Senin, 25 November 2019

Imamah & Khalifah menurut buku SYI’AH MENURUT SYI’AH bagian 5

5. Imamah & Khalifah menurut buku SYI’AH MENURUT SYI’AH bagian 5

https://www.facebook.com/notes/teguh-bin-suhedi/imamah-khalifah-menurut-buku-syiah-menurut-syiah-bagian-5/10152453769278937

Ali Zayn Al-Abidin: Karena yang horizontal itu bukan hanya politis, tetapi bahkan kalau kata ayt syd Kamal, itu sya’nun min syu’un..

Pertanyaan saya khusus di bab politis.

Sinar Agama: @Ali, ahsantum, semoga selalu dalam hidayahNya, begitu pula saya dan teman-teman yang lainnya, amin. Ketidakberfungsian imamah itu, sudah tidak lagi merupakan tanggung jawab konsepnya. Karena ia merupakan hal yang memerlukan kepada banyak unsurnya.

Ilustrasi:

Saya mendengar satu kisah menarik dari ulama hebat Indonesia yang mana sekarang sudah tidak ada lagi, semoga Tuhan merahmati beliau, amin. Beliau adalah ustadz Husain al-Habsyi ra yang bercerita tentang diri beliau ra sendiri dikala masih dalam mempelajari Syi’ah.

Beliau ra kagum sekali dengan umat Iran yang begitu hebatnya menyintai dan MENAATI imam Khumaini ra. Karena itu, beliau ra memiliki masalah keilmuan yang sulit dipecahkan. Yaitu tentang imam Ali as (sebagai wakil Ahlulbait as) dan imam Khumaini ra. Kebingungan beliau ra adalah apa yang menjadi sebab dari keberbedaan yang mencolok dari kedua pemimpin tersebut, mana yang lebih hebat diantara keduanya.

Ketika beliau ra berkesempatan berkunjung ke Iran untuk pertama kalinya, beliau ra bertanya kepada salah satu ulama Iran dan mengutarakan kebingungannya tersebut. Beliau berkata ketika bercerita itu:

“Ketika ulama Iran itu saya tanya, masyaAllah, dengan mudah dan gampangnya beliau menjawab.”

Almarhum ra meneruskan penuturannya: “Ulama Iran itu menjawab: ‘Imam Ali as dan imam Khumaini ra itu, bagaikan matahari. Keduanya mengeluarkan sinar tanpa tedengan halangan apapun. Akan tetapi, umat ini ibarat bumi. Karena itu, siapa saja yang menghadap matahari, maka ia akan mendapatkan kecerahan dan hidayah. Dan barang siapan yang membelakanginya, maka ia tidak akan mendapatkan cahaya tersebut dan sebagai gantinya, akan menjadi gelap gulita sebagaimana gelapnya malam. Nah, yang membedakan imam Ali as dan imam Khumaini ra, adalah di umatnya. Karena umat imam Ali as tidak menghadap beliau as dan bahkan membelakangi beliau as, maka umat imam Ali as hidup dalam kegelapan. Sementara umat imam Khumaini ra, menghadap kepada beliau hingga karenanya, menjadi cerah dalam hidayah. Jadi, kehebatan Iran terletak pada umatnya selain pada imamnya.’.”

Sang Ulama Iran, memang tidak menjelaskan posisi sebenarnya. Karena yang bertanya, waktu itu masih dalam madzhab Ahlussnnah Waljamaa’ah (Syafi’ii). Karena itu, walaupun imam Khumaini ra tidak ada apa-apanya dibanding imam Ali as yang makshum, dan imam Khumaini ra sendiri justru bangga menjadi Syi’ah mati-matian imam Ali as, akan tetapi, sang ulama, hanya mencukupkan penjelasannya, pada sebab keberhasilan Iran sekarang dan kegagalan umat di jaman imam Ali as.

Intinya, tugas/rahmat keTuhanan, tugas kenabian dan imam, sudah dipenuhi oleh yang memiliki wewenang di dalamnya, sementara yang lainnya, tergantung kepada umat itu sendiri.

Ali Zayn Al-Abidin: Amin, wa iyyakum bi haqqi Muhammad wa aalih. Kalau boleh saya lnjut bertanya, bagaimana dengan seorang wali faqih dalam tatanan kenegaraan Iran yang dibangun oleh Syd Imam Khumainy? Apa fungsi politisnya sama?

Maksud saya begini.. Seorang waly faqih kan tidak menjadi presiden (pemimpin politik)? Lalu dimana letak kepemimpinan politisnya?

Haidar Husein: Apakah wali faqih itu berwenang dalam skala internasional ataukah hanya di suatu negri???

Sinar Agama: @Ali, wali faqih itu adalah pengganti imam Makshum as. Ini menurut pandangan agama dan akal. Karena itulah, untuk mengirim surat saja, kalau beberapa orang sekaligus, Nabi saww memilih wakil diantara mereka untuk menjadi pemimpin. Nah, wakil tersebut wajib ditaati dan maksiat padanya sama dengan maksiat ke Nabi saww itu sendiri.

Nah, kalau dalam hal menulis surat dan demi kepentingan di jalan saja sudah seperti itu, maka apalagi kepemimpinan agama. Di jaman Nabi saww dan para imam Makshum as juga seperti itu. Yakni wakil-wakil agama itu ada dan diangkat, lantaran tidak semua orang ada bersama Makshumin as (satu kota) dan, wakil itu jelas wajib ditaati.

Begitu pula dengan wali faqih ini. Wali faqih adalah wewenang faqih. Dari mana wewenang itu datangnya? Jawabannya sudah tentu dari Tuhan yang disalurkan melalui Nabi saww dan para imam Makshum dari sejak jaman Nabi saww dan diukirkan di Qur an (QS: 9:122).

Jadi wali faqih itu bukan ijtihadiah biasa, tapi merupakan bagian dan cabang juga dari keimanan. Maksudnya, walau ia merupakan bagian dari keijtihadan sesuai dengan NASH YANG JELAS (Qur an dan hadits serta akal), akan tetapi kewenangannya itu, kalau sudah tepat kepada orangnya, maka merupakan cabang dari keimanan pada imamah. Memang, kecabangan ini, tidak menentukan seseorang jadi kurang beriman kalau tidak percaya wali faqih, akan tetapi, setidaknya masuk dalam maksiat kalau dia bukan mujtahid atau tidak taqlid pada mujtahid yang kebetulan memfatwakan tidak wajib taat pada wali faqih yang mutlak. Karena dia sendiri pasti beriman dengan wali faqih hingga karenanya mengeluarkan fatwa atas nama Tuhan, Nabi saww dan para Makshumin as. Tapi yang tidak mutlak. Rincian wali faqih mutlak dan tidak mutlak ini, bisa dilihat di tulisan-tulisan terdahulu atau mintalah ke Pencinta.

Jadi, wali faqih itu bukan mainan politik dan bukan buatan imam KHumaini ra. Akan tetapi dari sejak dulu sudah ada dan disepakati kebanyakan mujtahid dan marja’. Yang membedakan masa imam Khumaini ra dengan sebelum-sebelumnya, adalah umat yang mendukungnya. Sebelum jaman imam Khumaini ra bisa dikatakan tidak ada dukungan yang memadahi dari umat, baik kwalitas atau jumlahnya. Akan tetapi di jaman Imam Khumaini ra, dukungan itu ada dan jadilah negara Islam pertama di dunia ini yang dipimpin dan berundangan dasar di atas hukum Islam ajaran Ahlulbait as yang hakiki, tidak berupa kerajaan yang dipimpin orang Syi’ah seperti raja Iran yang digulingkan oleh imam Khumaini ra dan umat itu. Jadi, negara Islam itu bukan hanya menghukumkan negaranya dengan hukum-hukum Islam. Akan tetapi, termasuk dasar keIslaman pemimpinnya, harus syah sesuai dengan agama. Beda dengan raja-raja wahabi yang mengatasnamakan negara Islam, tapi posisi dia dari mana, ceritanya apa, kewenangannya dari apa dan akan diapakan, .... dan seterusnya...tidak mengikuti ajaran Islam.

Ali Zayn Al-Abidin: Saya terlalu sepakat kalau bab wilayatul faqih ustadz, wong saya cinta sama Sayyid Imam Khumainy, setiap saya sudah mulai “males” shalat saya baca buku-buku imam seperti adab shalat, sirr shalat, arbaun haddist, dan buku itu obat mujarab buat saya.

Ali Zayn Al-Abidin: Maksud ana yang gak paham-paham ini ustadz, apa waliy faqih yang tidak menjadi presiden (pemimpin politis) tidak menyalahi konsep tersebut? Alafu sebelumnya ustadz, semoga Allah mengganjar ustadz pada setiap hurufnya dengan CahayaNya, amin.

Ali Zayn Al-Abidin: Meski waliy faqih memiliki otoritas politis, tapi kan tidak menjadi pemimpin politis? Bagaimana itu ustadz?

Abu Alief Al Kepri: Alhamdulillah, sudah tahu masalah yang menjadi heboh ni. Sangat banyak kesalahan tulisan ML yang bisa melemahkan Syi’ah dalam hal wala dan baraahnya. Yang hitam mau dianggap biru donker oleh ML sehingga terkesan sah-sah saja karena bukan hitam. Hahaha.

Wajar saja jika U. Sinar Agama agak esmosi, soalnya tulisan ML ini bisa meracuni orang yang baru mengenal Syi’ah. Sebaiknya Tulisan ML ini dihilangkan saja agar tak meracuni banyak orang.

Nuhu Nuhu: Loh, bukunya dah beredar tuh. Justru dengan adanya hal seperti ini bisa menambah wawasan berpikir yang kritis.

Abu Alief Al Kepri: Judulnya diubah saja Syi’ah menurut Muhsin Labib itu baru cocok.

Ali Zayn Al-Abidin: Kalau gitu gak bakal ada Syi’ah menurut siapapun. Bisa jadi juga buku-buku ulama dulu tentang aqidah Syi’ah juga salah judul. Atau salah isi mungkin.

Abu Alief Al Kepri: Memang benar ko, tulisan ML sangat jauh dari apa yang diyakini Syi’ah.

Nuhu Nuhu: TOLONG DI JELASKAN MAKSUD TEKS INI.
Begitu pula dengan wali faqih ini. Wali faqih adalah wewenang faqih. Dari mana wewenang itu datangnya? Jawabannya sudah tentu dari Tuhan yang disalurkan melalui Nabi saww dan para imam
Makshum dari sejak jaman Nabi saww dan diukirkan di Qur an (QS: 9:122)

Ali Zayn Al-Abidin: Gimana dengan pandangan syaikh shoduq bahwa Syi’ah yang tidak meyakini bahwa rosul pernah ketiduran gak sholat subuh maka dilaknat juga Salah mutlak dan harus dibuang embel-embel syaikhnya dan diragukan ke-Syi’ah-an beliau.

Ali Zayn Al-Abidin: Syaikh Shoduq juga harus diragukan gak kesyiahannya dengan aqidah beliau itu? Harus dicap “baru mengenal Syi’ah” dan lain-lain gak?

Ali Zayn Al-Abidin: Syaikh mufid yang mendebat aqidah syaikh shoduq juga apa harus dicap merusak aqidah Syi’ah, mencela ulama-ulama, dan lain-lain?

Ali Zayn Al-Abidin: Diskusi ilmiyah dari dulu kalau kecampur emosi memang jadinya ga masuk dan rusak.. Antum bisa cek bagaimana “pedes”nya komentar syaikh Mufid pada syaikh shoduq di kitab beliau “risala fi adam shahw nabiy” atau “tashih i’tiqadat imamiyah”

Ali Zayn Al-Abidin: Syi’ah ini unggul dalam bidang perkembangan keilmuannya, khususnya di bidang filsafat, aqidah dan irfan. Nah di bab filsafat dan aqidah itu memang sangat disayangkan adanya komentar-komentar yang berbau opini emosional yang merusak isi diskusi ilmiyahnya.

Ali Zayn Al-Abidin: Tapi memang saya akui sangat sulit sambil berdiskusi ilmiyah sambil mengendalikan emosi.. Nah intinya mari kita bangun warisan budaya diskusi ilmiyah yang baik ini dan kita minimalisir sisi negatifnya itu.

Ali Zayn Al-Abidin: Kalau antum sebagai pengikut (seperti ana) yang masih jahil sudah berani melecehkan ulama, sekarang juga ana tunggu jawaban antum untuk memilih melecehkan syaikh Shoduq atau syaikh Mufid.. Perdebatan mereka lebih fatal.

Aqilla Husein Aqilla Husein: Diskusi /Apapun yang sejenisnya, akan berjalan Mulus. Tanpa di iringi rasa Emosi. Afuan.

Ali Zayn Al-Abidin: Itu sulit, bisa diminimalisir aja bagus.

Abu Alief Al Kepri: Nuhu Nuhu apa yang mau dijelaskan, emang begitu lah Islam menggariskannya.

Ali Zayn Al-Abidin: Saya ga pernah baca kisahnya. Jadi ga mungkin bisa bandingkan. Saya rasa esmosinya Ustadz Sinar Agama itu wajar saja, jangankan beliau, saya juga ga bisa terima apa yang ditulis ML itu, meski tak semuanya salah, namun sedikit argumen beliau itu punya dampak fatal dalam hal imamah lho.

Ali Zayn Al-Abidin: Iya, sy maklumi emosi beliau, itu wajar. Tapi baiknya dikurangi. Antum minta penjelasan deh sama ustadz Sinar Agama tentang perdebatan itu dan komentar-komentarnya yang pedas.

Abu Alief Al Kepri: Buat Ustadz Sinar Agama saya setuju dengan SEMUA JAWABAN USTADZ DI ATAS. Ali Zayn Saya rasa orang yang mengatakan bahasa SA sangat pedas dan tak punya etika, mungkin perlu mandi kembang 7 rupa. Hahaha. Maaf saya of dulu, anak minta laptop. Salam.

Ali Zayn Al-Abidin: Lebih fatal mana, mempunyai pandangan masalah kepemimpinan politik itu tidak harus selalu ditempati imam karena point akseptabilitas, atau aqidah bahwa nabi pernah ketiduran gak sholat subuh dan jika ada Syi’ah yang tidak percaya dengan hal itu maka dilaknat oleh aimmah?

Ali Zayn Al-Abidin: Antum ana sarankan baca buku itu biar tau gimana komentar syaikh Mufid yang jauh lebih pedas.

Aqilla Husein Aqilla Husein: @Sinar Agama. Ahsantum.

Abu Alief Al Kepri: Ali Zayn Saya rasa tak ada hubungan sama sekali antara status dengan apa yang anda sarankan. Kritik Ustadz SA adalah sangat tepat, karena tulisan ML bukan mewakili Syi’ah yang sebenarnya. Apakah dengan krikitkan ini menyebabkan Syi’ah itu terpecah lagi???? Adalah keterlaluan orang yang menyangka demikian. Tulisan ML bisa jadi hanyalah sebuah perbuatan taqiyahnya sebagai individu yang akan duduk di pemerintahan, dan hanya untuk kepentingan dirinya sendiri, bukan untuk Islam. Tidaklah sama taqiyah persatuan yang tidak mengorbankan prinsif wilayah, ianya sah-sah saja karena tidak sedikitpun menganjurkan bahwa selain faqih bisa dijadikan imam atau pemimpin.

Beda dengan tulisan ML, yang jika saya simpulkan adalah mengaburkan makna wilayah, sehingga orang akan beranggapan tak berdosa jika menganggap pemimpin pilihan manusia sebagai khalifah yang sah. Ini sangat bahaya.

Ali Zayn Al-Abidin: Ahmadinejad dipilih oleh rakyat juga kan? Hasan Rouhani? atau bahkan Sayyid Ali Khamenei? Apa dengan ijtihad itu tidak menyalahi pakem “imamah/khilafah” pada dairoh siyasah formalitas pada orang yang dipilih oleh bukan Allah membuang keyakinan wilayahnya pada Imamah Insan Kamil?

Ali Zayn Al-Abidin: Kalau antum telah mengkaji banyak pandangan-pandangan dan ijtihad-ijtihad ulama syi’i khususnya pada bab aqidah, antum akan kebingungan mencari pandangan mana yang asli milik Syi’ah, antum tunggu ulasan ustadz SA tentang syaikh Mufid dan Shoduq.

Nuhu Nuhu: Begitu pula dengan wali faqih ini. Wali faqih adalah wewenang faqih. Dari mana wewenang itu datangnya? Jawabannya sudah tentu dari Tuhan yang disalurkan melalui Nabi saww dan para imam Makshum dari sejak jaman Nabi saww dan diukirkan di Qur an (QS: 9:122)

BAGAIMANA MENJELASKAN AYAT TERSEBUT DI ATAS SEHINGGA DAPAT DI AMBIL SEBUAH KESIMPULAN BAHWA WALI FAQIH (Iran) ADALAH WAKIL IMAM AS ?????

Ali Zayn Al-Abidin: Kadang kepemimpinan secara syuro dan lain-lain yang bukan asli dari Allah ini memang tetap harus ada.. Saya meyakini kepemimpinan tasyri’i maupun takwiny aimmah di bidang politik bukan me”wajib-mutlak”kan posisi teratas/pemimpin politis, tetapi me-”wajib-ideal”kan. Tapi saya hormati pandangan ustadz SA, apalagi beliau hujjatul islam sedang saya cuma siapa..

Ali Zayn Al-Abidin: Saya analogikan dengan posisi wali faqih di Iran yang TIDAK MENJADI PRESIDEN. Bahkan yang Hjt.Islam Hasan Rouhani ini dari kalangan moderat yang dalam sebagian kasus “tidak sependapat “ dengan Sayyidul Qaid.

Abu Alief Al Kepri: @Ali Zayn. Pemilihan Rahbar jangan disamakan dengan pemilihan PM oleh rakyat. Rahbar itu dipilih oleh para faqih dan merupakan yang terfaqih.

@Nuhu Nuhu

Artinya: “Hendaklah ada sekelompok dari orang-orang yang beriman yang mendalami masalah-masalah agama untuk memberikan peringatan kepada kaumya.” (Qs. at-Taubah: 122)

PENJELASAN

Ayat tersebut menunjukkan wajibnya menunjukkan “indzar” (memberikan dan menyampaikan peringatan kepada umat manusia akan adanya siksa Allah Swt ketika mereka tidak mentaati dan melanggar huku-hukum-Nya). Sudah barang tentu tidak sema orang mampu menentukan, menetapkan dan menjelaskan hukum-hukum Allah Swt tersebut selain para ulama dan mujtahid yang mengkaji masalah-masalah agama puluhan tahun.

Dengan demikian, ayat tersebut tidak secara langsung mewajibkan orang-orang Muslim yang awam untuk bertaqlid kepadapara ulama, maraji’ dan mujtahidin yang telah memenuhi syarat Sehubungan dengan ayat tersebut sebagian ulama Ahli Sunnah berkata: “Maka dengan demikian Allah Swt telah mewajibkan kaum Muslimin untuk menerima “indzar” dan peringatan yang disampaikan oleh para ulama, dan hal itu berarti ‘taqlid’ kepada mereka.”

Ali Zayn Al-Abidin: Gampangnya gini lho..kalau kepemimpinan politis adalah hak mutlak imam, kenapa wali faqih tidak jadi presiden? Kenapa ada pemilu? Kenapa insan-insan kamil sepanjang sejarah hanya sedikit yang menduduki posisi itu. Saya yakin memang idealnya Insan Kamil pemimpin di semua bidang, itulah nanti zaman ideal dipimpin oleh alqaim afs.

Ali Zayn Al-Abidin: Kenapa wali faqih yang menurut konsep imam khumayni (ra. qs. syarif) harusnya mengemban mas’uliyat aimmah di masa ghaib kubro, tetapi di Iran tidak dijadikan presiden (pemimpin politis). Huna isykal ustadz..

Ali Zayn Al-Abidin: Ana tidak membahas tentang urgensi wali faqih dan lain-lain karena saya juga meyakini benar atas adanya waliy-waliy imam Mahdi.

Ali Zayn Al-Abidin: Dan komentar saya jauh dari penghinaan, dan lain-lain kepada ustadz Hjjt.Islam Sinar Agama. Saya menghargai adanya perbedaan cara pandang oleh para ulama, apalagi saya cuma muqallid semata.

Abu Alief Al Kepri: Ali Zayn: Bukankah Presiden itu di bawah Rahbar. Dan ketentuan dalam WF menyebutkan “Mendahulukan kepentingan WF atas Kepentingan Masyarakat Umum”, jadi apa saja kepentingan presiden yang bertentangan dengan WF adalah batal.

Jika presiden itu dibawah wali faqih, anggap saja mereka sebagai wakilnya WF. Saya rasa tak jadi soal.

Ali Zayn Al-Abidin: Dan nuqtah muhimmah (point penting) lainnya adalah bahwa PERBEDAAN

PENDAPAT DALAM SYI’AH ITU SUDAH TERJADI SEJAK ZAMAN SYAIKH ASSHODUQ, TETAPI HAL ITU MALAH MENGUATKAN KEILMIYAHAN MADZHAB SYI’AH.

Ali Zayn Al-Abidin: Makanya saya katakan IMAM TIDAK HARUS MENJADI PEMIMPIN POLITIS, TETAPI BAGAIMANA MENGENDALIKAN SISTEM POLITIK ITULAH MAS’ULIYYAHNYA. Kalau begitu antum artinya sependapat dengan ana.

Nuhu Nuhu: Saya pernah menanyakan terkait hal penunjukkan wali fakih yang ada di Iran. Lalu orang tersebut berkata : ANTUM BILA MAU TAHU TENTANG BAGAIMANA IJTIHAD DALAM PENUNJUKKAN WALI FAKIH, MAKA ANTUM MESTI JADI MUJTAHID... wak...wauw...

Aqilla Husein Aqilla Husein: @Ali Z. & Abu Alif. “Sepedapat juga kaaan.”. Afuan.

Aqilla Husein Aqilla Husein: @Nuhu-Nuhu. “Ngawur Kamu”. hehehehee

Abu Alief Al Kepri: Agama dan politik itu 1 adanya, adanya presiden yang mengurusi politik negara Iran namun masih dalam kepentingan WF bukanlah pemisahan politik dan agama, namun adalah pembagian kerja. Tak ada alasan orang buta agama diangkat menjadi pemimpin seperti di kebanyakan negara Islam, dan inilah yang menyebabkan terjadi pemisahan antara agama dan politik.

Nuhu Nuhu: Jawabannya sudah benar, anda saja yang ga faham.

Ali Zayn Al-Abidin: Nah pandangan itu berbeda dengan ustadz SA yang (dari yang saya tangkap) mewajib-mutlakkan imam sebagai PEMIMPIN POLITIS (bukan cuma sekedar mengamati seperti di Iran). Artinya dari sudut pandang ustadz SA mengimplikasikan bahwa seharusnya juga gak perlu ada Ahmadinejad wala Rouhani, semua kebijakan politis jadi mas’uliyah wali faqih. Ini yang saya hendak konfirmasi kepada beliau.

Nuhu Nuhu: Lalu siapa yang memberi otoritas kepada wali fakih Iran adalah wakil imam as ?

Abu Alief Al Kepri: @Aqilla Husein Aqilla Husein: ya iya dung, si Nuhu ini termasuk jenis produksi Gagal faham @Ali Zayn: Saya belum jumpa tulisan SA tentang hal itu.

Abu Alief Al Kepri: Maaf ya Sdr Ali Aqilla Husein Aqilla Husein...saya terpaksa of lagi. Soalnya sibuk di rumah. Salam.

Ali Zayn Al-Abidin: @nuhu : afwan sebelumnya, saya saran agar antum berkomentar tentang WF di catatan yang lain. Agar tidak memecah diskusi sehingga merusak kesimpulan.

Ali Zayn Al-Abidin: Kalau otoritas politis mutlak dipegang oleh WF maka kebijakan politik antara adanya Ahmadinejad dengan Rouhani tidak akan beda seperti sekarang..tapi nyatanya?

Nuhu Nuhu: Apakah di Indonesia atau di negara lain tidak ada wali fakih (rahbar) seperti di Iran ?Kok cuman Iran doang sih yang punya rahbar.

Ali Zayn Al-Abidin: Kalau kita mau flashback kembali ke zaman presiden Khattami, bagaimana dengan kebijakan Khattami (yang berbeda 180 drjt) dengan kebijakan Ahmadinejad. Kalau kebijakan ini otoritas mutlak bagi WF bagaimana perbedaan itu bisa terjadi? Lalu jika bukan otoritas WF maka artinya sepakat dengan pandangan saya dan ustadz Labib.

Ali Zayn Al-Abidin: Saya juga sarankan disini untuk menyimak penjelasan syd Kamal Haidary tentang perbedaan pendapat pada intern Syi’ah. Judulnya “masyru’iyah ta’addud al-qira’ah fi madrasah ahlbayt” (dalam bahasa arab) ada 2 bag video, bisa dlihat di youtube penjelasan beliau. Sebagai khazanah saja.

Haidar Husein: Ooo jadi WF itu hanya berlaku di Iran saja??? Bukan internasional?



Artikel Selanjutnya:
====================

Minggu, 17 November 2019

Imamah & Khalifah menurut buku SYI’AH MENURUT SYI’AH bagian 4

4. Imamah & Khalifah menurut buku SYI’AH MENURUT SYI’AH bagian 4

https://www.facebook.com/notes/teguh-bin-suhedi/imamah-khalifah-menurut-buku-syiah-menurut-syiah-bagian-4/10152453662393937


Sang Pencinta: Teman-teman, ini terakhir saya akan blokir dari pekaranganku kalau masih ngeyel laknat ini dan itu.

Sa Yang: Kalau mau melaknat ayoo sini ajak saya melaknat ya bocah pembunuh dajjal ? Kita cuba nak tengok setajam apakah efek laknat pengikut neo Yazidiyyan semacam ko dan kawan-kawan.. Biar ko bisa tau dan berasa seelok ape laknat ku hei salah satu calon penghuni neraka.. Ko nak tau kah musabab saya katakan ko salah satu calon penghuni neraka ? Yaaah saya nak beri tahu ko bahwa perangai yazid dan muawiyyah sudah mendaging pada ko. Karenanya orang yang ko laknat tu same dengan pribadi ko juga..

Sa Yang: Saran ku pada mu pak Sinar Agama cukup konsen saja menanggapi soalan yang memperkecil kisruh.

Dari pada antum membuat statement yang dapat dimanfaatkan oleh puak pelaknat dan kaula radikalis. Pada akhirnya selain antum dihujat, diisolir dari komunitas dan sebagainya..

Sebagai orang yang lama belajar di bawah bimbingan ulama Syi’ah, sebaiknya antum tidak segampang ini diperalat oleh oknum tak bertanggungjawab.

Kalau antum mencintai ilmu yang sudah antum gali, waspadalah dari manusia seperti si Rud. Di balik pertanyaan dan pernyataan pujian dia pada antum ada misi penting yang dia perjuangkan, yaitu keamanan diri setelah kawan-kawannya terdesak.

Dalam istilah psikilogis dia tu sedang main karakter. Banyak pihak yang terpana dengan kelicikan jenis ini.

Seolah begitu sangat sabarnya, begitu sangat santunnya, begitu sangat perhatiannya yang ditampilkan.

Hakikatnya busuk..

Rud balik lah ke dunia servis jam tangan mu. Jangan terlalu jauh berharap perpecahan dalam internal Syi’ah demi melindungi si bentet yang minus agama, minus akhlaq.

Cukup nashiruddin albani dari puak nashibi sahja yang mendapat pengalaman dihujat kerana masuk ke area di luar disiplin keahliannya sebagai tukang jam..

Babah: Salam ustadz Sinar Agama... kiranya antum bisa baca ulang tulisan ust Muhsin Labib, dan coba antum untuk lebih jelih memahami secara seksama, agar kritikan yang dihasilkan antum tidak ngawoor.. Sekali lagi perhatikan tulisan ustadz ML dan coba perhatikan juga dalam konteks apa ustadz ML menulis buku itu, agar antum tidak terjebak dalam ruang spekulasi. Kebenaran sebuah teks dapat dijangkau karena memiliki “kebenaran dalam dirinya sendiri yang permanen dan konstant, ini membuat pemahaman yang bersifat metodis dan pasti merupakan keniscayaan”.

Para pembaca diyakini akan mampu menjangkau kebenaran sebuah teks jika memahami hubungan antata ungkapan dan muatan(isi) dengan memakai empati. Dan untuk memahami konsep empati ini, orang pertama-tama harus memahami hubungan antara isi(pesan) dengan bentuk ungkapan. Kiranya antum bisa memaklumi kesalahan dan salah sasaran dalam kritikan antum terhadap tulisan ustadz ML.

Afwan jiddan..

Yudhas Kopula: Babah@sepakat. Coba ustadz Sinar Agama baca ulang, maksud dari ustadz Muhsin Labib.

Irsavone Sabit: Saya menjadi penasaran, seperti apa tanggapan balik Ustadz Muhsin Labib?

Muhammad Wahid: Hehe,. seandainya judul bukunya “SYI’AH menurut perspektif Liberalism/ Pluralisme”,.. mungkin ustad SA ga perlu capek-capek ngomentarinya, yah biarin saja.. tapi isi maksud dan judul ga nyambung alias kontradiksi,. karena ada justivikasi menurut Syi’ah, maka ya harus diterima kalau dikritisi dan diobrak abrik isinya,.. karena sudah menjadi tanggung jawab para ulama berilmu untuk meluruskan seperti dalam hal ini ustadz SA.. Namun semuanya dikembalikan kepada masing-masing, ga ada paksaan kok untuk mengikuti ini dan itu,.. mau ikut ustadz ML ya monggo, mau cendrung ke ustadz SA juga ga ada yang larang,.. semuanya tergantung akal masing-masing mencerna mana yang lebih bisa dipertanggung jawabkan kelak.. ustadz SA juga sudah menjabarkan dari sisi pendapat para ulama a’lam.. jadi kurang apalagi,. sebaiknya bukunya dirubah saja judulnya, dan kasi lebel dalam kajian sastrais/ hiperbolik atau harapan.. non-ilmiah.. hehe,. Afwan.

Andika Karbala: Salam Ustadz Sinar Agama, Salam Mas Babah orang terganteng se Jawa barat.. Saya kurang mengenal Ustadz ML ini oleh karenanya Informasiku terhadap beliau dan tulisannya sangat minim sekali.. tapi dari tulisan Ustadz ML dan sanggahan dari Ustadz SA saya sangat setuju dengan Ustadz SA bahwa Imamah atau Khalifah itu haruslah makshum karena Allah telah mewajibkan kita untuk mengikutinya.. Imamah ini adalah janji Allah terhadap senantiasa adanya jalan yang lurus.

Menurutku inilah pembeda kita dengan keyakinan madzhab lain.. bahwa kita mencintai Ahlul Baith dan menjadikan mereka sebagai Imam/kahlifah kita secara kaffah sempurna (Lahir-Bathin, Dunia-Akherat, Vertikal dan horizontal) oleh karena itu tidak ada ruang untuk pemimpin lainnya selain mereka para Imam as dan wakil-wakil mereka. Bahkan seandainya Rahbar dan Ustadz SA tidak melarang untuk melaknat saya akan laknat tokoh-tokoh yang telah menyakiti Imam-Imam kita di wall ini agar keyakinanku tidak dimasuki keraguan atas Keimamahan a-Immah as.. Afwan hanya pandanganku mohon diluruskan jika ada yang salah.. Afwan Ustadz SA.

Bima Biru Hitam: Sa Yang, kalem bro... Ustadz ML menyebut pengertian secara etimologis, ustadz SA pun mnanggapi secara etimologis. Ustadz mengkritik ustadz itu biasa. Mari kita nikmati saja. Perkara ada provokator di balik batu, biarkan saja mereka. Piss.

Bima Biru Hitam: Teman-teman yang lain, marilah kita nikmati saja, ustadz Sinar Agama kan hanya menanggapi karena ada rikues, dan beliau menjawab sesuai disiplin ilmu beliau. Bagi yang memberikan sanggahan, alangkah nikmatnya jika sanggahannya menunjuk kalimat mana yang salah dari ustadz SA, dan bagaimana sangghannya. Biar kita-kita ini ikut menikmati layaknya diskusi. Kopi untuk semua...

Hasnulir Nur: Sayang sekali! Tema ushul pada akhirnya diiringi lebih banyak komentar yang tidak berisikan pendalaman tentang tema!

Karena ini di sosial media, jadinya penyebaran pengetahuan ushul madrasah ahlul bait ke masyarakat luas berpacu dengan penyebaran indikasi adanya ketidakharmonisan. Bisa jadi yang kedua mengungguli yang pertama karena mental gossiping tingkat awam di Indonesia lumayan bisa diandalkan.

Tapi, yah bukankah yang lebih berpengetahuan dan bijak lebih tahu tentang mana yang lebih didahulukan dan bagaimana caranya!

Yudhas Kopula Hasnulir: Nur@sepakat. Seharusnya dijaga keharmonisanya.

Hidayat Constantian: Kounter yang dahsyat untuk pengatas-namaan, Syukran Katsira Ustadz SA.

Hasnulir Nur: Ustadz Sang Pencinta; Soal Imamah dan khalifah yang dijelaskan bagi saya sangat meyakinkan walau saya harus merangkak. Dalam hal ini saya ikut Ustadz SA sebagaimana persoalan-persoalan lain yang sering disajikan oleh beliau melalui akun ini.

Saya cuma, terkadang harus berhenti mencerna tatkala membaca kalimat yang (bisa jadi karena salah mengerti) saya anggap bukan bagian argumentasi Imamah. Misalnya “mengaku Syi’ah padahal bukan” dan ada beberapa lagi.

Saya bisa bilang bahwa saya bisa memahami duduk soalnya dan memperoleh penjelasan yang cukup meyakinkan seperti biasa dari Ustadz SA. Dan ternyata dapat “bonus” yang tak saya harapkan berupa kesan adanya indikasi perseteruan. Diperkuat kemudian dengan “jual beli” komentar yang mengiringinya.

Soal istidlal, terutama naqli, banyak sekali saya dapat dari ustadz SA. Ustadz ML sendiri “kalau tidak salah ingat” pernah buat status yang di dalamnya berisi pengakuan kalau dirinya masih “sabuk kuning” dalam hal “kitab kuning”.

Sa Yang: Tidak perlu dirobah begini begitu judul bukunya. Yang perlu dirobah itu cara pak sinar memahami tulisan objek sanggahannya. Sekali lagi pak sinar tidak membaca dengan baik tulisan pak Labib , itu yang perlu dirobah.

Sa Yang: Biru hitam justru itu saya tengok kritikan yang pak sinar ajukan ke pak Labib inkonsisten dengan apa yang pak Labib kemukakan.

Pak Labib sedang mencermati peristilahan imamah dan khilafah di sepanjang sejarah Sunni Syi’ah. Sementara pak sinar berupaya bicara tentang peristilahan imamah dan khilafah sebagaimana mestinya Syi’ah memahami dua istilah itu, sampai-sampai menukil tulisan empu tafsir almizan, Thabathaba’i.

Buat apa merepotkan diri buang energi menanggapi secara tidak tepat penasaran.

Apalagi sepertinya pengakuannya di awal komentar pak sinar seolah sebegitu gusarnya dia dengan tulisan pak Labib.. buat apa seorang ustadz kayak begituan ber uneg-uneg ?

Mengenai adanya provokator yang nunggang lewat pertanyaan itu sangat urgen dicermati. Masa sih pak cik Sinar Agama seceroboh itu bersikap sampai-sampai menurunkan sanggahan yang tak da kualitasnya. Hanya kutipan satu dua kitab, hadits dan pelengkapnya saja yang tampak ilmiah. Karna memang kutipan pak cik sinar itu bagus mutunya. Namun komentarnya yang tidak bermutu. Karena salah sasaran.

Atau apa itu karena soal maqom antara ustadz yang seharusnya saling membahu malah saling menuding kualitas kesyiahan selain dirinya..

Sang Pencinta: Hasnulir Nur, ini dialog yang antum maksud.


http://sinaragama.org/947-logika-bgn-6-seri-tanya-jawab...
http://sinaragama.org/933-logika-bgn-5-seri-tanya-jawab...


Sang Pencinta: Nuhu Nuhu, meneruskan pesan ustadz, jangan kaitkan beliau dengan siapapun, ustadz Sinar tidak ridha jika ada yang mengaikatkan dengan ustadz ini dan itu.

Sang Pencinta: Rudi, lebih baik antum tidak mengira-ngira (atau memastikan) terkait ustadz Sinar seperti bemarja’ pada siapa.

Rudi Suriyanto:
Oke bro,, harap dimaafkan.

Hasnulir Nur: Ustadz Sang Pencinta: yang kumaksud adalah penjelasan panjang ustadz SA di status ini. Link yang Ustadz tautkan tidak saya tanggapi, karena toh keduanya saling dialog dan itu beda di sini.

Di beberapa tempat dalam penjelasan itu ada yang nyerempet ke personal (kualitas dan sikap) penulis tulisan yang ditanggapi. Dan jujur saja, saat saya sedang menyibukkan diri untuk bisa memperoleh pengetahuan yang begitu penting, muncul “buruk sangka”, jangan-jangan ada maksud membanding-bandingkan dua orang yang (saya anggap tokoh) itu? Sangkaan yang ustadz pasti tidak inginkan sebagaimana saya pun tak ingin. Dan itu cukup mengusik. Sangkaan itu usikannya kian menguat ketika mengikuti komentar-komentar yang lebih banyak menyangkut orang dan sikap ketimbang komentar yang bersifat mengeksplorasi tema.

Karena itulah di awal saya (merasa perlu) walau agak canggung turut komen sekedar ingin minta tanggapan, jangan sampai saya salah masuk kelas.

Sa Yang: Rud sebaiknya ko fokus sahaja sebagai tukang jam tangan. Tak usah mencampuri apa yang bukan bidang keahlian ko tu..

Nuhu Nuhu: Ga pake taqiyah...bila anda tidak suka dengan statement ane. Monggo di hapus. Rapopo.

Sinar Agama: Salam untuk semuanya dan terimakasih tanggapannya. Tapi saya masih tidak perlu menanggapi, karena memang tidak ada yang perlu ditanggapi. Kata-kata kasar yang terlihat mata, pasti saya hapus, karenanya mohon dimaafkan. Kasar ke saya boleh saja dan tidak saya hapus. Tapi kalau kepada sesama tamu, atau laknat sana sini, bisa dipastikan akan saya hapus. Afwan.

Rudi Suriyanto: Hajar aja stadz.

Sinar Agama: Ada sebagian teman yang harus baca tulisan awalnya dengan sangat teliti tanpa berpihak. Lalu teruskan ke tulisanku tanpa berpihak. Karena saya benar-benar sudah melakukan yang terhati-hati, dan kalau ada nada yang naik, karena memang benar-benar perlu dinaikkan. Misalnya, pengusikan ushuuluddin, peremehan pada ulama, seperti kata gontok-gontokan,....dan seterusnya..., maka saya tidak akan mentolerir hal-hal seperti itu. Kalau antum ejek saya, monggo saja, karena kalaulah saya tidak memaafkanpun, maka kalau saya benar, dosa saya yang akan antum ambil.

Dan kalau saya memaafkan, tentu kalau saya benar, maka saya akan bertambah pahala. Tapi kalau mengejek ushuuluddin, ulama, saya dengan menangis air mata darah, tidak akan mentolerirnya. Btw.

Semoga kita semua kembali ke kebenaran, baik isi atau cara. Selama hayat masih dikandung badan, maka Tuhan selalu menunggu kita tanpa bosan.

Rudi Suriyanto: Amin,, insyaAllah stadz,, bihaqqi Muhammad wa aali Muhammad.

Sinar Agama: Semua bisa salah (termasuk saya, apalagi), tapi jalan perubahan selalu dibuka Tuhan. Akan tetapi, menunjukkan kepada jalan benar, wajib dengan argumentasi, tidak boleh hanya persepsi dan nasihat ala umum. Nasihat harus benar, dan kebenaran harus dapat dibuktikan dengan argumentasi yang gamblang yang tidak menyisakan jalan lain kecuali menerimanya. Nasihat-nasihat sebagian antum yang panjang, sulit untuk dilakukan. Karena tidak didasari dengan argumentasi, baik akal atau syariat. Andaikan ada diantara kita yang nabi, masih mending diterima dulu baru kelak dipikirkan hikmahnya. Lah...wong nabi sudah tidak ada, lalu bagaimana mungkin menerima nasihat orang yang tidak ada argumentasinya sama sekali?

Saya sudah sering menjelaskan bahwa nasihat jangan dicampur dengan diskusi ilmiah. Kita tidak boleh meniru wahabi yang bisanya hanya berdalil di depan orang awam, tapi kalau sudah menghadapi orang yang mempu, maka langsung mengatakan nasihat-nasihat dan menolak debat karena tidak disukai Tuhan. Lah...wong dari awal dia sendiri yang nyesatin orang kok. Bisa-bisanya tidak mau debat tapi membid’ahkan, mensyirikkan dan mengafirkan orang, sangat mau? Nah, wahabi seperti itu. Kita tidak boleh menirunya. Btw, selamat berenung terus sampai menyala titik penting yang dapat membantu kita semua, amin.

وتنيره ناونغ : Akhirnya ketemu juga...ijin menandai dulu.

Sa Yang: Si rudi tukang jam tangan penghasud yang terselubung sila pak cik sinar belasah.
Dia dan kawannnya yang ketika antum menulis keculasan si yassir annajis , lewat akun-akun lain mereka memperolok-olokkan pak cik sinar.
Syaitan jenis Rudi perlu diagamai dengan baik pak cik sinar.

Sa Yang: Pak cik sinar sebaiknya antum tak usah nak kata siapa pun seenak hati antum tidak berargumentasi. Karena mereka atau dia bukan Nabi as. dan terkesan hanya antum seorang yang ahli. Merendah itu jangan setengah-setengah pak cik sinar.

Sedari awal saya tengok antum di sebalik kata merendah antum ada tekanan nada ego yang seolah anti kritik, anti nasehat kerana antum dipandang seorang ustadz.

Ketika orang mengejek antum jangan seenaknya juga antum tuding orang melakukan itu karena tanpa argumentasi.

Saya tengok antum tergesa-gesa menyikapi tulisan pak Labib dan tangan gatal serta pikiran gatal antum terlalu berani menggiring opini yang pada akhirnya membuat stigma bahwa Syi’ah nya pak

Labib itu batil dalam kacamata antum. Pada hal apa yang pak Labib tulis, apa pula yang antum sanggah.

Masa hanya kerana asumsi lewat ratusan kata-kata antum, imannya pak Labib dikerdilkan dan dianggap sudah di luar kaidah shahih. pada hal saya sekali lagi menengok antum keliru merespons tulisan pak Labib.

Lucutilah setingkat demi setingkat perasaan risih dikritik pada diri antum agar tampak di mana galat tulisan antum.

Terlepas ini dianggap ceramah atau nasehat oleh antum. Saya hanya berpesan, sebaiknya antum fokus sahaja menjawab soalan dengan kapasitas antum bisa lakukan.

Tanpa mendikte orang lain harus diakui benar bila setakat dengan antum pak cik sinar.

Saya berterimakasih antum tidak mengomentar lagi, dari pada semakin ngawur dan menguntungkan puak cuti logika model si Rud dan kawan-kawannya yang suka melaknat.

Yang semodel dengan bentet dan emilia adalah person yang diuntungkan ketika Syi’ah dan Syi’ah non pelaknat saling “memecut”.

Merekalah sebagai oknum yang pantas disebut dajjal oleh user “bocah pembunuh dajjal”.. dan sekali lagi harus diagamai.

Termasuk si tukang jam(si rud) , albani versi pelaknat.

Adzar Ali: Dari komentar-komentar Sinar Agama ini sudah ke tiga kalinya Sinar Agama merasa paling tinggi sehingga dalam komentarnya menyiratkan dia anti kritik dan anti nasihat. Itu yang pertama.

Yang kedua, ini kedua kalinya kasus Sinar Agama mudah dipengaruhi dan mudah dimanfaatkan oleh pihak-pihak tertentu apalagi khususnya dalam kasus ini malah dimanfaatkan oleh mereka yang anti wilayatul faqih.

Ketiga, karenanya saya sendiri akhirnya meragukan gelar-gelar akademisi yang sering disematkan pada sinar agama, karena secara emosionalitas Sinar Agama masih labil dan belum pandai menyikapi ikhwan wa akhwat yang lainnya, kecuali kalau gelar-gelar akademisi itu sekedar honoris causa yang salah tempat.

Keempat, memang dapat dinyatakan lamanya seseorang sekolah dan dimana dia sekolah belum tentu dapat dijadikan sandaran dalam menentukan kedewasaan dan kepiawaian seseorang dalam menyikapi masalah-masalah yang dihadapi walau itu mempunyai kaitan dengan keilmuan yang dia pelajari, namun pernyataan itu hanya dapat terjadi ketika sekolahnya diluar negeri para mulla yang kondisi pengajarannya tak seimbang, karenanya yaa seperti saya katakan di point ketiga tadi “kecuali kalau gelar-gelar akademisi itu sekedar honoris causa yang salah tempat”.

Sinar Agama: Salam untuk semuanya. Saya belum melihat ada yang perlu dikomentari. Pengulangan dan pengulangan. Yang diulang hanya dakwaan dan nasihat. Mending kalau ada dalilnya. Btw, bisa mengulang bacaan dengan lebih baik, dari pada mengulang komentar yang sama sekali tidak menyentuh sedikitpun pada permasalahan dan ditulis dengan perasaan yang ngalor ngidul tidak karuan. Tuduh sini dan sana, ejek sini dan sana. Persepsi, kecenderungan dan perasaan kok dituliskan, terlebih mengharap ditanggapi.

Oh iya, siapapun mengejek yang lainnya di sini (bukan mengejek saya), maka saya akan hapus dengan penuh maaf.

Rudi Suriyanto: Dihapus saja stadz merusak kenikmatan dalam membaca.

Sang Pencinta: Ustadz, berhubung ini di pekarangan saya hanya saya yang bisa hapus komen.
Beberapa komen ejekan yang ditujukan ke selain ustadz sudah saya hapus. Kalau ada yang perlu
dihapus, kabari saya saja ustadz.

Andika Karbala: Salam ustadz SA semoga Ustad dan keluarga senantiasa dalam perlindungan Allah swt tetaplah sudi berbagi ilmu pengetahuan kepada kami dan jangan bosan untuk mendidik kami..

Joko Kendil: Cukup saya baca tanggapan nak Sinar Agama di atas .... Memang menurut saya nak Sinar Agama ini lumayan pinter .... Tapi maaf dalam hal ini (tentang mengomentari pendapat ustad ML) nak Sinar Agama ini menurut pendapat saya pribadi ... Tidak menggunakan kepinteran nya secara bijaksana .... Sehingga yang tertangkap dalam pandangan saya ... Dalam hal ini nak Sinar Agama ini cuma KEMINTER .... sehingga MINTERI kalau sudah MINTERI (menggurui) motif yang saya tangkap adalah kalimat ( saya lebih tau dari dia ) .... Dan ini memang penyakit khusus yang biasanya menjangkiti para ahli .... Seperti kisah iblis yang juga terkena penyakit ini ..... Afwan .... Urun rembug tapi mungkin agak vulgar .... Hahahaha.

Babah: Salam. Ustadz Sinar Agama... dalam komentar antum kepada ust Muhsin Labib, anda mengatakan kepada beliau (ustadz ML) Dengan klaim bahwa ustadz ML menggurui seluruh ulama Syi’ah bal aimmah sekalipun, dan antum juga mengatakan bahwa ustadz ML telah mengaburkan pemahaman Syi’ah, antum juga mengatakan bahwa ustadz ML berpaham abu-abu.

Padahal tidak ada istilah Syi’ah abu-abu, karena yang menjadi standart konsep seseorang bisa diklaim Syi’ah itu jika orang tersebut termasuk dalam kategori konsep dalam kurung ini( siapakah orang yang layak dosebut Syi’ah? Hum , al-ladzina ya’taqiduna bi imamati ‘aliyyin wa naslihi nash-shan wa ta’yienan) yaitu orang-orang yang meyakini Ali dan keturunan-nya as sebagai imam (pengganti Rasulullah saww) berdasarkan nash dan ketentuannya.

Berarti antumlah yang sudah mengaburkan paham kesyiahan karena antum sudah menyalahi konsep dasar yang saya tulis dalam kurung tadi. Sebab antum sudah mengklaim bahwa ustadz Mountain Lion berpaham abu-abu.

Afwan.

Babah: Padahal ustadz ML sama sekali tidak menggurui para ulama Syi’ah apalagi aimmah ma’shumah.. jadi antum jelas ngawooor..

Muhammad Wahid: Sekedar ngulang ==> “Ada sebagian teman yang harus baca tulisan awalnya dengan sangat teliti tanpa berpihak. Lalu teruskan ke tulisanku tanpa berpihak. Karena saya benar- benar sudah melakukan yang terhati-hati, dan kalau ada nada yang naik, karena memang benar-benar perlu dinaikkan. Misalnya, pengusikan ushuuluddin, peremehan pada ulama, seperti kata gontok-gontokan,....dan seterusnya..., maka saya tidak akan mentolerir hal-hal seperti itu. Kalau antum ejek saya, monggo saja, karena kalaulah saya tidak memaafkanpun, maka kalau saya benar, dosa saya yang akan antum ambil. Dan kalau saya memaafkan, tentu kalau saya benar, maka saya akan bertambah pahala. Tapi kalau mengejek ushuuluddin, ulama, saya dengan menangis air mata darah, tidak akan mentolerirnya. Btw. Semoga kita semua kembali ke kebenaran, baik isi atau cara. Selama hayat masih dikandung badan, maka Tuhan selalu menunggu kita tanpa bosan.” Ustadz SA.. afwan.

Muhammad Wahid: Mengejek ushuluddin dan ulama yang dimaksud ustadz SA disini, adalah bahwa ustadz ML tidak menempatkan pahaman Imamah yang seharusnya. Dan lebih parahnya tidak merujuk kepada para ulama a’lam terdahulu juga riwayat-riwayat Makshumin as (dalil).. jadi ustadz ML terkesan berlogika hayal dengan pemikirannya sendiri,. padahal Imamah itu ranah USHULUDDIN loh, .. masih mending kalau beliau itu marja, mungkin bisa difahami maksudnya, lah ini kan tidak.. mujtahid saja tidak.. itu maksudnya mas bro. Afwan.

Babah: Loooh... mengejek ushuluddin gimana nya?? Antum ngerti gak Muhammad Wahid..? Ustadz ML dalam penulisannya sama sekali tidak meruntuhkan ushuluddin, itu hanya sekedar persepsi ustadz SA saja.. dan sangat terlihat ustadz SA terjebak dengan persepsinya..

Muhammad Wahid: Lah kan tinggal dibandingkan mas,. tulisan ustadz ML dan tulisan ustadz SA.... jangan lihat gaya penyampaiannya. Lihat isi dan muatan tulisannya.. mana yang berdalil dan mana yang tidak? Gitu lo mas, afwan.

Muhammad Wahid: Ushuluddin harus jelas dalilnya,. kalau tidak, maka setingkat ustadz ML yang harusnya lebih mengerti, jelas namanya mengejek-ngejek,. dan pendapat ulama yang jauh lebih alim dari beliau merasa direndah-rendahkan..

Babah: Hehehh... eh mas.. kalau cuma membawa seabrek dalil yang kagak nyambung mah, saya juga bisa.. Anda itu kayak orang baru lihat tulisan arab... hadeeecch.. udah dech. Yang ane butuhin bantahan ustadz SA bukan ente..

Muhammad Wahid: Ya sudah, jangan mengulang-ngulang kata-kata yang anda terlihat jadi tambah bodoh,.. ustad SA juga tidak akan menanggapi anda dengan komentar seperti itu,. Di atas aja.. saya sudah terkesan mengajari anda cara mencerna/ memaknai sebuah tulisan,.. kasihan sekali antum ini.

Babah: Justru yang terlihat tambah bodoh ya antum.. hehe.. makanya ana gak mau ngladenin antum. Heheh..

Muhammad Wahid: Ya sudah, ga apa-apa.. berarti antum bisanya cuma segitu, sukron.

Babah: Gara-gara nglihat tulisan arab langsung dibenarkan.. wkwkwk.. laaahhm. Gimana kalau gue bawain injil dari mesir... huhajahah

Babah: Untuk ustadz Sinar Agama.. coba antum ss tulisan ustadz Muhsin Labib yang menurut antum sudah meruntuhkan usuluddien.. Saya bener-bener nunggu jawaban-nya..

Joko Kendil: Nak sinar jaya kok ga nongol lagi ....?

Bintang Az Zahra: Ribut terus kapan damaiannya,,,,tatap muka aja deh ,,,,biar clear beda argument kalau di fb jadi bahan tertawaan orang bodoh.

Muhammad Kamal: Mudjahit itu apa ya? Tukang jahit? wkwkek.... mujtahid keleeesss.

Sinar Agama: Pencinta, saya juga bisa menghapus dan sudah saya hapus yang mesti dihapus. Entah mengapa saya bisa menghapus komentar di pekarangan/dinding antum, saya tidak tahu. Kalau benar saya bisa menghapus, maka biar saya yang menghapusnya, jangan antum. Afwan.

Sinar Agama: Teman-teman, saya merasa belum perlu menanggapi. Karena tidak ada yang berdalil sesuai dengan tulisan yang dibela dan yang dikritikinya. Saya tidak mau mengatakan bahwa ribut-ribut itu hanya mau mengkaburkan, akan tetapi, bisa saja demikian. Karena itu, di samping saya lihat tidak ada dalilnya, saya juga sangat merasa tidak perlu mengomentari komentar orang terhadap tulisan yang sama sekali tidak dipahaminya, baik dari tulisan yang dibelainya, atau yang dikritikinya.

Anjuranku, baca yang benar maka akan ketahuan. Wong tulisannya jelas dan saya sudah katakan tidak pakai taqiah kok.

Rudi Suriyanto: Bukan menghapus barangkali ustadz, tapi menyembunyikan komentar yang kita tidak mau melihatnya, hanya ustadz yang tidak melihat komentar itu, tapi yang lain masih bisa meihatnya., yang kuasa menghapus komentar di thread ini cuma Sang Pencinta.

Abi Dzar Algifari: Babah-babah...antum ini kalau dipewayangan kayak sicepot...

Sinar Agama: Wahid: Hampir bisa dikatakan bahwa hampir seluruh tulisannya itu adalah pengusikan ushuluddin dan pelecehan pada ulama, imam Makshum as, Nabi saww dan Tuhan sendiri. Jadi, bukan hanya penempatan masalah imamah, tapi termasuk hal-hal lain seperti kenabian itu sendiri. Kalau seseorang teliti, tentu setelah tahu apa arti nabi bagi Nabi saww, maka ia akan sangat melihat dengan gamblang, kerancuan apa yang tertulis di sana. Sementara kenabian ini termasuk ushuluddin yang ke tiga. Kalau imamahnya mah....sudah diludesin dengan tulisan itu. Sudah tidak tersisa sampai ke akar-akarnya. Yang tersisa hanya bahwa orang Syi’ah berimam pada Ahlulbait as, tapi apa yang semestinya harus diimaninya tentang mereka as di selain menerima mereka sebagai pemimpin, sudah tidak tersisa lagi.

Kalau pengejekan itu seperti “ngajari semua tokoh” dan bahkan mengatakan bahwa mereka gontok-gontokan. Bisanya ulama Syi’ah, dikatakan gontok-gontokan sementara mereka hanya mempertahankan ajaran yang diterima dari para imam as yang bersumber dari Nabi saww dan Tuhan.

“Selanjutnya para pemikir kedua kelompok ini harus mengubah energi gontok-gontokan menjadi energi saling mendukung dan mem-bahu mencerdaskan akar rumput dan awamnya serta membuang semua isu elementer yang menjadi biang kebencian mutual.”

Kata-kata seperti ini, jelas tidak bisa diterima karena sudah mencederai semua tokoh Syi’ah sepanjang sejarah yang rajin dan ulet serta kokoh mengajar dan menulis kitab yang menerangkan ushuuluddin keimamahan. Kata-kata di atas itu, di samping ulamanya yang serius menjaga agama itu, dikatain sebagai penggontok-gontok-an, juga secara tidak langsung dikatain sebagai tidak jelas melihat masalah dan akar rumput imamah ini DAN, tidak mencerdaskan umat. Karena itu ia menasihati para tokoh kedua kubu yang termasuk para ulama Syi’ah, untuk berhenti melakukan itu dan menjadi seperti dia supaya jadi paham apa akar masalahnya atau akar rumputnya dan supaya umat ini menjadi cerdas.

Jadi, para ulama yang gontok-gontokan (menurut dia) dengan pengajaran dan penulisan kitab-kitabnya itu, adalah kitab yang tidak benar karena tidak memahami akar rumput masalahnya DAN, tidak mencerdaskan umat.

Sinar Agama: Yang lain tidak boleh ngiri pada wahid, karena dia semacam bertanya dan konfirmasi, bukan dalam keadaan berdebat dan membantah. Kalau membantah, maka sudah semestinya memahami kedua tulisannya dulu, baru menuliskan bantahannya. Tapi kalau seseorang itu sendiri belum paham lalu membuat bantahan, maka saya hanya bisa merujukkannya kepada asal kedua tulisannya. Btw.

Ali Zayn Al-Abidin: Kalau boleh saya izin bertanya..

1. Apakah kewajiban seorang Imam menjadi pemimpin secara sosial dan politik (pemimpin negara) adalah wajib mutlak atau ‘idealnya’ wajib?

Keterangan :

Maksud beda wajib mutlak dengan ideal seperti “Syahadat” pada syarat ke-islam-an..
Kan idealnya syahadat itu Kesaksian Dzati, tetapi diumumkan oleh fikih hanya “ucapan” saja.

2. Apakah Nabi Ibrahim melakukan langkah-langkah politis begitu pula setelah menjadi IMAM?

3. Apakah dengan tidak menjadinya 9 imam Syi’ah yang lain (mulai maulana wa sayyiduna Imam Husein hingga Imam Hasan al-Askary) sebagai pemimpin politis “menggimplikasikan” hilangnya fungsi/peran imam?

4. Jika adanya imam itu mengharuskan berfungsinya kepemimpinan politik, apa peran Imam/ Insan Kamil mulai nabi ibrahim hingga imam Askary dalam bidang politik tanpa menjadi pemimpin?

Titik berat soal saya pada “apakah kepemimpinan politis imam adalah mas’uliyah dan fungsinya imam atau hanya pengembangan saja dari wilayah mereka”.

Artinya wajib mutlak bagi imam untuk menjadi pemimpin politis dunia, atau itu hanyalah idealnya semata.

Arjuu tashrihaatakum. Terima kasih.

Ali Zayn Al-Abidin: Jika imam WAJIB mutlak menjadi pemimpin politis, dimanakah para insan-insan kamil semenjak nabi Ibrahim hingga imam Askary (kecuali imam Ali hingga imam Husein)? Mana pergerakan politik mereka sebagai aktualisasi tugasnya?

Sinar Agama: @Ali, sekedar mengulang yang sudah ada di tulisan-tulisan di atas:

1- Imam itu wajib berkuasa dan memimpin. Jadi, kalau Allah sudah mengangkat seorang nabi/ rasul atau hamba makshum (seperti Ahlulbait as) menjadi imam, maka maksudnya diperintah untuk menegakkan pemerintahan dengan hukum Islam. Bukan idealnya saja. Perintah Tuhan itu wajib dilaksanakan. Jadi, imamah ini adalah kewajiban dan perintah yang mutlak. ARTINYA, tidak bisa ditawa-tawar.

2- Sudah tentu.

3- Tidak. Karena imam ini, akan tetap imam. Yakni baik dia berkuasa atau tidak. Imam tetap imam yang memiliki dua hak dan kewajiban, yaitu memimpin vertikal dan horisontal. Karena makna imam, adalah memimpin di dua bagian tersebut. Sedang tidak bisa berlakukan salah satu dari tugas itu, atau dua-duanya, maka penyebabnya, akan diminta tanggung jawab di akhirat.

Kalau imam itu tidak melaksanakan dua tugasnya, sudah pasti imamnya tidak salah karena mereka Makshum as hingga sudah pasti berbuat sesuai tugas yang diberikan, baik tersalurkan lewat memerintah secara politik, atau diam taqiah atau bahkan baiat taqiah (seperti yang dilakukan imam Ali as yang tidak baiat kecuali setelah diseret ke masjid dan dihukumi oleh khalifah bahwa kalau tidak baiat kala itu juga, maka kepalanya akan dipenggal, tidak seperti yang dikatakan orang yang sok tahu yang mengatakan bahwa imam Ali as berbaiat karena menerima kepemimpinan horisontal khalifah pertama). Walhasil yang dilakukan Makshumin as, sudah pasti sesuai dengan tugas yang diberikan Tuhan.

Karena itu, kalau imam itu tidak menjabat pemerintahan horisontal, maka yang akan dimintai tanggung jawab kelak, adalah umatnya.

Masih mending kalau tidak berkuasa saja. Sebab bisa lebih parah dari itu, yaitu dibunuh sebagaimana seluruh imam Makshum dibunuh dimana yang terparah seperti imam Husain as yang kepalanya dibuat mainan oleh umat Islam ini sendiri.

Jadi, kebertugasan para imam atau kepemberian tugas imamah oleh Tuhan, sama sekali tidak berhubungan dengan de faktonya. Persis seperti syariat dan para nabi yang diutus Tuhan itu. Apakah syariat dan nabiNya akan diterima orang secara de fakto atau tidak, maka hal itu tidak ada urusan. Karena Tuhan, hanya melakukan hidayah dan membantu manusia mencapai kesempurnaannya, dan para nabi dan rasul hanya menjalankan tugasnya. Diterima atau tidak, di alam nyatanya, maka hal itu sudah bukan lagi tanggung jawab Tuhan dan para nabi yang diutusNya. BEGITU PULA DENGAN IMAMAH PARA AHLULBAIT as ATAU PARA NABI SEBELUMNYA as. KARENA BERKUASA ATAU TIDAKNYA MEREKA as, SUDAH BUKAN LAGI TANGGUNG JAWAB KETUHANAN DAN KEIMAMAHAN.

4- Fungsinya tidak berfungsi. Artinya, ketika umat mengingkarinya dan tidak mengikutinya, maka imamahnya tidak berfungsi. Persis seperti kalau Tuhan mengutus nabi dan rasul akan tetapi ditolak dan bahkan dibunuh seperti nabi Yahya yang bahkan dibunuh dengan digergaji secara perlahan-lahan itu.

Akan tetapi, karena tidak ada rotan akarpun jadi, artinya tidak ada pemaksimalan imamah, amar makruf sebisanyapun jadi, maka para imam Ahlulbait as, tidak pernah berhenti untuk menjadi pembimbing umat Islam ini (begitu pula imam-imam masa lalu terhadap umat mereka masing-masing) SEKALIPUN BAHKAN KEPADA PERAMPAS IMAMAHNYA TERSEBUT. Karena itu, jangan heran kalau imam Ali as selalu memberikan saran kalau diminta, memberikan jawaban kalau ditanya, memberikan amr makruf kalau dirasa perlu....dan seterusnya. Lah, perkara seperti ini, akan aneh banget kalau diartikan sebagai telah menerima kekuasaan khilafah/politis penguasa yang disaraninya, yang dibimbingnya, yang ditolongnya, yang diberikan anaknya ketika dipinang untuk dikawini (lantaran taqiah),.....dan seterusnya.

Saya sudah sering menjelaskan (tapi saya memang bukan apa-apa, tapi setidaknya telah berusaha memberikan informasi-relatif semampunya tapi selalu diusahakan berdalil karena hanya itu tugas kita yang tidak makshum) bahwa ketika imam harus taqiah itu, justru siksanya lebih berat ketimbang berperang dengan pedang. Artinya, justru di situlah perjuangan para Makshumin dari Ahlulbait as itu. Artinya, bahwa semua itu, bukan tanda ridha dan memaafkan atau apalagi menerima kuasa politisnya.

JADI MENJADI IMAM SECARA DE FAKTO (NYATA) ITU ADALAH MASUULIYYAH (TANGGUNG JAWAB) DAN KEWAJIBAN, BUKAN HANYA IDEALNYA SAJA. AKAN TETAPI, KEWAJIBAN INI, TIDAK SEPERTI SYAHADAT YANG HANYA MENYANGKUT SATU ORANG PRIBADI, KARENA IA MENYANGKUT SEMUA UMAT MUSLIM. JADI, MENGAPLIKASIKAN IMAMAH ITU, KEWAJIBAN SEMUA ORANG SECARA BERSAMA, TIDAK SEPERTI SYAHADAT YANG DILAKUKAN SENDIRI-SENDIRI. HAL ITU, LANTARAN IMAMAH SECARA DE FAKTO, MEMILIKI BANYAK UNSUR, SEPERTI PEMIMPINNYA YANG MAKSHUM, UMATNYA YANG MAU MENERIMA SECARA PENUH (tidak menerima secara separuh-separuh seperti oran-orang Kufah yang mengundang imam Husain as dimana sebagian mereka tidak meyakini imam Husain as itu sebagai imam secara penuh karena hanya meyakini bahwa imam Husain as lebih afdhal dari yang lain untuk menjabat pemerintahan sebagaimana pejabat/khilafah sebelumnya yang mereka juga terima) DAN TANAH/WILAYAH YANG BISA DIJADIKAN TEMPAT MENDIRIKAN PEMERINTAHAN HUKUM TUHAN. KALAU SATU SAJA DARI UNSUR-UNSUR TERSEBUT TIDAK ADA, MAKA DE FAKTO DARI IMAMAH INI, TIDAK AKAN PERNAH ADA. DAN SEKALI LAGI, KETIADAAN IMAMAH SECARA DE FAKTO DI LAPANGAN, SUDAH BUKAN TANGGUNG JAWAB TUHAN DAN PARA IMAM ITU SENDIRI, MELAINKAN TANGGUNG JAWAB UMAT MEREKA MASING-MASING. Wassalam.

Tambahan: Kalau tidak pernah baca kitab, atau kurang banyak baca kitab, atau tidak lengkap ilmu (terutama seperti saya ini) hingga membuatnya tidak tahu kabar apapun tentang sejarah para imam sejak nabi Adam as, maka apa salah Tuhan dan Nabi saww yang mengajarkan ushuuluddin imamah ini. Apa salah Islam dengan konsep imamahnya ini. Wong kita kok yang tidak tahu. Emangnya bisa kita mengakatan “Mana perjuangan mereka?” dimana memaksudkan “Karena tidak ada (yang semestinya mengatkaan ‘karena saya tidak tahu’), maka konsep imamah yang ada dalam Qur an, hadits Nabi saww, ajaran Ahlulbait as, ajaran para tokoh ulama dan marja’ sejak jaman Nabi saww itu, semuanya salah, tidak benar, tidak menyentuh akar rumput masalahnya .... dan seterusnya.”

Ali Zayn Al-Abidin: Na’am ustadz, terima kasih banyak atas penjelasannya sebelumnya.

Saya tidak ragu untuk bab kepemimpinan vertikal dan horizontal secara umum. Yang isykal di sini adalah kepemimpinannya dari cabang nya yang horizontal.



Artikel berikutnya:
================



Sabtu, 16 November 2019

Imamah & Khalifah menurut buku SYI’AH MENURUT SYI’AH bagian 3

3. Imamah & Khalifah menurut buku SYI’AH MENURUT SYI’AH bagian 3

https://www.facebook.com/notes/teguh-bin-suhedi/imamah-khalifah-menurut-buku-syiah-menurut-syiah-bagian-3/10152453570878937

Sa Yang: Ini pak Sinar Agama salah memahami tulisan Muhsin Labib.. Saya baca dan perbandingkan tulisan yang dikomentari dan komentarnya tampak sekali pak Sinar Agama sedang terpancing emosi sebelum membaca tulisan pak Labib. Tanggapan paragraf demi paragraf seolah tak ada sisi benar yang ada dalam tulisan pak Labib..

Nda nada ego dan perasaan serba tahu duduk persoalan yang sedang dipermasalahkan. 

Pada hal biasa saja kalau ditilek kembali. Memang ada sisi ilmiahnya dalam uraian pak sinar agama. Tapi yaitu tadi, karena tanggapan yang dibuatnya sarat dengan kemegap-megapan karena terpancing adu domba kelompok syaithan bentet laknatulllah dan kawan-kawan. 

Dan si Emilia dan murid-muridnya yang tumpul otak.

Ini dia yang sangat disayangkan dan sangat disedihkan. Masa sekelas Sinar Agama bisa terkecoh dengan tipu muslihat kelompok pelaknat yang terlaknat. 

Seharusnya pak Sinar Agama melakukan klarifikasi atau konfirmasi tertutup menyikapi tulisan pak Labib, yang saya perhatikan pak Sinar Agama salah paham pada apa-apa yang pak Labib maksudkan.

Antum pak Sinar Agama perlu belajar sabar dari keinginan terburu-buru membalas setiap soalan yang masuk... sekarang ini saya amati antum sudah tidak berkualitas lagi dalam menyajikan jawaban.

Walau pun saya masih memandang antum jauh lebih mulia dari sonni rosak minda apalagi dari wahabiyyun otak petaik..

Saya harap antum dan kita semua belajarlah mengerti sebelum berkata-kata untuk menyedikitkan kesalahan..

Rudi Suriyanto: Jika seandainya berbaik sangka,,mungkin bentuk tulisan itu adalah bentuk dari taqiyah penulis agar bisa bebaur dengan Sunni secara baik-baik. Mungkinkah itu ustadz Sinar Agama ?? Tanggung Sunni itu sesat, penulis sesatkan sekalian.

Sa Yang: Tulisan itu mempertegas kecerobohan puak cilaka yassir annajis sahja , rud. Tentu saja konsekuensinya menghindari efek tak elok di tengah khalayak.. Imam as mampu membimbing manusia di saat jaman fitnah tanpa melaknat seperti bentet laknatullah dan kawan-kawan.

Sa Yang: Coba perhatikan pemain togel yang mendadak bicara agame tanpa mengikuti disiplin keilmuan yang mapan seperti bentet laknatullah alayhi wa man tabi’ah ila yawmiddin.

Babah: Salam... sangat jelas kritikan ustadz Sinar Agama sama sekali tidak didasari konsep penafsiran sebuah teks, di sini kritikan ustadz SA sangat jelas membredel wilayah sang otoritas outor (ustadz Muhsin Labib), seakan-akan ustadz SA lebih mengetahui maksud tulisan ustadz Muhsin ketimbang ustadz Muhsin sendiri. Afwan jiddan
Salam.

Babah: Ooh iya... saya kira tulisan(ijtihad) ustadz Muhsin sangat mendekati kesempurnaan..
Afwan..

Rudi Suriyanto: Untung hanya mendekati sempurna dan hampir makshum.

Muhammad Wahid: Menurut hemat saya, terlepas tuduhan ego masing-masing penulis atau pengomentar, dengan mengesampingkan pribadi masing-masing, murni hanya melihat kapasitas tulisan, saya melihat penjabaran ustad SA jauh lebih berdalil dan beralasan kuat mengenai Imamah & khalifah dibandingkan tulisan ustadz ML yang penuh dengan maksud tersirat & semu abu-abu, lagipula buat apa menulis buku & menjualnya, kalau isi buku tersebut hanya bisa dipahami maksudnya oleh penulisnya sendiri ?? Afwan, hanya sekedar pendapat saja.

Babah: Hehehehe.. Muhammad Wahid. Makanya ada istilah bedah buku,, heheh..

Rudi Suriyanto: Kalau menurut pendapatku, tulisan itu sebodoh-bodohnya tulisan atau sehebat-hebatnya tulisan untuk membuat Sunni tersesat lebih jauh lagi dan Syi’ah dapat melenggang dengan tenang di Indonesia ini [taqiyah mode on].. tapi itu hanya sekedar pendapat awam sepertiku dan seharusnya tulisan itu hanya diperuntukkan kaum Sunni saja, bukan untuk Syi’ah..

Muhammad Wahid: Babah .. iyaa memang perlu,.. hehe.. dan saya pikir ustad SA juga seorang Doktoral, tidak gegabah menilai tulisan dalam sudut pandang keilmuannya,. setidaknya beliau aplikatif terhadap ilmu & amalnya semua tulisannnya di FB ini tanggung jawabnya kelak di akhirat, sampai-sampai catatannya pun tidak dihalalkan untuk diedit oleh orang lain tanpa izinnya.. dan saya lihat beliau selama ini murni menanggapi semua pertanyaan secara keilmuan pula bukan tendensi pribadi si penanya atau yang punya tulisan,.

Sang Pencinta: Sa yang, antum harus bedakan pahaman sindikat tukang laknat dan penjelasan ustadz Sinar di atas, mana yang hanya sekedar provokasi tanpa keilmiahan, cuplak-cuplik sesuai hawa nafsunya, mana yang penjelasan berdalil. Kalau sedikit menyimpan emosi dan mengedepankan akal, substansi yang ingin disampaikan pasti didapat.

Babah: Heheheh.. rud.. rud... baca ulang dan teliti kembali tulisan ustadz Muhsin.. bila perlu datengin ustadz Muhsin untuk dimintai keterangan seputar tulisannya.. Ente jangan selalu berusaha mengadu orang Sunny-Syi’ah, sebab berkali-kali komenan ente selalu mengarah ke situ.

Babah: Sang Pencinta.. sebenarnya klarifikasi model seperti ini sangat tidak relevan, apa tidak bisa ustadz SA klarifikasi lewat via telepon agar ustadz Muhsin bisa lebih mempertanggung jawabkan tulisan-nya dan kiranya ustadz SA nyapun akan mendapat penjelasan seputar tulisan-nya, kalau seperti ini terkesan ustadz SA sedang melakukan pembunuhan karakter seorang tokoh, toh kita semua tahu setiap sesuatu kalau mau dicari kekurangan-nya pasti akan ketemu kekurangan-nya.

Saya kira tulisan ustadz Muhsin masih tahap wajar kok, dan saya yakin beliau juga punya dasar atas tulisan-nya.

Sang Pencinta: Babah, antum katakan di atas menurut antum tulisan ustadz Mountain Lion mendekati kesempurnaan, nah lalu mengapa orang lain yang punya pandangan yang jauh berbeda atasnya sulit untuk dimaklumi? Antum boleh menilai, seyogyanya orang lain juga boleh menilai.

Muhammad Wahid: Kalau dari kronologis dialog selama ini antara Ustadz SA dan ustadz ML,.. saya lihat Ustadz ML lebih cendrung untuk tidak mau dikritisi, siapapun bisa lihat dialog-dialog terdahulu.. ini yang menurut saya pribadi, Ustadz SA enggan lagi masuk ke dalam tulisan/ posting Ustadz ML.. dan Ustadz SA merasa perlu meluruskan wacana berfikir siapapun yang mengatasnamakan Syi’ah... karena itu menjadi kewajibannya yang harus dia pertanggung jawabkan kelak di akhirat,.. saya pikir, Ustadz Sinar Agama bisa memberikan jawabannya nanti,.. yang ini hanya sekedar tanggapan saya pribadi yang awam ini dan bisa saja salah menilai.

Eman Sulaeman: Salam segala hormat untuk SA, Kami menunggu sepak terjang antum lebih lama di Tanah Air Indonesia .... Agar kami memiliki Ulama yang Paling yang....Afwan.

Quito Riantori: Setahu saya, kemampuan ilmu logika ML masih jauh dari layak. Saya sering baca status-statusnya dan twit-twitnya yang melenceng dari logika. Apalagi setelah membaca penjelasan/ kritik ustadz SA di atas, saya makin yakin kelemahan logika ML dalam memahami konsep Khilafah dan Imamah itu sendiri. Saya sepakat dengan ustadz SA. Terimakasih.

Sa Yang: Bagus kalau pak Sinar Agama bisa seperti yang kamu kata. Tapi saya perhatikan ada mis yang pak Sinar Agama ceroboh membantah. Saya kata cereboh karena semua point yang dia tanggapi terkesan sedang menampilkan dirinya menguasai soalan yang pak Labib ajukan dengan baik.

Pada hal banyak masalah yang pak Sinar Agama tidak perlu tanggapi biar terlihat seolah ilmu pak Sinar Agama melampaui pak Labib.

Itu dia yang saya katakan pak Sinar Agama terperangkap dalam permainan dalam bentuk pertanyaan semacam yang diajukan oleh si Rud. Membenturkan dua celah pemikiran yang sepintas tampak berbenturan, pada hal tidak. saya perhatikan lagi-lagi kelompok pelaknat yang terlaknat sedang menggiring pertikaian antara sesama senior Syi’ah. Seolah dia awam yang butuh pertanyaan. Pada hal iblis yang berpura-pura bertanya, kerana keberadaannya sedang dalam incaran pihak yang tersinggung atas nya..

Karena itu kelompok ini mau nyari aman di sebalik pertikaian yang dia ciptakan..

Tulisan pak Sinar Agama walau pun beberapa point ada sisi ilmiahnya. Pada sisi lain ada ngawurnya.. Kali cuma bisa ngutip satu, dua atau tiga dalil langsung dikatakan punya dalil, itu mah perkara mudah.. saya katakan tuh berdalih, bukan berdalil..

Saran saya kamu yang fasilitasi soal jawab ini berbekal soal yang direquets oleh si “merkesot” ngga usah dituangkan ke media publik..

Rudi Suriyanto: Sa Yang, Biar terlihat seolah ilmu pak Sinar Agama melampaui pak Labib. >>memang benar beliau berilmu kok,,apa masalahmu??

Titel keilmuan Hauzah -Ustadz SA

Kurikulum Hauzah yang dibagi pada tiga tingkatan pelajaran secara garis besarnya. Mukaddimah, Pelajaran Tengah, Pelajaran Tinggi dan Tingkat Sangat Tinggi (bahtsu al-kharij).

(2). Mukadidimah itu 4-5 tahun; Pelajaran Tengah 3 tahun setelahnya; Pelajaran Tinggi 5 tahun setelahnya dan Pelajaran Sangat Tinggi 10-20 tahun setelahnya.

(3). Pertama masuk hauzah dijuluki Tsiqatu al-Islam, yang Jujur atau yang Bisa Dipercaya. Hal itu karena ia sudah meninggalkan apa-apa yang berbau dunia, seperti dosa atau hal-hal mubah yang tidak penting, seperti model baju, warna baju dan seterusnya. Karena itu, semua baju-bajunya yang berhias, seperti bergambar bunga atau lain-lainnya, begitu pula levis dan seterusnya sudah harus diberikan kepada orang lain. Walhasil seperti calon pendeta budha yang digundul.

(4). Kalau sudah selesai pelajaran Tengah itu, dijuluki Hujatu al-Islam, yakni kalau sudah 7 tahun di pesantren adal memakai serban. Karena memakai serban sudah mulai menjadi tempat bertanya tiap orang yang menjumpainya di pasar, di jalan, di masjid dan dimana saja, kalau mereka memiliki msalah fikih.

(5). Kalau sering memberikan ceramah umum dan banyak peminatnya, biasa juga disebut dengan Hujatu al-Islam wa Muslimin.

(6). Hujatu al-Islam terus berlanjut sampai seseorang menjadi mujtahid penuh yang dikenal dengan Mujtahid Mutlak, Ayatullah atau Faqih. Jadi, Hujjatu al-Islam ini dari sejak di hauzah 7 tahun, sampai 15-25 tahun berikutnya (ditambah pelajaran tinggi yang 5 th dengan bahtsu al-khaarij yang 10-20 th).

Quito Riantori: Dari sekian banyak kengawuran ML dalam memahami konsep-konsep agama, saya contohkan satu twit ML yang super ngawur, kata-katanya kurang lebih sebagai berikut : “Kita tak boleh membenci pelaku kejahatan, yang kita benci perbuatan jahatnya”. Padahal Imam Ali as di dalam Nahjul Balaghahnya jelas dan tegas mengatakan : “Pelaku kejahatan itu lebih jahat daripada perbuatan jahatnya sendiri.” Lha bagaimana dengan Yazid???

Ini cuma satu dari sekian banyak twit dan status-statusnya yang ngawur yang terus saya monitor. Adapun tulisan ML yang dikritik oleh ustadz SA di atas sangat jelas dan gamblang ngawur! Maksud saya tulisan ML yang ngawur.

Rudi Suriyanto: Sa Yang : itu dia yang saya katakan pak Sinar Agama terperangkap dalam permainan dalam bentuk pertanyaan semacam yang diajukan oleh si rud. membenturkan dua celah pemikiran yang sepintas tampak berbenturan, padahal tidak. Saya perhatikan lagi-lagi kelompok pelaknat yang terlaknat sedang menggiring pertikaian antara sesama senior Syi’ah. Seolah dia awam yang butuh pertanyaan. Pada hal iblis yang berpura-pura bertanya, karena keberadaannya sedang dalam incaran pihak yang tersinggung atas nya..

Karena itu kelompok ini mau nyari aman di sebalik pertikaian yang dia ciptakan.. Itu hanya buruk sangkamu saja,, cukup sudah Sunni saja yang memiliki sifat-sifat seperti itu,, buruk sangka-suka menyelewengkan cerita-mengada-ngada-pendusta dan lain-lain sebagainya,,dan itu bukan tabiat imam Ali as serta tabiat para Makshumin as.

Vicky Manggala:
Tah kang bro Sang Pencinta cek uwing gek naon iyeu mah sanes masalah laknat melaknat...tapi masalah bandera... kamari keur angin kakaler bandera hiji meuni sararenyum bungah ayeuna angin malik ka kidul langsung weh nu kamari bungah jadi cambetut bari ngarendahkeun ustad SA....salute lah ka Ustadz Sinar Agama tetep adil dan bijaksana....salam.

Rudi Suriyanto: Ah,ngaranna ge Syi’ah kufah Syi’ah plin-plan Syi’ah anu teu boga pendirian alias Syi’ah waduk.

Sang Pencinta: Rudi, ini out of topic di atas, mungkin uneg-uneg ini perlu diutarakan, saya yang tahu antum suka mengajak teman-teman ke grup ustadz sinar merasa kasihan, mengapa antum mundur seribu langkah ke belakang. Satu dua tahun antum eksis di grup ustadz tidakkah melihat sebongkah permata dalil yang menyingkap kegelapan nun jauh di sana? Antum mau ikut siapa itu hak antum, tapi seyogyanya memilih dalil terkuat di antara dalil-dalil palsu nan reok.

Babah: Setelah saya baca lagi dan saya teliti tulisan ustadz Muhsin, ternyata saya lebih yakin lagi bahwa ustadz SA sangat tidak tahu alur yang dibahas ustadz Muhsin.

Ketika menulis artikelnya tersebut, sangat terlihat bawa ustadz Muhsin sedang duduk sebagai seorang yang bukan sunny-juga bukan Syi’ah, dia duduk sebagai sebatas intepreter atas dua sekte tersebut (Sunny-Syi’ah). Dan ustadz SA berkali-kali mengatakan bahwa ustadz Muhsin menyalahkan seluruh ulama Syi’ah, padahal ustadz ML sama sekali tidak menyalahkan mereka, malah justru ustadz Mountain Lion menerangkan keterangan sebagian ulama Syi’ah (awas,, sebagian ya, bukan semuanya seperti yang dikatakan SA) tentang pendapat mereka terkait pemahaman soal “IMAMAH” Dań ustadz Mountain Lion tidak menyalahkan mereka kok, disinilah letak ngawurnya ustadz SA, .

Makanya seperti yang saya bilang tadi dalam komenan awal saya di atas bahwa ustadz SA sama sekali tidak menggunakan konsep penafsiran sebuah teks, beliau langsung membredel otoritas outor, seakan-akan ustadz SA telah menganggap outor telah mati.

Muhammad Wahid: Afwan Babah,.. berarti buku yang sudah terbit salah judul dong (SYI’AH menurut SYI’AH),. hehe.. harus dirubah tuh judulnya, hehe, afwan jadinya “SYI’AH menurut Enterpreneur”,.

Muhammad Wahid: Sudahlah, sebaiknya yang bisa taq ustadz ML, silahkan kalau mau memberikan klarifikasi dimari,. biar clear, kalau tidak ya semua orang bisa menilai.

Hasnulir Nur: Assalamu ‘alaikum!
Sebagai pemirsa yang senantiasa berusaha mendapat pelajaran dari setiap argumentasi, saya sangat senang walau dengan susah payah memetik pelajaran dari setiap detil argumentasi.

Tapi, terus terang, adanya beberapa interupsi berupa kalimat-kalimat yang bagi saya sama sekali tidak ada kedudukannya dalam argumentasi, terkadang membuat saya berpaling meninggalkan pelajaran dan mulai tergoda untuk turut menilai pribadi seseorang yang juga sering saya dapat sesuatu darinya.

Bagi saya, sangat menyayangkan... hehehe tapi bisa jadi karena saya yang labil... Temanya ushul; imamah. Konteksnya penting; persatuan. Mohon dengan serius pencerahannya, apakah saya salah; melihat retak saat berjihad membangun persatuan...

Salam.

Vicky Manggala: Tah eta kangbro Sang Pencinta teukedah kang Rudi.. akun abah gek baheula mah saya sok maca pasti nu newbie-newbe disarankeun langsung nanya ka ustadz SA... da mungkin karena aya konflik dan uda Rudi nyangka ari ustadz SA ngan milik sapihak makana malik badan.... bukan begitu uda Rudi... maaf kalau sotoy hahaha.

Denny Priyanto: Seandainya pemahaman seluruh umat Islam seperti apa yang diformulasikan oleh Dr Muhsin Labib maka kebenaran akan sirna yang ada hanyalah ke abu-abuan, tetapi itu mustahil,

kebenaran akan tetap ada selama masih ada Imam Mahdi as dan juga adanya Ulama-ulama yang lurus & ikhlas yang berada di tengah-tengah Umat Islam.

Rudi Suriyanto: Sang Pencinta, Tenang aja bro,,perjalanan ini masih panjang, tak perlu jauh-jauh menilai awam seperti saya, pembesarnyapun masih sulit disefahamkan,, saya pribadi, masih menelisik dan menelisik terus.. teruskan misimu, dan aku teruskan pula misiku.

Denny Priyanto: Akibat buruk dari pemahaman tentang Imamah dan Khalifah yang diformulasikan oleh Dr Muhsin Labib adalah munculnya generasi baru yang menganut Madzhab baru yaitu Madzhab SYISU/SUSYI Madzhab Abu-abu.

Babah: Sedangkan ustadz SA ketika memahami tulisan ustadz Muhsin beliau duduk sebagai seorang Syi’ah gotek akhirnya jelaslah sudah kritikan yang sangat ngawoor... afwan..

Muhammad Wahid: Setau saya dalam madzhab Syi’ah, setiap orang bisa mendebat siapapun.. murid dengan gurunya, ulama dengan umatnya, ulama dengan ulama lagi, senior dengan junior.. tentunya selain Makshumin as, karena sudah makshum apanya yang mau didebat,.. dan dengan cara-cara sebagai seorang pencari ilmu. Dalam hal ini, kalaulah ustadz ML lebih kompeten dalam penjabaran wacana berfikir & berdalil, maka saya akan memberikan apresiasi terhadap beliau,.. apalagi imamah adalah masalah ushuluddin,.. kalau tidak ya sebaliknya,.. jadi buanglah fanatik buta dalam kelompok.... kita di AB ini lebih mengedepankan akal,.. tapi bukan akal-akalan,. hehe. Afwan.

Rudi Suriyanto:Kirang langkungna sapertos kitu kang Vicky, tapi tetep upami nu ngaranna ulama mah ulah direndahkeun,, kajeun teuink eta ulama teu sapendapat sareng urang-urang. Komo deui ieu ulama sawilayah sareng urang,, sakumahana ge moal tega sampe ka di nyeungnyeuri mah..

Babah: Ustadz ML menulis melalui kajian episterm kebahasaan terkait imamah-khalifah sedang ustadz SA menanggapinya dengan (seolah-olah merasa) posisi sebagai tokoh agama (sebut ustadz / kiyai) yang akhirnya gak nyambung... maka terjadilah kritik ngawoor..

Denny Priyanto: Sekalipun Dr Muhsin Labib mengatakan bahwa “Tentu penerimaan de facto Sunni terhadap kepemimpinan esoterik (keagamaan) dan penerimaan de facto Syi’ah terhadap kepemimpinan kenegaraan (sosial) tidak bisa menjadi alasan untuk fusi atau peleburan dua bangunan peradaban yang telah berdiri menjulang ini.” akan tetapi interpretasi Dr Muhsin Labib di atas telah memformulasikan sebuah gabungan/fusion itu sendiri.

Hasnulir Nur: Tak bermaksud mengkritik, karena memang tak mampu. Sekedar mengenalkan kalau ada pemirsa seperti saya yang hati dan pikirannya tidak bisa terpecah; memahami argumentasi sembari menilai orang. Apalagi kalau mengarah ke motif....atau barangkali forum ini bukan untuk pemirsa seperti saya.....

Rudi Suriyanto: Berarti judul bukunya ‘Syi’ah Menurut Seseorang’.

Denny Priyanto: Apakah pada zaman Nabi ketika Nabi Muhammad SAW masih hidup ada dua bentuk kepemimpinan yang terpisah? Itu yang harus digarisbawahi oleh setiap muslim.

Ananda Kencana Tunggadewi: Ich,,, pada sok asik ngeributin siapa paling Syi’ah yaa...?!?

Dari zaman tahun jebot juga ulama kalangan ushuli & akhbari saling rebutan siapa paling eksis sebagai Syi’ah Makshumin tuh,,, lagian kalau khilafah dan imamah adalah hak Makshumin, terus konsep-konsep dari WF Iran itu ngadopsi kemana sich,,,?!?

Vertikalnya aja apa juga horizontal,,,?????

Akidah ya akidah aja, politik ya politik aza,,, kalau sudut pandang dicampur-campur, yang ada malahan anak kuliahan pengen nyobain bangku SD,,,!!!!!!

Wkwkwkwkw,,,,,,

Faisal Akbar: Saya mendukung Ustad SA yang di Iran untuk melaporkan Ustad Labib dan ABI ke Rahbar karena telah merusak Agama Ilahi.

Babah: Coba baca teliti tulisan ustadz ML kembali... dan coba netralkan dulu sekterism kalian dan buang jauh-jauh pahaman doktrin kalian dulu, baru kalian boleh menafsiri teks, wong sebelum kalian mengkaji teks nya ustadz ML dalam diri kalian sudah ada penilaian duluan terhadap tulisan Ustadz ML, ya jelas saja kalian akan mendapat hasil yang sama dengan sebelum mengkritisi tulisan ustadz ML.. Heheh

Ananda Kencana Tunggadewi: Yeee,,,, emang Syi’ah mesti harus apa kata rahbar,,,?!?

Rudi Suriyanto: Maaf kang Faisal: ustadz SA bermarja’ pada rahbar dan ustad ML bermarja’ pada Ayatullah Hussein Fadhlullah jadi ga akan mengena.

Babah: Xixxi.. Nirmala Malahayati... baru ukhti yang cerdas ... hebaaatt...

Faisal Akbar: Rudi: Ustadz Labib marja’nya Ayatullah Husain Fadhlullah? Wow.........

Ananda Kencana Tunggadewi: Sependapat sama sista Nirmala Malahayati,,,,,

Denny Priyanto: Dr ML sendiri mengatakan bahwa “Tulisan ini tidak berpretensi untuk mengemukakan salah satu pendapat yang mewakili satu madzhab, namun berusaha mencari sebuah konsep yang diharapkan mampu mengharmoniskan keduanya.” akan tetapi kenapa bukunya berjudul SYI’AH menurut SYI’AH?? Bukankah ini sebuah kontradiksi??

Faisal Akbar: Tarik Buku Sesat Perusak Akidah Syi’ah Menurut Syi’ah.

Ananda Kencana Tunggadewi:Owh,,, jadi Syi’ah harus seperti kata rahbar gitu yach ,,?!? Hmm,,,,

Ananda Kencana Tunggadewi: Yang gak sesuai apa kata rahbar maka dianggap sesat,,,,!!!!
Bagguuuusss,,,,,

Muhammad Kamal: Yang ngeritik juga belum baca bukunya, komentarnya dah membabi buta.
Ckckck....

Saran saya baca bagian awal buku ini dulu biar runut apa argumen-argumen yang disusun ustadz Labib. Lagian di buku itu juga ditulis tafsir rekonsiliatif. Namanya tafsir terhadap teks ya bermacam-macam. SA juga pendapatnya tentang Imamah meskipun dengan dalil teks juga bukan kebenaran
mutlak tapi persepsi dia terhadap teks. Selow aja beda tafsir ga usah komentarin berlebihan nuduh
orang bid’ah, syusi masing-masing aja bro nikmati keyakinanmu.

Ananda Kencana Tunggadewi: Bocah Pembunuh Dajjal niy siapa sich,,,?!? Kok benci banget ke sesama kalangan Syi’ah,,,?!?

Sinar Agama: Salam dan terimakasih atas semua tanggapannya. Saya melihat masih belum ada yang perlu ditanggapi. Saya sudah menyampaikan yang perlu disampaikan dan sudah semaksimal mungkin disesuaikan irama penulis baik dari sisi isi atau gelombang dan frekwensi cara penyampaian. Kalau ada yang melihat tulisan saya ngawur, berarti tidak perlu gelisah. Karena sudah pasti tulisan yang saya kritik, jempolan toh? Pesanku, amalkan dulu kritikan masing-masing, sebelum mengharap orang lain melakukannya. Karena ia akan dimintai tanggung jawab di dunia ini dan di akhirat kelak.

Adzar Ali: Dia mah monyet-monyet Yasiriyun.

Rudi Suriyanto: Shoheh stadz.

Sinar Agama: Teman-teman, kalau tidak ingin tulisannya dihapus dari dinding saya, maka jauhi kata laknat dan semacamnya yang tidak berhubungan dengan diskusi ilmu. Karena saya tidak mengijinkan pelaknatan di rumahku.

Sinar Agama: Saya tidak perduli apakan antum membelaku, tapi kalau tidak dengan caraku yang sudah melampaui batas, seperti sampai ke tingkat laknat di media umum ini, maka saya akan delete.
Afwan.

Ananda Kencana Tunggadewi: Memang laknat gak boleh ya oom ustadz,,,,?!? Bukannya di Qur’an ayat mengenai laknat itu ada,,,?!? Kalau boleh tau, dasarnya gak boleh laknat itu apa sich,,,?!?

Muhammad Kamal: Wuih ada fatwa dari bocah pembunuh dajjal. Nama aja dah ngawur. Kalau ente Syi’ah ngaku bener ngapa sembunyi dengan akun anonim? Orang sesat ko ente yang ngamuk-ngamuk ngelaknat? Macam betul aja hidup ngelaknat orang.

Singgih Djoko Pitono: Guru-guru saya sedang berdiskusi hebat... Yang bisa saya tangkap dari tulisan ustadz ML bahwa sekuler itu islami... Ini membenarkan seluruh bentuk kekhalifahan yang pernah exist yang diyakini Sunni... Ini membenarkan seluruh bentuk negara sekuler yang pernah ada hingga hari ini...

Dan yang paling mengerikan adalah penegasian syariat agama... Yang ujung-ujungnya yang seperti John Lennon inginkan.. Yang tertuang dalam bait-bait lagunya yang berjudul “ Imagine”.. Hanya karena ingin melihat seluruh manusia hidup damai berdampingan, tidak gontok-gontokan... Mengerikan....

Afwan...

Muhammad Kamal: Orang yang tinggal di Iran mah gak butuh sebuah tafsir yang sifatnya rekonsiliatif. Lah mereka aman di Iran. Ga perlu takut kena stigma Syi’ah. Ribuan orang Syi’ah di Indonesia ini anak istrinya lama-lama terancam jiwanya kaya di Sampang kalau gak ada upaya untuk kita menemukan titik temu dengan saudara ahlusunnah.. Lah ini enaknya secara membabi buta nuduh orang menyimpang.

Kalian apa diketahui orang sekitar kalian Syi’ah? Di fb aja pakai akun anonim sebahagian. Ama orang tua aja taqiyah sok paling Syi’ah dan terdepan membela Syi’ah.

Muhammad Kamal: Hidup Syi’ah Anonim !!!

Nuhu Nuhu: Bagi siapa saja yang belum bisa menerima perbedaan, itu artinya belum dewasa. Perbedaan bukan hanya Sunni Syi’ah saja, sesama Syi’ah pun bisa saja berbeda dalam memaknai teks dan konteks.

Sa Yang: Pak sinar ana agama antum biasa saja lah kalau saya liat tulisan sanggahan yang antum buat. Pak Sinar Agama jelas saja saya perhatikan antum ngawur dalam tulisan komentar ini. Apa yang Muhsin Labib tulis, apa juga yang antum tulis.

Saya tengok Muhsin Labib sedang bicara realita, bukan apa yang semestinya. Pak Labib bicara tentang fakta historis mengenai penerapan kata imamah dan khilafah di sepanjang sejarah islam.

Antum masih sibuk bicara imamah dan khilafah secara etimologis. Lagi-lagi imamah dan khilafah sebagaimana mestinya dalam literatur Syi’ah.

Semua komentar-komentar antum akhirnya memenuhi selera menyerang, yang dikompori oleh pelaknat, bukan lagi apa yang dimaui kebenaran.

Rekonsiliasi pemikiran dan mencari konvergensi di tengah kehidupan sosial bukan perkara mudah.

Harus dapat direduksi dalam kalimat “kompromistis” dalam memandang sebuah kata kata.

Benar sahaja, saye tak ada gelisah sikit pun dengan tulisan antum, yang saya perhatikan standar-standar sahaja. Karena di blog, website dan sebagainya sudah sangat berlimpah tulisan-tulisan jernih yang lebih bagus dari milik antum. Dan saya sendiri juga mengakui antum ada juga tulisan bagusnya.

Pak Sinar Agama ketika antum menulis tentang perangai Yasir almal’un seburuk-buruk perangai, mereka yang seperti si bocoh pembunuh dajjal dan kawan-kawannya mengutuk antum. Si rud juga same, hanya sahaja dia masih bisa berpura-pura santun dalam setiap komentarnya. Itu trik dia agar bisa menjadi wasilah mencari celah kisruh dalam internal Syi’ah. Lalu peluang itu dibagikan ke kaula taulan seaqidah pelaknatannya, sebut sahaja bentet. Nah terbukti sekarang dengan adanya gesekan sudut anggapan antum dan pak Labib dijadikan medium provokatif.

Rud, ini bukan apa yang ada di pikiran saya tapi semua selain orang rosak minda bisa menilai ko tu adalah orang yang memanfaatkan kisruh internal Syi’ah..

Ingat sajalah Rud, Allah selalu perhatikan tingkah licik ko tu. Ada masanya ko akan merasakan azab kerana sudah turut memperburuk kes yang ada.

Sa Yang: Bocah pembunuh dajjal macam mana ko nak bunuh dajjal ? Sementara dajjalnya adalah ko sendiri, kawan ko si bentet, si ahras darien, si rud , si emilia dan kawan-kawan semua tu dajjal perosak. Beranikah ko nak bunuh semua dajjal itu hei budak lulusan SD ?




Artikel selanjutnya:
================

Jumat, 15 November 2019

Imamah & Khalifah menurut buku SYI’AH MENURUT SYI’AH bagian 2

2. Imamah & Khalifah menurut buku SYI’AH MENURUT SYI’AH bagian 2

https://www.facebook.com/notes/teguh-bin-suhedi/imamah-khalifah-menurut-buku-syiah-menurut-syiah-bagian-2/10152453555563937

Sinar Agama: Dalam Tafsir Amtsal, karya Ayatullah Makaarim Syiraazii hf, dalam keterangannya mengenai ayat pengangkatan nabi Ibrahim as yang ditingkatkan dari maqam kenabian/kerasulan ke maqam imam (QS: 2:124). Beliau hf menulis:



((Apa imam itu?: Sudah menjadi jelas dengan pejabaran yang telah lalu di atas itu sehubungan dengan ayat ini (pengangkatan dari kerasulan nabi Ibrahim as ke pangkat keimamahan), bahwa derajat imamah telah dianugrahkan kepada nabi Ibrahim as setelah beliau as memiliki maqam tersebut, yang melebihi dari pangkat kenabian dan kerasulan.

Untuk menjelaskan hal di atas, maka KAMI (ulama Syi’ah, bukan yang baru menjadi dan merasa Syi’ah, penj.) berkata: Imamah itu, memiliki makna-makna yang berbeda:

b-1-1- Imamah adalah kepemimpinan dalam urusan-urusan keduniaan (horisontal). Pendapat ini dinyatakan oleh beberapa ulama Ahlussunnah.

b-1-2- Imamah adalah kepemimpinan dalam urusan-urusan agama (vertikal) dan dunia (horisontal). Pendapat ini, juga diutarakan oleh sebagian ulama Ahlussunnah.

b-1-3- Imamah adalah pengaktual atau pewujud atau penyata atau pelaksana sistem agama sebagaimana ia merupakan sistem hukum dalam artian luasnya pemerintahan dan pelaksana bagi hukuman-hukuman (seperti rajam, cambuk dan seterusnya, penj.) dan hukum-hukum Allah. Begitu pula untuk menegakkan keadilan terhadap umat dan membimbing setiap individu dalam tatanan batinnya dan cara hidup sosialnya. Derajat dan maqam ini, lebih tinggi dari maqam kenabian dan kerasulan. Karena maqam kenabian dan kerasulan, terbatas pada penyampaian agama dan pemberi harapan dan ancaman (vertikal) sementara imamah melingkupi/mencakupi tugas-tugas kenabian dan kerasulan dengan penambahan “Pelaksanaan Hukum-hukum” dan “Membimbing jiwa-jiwa secara lahir dan batin” (dan secara gamblang bahwa banyak nabi-nabi yang juga memiliki maqam imamah ini).

Maqam imamah, pada hakikatnya, maqam pewujudan tujuan diturunkannya agama dan hidayah. Yakni mengantarkan (umat) pada yang diinginkan (agama, horisontal). Karena itu, ia (imamah) bukan hanya menunjukkan jalan (kepada umat, vertikal). Selain itu, imamah juga memiliki dimensi “Hidayah Secara Natural”, yakni akses spiritual bagi imam dan pengaruhnya terhadap qalbu-qalbu yang memiliki potensi untuk menerima hidayah secara maknawiah (perhatikan hal ini dengan teliti, kata ayat Makaarim hf).

Sebagaimana matahari yang membuat tetumbuhan menjadi hidup, maka Imamah juga menghidupkan kehidupan ruhaniah dan maknawiah dalam kehidupan natural (hal yang ini yang sering difokus oleh orang yang baru Syi’ah hingga mengira bahwa imamah itu hanya merupakan wilayah takwiniah naturaliah hingga tidak memasukkan natural kehidupan sosial umat manusia dari segala sisinya termasuk keluarga, tetangga, sosial, budaya, politik, kenegaraan dan keinternasionalan, penj.).))

Kesimpulan:

Dengan beberapa penukilan dan penjelasan di atas, dapat dipahami bahwa maqam IMAMAH itu justru maqam horisontalnya sedang maqam kerasulan/kenabian, adalah maqam vertikal.

Beda Istilah Imam dan Khilafah.

Setelah mengetahui makna Imamah dari ulama Syi’ah (bukan dari kita-kita yang baru jadi Syi’ah dan tidak tahu Syi’ah kecuali secuil walau, merasa terlalu banyak tahu ini hingga berani menyalahkan seluruh ulama Syi’ah sepanjang sejarahnya), maka perlu kiranya mengetahui makna Khilafah.

KHILAAFAH, adalah penerus atau wakil Nabi saww. Karena Nabi saww adalah rasul (vertikal) yang sekaligus imam (horisontal), maka pengganti atau khalifahnya juga demikian. Jadi, khalifah dan pengganti atau wakil atau penerus Nabi saww, adalah orang yang memimpin umat dalam hal-hal ke agamaan (vertikal) dan penerapannya dalam suatu negara (pemerintahan/horisontal). Jadi, beda imamah dan khilaafh, hanya terletak pada sisi melihatnya, bukan pada esensinya.

Esensi imamah dan khilafah dalam kekhalifaan Nabi saww, tidak beda seatompun. Memang, bisa saja beda, kalau mengkhilafahi selain Nabi saww. Akan tetapi Nabi saww, karena disamping rasul Allah yang berwenang menjelaskan agama dan memursyidi umat secara maknawi (vertikal), juga berwenang memimpin umat dari sisi imamah atau imam (horisontal) sebagaimana posisi nabi Ibrahim as yang baru diangkat menjadi imam (menegakkan pemerintahan agama, wilayah yang horisontal) setelah tua dan setelah puluhan tahun menjadi rasul (wilayah yang vertikal).

Sudah sering dijelaskan di fb ini, bahwa beda rasul dan imam, yang terjelaskan dalam pengangkatan nabi Ibrahim as dan posisi kerasulan kepada posisi keimamahan, adalah dari sisi kepemimpinannya secara takwini itu. Nah, kalau takwini ini hanya diartikan esensi alam dan tidak memasukkan sosial politik manusia, itu kan namanya menjadikannya tidak beda dengan kerasulan yang bersifat vertikal dan melingkupi semua keberadaan natural. Apalagi Nabi saww yang merupakan rahmat bagi semua alam.

Jadi, pengangkatan dan penaikan nabi Ibrahim as dari kerasulan/kenabian menjadi keimamahan, adalah wewenang untuk mengejawantahkan hukum-hukum dan syari’at Tuhan, pada kehidupan sosial manusia. Yakni perintah untuk menegakkan aturan Islam dalam kehidupan sosial manusia. Karena itu, imamah itu yang justru pangkat horisontal, dan bukan pangkat vertikal. Setidaknya, merupakan kesalahan besar kalau imamah itu dieksklusifkan pada masalah-masalah vertikal.

Supaya saya tidak kelihatan ngibul dan sok tahu, maka saya nukilkan satu referensi yang menjelaskan perbedaan kedua, istilah tersebut (imamah dan khilafah):

Dalam kitab Al-Syii’ah Fii al-Islaam, karya ‘Allaamah Thaba Thabai ra, setelah merangkan imamah seperti yang telah dinukil di atas itu, beliau ra, meneruskan penjelasannya. Karena takut kepanjangan, saya mau meringkas poin-poinnya saja:

b-2-1- Bahwa tidak ada yang menolak bahwa kehidupan manusia yang berkelompok, walau hanya dalam satu rumah tangga kecil saja, harus memiliki pemimpin di dalamnya.

b-2-2- Dari sisi lain, semua tahu bahwa pemimpin ini, tidak selalu ada dalam umat atau kelompok yang dipimpinnya tersebut.

b-2-3- Semua orang tahu dengan mudah bahwa kalau seorang pemimpin mau meninggalkan umat atau kelompoknya, maka selalu menentukan KHALIFAH menggantikan dirinya dalam masa ketidakadaannya di tengah-tengah umat atau kelompok yang dipimpinnya.

b-2-4- Islam sebagai agama yang sempurna, juga tidak lengah dalam urusan kepemimpinan dan keKHALIFAH-an ini.

b-2-5- Lalu setelah itu, beliau as mengatakan:


((Karena itu, Nabi yang mulia saww, tidak pernah meninggalkan kelompok yang baru masuk Islam, atau kelompok yang telah dikuasai Islam, atau suatu kota/negeri atau desa yang telah dikuasai pemerintahan Islam, tanpa mengutus dengan cepat kepada mereka seorang wakil atau pejabat pelaksana, untuk mengatur urusan-urusan sosial-politik kelompok tersebut (yang baru masuk Islam atau yang baru dikuasai Islam itu). Dan hal ini juga merupakan kebiasaan/ajaran Nabi saww, dalam jihad. Karena itu, ketika mengirim surat ke suatu tempat, maka beliau saww menunjuk satu ketua diantara mereka (pengantar surat). Dan kadang menentukan lebih dari satu ketua, sebagaimana terjadi di perang Mu’tah dimana beliau saww menentukan 4 ketua yang bergilir dimana kalau yang pertama mati, maka di-KHILAFAHI (diteruskan) oleh yang ke dua dan kalau yang ke dua mati, di-KHILAFAHI oleh yang ke tiga dan begitu seterusnya.

Islam telah menunjukkan perhatiannya kepada masalah KHILAFAH dan PENGANGKATAN KHILAFAH ini, secara penuh. Dan tidak pernah lengah dari masalah ini. Kapan saja Nabi saww ingin meninggalkan kota Madinah, maka selalu mengangkat KHALIFAH (pengganti/wakil). Ketika Nabi saww ingin berhijrah dari Makkah ke Madinah, mengKHALIFAHKAN imam Ali as di Makkah, untuk mengurusi hal-hal tertentu di masa yang pendek itu, seperti menyerahkan amanat kepada pemiliknya. Begitu pula telah mengKHALIFAHKAN imam Ali as, untuk melakukan pembayaran hutang-hutang dan apa-apa yang berhubungan dengan beliau saww secara khusus setelah wafat beliau saww.

Sesuai dengan kaidah dan rumus ini, maka SYI’AH mendakwa bahwa sama sekali tidak mungkin Nabi saww, sebelum wafat beliau saww, tidak berwasiat kepada satu orang untuk mengKHALIFAHI beliau saww (meneruskan) untuk mengurusi masalah-masalah umat, setelah beliau saww. Yakni tidak mungkin beliau saww tidak menunjuk satu orang untuk memimpin pelaksanaan pemerintahan, dalam daerah-daerah yang telah dikuasai Islam.))

Kesimpulan poin b:

Dengan semua penjelasan di atas dapat dipahami bahwa:

KEIMAMAHAN DAN KEKHILAFAAN, SAMA SEKALI TIDAK BERBEDA DARI SISI ESENSINYA, YAITU SEBAGAI PEMIMPIN UMAT DARI SISI LAHIR (horisontal) DAN BATIN (vertikal), DARI SISI PRIBADI DAN SOSIAL, DARI SISI IBADAH DAN PEMERINTAHAN, DARI SISI SOSIAL MANUSIA DAN BAHKAN SELURUH KEBERADAAN SEMESTA. DIKATAKAN IMAM KARENA MEMIMPIN, DAN DIKATAKAN KHALIFAH, KARENA MENERUSKAN MISI DAN TUGAS-TUGAS KENABIAN saww (yang di samping memiliki wilayah kerasulan/vertikal juga keimamahan umat, horisontal) DI SELAIN MENERIMA WAHYU SYARI’ATNYA.

Alberto Mahaluby Miscionerry: Pak ustadz Anwar Luthfi, sedikit hal yang dijelaskan oleh ustadz kalangan Syi’ah dalam mengomentari konsep Imamah dalam tubuh Syi’ah. Semoga berkenan melihat alur dialognya secara berurutan...

Anwar Luthfi: Insya Allah kalau sedang kambuh hobby membacanya, ane tengok tuntas om Alberto Mahaluby Miscionerry.

Muhammad Wahid: Ditunggu sekali sambungannya ustadz Sinar Agama, ketika wacana berfikir pribadi mengatasnamakan sebuah keyakinan dalam hal ini adalah madzhab Ahlulbait, maka semua orang yang terkait terutama dari kalangan ulama berilmu dengan berbagai kapasitas & tingkatannya apalagi ada yang lebih tinggi dari sang penulis link itu, maka memang wajib menanggapi tulisan tersebut, karena secara umum bisa mempengaruhi pola pikir umat terhadap istilah Imamah & Khalifah, dan tanggung jawabnya dibawa sampai ke akhirat,.. afwan.

Sinar Agama:

KOMENTAR TULISAN PERPARAGRAF:

(1). Paragraf

Kepemimpinan setelah Nabi

Biang Perbedaan

Bagaimana konsep ......

Secara etimologis, khalifah berasal ....

Dalam konteks Nabi sebagai pemimpin,......

Dengan demikian, khilafah yang dimaksud di sini .....


KOMENTAR:

1- Sudah dijelaskan di mukaddimah, bahwa dalam Syi’ah, khilafah dan imamah, adalah sama. Perbedaan nama, hanya karena perbedaan pandang pada hakikat yang satu, yaitu pemimpin umat. Karena itu, tidak pantas mengatakan bahwa sebagian Syi’ah yang mengatakan bahwa imamah itu mencakupi kepemimpinan vertikal dan horisontal, akan tetapi semua Syi’ah.

2- Apalagi imamah ini, dalam Syi’ah, masuk dalam Ushuulu al-Diin, dimana WAJIB diimani dengan dalil gamblang dan tidak boleh taqlid. Nah, dengan demikian, maka makna yang mencakup itu, diketahui dan diimani oleh semua orang Syi’ah.

(2). Paragraf:

Sudah banyak polemik dan ......

KOMENTAR:

Mencari konsep keharmonisan, dengan menginjak-injak prinsip dasar sebuah golongan, bukan hanya tidak akan pernah mampu membuatnya, melainkan akan menambah berantakannya sosial keagamaan masing-masing golongan dan bahkan merupakan penghancuran tiang-tiang keagamaan, DISAMPING, pembodohan kepada orang-orang awam, teruma yang baru menjadi anggota pada masing-masing golongannya yang tidak tahu apa-apa selain kata-kata manis dan sastrais non argumentatis.

(3). Paragraf:

Bila isu kepemimpinan ini ......

KOMENTAR:

Ketika benang yang sudah merah jelas dalam sepanjang ajarannya yang sudah 14 abad lebih, dijatikan benang yang berwarna tidak karu-karuan (mending kalau dijadikan satu warta seperti hitam), maka jelas bukan hanya menghilangkan benang merah itu sendiri, akan tetapi menjadikannya menjadi debu sama sekali, hingga jangankan warna, benangnya saja menjadi hilang dari permukaan bumi DAN, sebagai gantinya banang lebah yang diindahkan dan dikuatkannya sendiri, dengan menyalahi semua ajaran para ulama, maraaji’, imam Makshum as, Nabi saww dan, Tuhan sendiri.

(4). Paragraf (yang ini saya nukilkan):

Konflik menjadi makin rumit karena Sunni menganggap konsep kepemimpinan (Imamah) yang diyakini Syi’ah sebagai tandingan konsep kepemimpinan (Khilafah) yang diyakini Sunni, dan Syi’ah menganggap konsep kepemimpinan (Khilafah) yang diyakini Sunni sebagai antikonsep kepemimpinan (Imamah) yang diyakini Syi’ah. Padahal, bila diperhatikan secara seksama dan bebas dari sentimen sektarianisme, rincian konsep Khilafah dan Imamah berbeda secara substansial dan tidak niscaya saling menafikan.

KOMENTAR:

Yang rumit itu justru ketika semua sudah memiliki dasar yang jelas dalam ajaran yang ditulis turun temurun, tidak dijadikan pijakan untuk mencari persatuan. Apa tidak rumit kalau mau menyatukan golongan, dengan meniadakan ajaran dari masing-masing golongannya tersebut?

Awal langkah mencari penyelesaian pertikaian adalah mendudukkan dulu pendapat masing-masing. Dari sanalah baru dicarikan jalan keluarnya. Lah, kalau nilai-nilai gamblang Sunni dan Syi’ah yang sudah terwarisi secara gamblang dalam qurun waktu 14 abad lebih (kecuali yang baru Syi’ah dan sok tahu Syi’ah), tidak diperhatikan dan bahkan dibuangnya, bukan hanya tidak akan pernah mampu menyelesaikan persoalan, akan tetapi akan dianggapnya anak kecil, yang menjual daging yang berupa pelepah pisang dan teman sejawatnya membelinya dengan uang dari dedaunan.

Langkah paling jitu yang diambil Tuhan, Nabi saww, para imam Makshum as dan para maraaji’ serta para intelektual sejati (yang ilmunya tinggi dan tidak pernah berhenti belajar karena tidak merasakan pandai walau sedetik) adalah:

MASING-MASING GOLONGAN BOLEH MEYAKINI DAN MENERANGKAN  SERTA MENDAKWAHKAN KEYAKINANNYA, AKAN TETAPI TIDAK BOLEH SALING MEMAKSAKAN KE GOLONGAN LAIN DAN WAJIB MEMBERIKAN KEBEBASAN KEPADA MASING-MASING GOLONGAN SERTA, BEKERJA SAMA DALAM BIDANG-BIDANG YANG SAMA UNTUK MEMBANGUN UMAT ISLAM DARI DALAM DAN UNTUK MENGHADAPI MUSUH BERSAMA DARI LUAR. DALAM DISKUSI DAN DAKWAH BOLEH SALING SALAH MENYALAHKAN DENGAN ARGUMENTASI KARENA HAL ITU MERUPAKAN KONSEKUENSI GAMBLANG DARI BERGOLONGAN, AKAN TETAPI TIDAK BOLEH SALING MEMAKSAKAN. SEMUA PIHAK MESTI MENYADARI BAHWA YANG DIYAKINI DAN DITABLIGHKANNYA, TIDAK LAIN HANYA MERUPAKAN TUGAS KEMANUSIAN DAN KEMUSLIMAN MASING-MASING, TANPA MERASA SEBAGAI NABI ATAU UTUSAN TUHAN UNTUK MENGHUKUM GOLONGAN LAIN DAN MEMUSUHINYA DI DUNIA INI. KARENA TUHAN SAJA, MENUNGGUKAN KE AKHIRAT KELAK.

Sinar Agama: (13). Paragraf:

Bentuk

Sebagaimana pernah dijelaskan tentang ....

KOMENTAR:

Dari awal sudah dapat dirasakan dimana letak kekeliruan pemikiran dan keyakinannya tentang imamah di Syi’ah. Yaitu pada informasi yang tidak lengkap yang, dikiranya hal yang sudah final dan lengkap. Merasa sudah puncak mengetahui Syi’ah hingga tidak ngotot belajar tapi bahkan sebaliknya, ngotot tabligh dan mengajar.

Pengangkatan nabi Ibrahim as sebagaimana sudah diterangkan di atas, yakni penaikan dari maqam kenabian/kerasulan menjadi keimamahan, adalah justru dari sisi horisontalnya, yakni penerapan hukum Islam sebagai suatu negara atau pemerintahan. Misalnya, bukan hanya mengajari bahwa zina itu mesti dicambuk, akan tetapi diusahakan untuk diaplikasikan dalam bentuk, benar-benar dicambuk dimana, hal ini jelas menuntut aktifnya kepemimpinan horisontal secara menyeluruh. Karena ajaran Islam bukan hanya cambukan terhadap penzina, akan tetapi juga militer yang kuat, pertanian, pendidikan ....dan seterusnya... yang juga harus kuat. Ekonomi dan politik, apa lagi tentu Kepemimpinan yang sesuai dengan konsep Tuhan, terlebih apa lagi.

Jadi, imamah itu merupakan kepemimpinan takwini yang, sangat jelas meliputi ketakwinian kehidupan sosial manusia. Di sinilah letak kekeliruan berfikir dan berkeyakinan penulis tulisan itu. Karena dikiranya, yang namanya takwini, hanya meliputi urusan-urusan malakuti hingga imamah diartikan atau dilebih cocokkan kepada kepemimpinan vertikal. Padahal, justru horisontal itulah yang dikatakan imamah. Tentu yang juga meliputi kepemimpinan takwini.

Sebenarnya takwini inilah yang justru horisontal itu, sekalipun terhadap urusan-urusan malakuti. Karena itulah, dalam keyakinan Syi’ah, seluruh malaikat dan makhluk-makhluk Tuhan, taat dan wajib taat, pada imam. Di malam lailatu al-qadr, para malaikat dengan seluruh urusannya masing-masing, wajib datang pada imam untuk mengajukan kerja-kerja setahun ke depannya. Dan imam memeriksanya sesuai dengan pangkat keimamahan dan kekhilafaan yang diberikan kepada mereka as.

Penulis tulisan, di samping telah mengkebiri makna imam itu sendiri, ia (atau mereka, karena katanya penulis buku itu adalah tim yang terdiri dari beberapa orang), juga mengkebiri makna khilafah. Karena khilafah di sini, bukan hanya sebagai nau’ dan untuk BUMI, melainkan khilafah yang merupakan insan kamil dan mengimami seluruh makhluk, baik yang berada di atas bumi atau di luar bumi, baik buminya sendiri atau planet-planetnya, baik materi atau non materinya.

Memahami kritik Syi’ah terhadap ketiga khalifah pertama, harus dengan keyakinan dan makrifah Syi’ah itu sendiri, bukan dengan orang dengan pemahaman orang yang baru menjadi Syi’ah dan merasa memahami Syi’ah. Karena itu, kritik Syi’ah terhadap ketiga khalifah itu, dari semua sisi kepemimpinannya. Apa saja yang dimaui dengan arti kepemimpinan mereka. Karena imamah dan khilafah dalam Syi’ah, benar-benar memiliki makna yang sama.

Jadi kritikan Syi’ah terhadap mereka adalah dari sisi tidak memenuhi syaratnya, baik dari persyaratan spiritual sebagaimana diyakini sebagian Sunni hingga mereka wajib dihormati dan diikuti, juga dari persyaratan adiministrasi. Yakni baik vertikalnya atau horisontalnya.

Karena Syi’ah yakin, bahwa pemegang kepemimpinan horisontal dalam Islam (bukan agama-agama terdahulu yang mungkin ada yang beda pada beberapa obyek ajaran Tuhan yang biasanya disesuaikan dengan kondisi masing-masing), juga harus pegang kepemipinan vertikal.

Jadi, yang mesti disayangkan itu, bukan ajaran Syi’ah yang menyala sepanjang jaman, akan tetapi penulis yang sama sekali tidak memahami Syi’ah TAPI MENGATASNAMAKAN SYI’AH.

Akhirnya saya jadi ragu, mereka itu Syi’ah siapa, yakni pengikut siapa? Wong semua tulisannya tidak ada sandarannya kok, baik agama, akal dan ulama.

Jadi, PEREDUKSI MAKNA KHILAAFAH DAN IMAMAH itu bukan para ulama dan maraaji’, dan bukan pula para imam Makshum as yang mengajarkan semuanya dalam hadits-hadits gamblang mereka as, dan bukan Nabi saww yang mengajarkan dalam hadits-hadits gamblang yang bertebaran di kitab Sunni dan Syi’ah dan bukan pula Tuhan yang mengajarkannya dalam al-Qur an, AKAN TETAPI PENULIS SENDIRI.

(13-1). Paragraf:

Kesalahpahaman tanpa Klarifikasi

Yang patut disayangkan, adanya orang-orang Syi’ah yang .....

Sejarah menunjukkan bahwa Imam Ali tetap mendukung dan membaiat khalifah Abu Bakar, meskipun setelah berlalu enam bulan. Pembaiatan tersebut justru menjadi indikator bahwa syarat aksep-tabilitas publik telah terpenuhi dan kebijakan khalifah telah diakui. Hal ini bisa menjadi dasar bahwa kekhalifahan tidaklah berada dalam posisi vis a vis dengan imamah. Sebaliknya, ucapan selamat dari Umar atas Imam Ali pada hari Ghadir Khum adalah pengakuannya kepada Ali bin Abi Thalib sebagai wali/Imam (spiritual) dan tidak menghilangkan peluangnya sebagai khalifah (struktural) pada periode selanjutnya. Imam Ali jelas tidak pernah mundur dari posisinya sebagai Imam, karena memang posisi Imam tidak bisa dianulir. Posisi Imam bukan kepemimpinan yang bersifat struktural dan ditentukan berdasarkan banyaknya suara pemilih. Syi’ah berkeyakinan bahwa Imam Ali ditunjuk langsung sebagai Imam oleh Nabi.

KOMENTAR:

Yang sangat disayangkan itu adalah penulis sendiri. Karena perampasan khilafah itu telah diterangkan oleh Nabi saww, para imam Makshum as dan para ulama dan maraaji’ dalam seluruh hidup mereka. Sebab sekali lagi, khilafah dan imamah itu sama sekali tidak ada bedanya. Memang dimensi ketercikalan imamah itu, tidak bisa dirampas. Namun bukan berarti kehorisontalannya, juga boleh dirampas atau, disyahkan untuk dirampas.

Ketidakbisaan dirampasnya dimensi vertikal itu, karena ia merupakan sesuatu yang non materi, bukan karena adanya pemilihan tugas imamah dan khilafah. Karena keduanya memang satu hakikat yang disebut dengan dua latar belakang penyebutan. Disebut imamah karena memimpin umat, dan disebut khilaafah karena meneruskan tugas Nabi saww di selain menerima wahyu syari’at. Nah, kalau Nabi saww itu memiliki dua bentuk kepemimpinan horisontal dan vertikal, maka khilaafahnya juga seperti itu mas.

Tentu saja, yang diajarkan Tuhan, Nabi saww dan para imam Makshum as serta para ulama dan maraaji’, bukan hanya tentang perampasan tersebut. AKAN TETAPI TERMASUK MENJAGA PERSATUAN, TIDAK MEMAKSAKAN KEHENDAK DAN TIDAK MENGEJEK TOKOH GOLONGAN LAIN SERTA DIBOLEHKANNYA BERTAQIAH DALAM RANGKA MENGGALANG DAN MEWUJUDKAN PERSATUAN MUSLIMIN.

Dan yang dipahami oleh semua umat tentang MAULA di Ghadiir Khum, termasuk oleh Abu Bakar dan Umar ketika mengucapkan selamat kepada imam Ali as di tempat tersebut, adalah dengan maksud kemaula-an vertikal dan horisontal. Karena terlalu mudahnya memahami hal itu sebagaimana sering dijelaskan dalam keterangan hadits Ghadiir Khum. Jadi, dakwa penulis, hanyalah dakwa kosong yang dikarang-karang sendiri dan, barangkali telah diilhami syaithan yang biasa membesitkan hal-hal unik dan rada sulit dipahami awam. Kesoktahuan penulis akan niat Abu Bakar dan Umar, sudah merupakan hal yang kegamblangannya melebihi matahari. Sok tahu ghaib dan betul-betul sudah melampai batas.

(14). Paragraf:

Dua Dimensi Kepemimpinan Nabi

Langkah dan kebijakan pertama yang diambil Nabi .....

Patut diingat bahwa .......

Syi’ah meyakini bahwa Rasulullah Saw .....

Kemudian setelah diteliti secara seksama .......

Dalam pandangan ini hanya ada dua asumsi, ........

Fakta sejarah menunjukkan bahwa kondisi masyarakat .......

Sedangkan kemungkinan kedua pada asumsi kedua di atas, ......

Umat Islam memerlukan pemahaman yang jelas dan sempurna tentang Islam ...


KOMENTAR:

Dalam ajaran Syi’ah, imamah itu wajib makshum, karena kalau tidak makshum, tidak bisa ditaati secara mutlak, padahal imam wajib ditaati secara mutlak kerena disejajarkan taat pada Allah dan Rasul saww. Begitu pula wajib makshum, karena kalau tidak makshum tidak boleh ditaati (QS: 76:24). Imam wajib makshum karena hanya yang makshum yang bisa mengatahui Qur an secara hakiki (QS: 56:79). Imam wajib makshum karena ia jalan lurus yang wajib diminta, dicari dan diikuti (QS: 1:6-7).

Kalau keyakinan Islam yang disinambungkan dan diestafetkan oleh Syi’ah, tentang imamah yang harus makshum itu, maka jelas tidak akan tergantung apakah umat sudah bisa bersyura atau tidak. Karena sekalipun seluruh umat manusia di dunia ini, baik sejak nabi Adam as sampai kelak imam Mahdi as keluar, baik sudah layak bersyura atau tidak, berkumpul untuk mengetahui siapa yang makshum, maka tidak akan pernah bisa. Karena kemakshuman itu sifat lahir dan batin manusia. Batinnya juga baik dari sisi keseratuspersenan-lengkap dan benarnya ilmu-amalnya, juga dari sifat-sifat lainnya seperti buruk sangka, syirik, riya’ ... dan seterusnya. Yang tahu hal-hal seperti ini, hanya Allah. Sementara kekasih-kekasihNya yang diberi tahu, akan tahu dengan bantuanNya, bukan dengan syura para nabi atau para rasul dan imam.

(15). Paragraf:

Kepemimpinan Spiritual dan Struktural

Kepemimpinan spiritual berbeda dengan kepemimpinan struk-tural (politik). ....

Karena itu, kepemimpinan spiritual lebih penting dari .....

Tapi setelah melalui beberapa masa sejak Rasul wafat dan ......

Secara nyata terbukti bahwa Ahlul Bait kehilangan fungsi .....

Sebagaimana telah terbukti dalam sejarah para shahabat, mereka ......

Sebagai akibat dari perselisihan dan perang tuduh yang .....

KOMENTAR:

Beda kepemimpinan vertikal dan horisontal itu, apa hubungannya dengan masalah imamah yang ada di Syi’ah dengan khalifah yang ada di Sunni mas??? Sebab imamah yang ada di Syi’ah, memiliki arti horisontal dan vertikal. Keberbedaan dimensi kepemimpinan, sama sekali tidak kena mengena dengan bahasan imamah dalam Syi’ah. Karena keduanya, sama sekali tidak bisa dipisahkan. Bagaimana mungkin orang bisa menjadi pemimpin horisontal manakala ia bukan pemimpin vertikal? Dengan apa seseorang bisa memimpin horisontal umat, kalau ia tidak makshum dalam ilmu keIslamannya dari sisi kelengkapan ilmunya dan kepastianbenarnya??? Bagaimana bisa pemimpin memimpin dengan adil atau bahkan benar, kalau ia tidak mengerti Islam dengan lengkap dan pasti benar?

Kerana itu terlalu sangat ra’syih ketika tulisannya mengatakan kelebihpentingan dan kelebihberperanan kepemimpinan spiritual. Sebab kepemimpinan politik, sama sekali tidak bisa dipisahkan dari kepemimpinan spiritual. Wong dasar dari setiap amal itu adalah ilmu dan keyakinan yang bersifat spiritual kok.

Kita/Syi’ah tidak menjadi bangga dengan perkataan Umar yang mengatakan bahwa kalau tidak ada imam Ali as dia menjadi celaka hingga menjadikannya ukuran berakidah dan bermakrifah kita dalam bersyi’ah. Karena dengan adanya imam Ali atau tidak adanya, yakni ditanyainya imam Ali as oleh Umar atau tidak, permasalahannya sangat jelas, yaitu bahwa Umar sama sekali tidak layak menjadi khalifah, karena khalifah itu adalah khalifah Nabi saww yang memiliki dua kepemimpinan sekaligus, yaitu vertikal dan horisontal.

Karena itu, maka kesemakinmemudarnya penghormatan pada kepemimpinan vertikal atau spiritual ini, sama sekali tidak bisa dijadikan pembenaran pada perujukan khalifah-khalifah kepada imam manakala mereka menghadapi masalah yang tidak bisa diselesaikan sendiri.

Karena bagi Syi’ah, apapun masalah yang mereka hadapi dan bisa diselesaikan sekalipun, maka tetap wajib merujuk kepada imam dan, bahkan wajib menyerahkan kepemimpinannya itu kepada imam.

(16). Paragraf:

Ambiguitas Mekanisme dan Kebijakan dalam Khilafah

Apakah Nabi Saw mewariskan sistem atau format tertentu .....

Tak ada konsep baku dalam pemilihan khalifah. Ia terus.......

Selain itu, bisa disimpulkan, tak semua kebijakan para khalifah .....

Banyak pihak menduga keputusan Abu Bakar memerangi ......

Selain itu, zakat termasuk salah satu devisa .....

Khalifah kedua, Umar bin Khatthab, juga .....

KOMENTAR:

BUKAN HANYA AJARAN DAN KONSEP IMAMAH YANG DIRUSAK OLEH PENULIS, AKAN TETAPI JUGA KONSEP KENABIAN. DIHANCUR LEBURKAN. Karena bukan hanya Nabi saww, Tuhan sendiri dalam Qur an telah merumuskan kepemimpinan horisontal, alias sosial politik itu. Sungguh saya benar-benar ragu terhadap kesyi’ahan penulis. Mana ada orang Syi’ah yang tidak meyakini atau boleh meyakini, bahwa Tuhan dan Nabi saww tidak merumuskan konsep kepemimpinan horisontal. Ngaco amat.

Lah, terus kelengkapan Islam itu apakah hanya karena mengatur masuk WC mas???? Kalau ada muslimin atau mayoritas muslimin atau bahkan seluruh muslimin sekalipun, yang menolak konsep baku kepemimpinan Islam/Syi’ah, maka hal itu, bukan berarti Islam tidak mengajarkannya. Dalam Islam, konsep itu bukan hanya baku di Qur an dan hadits Syi’ah, akan tatapi juga baku di hadits Sunni. Opo hubungane menungso karo agomo Islam sing lengkap lan suci niku mas???!!!

Mungkin dapat memudahkanmu memahaminya. Afwan dan wassalam.

(17). Paragraf:

Kritik terhadap Khalifah

Kritik Syi’ah terhadap khalifah-khalifah bersifat politis semata. ......

Tidak hanya Syi’ah yang meyakini khalifah bukanlah imam, ......

Dengan begitu kita bisa membedakan dua jenis kepemimpinan ini. .....

Dalam sebuah riwayat disebutkan, “Hasan dan Husain adalah dua Imam, baik berkuasa

maupun tidak berkuasa.” Artinya baik saat kepemimpinan politik atau administrasi ia pegang

atau pun tidak, mereka tetaplah Imam.

Dalam konteks ini muncul dua istilah yang sebetulnya .....

Meski berbeda basis, Imamah yang basisnya .....

KOMENTAR:

Sekali lagi saya merasa menanggapi tulisan ini, tidak ada gunanya. Karena semuanya bersifat mendakwa, tanpa dalil. Lagi-lagi mengaku dan mengatasnamakan Syi’ah. Mana ada Syi’ah menerima dua bentuk kepemimpinan?

Kepemimpinan vertikal dan horisontal itu, keumatan dan kemasyarakatan, wajib dipegang oleh satu orang yang makshum sebagaimana diajarkan Allah dan Nabi saww. Kritik Syi’ah terhadap para khalifah, bukan hanya dalam masalah-masalah kemasyarakatan (horisontal), akan tetapi juga mencakup hal-hal kevertikalannnya. Artinya, bahwa pemegang tampuk kepemimpinan horisontal/kemasyarakan itu, wajib orang yang memegang tampuk kepemimpinan vertikal/keumatan. Kalau dalam obyek-obyeknya, banyak keritikan Syi’ah terhadap Saqifah (yang didakwa Sunni sebagai akseptabiitas publik), penghapusan mut’ah (kebijakan politik), peperangan dan pembantaian (kebijakan politik), semua dan semua, BUKAN KARENA TELAH MENGESAHKAN KONSEP KEPEMIMPINAN HORISONTAL DARI ORANG YANG TIDAK MEMEGANG KEPEMIPIMPINAN VERTIKAL, AKAN TETAPI KARENA DALAM BIDANG TERSEBUT, JUGA MEMBUKA PELUANG UNTUK DIKERITIKI DAN JUGA MENJADI DALIL BAGI KETIDAKLAYAKAN KHALIFAHNYA SERTA KARENA KEBANYAKANNYA, MEMANG HANYA DALAM URUSAN-URUSAN KEMASYARAKATAN/HORISONTAL ITULAH TEMPAT TERJADINYA BUKTI KESALAHAN.

Sudah sering saya katakan di fb ini bahwa hanya mujtahid yang berhak memberikan penjelasan tentang ayat dan riwayat secara langsung. Karena itu, kalau tidak, maka ia akan menjadi penafsir dengan akalnya sendiri yang, sudah tentu, belum dijejeli dan dicekoki berbagai ilmu yang dalam. Artinya, hanya ongkang sana sini, membuka hadits, mengkhayal paham, apalagi punya kepentingan seperti umumnya wahabi, langsung dicarikan makna yang sesuai dengan khayalannya tersebut.

Maksud dari imam Hasan as dan imam Husain as itu imam walau tidak memegang kekuasaan, adalah keduanya as tetapi imam vertikal dan horisontal, walau tidak diakui dunia sekalipun.

Jadi, merekalah imam dan khalifah yang syah sementara yang lainnya adalah batil. Bukan yang lain benar karena hanya menjadi khalifah (horisontal) dan bukan pula karena keduanya tetap imam lantaran kevertikalan kepemimpinan keduanya tidak bisa dirampas lantaran berupa spiritual non materi. Begitu pula, maksud Nabi saww (Allahu A’lam) memberikan peringatan bahwa keduanya as yang telah ditunjuk Allah sebagai imam dan khalifah itu, akan dikhianati setelah Nabi saww wafat. Karena itulah Nabi saww menangisi mereka as selagi masih kecil atau bahkan selagi baru lahir ke muka bumi ini.

Jadi, imam itu, wajib berkuasa. Dan kalau tidak berkuasa, maka umat yang tidak mendukungnya dan perampas kekhalifaannya, dan bahkan pendukung mereka, semuanya akan dimintai tanggung jawab kelak di akhirat. Bagi yang sengaja, yakni yang sudah tahu kebenaran imamah tapi tetap seperti itu, maka mendapat hisab yang berat. Dan yang tidak tahu karena belum sampainya penjelasan tentang hal itu dengan jelas, maka bisa dimaafkan oleh Allah swt. Namun demkian, selama di dunia, para imam as dan, apalagi pengikutnya, tidak boleh memaksakan kebenarannya ke atas umat yang tidak menerimanya. Karena asas Islam itu, adalah kesadaran, pengetahuan dan iman, bukan paksaan lantaran masalah kepahaman, hati dan iman, sama sekali tidak bisa dipaksakan karena bukan daerah materi badani, melainkan daerah spiritual non materi. Jangankan memaksakan, mencela golongan yang beda saja tidak dibolehkan mereka as.

(18). Paragraf:

Kesimpulan

Ternyata kesalahpahaman yang tidak segera diklarifikasi ........

Mungkin hipotesa dan analisa di atas tidak direstui oleh para .......

Dengan paparan di atas, kalangan Sunni secara de facto ......

Tentu penerimaan de facto Sunni terhadap ........

Menjadi Sunni atau Syi’ah bukanlah kesalahan. .......

Selanjutnya para pemikir kedua kelompok ini harus mengubah energi gontok-gontokan menjadi energi saling mendukung dan mem-bahu mencerdaskan akar rumput dan awamnya serta membuang semua isu elementer yang menjadi biang kebencian mutual. Kalangan Sunni harus rela memosisikan para khalifah dan shahabat sebagai manusia yang tidak sempurna, yang bila tidak diyakini kekhalifa-hannya tidak berarti keluar dari Islam. Kalangan Syi’ah perlu makin aktif mene-gaskan bahwa kepatuhan dan kecintaan kepada imam tidak bersifat primer, karena itu merupakan konsekuensi dari kepatuhan dan kecintaan kepada Nabi Saw dan bahwa orang yang tidak memosisikan mereka sebagai imam tidak menyebabkannya keluar dari Islam.

(Mohon tidak dishare. Tulisan ini dikutip dari buku SYI’AH MENURUT SYI’AH yang akan segera diterbitkan oleh DPP ABI).

KOMENTAR:

Lemahnya posisi Islam, bukan karena tidak mengklarifikasi ala kamu mas, tapi karena secara umum, saudara-saudara Sunni, masih ada yang belum mampu beradaptasi dengan lingkungan yang berbeda seperti layaknya para imam-imam Syi’ah yang bukan hanya beradaptasi, tapi bahkan kawin dengan mereka. Karena itu, tidak heran kalau beberapa imam Makshum as, justru dibunuh/diracun para istri mereka sendiri, seperti imam Hasan as dan imam Hadi as, imam Haadi as.

Memang, ada dua model Syi’ah yang bisa dikagorikan menghambar persatuan.

Pertama, adanya Syi’ah yang ortodok dan ekstrim dimana dalam sepanjang sejarahnya hanya ada satu dua tokoh saja.

Ke dua, orang yang sok tahu Islam dan Syi’ah, yang telah mengacaukan bukan hanya persatuan, akan tetapi penyimpangan dan penipuan kepada saudara Sunni dimana nantinya bisa meletupkan perpecahan yang lebih parah karena merasa ditipunya.

Karena itu, bukan mungkin lagi bahwa hipotesa dan analisanya tidak akan direstuinya oleh kedua belah pihak, akan tetapi juga akan membuat murka mereka. Karena telah menafsir keduanya seenah udhelle (seenak sendiri).

Begitu pula, sekali lagi, yang mereduksi itu adalah kamu mas, karena itu, reinterpretasi kamu itu terhitung seburuk-buruk bid’ah. Karena bukan lagi dalam masalah fikih, melainkan sudah meranah ke masalah keimanan. Setidaknya dari kacamata Syi’ah yang memiliki ushuulu al-diin keimamahan.

Tidak ada Sunni yang menerima kepemimpinan imam Ahlulbait as secara Islami/Syi’ah, yaitu yang mencakup kepemimpinan vertikal/esoterik dan horisontal, kecuali imamah ala bid’ah kamu itu. Dan tidak ada orang Syi’ah yang menerima kekhalifaan selain Ahlulbait as, sekalipun secara de fakto. KARENA YANG DE FAKTO ATAU YANG TERJADI ITU, BUKAN KEKHALIFAAN AJARAN ISLAM HINGGA PERLU ATAU WAJIB DIAKUI. Yang diakui Syi’ah’dari de fakto itu, justru telah dan sering terjadinya, perampasan kekhilafaan.

Memang, di imam Ali as, saudara Sunni juga menerima kekhalifaan beliau as. Akan tetapi, bukan kekhalifaan Islami yang mesti diyakini, melainkan kekhilafaan horisontalik non makshumik yang, didukung oleh khayalanmu itu (afwan karena tidak bisa dikatakan analisa).

Penerimaan Sunni terhadap kepempinnan esoterik Ahlulbait as, memang dapat mendekatkan dua kubu untuk membuat persatuan. Akan tetapi, bukan berarti meresmikan dan membenarkan interpretasi mereka hingga yang Syi’ah, kamu suruh mereinterpretasikan lagi masalah imamah dan khilafah yang, apalagi disertai dengan tuduhan keji kepada Allah,

Nabi saww, para imam Makshum as dan para ulama dan maraaji’ sepanjang sejarah, dengan dikatakan telah mereduksi atau mendistorsi pahaman keduanya.

Sekali lagi, Tuhan, Nabi saww dan para imam as, tidak ada yang pernah mengajarkan kedua jenis kepemimpinan yang maknanya sudah kamu distorsi dan reduksi itu. Karena yang ditunjuk Nabi saww adalah bermaksud penunjukan terhadap kedua bentuk kepemimpinan (vertikal dan horisontal). Karena itu, buah yang kamu maksudkan itu, hanya buah karanganmu sendiri dan selain Syi’ah. Sementara buah yang diinginkan Islam, adalah mencakupi kedua dimensinya.

Kedua kelompok tidak bisa saling dileburkan, dan yang bisa hanya dipersatukan. Dan pemersatuannya, bukan dengan saling menerima konsep masing-masing seperti yang kamu usahakan itu, karena hal itu mustahil dan seperti anak kecil yang tidak tahu barat dan timur lalu jualan pelepah pisang yang dikatakan daging serta membelinya dengan dedaunan dengan mengatakan sebagai uangnya. Tapi dengan saling manahan diri untuk tidak saling paksa. Karena di ke dua atau banyak golongan Islam, Qur an-nya hanya satu dan di dalamnya mengajarkan “laa ikraaha fii al-diin” yakni “tidak ada paksaan dalam agama”. Kalau dalam agama saja tidak ada dan tidak boleh memaksakan, maka apalagi dalam madzhab dan kelompok.

Energi gontok-gontokan harus dirubah dan sudah dari abad-abad silam para ulama Syi’ah dan bahkan para imam as merubahnya. Para imam as bahkan kawin dengan selain Syi’ah. Jangankan teman, murid-muridnya, banyak yang bukan Syi’ah. Jangankan muslimin yang tidak pernah menyakiti imam as, yang menyakitipun, kalau bertaubat, segera dimaafkannya, misalnya Hur yang ikut syahid di Karbala setelah sebelumnya menjendrali pasukan musuh dalam pengepungan dan penyerangan terhadap imam Husain as.

Jadi, orang Syi’ah dan Sunni, tidak perlu konsep persatuan yang kamu berikan, karena ia adalah hakikat kekacauan. Syi’ah dan Sunni, sama-sama punya Tuhan dan Qur an serta Nabi saww yang, semuanya mengajarkan tidak ada paksaan dalam agama. Jadi, yang diperlukan bukan kesadaran dan pengetahuannya, karena semuanya sudah pada tahu, akan tetapi aplikasinya. Saling teman, saling temu, saling tolong dan semacamnya, adalah jalan menuju pengurangan gontok-gontokan itu, bukan dengan saling merubah interpretasinya dengan interpretasi buatanmu itu mas. Afwan.

Orang Syi’ah, yang mengambil dari para imam as dan ulama mereka, tidak pernah mengatakan bahwa imamah itu primer dari sisi hubungannya dengan kenabian mas. Karena imamah itu jelas setelah kenabian, emangnya kamu tidak pernah belajar ilmu Kalam apa, yakni lima ushuluddin hingga berani menganjurkan kepada Syi’ah untuk tidak memprimerkan imamah sehubungan dengan kenabian. Parah sekali mas. Imamah itu seconder (kalau bisa dikatakan seperti itu) dari sisi urutannya, bahkan yang ke empat. Karena sebelumnya adalah Tuhan, Adil Tuhan dan kenabian. Akan tetapi dilihat dari sisi ajaran Islamnya, maka IMAMAH JELAS PRIMER KARENA IA MERUPAKAN USHULUDDIN ATAU DASAR AGAMA. EMANGNYA ADA DASAR YANG TIDAK PRIMER MAS????

Tidak ada dalam sejarah Syi’ah yang tidak meng-Islamkan selain Syi’ah, yakni yang tidak taat pada imam Makshum as. Wong para imamnya as saja kawin dengan mereka kok. Emangnya kalau selain Syi’ah itu kafir, boleh kawin mas? Jadi, para imam as dan ulama Syi’ah, tidak perlu kamu ajari mas, bahkan kamu yang harus belajar banyak dan jangan pernah mengira sudah pandai, alim dan tokoh hingga memberikan jalan keluar kehidupan sendiri dan dari kocek sendiri (tidak taqlid), kepahaman sendiri dan menyalahkan semuanya, terutama para ulama dan tokoh-tokohnya dalam sepanjang sejarahnya. Kalau ingin tahu makna kafir di Syi’ah, kamu tidak perlu merujuk ke ulama yang mungkin tidak dapat kamu jangkau, tapi ana sendiri sudah menuliskannya dalam bentuk pasal dan nomor yang, , mungkin dapat memudahkan pemahaman. Afwan dan wassalam.

Sinar Agama: Teman-teman, antara poin (13) dan (14), ada poin sisipan yang berupa poin (13-1). Hal itu karena ada pelewatan kala mencopynya dari komputer ke fb. Terimakasih.

Sang Pencinta: Arull Weaslete Rock, tolong tidak menganggu keindahan penjelasan ustadz sinar ini dengan ss antum yang tidak relevan dengan komentar ustadz SA, kecuali memang ingin mengomentarinya.

Meyo Yogurt: Mohon ijin menyela. Pembahasan ini sangat baik untuk saya pelajari dan, kalau umpama telah jelas semua, saya mau bertanya apa yang terjadi ketika Nabi Adam as. belum turun dan belum ada manusia yang jadi khalifah atau imamah, apa perbedaannya di alam bumi ini dengan setelah ditunjuk Khalifah atau Imam. Terimakasih.




Artikel selanjutnya:
==================