Tampilkan postingan dengan label Nabi Muhammad saww. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Nabi Muhammad saww. Tampilkan semua postingan

Selasa, 04 Desember 2018

Syi’ah dan Sodomi ?!



Seri tanggapan terhadap sebuah kiriman oleh Sinar Agama
by Sinar Agama on Tuesday, January 8, 2013 at 4:30 pm



for everyone: Menjijikkan. Syi’ah Mengajarkan Sodomi! (Jun 11, ‘11 6:09 PM), 

Bicara tentang Syi’ah, seolah tak ada habisnya. Mengaku Islam, tapi ajarannya jauh dari Islam. 

Berikut ini adalah salah satu bukti kesesatan Syi’ah. Dalam hubungan suami istri, mereka punya fikih tersendiri. Dan yang pasti, menyelisihi Qur’an dan Hadits. Mengapa? karena Qur’an dan Hadits Nabi melarang sodomi, tapi Syi’ah menganjurkannya! Terjemahan 

Syi’ah: Harus Menyetubuhi Isteri Pada Dubur 

Daripada al-Barqiyy, beliau memarfu’kannya [1] daripada Abi Abdillah a.s. katanya: 

“Bila seseorang menyetubuhi isterinya pada duburnya lalu dia tidak sempat keluar air mani maka kedua-duanya tidak wajib mandi. Jikalau dia keluar air mani maka wajib mandi keatasnya dan isterinya tidak wajib mandi”. (Rujukan: Muhammad bin Ya’kob al-Kulaini al-Furu’ min al-Kafi jil. 3 hal. 47) 

Kesimpulan

> Syi’ah mengharuskan seseorang itu menyetubuhi isterinya pada dubur. 

> Syi’ah pada hakikatnya telah menghina imam-imam Ahl al-Bait dengan menghubungkan ajaran yang bercanggah dengan fitrah manusia kepada mereka walaupun mendakwa cintakan mereka. 

[1] Menyambungkan sanad sampai kepada imam makshum. 

Jadi...masih ada yang doyan ajaran Syi’ah??? 

sumber: Pena Minang Album (Facebook) 

Tags: syi’ah, sodomi 

Prev: “Kalau Aku Jujur, Maka Aku Ajur Ya Mak?” 

Next: Tidak Ada Tuhan, Selain Allah. Yakin?? 

Sinar Agama: Salam dan terimakasih pertanyaannya: Saya sudah sering menulis tentang: 

1- Jangan main ayat dan hadits kalau bukan mujtahid seperti layaknya wahabi karena hal itu akan mengantar kepada kesesatan. 

2- Hadits di atas itu, jelas menerangkan hukum junub tidaknya orang yang mencampuri istrinya dari belakang, bukan tentang kehalalannya. 

3- Jangankan keharusan menyetubuhi dubur seperti yang ditulis si bodoh (penulis itu), menerangkan kehalalannya juga tidak. Karena sekali lagi, di sini jelas hanya menjelaskan tentang hukum junub dan tidaknya seseorang yang melakukan hal tersebut. 

4- Hukum-hukum seperti ini, jelas wajib diketahui. Misalnya, orang yang melakukan homosex atau berzina, lalu ada penjelasan hukumnya bahwa keduanya junub atau tidak, maka hal itu bukan berarti kebolehannya, apalagi keharusannya seperti yang dituduhkan penulis itu. 

5- Tentang hukum mengumpuli istri dari dubur, ada perbedaan di syi’ah. Ada yang mengharamkan seperti ayt Makarim Syirazi hf (seingatku) dan ada yang memakruhkan secara keras, terutama kalau tidak diijinkan istrinya. Hukum ini diambil dari berbagai ayat dan hadits, tapi bukan hadits di atas itu yang hanya menerangkan kejunuban atau tidaknya si pelaku. 

Yang menghalalkan tapi makruh keras itu mendasarkan fatwanya kepada ayat Qur'an, QS: 2: 222: 


“Istri-istri kalian itu adalah lahan kalian maka datangilah (campurilah) lahanmu dengan cara apapun.” 

Annaa ini bisa berarti, “dimana saja” (dari aina), atau “kapan saja” (dari mataa), atau “bagai- manapun saja” (dari kaifa). Jadi, kalau annaa itu dimaknai dengan yang ke tiga, maka artinya seperti yang saya tulis di atas itu. Walhasil, terjadi perbedaan fuqohaa di sini. Paling ringannya, makruh keras terutama kalau istrinya tidak rela. 

Tambahan

Makna ke tiga itu bisa lebih diutamakan, karena kalau maksud mendatangi istri itu hanya Qubul (afwan, lubang-depan/kemaluan-wanita), maka sudah pasti akan terlarang dari melezati yang lainnya dari bagian tubuh istri. Padahal kan tidak ada seorang muslimpun yang mengharamkan paha, susu, mulut ..dan seterusnya...dari bagian-bagian istri dan suami. Afwan agak kurang sopan. Terpaksa dijelaskan karena berkenaan dengan hukum. 

Tambahan lagi

Ada yang tanya di inbox tentang hadits pengharamannya, maka kujawab sebagai berikut: 

Sinar Agama: Salam, banyak sekali contohnya, seperti yang kitab Wasaailu al-Syi’ah ini: 


Dari imam Baqir as dari Rasulullah saww: “Mengumpuli wanita di duburnya adalah haram untuk umatku.” 

Tapi ingat, kamu tidak bisa mengambil kesimpulan haram dari hadits di atas karena kamu bukan mujtahid. Karena hadits ini harus dimasak terus dan dibanding dengan puluhan hadits lainnya dan ayat-ayat hingga menghasilkan hukum dan itupun dengan ilmu-ilmu yang diperlukan seperti ushulfiqih dan semacamnya. 

Tambahan Lagi

Makna ke tiga itu bisa lebih diutamakan, karena kalau maksud mendatangi istri itu hanya Qubul (afwan, lubang depan), maka sudah pasti akan terlarang dari melezati yang lainnya dari bagian tubuh istri. Padahal kan tidak ada seorang muslimpun yang mengharamkan paha, susu, mulut ..dan seterusnya...dari bagian-bagian istri dan suami. Afwan agak kurang sopan. Terpaksa dijelaskan karena berkenaan dengan hukum. 

Bora Sawerigading: Sepakat..Biarkan kebenaran mengujukkan jati dirinya..Para pemikir akan lebih mengerti tentang kebenaran.. 

Yuddi Masaling Batam: Allahumma shalli ‘alaa Muhammad wa aali Muhammad. 

Orlando Banderas: Hadist dari Abu Abdillah AS sudah benar tapi kesimpulan yang diambil penulis itu yang salah.. 

Ali Assegaf Senat Jatim: Mungkin dijelaskan level kewenangan dan kewajiban - jika ada link bab Taqleed saya kira jelas... 

Firman Koplaks: Senang dapat jawaban langsung orang syiah, terimakasih. 

Sang Pencinta: Firman, Kiranya antum berminat mengetahui bahasan Taqlid dalam Syiah bisa merujuk ke https://www.dropbox.com/s/515vzx25gjgzh9q/Fikih%20Pemula.pdf. 
afwan. Fikih Pemula.pdf www.dropbox.com

Sang Pencinta: Dan catatan ustadz bab Taqlid, https://www.dropbox.com/s/g2unyedhagftit3/WF%20Marja%20Taqlid.pdf?m 
WF Marja Taqlid.pdf www.dropbox.com 

Wassalam.


اللَّهُمَّ صَلِّ عَلَى مُحَمَّدٍ وآلِ مُحَمَّدٍ وعَجِّلْ فَرَجَهُمْ

Tahun Baru Islam



Seri tanya jawab Hidayatul Ilahi dengan Sinar Agama
by Sinar Agama on Tuesday, January 8, 2013 at 3:18 pm



Hidayatul Ilahi mengirim ke Sinar Agama: 14 November 2012, 

Salam ustadz, apakah benar 1 Muharram adalah awal tahun baru Islam? Afwan Ustadz. 


Sinar Agama: Salam dan terimakasih pertanyaannya: 
Benar. Dan saya kemarin (Rabu), baru menerbitkan hadits-hadits dan amalannya sekalian. 

Hidayatul Ilahi: Tapi saya pernah membaca catatan seorang teman, bahwa tahun baru Islam diambil dari Rasulullah SAWW sampai di madinah saat hijrah yaitu 12 Rabiul awal, mohon koreksi jika saya salah ustadz. 

Sinar Agama: HI: Saya sudah mengarahkan antum ke catatan yang kumaksud itu, mengapa tidak merujuknya? Ini kucopas dan sekaligus dengan sebagian komentarnya: 

Akhir dan Awal Tahun Hijriah Beserta Amalan-amalan-nya, seri terjemahan kitab Mafaatiihu al-Jinaan oleh Sinar Agama 

oleh Sinar Agama pada 14 November 2012 pukul 9:57 · 

Bismillaah: Akhir dan Awal Tahun Hijriah Beserta Amalan-amalan-nya Diterjemahkan dari kitab Mafaatiihu al-Jinaan, sebagai berikut: 

Akhir Dzulhijjah adalah hari terakhir dari tahun Arab (hijriah). Diriwayatkan oleh al-Sayyid dalam kitab Iqbaal, sesuai dengan sebagian riwayat, untuk shalat dua rokaat dengan membaca setelah Faatihah 10x surat Ikhlash (Qul huwallaahu ahad) dan 10x ayat Kursii, lalu berdoa dengan doa ini: 



Kalau berdoa dengan doa ini, maka syaithan berkata: “Celaka. Apa saja yang telah kulakukan satu tahun ini untuknya, ia telah menghancurkannya dengan doanya ini hingga tahun yang berlalu ini akan bersaksi bahwa ia telah menutup tahunnya dengan baik. 

Pasal ke Tujuh

Amalan-amalan Bulan Muharram

Ketahuilah bahwa bulan ini adalah bulan kesedihan Ahlulbait as dan para Syi’ahnya. Diriwayatkan dari imam Ridha as yang berkata: “Ayahku as tidak tertawa kalau sudah masuk bulan Muharram. Kesedihannya menguasai dirinya hingga selesai sepuluh hari darinya (Muharram). Ketika sampai pada hari ke sepuluh, maka hari itu adalah hari musibah, duka dan tangisnya dan ia berkata: ‘Hari ini adalah hari di mana Husain telah dibunuh.’.” 

Amalan-amalan Malam Pertama Muharram

Al-Sayyid telah meriwayatkan di Iqbaal beberapa shalat: 

  • Pertama: Seratus rokaat, dimana membaca surat ikhlash/tauhid setelah Faatihah pada setiap rokaatnya. 
  • Ke dua: Dua rokaat, di mana pada rokaat pertamanya membaca surat al An’aam setelah alfatihah dan surat Yasiin pada rokaat ke dua setelah al fatihah. 
  • Ke tiga: Dua rokaat, dimana pada setiap rokaatnya membaca surat tauhid/ikhlash sepuluh kali setelah al fatihah. Dalam sebuah hadits diriwayatkan dari Nabi saww yang bersabda: 

“Barang siapa yang melakukan shalat ini di malam ini, dan berpuasa esok harinya dimana adalah awal tahun, maka ia seperti orang yang telah berbuat kebaikan sepanjang tahun dan bertahan sampai tahun berikutnya. Dan kalau ia mati sebelum itu, maka ia akan ke surga.” 

Amalan-amalan Hari Pertama Muharram

Ketahuilah bahwa permulaan Muharram adalah awal tahun dan di dalamnya terdapat dua amalan: 

  • Pertama: Puasa. Dalam riwayat Rayyaan bin Syubaib dari imam Ridha as, bahwa beliau as berkata: 

“Barang siapa yang berpuasa di hari ini, dan berdoa kepada Allah, maka doanya akan dikabulkan.” 

  • Ke dua: Dari imam Ridha as, bahwa Nabi saww shalat dua rokaat di hari pertama Muharram dan ketika sudah selesai, mengangkat tangan dan berdoa dengan doa ini sebanyak tiga kali: 


Wassalam. 


Fatimah Sekar Langit: Ustadz. Tentang awal Hijriyyah di Syi’ah apa seperti di Sunni yaitu tanggal 1 Muharram kalau dulu Nabi saww hijrah pada tanggal 1 Muharram terus sampai di Madinah tanggal berapa ya kira-kira? 

Sinar Agama: Fatimah, Hijrah Nabi saww itu bukan di bulan awal tahun Arab (yang memakai bulan, tidak seperti Masehi yang pakai matahari), tapi di bulan Rabii’u al-Awwal dan pas di malam tanggal 1-nya. 

Akan tetapi, supaya muslimin punya tahun sendiri, maka bulan-bulannya itu tetap seperti yang sebelumnya, tapi permulaan tahunnya saja yang dirubah dari Hijrahnya Nabi saww. 

Karena itulah Tariikh Thabari berkata: 


Berkata Abu Ja’far: “Kalau hakikat tanggalan kaum muslimin seperti yang kamu katakan, maka permulaan tahun di muslimin itu adalah dua bulan beberapa hari (12 hari), sebelum Hijrahnya Nabi saww ke Madinah. Hal itu, karena awal tahu itu adalah Muharram, sementara berangkatnya Nabi saww ke Madinah setelah terlewatinya tahun seperti yang kamu katakan. Karena itu, tanggalan tidak dibuat/dihitung dari keberangkatan beliau saww -ke Madinah- akan tetapi dihitung dari tahun tersebut (tahun keberangkatannya, bukan bulan keberangkatannya).” (Taariikh Thabari, 2/388; Ruuhu al-Ma’aani, 10/90; Al-Ayyaam wa al-Layaalii wa al-Suhuur, 9; dan lain-lain). 

Maksud penukilan ini, saya hanya ingin mengatakan bahwa penentuan permulaan tanggalan Islam itu, tidak merubah esensi bulan-bulan yang sudah dipakai sejak nabi Ismail as itu, termasuk penamaannya dan pengharaman empat bulannya serta awal tahunnya. Jadi, awal tahun tetap Muharram walaupun Hijrah Nabi saww itu di bulan Rabii’u al-Awwal (ada yang berkata tanggal 1, atau 12 dan seterusnya) dan untuk tahun pertama Islamnya adalah tahun kejadiannya itu. Jadi, tahun pertama Islam, kurang dua bulan, karena ia dimulai di Muharram sementara Hijrahnya dua bulan setelah itu. 

Kalau untuk berapa harinya waktu perjalanan Hijrah Nabi saww, maka perlu diketahui bahwa Nabi saww tidak langsung ke Madinah. Beliau saww singgah dulu di Gua Tsuur selama kurang lebih tiga malam karena orang-orang arab Makkah terus mencari beliau saww di Makkah dan sekitarannya selama 3 hari. 

Allamah Ayatullah Subhaani dalam kitabnya Faroozhooi Az Tooriikhe Peyoombar, 202: 


“Berbeda dengan apa yang dinyatakan oleh kebanyakan ahli sejarah, yang menyatakan bahwa penentu penanggalan Islam ini, yaitu yang dimulai dari hijrah Nabi saww ini, adalah Umar bin Khaththab ketika menjadi khalifah dengan bimbingan imam Ali as. Sebenarnya, kalau kita teliti secara cermat dari surat-surat Nabi saww sebagaimana kebanyakannya tersebar di seluruh kitab- kitab sejarah, dapat dipahami bahwa penentu tahun Hijriah ini adalah Nabi saww sendiri dimana Nabi saww pada tahun tersebut menulis surat kepada kepala-kepala suku, pemuka arab dan orang-orang terkemuka.” 

Wassalam. 

Hidayatul Ilahi: Maaf Ustadz, tadi saya cuma merujuk pada copy-an catatan Ustadz yang ada pada saya, sekali lagi saya mohon maaf Ustadz, terima kasih atas jawaban yang super ini Ustadz. 

Khommar Rudin: Allahumma shalli alaa Muhammad wa aali Muhammad Wassalam.


اللَّهُمَّ صَلِّ عَلَى مُحَمَّدٍ وآلِ مُحَمَّدٍ وعَجِّلْ فَرَجَهُمْ

Minggu, 02 Desember 2018

Imam Ali as Itu Bukan Syi’ah, Tapi Disyi’ah-i




Seri tanya jawab Kopipaikna Thomasalle Punggawa dengan Sinar Agama
by Sinar Agama on Saturday, January 5, 2013 at 3:57 pm



Kopipaikna Thomasalle Punggawa mengirim ke Sinar Agama: 3-11-2012, 

Khalifah Ali Bin Abi Thalib RA, Syi’ah atau Sunni? 


Sinar Agama: Salam dan terimakasih pertanyaannya: 

Imam Ali as itu adalah imam Syi’ah (diikuti). Syi’ah artinya “mengikuti”. Jadi, imam Ali as adalah yang diikuti sebagaimana sabda Nabi saww ketika turun ayat: 

“Sesungguhnya orang-orang yang beriman dan berbuat kebaikan, maka mereka itulah sebaik-baik manusia.” (QS: 98: 7), di mana beliau saww bersabda kepada imam Ali as: 

“Ya Ali, mereka itu adalah kamu dan syi’ahmu.” 

Hadits-hadits seperti ini, dapat dijumpai di kitab-kitab Sunni seperti: 

Tafsiir Ibnu Jariir al Thabari, 30/171; Tafsir al Durru al Mantsuur karya Suyuthi di tafsiran tentang ayat tersebut; Shawaaiqu al Muhriqah, 96; dan lain-lain). 

Atau ketika beliau saww bersabda: 

“Demi jiwaku yang ada di TanganNya, sesungguhnya dia -Ali- dan syi’ahnya (pengikutnya) adalah orang-orang yang berjaya/menang di hari kiamat.” 

(Tariikhu Damsyq, 2/442; al Manaaqib al Khurazmi, 62; Syawaahidu al Tanziil karya al Haskaani al Hanafi, 2/362; Kifaayatu al Thaalib karya Kanjii al Syaafi’i, 245, 313, 314; Kunuuzu al Haqaaiq, 84; al Durru al Mantsuur karya Syaafi’i, 6/379; Tadzkiratu al Khawaash, 58; dan lain-lainnya). 

Atau ketika beliau saww bersabda: 

“Nanti kamu -Ali- dan syi’ahmu (pengikutmu) akan datang di hari kiamat dengan ridha dan di- ridhai,” 

(Nazhmu Durari al Simthain, karya Zarandi al Hanafi, 92; Yanaabii’u al Mawaddah, 301; al Fushuulu al Muhimmah, 107; al Shawaa’iqu al Muhriqah, 159; Kanzu al ‘Ummaal, 15/137; Majma’u al Zawaaid, 9/131; Nuuru al Abshaar, 101; dan lain-lain). 

Atau ketika beliau saww bersabda: 

“Ya Ali, sesungguhnya kamu dan syi’ahmu (pengikutmu) akan dihadapkan kepada Allah dengan diridhai dan.” 

(Nuuru al Abshaar karya al Syablanji al Syaafi’i, 73; al Shawaaiqu al Muhriqah, 152; Yanaabii’u al Mawaddah, 299; dan lain-lain). 

Dan lain-lain dari kata-kata Syi’ah yang disabdakan Nabi saww di riwayat-riwayat Ahlussunnah. Karena itulah sudah sering diktakan bahwa aliran Syi’ah itu didirikan oleh Allah dan NabiNya saww sendiri. Karena kanjeng Nabi saww tidak mengucapkan apapun kecuali wahyu (QS: 53: 2-3). Dan, sudah tentu kedua belas imam makshum as itu (Bukhari-Muslim) adalah imam yang disyi’ahi atau diikuti, bukan Syi’ah/mengikuti. 

Wassalam bagi yang menerima hidayah. 

Khommar Rudin: Allahumma shalli alaa Muhammad wa aali Muhammad wa ajjilfarajahum 

Wassalam.


اللَّهُمَّ صَلِّ عَلَى مُحَمَّدٍ وآلِ مُحَمَّدٍ وعَجِّلْ فَرَجَهُمْ

Sabtu, 01 Desember 2018

Dunia Tidak Pernah Sepi Dari HujjahNya

Dunia Tidak Pernah Sepi Dari HujjahNya dan Ayah-Ayah Nabi saww Bisa Saja Juga Nabi





Seri tanya jawab Andi Zulfikar dengan Sinar Agama 
by Sinar Agama on Saturday, January 5, 2013 at 3:12 pm




Andi Zulfikar mengirim ke Sinar Agama: 30-10-2012, 

Salam Ustadz, mohon penjelasan bahwa dalam Islam dipercayai bahwa dalam setiap zaman harus ada Hujjatullah (tidak bisa kosong dari para Hujjah) dan masing-masing Hujjah mewarisi kepemimpinan pada Washinya masing-masing, yang ingin kutanyakan siapakah yang mewarisi kepemimpinan pada Kanjeng Nabi saww? Dan apakah Imam Ali as dan para shahabat yang lainnya pernah mengenal sang Hujjah tersebut? Tolong Ustadz bahas sejarah mengenai sang Hujjatullah yang mewarisi Kanjeng Nabi saaw tersebut, syukran Ustadz. 

Sinar Agama: Salam dan terimakasih pertanyaannya: 

Hujjatullah itu adalah para imam makshum as itu sendiri. Dan hujjatullah Tuhan setelah Nabi saww adalah imam Ali as sampai kepada imam Mahdi as (12 imam makshum sebagaimana juga diriwayatkan oleh Bukhari-Muslim tentang jumlahnya ini). 

Dalil-dalil rincinya tentang mengapa 12 orang dan mengapa harus makshum serta nama-nama mereka, saya sudah sering menulisnya di fb ini (seingatku). Antum bisa melihat- lihat di catatanku atau di dokumen yang dibuat Anggelia di grup: Berlangganan Catatan Sinar Agama. 

Sang Pencinta: Salam, silahkan di sini 
https://www.dropbox.com/s/lukvsl50u4yo09d/Imam%20Makshum%20Urgensi%20%26%20 Wasiat%20Nabi%20Saww.pdf. Ini catatan Ustadz yang dicarikan. Afwan. 

Imam Makshum Urgensi & Wasiat Nabi Saww.pdf 
www.dropbox.com

Andi Zulfikar: Terimakasih jawabannya Ustadz, saya mengerti dan meyakini bahwa para Hujja- tullah yang diwarisi Kanjeng Nabi saaw adalah para Imam makshum as, tapi pertanyaanku adalah Khalifah/Hujjatullah sebelum Nabi saaw yang mewarisi kepemimpinan kepada Kanjeng Nabi saaw, sebagaimana Nabi mewarisi ke Imam Ali as,Imam Ali ke Imam Hasan as dan seterusnya. 

Sinar Agama: Andi: Saya nukilkan kata-kata imam Ali as di Nahju al-Balaghah, kalimat-kalimat pendek, no: 147: 

“Demi Allah, benar, bumi ini tidak pernah sepi dari seorang yang merupakan hujjah/dalil Allah, baik dia itu terang-terangan dan terkenal atau takut dan tersembunyi supaya dalil-dalil kebenaran Allah tidak menjadi sirna.” 

Dengan demikian, maka bisa saja mereka itu dikenal oleh semua orang seperti para Nabi as dan para Washi mereka, atau tidak dikenalkan Tuhan secara terang-terangan. Karena itu, Nabi saww hanya menyebut bahwa nabi-nabi Tuhan itu berjumlah 124.000 orang, tapi tidak menyebutkan semua nama-nama mereka as. Dan, mungkin karena hal-hal yang hanya Tuhan yang tahu, Nabi saww dan para imam makshum as, tidak terlalu mengungkit tentang mereka secara terbuka dan terperinci. 

Kemarin saya ada menjawab beberapa masalah yang diisykalkan (diragukan/disangkal) oleh saudara-saudara Sunni tentang kenabian ayah-ayah Nabi saww sampai kepada nabi Adam as. Berikut ini cuplikannya: 

Sinar Agama: Salam dan terimakasih tag-an-nya. Sekedar menyumbang sedikit saja dan mungkin tidak bisa menjenguk lagi ke sini. Allah berfirman dalam QS: 26: 219:

وَتَقَلُّبَكَ فِي السَّاجِدِينَ

“Dan perubahanmu -Muhammad- di dalam orang-orang yang bersujud.” 

Ayat ini ditafsirkan di Sunni dengan dua tafsiran: 

1- Bahwa Tuhan melihat perubahan atau gerak gerik Nabi saww itu di antara para orang-orang yang bersujud atau shalat.

2- Bahwa Nabi saww itu dicipta Tuhan melalui keturunan yang bersujud dan bahkan para nabi. Perkataan Suyuuthi dalam tafsirnya al-Durru al-Mantsuur dalam menafsirkan ayat ini: 


Dan dikelurkan oleh Ibnu Abi ‘Umar al ‘Adanii dalam Musnadnya, dan al Bazzaar dan Ibnu Abi Haatim dan al Thabraanii dan Ibnu Murdawaih dan al-Baihaqi di kitabnya, al Dalaa il dan Mujaahi, tentang ayat (Dan perubahanmu -Muhammad- di antara orang-orang yang bersujud) berkata: Dari nabi ke nabi hingga keluarnya kanjeng Nabi saww. 

Lihat tafsir Ibnu Katsiir ini: 



Diriwayatkan oleh al Bazzaar dan Ibnu Abi Haatim, dengan dua jalur, dari Ibnu ‘Abbaas, bahwasannya ia berkata tentang ayat ini: ‘Maksudnya adalah perubahannya -Nabi saww- dari sulbi nabi ke sulbi nabi hingga keluarnya beliau -Nabi saww- sebagai nabi. 

Lihat tafsir Qurthubi ini: 

FirmanNya swt (dan perubahanmu -Muhammad- dalam orang-orang yang bersujud), berkata Mujaahid dan Qutaadah: ‘Di antara orang-orang yang shalat.’ Dan berkata Ibnu ‘Abbas: ‘Yakni -perpindahannya- dalam sulbi-sulbi para ayah, Adam dan Nuh dan Ibrahim hingga keluarnya beliau -Nabi saww- sebagai nabi.’ 

Lihat tafsir al-Qusyairi berikut ini tentang ayat tersebut: 


Dan dikatakan: Perpindahanmu -Muhammad- dalam sulbi-sulbi ayah-ayahmu yang muslim yang memiliki makrifah tentang Allah, maka mereka bersujud padaNya dan meninggalkan yang lainNya yang tidak mereka ketahui -sebagai Tuhan. 

Lihat tafsir Fathu al-Qadiir tentang ayat ini: 


“Dan dikatakan: Ia -Tuhan- melihatmu -Muhammad- dalam orang-orang yang bertauhid dari para Nabi ke Nabi yang lain hingga mengeluarkanmu -Muhammad- untuk umat ini.” 

Sedang hadits Nabi saww yang berbunyi: 


“Aku selalu diturunkan dari sulbi-sulbi yang suci dan rahim-rahim yang suci.” 

Bisa dilihat di berbagai kitab Sunni, seperti: Siiratu Zaini Dahlaan, 1/58; Tafsir Kabiir, 13/33; Tafsir Muniir, 19: 240; Tafsir Aluusi, 5/388; Tafsiir al-Bahru al-Mufiizh, 8/439; Tafsir Fakhru al Roozii, 6/337; Tafsir al-Manaar, 7/448; Tafsir Haqqi, 3/465; Tafsir Ruuhu alBayaan, 3/43; dan seterusnya dari kitab-kitab Sunni. 

Wassalam.


اللَّهُمَّ صَلِّ عَلَى مُحَمَّدٍ وآلِ مُحَمَّدٍ وعَجِّلْ فَرَجَهُمْ

Rabu, 14 November 2018

Mengapa Selalu Nabi saww Yang Disalahkan ?



Seri tanya jawab Fadly Ilyas Dg Liwang dengan Sinar Agama
by Sinar Agama (Notes) on Tuesday, November 6, 2012 at 9:02 pm



Fadly Ilyas Dg Liwang: 10 Agustus sekitar Daerah Khusus Ibukota Jakarta 


Salam Ustadz. Semoga selalu dalam lindungan dan kasih sayang Allah, ilahi aamiin. Mohon dijelaskan asbab an-nuzul Q.S. Al-Anfal ayat 68. syukran :) 


Sinar Agama: Salam dan terima kasih pertanyaannya: 

1. Ayat yang antum maksud adalah sebagai berikut:


لَّوْلاَ كِتَبٌ مِّنَ اللهِ سَبَقَ لَمَسَّكُمْ فِيمَآ أَخَذْتُمْ عَذَابٌ عَظِيمٌ


"Seandainya bukan karena ketentuan Allah yang telah ditetapkan sebelumnya, maka kalian akan mendapat adzab dari apa-apa yang telah kalian ambil.” 

2. Sebab turun ayat tersebut adalah berhubungan dengan apa-apa yang dilakukan para shahabat dalam perang. Yaitu yang berperang karena ingin mendapatkan tawanan dan tebusannya. 


Ayat sebelumnya menjelaskan bahwa tidak boleh Nabi saww dan mukiminin untuk mengambil tawanan sebelum kemenangan total (seingat saya, saya sudah menjelaskan ayat sebelumnya di fb ini, karena dikira bahwa Nabi saww telah melakukan kesalahan dengan mengambil tawanan tersebut). Atau ada juga yang menerangkan dalam riwayat bahwa sebelum membunuh siapa- siapa penyebab fitnah peperangan di perang Uhud itu. 

3. Ketentuan dalam ayat di atas itu, bukan ketentuan nasib manusia, akan tetapi ketentuan hukum. Maksudnya dalam ayat tersebut adalah: Seandainya kalian para shahabat yang berebutan tawanan sebelum kemenangan mutlak hingga kadang menyebabkan kekalahan seperti di perang Uhud, tidak tercakup ketentuan hukum Tuhan yang dituliskan bahwa siapapun yang bersalah tidak akan diadzab sebelum datang penjelasan, maka kalian, dengan perbuatan kalian itu, sudah pasti akan terkena adzab Tuhan. 

4. Sebagian riwayat-riwayat Sunni tega-teganya dibuat untuk memojokkan kanjeng Nabi saww dengan mengatakan bahwa Nabi saww telah mengambil tawanan dan ditegur Umar atau Sa’ad bin Mu’aadz hingga turun ayat tersebut. 

Kepalsuan riwayat seperti ini, sangat nampak jelas, karena Tuhan sedang menerangkan adanya orang-orang yang berperang karena ingin mendapat tawanan dan tebusannya. Sementara Nabi saww dan para mukminin yang shalih, berperang hanya dan hanya karena Allah. 

5. Kepalsuan hadits itu semakin meningkat manakala Nabi saww setelah ditegur Umar atau Sa’ad bin Mu’aadz itu, dan dituruni ayat sebelum ayat yang antum tanyakan itu, beliau saww bersabda: 

“Seandainya turun adzab/bala kepada kita semua, maka tidak akan ada yang selamat kecuali Umar/ Sa’ad bin Mu’aadz.” 

Bayangin Nabinya saww sendiri kena adzab tapi Umar atau Sa’ad tidak akan terkena adzab tersebut. 

6. Kelengkapan dalil-dalil ketidakbersalahan Nabi saww di perang Badr tersebut, yakni bantahan pada orang-orang yang menfitnah Nabi saww sembari melebih tinggikan Umar/Sa’ad dari Kanjeng Nabi saww, bisa dilihat di catatan sebelumnya. 

Wassalam. 


Khommar Rudin: Allahumma shalli alaa Muhammad wa alli Muhammad. 

Fadly Ilyas Dg Liwang: Syukran ustadz. Karena berkaitan dengan hal tersebutlah (khusus poin 4, 5) yang membuat saya miris mendengar salah satu kajian di satu majelis. Semoga Allah tidak mengadzab saya karena kelemahan ilmu untuk membela Rasulullah. Afwan ustadz, judul tema ayat sebelumnya di wall ustadz apaan yah? 

Sang Pencinta: Silahkan mas Fadly http://www.facebook.com/groups/210570692321068/doc/403116739733128/

Fadly Ilyas Dg Liwang: Alhamdulillah...syukran SP. Semoga kemuliaan lailatul qadr menaungi anda dan keluarga, Ilahi aamiin. 

Sang Pencinta: Amin, semoga antum dan keluarga begitu juga hendaknya. Wassalam.



اللَّهُمَّ صَلِّ عَلَى مُحَمَّدٍ وآلِ مُحَمَّدٍ وعَجِّلْ فَرَجَهُمْ

Minggu, 14 Oktober 2018

Sejarah Singkat Hadhrat Khadijah as



Seri tanya jawab Widya Yuliana dengan Sinar Agama
by Sinar Agama (Notes) on May 10, 2012 at 1:18 pm



Widya Yuliana: Salam ustadz..ana mau tanya perihal Sejarah yaitu tentang bunda Khodijah istri Rosulullah. Diwaktu Bunda Khodijah menikah dengan Nabi saww sebenarnya gadis atau janda, karena yang ana tahu dalam suni dia janda, tapi ana sempat dengar gadis, ana belum sempat baca buku sejarah Bunda Khodijah, dan belum sempat bertanya...Syukron ustadz atas jawabnya, afwan ustadz karena ana belum lama menemukan Ahlulbait, yang ternyata membuat ana begitu bahagia setelah menemukan kelurusan serta kebenaran yang logis ilmu dalam ahlulbait.


Prabu Wes:

اللَّهُمَّ صَلِّ عَلَى مُحَمَّدٍ وآلِ مُحَمَّدٍ وعَجِّلْ فَرَجَهُمْ وسَهِّلْ مَخْرَجَهُمْ والعَنْ أعْدَاءَهُم  اَلْحَمْدُ للهِ الّذى جَعَلَنا مِنَ الْمُتَمَسِّكينَ بِوِلايَةِ اَميرِ الْمُؤْمِنينَ وَالاَئِمَّةِ عَلَيْهِمُ السَّلامُ



Sinar Agama: Salam dan terimakasih pertanyaannya:

(1). Banyak perbedaan pandangan tentang sejarah hdh Khadijah as, baik di syi’ah atau di sunni.

(2). Banyak juga kebohongan-kebohongan yang dibuat dalam sejarah hdh Khadijah as, untuk menjatuhkan Nabi saww, hdh Khadiijah as sendiri dan bahkan imam Ali as di kemudian hari.


(3). Umur hdh Khadiijah as saja, di waktu kawin dengan kanjeng Nabi saww, memiliki beberapa versi, baik di syi’ah atau di sunni, misalnya sebagai berikut:

3-a- Umur, 25 tahun: Dikuatkan oleh Baihaqi dan beberapa ulama syi’ah. Diriwayatkan juga oleh Ibnu Katsiir dan berbagai ulama sejarah sunni yang lain. Bisa dilihat di kitab-kitab seperti: Dalaa-ilu al-Nubuwwati, Baihaqii, 2/71; al-Bidaayatu wa al-Nihaayatu, 2/294-295; al-Siiratu al-Nubuwwati, Ibnu Atsiir, 1/265; al-Siiratu al-Halabiyyatu, 1/140; Muhammad Rasulullah, Siiratuhu wa Atsaruhu fii al-Hadhaarati, 45; dan lain-lain.

3-b- Umur 28 tahun: Dikuatkan oleh banyak ahli sejarah syi’ah dan sunni, sperti kitab-kitab: Syadzaraatu al-Dzahab, 1/14; Tahdziib Taariikhu Damasyq, 1/303; Sairu A’laami al- Nubalaa’, 2/111; Mukhtashar Taariikhi Damasyq, 2/275; Mustadraku al-Haakim, 3/182 Bihaaru al-Anwaar, 16/12; ....... dan lain-lain.

3-c- Umur 30 tahun: Bisa dilihat di kitab-kitab seperti: al-Siiratu al-Halabiyyatu, 1/140; Taariikhu al-Khamiis, 1/14; Siiratu Mughlathaai, 12; Tahdziibu Taariiki Damsyq, 1/303;
...dan lain-lain.

3-d- Umur 35 tahun, bisa dilihat di:al-Bidaayatu wa al-Nihaatau, 2/295; al-Siiratu al-Nab- wiyyatu, 1/265; al-Siiratu al-Halabiyyatu, 1/140

3-e- Umur 40 tahun, bisa dilihat di: Anssabu al-Asyraaf, 98; Siiratu al-Maghlathaai, 12; al- Muhabbir, 49; al-Mawaahibu al-Daniyyatu, 1/38 dan 202; Syadzaraatu al-Dzahabi, 1/14 dan 14; Taariikhu al-Khamiis, 1/264; Usdu al-Ghaabati, 7/80; al-Siiratu al-Halabiyyatu, 1/140; al-Siiaratu al-Nabawiyyatu, Dahlaan, 1/55; Taariikhu al-Islaam al-Dzahabi, 2/152; Tahdziibu al-Asmaa’, 2/342; al-Thabaqaatu al-Kubraa, 1/132; Tahdziibu Taariikhi al- Damasyq, 1/303; Bihaaru al-Anwaar, 16/12 dan 19.

3-f- Umur 44 tahun, seperti di: Tahdziibu Taariikhi Damasyq, 1/303

3-g- Umur 45 tahun, seperti di: Tahdziibu al-Asmaa’, 2/342; Mukhtasharu Taariikhi Damsyq, 2/275; al-Siiratu al-Halabiyyati, 1/140; Taariikhu al-Khamiis, 1/301; ..dan lain-lain

3-h- Umur 46 tahun,seperti di: Anssaabu al-Asyraaf, 98.

Catatan:

Kalau saya pribadi lebih cenderung kepada yang dikuatkan Baihaqii, yaitu yang berumur 25 tahun. Karena:

a. Umur beliau as waktu wafat, adalah 50 tahunan (yang dikuatkan Baihaqi). Dan karena beliau wafat 13 tahun setelah kenabian, dan kawin 15 tahun sebelum kenabian, maka umur beliau as waktu menikah antara 22-25 tahun.

b. Hakim pengarang Mustadrak menukilkan riwayat yang mengatakan bahwa wafat beliau as dalam umur 65 tahun. Akan tetapi Hakim mengatakn bahwa pandangan ini adalah sedikit. Ia juga mengatakan bahwa yang lebih kuat adalah bahwa beliau as tidak mencapai umur 60 tahun (al-Mustadrak, 3/182).

(4). Sedang apakah beliau as sudah pernah kawin sebelum kawin dengan kanjeng Nabi saww atau tidak, juga terjadi perbedaan pendangan dari pada ahli sejarah.

a. Sudah pernah kawin bahkan dua kali: 

Pertama, dengan lelaki bernama ‘Atiiq bin ‘Aa-idz bin Abdullah al-Makhzuumii.
Ke dua, dengan lelaki bernama Abu Haalah al-Tamiimii.

b. Tidak pernah kawin sebelumnya dengan alasan:

b-1- Ibnu Syahr Oosyuub dan Ahmad al-Balaadzieii dan Abu al-Qaasim al-Kuufii dan al-Murtadhaa di kitabnya al-Syaafii, dan abu Ja’far di al-Talkhiishnya, semuanya berkata bahwa Nabi saww mengawini hdh Khadiijah as dalam keadaan perawan.

b-2- Pandangan ini dikuatkan dengan padangan yang mengatakan bahwa Ruqayyah dan Zainab merupakan kedua putri dari Haalah saudari hdh Khadiijah as (Manaaqib Aali Abii Thaalib, 1/159; Bihaaru al-Anwaar, al-Maamaqaanii dan Qaamuusu al- Rijaal yang semuanya menukil dari al-Manaaqib).

b-3- Syi’ah dan sunni dari para ahli sejarah sepakat mengatakan bahwa sebelum kawin dengan Nabi saww hdh Khadiijah as dilamar banyak orang dari pemuka-pemuka Qurasy dan pemuka-pemuka lainnya dari orang-orang Arab, akan tetapi beliau as menolaknya. Lalu bagaimana mungkin beliau as menerima orang desa dari Bani Tamiim yang bernama Abu Haalah al-Tamiimii??!! Karena itulah ketika beliau as kawin dengan Nabi saww para wanita Qurasy marah kepadanya dan berkata:

“Semua pemuka Qurasy melamarmu tapi kamu menolaknya, lalu kamu kawin dengan yatimnya Abu Thaalib yang tidak punya uang??!!”.


b-4- Diriwayatkan bahwa hdh Khadiijah as memiliki saudari bernama Haalah (rujuk kitab-kitab nasab seperti, Nasabu Qurasy, karya Mush’ab al-Zubairii). Ia kawin dengan orang bernama famili Makhzuumii yang kemudian memiliki anak bernama Haalah juga. Kemudian ia (Haalah pertama atau saudari hdh Khadiijah as) kawin lagi dengan orang dari Bani Tamiim yang bernama Abu Hindun yang kemudian memiliki anak darinya bernama Hindun. 

Orang Tamiim ini juga sudah pernah kawin sebelumnya dengan perempuan lain dan memiliki anak bernama Zainab dan Ruqayyah yang kemudian ia –suaminya- mati. Setelah Tamiimii itu mati, anaknya yang bernama Hindun ikut kabilahnya sedang anaknya yang lain bersama dengan Haalah (ibu tirinya) yang disertai dengan putrinya yang lain bernama Haalah itu.

Hdh Khadiijah mengayomi mereka di rumahnya. Dan setelah kawin dengan Nabi saww, saudarinya yang bernama Haalah itu meninggal dan tinggallah anak- anaknya yang bernama Haalah dan anak tirinya yang bernama Zainab dan Ruqoyyah bersama beliau as dan menjadi anak-anak Nabi saww juga. Karena di Arab, keponakan itu juga dikatakan anak dan paman dikatakan ayah, karena itu keduanya dan begitu yang bernama Haalah itu, dihubungkan kepada Nabi saww padahal mereka anak dan anak tiri dari saudari hdh Khadiijah as yang benama Haalah tersebut nya tersebut (al-Istighaatsah, 1/68-69; Risaalaatun Haula Banaati al-Nabii yang dicetak di Penerbitan Hajariyyah di akhir kitab Makaarimu al-Akhlaaq).

Catatan:

Untuk anak-anak yang dihubungankan kepada Nabi saww, banyak juga pembahasannya. Saya selama ini masih meyakini bahwa Ruqayyah dan Ummu Kultsuum yang dikawini Utsmaan, adalah putri-putri Nabi saww. Akan tetapi menurut pandangan (b) di atas, keduanya bukan dari putri-putri Nabi saww dengan dalil-dalil yang banyak dan kuat.

Kalaulah pandangan ini benar, maka penjelasan filosofis terhadap perkawinan Utsman dengan keduanya yang pernah saya tulis sebelum ini, merupakan penakwilan pada kondisi hakikat ajaran Islamnya, bukan pada hakikat sejarahnya. Tapi kalau, pandangan ini salah, dan ternyata memang keduanya benar-benar putri-putri Nabi saww, maka takwilan yang pernah diberikan itu, meliputi kedua keadaannya, yaitu hakikat ajaran Islam dan hakikat sejarahnya.

Khommar Rudin: Allahumma shalli alaa Muhammad wa aali Muhammad.

Widya Yuliana: Syukron ustadz...atas jawabanya, Alhamdulillah ana menjadi faham.Ana juga menyakini tidaklah Muhammad Rosulullah manusia yang suci mendapatkan istri seorang janda bkas orang lain dan ana yakin Tidak mungkin Allah swt memberi Nabi saw istri seorang janda, selain setelahnya Bunda Khodijah Wafat. 

Wassalam.


اللَّهُمَّ صَلِّ عَلَى مُحَمَّدٍ وآلِ مُحَمَّدٍ وعَجِّلْ فَرَجَهُمْ

Selasa, 09 Oktober 2018

Isra’ Mi’raj Dalam Tinjauan Naql dan Akal

Isra’ Mi’raj Dalam Tinjauan Naql dan Akal 

(Perjalanan dengan Badan dan Ruh, atau Ruh saja atau terinci dari keduanya?!!)



by Sinar Agama (Notes) on Sunday, July 3, 2011 at 7:08 pm



Isra’ Mi’raj dalam Tinjauan Naql dan Akal (perjalanan dengan badan dan ruh, atau ruh saja atau terinci dari keduanya?!!) 


Banyak pertanyaan dari teman-teman tentang hakikat Isra’ Mi’raj ini. Saya sendiri kurang tertarik membahasnya. Karena terkadang sebagian orang hanya ingin tahu saja, atau bahkan ada yang bertanya karena mau menulis di sebuah buletin. Belajar yang model ini –model ingin tahu apa ceritanya atau ingin menuliskannya ke orang lain- sulit melahirkan ketaqwaan. Karena itu saya kurang tertarik menuliskannya. Terlebih lagi, karena untuk menguak hakikatnya perlu kepada pembahasan filsafat, maka saya semakin tidak tertarik. Karena disamping hakikat ini tidak wajib diketahui secara detail, bisa-bisa pembahasan filosofisnya ini bahkan menjadikan diri kita bangga saja. Sementara kebanggaan seperti ini (hanya tahu, yakni tidak untuk diimani dan diamalkan) adalah kebanggaan yang kering dan kosong. Karena jelas, setinggi apapun argumentasinya, maka ia tetap merupakan Ilmu Hushuli yang akan hilang dikala kita mati. Tapi kalau untuk diimani dan diamalkan, maka ia jelas akan menjadi Ilmu Hudhuri yang akan dibawa mati. 

Baiklah saya akan coba memberikan sedikit penjelasan tentang Isra’ Mi’raj itu sesuai kemampuan, ruang dan waktunya. 

Namun, sebagai anjuran, hendaknya kita membuat sistematika pembelajaran Islam. Setidaknya supaya kita tidak mempelajari Islam tergantung dengan situasi dan kondisi. Ini yang pertama. 

Yang ke dua, hendaknya pandai-pandai memilih obyek pengetahuan Islam yang mau dipelajari, hingga bisa mendahulukan yang memang perlu didahulukan, dan dan mengenyampingkan yang tidak darurat atau setidaknya kurang emergency. 

Ke tiga, penjelasan Isra’ Mi’raj ini, akan sangat tergantung pada penjelasan-penjelasan saya sebelumnya tentang makhluk sesuai dengan pandangan filsafat. Karema itu saya akan memberikan ulasan ulang sedikit tentang hal tersebut: 

Tatanan Wujud Ciptaan atau Gradasi Ciptaan 


Sebelum ini, sudah sering saya jelaskan tentang gradasi alam semesta (bukan gradasi wujud) atau makhluk Tuhan. 

Ringkasnya sebagai berikut: 

(1-a). Golongan pertama, makhluk Tuhan yang dikenal dengan Akal. Makhluk Akal ini dimulai dari Akal-pertama, ke dua, ke tiga ...dan seterusnya sampai pada Akal-akhir. 

Definisi makhluk Akal ini adalah keberadaan non materi mutlak dengan makna pertama, yaitu yang tidak mengandungi apapun kehinaan rangkapan materi, baik rangkapan materialnya atau sifat-sifatnya. 

Rangkapan, merupakan kehinaan bagi wujud, karena menkonsekwensi-i keterikatan pada masing-masing rangkapannya itu. Karenanyalah maka semakin banyaknya rangkapan yang dikandungi sesuatu itu, akan membuatnya semakin terikat. Sedang wujud yang semakin terikat, dalam hakikat dan filsafat, dikatakan semakin hina dalam gradasi wujudnya. Karena semakin banyaknya keterikatan dalam wujudnya, walau hanya pada bagian-bagian dirinya, akan membuatnya semakin tergantung pada bagian-bagiannya tersebut. Inilah makna hina dalam wujud dan filsafat, bukan dalam akhlak. 

Jadi, ketergantungan sesuatu pada bagian-bagiannya, sama dengan ketergantungannya pada sebab pewujudnya. Karena bagian-bagiannya itu juga sebab bagi keberadaannya dimana kalau tidak ada bagiannya, pasti tidak akan penah ada keseluruhannya. Jadi, disamping sesuatu itu tergantung pada sebab adanya, ia juga tergantung pada sebab bagiannya. Dan semakin sesuatu itu memiliki banyak ketergantungan ini, maka hal itu akan menyebabkannya semakin rendah dalam derajat wujudnya. 

Sedang Wujud Akal yang tidak memeiliki rangkapan itu, sudah pasti merupakan wujud yang barada di maqam yang paling tinggi di antara makhluk-makhluk lainnya. Dan karena ketinggian mereka itulah maka mereka juga disebut dengan surganya orang-orang yang didekatkan (muqarrabun yang jauh di atas surganya mukminin). Dan, hanya yang paling tinggi diantara merekalah, yakni Akal-pertama yang hanya layak disentuh tangan Tuhan dan menjadi makhlukNya secara langsung. Karena itu, yang lainnya, seperti Akal-dua, tiga, empat ... dan seterusnya diciptaNya melalui yang sekelas di atasnya. Misalnya Akal-dua, diciptaNya dengan perantaraan Akal-satu. Akal-tiga dengan perantaan Akal-dua ...dan seterusnya. 

Beda antara Tuhan yang tidak berangkap wujud-wujud Akal yang juga tidak berangkap itu adalah pada keterbatasan mereka dan ketidak terbatasanNya (dan jarak ini tidak sedikit, bahkan juga tidak terbatas). Yang ke dua, mereka terikat padaNya dan pada sebab-sebab perantaranya (bagi selain Akal-pertama) sekalipun tidak terikat pada bagian-bagian diri mereka yang dikarenakan ketidak punyaan mereka terhadap rangkapan-rangkapan diri tersebut. 

Sebagai tambahan: 

Akal-pertama juga dikenal dengan Nur Muhammad; Akal-akal itu dikenal dengan Jabaruut atau Jannatulmuqarrabiin atau Surga yang didekatkan padaNya; Akal-akhir juga disebut ‘Arsy atau Maqam pertama di atas surga atau Lauhu al-Mahfuzh. Dan dalam Qur'an juga biasa dikenal dengan Malaikat ‘Aaliin/tinggi: 


قَال يَا إِبْلِيسُ مَا منَعَكَ أَنْ تَسْجُد لِمَا خَلَقْتُ بِيَدَيَّ أَسْتَكْبَرْتَ أَمْ كُنْتَ مِنَ الْعَالِينَ



“Berkata –Allah: ‘Wahai iblis, apa yang membuatmu tidak bersujud kepada –Adam- yang telah Kubuat dengan kedua tanganKu sendiri. Apakah karena kamu sombong atau karena kamu tergolong dari yang tinggi?’” (QS: 38: 75) 

Ayatullah Jawadi Omuli, walau tidak terlalu memastikan dalam pelajaran Filsafat dan Irfannya, mengatakan bahwa memang ada kemungkian terhadap adanya malaikat tinggi yang tidak diperintah sujud kepada nabi Adam as. Karena itu Allah berfirman: 

“Apakah karena engkau sombong atau karena kamu tergolong dari yang tinggi kedudukan- nya? 

Dalam hadits juga banyak diriwayatkan yang secara lahiriahnya berbeda akan tetapi bisa dipadukan setelah kita mengenali kaidah akal. Hadits-hadits yang dimaksud seperti berikut: 

في سئواالت الشامي عن أميرالمؤمنين أخبرني عن أول ما خلق اهلل تبارك وتعالى فقال: النور 

“Yang termasuk pertanyaan orang Syam (Suriah) kepada imam Ali as adalah: ‘Beritahukan padaku tentang apa yang pertama kali dicipta Allah?’ Beliau menjawab: ‘Cahaya.’.” (Biharu al- Anwaaar, jld. 1, hlm. 96) 

قال النبي) صلى الله عليه وآله: (أول ما خلق الله نوري

“Nabi saww bersabda: ‘Pertama kali yang dicipta Allah adalah cahayaku.’.” (Bihaaru al-Anwaar, jld 1, hal. 97) 

وفي حديث آخرأنه ) صلى اهلل عليه وآله (قال: أول ما خلق اهلل العقل 

Dalam hadits yang lain Nabi saww bersabda: “Pertama kali yang dicipta Allah adalah Akal.”  (Biharu al-Anwaar, jld 1, hal. 97) 

Saya tidak akan menjelaskan tentang masalah Akal-pertama dan mengapa bisa diterapkan hadits Cahaya, Cahayaku atau Akal di atas. Karena memang kita sekarang tidak sedang membahasnya dan, apalagi sepertinya saya dulu sudah pernah menuliskannya. 

Dalil filosofisnya: Sudah sering pula saya jelaskan tentang dalil mengapa Tuhan mesti mencipta satu makhluk dulu, baik di keterangan-keterangan filsafat dan Irfan atau, bahkan di penjelasan tentang akidah. 


Intinya adalah: Kalau Tuhan mencipta dua atau lebih makhluk secara langsung, maka Ia akan menjadi terpetak. Dan keterpetakanNya ini akan membuatNya terbatas dimana kalau Ia menjadi terbatas maka Ia pun akan menjadi makhluk, bukan Tuhan. 



Penjelasannya: 

(1-a-1). Antara sebab dan akibat mesti memiliki kesejenisan (bc tidak asing). Karena itu mani manusia hanya akan menjadi manusia; biji jagung hanya menumbuhkan pohon jagung; api hanya melahirkan panas; es hanya menyebabkan dingin ....dan seterusnya. 

(1-a-2). Kalau Tuhan mencipta dua atau lebih makhluk yang berbeda secara hakikat dan esensi secara langsung, maka masing-masing esensi itu pastilah keluar dari KuasaNya tersendiri. Misalnya mencipta langit dan bumi. Karana kedua makhluk/ esensi ini saling berbeda, dan karena antara sebab dan akibatnya harus memiliki kesejenisannya, maka sudah pasti langit dan bumi tersebut diakibatkan oleh dua KuasaNya, bukan satu KuasaNya. Karena kalau diakibatkan oleh satu KuasaNya, maka salah satu dari keduanya itu sudah pasti tidak diakibatkan oleh akibat yang senafas dengannya. 

Misalnya, kalau bumi yang diakibatkan oleh Kuasa kebumianNya, maka keluarnya langit dari sumber atau Kuasa yang sama membuatnya juga diakibatkan oleh Kuasa Kebumian tersebut. Dan, kalau hal ini terjadi, berarti langit diakibatkan oleh akibat yang asing dan tidak sejenis atau senafas dengannya. Ini berarti, kita telah mengingkari keharusan adanya kesejenisan antara sebab dan akibat. Akibatnya, sama saja dengan kita mengatakan bahwa telur ayam telah menetaskan anak harimau atau ikan paus atau manusia atau pohon jagung. 

Tambahan penjelasan: Dari semacam penjelasan di atas itulah yang kemudian muncul teori yang sangat kesohor di filsafat yang mengatakan: “Satu hanya melahirkan satu”, atau “Satu hanya akan diakibatkan dari satu”. 

Sudah tentu satu disini adalah satu yang hakiki, bukan yang mengandungi rangkapan seperti mani dan seterusnya. Karena kelau mengandungi rangkapan seperti mani tersebut, maka ia juga akan mengakibatkan banyak (tidak satu), baik banyak yang dalam rangkapan atau bisa saja banyak yang terurai atau yang cerai berai. 

Simpulan penjelasan tentang makhluk Akal: 

Dengan penjelasan di atas, dapat diketahui bahwa Akal-akal ini, khususnya Akal satu, tidak hanya dicipta sebagai makhluk pertama sebagai makhuk pertama saja dan makhluk-makhluk lainnya juga akan diciptakanNya secara langsung seperti dia setelah menciptanya. Karena kalau hal ini terjadi, maka kita harus mengingkari keharusan adanya kesenyawaan dan kesejenisan antara sebab dan akibat sebagaimana maklum. Akan tetapi ia (Akal-pertama), dan siapapun yang dicipta mendahului yang lainnya (tentu yang ada dalam satu garis, seperti mani yang telah menjadi kita, bukan mani yang telah menjadi kakek tetangga dengan diri kita yang lahir setelahnya), maka ia adalah sebab perantara baginya. Inilah makna mendahului dalam filsafat. Yakni menjadi sebab bagi keberadaan wujud berikutnya. 

Dengan demikian, maka satu-satunya makhluk Tuhan hanyalah Akal-pertama tersebut. Dan yang lainnya diciptakanNya melaluinya secara berurut dan beruntun. Jadi, dari Akal- pertama akan tercipta Akal-dua, dari Akal-dua tercipta Akal-tiga ...dan seterusnya sampai kepada Akal-akhir yang juga disebut ‘Arsy ini. Lalu dari Akal-akhir muncul makhluk Barzakh sebagaimana yang akan dijelaskan di bawah ini. 

Tambahan simpulan: 

Karena Akal-pertama atau Akal-satu itu adalah makhluk yang telah diberikanNya kesempurnaan akan munculnya makhluk-makhluk berikutannya secara beruntun dan tertib, dan juga yang akan terus saling terikat disebabkan sistem sebab-akibat itu (lihat penjelasan lebih lanjut di makhluk Golongan ke dua alias Barzakh), maka perkataan bahwa Tuhan hanya mencipta Akal-pertama secara langsung itu, sama dengan mengatakan bahwa Tuhan mencipta alam ini dengan sekali ciptaan. Atau dapat dikatakan bahwa ketika Tuhan mencipta Akal-pertama, maka berarti Ia telah mencipta semua alam dengan segala susunannya, keterikannya dan kepengaturannya itu. Karena itulah, maka Akal-satu juga dikenal dengan Alam-Jaami’, Alam-Lengkap dan Alam-sempurna. Ia satu makhluk, tapi karena ia adalah sebab, pengikat dan pengatur bagi semua wujud yang berada di bawahnya (langsung dan tidak langsung), maka ia adalah hakikat semesta itu sendiri. Terlebih ketika ditambahkan kaidah lain yg (yang) mengatakan bahwaakibat itu tidak akan pernah berpisah dari sebabnya. 

(1-b). Golongan ke dua adalah Makhluk Barzakh. Hakikat Barzakh ini adalah non materi mutlak dalam arti kedua (yaitu yang zat dirinya non materi dan kerja-kerjanya tidak memerlukan kepada materi. lawan dari ruh –seperti ruh manusia- yang zat dirinya non materi tapi dalam kerja-kerjanya memerlukan materi –non materi tidak mutlak). Yaitu wujud non materi dalam arti tidak memiliki material atau matter, akan tetapi memiliki sifat-sifatnya. Hakikatnya persis seperti api, apel, singa, pohon, ....dan seterusnya yang ada dalam benak dan ide/khayal kita atau yang kita lihat dalam mimpi. Jadi, walaupun ia hakikat non materi, akan tetapi tidak terlalu bersih darinya. Karena itu ia memiliki warna, bentuk, rasa ..dan seterusnya. Walhasil memiliki semua sifat materi selain matter dan bendawiahnya. 

Karena itulah Barzakh ini juga disebut dengan Alam-Khayal (bukan khayalan manusia) disamping disebut dengan Alam-ide, Alam-mitsaal, tuhan-species-materi, kitab qada’ dan qadar, ..dan seterusnya. 

Keberadaan Barzakh ini terwujud dari Akal-akhir. Saya tidak akan ceritakan adanya perbedaan beberapa filosof tentang hakikat Barzakh ini dari sisi hubungannya dengan Akal-akhir. Saya hanya mau membahas yang umum saja tentang asalnya, yaitu bahwa dia berasal dari Akal-akhir. Dan ia juga yang nantinya akan melahirkan Alam Materi sebagai susun akhir dari Tata Wujud Makhluk atau Gradasi Makhluk ini. 

Wujud Barzakh ini, selain terikat dengan Tuhan sebagai pencipta aslinya, ia juga terikat dengan sebab-sebab perantara di atasnya dan, tentu saja ia juga terikat dengan bagian- bagiannya walaupun belum berupa bagian-bagian material dan hanya berupa sifat-sifat materi saja. Akan tetapi, karena ia memiliki bagian-bagian itu, maka ia sudah mulai terikat kepada bagian-bagian dirinya dimana hal ini tidak ada pada makhluk Akal. 

Dalam al-Qur'an, ia disebut dengan alam malaikat, malakut atau malaikat pengatur semesta (mudabbiraati amran) seperti dalam QS: 79: 5: 


فَالْمُدَبِّرَاتِ أَمْرًا



“Demi (malaikat-malaikat) yang mengatur segala urusan-urusan –dunia.” 

Tambahan keterangan penamaan: 

Di atas telah dikatakan bahwa Akal-akhir dikatakan juga sebagai ’Arsy Allah atau Singgasana Allah. dalam QS: 10: 3, Allah berfirman

إِنّ رَبَّكُمُ اللَّهُ الَّذِي خَلَقَ السَّمَاوَاتِ وَالَْرْضَ فِي سِتَّةِ أَيَّام ثُمَّ اسْتَوَى عَلَى الْعَرْشِ يُدَبِّرُالَْمْرَ


“Sesungguhnya Tuhan kalian adalah Allah yang telah mencipta langit dan bumi dalam enam hari, kemudian Ia duduk di atas Singgasana –‘Arsy- mengatur semua urusan.” 

Manusia, dengan akal yang diberikanNya, dapat mengerti kaidah-kaidah gamblang keberadaan yang, biasanya dibahas dalam suatu ilmu yang dikenal dengan Filsafat. Maka ia mengerti susunan tiga alam tersebut (Akal, Barzakh dan Materi). Di lain pihak Tuhan juga memberikan penjelasan untuk membantu yang tidak biasa berfikir filsafati, dengan penjelasan-penjelasan ayatNya di atas itu. Karena itulah dapat disimpulkan bahwa Akal- akhir itu adalah ‘Arsy, karena setingkat di bawahnya terdapat Barzakh sebagai Pengatur Alam Materi (dunia). 

Kata Ayatullah Jawadi Omuliy, Allah swt telah mengumpamakan PengaturanNya dengan para pengatur negara yang disebut raja yang duduk di kursi singgasananya dan mengatur negara/rakyatnya dimana dalam pengaturannya itu jelas tidak langsung, akan tetapi dengan memerintahkan menteri-menterinya. Allah juga, sesuai dengan ayat-ayat di atas, duduk (menguasai, bukan duduk material) di atas (maqom dan bukan tempat materi) ‘Arsy untuk memberikan instruksi-instruksiNya kepada para malaikat mudabbir tersebut (mudabbiraati amran). 

Tambahan penjelasan tentang pengaturan: 

Pengaturan dalam wujud semesta, tidak sama dengan pengaturan sosial manusia. Karena pengaturan dalam sosial manusia, satu sama lain sama-sama mandiri dari sisi wujud, tapi terikat hanya dari sisi sosial dan kesepakatan. Karena itu, presiden, tidak mengakibatkan ada dan wujud rakyatnya. Akan tetapi karena dalam kesepakatan ia telah dipilih oleh rakyatnya untuk mengatur mereka, maka ia mengatur mereka. 

Akan tetapi dalam kepengaturan wujud atau eksistensi, dimulai sejak awal wujud atau keberadaan yang akan diaturnya itu. Jadi, yang akan diaturnya itu adalah akibatnya sendiri. Artinya suatu wujud yang terlahir dari dirinya atas aturan Tuhannya. Dengan kata yang lebih gamblang, bahwa wujud pengatur itu adalah hakikat sebab wujud dan keberadaan bagi yang akan diaturnya tersebut. 

Keberadaan atau wujud, kalau tidak memiliki keterikatan sebab akibat, seperti pohon kelapa di depan rumah dengan pohon jagung yang ada di kebun, maka keduanya akan saling asing dan tidak berhubungan. Karena itu tidak bisa saling terikat dan apalagi mengatur secara wujud, bukan sosial. Begitu pula antara satu makhluk dengan makhluk lainnya. Karena itu, maka bagaimana mungkin bisa saling berhubungan secara wujud dan mengaturnya? 

Karena itulah, karena keterikatan wujud itu, hanya dengan dan hanya dalam, sistem sebab- akibat, maka sebuah wujud hanya akan terikat dengan sebabnya. Dan karena keterikatan kepada sebabnya itulah maka apapun yang terjadi padanya, hanya melalui pengaturan sebabnya, baik dari awal keberadaannya sampai kepada kesinambungan wujudnya. 

Akan tetapi, karena sebab yang juga akibat itu sebenarnya juga tergantung kepada sebabnya sejak dari awal wujudnya sampai kepada kesinambungannya dan seluruh aktifitasnya, dan karena sebab hakiki yang tidak bersebab itu hanyalah Allah, maka Dia- lah penyebab dan pengatur hakiki itu. Dan yang lainnya hanyalah sebab dan pengatur perantara. 

Karena itulah, kadang Tuhan mengatakan: “Aku Mencipta dan menurunkan hujan, ...”, tapi kadang mengatakan: “Kami Mencipta dan menurunkan hujan.” 

Artinya, ketika Tuhan mengatakan “Aku” maka Ia ingin mengatakan bahwa pencipta dan penyebab serta pengatur hakiki itu adalah Dia. Tapi ketika mengatakan “Kami”, maka Tuhan ingin mengatakan bahwa penciptaan kita dan pengaturannya itu tidak langsung. Artinya memakai perantara atau wasilah. 

Karena itulah dalam sistem doa dan berhubungan denganNya, sistem ini juga ada. Yakni sistem wasilah dan perantara ini, dan bahkan Tuhan sangat menekankan tentangnya. Karena itu dalam QS: 5: 35, Ia berfirman: 

يَاأَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اتَّقُوا اللَّهَ وَابْتَغُوا إِلَيْهِ الْوَسِيلَةَ

“Wahai orang-orang yang beriman, berperantaraanlah kalian untuk mendekatiNya!” 

Artinya, kalau dalam Tatanan Wujud Ciptaan, wujud yang ada di derajat lebih bawah menjadi ada/wujud karena wujud yang berada di derajat yang labih atas darinya, maka dalam mendekatiNya juga demikian. Yang berada di derajat iman dan ketakawaan yang lebih rendah “wajib” bertawassul dan berperantara dengan orang yang iman dan taqwanya lebih tinggi darinya. 

(1-c). Golongan ke tiga (akhir) adalah Alam-materi. Hakikatnya adalah keberadaan yang memiliki matter atau bendawiah serta sifat-sifatnya. Yaitu alam yang terhampar di hadapan kita ini dimana kita termasuk di dalamnya. 

Ciri khusus materi adalah memiliki panjang, lebar dan tebal alias volume (isi) dan, tentu saja waktu (volume gerak). 

Kalau keberadaan non materi mutlak (Akal dan Barzakh) adalah wujud yang hanya memiliki kebaikan mutlak, artinya tidak memiliki keburukan apapun, akan tetapi kalau Alam Materi sebaliknya. Karena ia juga memiliki keburukan. Akan tetapi keburukannya lebih sedikit dari kebaikannya. Karena itulah maka ia dikenal dengan keburukan di dalam al-Qur'an (seperti): “....dari keburukan apa-apa yang telah Ia cipta”), dan dikenal dengan efek samping di dalam filsafat. 

Efek samping ini tidak bisa dihilangkan karena derajat wujud materi memang tidak bisa lepas darinya. Hakikat dan esensi Alam Materi, adalah suatu hakikat yang terikat dengan ruang (baca: volume/isi) dan waktu disamping keterikatan-keterikatan yang lain. Dan karena hakikatnya yang demikian itulah maka ia memiliki banyak kekurangan dimana kekurangannya itu yang dikatakan efek samping. Misalnya, manusia yang hakikatnya adalah suatu wujud yang bernafas dengan paru-paru, maka ia sudah pasti tidak akan bisa bernafas di dalam air. Jadi, kalau kekurangannya ini harus ditiadakan, maka sama halnya dengan tidak mencipta Alam Materi sama sekali. Karena yang tidak terikat dengan volume (panjang, lebar dan tebal) dan waktu hanyalah wujud-wujud non materi (Akal dan Barzakh). 

Dan sudah tentu kalau Tuhan tidak menciptakannya, sudah pasti Ia akan terbatas. Karena Ia akan menjadi kikir, bakhil, zhalim, tidak mengetahui (jahil), tidak bijaksana .... dan seterusnya. Hal itu karena Ia telah meninggalkan kebaikan yang banyak disebabkan keburukan yang sedikit. Ini berarti kezhaliman dan ketidak bijakan yang nyata. Mengapa demikian? Karena kalau Tuhan meninggalkan 90 % kebaikan supaya terhindar dari 10 % keburukan, maka sama halnya Ia telah melakukan keburukan 90 % demi melakukan kebaikan 10 %. Karena meninggalkan kebaikan sama dengan melakukan keburukan. Begitu pula sebaliknya. 

Karena itulah, maka Alam Materi yang penuh dengan batasan ini, dan mengandungi keburukan yang pada hakikatnya adalah efek samping, mesti dicipta. Hal itu karena ke- Bijakan, ke-Murahan, ke-Maha Kasih, ke-Maha PandaianNya ...dan seterusnya. Jadi, tidak benar kalau ada orang berkata, mengapa Tuhan mencipta alam atau mencipta aku yang tidak memintanya??!!! 

(2). Derajat Alam atau Makhluk Barzakh 

Makhluk Barzak ini dikatakan Barzakh atau “Antara”, karena ia menempati posisi tengah antara Alam Non Materi Mutlak (Akal) dan Materi Mutlak. Mirip dengan alam kubur yang disebut Barzakh (Antara kehidupan dunia dan akhirat). 

Dalam filsafat, telah dibuktikan bahwa Makhluk Barzakh ini adalah Asal dari Alam Materi ini. Karena itu ia disebut juga “Tanah Asal” atau “Negeri Asal” atau “Tanah Air” yang dimaksudkan dalam hadits yang berbunyi: 

“Cinta tanah air/asal adalah bagian dari iman.” 

Dengan demikian, maka esensi atau spesies apapun yang ada di dunia materi ini, sudah pasti berasal dari Barzakh. Karena itu pulalah ia disebut juga dengan “Alam Mitsal” (alam contoh dari semua spesies materi). 

Kita melihat di dunia materi ini milyaran spesies makhluk, dari atom sampai ke manusia sebagai makhluk materi yang paling afdhal. Makhluk Materi ini, diadakan dan diatur oleh Makhluk Barzakh sebagai Pengatur atau Mudabbiraat-nya. 

Akan tetapi, karena Makhluk Barzakh ini adalah wujud non materi mutlak dan merupkan satu wujud global-mencakup (bukan global pahaman), dan karena Alam Materi adalah materi mutlak dan satu wujud yang banyak (individu), maka ia memerlukan kepada perantara dan barzakh lagi. Barzakh ke dua inilah yang dikenal dengan Ruh, Jiwa dan semacamnya. Karena itulah pada setiap wujud atau setiap spesies, diletakkannya wujud Non Materi Tidak Mutlak Dengan Makna Ke Dua (zat dirinya non materi akan tetapi dalam kerja-kerjanya memerlukan kepada materi atau Non Materi Individu (syakhshi atau tasyakhkhush). 

Dengan penjelasan di atas, maka dapat dipahami bahwa tidak ada satu wujud materipun kecuali ia memiliki ruh yang mengatur jalannya gerak dan apapun proses yang menyangkut dirinya, walau hanya gerakan putaran-putaran atomnya. 

Ruh yang ada di Alam Materi ini memiliki 4 tingkatan: Ruh Tambang; Ruh Nabati; Ruh Hewani dan Ruh Akli (akal manusia). Terkadang, satu materi hanya memiliki satu tingkatan Ruh saja, seperti benda-benda yang nampak mati yang hanya memiliki Ruh-tambang. Akan tetapi ada yang memiliki dua tingkatan ruh, seperti Ruh Nabati yang sudah pasti juga memiliki Ruh-Tambang. Hal itu karena tidak ada Nabati apapun yang tidak memiliki badaniahnya atau matternya atau materialnya yang perlu kepada pengaturan seperti putaran-putaran atomnya. Dan ada juga yang memilki tiga tingkatan (yaitu binatang atau hewani) dan bahkan ada yang memiliki empat tingkatan, yaitu manusia. Tingkatan-tingkatan ruh itu, kalau ada dalam satu materi (spesies), biasanya disebut dengan Quwwah atau Daya. 

(3). Hakikat Surga-Neraka 

Surga-neraka ini, merupakan ajaran agama langit yang dibawa oleh para nabi dan rasul. Surga- neraka ini, juga merupakan akibat atau hasil dari buah perbuatan manusia. Sudah tentu, sebab tunggalnya adalah karena manusia memiliki daya ruh yang dikatakan dengan akal dan pikiran. 

Karena surga-neraka merupakan akibat dari wujudnya akal, dan akal ini hanya dimiliki oleh manusia, maka sudah tentu kesurgaan surga dan kenerakaan neraka diukur dari sesuai tidaknya kedua makhluk itu (surga-neraka) dengan manusia dan akalnya. Artinya, surga yang merupakan kenikmatan, adalah kenikmatan diukur dari manusia. Begitu pula neraka yang merupakan tempat siksa. Makanan segar dan enak, merupakan salah satu kenikmatan surga. Padahal ia merupakan makanan yang tidak enak bagi wujud lain yang bernama bakteri. Tikus yang merupakan makanan enak bagi ular, tidak akan ditemui di dalam kenikmatan surga. 

Dan karena surga-neraka ini berada di jalan balik manusia menuju Tuhan (dengan mati dan kiamat), maka sudah tentu ia berada di tingkatan yang lebih tinggi dari Alam Materi dan, sudah tentu keduanya berada di Alam Barzakh atau Makhluk Barzakh. Karena itu keduanya merupakan kenikmatan dan siksa yang jauh melebihi kenikmatan dan siksa yang ada di Alam Materi. Hal itu, karena Barzakh adalah sebab bagi Alam Materi. 

Dengan kata yang lebih ilmiah dalam pandangan filsafat, dapat dikatakan bahwa tuhan-tuhan spesies atau malaikat-malaikat pengatur dari spesies-spesies yang ada di Alam Materi inilah yang dikatakan sebagai surga-neraka dan “Negeri Balik” atau “Tempat Balik” atau “Negeri Asal”. Surganya, adalah malaikat-malaikat spesies dari spesies apa saja yang sesuai dengan akal dan manusia, sedang Nerakanya, adalah asal spesies-spesies yang tidak sesuai, seperti api, duri, ular, babi, anjing ...dan seterusnya. 

Di dunia materi ini, hal-hal yang tidak sesuai dengan akal dan manusia itu, tetap diperlukan oleh manusia sebagai bekal hidupnya, baik langsung, seperti api, atau tidak langsung, seperti ular. Tapi di kehidupan setelah mati, maka yang tidak sesuai dengan akal dan manusia itu, terlebih sebabnya dan asalnya dimana kedudukannya pasti lebih tinggi dan kuat, maka akan semakin lebih menyiksanya. 

Dan karena hal-hal yang tidak sesuai dengan akal dan manusia itu adalah wujud-wujud yang tidak berkesesuaian dengan akal manusia, maka sudah tentu derajatnya dibawah wujud-wujud yang sesuai dengan akal manusia. Karena itu, Surga berada di atas Neraka. Artinya, Surga lebih dekat kepada Allah sebagai sumber segala keindahan dan kesempurnaan, sedang Neraka sebaliknya. 

Tapi kalau dilihat dari Alam Materi yang berada dibawah keduanya (surga-neraka), maka Neraka berada setahap di atas wujud Materi, sementara Surga berada di atas derajat Neraka. 

Akal, sebegitu hebatnya, hingga dapat menerima percikan Cahaya-cahayaNya hingga banyak mengetahui rahasia alam ini dengan akalnya dalam bentuk akal-gamblang atau dalil-gamblang. 

Dan Allahpun merestuinya serta membimbing yang lainnya yang tidak terlalu senang berfikir keras, dengan ayat-ayatNya, seperti, QS: 7: 176, dikala Tuhan mensifat orang-orang sesat yang sudah tentu ahli neraka. Yakni yang masuk ke Neraka karena tidak mau dinaikkan ke Surga. Dan penyebabnya, karena mereka tidak mau naik dan bahkan memilih untuk tetap bertahan di bumi/ materi. Akhirnya, karena mereka yang bertahan di bumi ini harus mati, maka tidak ada jalan lain kecuali mereka masuk ke dalam Neraka yang berada diantara Surga dan Bumi (Alam Materi) tersebut: 



وَلَو شِئْنَا لَرَفَعْنَاهُ بِهَا وَلَكِنَّهُ أَخْلَدَ إِلَى الَْرْضِ وَاتَّبَعَ هَوَاهُ فَمَثَلُهُ كَمَثَل الْكَلْبِ




“Dan kalau Kami menghendaki, maka Kami angkat –derajatnya- dengannya –ayat-ayat- akan tetapi ia mengekalkan dirinya ke dunia (memilih dunia) dan mengikuti hawa nafsunya, maka ia seperti anjing ....” 

Begitu pula Tuhan berfirman: 

ثم الجحيم صلوه ثم في سلسلة ذرعها سبعون ذراعا فاسلكوه

“Kemudian masukkanlah ia ke dalam Jahim –neraka. Kemudian ikatlah dia dengan rantai yang panjangnya tujuh puluh hasta!” (surat Al-Haaqah, 31-32) 

Nabi tercinta saww bersabda: 

لو أن حلقة واحدة من السلسلة التي طولها سبعون ذراعا، وضعت على الدنيا لذابت الدنيا من حرها

“Kalau saja satu mata rantainya saja dari rantai yang panjangnya 70 hasta –yang ada di neraka itu- diletakkan di dunia, maka dunia ini akan melebur/meleleh karena panasnya.” (Bihaaru al-Anwaar, 8: 280.) 

Nabi saww diutus Tuhan untuk menyelamatkan manusia. Baik manusia ini adalah filosof atau orang biasa. Karena itulah, hakikat-hakikat filosofis disampaikannya dalam bentuk kalimat- kalimat sederhana karena tujuannya adalah supaya manusia mudah memahaminya dan mudah mengimani dan menjalaninya hingga mencapai keselamatan dan terangkat ke derajat yang layak. Yaitu Surga kenikmatan dan, yang terpenting, maqam keridhaan Tuhan. 

Dan sudah tentu maqam Surga dan keridhaan ini, adalah maqam yang sesuai dengan akal manusia. Karena itu, hal-hal yang jauh dari nilai-nilai akal argumentatif gamblang, akan jauh pula dari maqam tersebut. Dan bahkan sebaliknya, ia adalah kedudukan yang cocok untuk menempati maqam Neraka. Oleh sebab itulah, gunakanlah akal itu untuk memahami segala hal terutama Tuhan dan agamaNya, walau mungkin tetap bisa dikatakan relatif, akan tetapi jalan tersebut adalah jalan paling selamat menuju Surga dan keridhaanNya. 

Tambahan: 


Karena Alam Materi adalah wujud paling rendah, maka penyintanya adalah orang-orang yang lebih cocok untuk masuk ke Neraka. Karena ia harus meninggalkan Materi ketika mati, akan tetapi ruhnya tidak bisa naik ke Surga karena sejak ia masih hidup di dunia tidak mau mengangkat martabatnya. 

Sementara yang tidak menyintainya, lebih cocok untuk masuk ke Surga. Karena dari sejak hidupnya, ia tidak menyintainya dan tidak menyukai yang bersifat kebumian dan kematerialan. Manusia seperti ini lebih suka kepada kebenaran akal dan agama serta ke-Maha BenaranNya. 

Neraka, sudah tentu memiliki derajat-derajat yang tidak terhingga karena penyinta dunia materi ini juga memiliki berbagai tingkatan yang tidak terhingga (hiperbolik) pula. Sedang Surgapun juga seperti Neraka. Memiliki derajat-derajat yang juga bisa dikatakan tidak terhingga. Dimulai dari satu derajat di atas Neraka, sampai kepada martabat dan maqam menjelang ‘Arsy atau Akal- akhir, atau bahkan maqam di atas semua itu dimana dikenal dengan Surga Muqarrabun, atau kenikmatan makhluk-makhluk Akal tersebut. 

(4). Langit dan Tingkatannya 

Akal manusia hanya bisa menjabarkan bahwa Neraka dan Surga itu memiliki Tingkatan-tingkatan. Hal itu disebabkan oleh kenyataan bahwa setiap manusia memiliki karakternya tersendiri yang terbentuk dari perbuatan-perbuatannya dimana satu sama lain pasti berbeda. Dan disebabkan pula oleh kenyataan akan kembalinya manusia ke arah sebabnya dengan karakter-karakternya itu. Karena itulah manusia datang dari wathan atau Negeri asalnya yang bernama Barzakh dalam keadaan bersih dari pengaruh kebaikan dan keburukan perbuatannya, dan akan kembali kepadanya dengan masing-masing perbuatannya. Jadi, kembali ke Barzakh dan dengan amalan- amalan dan karakter-karakter yang saling beda itulah yang menjadi salah satu bukti dari keberadaan tingkatan Surga dan Neraka tersebut. 

Dan Tuhan serta NabiNya saww, memberikan gambaran secara global tentang Tingkatan- tingkatan tersebut. Misalnya dengan mengatakan bahwa langit itu ada tujuh tingkat. Misalnya dalam QS: 23: 86: 

قُلْ مَنْ رَبُّ السَّمَاوَاتِ السَّبْعِ وَرَبُّ الْعَرْشِ الْعَظِيمِ

“Katakan: ‘Siapa Tuhan ketujuh langit dan Tuhan ‘Arsy –singgasana- yang agung itu?” 

Di ayat ini nampak jelas bahwa ‘Arsy itu di atas ketujuh langit. Sebagaimana juga telah dijelaskan oleh Nabi saww dalam peristiwa mi’raj dengan sabdanya: 

حملت على جناح جبرئيل حتى انتهيت إلى السماء السابعة فجاوزت سدرة المنتهى عندها جنة المأوى حتى 
...........تعلقت بساق العرش فنوديت من ساق العرش: إني أناالله لا


“Aku dibawa di atas sayap Jibril as sampai ke langit ke tujuh, lalu kulewati Sidratu al-Muntahaa yang terdapat surga Ma’waa, hingga pada akhirnya aku sampai di kaki ’Arsy, kemudian aku diseru: Sesungguhnya Aku adalah Allah, tiada Tuhan kecuali Aku ...” (Tafsir al-Miizaan, tafsir surat Isra’). 



Secara global Tujuh Langit itu bisa dibagi kepada dua bagian: 

(4-a). Bagian Pertama, adalah Langit Pertama yang biasa disebut dengan Langit Dunia atau Langit Alam Materi. Langit ini bisa dipahami sebagai akhir Alam Materi atau batas akhir darinya. Allah berfirman: 

إِنَّا زَيَّنَّا السَّمَاءَ الدُّنْيَا بِزِينَةٍ الْكَوَاكِبِ

“Sesungguhnya Kami hiasi Langit Dunia, dengan keindahan bintang gemintang.” (QS: 37: 6) 

(4-b). Bagian ke dua, adalah langit ke dua sampai langit ke tujuh. Disini hampir dapat dipastikan bahwa yang dimaksudkan adalah Alam Non Materi. Karena dalam hadits Isra’ Mi’raj, Nabi saww bertemu dengan nabi Isa as dan Yahya di langit ke dua ini (sebagaimana nanti akan dijelaskan di kronologis Isra’ Mi’raj insyaAllah). 

Dan karena Allah berfirman dalam QS: 53: 14-15: 

عِنْدَ سِدْرَةِ الْمُنْتَهَى * عِنْدَهَا جَنَّةُ الْمَأْوَى

“Di Sidratu al-Muntahaa * Di dalamnya terdapat Surga Ma’wa.” 

Dan juga berfirman di QS: 51: 22: 


وفي السماء رزقكم وما توعدون



“Dan di langitlah rejeki kalian dan apa-apa yang telah dijanjikan kepada kalian –surga” 

Sementara dalam kronologis Isra’ Mi’raj (sebagaimana yang akan dijelaskan di bawah nanti) dinyatakan bahwa Sidratu al-Muntaha itu setelah langit ke tujuh, maka dapat dipastikan bahwa Surga itu adalah Wujud Non Materi dan, sudah tentu Barzakhi, karena masih di bawah ‘Arsy. Dan batasan akhir surga itulah yang dikatakan dengan Sidratu al-Muntahaa (sebagaimana akan jelas di kronologis Isra’ Mi’raj nanti). 

(5). Kronologis Isra’ Mi’raj 

Peristiwa isra’ Mi’raj ini merupakan kejadian yang tidak bisa diingkari karena terurai dalam al- Qur'an dan Hadits-hadits yang mutawatir, baik di Syi’ah atau di Sunni. Dalam Tafsir al-Mizaan, karya Allaamah Thaba Thabai ra telah diriwayatkan hadits yang panjang tentang Isra’ Mi’raj ini. Karena menerjemahkan secara detail tidak diperlukan untuk bahasan kita ini, karena bahasan kita ini hanya ingin mengetahui apakah Nabi saww telah melakukan Isra’ Mi’raj dengan badan atau hanya dengan ruh atau dengan dua-duanya atau ada perincian lain, maka yang perlu sekali di terjemahkan adalah kronologisnya, bukan detail-detail kejadian dan apa-apa saja yang telah dilihat Nabi saww dalam peristiwa tersebut. Karena itu ringkasan kronoligisnya sebagai berikut: 

(5-1). Datangnya malaikat Jibril as kepada Nabi saww yang ditemani dengan malaikat Miikaaiil as dan Israafiil as dengan membawa Buraq. 

(5-2). Isra’nya Nabi saww (perjalanan malam) bersama malaikat Jibril as dari Makkah ke Bait Lahm (tempat lahirnya nabi Isa as) dan melakukan shalat dua rokaat. Dalam riwayat yang lain, ke Madinah dulu dimana setelah Nabi saww melakukan shalat dua rokaat sesuai perintahNya, diberitahu bahwa tempat tersebut adalah Madinah yang akan dihijrahi di kemudian hari. Sudah tentu dalam perjalanan beliau itu, beliau banyak melihat hal-hal yang memiliki makna serta takwilan-takwilan. Begitu pula pada perjalanan-perjalanan berikutnya. Akan tetapi saya hindari, supaya catatan ini tidak terlalu panjang. 

(5-3). Isra’nya Nabi saww dari Bait Lahm ke Masjidu al-Aqshaa di Palestina dan melakukan shalat dengan para nabi dengan imam shalatnya beliau sendiri. 

(5-4). Mi’raj Nabi saww dari Masjidu al-Aqshaa ke langit dunia. Di perjalanan ke Langit Dunia ini, beliau banyak menyaksikan sesuatu yang memiliki makna dan takwilannya. 

Di Langit Pertama ini beliau saww melihat Neraka. Dengan pendekatan yang lalu, dapat ditafsirkan bahwa Neraka yang Non Materi ini berada di akhir-akhir Langit Dunia Materi, atau di Awal-awal Langit ke dua. 

Di Langit Pertama ini juga beliau saww melihat nabi Adam as. Karena nabi Adam as adalah di alam Barzakh yang non materi dan karena langit dunia itu dihiasai dengan bintang- bintang, maka dapat dipahami bahwa peristiwa penyaksian tersebut terjadi di penghujung 

Langit Pertama atau di Awal-awal Langit ke dua. Atau bisa juga dimaknai sebagai batinnya langit pertama. Akan tetapi tafsiran pertama itu lebih cocok. 

(5-5). Meneruskan Mi’raj ke Langit ke dua dimana bertemu dengan nabi Isa as dan Yahya as. 

(5-6). Meneruskan perjalan Mi’raj beliau saww ke Langit ke tiga dimana beliau saww bertemu dengan nabi Yusuf as. 

(5-7). Meneruskan Mi’raj ke Langit ke empat dimana beliau saww bertemu dengan nabi Idriis as. 

(5-8). Meneruskan Mi’raj ke Langit ke lima dimana beliau saww bertemu dengan nabi Harun as. 

(5-9). Meneruskan Mi’raj ke Langit ke enam dimana beliau saww bertemu dengan nabi Musa as. 

(5-10). Meneruskan Mi’raj ke langit ke tujuh dimana beliau saww bertemu dengan nabi Ibarahim as. 

(5-11). Meneruskan Mi’raj sampai ke Baitu al-Ma’muurdan melakukan shalat. 

(5-12). Menerruskan Mi’raj sampai ke Kautsar (telaga di surga). 

(5-13). Meneruskan Mi’raj hingga memasuki surga. 

Perlu diketahui bahwa kronologis di atas itu berdasarkan pada lahiriah riwayatnya yang, kemungkinan besar memang tidak ingin mendetailkan semuanya karena tidak dianggap perlu. Karena itu, bisa saja Ruh-ruh nabi yang ditemui oleh Nabi saww itu menunjukkan derajat- derajat surga mereka, atau bisa saja dalam penyambutan mereka terhadap Nabi saww. Bisa saja Ruh para Nabi saww itu memang belum masuk ke surga dengan sebenar-benarnya karena kiamat dan hisab atau hari perhitungan, sebagai syaratnya masuk surga secara hakiki, belum tiba. 

Untuk masalah Baitu al-Ma’muur terdapat banyak riwayat. Diantaranya mengatakan suatu tempat di Langit Dunia, ada juga yang megatakan di Langit ke Empat. Akan tetapi di hadits Isra’ Mi’raj di atas (yang saya ringkas dalam bentuk kronologis itu) nampak bahwa Baitu al-Ma’muur itu setelah Langit ke tujuh. 

Perbedaan itu bisa disebabkan kesalahan penukilan. Intinya, bisa menguatkan perkiraan ke dua di atas (bahwa) Langit ke dua sampai dengan Langit ke tujuh itu, merupakan tingkatan barzakh atau tengah antara dunia dan surga sesungguhnya). Dengan demikian, maka surga itu sangat mungkin setelah Langit ke tujuh. 

Apapun itu, apakah Surga itu di Langit ke dua, atau setelah Langit ke tujuh, maka tetap merupakan Wujud Non Materi Barzakhi. 

Akan tetapi tidak bisa juga menafikan kemungkinan lain yang mengatakan bahwa surga itu memang sejak dari Langit ke dua, karena adanya riwayat-riwayat yang menerangkan bahwa nabi Ibrahim as, di Surga, bersama anak-anak kaum mukminin yang mati masih kecil. 

Jalan paling bijaksana, adalah bahwa mereka di surga dalam artian belum seutuhnya. Hal itu karena surga seutuhnya itu hanya akan dimasuki oleh manusia setelah kiamat tiba dan selesai hisab di padang Makhsyar kelak telah selesai dilakukan. Jadi, dari satu sisi mereka tidak di surga, tapi dari sisi lainnya mereka di dalam surga. 

(5-14). Meneruskan Mi’raj sampai ke Sidratu al-Muntahaa. Yakni akhir Surga dan Awal ‘Arsy yang disebut dalam hadits sebagai Kaki ‘Arsy. Nabi saww bersabda: 

وانتهيت إلى سدرة المنتهي ............. فكنت منهاكما قال اهلل تعالى “ قاب قوسين أو أدنى” فناداني 

“.... dan aku berhenti di Sidratu al-Muntaha. ..... maka aku kala itu seperti yang dikatakan Tuhan: ‘Sedekat dua busur atau lebih dekat lagi –dengan Tuhan.’.” 

(5-15). Mendapat perintah shalat 50 kali. Lalu dengan tawassulnya nabi Musa as kepada nabi Muhammad saww untuk kaum mukminin yang merupakan umat Nabi saww, dan dengan diterimanya tawassul itu oleh Nabi saww, maka pada akhirnya Nabi saww mensyafaati kita (kaum muslimin) hingga meminta keringanan kepada Allah swt. 

Pada permintaan pertama itu diturunkan 10 shalat. Lalu peristiwa itu terulang lagi, hingga akhirnya hanya tinggal sepuluh shalat saja. Lalu setelah itu permohonan keringanan itu terulang lagi dan akhirnya diturunkan lagi hingga yang tersisa hanya lima shalat. Sudah tentu dengan pahala yang 50 shalat, karena Tuhan dalam QS: 6: 160, berfirman: 

“Barang siapa berbuat kebaikan, maka ia akan mendapatkan sepuluh kali lipatnya.” 

Rincian dan filsafat tentang tawar menawar shalat ini, mesti dibahas dalam topik tersendiri yang, sepertinya saya sudah pernah menjelaskan dan menuliskannya. 

Hasil Kesimpulannya: 

(1). Dengan berbagai mukaddimah dan keterangan di atas itu, dapat disimpulkan bahwa Isra’ Nabi saww dilakukan dengan Ruh dan Badan beliau saww. Begitu pula Mi’raj beliau yang ke Langit Pertama atau Langit Dunia. 

(2). Sedang Mi’raj beliau saww dimulai dari Langit ke dua, atau akhir Langit pertama, ke seterusnya, dan dilakukan beliau dengan Ruh saja. Akan tetapi bukan berarti lepas dari badan. Melainkan persis dengan perjalanan ruhani manusia yang menjalani hidup taqwa dan irfan yang tinggi atau perjalanan ruhani orang mukmin sejati yang melakukan shalat dengan khusyu’ karena disebutkan dalam hadits bahwa shalat itu mi’rajnya mukmin. 

Perjalanan ruhani ini dapat diyakini keruhaniahannya karena yang didatangi, seperti para nabi as dan Neraka serta Surga, adalah wujud-wujud non materi sebagaimana maklum. Karena itulah perjalanan badani Nabi saww hanya berakhir di akhir Dunia Materi ini. Dan selanjutnya perjalanannya diteruskan dengan ruhani. 

Artinya, ruhani Nabi saww yang Daya Tambang, Nabati dan Hewaninya, tetap mengurusi perputaran badaniah beliau, sementara Daya Akalnya, terus melesat sampai ke Sidratu al- Muntahaa tersebut, tanpa adanya saling ganggu antara Ruh beliau yang Daya Akal dengan Ruh beliau yang Daya di bawahnya itu. Persis seperti ketika Nabi saww melakukan shalat di dunia ini, dimana Ruh Daya Tambang, Nabati dan Hewaninya tetap mengatur mobilitas badannya, sementara Ruh bagian Daya Akalnya melesat ke Sidratu al-Muntahaa. 

Dan ingat, karena Ruh manusia itu satu dan non materi, maka Daya-daya tadi tidak dalam bentuk bagian-bagian dan petakan-petakan. Akan tetapi ia benar-benar berupa satu wujud yang non materi dan tak berbagi, namun dapat mengatur dirinya baik di tingkatan badaniah dan akliahnya secara rapi dan teratur tanpa adanya saling ganggu. Tentu saja, tarik menarik di antara Daya-daya itu tetap ada, manakala manusia belum menempati posisi Fana’ atau setidaknya belum menempati maqam Mati Sebelum Mati. 

(3). Sedang pendapat yang mengatakan bahwa sejak dari Isra’nya saja sudah dilakukan Nabi saww dengan ruh saja, maka hal ini tidak perlu banyak ditanggapi. Karena Isra’ Mi’raj ini termasuk dalam katagori Mu’jizat dimana perlu kepada perjalanan badani. Karena perjalanan ruhani bukanlah mu’jizat yang dapat mencengangkan pada Kuasa Tuhan dan Kebenaran Nabi saww. 

Catatan: 

(1). Terdapat perbedaan dalam waktu terjadinya Isra’ Mi’raj ini. Yang dikuatkan di madzahab Syi’ah adalah tanggal 17 Ramadhan. 

(2). Dan di Sunni lebih menguatkan tanggal 27 Rajab. 
Di Syi’ah, kejadian Isra’ Mi’raj ini terjadi sebanyak dua kali (setidaknya). 

Wassalam. 

Ali Al Hussain and 37 others like this. 

Saleh Aljufri:

اللهم صلي على محمد المصطفى وعلي المرتضى وفاطمة الزهراء والحسن والحسين واهل بيتهم اجمعين 

والحجه القائم -عج-سالم اهلل عليهم اجمعين... 

Bulan Bintang Merah: ini penjelasan paling cerdas ihwal peristiwa itu. sayang sekali bila terhapus. bisakah diulang ke dalam inbox saya ? terimakasih. 

Young Mesa: Salam.... izin nge-save ya ust..afwan. 

Bulan Bintang Merah: iya, mau saya save jadi tulisan indah, dan akan saya kirim via email ke teman teman. gimana caranya ? sebarkan ilmunya dong.... 

Sinar Agama: Salam dan trim atas semua jempol dan komentnya: 

Bulan Bintang Merah: ditunggu di inbox... 

Sinar Agama: Bulan: Tolong usahakan ambil sendiri dulu yah .. karena saya sudah teler dengan penulisannya, jadi bantulah aku dengan mengambilnya sendiri. Tapi kalau nanti ternyata kesulitan, bilang saja mungkin kubantu. afwan 

Dharma N TP: (Ustadz, ijin share, copy, save, dll .... syukron :)) 

Sutan Ferdian: Ijin re-share, Ustadz. Sinar. Terimakasih. 

Sugianto Sahaja: banyak Begitu penjelasannya. 

Sinar Agama: salam dan trim sekali lagi atas jempol dan koment-komentnya. Tulisanku asal untuk kebaikan dan tidak untuk bisnis, gratis untuk dipakai dengan cara apa saja, asal tetap dengan nama sinar agama ini. Karena takut ada pertanyaan dari pembaca, maka biar mereka bertanya kepada alfakir ini. 

Sinar Agama: Bintang: Kan tinggal save saja untuk mengambil catatan ini? Kenapa harus di inbox? 

Eri Medan: Ana ijin copas dan tag ya ustadz, syukran salam wa rahmah. 

Sinar Agama: Eri: ok, silahkan 

Sinar Agama: wa’alaikum salam wr wb 

Arly Aprinaldo Aziz: Assalamu’alaikum, ustadz lagi tolong dong bantu ngambl teks nya,.terima- kasih uztadz. Wassalamu’alaikum. 

Syair Pengembara: ustadz sinar agama, bisakah menjelaskan pengertian “ mati sebelum mati ?” 

Ali Al Hussain: Terima kasih. Sangat bermanfaat. 

Weni Alatas: Syukron ustadz, sangat bermanfaat. 

Sinar Agama: Arly, coba dulu ambil sendiri ya.... karena sudah sangat sibuk ini dan itu nih ... nanti kalau masih tidak bisa, maka bisa hubungi lagi aku. Kan tinggal save saja bukan? 

Sinar Agama: Syair: Mati natural adalah tidak adanya apapun ikhtiar pada manusia. Dari sejak perbuatan menarik nafas sampai pada aktifitas yang besar, seperti mencari nafkah, ibadah dan jihad. Tapi mati ikhtiari, adalah membunuh ikhtiar berbuat buruk dengan pedang ikhtiar berbuat baik/taat. Dan, begitu seterusnya sampai pada tingkatan yang lumayan tinggi hingga seperti orang mati. Yakni tidak cinta apapun dunia ini, baik yang buruknya atau yang halalnya. Inilah maqam yang diperintahkan oleh Nabi saww dalam haditsnya: “Matilah kalian sebelum mati!” Atau dalam hadits lain yang berkata: “Orang mukmin itu dalam sehari -setidaknya- mati 70 kali.” 

Nah, kalau kita latihannya dalam sehari mati 70 kali, maka tidak terlalu lama kita akan mati ikhtiari dimana sudah tentu mendahului mati naturali. 

Sinar Agama: Kasih dan Senja: Ok, sama-sama. 

Syair Pengembara: apakah bisa diartikan bahwa mati 70 kali dalam sehari, sama dengan kita membunuh 70 kali keinginan terhadap dunia ? atau tidak memanjangkan angan angan ?, mohon bimbingannya ustadz. 

Sinar Agama: Syair: Benar demikian: Pertama yang dibunuh adalah kebodohan tentang hukum- hukum Tuhan, karena itu harus belajar fikih supaya tahu mana yang wajib dan mana yang haram/ dosa. Begitu pula membunuh kebodohan tentang akidah. Setelah itu membunuh dosa-dosa. Lalu setelah itu membunuh kesukaan kita pada dunia ini dan seterusnya seperti yang sudah dijelaskan di kajian-kajian irfan (lihat catatan-catatan wahdtul wujud dll-nya). 

Syair Pengembara: ustadz, mohon penjelasannya mengapa sholat itu mi’rojnya mukmin, bukan muslim ?. 

Sinar Agama: Syair: Karena kalau memang khusyu’, maka ia akan melanglangi yang dilanglangi Nabi saww, walau dalam bentuk yang lebih rendah dilihat dari sisi rincian dan kejelasannya. Artinya yang sudah shalatnya khusyu’ akan sampai pada perjumpaan denganNya (tapi jelas tidak dalam bentuk bayangan dan apalagi bentuk dan kebendaan). 

Herry Yuli Sunarno: salam...terimakasih ustadz...sudah saya baca namun masih perlu diulang saya bacanya...pusink gue ustadz kl sudah bcr pusing saya ustadz kalau sudah bicara alam non materi...oke ustadz syukron....semoga antum senantiasa bersama syafaat muhammad dan keluarga muhammad...ilahi amin. Allahumma shalli ala muhammad wa aali muhammad.... 

Mujiburrahman Psy: Saya ijin nge-save, ustadz. syukron. 

Brandal Loka Jaya: ngaji fiqih bisanya cumak tau haram halalnya ja.......kalau leh tau haram, halal bisa di lihat dri apa........??????? 

Karbala: ijin copas. 

Khommar Rudin: Allah humma shalli alaa muhammad wa aali muhammad. 

June 12, 2012 at 5:34 pm



اللَّهُمَّ صَلِّ عَلَى مُحَمَّدٍ وآلِ مُحَمَّدٍ وعَجِّلْ فَرَجَهُمْ