyak, lalu Islam memerintahkan kita untuk musyawarah, maka jelas yang diinginkan Islam itu adalah musyawarah seperti itu. Bukan main hajar seperti yang dikehendati HT itu. Yakni beberapa orang membaiat satu orang menjadi khalifah dan hanya dengan itu ia sudah berhak jadi khalifah dan wajib memerangi yang menentangnya karena siapapun yang menentangnya sudah boleh diperangi karena sudah halal darahnya. Kan ra’syih.

15-  Para HT dan raja-raja arab itu, hanya mengambil satu golongan riwayat yang tentang memerangi para penentang imamah, tapi menolak dalil imamah itu sendiri. Jadi, konsep memerangi yang memerangi khilafahnya itu diambil dari Islam sementara keimamahannya itu sendiri, diambil dari budaya raja-raja sepanjang sejarahnya, baik di Eropa, Afrika sebelum Islam atau arab-arab setelah Islam.

Terlalu banyak Tuhan menentukan imam dan syarat-syaratnya yang harus makshum dalam ayat-ayatNya dan hadist-hadist NabiNya saww. Tapi mereka mengenyampingkan dalil-dalil itu dan lari pada sistem kerajaan yang diatasnamakan khilafah untuk menipu awam karena selama ini sudah berhasil menipunya dalam sepanjang sejarah muslim sejak kewafatan Nabi saww..

16-  Nah untuk melancarkan keimanan pada kerajaan itu, maka mereka pakai nama Khilafah dan, langkah ke dua setelah propaganda nama itu, adalah menghilangkan hak dan demokrasi dari umat yang mau ditipunya, yaitu muslimin. Karena itu, menjadi penting mereka dengan atas nama Islam, untuk menghilangkan demokrasi dari umat yang mau ditipunya dan mengembalikan mereka kepada agama khayal yang ada di benak mereka.

17-  Kok enak, disuruh kembali kepada Allah dan agama yang benar dengan berimam kepada imam makshum yang ilmunya lengkap 100% dan benar 100% dan kemakshumannya diumumkan Tuhan dalam Qur'an (QS: 33:33) dan begitu pula tentang kewajiban taat kepada mereka as, para HT ini tidak mau, tapi dalam pada itu, mewajibkan kita/umat untuk mengikuti khalifah mereka karena mengikuti mereka adalah perintah Tuhan.

Bayangin, Tuhan dalam Qur'an dan Hadits-hadits NabiNya saww mewajibkan umat taat sejak jaman Nabi saww kepada para makshum as yang disebut Ahlulbait as karena ingin menjaga umat dari kesesatan dimana jaminannya adalah kemakshuman para imam Ahlulbait as tersebut, lah ....ini orang-orang HT ingin mengembalikan umat kepada Tuhan dengan mewajibkan taat kepada sembarang orang yang disebut khalifah.

Bayangin, imam pilihan Tuhan itu makshum as dan Tuhan melarang mengikuti yang kafir dan tidak makshum seperti dalam QS: 76:24 yang mengatakan:

فَاصْبِرْ لِحُكْمِ رَبِّكَ وَلَا تُطِعْ مِنْهُمْ آثِمًا أَوْ كَفُورًا

Sabarlah dengan hukum Tuhanmu dan jangan taati mereka-mereka yang memiliki dosa dan orang-orang kafir!

Sementara HT hanya mensyarati khalifahnya dengan seorang muslim, mau taqwa kek, atau tidak taqwa kek, mau punya ilmu Islam kek atau tidak kek, ....dan seterusnya, tidak peduli dan yang diperdulikan hanya seorang muslim saja yang dibaiat duluan walau oleh segelintir orang. Kata mereka, kalau tidak punya ilmu Islam, bisa mengangkat para penasihat. Dan kalau tidak taqwa, tidak usah diikuti ketidaktaqwaaannya. He he...mana ada ajaran lebih lucu dari ajaran mereka ini?!

Kesimpulan: Karena itulah para HT ini, untuk menutup akal para umat yang mau ditipunya, pertama menamakan kerajaannya dengan khilafah. Ke dua dengan menghilangkan hak dan demokrasi umat supaya hak dan demokrasi itu hanya bisa dimiliki raja-raja dan pembaiat-pembaiat pertamanya.

Tambahan:

1-  Masih banyak ayat-ayat yang menunjukkan kepada demokrasi ini, baik langsung atau tidak, seperti:

a- QS: 16:43 dan 21:7:

فَاسْأَلُوا أَهْلَ الذِّكْرِ إِنْ كُنْتُمْ لَا تَعْلَمُونَ

Dan tanyalah kepada ahludzdzikir (yang tahu) kalau kalian tidak tahu.”


- QS: 17:36:

وَلَا تَقْفُ مَا لَيْسَ لَكَ بِهِ عِلْمٌ ۚ إِنَّ السَّمْعَ وَالْبَصَرَ وَالْفُؤَادَ كُلُّ أُولَٰئِكَ كَانَ عَنْهُ مَسْئُولًا

Dan jangan katakan apa-apa yang kamu tidak tahu. Sesungguhnya pendengaran, penglihatan dan hati/akal, semuanya akan ditanyakan


- QS: 6:116:

وَإِنْ تُطِعْ أَكْثَرَ مَنْ فِي الْأَرْضِ يُضِلُّوكَ عَنْ سَبِيلِ اللَّهِ ۚ إِنْ يَتَّبِعُونَ إِلَّا الظَّنَّ


Kalau kamu menaati kebanyakan orang di muka bumi, maka mereka akan menyesatkanmu dari jalan Allah. Sesungguhnya mereka tidak mengikuti apapun kecuali sangkaan belaka..”

Nah, kalau kebanyakan manusia saja, kalau ditaati akan menyesatkan, maka apalagi satu khalifah yang dipilih oleh sekelompok kecil manusia. Sudah tentu akan lebih menyesatkan.

KARENA ITU, PELARIAN DARI KEBANYAKAN INI, BUKAN KEPADA YANG SEDIKIT KARENA YANG SEDIKIT INI MASUK DALAM YANG BANYAK DAN JUGA KEDUANYA TIDAK ADA BEDA KALAU DIHUBUNGKAN DENGAN KEBENARAN DAN HANYA BEDA DARI SISI JUMLAH DIMANA JUSTRU YANG LEBIH SEDIKIT INI YANG PASTI LEBIH CELAKA DARI YANG BANYAK YANG CELAKA ITU KARENA KALAU YANG KEBANYAKAN SAJA SUDAH CELAKA MAKA APALAGI YANG SEDIKIT.

JADI, PELARIANNYA ADALAH KEPADA YANG MAKSHUM YANG DISEBUT AHLULBAIT DAN SHIRATALMUSTAQIM YANG TIDAK PUNYA KESALAHAN SEDIKITPUN (wa laa al-dhaalliin).

- QS: 18:28:

 وَلَا تُطِعْ مَنْ أَغْفَلْنَا قَلْبَهُ عَنْ ذِكْرِنَا وَاتَّبَعَ هَوَاهُ

Dan jangan taati orang-orang yang Kami lengahkan hatinya dalam mengingat Kami (tidak taat) dikarenakan mengikuti hawa nasfunya.”

Artinya, kalau seseorang itu tidak makshum, maka ia pasti maksiat kepada Allah. Dan orang yang seperti ini, tidak boleh ditaati karena sudah dihukum oleh Allah sebagai lengah hati karena ketaatan mereka kepada hawa nafsunya dan bukan kepadaNya. Lah, kok bisa para HT ini mewajibkan kita taat pada rajanya sementara Tuhan melarangnya?

- QS: 33:1:

وَلَا تُطِعِ الْكَافِرِينَ وَالْمُنَافِقِينَ

Dan jangan taati orang-orang kafir dan munafikin

Lah, kalau kafir bisa diketahui. Sekarang bagaimana dengan munafikin yang mana hanya Tuhan yang tahu seperti dalam ayat: QS: 9:101:  ْ

وَمِمَّنْ حَوْلَكُمْ مِنَ الْأَعْرَابِ مُنَافِقُونَ ۖ وَمِنْ أَهْلِ الْمَدِينَةِ ۖ مَرَدُوا عَلَى النِّفَاقِ لَا تَعْلَمُهُمْ ۖ نَحْنُ نَعْلَمُهُمْ ۚ سَنُعَذِّبُهُمْ مَرَّتَيْنِ

Dan di sekitar kalian dari orang-orang desa adalah munafik dan begitu pula orang-orang madinah/ kota. Mereka keterlaluan dalam kemunafikan. Kalian tidak mengetahui mereka dan Kami mengetahui mereka dan Kami akan mengadzab mereka dua kali.”

Nah, kalau tidak makshum, lalu bagaimana kita bisa menjamin siapapun sebagai bukan munafik?!

By the way, ketika Tuhan menyuruh taat pada yang taqwa, maka minimal, sekalipun tidak mau menaati makshum seperti di Syi’ah, setidaknya harus dirundingkan dulu siapa-siapa yang paling taqwa walau secara lahiriah. Bukan main tunjuk sebagian atau segelintir orang lalu memaksa yang lainnya menaatinya dan menghalalkan darahnya kalau tidak menaatinya, dan seterusnya.... dari ayat-ayat dan riwayat-riwayat tentang musyawarah dan demokrasi.

Catatan: Tentang HT ini saya mengetahuinya karena memang sudah lama memiliki konsep mereka dan mempelajarinya serta sudah pernah diskusi terbuka beberapa kali dengan penghulu mereka di beberapa universitas di Indonesia. Semoga mereka dapat merenungi konsep mereka sekali dan sekali lagi dan tidak tertipu dengan sekedar dakwaan mengikuti Allah dan agamaNya, tanpa dalil secuilpun. Wassalam.

Muhammad Asad: Mohon maaf ustadz, keluar dari topik... saya mau tanya mut’ah itu apa? Maklum saya masih awam, ustadz dan terimakasih.

Sang Pencinta: Asad, ikut bantu, ini arsip ustadz sinar Agama, https://www.dropbox.com/s/3gwy66n8moi3eo0/Lika-Liku%20Mut%27ah.pdf?v=0mcn Lika-Liku Mut’ah.pdf www.dropbox.com

Muhammad Asad: Terimakasih pecinta tapi ana gak ngerti...

Sang Pencinta: Asad, ini file ustadz Sinar Agama yang membahas tentang mut’ah, format pdf.

Khommar Rudin:  اللهم صل على محمد وال محمد وعجل فرجهم

Fhyll Cahaya Anjello: Terimakasih ustadz, semoga senantiasa mendapat lindungan-Nya..


>> Baca juga: Imamah dan Khilafah dalam Tinjuan


Adab Membaca Qur'an


by Sinar Agama (Notes) on Monday, May 20, 2013 at 3:38am
seri tanya jawab Sang Pencinta dengan Sinar Agama

Sang Pencinta: (13-3-2013) Salam, apakah bacaan shodaqallahu al-’adhim memang sunah ketika selesai baca Qur'an? Apakah sunah yang dibaca sebelum dan sesudah membaca Qur'an? Terimakasih ustadz — bersama Sinar Agama. 

Aditya Alkautsar: Yang saya pernah dengar hanya kata hasbuk.  Jika berkenan mohon di perjelas ustadz. Afwan.  Aditya Alkautsar: Sadaqallahul azdim memang terdapat dalam al Qur'an. Tapi adakah hadis yang menganjurkan untuk membacanya berhuhung mayoritas qori mengucapkannya setelah membaca al Qur'an. *menunggu penjelasan*

Armeen Nurzam: menunggu,,

Novalcy Thaherm: menunggu juga...

Fikha Aja: Menunggu juga.

Yasmin Az Zahra: menunggu juga..

Hard Smoker: Menanti jawaban..


Sinar Agama: Salam dan terimakasih pertanyaannya: 

Yang biasa dianjurkan oleh para ulama dalam adab atau akhlak membaca Qur'an yang biasanya diambil dari ayat dan riwayat, adalah seperti berikut ini: 

1-  Berwudhu.

2-  Menghadap kiblat.

3-  Penuh ketawadhuan, rendah diri dan kekhusyukan.

4-  Membaca isti’aadzah (A’uudzubillaahi mina al-syaithaani al-rajimm).

5-  Tartil, yaitu menjaga pengucapan huruf-hurufnya, panjang pendeknya, tajwidnya dan tidak terlalu cepat membaca.

6-  Merenungi isinya (ini yang paling ditekankan).

7-  Merasa dilihat Tuhan dan benar-benar ingin mendapat petunjuk dari kitabNya.

8-  Sedang membaca shadaqallaahu al-’Azhiim setelah selesai, maka bacalah dengan niat mengungkap keimanan kita akan kebenaran firman-firmanNya itu. 

Karena kalau dengan niat seperti itu, maka bagaimanapun akan tetap mendatangkan pahala. Dan, sudah tentu akan memberikan efek kepada iman dan kehidupan kita, karena apapun prinsip hidup yang tidak bersumber pada kitabNya adalah tidak benar. Wassalam.

>> Artikel yang juga menarik untuk dibaca: Apakah Quran Sunni dengan Syiah Berbeda?


Hubungan Tuhan Yang Mutlak dan Suci dengan Manusia (3)

3. Hubungan Tuhan Yang Mutlak dan Suci dengan Manusia (3)

https://m.facebook.com/notes/abil-ghifari/hubungan-antara-tuhan-yang-mutlak-dan-suci-dengan-manusia-3/750246741725402/?refid=21


Idea Abdul Majid: Kenalilah dirimu maka engkau akan mengenali TUHAN atas dirimu, apabila sudah mengenal TUHAN maka akan di perkenalkan pada KekasihNYA. Untuk belajar begitu, ribet soalnya temanmu harus jangan yang itu-itu saja, dan dirimu harus bertemu para Kejawen.
Bicara kesempurnaan saja itu ribet, sebab segala sesuatu di ciptakan ALLAH swt dengan Hukum Kesempurnaan.

Setelah dirimu menyakini bahwa dirimu sempurna dan hanya mengikuti kesempurnaan maka baru memahaminya.

Masuklah ke dalam struktur tingkatan kesempurnaan, mulailah ke dalam lingkungan sempurna. Tapi hati-hati nanti tersesat makanya di situlah Fungsi Utama Ahlul Bait as sebagai Penunjuk Jalan
Yang Lurus.

Setelah mengenal Ahlul Bait as penunjuk jalan yang lurus, mulailah kita melepas pakaian ke akuan.

Batasan kesempurnaan diri itu ada, nah menurutku kemampuan kita mudah mudahan dapat sampai kesempurnaan mengikutin Ahlul Bait as berdasarkan ketentuan Ahlul Bait as..

Azmy Alatas: Sinar Agama: Afwan ustadz..jadi intinya piye...???
Kok aku ga mudeng....hubungannya sama tulisan di buku itu apa???

Idea Abdul Majid: Manusia itu jenisnya sesuai dengan Fakultas di Universitas, nah kebanyakan dijadikan sebagai administratif.

Ali Shofi: Hah.... kalau ada orang yang salah paham sama maksud dari tulisan di buku itu jangan langsung “berfatwa” sesat jangan salahkan bukunya salahkan orang yang membacanya, kenapa ilmunya ga diupgrade...

Idea Abdul Majid: Administratif itu pendidikan umum saat ini ya?, diketawain petani sudah temukan bbm dari jagung..

Azmy Alatas: Sang Pencinta, ni gimana....kok jawaban panjang lebar malah engga nyambung dengan yang lagi dibahas...??!! Cb diskusikan dan dirapatkan dulu dengan para tim sukses antum ...

Idea Abdul Majid: Masalah itu tidak akan sulit apabila kalian sudah masuk ke dalam Naungan Kesempurnaan Ahlul Bait as, tapi karena masih mengira-ngira jadilah kalian pengetahuan kira-kira cam arkeolog gaje.

Sang Pencinta: Azmy, ustadz itu menjawab dari segala sisi, kemungkinan isykal dari segala penjuru sudah dipaparkan. Kalau antum punya dalil dan isykal utarakan saja poin-poinnya, salahnya dimana, benarnya dimana, jangan sampai beretorika belaka.

Azmy Alatas: Hah...membahas maksud dari buku, atau membahas teks?
Yang qu tanyakan nyambungnya dengan maksud buku tersebut dimananya?

Sang Pencinta: Azmy, coba baca lagi apa yang dimaui penanya.

Tinta Hitam: Azmi, kayaknya ilmumu belum bisa memahami tulisan ustadz ya,?...penjelasan ustadz sangat gamblang dan jelas. Ustadz hanya mengomentari satu halaman saja pada buku itu, tapi jawabannya lumayan banyak, kenapa? Karena penulis buku memakai-makai istilah yang masih mubham, makanya ustadz mencoba memahamkan kepada kita dengan beberapa item dengan yang dimaksud penulis.

Inilah kita yang kadang ceroboh dalam memahami sesuatu, maunya memahami instan dan umum. Sehingga kita terkadang salah makna..

Sekarang giliran kamu bung Azmi, coba komentari pendapat dan jawaban ustadz, jangan cuma jadi provokasi dan sok tahu menahu. Kalau memang bung Azmi tahu maksud dari yang ditulis oleh buku ini di hal 16, apa yang engkau pahami? Kalau bertentangan dengan jawaban ustadz, ayoo tuliskan argumen antum jangan terkesan berkoar-koar, karena ini bukan hal yang biasa bung...

Hendy Laisa: Azmy Alatas> Bikin kopi, siapin cemilan, baca baik-baik penjelasan yang sangat panjang lebar tersebut dengan hati-hati, mudah-mudahan antum bisa nangkap maksud penjelasan ustadz.

Azmy Alatas: Hendy Laisa, Sudah amat sangat paham, makanya saya tanya... korelasi topik yang dibahas di buku, dimananya?!

Tinta Hitam: Menurutku, sebelum buku ini tersebar lebih banyak lagi... maka sebaiknya ditarik dari pasaran karena akan membahayakan orang Syi’ah sendiri, apalagi orang yang bukan Syi’ah, pasti bingungnya berlapis-lapis.

Azmy Alatas: Yang kedua, tanpa harus diarahkan oleh beliau, saat saya baca buku tersebut di halaman itu, pun sudah gamblang tanpa harus dijabarkan panjang seperti di atas. Amat sangat gamblang kok.

Tinta Hitam: Bung azmy, Kalau luh paham kenapa masih tanya lagi korelasi topik yang dibahas di buku ini? Itu berarti kamu belum paham bung.

Hendy Laisa: Azmy Alatas> “Sinar Agama: afwan ustadz..jadi intinya piye...???
Kok aku ga mudeng....hubungannya sama tulisan di buku itu apa???” katanya sudah baca tapi kok gak mudeng-mudeng juga mas???

Tinta Hitam: Gamblangnya itu, ketidakjelasan makna yang penulis maksudkan, sehingga ustadz mencoba memaknai kata perkata. Itu berarti ustadz sangat teliti mengkritisi tulisan ini. Kalau tidak ada pendefenisian kata, maka semua akan bias makna, karena kita tidak tahu yang penulis maksud yang relatif itu seperti apa?

Mufida Rahma Laila: kemarin saja diterangin maksudnya sampai 2 jam di kajian. Malah pada mumet raut mukanya.

Azmy Alatas: Hendy Laisa, Yang bikin ga mudeng itu mengkorelasi antara penjelasan ustadz dengan isi dan maksud buku.

Yang kontradiktif itu dimananya?!

Tinta Hitam: Hahaaha....berarti soal metode penulisan saja to???
Maksudnya metode penulisannya harus seperti yang ditulis oleh SA di atas?
Kok kayanya bodoh banget atau bagaimana, sampai harus didikte dan dituntun satu langkah satu langkah...padahal jalanan di depan jelas banget dan anda tak terkendala oleh apapun...

Kalau kita bahas teks saja sekedar teks, bisa saja dikritisi dengan metode di atas.

Tapi kalau kita bahas buku dan hal.16-17 itu nukilan dari keseluruhan buku. Maka apakah masih tepat menyesatkan buku tersebut hanya dari hal.16-17 yang padahal di bagian lain diterangkan pelengkap dari hal.16-17.

Sehingga jelaslah maksud mutlak dan relatif.
Duh, gamblang..gamblang...

Hendy Laisa: Azmy Alatas> Ahsan minum kopi dulu bro.

Azmy Alatas: Hahaha...tapi dari dulu kan emang begitu karakter SA, banyak was-was... sehingga kedetailan menurut beliau sangat penting.

Sehingga kurang cocok jika beliau jadi penulis. Lebih cocok jadi tempat tanya jawab. Hehehe.... musti belajar bikin buku dulu...

Hendy Laisa: Waswas penting daripada sembrono.

Azmy Alatas: Yang penting hati-hati, bukan was-was....hehehe...

Bima Wisambudi: Ketinggalan nih saya, Mufida Rahma Laila.

Tinta Hitam: @Azmi, segala sesuatu kadang kita ingin memahaminya secara umum. Padahal yang sesuatu umum itu masih mempunyai makna yang belum jelas. Kenapa ustadz SA menulis sedetail mungkin? Supaya kita lebih gamblang memahami tulisan tersebut. Lihat saja ustadz SA mendefenisikan kata relatif supaya apa yang kita pahami pada pernyataan yang ada di buku tersebut bisa lebih jelas. Jangan kita langsung memahami secara umum lantas ada kata yang menurut kita masih belum jelas.

@azmi, bukan hanya soal metode bung tapi soal pemahaman, itu yang terpenting.

Azmy Alatas: Haahhaha...berarti kan ustadz SA menjelaskan maksud dari ustadz ML, terus dimana titik kontradiktif antara tulisan ML dan SA? Itu yang ditanyakan....hehehe...

Hendy Laisa: Azmy Alatas> kontradiksinya?? Kok antum pertanyakan lagi mas bro? Kan di atas penjelasannya sangat panjang, sangat detail, sangat argumentatif serta masuk akal menurut saya, gak tau ya kalau menurut antum.

Neo Hiriz: Bukan ustadz SA tapi ustadz HAA.. Ustadz ML diganti dong dengan MHL

Hendy Laisa: Neo Hiriz> itu menurut antum aja.

Neo Hiriz: Karena kalau ML itu ndak enak dibacanya, terus SA itu nama aslinya kan Hasan Abu Ammar (HAA) MHL (Muhsin Labib)

Azmy Alatas: Ya sudah...
Jadi pada dasarnya, masing-masing kubu sudah bicara “siapa” bukan “apa”...
Jadi ruwet kan...hehehe...

Hendy Laisa: Jadi kubu-kubuan nih
Saya gak merasa berseberangan kubu dengan Azmy Alatas ya peace bro.

Neo Hiriz: Ah perasaan mu saja Hendy Laisa.

Hendy Laisa: Iya perasaanmu juga.

Azmy Alatas: Sang Pencinta, Coba tanya sama Sinar Agama, kira kira kalau judulnya diganti masih mau membahas polemik, semisal yang dia ulas di hal.16-17 itu atau tidak? Hehe.

Sinar Agama: Azmy, seandainya ana menanggapi tulisan antum, maka mungkin ana pakai cara tulis dan cara paham antum. Akan tetapi karena saya mengomentari tulisan orang lain yang saya tahu tingkat pendidikannya, maka sudah pasti saya tidak akan memakai cara yang seperti kalau menanggapi tulisan antum. Jadi, afwan banget. Kalau antum sudah paham, mestinya sudah tidak bertanya lagi, “hubungane opo?”. Sebab kalau sudah paham, maka akan menyala sekali hubungan dan dari kedua tulisan itu dan terlalu jelas perbedaannya.

Saya sebenarnya tidak perlu berjam-jam nulis tangapan kalau tidak mengomentari satu tim penulis dan ratusan atau ribuan pembaca yang memiliki latar belakang dan tingkat pendidikan yang berbeda. Akan tetapi, karena sebaliknya, maka ijinkan saya memakai cara saya sendiri.

Antum kok ribet dengan cara saya. Kan mudah saja. Kalau tidak setuju, yah,,,,tidak usah diperhatikan. Kalau setuju dengan caranya, yah....diperhatikan baik-baik supaya kalau komentar, bisa konek/nyambung.

Sinar Agama: Teman-teman:

  • - Pernyataan saya tentang buku itu, bukan hanya hal di atas itu. Akan tetapi banyak hal. Misalnya di dalam masalah imamah, sudah tidak tersisa sama sekali dari ajaran Syi’ahnya. Lihat diskusi sebelumnya.
  • - Yang lainnya, juga ada, seperti penulisan bahwa marja’ itu hanya tempat konsultasi dan tidak wajib ditaati. Lihat di halaman 37.
  • - Sudah tentu masih banyak yang lainnya.
  • - Yang paling parahnya adalah yang berkenaan dengan makna imamah dan khilafah sebagaimana sudah diterangkan sebelum ini. Silahkan merujuk ke sana kalau mau. Wassalam.

Neo Hiriz: Dikusi darat saja dengan tim penulis sms, supaya buku itu bisa lebih disempurnakan.
Sekadar saran.

Azmy Alatas: Afwan, ustadz Sinar Agama sulit bagi saya untuk melepaskan atau menafikkan konteks dan tujuan penulisan buku tersebut..

Jadi ingat buku “makna haji” nya Ali Shariati, ia tidak menjelaskan ritus haji, tapi dengan bahasa berbeda memaknai haji.

Saya menganggap buku SMS dalam rangka membangun pahaman umum soal Syi’ah yang sedang difitnahkan secara membabi buta di tanah air.

Pandangan-pandangan yang ditulis terkait dengan beberapa soalan umum dan populer yang saat ini sedang riskan.

Termasuk tuduhan BIN bahwa komunitas Syi’ah di Indonesia akan melakukan ekspor revolusi Iran dan mengganti dasar negara Republik Indonesia.

Tuduhan gila yang mengatakan bahwa Syi’ah di Indonesia setali tiga uang dengan wahabisme yang akan memberangus NU dan Muhammadiyah.

Saya kira, pembahasan detail soal Syi’ah bukan di buku tersebut pembahasannya.

Jadi ada teks dan konteks... itu sih menurut yang saya tangkap...
Jadi, bagaimana mau konek kalau antara teks dan konteks dipisah-pisah...
Ahsan, bikin buku tandingan dan kritiknya, lalu kopi daratkan...

Neo Hiriz: Saya pikir kurang perlu bikin tandingan, ustadz Hasan bagusnya menjadi tim perbaikan buku tersebut. Manfaatnya banyak kalau seperti itu. Saya kira anda semua tahu.

Azmy Alatas: Neo Hiriz, setujaa.. kenapa beliau kemarin ga sekalian masuk tim penulisan aja ya... sayaaangg banget...

Neo Hiriz: Itu masalah teknis saja pak, sekaranglah waktunya ustadz Hasan masuk dalam tim penting banget ustadz Hasan masuk dalam tim. Ulama sekaliber beliau pasti akan banyak kontribusinya dalam perbaikan buku itu.

Azmy Alatas: Tinta Hitam, kok situ nyuruh aku membantah paparan calon mujtahid, ya ga bakal mampu lah...

Yang saya tangkap malah paparan SA memperkuat pernyataan di SMS.
Makanya aku bilang, kontradiktifnya dimana?

Muslimovic: Tidak perlu berdebat tentang Tuhan dan manusia.

Dany Douan Douan: Pak Sinar Agomo @...Itu pertanyaan TS simple sebenarnya...ko sampe dijawabnya keliling dunia bahkan angkasa antariksa... yang ditanya hubungan langsung Allah swt yang muthlaq dengan manusia tidak muthlaq....HUBUNGAN LANGSUNG pak pertanyaannya “. itu aja dulu dijawab kalau udah clear baru ke bab lainnya masalah agama.....ko sepertinya bapak menjawab pada penulis buku SMS, yang terkesan sentimen ...hati-hati, ujub dan hubbul jah bisa mencelakakan.

Tinta Hitam: @Neo, Apakah pernah SA itu mengaku ustadz Hasan? Atau cuma persangka antum saja?

Hendy Laisa: Dany Douan Douan> Sudah menjadi ciri khas ustadz SA menjelaskan suatu persoalan dari awal, supaya gampang dipahami. Saya rasa tidak ada ujub disini, ini murni diskusi keilmuan tidak ada tendensi apa-apa apalagi seperti yang antum sebutkan: sentimen, ujub, hubbul bla bla bla...afwan.

Dany Douan Douan: Saya rasa kepada siapa khithab saya jelas.

Azmy Alatas: Tinta Hitam, kalau HAA pernah ngaku sebagai SA atau enggak ya?
Atau semacam bikin sumpah atau klarifikasi gitu, kenapa kok namanya terus dikait-kaitkan sama
SA....hehehe....(becanda)

Hendy Laisa: Azmy Alatas> gak pernah tuh ana denger pengakuan begitu.

Azmy Alatas: Hendy Laisa, Harus ada mestinya....bukan SA melulu yang bikin klarifikasi, tapi justru HAA mestinya yang bikin...

Surya Hamidi: Membaca point pertama tanggapan koment, “saya sebagai orang terhina di Ahlulbayt as”

Oh... anda itu ahlulbayt siapa? Ngaku-ngaku ahlulbayt pakai label terhina pula, tapi hidup anda
dihabiskan untuk memecah belah ummat.

Maaf, dulu saya respect sama anda, tapi sekarang sesuai dengan kehendak anda yang anda tulis di point pertama, Anda ini hanya sampah.

Surya Hamidi: Aku pun berlepas diri dari anda karena anda hanyalah sampah yang paling hina.

Surya Hamidi: Belum ada aku melihat sampah yang begitu jijiknya melihat orang lain berkarya.

Surya Hamidi: Salam sampah.

Surya Hamidi: Ingat... aku mengikuti anda bukan sekarang saja. Dulu anda juga menjelaskan pola hubungan khaliq dengan makhluq, anda juga menggunakan analogi yang sama tapi tidak dibantah orang. Namun ketika orang lain yang menggunakan analogi tersebut, anda muter-muter ke angkasa luar untuk membantah analogi yang pernah anda gunakan sendiri.

Jadi sebenarnya anda ini hanya sampah... bukan orang yang ilmiah.

Surya Hamidi: Ini akhir komentku untuk anda Hasad Abu Umar

Firdaus Said: Alhamdulillah ...kalau itu koment terakhir....amiiin....

Margie Ismail: Surya hamidi.. ustadz hasan atau tono?

Hendy Laisa: Style A kok dibawa ke soalan B, ahsan style A dipake hadapi soalan A.

Reinhard Treeanggono: Semua berproses.... bahkan para Nabi dan Imam as.. gak perlu ragu karena cinta seharusnya mengikis keraguan.. salam.

Irsan Fadlullah Al Hajj: Mantabbbsss SA pun pernah marah-marah terhadap buku DADF..... Hadeeech ...... capeekkk dech ....

Hendy Laisa: Sama-sama buku ancur.

Irsan Fadlullah Al Hajj: Kalau ini baru mantabbbb ......

Hendy Laisa: Irsan Fadlullah Al Hajj> Oh udah punya ya antum.

Bintang Az Zahra: SA pun gak berhak menjawab buku SMS ,, kalau ingin tahu dan kurang paham datang lansung ke kantor ABI atau tanya lansung ma yang nulis ,,,

Irsan Fadlullah Al Hajj: Hendy Laisa, Ana blm punya ....

Hendy Laisa: Bintang Az Zahra> Kata siapa gak punya hak? Semua orang punya hak, kalau orang gak berhak jawab buku itu bagusnya diganti aja judulnya.

Reinhard Treeanggono: Mirip sama judul buku ini yaa.. kontennya juga mirip kah ?

Irsan Fadlullah Al Hajj: Dengan yang 1 ini sudah cukup pusing memahami tatabahasanya .... Terlalu tinggi bagi yang belum mengkaji falsafah Aqal.

Bintang Az Zahra: Hendy Laisa...Coba yang punya buku suruh jawab jadi gak simpang siur ,,, koh seneng banget adu argumen lewat dunia maya ..

Reinhard Treeanggono: Seru banget nich,, hehee,, cihuy

Abdul Malik: Yang mau melakukan kritik, saran, diskusi atau apapun namanya, mengenai buku itu dapat langsung ke alamat penerbit yang sudah tertera dalam buku. InsyaAllah kalau tidak bisa memahami akan dipahamkan. Kalau gagal paham itu tergantung pribadi masing-masing.

Abdillah Alcaff: Yang tidak bisa mengkritik/membalas kritikan ustadz Sinar Agama terhadap buku tersebut, ahsan diam. Gak usahlah menjelekkan ustadz SA, dari kemaren ana ga pernah liat tuh, bantahan untuk kritikan ustadz, sudah lumrah suatu buku dikritisi, terlebih membawa nama Syi’ah. Hal ini (mengkritisi suatu buku) sangat mudah untuk dipahami, lalu mengapa pada kepanasan????

Abdul Malik: Akan lebih baik pula kalau ditujukan langsung kepada penulisnya.

Bintang Az Zahra: Ini yang buat postingan kurang gentle ...gak berani negor lansung ma tim penulis ,,,beraninya cuma di kritik ,,,

Abdul Malik: Buku tersebut tidak hanya ditulis satu orang saja. Melainkan hasil musyawarah para ustadz yang tergabung dalam organisasi. Buku tersebut juga mendapat sambutan baik oleh menteri agama. Kalau ada niat baik untuk memperbaiki isi buku itu silahkan datangi pihak yang bersangkutan.. kalau bisanya cuma mengkritik dan memvonis salah, orang yang tidak pernah ‘makan bangku sekolah’ pun bisa.... apalagi cuma modal ngetik di fb....

Andika Karbala: Katakanlah benar meskipun pahit... ABI adalah kebanggan pecinta AB Indonesia tapi dalam hal ini saya setuju dengan Ustadz-SA. Semoga kritikan bisa memberikan dampak positif bagi semua pihak, jangan katakan cerai karena cerai dibenci Tuhan, semoga pecinta AB Indonesia semakin solid dan mencintai ilmu pengetahuan.

Tinta Hitam: Saya sering dengar ustadz-ustadz yang dari Indonesia berkata (untuk menjaga nama baik tidak usahlah kusebutkan namanya), “teman-teman yang belajar di Qom tidak usah lama-lama belajar, selesai s1 sudah cukup. Pulang cepat ke Indonesia untuk mengabdi. Jangan hanya berlama-lama di negeri orang”. Ini sudah hasilnya orang yang hanya beberapa tahun belajar baru disuruh pulang untuk tabligh, bukannya memperbaiki ummat tapi hanya memecah belah ummat, karena belum sempurna apa yang dia pahami tentang sesuatu itu, kemudian dia berani untuk berkoar-koar kesana kemari. Nah orang yang seperti ini yang bahaya.

Abdul Malik: Tergantung persepsi anda.

Bintang Az Zahra: Yang buku tersebut di hongkong ,,,habis ..

Abdul Malik: Bisa pesan lagi buk... ongkir 75 ribu/kg ke Hongkong...

Bintang Az Zahra: Pak Abdul,,,,, kemarin di kirim dari Icc Jakarta.

Abdul Malik: Owww.... iya saya tau. Kalau mau pesen buku lain juga bisa kog. ...

Sang Pencinta: Turut belansungkawa hilangnya penghormatan kepada ulama yang tingkat keilmuannya jauh di atas dirinya itu. Bergetar badanku tatkala membaca ‘sampah’ di atas. Inikah wajah tasyayu di tanah air yang tidak kunjung bisa mengukur bayang-bayang dirinya? Lah mending kalau dia bisa menunjukkan kapasitas dirinya, lah ini hanya mengumpat dan mengolok-olok?!?!
Padahal sadar atau tidak sadar ia pernah bertanya pada yang dikatai ‘sampah’ itu.

Hendy Laisa: Tinta Hitam > Absolutely right, i agree ur comment...brilliant!!!

Abdul Malik: Sampah yang mana nie Sang Pencinta

Azmy Alatas: Hendy Laisa, Hahaha...asik asik...rame kan...

Abdillah Alcaff: Wong Sinar Agama membahasnya pake perspektif dia, keluar konteks... lantas apanya yang mau ditanggapi? Kalau pake konteks....

Rahman Balakundu: Ini masalahnya SA meyesatkan SMS. Tidak ada hubungannya dengan yang lain-lain....apalagi kaitannya dengan Kebenaran.

Hendy Laisa: @all> Back to status aja kalau mau diskusi.

Azmy Alatas: Hendy Laisa, Bisa tolong dikutip atau tuliskan hal 16-29? Biar enak bahas nya...

Abdul Malik: Bedah buku lebih ajib kalau sama penulisnya, bukan bedah sendiri.

Hendy Laisa: Azmy Alatas, Katanya antum punya bukunya banyak... kutip aja dari buku itu, capek ngetik dikit gapapa lah.

Azmy Alatas: Anda fasilitator kan?

Hendy Laisa: Atau sekedar pelempar isu?

Hendy Laisa: Afwan buku itu hanya ada satu di pihak Itrah, saya gak 24 jam di Itrah.. kebetulan saya malam ini masih di luar jangkauan Itrah, apa salahnya antum Azmy Alatas nukilkan??

Azmy Alatas: Oh, cuma ada 1... saya tunggu antum besok sebagai fasilitator yang baik, dan antum sebagai pelempar isu, hendaknya standby dengan buku tersebut. Paling engga sekarang antum punya taklif untuk menyelesaikannya hingga tuntas.

Sinar Agama: @Neo, Saya ini Sinar Agama, dan siapa saja yang menghubungkan saya dengan orang lain, maka saya mendeletenya dari pertemanan. Tolong jangan diulang lagi. Kemarin karena fokus pada hal lain, maka belum sempat mengingatkan antum. Kalau setelah peringatan ini masih saja hal itu berlaku, maka dengan penuh maaf, kita akan berpisah pertemanan di maya (fb) ini. Afwan.

Sinar Agama: Teman-teman, saya sudah memberikan paparan yang panjang lebar, kalau ada yang tidak benar, maka itu saja yang dibahas. Kalau bisa, hindari kata-kata yang tidak berhubungan, terlebih kata-kata yang tidak diajarkan Ahlulbait as. Malu pada Tuhan, Nabi saww, Ahlulbait as dan tetangga kita.

Biasakan untuk tidak menyempitkan dada. Jangan hanya kalau mengkritik saja bersemangat, tapi tidak mau dikritik. Saya dulu sudah pernah mengatakan bahwa kadang kita yang sudah jadi Syi’ah, kembali kepada yang sebelumnya. Dulu aktif kritik, tapi sekarang aktif menolak kritik.

Kalau diskusi ilmu, maka itu hal yang dianjurkan agama. Niat masing-masing, maka diserahkan pada Allah, toh sebentar lagi kita akan pada mati. Nanti di sana baru akan melihat amal kita masing-masing, semoga kita semua selamat di dunia dan di akhirat kelak, amin.

Dan siapa saja yang masih menghubungkan paling hinanya manusia ini, yakni saya Sinar Agama, dengan orang lain, maka dengan sangat terpaksa saya akan delete dari pertemanan.

Sekali lagi, diskusi ilmu itu, tidak boleh bermuatan politik. Sebab kalau sudah politik, maka akan keluar dari keilmuannya.

Kritik buku, di dunia manapun, sejak jaman Amirulmukminin as, sampai sekarang, tidak harus ke orangnya atau penerbitnya. Kritik tulisan itu, di mana saja, selalu bisa dilakukan di mana saja.

Syaratnya menukil dengan benar yang mau dikritiki. Jadi, tidak ada syarat untuk mendatangi orangnya.



((Bersambung ke : Hubungan Antara Tuhan Yang Mutlak dan Suci dengan Manusia (4).))

Sabtu, 30 November 2019

Hubungan Tuhan Yang Mutlak dan Suci dengan Manusia (2)

2. Hubungan Tuhan Yang Mutlak dan Suci dengan Manusia (2)

https://m.facebook.com/notes/abil-ghifari/hubungan-antara-tuhan-yang-mutlak-dan-suci-dengan-manusia-2/750245645058845/?refid=21


Sinar Agama:

  • c-2- Ketika Tuhan yang Mutlak dan Maha Suci, berhubungan dengan manusia yang tidak mutlak TAPI BISA SUCI WALAU TIDAK MAHA SUCI, maka sudah pasti Tuhan, dapat diketahui manusia. Artinya, Tuhan yang ada dalam pengetahuan manusia itu, walau tetap terbatas, akan tetapi bisa suci dari kesalahan. Karena itulah, manusia dan ayat Qur an, memiliki padanan untuk pensucianNya itu, yaitu Maha Suci, Subhaanallaah dan semacamnya.
  • c-3- Akal dan Tuhan sendiri, banyak memberikan jalan dan petunjuk untuk mensucikanNya. Karena itulah, ketika imam Ali as dalam khotbah pertama Nahju al-Balaghah mengatakan:

أول الدين معرفته وكمال معرفته التصديق به . وكمال التصديق به توحيده وكمال توحيده الاخلاص له . وكمال الاخلاص له نفى الصفات عنه لشهادة كل صفة أنها غير الموصوف وشهادة كل موصوف أنه غير الصفة . فمن وصف الله سبحانه فقد قرنه . ومن قرنه فقد ثناه ومن ثناه فقد جزأه ، ومن جزأه فقد جهله.
ومن جهله فقد أشار إليه . ومن أشار إليه فقد حده. ومن حده فقد عده ، ومن قال فيم


Pangkal agama adalah mengetahuiNya, dan kesempurnaan mengetahuiNya adalah membenarkanNya. Kesempurnaan membenarkanNya adalah mentauhidkanNya, kesem-purnaan mentauhidkanNya adalah ikhlash diri kepadaNya. Kesempurnaan ikhlash kepadaNya adalah menafikan sifat-sifatNya, karena semua sifat itu, bukan yang disifati dan karena yang disifati, bukanlah sifatnya. Barang siapa yang mensifatiNya, maka ia telah menyekutukanNya.
Yang menyekutukanNya berarti ia telah menduakanNya. Dan yang menduakanNya berarti telah membagiNya. Yang membagiNya, berarti ia tidak mengenalNya....”

Catatan hadits:

--- Kalau mengetahui Tuhan itu tidak logis, maka imam Ali as mengajari ketidaklogisan karena justru menjadikan pengenalan terhadap Tuhan, sebagai dasar dan pondasi serta pangkal agama Allah.

--- Ikhlash tertinggi dalam makrifatullah ini, adalah meniadakan sifat-sifatNya. Karena yang namanya sifat, bukan yang disifati, dan begitu pula sebaliknya.

--- Nah, ketika imam Ali as mengatakan bahwa kesempurnaan ikhlash itu adalah meniadakan sifat-sifatNya, diterangkan oleh para ahli logika dan filsafat serta ahli agama dan cendikiawan, bahwa maksudnya adalah menegasikan atau menolak sifat-sifat yang beda dengan DzatNya.

Akan tetapi kalau sifat-sifat yang tidak beda dengan DzatNya, maka jelas tidak diperintahkan untuk dinegasikan atau ditolak.

  • c-4- Suci dan Terbatas, sama sekali tidak bertentangan. Jangan dikira bahwa kalau sudah terbatas, maka berarti tidak suci. Terlalu banyak keterbatasan manusia, akan tetapi terlalu banyak pula kebenarannya yang suci dan mutlak, yakni pasti benar. Milyarand ilmu manusia, memiliki sifat mutlak ini, yakni pasti benar. Padahal, ia adalah tergolong yang tidak mutlak dalam arti terbatas. Karena itu, keterbatasan dan kesucian dari kesalahan, tidak ada hubungannya sama sekali.
Pengetahuan manusia yang suci, dapat dimulai dari kesadaran akan keberadaannya sendiri, sampai pada sifat-sifatnya serta lingkungan dan sifat-sifat mereka. Begitu pula terus melanglang dan melambung tinggi sampai kepada kebenaran mutlak Tuhan (baca: tidak salah dan pasti benar, bukan yang bermakna tidak terbatas).

Saya ada, saya begini dan begitu, lingkungan saya ada, lingkungan saya begini dan begitu, satu tambah satu sama dengan dua, api itu panas, es itu dingin, gula itu manis, empedu itu pahit, perkataannya tidak logis, perkataannya logis, ....dan seterusnya dari pelbagai pengetahuan, adalah mutlak benar dan tidak mungkin salah. Tentu saja yang saya sorot adalah ilmu-ilmu yang benarnya, bukan yang salahnya. Karena tujuannya, adalah ingin mengingatkan bahwa milyarand ilmu manusia itu yang benar secara mutlak, yakni tidak bisa tidak.

  • c-5- Satu lagi yang tidak boleh dilewatkan. Yaitu, bahwasannya kesucian ilmu itu, yakni kesucian yang seiring dengan keterbatasan ilmu itu, sangat bertingkat. Lengah terhadap kesucian yang terbatas ini, akan membuat kita menafikan kebenaran dan kesucian ilmu manusia tentang Tuhan sebagaimana yang dilakukan para penulis itu.
Karena banyaknya tingkatan ilmu yang terbatas akan tetapi suci dan pasti benar tentang Tuhan ini, maka sebanyak itu pula tingkatan MUKHLASHIIN dalam ayat di atas itu.

Mulai dari yang sangat mudah seperti Allah itu ada, Allah itu Esa, Allah itu tidak beranak, Allah itu tidak diperanakkan, Allah itu tidak bernasab dengan jin dan siapapun, Allah itu Maha Pemurah, Allah itu Pencipta kita dan alam semesta, Allah itu Maha Melihat dan

Mendengar, Allah itu Maha Pengampun, Allah itu yang mengutus pada nabi dan rasul, Allah itu menerangkan DiriNya sendiri, Allah itu memerintah manusia mengetahuiNya, Allah itu memerintah manusia mengatahui sifat-sifatNya, ..... dan seterusnya..., sampai pada yang sangat tinggi seperti makna dari masing-masing pengetahuan dan pensifatan terhadapNya itu.

Karena itu, sesuai qarinah yang ada pada ayat penerimaan Allah terhadap pensifatan Mukhlashiin di atas itu, menolak penasaban Allah dengan selainNya seperti jin saja, sudah merupakan tingkatan Mukhlashiin. Padahal, penolakan ini, tergolong bukan penolakan yang tinggi. Karena itulah, maka yang akan diterima Allah, dimulai dari yang paling bawah dan sederhana, sampai kepada yang paling tinggi. Ini tandanya, KEBENARAN ILMU MANUSIA TENTANG TUHAN DAN SIFAT-SIFATNYA ITU, MEMILIKI BANYAK BATASAN DAN GRADASI SESUAI DENGAN KEMAMPUAN MASING-MASING MANUSIANYA DAN, SEMUANYA TETAP TERSIFATI DENGAN SUCI (baca: benar mutlak dalam artian pasti) DAN DITERIMA ALLAH SERTA DIKATAKANNYA SEBAGAI MENSUCIKANNYA (baca: tidak tercela).

Dengan kata yang lebih pendek:

ADANYA GRADASI PADA ILMU-ILMU MANUSIA YANG BENAR TENTANG TUHAN DAN SIFAT-SIFATNYA ITU, MENUNJUKKAN BAHWA YANG TERBATAS ITU, TIDAK MESTI TERCELA DAN TIDAK SUCI.

  • d- Kalau pada poin d-3-b di atas itu yang benar, yakni:

“Jadi tidak ada hubungan langsung antara yang pasti dan tidak tercela dengan yang tidak pasti dan tercela. Tuhan yang pasti dan tidak tercela tidak akan pernah berhubungan secara logis dengan manusia yang tidak pasti.”

Maka:

    • d-1- Kata-kata dan maksud di kalimat ini, jelas lebih parah dari yang sebelumnya. Sebab yang ditolak, adalah kepastianbenarnya ilmu tentang Tuhan yang ada pada manusia. Kalau sudah tidak pasti, maka tidak ada lagi jalan membuktikan kebenaran adaNya dan kebenaran agamaNya.
    • d-2- Saya heran, kok bisa seseorang atau beberapa orang penulis, mentidakpastikan ilmu orang lain, sementara ia memastikan ilmunya sendiri tentangNya? Yaitu dengan mengatakan dan mengurai semua tentang keilmuan tentang Tuhan di atas itu. Ketika mereka mensifati Tuhan dengan mutlak kek, suci kek, tidak berhubungan dengan manusia yang tidak mutlak dan tidak suci kek, .... dan seterusnya, bukankah mereka sedang menceritakan ilmu mereka tentang Tuhan? Nah, kalau ilmu manusia pasti salah atau tidak pasti benar tentangNya, maka berarti yang harus mereka tolak pertama kali, adalah ilmu mereka yang dilontarkan dalam tulisan-tulisan di atas itu.
    • d-3- Lain-lain dalil kegamblangansalahnya pernyataan di poin d-3-b itu, sama dengan yang sebelum-sebelumnya. Tinggal pembaca terapkan saja satu persatu. Karena nafasnya, seiring dan bisa dikatakan sama saja. 

  • e- Kalau yang dimaksudkan di poin d-4-1 itu yang benar, yakni:
“Begitu pula halnya dengan agama yang tidak mutlak (terbatas) dan tercela yang berasal dari Tuhan yang mutlak (tidak terbatas) dan tidak tercela kepada (sehubungan dengan) manusia yang terbatas dan tercela.”

Maka:

    • e-1- Sungguh keterlaluan ketika Tuhan mengatakan dalam agama dan ayat-ayatNya, sebagai Diri dan Sifat-sifatNya, sebagai tidak sama dengan makhlukNya (laisa kamitslihi syaiun), sebagai Tuhan Maha ini dan itu, dikatakan para penulis sebagai terbatas (salah satu makna dari tidak mutlak).
    • e-2- Sungguh keterlaluan ketika Tuhan mengatakan dalam agama dan ayat-ayatNya, bahwa agamaNya, ayat-ayatNya, Rasul dan Ahlulbait RasulNya, fitrah manusia, lauhu al-mahfuuzh, malaikat-malaikat, ... dan seterusnya, sebagai suci, dikatakan oleh mereka sebagai tidak suci.
    • e-3- Agama itu, tidak sepenuhnya terbatas. Sebab manakala Tuhan menerangkan tentang Diri dan sifat-sifatNya, sudah jelas tidak bisa dikatakan terbatas. Karena itu, yang mengatakan bahwa agama itu terbatas, maka jelas ia tidak mengerti apa itu agama dan, terlebih lagi terhadap yang ia tulis sendiri.
    • e-4- Jangan katakan bahwa tidak suci itu maksudnya terbatas, sebab tidak suci, sebagai lawanan suci dan tidak terbatas, sebagai lawanan Mutlak sebagaimana maklum. Karena itu, maka pernyataan di atas, merupakan pernyataan yang sama sekali tidak bisa diterima dan, tidak layak dikatakan orang berakal dan, apalagi beragama dan bersyi’ah. Allahu A’lam.

  • f- Kalau yang dimaksudkan dalam poin d-4-2 itu yang benar, yakni:
“Begitu pula halnya dengan agama sebagai wahyu yang berasal dari Tuhan dimana berarti agama itu mutlak (tidak terbatas) dan tidak tercela, kepada (sehubungan dengan) manusia yang terbatas dan tercela.”

Maka:

    • f-1- Ketika dari satu sisi agama disifati dengan tidak terbatas dan di lain pihak dikatakan bahwa manusia itu tidak suci, maka jelas bahwa menurunkan agama kepada manusia, berarti menurunkan sesuatu yang tidak mungkin bisa dipahami manusia. Sementara Tuhan, kita kenal sebagai wujud Maha Bijaksana yang tidak akan memerintahkan manusia kepada hal-hal yang tidak bisa dilakukannya. Karena itu, hal ini jelas bertentangan dengan akal gamblang.
    • f-2- Ketika dari satu sisi agama disifati dengan tidak terbatas dan di lain pihak dikatakan bahwa manusia itu tidak suci, maka jelas bahwa menurunkan agama kepada manusia, berarti menurunkan sesuatu yang tidak mungkin bisa dipahami manusia. Sementara Tuhan sendiri dalam QS: 2:286:

َلا يُ َكلِّ ُف اللَّهُ نـَْف ًسا إَِّلا ُو ْس َع َها

“Allah tidak memerintahkan manusia kecuali sesuai kemampuannya.”

Nah, kalau perintah-perintahNya sudah diturunkan, termasuk perintah wajib untuk mengetahui Diri dan sifat-sifatNya, di samping perintah-perintah yang lainnya, maka jelas bahwa yang dinyatakan penulis itu, bertentangan dengan ayat-ayat muhkamaatNya tersebut.

    • f-3- Dengan semua penjelasan di poin f ini, maka dapat dipahami bahwa Mutlak yang bermakna tidak terbatas itu, bukan satu-satunya yang suci. Sebab yang tidak mutlak atau yang terbatas itu, juga bisa tersifati dengan suci.
Karena itu, maka sekalipun Tuhan menerangkan Diri dan sifat-sifatNya yang tidak terbatas, pada manusia yang terbatas, akan tetapi, di samping banyak sekali pengetahuan manusia tentang Tuhan yang tidak berhubungan dengan ketidakterbatasanNya (seperti Tuhan Ada dan tidak beranak serta tidak bernasab dengan jin sebagaimana dijelaskan dalam ayat-ayat di atas itu), akan tetapi, pengetahuan terbatasnya itu, tetap benar, suci, mutlak (dalam arti pasti benar) dan, ini yang terpenting, diterima Tuhan dan disifatiNya dengan suci (Maha Suci Allah dari yang mereka sifatkan, kecuali dari hamba-hambaNya yang mukhlashiin). Dengan kata lain, pensifatan selain mukhlashiin itu, tidak mensucikanNya sementara pensifatan Mukhlashiin, sebaliknya. Nah, mana bisa pensucian Tuhan, dikatakan ketercelaan?

  • g- Kalau maksud di poin d-4-3 itu yang benar, yaitu:

“Begitu pula halnya dengan agama yang pasti dan tidak tercela yang berasal dari Tuhan yang pasti dan tidak tercela, kepada (sehubungan) dengan manusia yang tidak pasti dan tercela.”

Maka:

    • g-1- Sebagaimana agama itu bisa disifati dengan pasti dan tidak tercela, manusia juga bisa disifati dengan pasti dan tidak tercela. Perhatikan penjelasan-penjelaran terdahulu. Sebab kepastibenaran itu sangat seiring dengan ketidaktercelaan dan tidak bertentangan sama sekali.
Karena itu, membegitupulakan ketidaklogisan hubungan agama yang pasti dan tidak tercela kepada manusia, seperti yang terjadi pada ketidaklogisan hubungan Tuhan dengan manusia dalam pandangan para penulis itu, merupakan kata-kata yang tidak logis sama sekali dan, bahkan tidak layak dikatakan oleh seorang muslim, apalagi seorang Syi’ah.

    • g-2- Sebagaimana dalil-dalil sebelumnya, kalau agama yang disifati dengan tidak terbatas dan suci ini, diturunkan kepada manusia yang terbatas dan tercela, maka ia merupakan penurunan yang tidak sesuai dengan kemampuan manusia.
    • g-3- Jalan keluar yang bijak adalah, agama itu ada yang kandungannya tidak terbatas (seperti Tuhan dan sifat-sifatNya) dan ada yang terbatas. Sedang ayat-ayatNya, merupakan jalan menujuNya dan menuju hakikat-hakikat yang lainNya, seperti kesucian dan semacamnya. Selain Diri dan Sifat-sifatNya, dapat dicapai manusia dan, karenanya dikatakan bahwa pahaman manusia tersebut, adalah suci dan tidak tercela.
Sedang pahaman manusia tentang Diri dan Sifat-sifatNya, jelas tidak akan pernah mencapai hakikatNya. Namun demikian, bagian benarnya, tetap dapat disifati dengan mutlak yang dalam artian benar dan, dan disifati dengan suci yang dalam artian tidak salah dan tidak tercela.

    • g-4- Perhatian: Kalau saya mengatakan bahwa agamaNya, ada yang tidak terbatas, bukan berarti ingin menyekutukanNya dengan ayat-ayat yang menjelaskan tentang Diri dan sifat-sifatNya. Sebab Qur an, bagaimanapun, tetap terbatas. Akan tetapi, yang saya maksudkan agama, bukan Qur an dan hadits. Karena keduanya, hanyalah berupa jalan menuju kepada agamaNya itu. Sementara agama, adalah hakikat yang nyata, baik tentang Diri dan Sifat-sifatNya atau penjelasan tentang selainNya. Nah, kalau agama itu adalah hakikat apa saja, dimana termasuk hakikat Diri dan Sifat-sifatNya, maka jelas agama itu, memiliki dimensi yang tidak terbatas, yaitu yang merupakan Diri dan Sifat-sifatNya.
Para ulama seperti ayatullah Jawadi Omuli hf, sering mengatakan bahwa Qur an dan Hadits, sebagaimana akal, adalah alat untuk mencapai agama. Jadi, semuanya, adalah obor menuju agamaNya tersebut.

....bersambung ke (h)......

Ibnu Ahmad Al-Bimawy: SUDAH LAH KAMI SUDAH TAHU SYI’AH ITU DARI RATUSAN BUKU KALIAN. WALAUPUN ANJING MENYANYI ATAU BERSIUL TETAPLAH ANJING, KARENA NYANYIAN KALIAN JUGA TETAP, MENGGONGGONG. MUNGKIN KALAU SAYA KATAKAN SYI’AH ITU ADALAH ANJING ITU LEBIH SOPAN DARI PADA UCAPAN SYI’AH BAHWA SEMUA SHAHABAT KECUALI 3 ORANG ADALAH KAFIR MURTAD DAN AL QUR’AN YANG ADA HARI INI ADALAH PALSU.

Sinar Agama:

  • h- Kalau yang dimaksudkan di poin d-4-4 itu, benar, yaitu:
“Begitu pula halnya dengan agama yang berasal dari Tuhan dimana berarti agama itu pasti dan tidak tercela kepada (sehubungan dengan) manusia yang tidak pasti dan tercela.”

Maka:

    • h-1- Membegitupulakan ketidaklogisan hubungan antara Tuhan yang pasti benar dan suci dengan manusia, kepada hubungan antara agama yang pasti dengan manusia, adalah sangat tidak logis. Sebab, sebagaimana maklum, pentidaklogisan itu yang justru tidak logis sebagaimana sudah diterangkan.
    • h-2- Selain masalah di poin h-1 itu, juga dapat dikatakan bahwa pentidaklogisan itu, jelas tidak logis. Sebab, walaupun manusia itu terbatas, akan tetapi tetap tidak bisa dikatakan sepenuhnya tidak suci. Karena milyarand dari ilmu manusia tentang hakikat wujud, baik Tuhan dan selainNya, yang benar secara mutlak/pasti dan, karenanya adalah suci (dari kesalahan).

  • i- Penutup:
Sekali lagi, tidak ada maksud apapun dari penulisan ini selain menjawab pertanyaan dan masalah keilmuan belaka. Kita semua bisa salah, akan tetapi tidak boleh putus asa untuk berusaha benar dan merubah yang salah, kepada yang benar. Mungkin juga bisa terjadi perbedaan pandangan diantara kita.

Karena itu, kita mesti bersikap dewasa hingga tidak menjadikan salah menyalahkan atau sesat mensesatkan, sebagai sumbu penyulut bagi perpecahan umat. Sebab salah dan sesat itu kan, menurut kitanya yang, belum tentu menurut Tuhannya. Karena itu, janganlah menyalahgunakan kata-kata yang sekalipun pahit, pada tempat-tempat yang tidak pada tempatnya.

Kata salah dan sesat, sangat tidak dilarang oleh agama manakala disertai dengan argumentasi dan kepala dingin. Karena tanpa mengatakannya, permasalahan yang dihadapi manusia, tidak akan bisa didiskusikan dan dicarikan titik temu. Kasarnya, kalau tidak diucapkan di tempatnya, maka amar makruf dan nahi mungkar, tidak terlaksa dengan baik.

Apalagi kalau kata-kata itu, diucapkan untuk orang yang telah mentidaklogiskan hubungan Tuhan dan manusia, atau agama dan manusia dimana agama justru dibangun di atas keterhubungan keduanya dengan manusia. Btw, semoga tulisan ini, tidak terlalu pahit dan semoga benar adanya serta diridhai Tuhan. Saya tidak mengatasnamakan siapa-siapa dan hanya sebagai orang yang ditanya dan merasa juga secara GR, sebagai orang yang merasa akan dimintai tanggung jawab di akhirat kelak, tentang buku tersebut. Wassalam.

Cataleya Kashva: Afwan, menurut pemahaman saya yang awam terhadap buku tersebut, yang dimaksud dengan manusia yang tidak suci tidak mencakup Nabi saww dan Aimah. Tidak ada satu-pun yang dibahas dalam bagian pertama buku tersebut yang mengesankan ketidakmakshuman Aimah as. Sementara bagian ke-2 dan seterusnya benar-benar sangat mencerahkan baik bagi orang Syi’ah sendiri yang tidak belajar di hauzah-hauzah apalagi bagi saudara-saudara Sunni kita. Bagaimana mungkin buku sebagus ini yang membela mati-matian kemakshuman dan kehormatan para Aimah dianggap menyesatkan???. Sebaiknya kita merenungkan kembali maksud dan tujuan untuk apa buku tersebut diterbitkan, sehingga bisa lebih menjernihkan hati dan pikiran kita. Wallahu’alam.

Sinar Agama: @Cataleya, ahsantum. Anjuranku, baca lagi tulisan yang sedang kita bahas itu dan tanggapannya dengan seksama, in syaa Allah, akan ketemu ujung pangkalnya.

Cataleya Kashva: Salam ustadz, itu-lah seluruh pemahaman saya setelah membaca buku tersebut. Anggap-lah pendapat ustadz benar, apakah ustadz menyadari dampak dari pernyataan ustadz terhadap buku tersebut bagi kehidupan Syi’ah di Indonesia? Pendapat ustadz tersebut bisa dijadikan oleh para pembenci Syi’ah untuk melakukan pemukulan yang lebih dahsyat lagi. Saya hanya bisa berdo’a dengan tulus kepada Allah swt agar niat ustadz dalam memberi pernyataan terhadap buku tersebut juga benar-benar tulus dan ikhlas karena Allah.

Sang Pencinta: Cataleya, mungkin ada baiknya antum membaca ulasan ustadz SA yang sebelumnya di bulan oktober lalu tahap mukaddimah buku itu.

Irsan Fadlullah Al Hajj: Apresiasi positif dubutuhkan untuk buku tersebut.
Karena semua membutuhkan proses sesuai dengan tingkatan pemahaman ummat pada umumnya.

Irawati Vera: Salam ... ikut nyimak. Terkait ulasan ustadz SA yang di bulan oktober tersebut tolong minta linknya .... syukron Sang Pencinta.

Sang Pencinta: Ira, ok nanti saya tukil link note ya.

Azmy Alatas: Ya elah ustadz...ga perlu jelasin panjang lebar, jadi lebay gini...saya sekali baca buku tersebut langsung paham kok...

Idea Abdul Majid: Simplenya itu hak, hak itu milik ALLAH. ALLAH yang netapin enggak boleh di bantah.

Andika Karbala: Salam ustad, mohon kroscek pemahaman saya, dari berbagai catatan Ustadz mengenai tauhid dan juga catatan di status ini maka menurut saya lebih enak jika kembali ke dalil awal bahwa Tuhan itu tidak terbatas, dan tidak mungkin dibatasi. Karena apabila dibatasi maka berarti ada awal dan ada akhir, sesuatu yang ada awal dan ada akhirnya sudah pasti bukan tuhan. 

Karena Tuhan itu tidak terbatas maka tidak ada sekutu bagiNya. Hubungan manusia dengan Tuhan bukanlah teman juga bukan sekutu. Karena pada dasarnya manusia ( yang relatif ) hanyalah bayangan/atau kegelapan mutlak. Yang adanya karena bergantung sedemikian rupa kepada Tuhan (yang Mutlak dan suci). ketika ilmu manusia bersumber dari ilmu Tuhan yang mutlak maka ilmu manusia yang relatif akan menjadi ilmu yang mutlak benarnya. Dan manusia (yang relatif ) bisa menjadi suci manakala manusia telah menjalani/melaksanakan ilmu Tuhan tersebut dalam hal ini berarti ilmu fiqih sehingga menjadi insan taqwa dengan melaksanakan semua kewajiban dan tidak melakukan dosa-dosa baik kecil maupun dosa besar. Namun demikian mutlak dan sucinya manusia tersebut tidak mungkin menyentuh atau menjadi Tuhan yang yang mutlak dan suci. Karena mutlak dan sucinya manusia bergantung sedemikian rupa kepada Allah swt yang mutlak dan tiada terbatas.

Azmy Alatas: Mbahas kok di partikel-partikelkan... Kalau udah membaca tuntas, ternyata ga ada yang perlu dipolemikkan, sudah amat sangat gamblang dan tidak ada kontradiktif, kecuali bagi mereka yang menyimpan api ujub, dengki dan hasud.


======

((Bersambung ke: Hubungan Antara Tuhan Yang Mutlak dan Suci dengan Manusia (3).))