Minggu, 25 November 2018

Suluk Ilallaah = Menyerahkan Kemerasa-wujud- an



Seri tanya jawab HenDy Laisa dengan Sinar Agama 
by Sinar Agama on Friday, January 4, 2013 at 3:40 pm



HenDy Laisa: 21 Oktober, Salam... Dalam istilah perjalanan spiritual manakah yang lebih tepat dari istilah-istilah berikut: 
  1. Perjalanan Menuju Tuhan... 
  2. Perjalanan Menjadi Tuhan... 
Mohon pencerahannya beserta argumennya kalau bisa... Tafadhal! 

Iyang Samangka: Yang lebih tepat “Perjalanan Menuju Tuhan” dengan bahasa yang lain “Perjalanan Menuju Cahaya” 

HenDy Laisa: Iyang Samangka> Ahsan..argumennya bagaimana? 

Sinar Agama: Salam: Tidak ada yang benar. Argumentasinya ada di catatan-catatan wahdatu al wujud

Abdullah Ndonk Mubarak: Perjalanan menuju Tuhan dan menjadi Tuhan. argumentnya kalau bisa!!!!!!!!!!!!!!!!!!!! 

Neo Quisling: Perjalanan manusia paripurna dalam kehidupan ini terdiri dari 4 tahap 
  1. perjalanan dari alam ciptaan MENUJU Allah 
  2. perjalanan dalam Allah 
  3. perjalanan kembali dari Allah menuju ciptaan kali ini bersama Allah 
  4. perjalanan dalam ciptaan bersama Allah 
(Mulla Shadra) 

Rido Al’ Wahid: Menjadi fana. 

Sainichi Maeda: Yang jawaban dari mullah Shadra. Itu yang benar. Atau gampangannya, dalam tubuh kita ada ruh ilahi. Andaikan Allah membolehkan tuhan itu ada banyak, kita bisa jadi tuhan. tapi sayang, qul huwallahu ahad. Tuhan cuma satu. 

Firdaus Said: Kemenjadian padaNya. Atau kepadaNya menjadi. 

Sainichi Maeda: Menjadi Tuhan, kalau Allah mengizinkan loh, tapi mau jadi Tuhan gimana? Nguasain nafsu, egois, emosi, dan sifat-sifat buruk iblis aja tidak bisa, hadeuhhh 

Achmad Badawi: Nabi Musa saja mau melihat saja nggak sanggup, bukit Tursina hancur, Musa pun pingsan, gimana menjadi Tuhan? 

Sainichi Maeda: makanya.... itu karena Allah tidak ngizinin om.... hadeuhh... coba kalo ngijinin.... what ever... we`ll se the GOD... itu cuman keinginan manusia yang haus akan bukti nyata aja kok... bagi yang mengerti hakikat untuk apa manusia diciptakan, tidak perlu sampai melihat.. tau BIODATA Tuhan aja udah cukup... ieuww 

Andi Zulfikar: Salam. Menurut ku yang menyimak pelajaran-pelajaran wahdatul wujud khususnya dari Ustadz SA hf, ya tidak ada yang betul...apalagi menjadi Tuhan? lah dirinya sendiri fana dan yang ada adalah Wajibul Wujud selain itu ya hancur tergilas oleh Wujud yang Satu 

Sainichi Maeda: Belajarlah lebih banyak lagi om.... belajar terus dan terus... nanti juga tau apakah kita pantas menjadi Tuhan APABILA Allah mengizinkan... dan kita juga bisa mikirin gimana caranya jadi Tuhan ( kalau Allah NGIJININ) dengan jiwa yang masih membutuhkan kepada penciptanya... baca yang bener.. diresapi... dan simpulkan dengan akal yang sehat, tanpa egois, tanpa emosi, dan tanpa fanatik. kebenaran itu bersifat universal loh... 

Sainichi Maeda: @ Hendry Laisa... Sebenarnya sama aja.. itu hanya permainan kata saja... intinya... AKU ADALAH TUHAN... (seperti yang di ucapkan Siti Jenar) 

Achmad Badawi: Walau memang seluruh Grand Master Spiritual sepakat dengan diktum: “Siapa nggak rasa, ketemu, ngalami, cium baunya, dia tak akan percaya jika diceritakan hasil perjalanan penyelaman spiritualnya”. Makanya para Grand Master Spiritual menggambarkannya melalui konsep-konsep tertentu, metafor dan lambang-lambang. Mulla Sadhra sendiri mewanti-wanti agar tak boleh menceritakan pengalaman spiritual bagi mereka yang tak memiliki ‘bahan, modal, pengalaman spiritual’. Dalam bukunya Mulyadi Kartanegara ditulis “Rumi tekankan kita untuk menyelam, di ‘kedalaman diri’, sebab menuntut mutiara sejati kehidupan melalui buku dan akal menurut Rumi diibaratkan seperti menimba air laut dengan timba yang kecil, satu kerja yang melelahkan namun tak mendapatkan apa-apa.” 

Sainichi Maeda: Jangan salah ngomong loh.... merasa, ketemu, ngalami, cium baunya or yang lainnya, BUKAN DENGAN JASAD YANG LEMAH INI....!!!! TAPI DENGAN RUH YANG DIHIASI CAHAYA ILAHIYAH... melihat itu bukan pake mata.. tapi penglihatan.. mencium bukan make idung, tapi penciuman, mendengar itu bukan pake kuping, tapi pendengaran, merasa itu bukan pake indra perasa, tapi menggunakan perasaan dan hati yang UNIVERSAL.. sesuai apa yang akan dirasakan.. ingat!!! kebenaran selalu bersifat COMPATIBLE.... 

Sainichi Maeda: Allah itu universal.. untuk siapa saja... jadi jika mau kenal Allah.. kita juga harus berfikir universal... kenali diri kalian, kalian pasti tau Allah itu apa, bagaimana, dimana, siapa..... (benar kata rumi)... merenunglah.. jangan banyak ngegosip....!!! 

Achmad Badawi: Spiritual itu exact-pasti, universal, tak bisa dikarang-karang, khayal halusinasi, atau bohong tertipu delusi. Makanya yang rasa, ketemu, ngalami, cium baunya, dia akan percaya. Sebaliknya yang nggak rasa, ketemu, ngalami, cium baunya, dia tak akan percaya. Hingga Mulla Sadhra pun mewanti-wanti agar tak boleh menceritakan pengalaman spiritual bagi mereka yang tak memiliki ‘bahan, modal, pengalaman spiritual’ - ‘mi’raj ke dimensi- dimensi alam yang lebih tinggi’. 

Sainichi Maeda: Luhft inilah pemikiran yang dibenci oleh Islam golongan yang lain santai aja lah mikirin Tuhan itu. 

Jack Marshal: Kok seperti kejawen? Bisa jelasin gak? 

Sinar Agama: Antum tinggal percaya atau tidak dengan wahdatulwujud (wahdatu al-wujud). Kalau percaya dengan dalil-dalil yang ada, maka berarati tidak ada wujud selainNya. Karena itu, kalau selainNya tidak wujud dan tidak ada, mana bisa “menjadi” atau “menuju”????!!! Menjadi dan Menuju itu adalah kata kerja yang perlu pelaku. Ketika pelakunya tidak ada, lalu siapa dan apa yang mau menjadi dan menuju? 

Jadi, sebagaimana sudah berkali-kali dijelaskan, bahwa suluk itu hanya untuk mengikis habis KEMERASAAN WUJUD hingga dapat merasakan dan melihat ketiadaannya. 

Mungkin antum bertanya, kalau tidak wujud kok bisa merasa dan melihat? Jawabannya, adalah ketiadaan itu bisa berupa tajalli dan bayangan atau wajah. Jadi, yang merasakan ketiadaan wujud itu adalah bayangan wujud atau wajah wujud atau tajalli wujud atau manifestasi wujud, bukan wujud itu sendiri. 

Dengan bahasa ringkas, yang merasa dan melihat ketiadaannya itu adalah esensi, bukan wujud dan eksistensi. 

Kalau kemenjadian padaNya, menjadiNya ...dan seterusnya, adalah pandangan Mutashawwifah atau sok shufi yang tidak memahami perkataan para arif/shufi-hakiki seperti Muhyiddin. Karena itu, mereka meyakini ittihad dan hulul, yakni menyatu denganNya atau disatui olehNya. Ini yang dikatakan menjadiNya dengan menujuNya atau ditujuNya. 

Ammar Dalil Gisting: Allahumma shalli ‘alaa Muhammad wa aali Muhammad, yang merasa dan melihat ketiadaannya itu adalah esensi, bukan wujud dan eksistensi. 

HenDy Laisa: Ahsan Kuncinya Wahdatul Wujud. Syukron Ustadz Sinar Agama atas tambahan pengetahuannya. 

Rohman Suparman: “ Tuhan. Andai sayap-sayap mahabbah ini tak mampu menjangkau mihrob- MU. Namun aku tak mesti takut terjatuh karena ruang dan waktu sesungguhnya milikMU. 

Rohman Suparman: “ Tuhan. Imanku tak sekokoh bukit yang berdiri tegak menengadah ke langit. Namun bagai sebutir debu yang akan sirna andai diterpa angin. Biarkan aku menjadi belukar yang tumbuh di atas bukit agar pijakanku tak serapuh butiran debu. 

Achmad Badawi: Tumpullah lisan, Matilah pembahasan! Allohumma sholli ala Muhammad waali Muhammad. 

Firdaus Said: Salam, Ustadz Sinar Agama. Terima kasih atas penjelasannya, kami begitu sangat senang dan bahagia, Ustadz selalu meluangkan waktu untuk selalu memberikan pencerahan pada kami dalam catatan WW Bag. 2 Penjelasan Ustadz : Jadi, perubahan/amal, jalan dan tujuannya, tidak lain adalah wajahNya Dan karena semuanya adalah wajah Wujud, maka manusia, amal, jalan/agama dan tujuannya itu adalah kemenjadian-wujud, bukan wujud yang berbuat dalam wujud, berjalan di atas wujud dan menuju kepada wujud. Tidak demikian. Tetapi semuanya itu tidak lain kecuali kemenjadian-wujud. 

Kemenjadian-wujud, yakni selalu dalam kepengembalian-wujud itu kepada yang berhak dan kepengembalian-wujud, bukan berarti kita memilikinya dan kita kembalikan, bukan tetapi, menyerahkan wujud itu dari “kemerasaan-punya-wujud” kepada yang punya sebenarnya dan karena kita tidak pernah wujud, dan karena yang ada hanyalah merasa punya wujud, maka karena itulah Tuhan mengatakan “KepadaNya menjadi”, bukan “menjadiNya”. Yakni selalu dalam ketiadaan dan ketidak-punyaan-wujud. Artinya, karena Wujud=Allah, maka manusia selalu dalam “kemenjadian padaNya”, bukan “menjadiNya”. Yakni selalu dalam “kepenyerahan wujud” 

Dengan demikian, maka manusia di surga-neraka yang juga sama-sama tidak ada dan sama-sama wajahNya, maka tidak lain manusia itu berubah dari wajah yang satu menjadi yang lainnya, yakni dari kewajahannya sebagai manusia menjadi wajah lain yang disebut dengan surga-neraka itu dimana surga sebagai wajah dari RidhaNya dan neraka dari MurkaNya, mohon maaf jika kami salah memahami tulisan Ustadz. 

Sinar Agama: Hendi: Itu bukan tambahan, tapi sangat pengulangan dari catatan-catatan yang telah lalu. 

Sinar Agama: Firdaus: Sudah benar yang antum pahami sekarang ini. Jadi, perjalanan itu hanya perjalanan dalam khayalan, bukan yang sesungguhnya. Yakni dari khayalan memiliki wujud kepada menyerahkan wujud. Dikatakan khayal karena kita yang merasa wujud, bukan pemilik wujud yang sebenarnya. Jadi, suluk itu hanya untuk menyadarkan khayalan yang salah tersebut. Karena itu, dalam penjelasannya juga sering dikatakan seperti yang dinukil antum itu, yaitu “kepada Tuhan menjadi” sebagaimana Tuhan sendiri mengatakan hal itu di ayatNya sebagaimana maklum (QS: 3: 28). 

Jadi, perjalanan itu hanya dari esensi ke esensi. Yakni dari esensi yang merasa memiliki wujud ke esensi yang mengimani bahwa ia tidak punya wujud dan menyerahkan khayalannya atau kemerasa-wujudannya itu kepada yang memilikinya secara hakiki. Padahal, tidak ada yang diserahkan oleh esensi itu karena ia memang tidak wujud. 

Bande Husein Kalisatti: Bagaimana cara membunuh kemerasaanwujud Ustadz Sinar Agama? Afwan. 

Sinar Agama: Bande: Kan sudah sering diterangkan bahwa untuk menggempur kemerasaanwujud itu dimulai dari mengempur diri dari menentang Tuhan. Karena itu belajarlah dengan benar akidah dan fikih dan amalkan hingga tidak ada kesalahan lagi dan tidak ada dosa lagi. Ketika kita sudah lepas dari semua dosa, gempurlah diri kita itu di tingkatan berikutnya, yaitu meninggalkan makruh. Meninggalkan dosa dan makruh ini, mesti dengan hati dan badan. Jadi, hati membencinya dan badan menjauhinya. 

Ketika sudah tidak melakukan dosa dan makruh, maka barulah belajar menghilangkan hal-hal yang lebih kecil dalam mempertahankan kemerasa beradaan wujud itu, yaitu menyukai yang halal. Jadi, yang halal ini memang boleh dimakan dan pakai, tapi tidak boleh dengan rasa suka. Karena suka, akan menebalkan kemerasa beradaannya. Jadi, lakukan yang halal tapi tidak dengan rasa suka, terlebih terikat kepadanya. 

Sebenarnya, sejak dari berusaha meninggalkan kesukaan kepada yang halal inilah, suluk itu dimulai, Karena itu, ayatullaht Jawodi Omuli hf mengatakan bahwa orang yang masih menyukai yang makruh, walau ia sudah meninggalkan dosa sama sekali, jangankan menjadi pesuluk, menjadi murid pesuluk saja tidak mungkin. Di tempat lain mengatakan bahwa orang yang masih menyukai yang mubah, ia tidak akan pernah jadi pesuluk. 

Ketika sudah meninggalkan yang mubah dengan hatinya (tidak dengan badannya), maka ia sudah mulai akan bersentuhan dengan alam ghaib, kasyaf dan karamah. Nah, untuk menggempur kemerasaberadaaannnya itu, ia harus meninggalkan rasa sukanya kepada yang ajib-ajib dan yang hebat-hebat itu, seperti kasyaf dan semacamnya itu. 

Setelah ia meninggalkan semua itu dengan hatinya, maka ia akan melihat surga atau lauhu al- mahfuzh. Tapi ia tidak boleh menyukainya. Begitulah sampai ke Akal-satu. Dan ia tetap tidak boleh meyukai apapun selain Allah. Ketika itulah ia fana. Dan ia tidak boleh menyukai fana’nya karena itu ia akan fana’ dalam fana’. 

Ketika seseorang sampai ke tingkatan fana’ di dalam fana’ inilah maka ia baru bisa melepaskan wujud itu, yakni melepaskan kemerasaanwujud tersebut. 

Praktik rincinya bisa merujuk ke catatan “Suluk Ilallaah” yang baru dua seri (kuingat) dimana ia akan berlanjut dengan ijinNya. 

Edewan Abdul Majid: Dalam suatu peribadatan, itu ada namanya toleran, terutama kondisi dan keadaan yang tidak memungkinkan, ibadahpun tanpa materi itu enggak jalan, sekarang ini patokannya menjadi di persempit oleh kaidah-kaidah yang sifatnya keadaan yang mendukung, sementara dalam keadaan seperti ini apakah itu menjadi suatu permaslahan?, jika di bandingkan menjual kepiting dan menjual riba, mana yang lebih afdol?. 

Bande Husein Kalisatti: Iya Ustadz, syukron, antum sering menjelaskan, tapi ana ingin dijelasin lagi maklum murid bandel dan bebal he he... 

Edewan Abdul Majid: Makruh dan haram telah di jual manusia, mana yang lebih baik?. 

Edewan Abdul Majid: Atas dasar apa makan dan memelihara kepiting untuk demi seuap nasi itu haram? Kenapa yang berkerja di perbankan dengan potensi RIBA gila-gilaan tidak diharamkan? Kalau kamu berani haramkan yang kerja di bank, aku akan haramkan penjualan dan makan kepiting. 

Firdaus Said: Ya. Ilahi setiap kita mengulangi membaca cattan WW dari penjelasan Ustadz, semakin kuat keinginan untuk membakar habis diri ini, - tapi tidak semudah membakar kayu bakar kemerasaanmemiliki diri inilah sebagai sumber segala musibah dalam hidup akal ini telah mengetahui ke Wahdatul Wujud, tapi selalu saja dalam kehidupan sehari-hari kemerasaanwujud begitu kuat. 

HenDy Laisa: Ustadz Sinar Agama> Terimakasih atas pengulangan penjelasannya. 

Sainichi Maeda: Membahas wahdatul wujud atau yang lainnya yang berhubungan dan sesuai dengan marja` kalian masing-masing tapi ingat, lapisan alam berbeda beda. alam nasud (alam fisik) alam malakut (metafisik) alam jabarut (bahkan lebih luas dari metafisik) alam lahud (alam ketuhanan) dan Allah itu berada di alam yang lebih tinggi dari alam lahud boro-boro mau membahas tahu biodata Allah secara detail aja sudah merupakan karunia luar biasa ingat mas, om, Ustadz, pak atau siapalah Allah itu Tuhan semesta alam untuk siapa saja kalau mau menjadi orang yang bisa mempersatukan umat yang udah terpecah belah begini, berfikirlah dengan satu pemikiran yang mewakili segala cara berfikir seluruh umat di alam semesta kalau kalian pantas berarti kalian mampu menjadi pemimpin kalau tidak cukup sudah jangan bikin bingung kalangan- kalangan yang tak mampu (namun merasa mampu) untuk berfikir tentang Tuhan, eksistensi Tuhan, esistensi Tuhan, tentang epistimologi tentang ontologi atau ilmu yang lainnya cukup! biarkan imam mahdi (al-muntazhar) yang akan menjelaskan kepada kita semua. 

Gak usah banyak tingkah anda sekalian bukanlah bagian dari para marja`iyah atau sulukiyah atau yang lainnya. kalian bukan rahbar ingat Allah nggak suka orang-orang yang sok-sok-an islam tidak pernah roboh islam tidak pernah runtuh islam tidak pernah hancur jadi buang jauh-jauh pemikiran untuk menegakkan agama islam pemikiran untuk menjaga islam dan pemikiran-pemikiran yang lainnya kalian kan tidak mendapatkan Surat Mandat Kerja dari Allah untuk melakukan itu semua. dan yang udah dapet itu ada jadi kembalilah kepada yang udah dapet minta penjelasan melaluinya agar tidak kesasar pemikiran dan otaknya ala kulli hal Allah itu Tuhan untuk siapa saja dan apa bila akal kalian mampu mencerna perkataan siti jenar ( AKU ADALAH Tuhan ), berarti kalian sudah melewati tahap yang amat sangat jarang sekali orang mampu melewati tahap ini (aku adalah tuhan) by: siti jenar 

Sinar Agama: Edewan: Kalau antum sering membaca tulisanku dimana itu memang tidak wajib, maka antum pasti akan tahu bahwa Islam itu mengharamkan riba dan Begitu pula yang kerja di bank riba itu. dalam riwayat dari jalur Ahlulbait as, riba itu dibagi menjadi 60 bagian dimana dosa paling kecilnya, sama dengan zina dengan ibu sendiri di dalam ka’bah. 

Khommar Rudin: Allahumma shalli alaa Muhammad wa aali Muhammad 

Sinar Agama: Muchammad Husain (Sainichi Maeda): 

1- Kita sudah membahas hal-hal wahdatulwujud ini sekitar dua tahun. Kalau antum ada masa- lah, silahkan simak dulu tulisan-tulisan itu (16 seri) dan baru ngamuk-ngamuk disini. Kita tidak masalah antum mau mengamuk dan larang ini larang itu, tapi setelah membaca semua tulisan-tulisan itu. Tentu saja, setelah membaca catatan “Suluk Ilallah” yang baru 2 seri dari sekitar mungkin 75 seri. 

2- Ilmu irfan dan wahdatulwujud itu adalah ilmu argumentasi. Tentu saja, sebelum Mullah Shadra ra, sulit diargumentasi-i dan hanya mengandalkan kasyaf. Karena itu, mungkin antum lambat mendengar ini hingga menganggap bahwa mengerti wahdatulwujud atau hal-hal makrifatullah yang di atas filsafat itu adalah ilmu yang luar biasa. Memang, sesuai dengan palajaran kami di hauzah, untuk mengerti irfan ini harus belajar sampai sekitar 30-35 tahun (lihat kurikulum hauzah). 

Kami sudah memperlajari itu dengan ijinNya dibawah bimbingan para arif yang diwariskan Islam kepada kita. Itu kalau hanya masalah ilmunya. Lah, antum di sini ngamuk-ngamuk dan mengatakan kami-kami ini sok ini dan itu, dengan dasar apa? Bukankah antum ini yang sok ini dan itu, sok menstempel orang lain dengan sok, sok menasihati dengan tidak tahu lapangannya dan seterusnya. Afwan ana hanya mengimbangi tulisan antum. Jadi, jangan sakit hati.

3- Islam tidak pernah roboh hingga tidak perlu meniatkan diri untuk menegakkan Islam, kata-kata ini, tidak lain kata-kata para imperialis yang menipu muslimin dan kata-kata muslimin yang tertipu imperialis yang biasanya dikejawantahkan oleh orang-orang yang anti wilayatulfakih- mutlak. 

Allah Agung, Islam tidak pernah jatuh dan tetap nomor satu dan seterusnya tidak ada hubu- ngannya dengan kita. Allah Agung itu adalah Allah, tapi kita apa? Agama Islam itu tidak pernah roboh itu milik Islam, tapi kita apa? 

Allah Agung dan Islam Tidak Pernah Jatuh, itu urusan Tuhan dan Islam, bukan urusan kita. Urusan dan kewajiban kita adalah meninggikan diri kita dan menegakkan Islam. Yakni menegakkan Islam pada diri kita, keluarga kita dan sosial kita. Islam Agung itu adalah pada tempatnya. Tapi kita harus mengagungkan diri dengan Islam itu adalah tempat lain dan urusan lain. Nah, kita harus menegakkan Islam pada diri, keluarga dan sosial kita itulah yang diwajibkan agama dan akal serta merupakan kewajiban kita semua. 

Jadi, kita tidak boleh mengkhayal menegakkan Islam, karena ia bukan khayalan, akan tetapi karena ia merupakan kewajiban yang nyata. 

4- “Bukan marja’ dan bukan mandat” yang antum katakan, merupakan kata-kata usang para imperialis yang antum ulang lagi. Lah, antum kok tahu ada mandat-mandatan itu? Lah antum kok tahu bahwa kemandatan dan kemarjaa’an itu mengharamkan orang lain menjabarkan Islam? 

Lucu amat. Karena para marja’ yang bersusah payah menjelaskan Islam kepada murid- muridnya, begitu pula para pesuluk, selalu dan selalu, mewajibkan murid-muridnya untuk menyebarkan Islam ini. Yakni dengan argumentasi dan dalil serta kesabaran dan aplikasi. 

Loh kok tahu-tahu antum muncul dan mengatai kita orang-orang sok-sokan dan melarang kita melakukan diskusi-diskusi ini karena tidak punya mandat. Emangnya antum punya mandat untuk malarang ini. Atau, apakah antum punya dalil dari para marja’ dan pesuluk yang melarang kita berdiskusi agama ini? 

5- Mengembalikan masalah-masalah kepada imam Mahdi as. adalah langkah terakhir antum hingga tidak bertakiah lagi kepada kita. Karena seruan itu, memang seruan yang dimintai para orang-orang putus asa dan memang selalu yang dihembus-hembuskan para imperialis ketika ingin menjinakkan orang-orang Syi’ah dimana untuk menjinakkan orang-orang Sunni dengan cara lain, seperti mencipta Jama’ah Tabligh (yang ajaran intinya adalah melarang jihad dengan pedang kalau jihad nafsu belum selesai. Lah jihad nafsu itu kan tidak pernah selesai kecuali dengan ajal menjemput kita?). Banyak lagu-lagu syaithan yang diluncurkan oleh para imperialis itu hingga sekarang, untuk menjajah kita, apakah buminya, politiknya, harga bangsanya, ekonominya, militernya, pendidikannya dan seterusnya. 

Penutup: Ketika kata-kata favorit yang disukai “Aku adalah Tuhan”, dan komentar antum disini juga disebut sebagai suatu maqam, itu tandanya antum ketinggalan jauh dari pembahasan kita. Karena kata-kata itu adalah kata-kata sesat dan di luar Islam. Karena itu, kalau ada waktu ada baiknya kalau menelurusi catatan wahdatulwujudku yang sudah 16 seri itu. Wassalam. 

Ammar Dalil Gisting: M. Husain@: Antum itu tidak tahu bahwa sesungguhnya berkah kerja beliau yang tak kenal lelah itu dalam membimbing siapa saja yang mau, banyak sudah manfaat yang kami proleh dari tulisan-tulisan beliau (SA). Sehingga kami yang awam ini menjadi banyak tahu tentang apa dan bagaimana ilmu itu harus dipelajari, dipahami dan diresapi hingga akhirnya teraplikasi dalam kehidupan sehari-hari. 

Dan alhamdulillah dengan melalui catatan-catatan beliau (SA) kami bisa selamat dari perangkap para impelarialis yang menghendaki umat Islam selalu dalam kejumudan. 

Kami yang awam saja mampu memahami apa-apa yang beliau tulis dalam catatan-catatannya apalagi yang bukan awam? Kami tahu dan mengenal siapa beliau, biarkan manusia untuk mncari dan menggali ilmu tanpa harus didikte-dikte? 

Allahumma shalli ‘ala Muhammad wa äli Muhammad wa ‘ajjil farajahum!

MukElho Jauh: Allahumma Sholli ‘Ala Muhammad Wa Ali Muhammad

Bande Husein Kalisatti: @Muhammad husein, “Ngomong opo?” 

Zaranggi Kafir: Hehehe Edewan ngaku sering baca catatan Ustadz Sinar Agama tapi bacanya kecepetan kalee. Muchammad Husain ngamuk-ngamuk karena apa yee? Ane juga kagak ngarti dengan omongannye hehehehe 

Sainichi Maeda (Muchammad Husain): Waduuhh parah sumpah aku tidak ngatain ustadz kalian tapi ku hanya mengingatkan kalian SEMUA tanpa terkecuali termasuk diriku sendiri mau siapa kek, ustadz kek, kiyai kek, ulama kek, tetek bengek kek semuanya manusia biasa tidak ada yang di jamin kema`shumannya cuman imam Mahdi yang pantas untuk kita beri pertanyaan yang bikin otak kalian ruwet ini ilmu bolehlah banyak, gelar boleh lah tinggi, pengalaman boleh lah luas, tapi kalau itu sesat or salah or ngebingungin orang lain or malah bikin madlorot or apalah gimana coba? songong amat ngerasa dirinya paling-paling lu sapanya Tuhan hah? Sapa nya islam coba? cuman umatnya nabi Muhammad aja belagu wong nabi aja tidak ngajarin tuk jadi orang belagu umatnya nabi lain kali ya tapi ngaku jadi umatnya nabi Muhammad heemm butuh penjelasan ekstra memang wat orang-orang yang tinggi hati dan cara berfikirnya biarin imam Mahdi ajalah yang ngejelasin ntar lu lu pada bilang gue songong juga lagi hadeuuhhh 

Sainichi Maeda: (Muchammad Husain): @ Sinar Agama: beuuh parah dah Siti Jenar emang dijauhi ama wali songo tapi bukan berarti dia sesat dong!! antum aja yang tidak ngerti secara terperinci maksud Siti Jenar ngomong itu apa. Siti Jenar awalnya bagian dari wali songo, tapi karena cara berfikirnya terlalu ekstrem maka wali songo memilih untuk melepas Siti Jenar dari wali songo karena cara penyebaran islam yang digunakan walisongo adalah lemah lembut karena otak orang Indonesia itu otaknya budak kalau tidak dipukul, dibentak, dicaci, dikerasi, dan lainnya ga bakal ngerti. jadi kasian deh nih ya kalau emang buku antum itu baik benar mudah dipahami memberikan suatu pencerahan yang mana para pembaca tidak bakal nemuin di buku lain waduuhh udah best seller dan go internasional lah emang buku antum udah segitu tingkatnya? Buku antum dah ngelebihin tingkat nahjul balaghah ta? Kok sampe di bangga-banggain gitu? maaf kalau terlalu kasar coz gue makhluk kasar kalau makhluk halus tidak bakal punya facebook and bisa comment begini 

Sainichi Maeda (Muchammad Husain): @ Sinar Agama : (lagi) bukannya gue make pemikiran imperialis atau apalah memang kita butuh guru memang kita butuh yang lainnya untuk mengetahui apa yang kita belum ketahui tapi guru yang seperti apa? imam Khomeini nyuruh kita untuk bertanya kepada imam ali Khomenei setelah beliau tapi, coba baca berita-berita tentang masalah politik di IRAN rahbar sendiri dimusuhin oleh kalangan yang mengaku umat Nabi yang mengaku lebih pantas menerima dari pada rahbar (Ali Khomenei) apa itu yang kalian andalkan? apa orang- orang yang berguru pada orang yang salah yang anda andalkan? Nabi aja memerintahkan setiap umatnya membaiat Ali bin Abi Thalib bahkan baiat itu masuk kedalam syahadat yang mana malah menjadi syarat di hari akhir kelak saudaraku sekalian hidup itu cuman sebentar di jalan banyak ranjau jangan salah menginjak gara-gara kita mengandalkan ego, fanatism, emosi dan sebagainya setiap manusia memiliki sesuatu, dan segala sesuatu yang dimiliki manusia, sekecil apapun itu pasti akan dimintai pertanggung jawaban gue lupa dalilnya sebab dah lama tidak buka kitab-kitab enakan baca Qur'an tapi sayang, tafsiran ala khalifatuna maulana ’Ali bin Abi Thalib tidak ada coba ada mantap pastinya 

Zaranggi Kafir: Hehehehe jelas ente ntuh anti wilayatul faqih Muchammad Husain, ane kagak pinter-pinter amat ye tapi ane paham dikit ente ntuh berusaha mendiskreditkan Ustadz Sinar Agama yang telah banyak memberi pencerahan kepada kami-kami yang memang bodoh ini hehehe 

Coba baca aje ntuh komen Ustadz yang ane rasa mudah dipahami, gamblang en argumentatif serta masuk akal hehehe. Untuk Ustadz Sinar Agama yang ane kagumi, sabar aje Tadz hadapi orang model gitu, seperti biasa pasti Ustadz bisa patahkan argumen orang ntuh dan ane seribu persen dukung Ustadz hehehehe. 

Grey Landau: Ana al Haq ! 

Zaranggi Kafir: @much Husain, ente blom tau sedang berhadapan dengan siape, saran ane baca- baca aje dulu catatan wahdatu al wujud dari Ustadz Sinar sebelom ente ngoceh ngalor ngidul, kagak ada salahnye ente baca kan?hehehe 

Kalau ente anti pilsapat kagak perlu ente ngomong kayak gini sekali lagi ane yang fakir dan masih belajar cuma bisa omong yee ente kagak tau keilmuan Ustadz Sinar jadi gak usah merasa selepel ame beliau dalam diskusi ilmu afwan Ustadz Sinar kalau ane kelihatan agak gerah dengan omongannye si Much Husain ini ke antum, hehehe 

Sainichi Maeda (Muchammad Husain): So what gitu whatever see the truth huh 

HenDy Laisa: Muchammad Husain> Diskusilah dengan argumen jangan pakai emosi 

Mencari Guru: Engkau adalah “aku” andaikan bukan karena kemakhlukanku engkau tidak akan ada 

HenDy Laisa: Mungkin dengan kita membaca ulasan Ustadz Sinar Agama dalam catatan wahdatul wujud kita akan bisa memahami masalah postingan di atas 

Fitrah Zahra: Makanya jangan berandai andai hehehehe 

Zaranggi Kafir: Hehehe Muchammad Husain ente kehabisan amunisi argumen ye 

Ammar Dalil Gisting: Akhina Zaranggi, Sabar saja, Kita memang butuh orang-orang seperti M.Husain, Dunia butuh orang-orang semacam dia? Agar DUNIA tahu akan kecemerlangan ajaran kebenaran yang diemban orang-orang benar. 

Karna memang kebenaran perlu dibenturkan/digosok agar ketahuan aslinya, Anggap saja batu asah yang digunakan untuk megosok benda tajam, akan semakin tajam bila sering digosok, sementara batu asahnya sendri akan mengalami penipisan/gerang yang akhirnya patah dengan sndirinya. Buktikan saja nanti ! 

HenDy Laisa: Ammar Dalil Gisting> Ahsantum akhi, bagusnya jika dalam koridor diskusi yang benar sehingga kita-kita yang awam bisa memilah dan tercerahkan 

Wirat Djoko Asmoro: Aku datang dari Allah dan akan pergi kepada Allah,(sufi) 

Yuli Karel: Perjalanan mencari Tuhan hen 

Sinar Agama: M Husain (Sainichi Maeda): 

  1. Kalau imam Mahdi as yang perlu diikuti dan yang lain harus dijauhi, maka kamu harus dijauhi. 
  2. Bingung itu banyak modelnya. Ada yang karena tidak mudeng (tidak ngerti masalah) atau tidak paham, maka ini namanya harus belajar. Kalau orang tidak pernah sekolah kedokteran lalu membaca tulisan dokter dan membingungkan, maka bukan berarti yang ditulis dokter itu menjadi mudharat. Tapi yang baca itu harus sekolah dulu. 
  3. Yang ruwet itu adalah orang yang hanya bisa membuat dakwa tanpa argumen sedikitpun. yang kamu bingungi itu apa. 
  4. Kalau yang bukan makshum tidak terjamin, terus yang menjaminmu itu apa? Karena itulah, kalau kamu tetap tidak memakai argumen dalam permasalahan yang dibahas, maka kamu selamanya akan tetap tidak terjamin. tapi kalau menggunakan akal dan argumen yang diberi Tuhan, maka kamu akan keluar dari kebingunganmu itu dan akan masuk ke dalam keyakinan. 
  5. Kalau hanya makshum yang terjamin, maka buat apa makshumin mengajar yang tidak makshum? Toh nanti yang akan dipahami yang tidak makshum itu kan tidak terjamin juga? Karena itulah, para makshum as itu mengajar kita argumentasi supaya kita paham yang diajarkan mereka. Ketika para makshum as itu diutus Tuhan mengajar yang tidak makshum, artinya bahwa kita-kita ini bisa memahami dalil-dalil yang makshum itu hingga mencapai kebenaran yang makshum. Yaitu dengan dalil gamblang. Karena itu dalil gamblang itu menempati derajat ke dua setelah makshum. Masalah satu tambah satu sama dengan dua itu tidak makshum? Begitu pula tentang memahami agama ini. Tentu kalau kamu mau belajar. Kalau kamu belajar, maka kamu tidak akan jualan dakwaan tapi akan jualan argumen.
  6. Tentang Siti Jenar itu mah terserah kepada hakikatnya saja. Karena sejarah yang kita tahu sekarang itu, belum tentu benar penukilannya. Bisa saja “Aku adalah Tuhan” itu tidak pernah dikatakan siti Jenar. Tapi kalau dikatakan maka Siti Jenar benar-benar salah. Karena “aku” adalah “esensi”, bukan “wujud/eksistensi”. Lalu kalau demikian halnya, maka kapan esensi bisa menjadi eksistensi. Kan kalau mengatakan “Aku adalah Tuhan”, sama dengan mengatakan “Aku adalah wujud” atau “Esensi adalah eksistensi”? 
  7. Kalau masalah best seller itu mah urusan pasar. Yang kumaksud adalah bacalah tulisanku yang justru gratis di fb ini. Bandingin tulisan kok dengan Nahjul balaghah? Kitab itu sudah ratusan ribu dicetak atau sudah jutaan. Bagaimana bisa menyainiginya? Dan kalau ada kitab yang tidak bisa menyainginya, apakah berarti kitab itu salah? Kalau Begitu tulisanmu di fb ini jelas salah donk, karena bukan hanya tidak bisa menyaingi Nahju al-Balaghah, tapi justru tidak ada pembelinya sama sekali. 
  8. Ketika imam Khumaini ra mengusulkan Rahbar hf menjadi pemimpin Iran, lalu usulan itu disetujui oleh majlis Khubregon (para ahli) yang menetapkan pemimpin tertinggi Iran, maka beliau hf menjadi pemimpin Iran. Akan tetapi, bukan makna dari usulan imam Khumaini ra itu adalah melarang umat belajar ke orang lain. Kalau tidak boleh belajar ke orang lain, maka antum selama ini belajar ke siapa? Dan kalau belajar ke Rahbar hf, maka mana kata Rahbar yang melarang umat untuk belajar ke selain beliau hf? 
Antum ini persis seperti pencuri teriak pencuri. Karena antum menyuruh kami kepada sesuatu yang antum sendiri melanggarnya. Karena antum tidak memakai satu patahpun kata-kata Rahbar hf. Sementara kami yang sudah belajar ke Rahbar hf dengan berpedoman kepada fatwa-fatwanya dan belajar ke orang-orang yang menaati beliau hf di hauzah yang dipimpin oleh beliau hf sendiri (karena ketua hauzah untuk orang-orang luar negeri itu dipilih beliau hf sendiri). 

Betul juga kata-kata antum itu. Ketika belajar ke guru yang tidak jelas juntrungannya (asal dan tujuannya) seperti antum ini, maka akan sesat dan menyesatkan. Karena itu, maka belajarlah kepada yang nyambung ke Rahbar hf dengan bukti yang nyata dan argumen yang jelas, supaya antum selamat. 

Lagi pula, dalam Syi’ah, kalau akidah, tidak cukup dengan taqlid kepada siapapun, sekalipun kepada kenjeng Nabi saww sekalipun karena kalau hal itu terjadi, Tuhan mengatakan dalam Qur'anNya, bahwa ia masih ikut-ikutan dan belum beriman secara hakiki (QS: 49: 14). Wassalam. 

Ammar Dalil Gisting: Allahumma shalli ‘alaa Muhammad wa aali Muhammad wa ‘ajjil farajahum wa ahlik a’da-ahum ! 

Sainichi Maeda: (Muchammad Husain): Berfikirlah secara objektif, sebab Nabi dah tidak ada, mentang-mentang gue yang bilang, omongan gue lu sepelein? Beuuhhh, ya udah lah, gue mengalah aja tapi untuk menang. 

Sainichi Maeda: (Muchammad Husain): Gue tidak ikutan lagi dah, iya aja dahh. 

Sinar Agama: M Husain (Sainichi Maeda): Semoga Tuhan menunjukimu dengan apa-apa yang kamu katakan sendiri. Karena yang kamu katakan itu, tidak ada yang mengena kepada kami dan benar-benar hanya mengena pada dirimu sendiri. Semoga kamu terlindungi dari sejarah dan pengalaman yang tidak baik dari orang-orang yang mendahuluimu. Ana mendoakanmu setulus hati. Dan kalau nanti ada kesempatan, coba-coba lihat tulisan-tulisanku dan kalau ada apa saja yang tidak kamu pahami darinya atau dari tempat lain, maka silahkan tanyakan dan diskusikan. 

Tapi kebiasaan kami, selalu pakai dalil dan tidak pakai dakwaan murni. Karena dakwaan murni tidak diajarkan oleh agama apapun. Karena itu para Nabi as, selalu mengajarkan umatnya untuk berargumen dalam kebenaran mereka dan tidak ada yang mengajarkan hardik menghardik. 

Aku tidak menjamin bisa menjawab pertanyaanmu walau sudah puluhan tahun belajar di hauzah, karena ilmu itu tidak ada batasnya. Tapi setidaknya, aku bisa mencobanya untuk membantumu. Itu kalau kamu mau tentunya. Wassalam. 

Sainichi Maeda: (Muchammad Husain): amieennn, ya, gue pikir-pikir lagi, bokap gue juga ngingetin gitu kok. dia yang ngajarin gue tentang semuanya, tapi yang gue serap dari ilmunya tidak nyampe 20 persen, masih banyak lagi, satu-satunya keinginan yang belum kesampean olehnya adalah berangkat ke IRAN, ketemu ama rahbar Ali Khomenei, ziarah ke makam para imam a.s, imam Khomeini, and final anak-anaknya pada nerima semua ilmu yang dia punya, gue emang agak kasar, tapi bokap gue tidak kok, peace, love and respect, salute to our prophet Muhammad and his families. 

Sukaenah Azzahro: Kenapa M Husein ganti nama menjadi SAINICHI MAEDA? dari sering-sering ganti nama saja kita sudah tahu kalau orang ini gak jelas, yang keluarpun (argumen) nya gak jelas. seperti orang gak lulus SMU (maaf). Saya menasihati antum dan diri saya sendiri. supaya antum lebih merendahkan hati untuk belajar, membuang sifat sombong, dan lain-lain. 

Sastro Widjoyo: @sainichi. Sebelum komentar harusnya ukur dulu seberapa ilmu yang engkau telah serap, beliau Sinar Agama itu sudah merelakan waktunya belajar sampe sekarang untuk mencari ilmu di hauzah, biarpun aku ini belum ketemu beliau, dari catatan atau rekaman pelajaranya, beliaulah yang paling kuat dalam argumenya, beda sama orang-orang baru mengenal sy’iah terus bikin yayasan/organisasi yang ujung-ujungnya nyari duit. Biar dapat sumbangan pasang plang besar deh pasti dapat sumbangan, emang bokap mu siapa? Orang Syi’ah kah? atau orang Sunni? Kalau bokapmu orang Syi’ah pasti kenal sama Ustadz S.A? 

Wassalam.


اللَّهُمَّ صَلِّ عَلَى مُحَمَّدٍ وآلِ مُحَمَّدٍ وعَجِّلْ فَرَجَهُمْ

Shahabat Bagai Bintang Petunjuk di Langit Bagi Shahabat ?!



Seri tanya jawab Zaranggi Kafir dengan Sinar Agama
by Sinar Agama on Sunday, December 30, 2012 at 3:40 am

Zaranggi Kafir mengirim ke Sinar Agama: Salam Ustadz, bisa dijelaskan ke ana dengan bahasa yang gampang ana ngerti tentang perbandingan hadits: ”Ahlulbaitku bagaikan bintang di langit” dan hadits: ”Shahabatku bagaikan bintang di langit”. 

Soalnye banyak ane baca ntuh tafsir abal-abal dari orang-orang yang gak berhak menafsirkan dan ana jadi tambah gak paham dimane letak kekuatan serta kelemahannye hehehe, maaf nih Ustadz kalau bahasa ana tidak sopan-sopan sedikit... semoga Ustadz tidak bosen dengan ana, salam. 

Sinar Agama: Salam dan terimakasih pertanyaannya: 

Saya sudah menulis tentang ini (seingatku). Ringkasnya, hadits yang tentang shahabat itu jelas palsunya. Karena haditsnya berbunyi: 

“Shahabat-shahabatku itu bagaikan bintang di langit. Barang siapa dari kalian yang mengambil hidayah/petunjuk darinya, maka kalian akan mendapat hidayah/petunjuk.” 

Hadits ini akan bermakna seperti ini: 

“Wahai shahabat-shahabatku, shahabat-shahabatku itu (yakni kalian), bagaikan bintang- bintang di langit. Barang siapa dari kalian yang mengambil petunjuk dari bintang- bintang itu (yakni dari diri kalian sendiri), maka kalian terhidayahi/tertunjuki.” 

Siapa yang bisa menerima perkataan seperti ini diucapkan oleh kanjeng Nabi saww yang tidak berbicara kecuali dengan wahyu???!!! 

Bande Husein Kalisatti: Iya, kalimat hadits itu jadi tumpang tindih, syukron ilmu logikanya. 

Zaranggi Kafir: hehehe ini baru ajib, sekarang ane ngerti dah. Penjelasan Ustadz sangat ane ngerti soalnye gamblang gak belok kanan kiri tapi langsung pade masalah, makasih yee Ustadz, ane selalu doakan Ustadz selalu dalam kebaikan. 

Wassalam.


اللَّهُمَّ صَلِّ عَلَى مُحَمَّدٍ وآلِ مُحَمَّدٍ وعَجِّلْ فَرَجَهُمْ

Kebahagiaan Yang Hakiki



Seri tanya jawab Muhammad Dudi Hari Saputra dg Sinar Agama 
by Sinar Agama on Sunday, December 30, 2012 at 2:45 am


Muhammad Dudi Hari Saputra mengirim ke Sinar Agama: 14 Oktober 

Salam ustad,, Kebahagiaan yang hakiki itu yang seperti apa ya ustadz?? 


Karena banyak yang bilang, saya gak ingin harta tapi hanya ingin bahagia,, nah masalahnya bahagia itu bagaimana ukurannya?? Syukron wa afwan ustadz,, 

Sinar Agama: Salam dan terimakasih pertanyaannya: 

Kebahagiaan itu bisa terkait dengan dunia ini, seperti uang, kedudukan, rumah, mobil, jabatan, wanita/lelaki, cinta, karamat yang dicari, ...dan seterusnya. Kebahagiaan ini, akan sirna manakala dunia hancur atau dirinya sendiri yang mati. Jadi, dunia itu tidak mesti berupa uang, tapi bisa juga berupa non materi seperti cinta dan semacamnya dan bahkan karamat yang dicari dan dipinta. 

Ada lagi kebahagiaan yang non materi dan Ilahiah, yaitu kebahagiaan yang didapat dari beriman dan taat kepadaNya. Kebahagiaan yang seperti ini yang akan tetap abadi. Dan ingat, sudah berkali- kali (kiraku) saya katakan, bahwa kebahagiaan ini, bisa sejalan dengan derita, tangisan, lapar, kesakitan, aduhan-kesakitan, derai air mata dan seterusnya. Karena itu, saya sering mengatakan (kiraku) bahwa kebahagiaan ini adalah kebahagiaan akli, bukan rasa dan perasaan. 

Wassalam.


اللَّهُمَّ صَلِّ عَلَى مُحَمَّدٍ وآلِ مُحَمَّدٍ وعَجِّلْ فَرَجَهُمْ

Dua Keta’ajjuban



Seri status Sinar Agama
by Sinar Agama (Notes) on Sunday, December 23, 2012 at 10:27 am

Sinar Agama: 13 Oktober 2012, Bismillaah: Dua Keta’ajjuban Dengan Makna Berbeda

  1. Pesawat mata-mata Hizbullah dapat berkeliling di Israel dalam jarak ratusan km, sementara Israel dikenal kuat pertahanan radarnya dan, terlebih lagi radar pertahanan NATO ada di sana. Akhirnya, setelah menyelesaikan tugas memotret tempat-tempat strategis Israel dan mengirimkan foto-fotonya ke markas Hizbullah di Libanon, salah satu dari pesawat tanpa awak itu ditembak oleh pesawat tempur Israel. Artinya, tidak dijatuhkan oleh rudal pertahanan- radar yang menjaga perbatasan. Akhirnya, GEGER. Terlebih operasi itu ditayangkan di TV al-Manaar milik Hizbullah. Lebih geger lagi, ketika Sayyid Hasan Nashrullah mengumumkan bahwa pesawat tersebut bukan buatan Rusia (seperti yang dikira dunia sebelumnya), akan tetapi pesawat buatan Hizbullah sendiri yang melicense teknologi Iran di mana onderdilnya juga didatangkan dari Iran. Yang ini, heran bermakna kagum. 
  2. Setelah Persatuan Eropa menghancurkan Libya dan membantai rakyatnya serta menyedot minyaknya; setelah Eropa saling menghancurkan ekonominya (seperti Yunan yang salah satu korbannya); setelah para kawula muda Eropa berdarah-darah di jalanan dipukuli para polisi hanya karena menuntut agar mereka tidak diwajibkan mengecilkan perutnya untuk menjaga tidak bangkrutnya perusahaan-perusahaan para konglomerat; setelah mereka menghancurkan umatnya sendiri dimana sudah setahunan ini demo-demo di Eropa tidak pernah berhenti; setelah Eropa menjajah Afghanistan; setelah Inggris sendiri sudah puluhan tahun -sampai sekarang- menjajah Irlandia; setelah pemerintahan kerajaan Inggris yang tentu anarkis non demokratis dan yang sudah ratusan tahun berkuasa itu didemo rakyatnya yang meminta demokrasi; setelah dan setelah ....., masih juga diberikan hadiah nobel yang subyeknya tidak tanggung-tanggung, yaitu HADIAH PERDAMAIAN. Yang ini, heran bermakna aneh atau raksyih. 

Rahmat Jaka Umbaran, Sirol Mufham, Muhammad Abdul Aziz dan 97 lainnya menyukai ini. 

Bara Mulya: Semoga Allah swt selalu mencurahkan sholawat kepada baginda Rasulullah saaw beserta keluarganya. 

Abaw Maulana Cakra: Allahumma shalli ala Muhammad wa aali Muhammad. 

Sirol Mufham: Allahumma shalli ala Muhammad wa aali Muhammad. 

Ahmad: Syukron hidup Hizbullah......! Semoga ALLAH SWT selalu memberikan kesehatan kepada Sayyid Hasan Nasrullah........amiin.... Wassalam.


اللَّهُمَّ صَلِّ عَلَى مُحَمَّدٍ وآلِ مُحَمَّدٍ وعَجِّلْ فَرَجَهُمْ

Selasa, 20 November 2018

Qiraa-atu Al-Sab’ah



Seri tanya jawab Fatimah Sekar Langit dengan Sinar Agama
by Sinar Agama (Notes) on Sunday, December 23, 2012 at 9:50 am

Fatimah Sekar Langit mengirim ke Sinar Agama: 10 Oktober 2012 


Salam. Ustadz aku mau tanya tentang Qiro’ah Sab’ah. 

Bagaimana sejarahnya...? Kok sampai muncul bacaan yang berbeda-beda ? 

Apakah Qiro’ah yang berjumlah Sab’ah itu semua diajarkan oleh Nabi, kalau semua benar berasal dari Nabi terus yang paling otentik yang mana...? Mengingat dengan perbedaan di dalam qiro’at itu berarti berpengaruh pula terhadap perbedaan di dalam memaknai Qur’an. 

Syukron.... 

Sinar Agama: Salam dan terimakasih pertanyaannya: 

Pembacaan Qur'an itu, memang bisa terjadi perbedaan karena waktu itu tidak ada titik komanya. Ditambah lagi masalah lahdzah dan logat. Semua yang ada di qiraat sab’ah itu, karena diriwayatkan secara mutawatir ke masing-masing shahabat yang membacanya, maka bisa dipakai. Di jaman Nabi saww sendiri, kadang ada perbedaan pembacaan, tapi dibenarkan oleh beliau saww. Tapi ketika beliau saww tidak ada, seperti sekarang ini, maka kita terpaksa memakai pembacaan yang tujuh itu. 

Pembacaan itu, sebenarnya lebih dari tujuh, ada sampai belasan. Tapi yang paling standar dan disepakati muslimin adalah yang tujuh itu, dan yang paling diterima adalah pembacaan yang ada sekarang ini. Yakni di Qur'an yang ada sekarang ini. 

Saya sempat punya Qur'an yang ada tiga belas pembacaannya. Entah di mana sekarang. 

Tapi ingat, bahwa perbedaan bacaan itu, tidak di semua ayat. Hanya di beberapa ayat saja dan, tidak sampai merubah esensi kehidayahan Qur'an. 

Fatimah Sekar Langit

جزاك الله بجوابك اطال الله عمرك


Wassalam.


اللَّهُمَّ صَلِّ عَلَى مُحَمَّدٍ وآلِ مُحَمَّدٍ وعَجِّلْ فَرَجَهُمْ

Penaklukan Qisthantaniah



Seri tanya jawab Satria Bani Hasyim dengan Sinar Agama
by Sinar Agama (Notes) on Sunday, December 23, 2012 at 9:03 am



Satria Bani Hasyim mengirim ke Sinar Agama: 30 September, 

Salam. Ada beberapa pertanyaan ; 

1. Adakah di Al-Quran disebutkan langsung nama Imam Ali as sebegai penerus khalifah? Bila tidak ada, mengapa? Bila Rasul selalu disebutkan namanya, mengapa nama Imam Ali as sebagai wasinya, yang ana cari di Al-Quran tidak secara langsung di sebutkan namanya ? 

2. Ana ada pertanyaan dari saudara ana yang Sunni, pertanyaannya tentang hadits penaklukan Konstatinopel. Hadits itu dikatakan Rasul sewaktu perang Khandaq, tentang ramalan Konstatinopel ke depan. Mungkin hadistnya yang ini ; 

Latuftahannal konstantinniyyah falani’mal amiiru amiiruha wala ni’mal jaysu daalikal jays” 


“Sungguh Konstantinopel akan ditaklukkan, sebaik-baik pemimpin adalah pemimpin pasukan pada saat itu dan sebaik-baik pasukan adalah pasukan pada saat itu.” 

Afwan ustadz, ana juga belum meneliti di Sunni hadits itu apakah di Bukhari, Muslim, Abu Dawud, dll. 

Pertanyaannya; Apakah ada di Syi’ah hadits serupa tentang ramalan Rasul tentang Kontatinopel ke depan, yang diucapkan sewaktu perang Khandaq ? 

Sang Pencinta
http://arsipsinaragama.com/index.php?option=com_content&view=article&id=400:ghadir-khum&catid=42:arsip-faqs-imamah&Itemid=62&ml=1

Satria Bani Hasyim: Syukron sang pecinta, nanti ana pelajari. 

Satria Bani Hasyim: Ustadz yang no 2 belum dijawab. Afwan merepotkan, he2.. 

Sinar Agama: Sudah tentu hadits-hadits tentang Imam Mahdi as itu, banyak yang sama antara Syi’ah dan Sunni. Ini contoh hadits Syi’ahnya tentang penaklukan Qisthanthiniyyah (Istanbul-Turki) dan China: 



Tambahan

Ketika Tuhan mengatakan dalam Qur'an bahwa yang menguasai atau yang memimpin kita itu adalah Allah, Nabi saww orang mukmin yang melakukan shalat dan membayar zakat ketika ruku’ di mana tidak ada orang selain Imam Ali as, maka adakah kejelasan lebih jelas dari ini? Allah berfirman di QS: 5: 55: 



“Sesungguhnya pemimpin kalian hanya Allah dan RasulNya dan orang-orang yang beriman dan menegakkan shalat serta membayar zakat ketika sedang rukuk.” 

Satria Bani Hasyim: Syukron ustadz dan my brad...I love you all, he2... 

Khommar Rudin: Allahumma shalli alaa Muhammad wa aali Muhammad. 

Sinar Agama: Satu lagi: Disebutkannya dalam Qur'an, tidak berarti menyelesaikan masalah. Seperti shalat tiga waktu yang terdapat di beberapa ayat Qur'an, tetap saja tidak dipatuhi. Atau adanya berbagai ayat yang mewajibkan kita ikut pemimpin yang makshum, atau seperti yang bayar zakat dalam keadaan ruku, tapi tetap saja, imamah tidak dijadikan dasar keislamannya. 

Satria Bani Hasyim: Iya ustadz. Ana itu sejak SMP selalu bertanya-tanya, kok kenapa Rasul tidak berwasiat kepemimpinan? Kok kenapa di sejarah khalifah pertama musyawarah, tapi khalifah ke-2 diberi begitu saja? Aneh kan? Kok kenapa ada ayat mutasabhihat seperti alif lam mim, tidak ada artinya, malah dikatakan hanya Tuhanlah yang tahu. Ana fikir, bukankah kitab itu diturunkan dan dipahami untuk manusia? Kok dibalikkan lagi ke Tuhan, Tuhan kan gak perlu kitab? 

Seharusnya logika-logika sederhana ini menjadi pertanyaan besar, untuk mencari jawaban- jawaban. Kalau boleh jujur...ana mencium adanya kudeta kepemimpinan dan yakin ada orang yang memahami alif lam mim (pewaris kitab), sejak SMP itu Ustadz. Mau bertanya pada guru takut dimarahi. Ana tau nama Syi’ah dari kakek ana dan perang teluk. Beliau cerita bahwa ada mahzab penganut keluarga nabi, tapi beliau seorang suni. Dia tahu Imam Ali as, pembantaian cucu Rosul dan cerita-cerita Imam Mahdi as. Beliau pernah bilang bahwa kelak kebenaran akan ditemukan. Itulah sekelumit pertanyaan, jejak, dan misteri yang ana dapatkan jawabannya di Syiah. Eh jadi curhat, he2.. 

Sinar Agama: Satria: Semoga antum sekeluarga selalu ada dalam selimut kehangatan hidayahNya dan semoga antum sekelurga juga menjadi orang yang mensyukurinya. Semoga kita semua, termasuk teman-teman fb lainnya, juga seperti itu, amin. 

Wassalam.


اللَّهُمَّ صَلِّ عَلَى مُحَمَّدٍ وآلِ مُحَمَّدٍ وعَجِّلْ فَرَجَهُمْ

Minggu, 18 November 2018

Shahabat dan Perang Jamal






Seri tanya jawab Sufyan Hossein dengan Sinar Agama
by Sinar Agama (Notes) on Thursday, December 20, 2012 at 12:35 am



Sufyan Hossein: Rabu: 26-9-2012, 

Salaamun alaikum... Ya ustadz Sinar Agama dan Akhi Sang Pencinta... 

Kemarin saya sudah membaca link-link diskusi dan catatan ustadz Sinar mengenai sejarah dan kronologi, dimulai sejak wafatnya Baginda Rasul SAWW, Pengangkatan khalifah pertama (yakni Abu Bakar), proses penyerbuan dan pembakaran rumah sayyidah Fatimah az zahra (as) sampai syahidnya Az Zahra (as)... Salam atasmu Ya Zahra... 

Kemarin ketika saya membaca sejarah itu, hati saya seperti terhenyak dan tersayat melihat penderitaan Ahlul Bayt(as) sepeninggal Rasul SAWW... 

Jika benar yang terjadi seperti itu, maka kecelakaan besarlah bagi orang yang menyakiti Ahlul Bayt (as)... Sungguh, saya baru mendengar kisah tragis ini, karena saya ini seorang Sunni, dan guru- guru saya ketika saya tanyakan tentang hal ini, beliau menjawab : Para shahabat ra adalah alim dan adil, baik ketika Rasulullah SAWW masih hidup maupun ketika Beliau SAWW telah wafat, dan pengangkatan dan pembaiatan khalifah, dari Abu Bakar , Umar, Utsman adalah ijma’ (kesepakatan) seluruh shahabat , termasuk Imam Ali as dan Hz Fatimah as... Dan ketika saya tanya kepada guru saya tentang sebab terjadinya perang jamal, beliau menjawab: setelah terbunuhnya khalifah Utsman, Aisyah menuntut kepada Imam Ali as, bahwa pembunuh Utsman harus segera diadili, namun Imam Ali as, berpendapat bahwa harus menunggu situasi kondusif dulu, baru pembunuh Utsman tersebut diadili... Menurut literatur Sunni, Imam Ali as dalam posisi yang benar... 

Namun ketika Aisyah menyadari kesalahannya ia lalu bertaubat. Di antaranya sabda Rasulullah shalallahu ‘alaihi wasallam : Artinya : “Tidaklah terjadi kiamat itu sampai berperangnya dua kelompok besar dan dakwa (seruan) mereka satu.” (HR Bukhori dan Muslim).. 

Itulah salah satu tanda kecil kiamat kubro yang diprediksikan Rasulullah shalallahu ‘alaihi wasallam-, bahwa akan terjadi peperangan antara 2(dua) kelompok muslim. Dan itu terjadi pada perang Jamal dan perang Shiffin. - Terjadinya Perang Jamal. Ketika amirul mukminin Utsman bin Affan terbunuh, keesokan harinya, orang-orang mendatangi Ali bin Abi Tholib untuk membaiatnya menjadi khalifah, akan tetapi Ali menolaknya. Ali berkata : sampai berkumpulnya manusia. Kemudian berkumpullah orang-orang, di antaranya Thalhah dan Az-Zubair. mereka membaiat Ali sebagai khalifah. 

Diriwayatkan bahwa Thalhah dan Az-Zubair meminta izin dari Ali untuk pergi umrah. dan ketika itu juga istri-istri Rasulullah shalallahu ‘alaihi wasallam- baru menjalankan umrah dan kemudian tinggal di Mekkah karena terjadinya fitnah sampai terbunuhnya Utsman - rodhiallahu ‘anhu. kemudian Thalhah dan Az- Zubair menemui ‘Aisyah untuk dimintai pendapat mengenai hak atas darah Utsman. Maka ‘Aisyah setuju untuk menuntut hak pembalasan bagi para pembunuh Utsman. Kemudian datang Ya’la bin Umayyah dari Yaman ke Mekkah, dia adalah orang yang diangkat Utsman sebagai wakilnya di Yaman. dan mereka sepakat untuk pergi ke Basrah guna menuntut pembalasan atas para pembunuh Utsman. ‘Aisyah, Thalhah, Az- Zubair dan Ya’la dan 1000 pengendara kuda yang lain pergi ke Basrah. dan menyusul mereka 2000 orang lagi. ‘Aisyah menaiki onta yang diberi nama Askar yang ditelakkan di atasnya seperti rumah- rumahan. 

Suatu ketika mereka berhenti di salah satu sumber air milik Bani ‘Amir. kemudian ‘Aisyah mendengar lolongan suara anjing. ‘Aisyah bertanya kepada salah seorang dari mereka : telah sampai manakah kita? Maka dijawabnya : kita telah sampai “Jauab”. setelah mendengarnya ‘Aisyah berkata : lebih baik kita kembali. Orang- orang berkata : bagaimana anda kembali sedangkan menyetujui untuk pergi ke Basrah. Dan semua orang berharap agar anda dapat menyelesaikan masalah yang terjadi di antara kita. ‘Aisyah tetap bersikeras meminta semuanya untuk kembali. Ditanya kenapa ingin kembali? ‘Aisyah menjawab: Rasulullah shalallahu ‘alaihi wasallam- pernah menyampaikan kepada para istrinya bahwa salah satu dari kita akan pergi dan menjadi peserta dalam perang Jamal. Keluar dan sebagai tandanya adalah lolongan suara anjing di sumur “Jauab” yang akan terbunuh di kanan dan kirinya banyak orang. Diriwayatkan bahwa Ali telah pergi bersama 900 penunggang kuda lainnya. Ali ingin meminta pertanggungjawaban Thalhah dan Az-Zubair karena mereka telah membaiatnya akan tetapi sekarang malah pergi tanpa persetujuan darinya. 

Diriwayatkan sebelum dimulainya peperangan, Ali menemui Az-Zubair dan berkata: aku bersumpah kepada Allah, apakah kamu tidak ingat ketika Rasulullah shalallahu ‘alaihi wasallam- berkata kepadamu bahwa suatu ketika kamu akan memerangi Ali sedangkan kamu dalam posisi yang salah (dholim). Az-Zubair berkata : aku lupa sejak dikatakan seperti itu. Maka aku sekarang tidak akan memerangimu. Az- Zubair kemudian pergi dan tidak ikut dalam peperangan. Abu bakrah pernah ditanya : kenapa anda tidak ikut pergi ketika orang pada pergi? Beliau berkata : aku pernah mendengar Rasulullah shalallahu ‘alaihi wasallam- bersabda : “akan keluar sekelompok kaum yang akan binasa yang pemimpinnya adalah perempuan di neraka. 

“Hudzaifah bin Al-Yaman berkata : bagaimana kalian suatu ketika akan membiarkan orang-orang di antara kalian akan saling membunuh dalam dua kelompok? Orang- orang bertanya : wahai Abu Abdillah, apa saran anda jika kami ada ketika itu? Hudzaifah berkata : lihatlah kepada kelompok orang yang membela Ali, karena sesungguhnya mereka di atas kebenaran. 

Kesimpulan: Perang Jamal terjadi sebagai akibat dari perbedaan pendapat orang-orang pada masa itu tentang penuntutan balas atas terbunuhnya Utsman dan pendapat Ali yang lebih mendahulukan untuk menata kembali negara yang telah berpecah setelah terjadinya fitnah. Para Ulama sepakat bahwa Ali berada pada posisi yang benar. Akan tetapi telah banyak riwayat yang meriwayatkan bahwa Aisyah dan para sahabat lainnya yang menentang Ali telah bertaubat setelah itu. Dan para ulama melarang kita untuk menyalahkan salah satu dari mereka karena mereka adalah para sahabat Nabi –shalallahu ‘alaihi wasallam- dan mereka telah bertaubat. Dan karena sulitnya keadaan waktu itu, karena fitnah sedang menyebar di antara mereka. # Rujukan 

Fath Al-Bari fi Shohih Al-Bukhori, karya Ibnu Hajar Al-Asqolani. Al-Bidayah Wa An-Nihayah, karya Ibnu Katsir, 

Mohon Pencerahan ya ustadz, Jazakallah khairan 

— dengan Sinar Agama dan Sang Pencinta

Sufyan Hossein: Tentu saya tidak taqlid buta terhadap peristiwa di atas, saya ingin sekali dan berharap dapat penjelasan dari ustadz Sinar tentang kronologi perang Shiffin menurut pemahaman mazhab Ja’fari.. Supaya akal sehat saya dapat menimbang mana yang mendekati kebenaran.. 

Sang Pencinta: Sembari menunggu respon ustadz Sinar, izinkan saya komentar sedikit, secara logika sederhana jika ada dua pihak yang berperang, maka satu pihak berada di kebenaran, pihak lain salah, apala... 

{**}Ghadir Khum{/**} 

arsipsinaragama.com 

Sufyan Hossein: Salah seorang sahabat bercerita, “Suatu hari Rasulullah saw pergi bertamu. Di tengah jalan tampak Husain sedang bermain-main dengan anak sebayanya. Rasulullah menghampirinya karena ingin memangkunya, tapi Husain malah berlarian ke sana kemari. Rasulullah saw tertawa- tawa dan akhirnya berhasil menangkap Husain as. Kemudian Rasulullah mencium bibir Husain sambil mengatakan, ‘Husain bagian dariku dan aku bagian dari Husain. Sesiapa yang mencintai Allah pasti mencintai Husain as “’. 

Jabir mengatakan, “Aku melihat Hasan dan Husain sedang duduk di atas punggung Rasulullah saw. Rasulullah kemudian berjalan-jalan di atas tangan dan lututnya sambil mengatakan, ‘Unta kamu adalah unta terbaik dan barang yang dibawanya adalah barang yang ”terbaik”. Rasulullah saw adalah penyayang anak-anak bahkan ketika melakukan shalat pun beliau tidak mau mengecewakan anak-anak kecil. Salah seorang sahabatnya bercerita, “Kami sedang bersama-sama Rasulullah saw melaksanakan shalat, tiba- tiba Husain masuk. Ketika Rasulullah sujud, Husain menunggangi punggung Rasulullah. Rasulullah kemudian dengan hati-hati mendudukkan Husain di sampingnya. Setelah selesai shalat, kami bertanya kepada Rasulullah, Rasul menjawab bahwa Husain as adalah wewangianku.” 

Anas bin Maalik bertanya kepada Nabi saww: “Ahlulbait yang mana yang paling kamu cintai?” Nabi saww menjawab: “Hasan dan Husain.” (lihat riwayat-riwayat seperti ini atau semakna di: Shahih Turmudzii, jld. 2, hal 306; Faidhu al-Qadiir, jld. 1, hal. 138; Thabari dalam Dzakhaaitu al-’Uqbaan ya, hal 122; Kunuuzu al-Haqqaiq , hal. 5; Majma’ Haitsamii, jld 9, hal 175) 

Sufyan Hossein: Allahumma shalli alaa Muhammad wa aali Muhammad. 

Sinar Agama: Salam dan terima kasih pertanyaannya. Dengan membaca pertanyaan di atas secara cepat dan global, maka sekedar untuk menambahi yang sudah-sudah: 

a- Sudah sering saya katakan bahwa ‘Aisyah itu salah satu pembenci Utsman dan sampai-sampai menyuruh orang-orang untuk membunuhnya. Misalnya riwayat-riwayat sebagai berikut: 

فلقد قالت عائشة: اقتلوا نعثال فقد كفر 

Berkata ‘Aisyah: “Bunuhlah Na’tsal (si Bodoh, maksudnya Utsman) karena ia telah kafir!” 

Lihat di: al-Futuuh, karya Ibnu A’tsam, 1/64; al-Mustarsyid, karya Ibnu Jariir Thabari, 165 (di sini malah ada sumpah ‘Aisyah bahwa ia bersaksi bahwa Utsman itu adalah bangkai di shiraathalmustaqiim); Taariikh Ibnu Atsiir, 2/206; al-Siiratu al-Halabiyyatu, 3/286; Tafsiir Aluusii, 16/108; Taariikh Thabari, 3/477; al-Kaamil fi al-Taariikh, 2/28, 3/100; 

Coba perhatikan kata-kata ‘Aisyah di tafsiir Aluusi ini (16/108): 


Ia -’Aisyah- adalah orang yang merangsang umat untuk membunuh Utsman dan berkata: 

“Bunuhlah si bodoh itu, karena ia telah berbuat fajir seperti orang-orang Yahudi dan dijuluki si bodoh.” 

Hingga ketika ia -Utsman- terbunuh dan umat membaiat Ali, ia -’Aisyah- berkata: 

“Aku tidak perduli apakah langit akan jatuh ke bumi, demi Allah, ia -Utsman- telah dibunuh secara teraniaya dan aku adalah orang yang menuntut darahnya.” 

Karena itulah, salah satu shahabat yang lain yang bernama Ibnu Ummu Kilaab mendebat ‘Aisyah. Perhatikan nukilan sejarah Sunni (yang di atas itu juga semuanya riwayat Sunni) Tariikh Thabari, 3/477 dan al-Kaamil Fii al-Taariikh, 2/28 dan 3/100 ini: 

.....kemudian ia -’Aisyah- menuju Makkah dan berkata: 

“Demi Allah, Utsman telah dibunuh secara aniaya, demi Allah aku menuntut darahnya.” Berkata kepadanya Ibnu Ummu Kilaab: 

“Demi Allah, mengapa demikian? Bukankah kamu yang pertama kali berpaling darinya -Utsman- dan kamu berkata: ‘Bunuhlah si bodoh karena ia sudah kafir?” 

Ia -’Aisyah- menjawab: 

“Sesungguhnya orang-orang itu memintanya bertaubat kemudian membunuhnya. Aku memang pernah berkata seperti itu dan orang-orang juga berkata seperti itu. Akan tetapi kata-kataku yang akhir ini, lebih bagus dari kata-kataku yang pertama.” 

Kemudian Ibnu Ummu Kilaab berkata padanya: 

“Dari kamu permulaannya dan dari kamu juga perubahannya ....”. 

b- Kalau diperhatikan, maka permusuhan ‘Aisyah dengan Utsman itu hakiki hingga karena itu ia menyuruh orang-orang untuk membunuhnya. Dan perlu diketahui, bahwa banyak sekali shahabat yang tidak mau kepemimpinan Utsman dan bahkan tidak mau shalat di belakangnya (lihat semua sejarah Sunni). 

Akan tetapi, karena umat berbondong-bondong membaiat Imam Ali as setelah terbunuhnya Utsman, di mana beliau as ini musuh paling utamanya ‘Aisyah, sebagaimana tertuang di hadits-hadits dan sejarah-sejarah Sunni, maka ‘Aisyah berubah haluan dari membenci Utsman menjadi membelanya. 

c- Ketika Imam Ali as menjadi khalifah, sudah seharusnya ditaati oleh semua orang. Kalau di jaman Abu Bakar, orang yang tidak bayar zakat ke pusat pemerintahan Abu Bakar dan membaginya sendiri saja, sudah dianggap kafir dan diperangi serta sebagian mereka dibakar hidup-hidup oleh jenderalnya Abu Bakar, yaitu Khalid bin Walid, maka bagaimana dan apa hukumnya bagi orang yang tidak ikut kebijakan Imam Ali as dan bahkan memeranginya dengan pedang dan pasukan? 

d- Tidak terima kepada keputusan khalifah yang syah, di samping sudah merupakan pelanggaran, kalaulah dianggap kebenaran juga, bukan berarti tuntutannya adalah melawan dengan pedang dan perang, hingga paling sedikitnya korban yang jatuh di perang jamal itu, sesuai dengan tariikh Sunni, sebanyak 13.000 shahabat dan taabi’iin. 

e- Sejarah hitam ini, merupakan kenyataan yang tidak bisa disangkal. Sementara taubat masing- masing orangnya, merupakan hal yang masih diperselisihkan. Terlebih lagi, taubat dari darah (membunuh), adalah qishash (dibunuh), bukan istighfaar. 

f- Ketika para shahabat itu saling berperang dan berbunuh-bunuhan dalam peperangan, bukan dalam perkelahian, di mana jelas ribuan orang melawan ribuan orang dan terjadi beberapa kali, maka yang paling sedikit bisa ditarik pelajaran darinya adalah bahwa mereka tidak bisa lolos sensor hadits. Karena sekali bohong saja haditsnya sudah dianggap dha’if, apalagi membunuh. Mengkritisi shahabat saja sudah dibilang kafir, apalagi membunuh dan bahkan membakar hidup-hidup shahabat. 

Maksud saya, adalah kita tidak bisa memukul rata bahwa semua riwayat yang ada dari mereka itu dikatakan shahih hanya dengan alasan bahwa mereka itu shahabat Nabi saww. 


g- Perkataan bahwa hal itu sudah diprediksi Nabi saww dan sebagai tanda-tanda hari kiamat, bukan berarti peperangan itu direstui Nabi saww dan sama-sama benar. Dengan demikian, maka kritikan dan kejelian terhadap masalah-masalah di atas, sangat diperlukan, karena kita harus memilih hadits mana yang mau kita ikuti dan hadits mana yang tidak boleh kita ikuti. Yakni hadits dari kelompok mana yang harus diikuti dan yang mana harus ditolak atau, setidaknya tidak dikomentari tapi tidak diikuti. Apakah kita akan mengikuti riwayat-riwayat yang diperangi atau yang memerangi, yang membunuh atau yang dibunuh...dan seterusnya. 

Intinya, kita tidak boleh mengorbankan akhirat kita hanya dengan semboyan-semboyan belaka walau, sudah tentu kita harus saling menghormati dalam arti tidak mencemooh dan tidak menindas orang-orang yang berpendapat lain. 

h- Taubat para penyerbu kepada Imam Ali as, kalaulah benar, hanya dijadikan sebagai pengesah keshalihan mereka oleh para pengikut mereka. Tapi tidak dijadikan ibrat dan penerapan secara konsekuensi kepada kehidupan beragama kita. Buktinya, tetap saja ketika berbicara tentang perang Jamal (misalnya), mereka-mereka ini tetap mengangkat dalil-dalil para penyerbu itu. Sementara ketika mereka-mereka ini mengatakan bertaubat, kan mestinya bertaubat dari semua jalan berfikir sampai kepada penyerbuan itu. Tapi anehnya, taubat itu hanya dijadikan supaya para shahabat itu tetap dihormati, tapi di lain pihak, ucapan dan dalil-dalil mereka untuk berontak itu, tetap dipakai sampai sekarang ini.

i- Semua shahabat alim dan semacamnya, sangat-sangat tidak relevan sama sekali. Kok bisa sama-sama alim saling berperang dan berbunuh-bunuhan dan, itupun sering kali dan dalam peperangan antara ribuan shahabat dengan ribuan yang lainnya (baca: bukan perkelahian biasa dan personal). Lah, kalau alim sama alim seperti ini, maka sebaiknya kita jangan menjadi orang alim, supaya tidak saling bunuh.

j- Kronologis setiap peperangan, hampir sama, baik yang diriwayatkan Sunni atau Syi’ah. Yang beda itu adalah cara menatap sejarah tersebut. Kalau di Syi’ah ditatap sebagai suatu kejadian yang harus diambil ibrat/pelajaran terutama dalam penyaringan hadits shahih dan tidak. Tapi di Sunni, biasanya dijadikan peristiwa masa lalu yang tidak boleh dibahas lagi karena mereka sama-sama adil, sama-sama alim dan sama-sama masuk surga. Walhasil.... 

Wassalam.


اللَّهُمَّ صَلِّ عَلَى مُحَمَّدٍ وآلِ مُحَمَّدٍ وعَجِّلْ فَرَجَهُمْ

Kilah Syar’i dan Tidak Syar’i



Seri tanya jawab Orlando Banderas dengan Sinar Agama
by Sinar Agama (Notes) on Wednesday, December 19, 2012 at 11:37 pm



Orlando Banderas mengirim ke Sinar Agama: 20 September,

Ustadz mau tanya. Apa hikmah dari “kilah syar’iyah” (saya lupa istilah arabnya)?

Contoh seseorang yang bayar kaffarat yang cukup besar jumlahnya contoh 8 juta, secara fikihnya harus diserahkan ke fakir miskin Syiah. Kemudian orang itu mencari seorang fakir miskin Syiah untuk menerima uang kaffarat itu tapi dengan perjanjian bahwa kalau seorang fakir itu diberi uang maka dia harus mengembalikan 7,5 juta dan sisanya (500 ribu) jadi milik si fakir. Dan bila si fakir itu tidak mau, maka bisa mencari fakir Syiah lain yang mau diberi uang dengan perjanjian itu dan hal ini dibolehkan secara syar’i.

Contoh ke-dua dulu pernah Imam Khomeini melarang tukar mata uang dollar dengan thuman (mata uang Iran). Kilah syar’inya seorang yang punya dollar bisa dengan membeli barang senilai yang dia mau dengan dollar tersebut. Kemudian barang itu di jual di Iran sehingga dapat uang thuman. Jadi secara tidak langsung menukar dollar dengan thuman cuma di perantarai barang.

Pertanyaannya 

1) Bukankah tujuan dari fikih itu dengan adanya kilah syar’i jadi mandul? 

Orlando Banderas: Pada contoh ke-satu, kaffarat itu khan untuk mensejahterakan si fakir miskin syiah sehingga uang itu tidak berputar hanya dikalangan si kaya saja, dengan adanya kilah syar’i tujuan itu tidak tercapai. Contoh ke-dua, tujuannya adalah untuk melemahkan nilai dollar di Iran, bukankah dengan kilah syar’i tujuan itu tidak tercapai? Bukankah fatwa hukum itu jadi mandul dengan kilah syar’i tersebut? Bukankah jadi sia-sia fikih itu? 

2) Apakah ada pengecualian dimana seseorang tidak boleh pakai kilah syar’i? Seperti halnya seorang jutawan yang tidak boleh dalam kasus kaffarat tersebut karena uang 8 juta itu tiada artinya bagi si jutawan tersebut. Kedua contoh di atas adalah kilah syar’i dari puluhan kasus kilah syar’i yang diperbolehkan dalam fikih syiah. Dan bagi saya sebenarnya ini memudahkan bagi para muqolid. Mohon penjelasannya. Terima kasih jawabannya Ustadz. Salam. 

Sinar Agama: Salam dan terimakasih pertanyaannya: 

1- Saya mengira (tidak pasti), bahwa kilah yang pertama itu tidak syar’i alias tidak boleh. Kecuali kalau uang yang akan dikembalikan itu untuk kepentingan Islam seperti yayasan dan semacamnya. 

2- Kilah ke dua itu boleh dan memang syar’i. Dan naiknya dollar di pasar bebas itu bukan karena mau melemahkan hukum Islam, tapi karena sedikitnya uang dollar yang ada lantaran boikot ekonomi. Memang, kalau ada orang-orang yang dengan uangnya yang banyak, mempermainkan harga dollar bebas demi untuk merusak negara Islam, maka hal itu adalah pekerjaan haram.

Kilah syar’i itu adalah kilah yang memang ada dalam Islam untuk memudahkan yang terpojok dan merasa sangat berat menghadapi masalahnya. Karena itu, kilah syar’i itu adalah fatwa dan hukum fikih juga.

Kalau ada kemudahan dari agama, mengapa mau yang sulit?

Tapi tidak sembarang kilah yang dibolehkan. Karena itu, harus tahu hukum dulu hingga tidak sembarang membuat kilah.

Wassalam.


اللَّهُمَّ صَلِّ عَلَى مُحَمَّدٍ وآلِ مُحَمَّدٍ وعَجِّلْ فَرَجَهُمْ

Allah itu di Langit?



Seri status Sinar Agama
by Sinar Agama (Notes) on Wednesday, December 19, 2012 at 11:15 pm

Sinar Agama: 17 September, 

Bismillaah: Yang menatap Allah di atas langit, maka takwa padaNya untuk mengejarNya ke ketinggian dan kemuliaan. Karena itu, semakin ia merasa lebih baik, maka semakin merasa lebih tinggi dari yang lainnya. Di sini mereka akan teruji tentang kesombongan, yakni apakah akan menyepelekan orang lain yang diyakini berada di bawahnya atau tidak. 

Tapi yang menatap Allah sebagai Wujud/Zat Tak Terbatas, maka takwa padaNya untuk mengkikis kemerasaberadaan dan kemuliaan dirinya sendiri. Karena itu, semakin ia menyembahNya, sema- kin tidak melihat diri dan kebaikannya serta melihat dirinya yang tersisa, lebih buruk dari yang lainnya. Di sini, dia tidak akan pernah terganggu dengan kesombongan. Karena dia semakin meniada, lalu apa yang akan dijadikan kesombongan? 

Dialectics Syari’ati, Rahim Ibrahim, Syuber Ali dan 89 lainnya menyukai ini. 

Adzar Alistany Kadzimi: Sawak Ustadz Sinar Agama. 

Cholif Farida Ida: Nyimak. 

Lembayung Senja: Allahumma shalli’ala Muhammad wa aali Muhammad wa aajil farajahum... 

Hidayat Fajarاللَّهُمَّ صَلِّ عَلَى مَُمَّدٍ وآلِ مَُمَّدٍ 

Asrullah Sitory: Sinar@ betul betul betul. 

Khommar Rudinاللَّهُمَّ صَلِّ عَلَى مَُمَّدٍ وآلِ مَُمَّدٍ 

Rizky Sattya Ramadhanاللَّهُمَّ صَلِّ عَلَى مَُمَّدٍ وآلِ مَُمَّدٍ 

I’am Lanzاللَّهُمَّے صَلِّے عَلَى مُحَمَّدٍ وآلِے مُحَمَّدٍ وعَجِّلْے فَرَجَهُمْ

Ummi Jawad: Allahumma shalli ala Muhammad wa aalli Muhammad..syukron ustadz. 

Eman Sulaeman: Allahumma Sholli ‘Ala Muhammad Wa Ali Muhammad. 

Daris Asgar 

اللَّهُمَّے صَلِّے عَلَى مُحَمَّدٍ وآلِے مُحَمَّدٍ وعَجِّلْے فَرَجَهُمْ

Irawati Vera

اللَّهُمَّے صَلِّے عَلَى مُحَمَّدٍ وآلِے مُحَمَّدٍ وعَجِّلْے فَرَجَهُمْ

Fadly Ilyas: Dg Liwang Mohon ijin share ustadz... Semoga Allah selalu melimpahkan cahaya ilmu buat ustadz, ilahi aamiin. 

Wassalam.


اللَّهُمَّ صَلِّ عَلَى مُحَمَّدٍ وآلِ مُحَمَّدٍ وعَجِّلْ فَرَجَهُمْ

Konsekuensi Mengabdi Tuhan Yang Tidak Terbatas



Seri status Sinar Agama
by Sinar Agama (Notes) on Wednesday, December 19, 2012 at 10:58 pm


Sinar Agama: 15 September, Bismillaah: 

Kita semua mengakui dengan seyakin-yakinnya bahwa Allah itu tidak terbatas dalam segala- galanya di mana menjadikanNya -dalam keyakinan kita- sebagai Satu Wujud Yang Tidak Terbatas. 

Akan tetapi, beranikah kita menyembahNya sebagai Yang Tidak Terbatas?????!!!! 

Akan tetapi, beranikah kita mencari ilmu, fadhilah dan keutamaan-keutamaan di hadapan Yang Tidak Terbatas????!!!! 

Akan tetapi, beranikah kita melakukan semua kebaikan, baik kebaikan pribadi atau sosial-politik atau budaya, di hadapanNya Yang Tidak Terbatas????!!!!!! 

Atau kita selalu berebut ilmu, kebaikan, bantuan, fadhilah, keutamaan ...dan seterusnya denganNya Yang Tidak Terbatas itu hingga sebenarnya telah menjadikanNya dalam hati/akal kita sebagai Yang Terbatas?????????!!!!!!!! 

Cahaya Hati, Indah Kurniawati, Yosep Kurnia Pratama dan 84 lainnya menyukai ini. 

Hikmat Al Isyraq: Syukron katsir sudah diingatkan. 

Denny Siregar: Keterbatasan hati dan akal dalam memandang hubungan dengan manusia lain sebenarnya adalah bagian dari keterbatasan memandang Tuhan. 

Ridho Fakhru Ridho: Mohon dijelaskan, ustadz saya tidak paham. 

Firman Asyhari Bin Masyhudi: Bahkan dengan menyebut NamaNya maka juga telah membatasi hakikatnya, memang secara syariat begitu adanya, tetapi tanpa syariat bagaimana bisa mengenal- Nya, jadi syariat adalah sarana menuju hakikat yang tak terbatas.

Sinar Agama: Salam dan terima kasih atas jempol dan komentar-komentarnya. 

Sinar Agama: Ridha, saya sudah sering menjelaskan di catatan-catatan, karena itu, kalau ada waktu kunjungilah dan pilihlah yang sesuai dengan topik di atas.

Ringkasnya, kalau Tuhan itu diyakini tidak terbatas, maka jelas tidak akan ada wujud lain sekalipun terbatas. Jadi, semua makhluk ini hanya esensi saja dan, karena itu penyembahan kita (esensi) bisa diniatkan sebagai menumpuk kebaikan dan pahala di mana hal ini boleh-boleh saja dan juga akan selamat di akhirat kelak, tapi bisa diniatkan sebagai peniada dari perasaan ada. Karena kita sebagai esensi, jelas bukan eksistensi. Tapi kemerasaeksistensian ini selalu meliputi diri kita sendiri karena keterhijaban kita. Karena itu, ketaatan itu, akan diperuntukkan untuk meniadakan perasaan ada tersebut. Jadi, semakin taat padaNya akan semakin merasakan ketiadaan dirinya dan kehanyaesensian dirinya. Beda kalau golongan pertama itu maka semakin taat ia akan merasa semakin sempurna dalam wujudnya dan merasa akan semakin tinggi. 

Ridho Fakhru Ridho: Syukran, ustadz. Wassalam.


اللَّهُمَّ صَلِّ عَلَى مُحَمَّدٍ وآلِ مُحَمَّدٍ وعَجِّلْ فَرَجَهُمْ

Sabtu, 17 November 2018

Ada Apa Dengan Shahabat



Seri tanya jawab Orlando Banderas dengan Sinar Agama
by Sinar Agama (Notes) on Thursday, December 13, 2012 at 11:18 pm

Orlando Banderas mengirim ke Sinar Agama: Minggu 9-9-2012, 

Salam. Ustadz mau tanya. Apa yang melatarbelakangi peperangan yang terjadi dalam sejarah perkembangan Islam ? Apakah semua peperangan itu karena diperangi oleh pihak kafirin (jadi sifatnya defensif) atau karena tidak mau bayar zakat bagi yang tidak memerangi? Sebegitu pentingkah membayar zakat sehingga harus memerangi bagi yang tidak membayar zakat? Atau ada alasan lain ? Kenapa Islam dianggap oleh orang kafir sampai sekarang sebagai agama yang haus darah ? Tolong penjelasannya. Terima kasih. Salam. 

Sattya Rizky Ramadhan: salam ijin nyimak.. 

Sinar Agama: Salam dan terima kasih pertanyaannya: 

  1. Islam itu tidak membolehkan perang kecuali defensif atau bertujuan mengangkat penghalang yang menghalangi dakwah Islam. 
  2. Peperangan Nabi saww seluruhnya defensif dalam arti kedua makna di atas. 
  3. Peperangan antar shahabat itu banyak sekali dan korbannya dalam satu peperangan saja, seperti Perang Jamal (pemberontakan ‘Aisyah terhadap Imam Ali as) di mana paling sedikitnya yang ditulis sejarah Sunni (Muruuju al-Dzahab), sebanyak 13.000 orang shahabat dan tabi’iin. 
  4. Peperangan antar shahabat itu jelas tidak bisa disyahkan semuanya atau semua kelompoknya yang berseteru. Karena Islam, sekali lagi, tidak membolehkan membunuh siapapun manusia kalau bukan karena menangkal serbuan atau qishash (hukum bunuh untuk pembunuh). Jadi, keshahabatan shahabat, tidak bisa dijadikan penghalang bagi keberdosaan pembunuhan tersebut, terlebih dalam puluhan ribu jumlah. 
  5. Peperangan antara Abu Bakar dan Shahabat-shahabat suku Bani Tamim, dimana mereka adalah satu suku dan berjumlah satu kaum, adalah bukan masalah zakat. Tapi masalah penyerahan langsung zakat pada yang berhak dan tidak disetor ke pemerintahan Abu Bakar yang mendakwa diri sebagai khalifah Nabi saww. Di penyerbuan tersebut, yaitu dengan mengutus Khalid bin Walid sebagai panglimanya, Khalid ini telah berani membakar beberapa shahabat Nabi saww hidup-hidup di depan umum (lihat sejarah Sunni, Muruuju al-Dzahab) untuk membuktikan kekuasaan Abu Bakar. 
  6. Sudah sering saya nukilkan hadits Nabi saww di Bukhari bahwa Nabi saww tidak khawatir shahabatnya menjadi kafir lagi, akan tetapi sangat khawatir mereka mengejar dan bersaing tentang dunia dan mengorbankan akhirat. 

Misalnya Nabi saww pernah memberikan segolongan dari bagian-bagian baitul maal, tapi anshar memprotes keras di belakang Nabi saww. Lalu Nabi saww menjelaskan kepada mereka dan sekaligus mengabarkan bahwa para shahabat itu akan menjumpai hal sangat besar setelah kemangkatan beliau saww dan menganjurkan sabar hingga tidak memilih dunia dan memilih Nabi saww (baca: Islam). Tapi kata sang perawinya, yakni Anas: “Akan tetapi kami tidak sabar” (Lihat shahih Bukhar, hadits ke: 3147, 3146, 377, 3793, 4331, 4333, 4334, 4337, 5860, 6762 dan 7441). 

Di antara pertanyaannya adalah: 

a- Apa hal besar itu? 

b- Hal besar itu jelas dapat menyimpangkan shahabat dari Islam hingga karena itu Nabi saww menganjurkan untuk tidak memilihnya dan hanya memilih Islam, dengan sabdanya: “Sabarlah hingga kalian bertemu Allah dan NabiNya saww.” 

c- Dan Anas, sebagai perawi yang memahami maksud hadits, menyaksikan bahwa pa- ra shahabat, tidak sabar. Artinya telah melanggar Nabi saww dan memilih fitnah/ penyimpangan. 

d- ....dan lain-lain. 

7. Kesimpulannya, belasan atau puluhan ribu shahabat dan tabi’iin mati dalam berbagai peperangan di mana hal ini, jelas tidak bisa dikatakan benar dan Islami. Karena itu, maka kita harus memilih dari mana kita mendapatkan riwayat-riwayat Islam yang kita jadikan agama ini. 


8. Ahlulbait as yang makshum, yang dimakshumkan di Qur'an dan hadits-hadits Nabi saww, merupakan jalan satu-satunya yang harus dipegangi periwayatannya dalam meriwayatkan dan bahkan memaknai Islam kepada umat sejagat ini. 

Wassalam.


اللَّهُمَّ صَلِّ عَلَى مُحَمَّدٍ وآلِ مُحَمَّدٍ وعَجِّلْ فَرَجَهُمْ