Jumat, 15 November 2019

Imamah dan Khilafah

1. Imamah & Khalifah menurut buku SYI’AH MENURUT SYI’AH bagian 1

https://www.facebook.com/notes/teguh-bin-suhedi/imamah-khalifah-menurut-buku-syiah-menurut-syiah-bagian-1/10152453504393937


Sang Pencinta: Salam, ada yang merikues tanggapan ustadz tentang paparan ustadz Muhsin Labib dengan tema Imamah & Khalifah berikut.

https://www.facebook.com/yandasadra/posts/10204540161401694


Muhsin Labib:

10 September ·

Salam

Izinkan saya mengeluarkan uneg-uneg yang hanya mewakili perspektif saya pribadi terkait isu paling banyak menghamburkan energi positif umat Islam, Sunni dan Syiah karena konflik yang diciptakan oleh pihak ketiga maupun konflik yang muncul sebagai akibat kehendak saling menafikan.


Kepemimpinan setelah Nabi

Biang Perbedaan


Bagaimana konsep kepemimpinan dalam Islam? Bagaimana mendudukkan imamah dan khilafah dalam konteks kepemimpinan dan kekuasaan politik? Benarkah kepemimpinan Imamah ala Syiah dan kepemimpinan Khilafah ala Sunni bertentangan?

Secara etimologis, khalifah berasal dari khalafa, yang berarti menyusul, melanjutkan, dan lawan kata dari salafa, yang berarti mendahului. Dari arti umum ini khalifah mencakup arti keseluruhan, suksesi kepemimpinan. Ia bisa berarti nabi yang datang menggantikan nabi sebelumnya, sebagaimana Isma’il dan Ishaq yang menggantikan posisi Nabi Ibrahim as, atau boleh jadi person bukan nabi yang melanjutkan kepemimpinannya, sebagaimana sahabat yang diyakini melanjutkan kepemimpinan Nabi Muhammad Saw.

Dalam konteks Nabi sebagai pemimpin, terdapat dua fungsi, yaitu: kepemimpinan vertikal dan kepemimpinan horisontal. Karena itu, person yang diyakini sebagai pengganti Nabi, mesti diperjelas apakah ia merupakan pengganti Nabi dalam konteks vertikal ataukah horisontal. Meskipun khalifah mempunyai arti luas, suksesi atau melanjutkan, khalifah telah terbatas pengertiannya dalam terapan yang bersifat sosial, politik, kenegaraan, teritorial dan horisontal. Sedangkan Imamah yang juga mempunyai arti luas bahkan mencakup imam salat dan suami sekali pun, dalam kenyataannya, telah terbatas pengertiannya dalam terapan yang bersifat individual, spiritual, intelektual, universal dan vertikal. Penjelasan ini penting agar ba-nyaknya istilah khilafah, imamah, imarah tidak mereduksi pengertian kepemimpinan horisontal dan vertikal. Dalam kenyataan historisnya, khilafah diterapkan sebagai kepemimpinan horisontal dan imamah diterapkan sebagai kepemimpinan vertikal.

Dengan demikian, khilafah yang dimaksud di sini bermakna kepemimpinan pengganti Nabi (khalifah al-Nabi), bukan khalifah dalam ayat 30 surah Al-Baqarah, khalifah fi al-ardh (khalifah di muka bumi). Khalifah pada ayat tersebut bermakna manusia sebagai spesies, bukan manusia sebagai individu.

Sebagian kalangan Syiah menganggap dua frase itu sama dalam makna sehingga menganggap kepemimpinan yang diklaim Sunni sebagai kontra kepemimpinan Ali bin Abi Thalib dan Ahlulbait. Sebagian kalangan Sunni juga menganggap konsep kepemimpinan (Imamah) yang diyakini Syiah sebagai delegitimasi kepemimpinan Abu Bakar, Umar dan Utsman.

Sudah banyak polemik dan perdebatan antara Syiah dan Sunni untuk membuktikan kebenaran pendapat masing-masing. Tulisan ini tidak berpretensi untuk mengemukakan salah satu pendapat yang mewakili satu mazhab, namun berusaha mencari sebuah konsep yang diharapkan mampu mengharmoniskan keduanya.

Bila isu kepemimpinan ini dijelaskan secara komprehensif de-ngan mengedepankan semangat mencari benang merah untuk diterima oleh kedua belah pihak, maka jalan menuju kesepahaman dan rekonsiliasi terbuka lebar. Salah satu syaratnya adalah membuang jauh-jauh tendensi klaim kebenaran mutlak yang secara logis tidak bisa diterima.

Konflik menjadi makin rumit karena Sunni menganggap konsep kepemimpinan (Imamah) yang diyakini Syiah sebagai tandingan konsep kepemimpinan (Khilafah) yang diyakini Sunni, dan Syiah menganggap konsep kepemimpinan (Khilafah) yang diyakini Sunni sebagai antikonsep kepemimpinan (Imamah) yang diyakini Syiah. Padahal, bila diperhatikan secara seksama dan bebas dari sentimen sektarianisme, rincian konsep Khilafah dan Imamah berbeda secara substansial dan tidak niscaya saling menafikan.

Perbedaan Khilafah dan Imamah

Area

Khilafah adalah kepemimpinan dengan batas teritori tertentu, yang mengikat secara struktural setiap warga yang berada di dalamnya, sehingga tidak mengikat orang di luar area tersebut. Sedangkan imamah adalah kepemimpinan yang melampaui batas teritorial, daerah, negara, dan lainnya tetapi mengikat secara spiritual dan teologis setiap pribadi yang meyakininya. Adanya kelompok yang ingin mengembalikan kekhilafahan di masa lalu untuk umat Islam menjadi tidak tepat guna, karena khalifah bersifat institusional (kenegaraan) dan teritorial.

Objek

Umat adalah pihak lain yang merupakan objek niscaya imam. Di dalam Alquran, surah Yunus ayat 19 misalnya, Allah menyifatkan umat – ummah serumpun dengan imam dan imamah – sebagai sesuatu yang tunggal. Hal ini menunjukkan keterkaitan langsung antara Imam dan Ummah. Sedangkan khilafah mempunyai objek warga negara yang membaiatnya. Dalam ayat Alquran, bangsa (sya’b) disebutkan dalam bentuk plural – syu’uban wa qabail.415 Di sinilah objek khilafah dan imamah menjadi benderang.

Relasi

Kepemimpinan vertikal atau imamah semestinya memang dipegang oleh orang-orang suci dan memiliki spiritualitas tinggi seperti Nabi dan wali. Kepemimpinan horisontal atau khilafah tidak niscaya dipegang oleh manusia suci. Meski tentu, Nabi, sebagai pemimpin umat (imam) diyakini telah terbukti menjadi pemimpin horisontal yang menjalankan fungsi kepemimpinan administratif juga.

Keabsahan

Syiah meyakini Imamah sebagai kepemimpinan umat. Karena-nya, ia harus dipegang oleh pribadi yang memenuhi syarat-syarat ketat yang tidak bisa disandang oleh pribadi yang tidak suci. Karena itu, Syiah meyakini Ali sebagai pemimpin umat. Sedangkan Sunni meyakini kepemimpinan yang bersifat struktural dengan batas teritorial sebuah state (negara). Karena itu, Sunni tidak menetapkan syarat kesucian bagi pemegangnya.

Pemangku

Ali bin Abi Thalib diyakini sebagai imam sedetik setelah Nabi wafat karena kepemimpinan umat (Imamah) tidak dibangun legitimasinya melalui pemilihan masyarakat. Ia seorang yang tidak pernah melakukan penyembahan berhala sejak kecil. Sedangkan Sunni menitikberatkan pada konsep keadilan bagi seorang khalifah, yaitu tidak cacat moral.

Mekanisme

Ali bin Abi Thalib diyakini sebagai Imam dengan proses deklarasi pengangkatan oleh Nabi Saw saat di Ghadir Khum sebagaimana diperintahkan oleh Allah Swt dalam Alquran.416 Sementara Ali bin Abi Thalib memberikan baiatnya kepada Abu Bakar sebagai pemimpin masyarakat (Khalifah), karena tidak menganggapnya sebagai pemimpin umat. Baiat merupakan kontrak sosial politik. Karena itu pula, Syiah tidak mensyaratkan baiat untuk menjadi pengikut Ali (sebagai pemimpin umat). Dalam Syiah, baiat memang bukan syarat.

Fungsi

Sebagaimana mekanisme imamah dan khilafah berbeda, maka fungsi imamah bersifat spiritual, bukan institusional sebagaimana dalam khilafah.

Karakteristik

Tolok ukur khilafah adalah kapabilitas, akuntabilitas, dan aksep-tabilitas. Sementara konsep imamah, tak harus diterima oleh publik (sosial). Karena memang imamah tidak ada hubungannya dengan pilihan masyarakat. Ia adalah hak prerogatif Tuhan yang bersifat transenden dan divine. Persis sebagaimana Muhammad Saw ditunjuk sebagai Nabi, publik suka atau tidak, setuju atau tidak, Muhammad tetaplah seorang Nabi. Selanjutnya, dalam berbagai ordo tasawuf pun, Imam Ali diyakini sebagai pemimpin para wali. Hubungan ini bersifat kepatuhan spiritual yang didasarkan pada hubungan cinta bukan bersifat kepatuhan administratif. Kepatuhan administratif ini lebih menekankan hubu-ngan tugas kelembagaan, antara atasan dan bawahan.

Bentuk

Sebagaimana pernah dijelaskan tentang pengangkatan Nabi Ibrahim as sebagai Imam dalam QS. Al-Baqarah [2]: 124 pada bagian pertama buku ini yang menunjukkan bahwa imamah merupakan proses penciptaan (takwini). Sementara bentuk khilafah adalah penetapan yang bersumber dari kontrak sosial (tasyri’i).

Kritik Syiah terhadap Abu Bakar, Umar dan Utsman harus dipahami sebagai kritik terhadap kebijaksanaannya sebagai pemimpin struktural administratif. Bahkan penolakan Syiah terhadap ketiga khalifah tersebut karena dianggap tidak memenuhi syarat-syarat kepemimpinan administratif, bukan kepemimpinan spiritual. Sayangnya, sebagian orang Syiah, juga Sunni, menganggap imamah dan khilafah sebagai satu makna. Akibatnya, substansi masalah tereduksi dan dikaburkan oleh sentimen sektarian yang memanas karena kesalahpahaman yang berkepanjangan.

Kesalahpahaman tanpa Klarifikasi

Yang patut disayangkan, adanya orang-orang Syiah yang memberikan pernyataan yang bisa ditafsirkan sebagai penolakan terhadap kepemimpinan struktural itu. Misalnya, dengan memunculkan terma ‘perampasan hak kepemimpinan’, yang terkesan mereduksi Imamah menjadi Khilafah. Padahal, perampasan tidak ada dalam konteks imamah. Imamah tak bisa dirampas dan diberikan oleh siapa pun.

Menurut orang Syiah, syarat keterpilihan para khalifah terdahulu masih patut dipertanyakan. Jadi, kritik Syiah atas keterpilihan para khalifah bukan pada soal perampasan imamah, melainkan dalam hal proses pemilihan dan kebijakan mereka selama menjadi khalifah.

Sejarah menunjukkan bahwa Imam Ali tetap mendukung dan membaiat khalifah Abu Bakar, meskipun setelah berlalu enam bulan. Pembaiatan tersebut justru menjadi indikator bahwa syarat aksep-tabilitas publik telah terpenuhi dan kebijakan khalifah telah diakui. Hal ini bisa menjadi dasar bahwa kekhalifahan tidaklah berada dalam posisi vis a vis dengan imamah. Sebaliknya, ucapan selamat dari Umar atas Imam Ali pada hari Ghadir Khum adalah pengakuannya kepada Ali bin Abi Thalib sebagai wali/Imam (spiritual) dan tidak menghilangkan peluangnya sebagai khalifah (struktural) pada periode selanjutnya. Imam Ali jelas tidak pernah mundur dari posisinya sebagai Imam, karena memang posisi Imam tidak bisa dianulir.
Posisi Imam bukan kepemimpinan yang bersifat struktural dan ditentukan berdasarkan banyaknya suara pemilih. Syiah berkeyakinan bahwa Imam Ali ditunjuk langsung sebagai Imam oleh Nabi.

Dua Dimensi Kepemimpinan Nabi

Langkah dan kebijakan pertama yang diambil Nabi dalam upaya menjaga kelancaran dan membina masyarakat ialah mengendalikan pemerintahan secara langsung. Langkah kedua ialah melakukan serangkaian kebijakan dengan perencanaan matang agar program ini tidak mandek dengan melancarkan aksi perombakan dan pembenahan total dalam tubuh masyarakat; moral, mental, pola tindak, cara berfikir, watak dan seluruh aspek yang bertalian erat dengan umat.

Patut diingat bahwa reformasi menyeluruh memerlukan jangka waktu panjang dan menuntut adanya SDM yang dapat diandalkan untuk mengawal pembinaan masyarakat sekaligus mengantisipasi hambatan dan gejala-gejala kelesuan yang bisa mengganggu.

Syiah meyakini bahwa Rasulullah Saw mempersiapkan Ali seba-gai pemimpin spiritual (agama) dan sekaligus struktural (politik). Karena masyarakat kala itu belum memiliki kematangan yang cukup untuk menjalankan pemerintahan berdasarkan Syura.

Kemudian setelah diteliti secara seksama situasi dan kondisi yang ada, sistem kepemimpinan yang disiapkan oleh Nabi Muhammad Saw sesungguhnya mengikuti situasi sosiologis yang melingkupi umat Islam pada saat itu. Mengapa? Nabi sangat sadar bahwa masyarakat sepeninggalnya masih belum bersih dari karakteristik tribal yang amat jauh berjarak dari masyarakat berperadaban yang ideal.

Dalam pandangan ini hanya ada dua asumsi, yakni; Pertama, Nabi tidak memikirkan pentingnya kepemimpinan sepeninggal beliau Saw. Asumsi ini tentu tertolak karena bertentangan dengan sifat kepemimpinan Nabi yang harish, ra’uf dan rahim. Tidak mungkin Nabi membiarkan umat yang akan ditinggalkannya terbengkalai tanpa pemimpin. Kedua, Nabi merencanakan suksesi sepeninggal beliau Saw. Asumsi kedua ini terbagi menjadi dua kemungkinan, yaitu; pertama, bahwa Nabi telah membentuk masyarakat yang matang dan ideal untuk menjalankan prinsip-prinsip syura dalam menentukan pemimpin sosial, dan kedua, Nabi menyiapkan kader handal sebagai pemimpin yang akan mengantar terbentuknya masyarakat beradab.

Fakta sejarah menunjukkan bahwa kondisi masyarakat sesaat setelah Nabi wafat belum memenuhi syarat masyarakat pada kemungkinan pertama di atas. Hal ini ditunjukkan misalnya, tersisanya karakter tribal jahiliyah dan sentimen primordial di balai Saqifah dengan saling mengunggulkan klan masing-masing. Oleh sebab itu, kemungkinan ini juga tertolak.

Sedangkan kemungkinan kedua pada asumsi kedua di atas, sebagai seorang Nabi yang suci tentu merencanakan sosok kader yang handal untuk membentuk masyarakat ideal. Sebagai seorang Rasul beliau bertugas menghidupkan suatu gambaran dari pemahaman yang cocok dan relevan menjadi jalan keluar yang mewakili Islam dalam menanggulangi problema kehidupan dengan menunjuk figur terbaik dan handal sepeninggal beliau. Selain itu, figur tersebut berfungsi untuk menerjemahkan dan menerapkan nilai-nilai yang terkandung dalam Alquran.

Umat Islam memerlukan pemahaman yang jelas dan sempurna tentang Islam dan ingin mengetahui hukum halal dan haram dalam setiap perkara. Mereka niscaya memerlukan adanya kepemimpinan spiritual yang ditetapkan oleh Allah Swt dan disampaikan melalui lisan Rasulullah Saw.

Kepemimpinan Spiritual dan Struktural

Kepemimpinan spiritual berbeda dengan kepemimpinan struk-tural (politik). Bila seorang khalifah merasa berhak dan mampu menjadi pemimpin intelektual dan menjadi panutan pemikiran atas dasar Alquran dan Sunnah dalam memahami teori tersebut. Dan terbukti bahwa para sahabat tidak mempunyai kemampuan dan tidak memenuhi syarat penting tersebut, lain halnya bila kita melihat Ahlul Bait dengan segala kemampuan mereka dan tergambar dalam nas serta bukti-bukti yang sudah ada.

Karena itu, kepemimpinan spiritual lebih penting dari kepemimpinan sosial politik dan lebih berperan selama beberapa dekade. Dan akhirnya, para penguasa dan khalifah memberikan kepada Imam Ali fungsi pemimpin spiritual karena mempertimbangkan satu dan sebab lainnya. Sampai-sampai Khalifah Kedua seringkali bersumpah dengan memuji kepandaian Ali dalam menyelesaikan masalah-masalah spiritual.
la selalu berkata, “Seandainya Ali tiada, maka pasti Umar celaka dan binasa. Allah akan membiarkanku selamanya terbentur dengan kesulitan bila Abul Hasan (Ali) tidak segera menyelesaikannya.”

Tapi setelah melalui beberapa masa sejak Rasul wafat dan muslimin luntur secara bertahap dari loyalitas dan rasa hormatnya terhadap Ahlul Bait Rasul dan tidak lagi memfungsikannya sebagai tokoh dan pemimpin dalam bidang spiritual, dan sebaliknya mereka sedikit demi sedikit memandang Ahlul Bait sebagai orang-orang yang tidak lebih dari mereka dan bahkan menganggap mereka sebagai awam.

Secara nyata terbukti bahwa Ahlul Bait kehilangan fungsi isti-mewa sebagai pemimpin-pemimpin spiritual dan pudar di tengah-tengah para sahabat. Mereka berstatus tidak lebih sebagai sahabat Rasul yang sama-sama berhak dan berfungsi sebagai pemimpin-pemimpin spiritual.

Sebagaimana telah terbukti dalam sejarah para sahabat, mereka selalu hidup di bawah situasi pertikaian yang terkadang meminta darah dan korban yang tidak sedikit dalam setiap peperangan yang mereka kobarkan sendiri. Masing-masing pasukan menganggap lebih konsekuen terhadap nilai dan kebenaran serta saling tuduh sebagai pengkhianat dan penyeleweng.

Sebagai akibat dari perselisihan dan perang tuduh yang terjadi antara orang-orang yang berfungsi sebagai para pemimpin itulah timbul aneka warna pertentangan ideologi dan pemikiran dalam tubuh masyarakat Islam.

Ambiguitas Mekanisme dan Kebijakan dalam Khilafah

Apakah Nabi Saw mewariskan sistem atau format tertentu tentang kepemimpinan? Ada dua jawaban, ya dan tidak. Ya, bila yang dimaksud adalah sistem kepemimpinan keagamaan. Tidak, bila yang dimaksud adalah sistem kepemimpinan sosial kenegaraan. Sejak Abu Bakar sampai Ali tak ada satu konsep baku mengenai mekanisme penunjukan khalifah. Bahkan seandainya peristiwa di Saqifah Bani Saidah dianggap sebagai sistem pemilihan pemimpin yang terbaik, niscaya Abu Bakar sendiri akan meniru sistem tersebut.

Nyatanya, Abu Bakar lebih memilih untuk menunjuk Umar secara langsung –kemudian diikuti sahabat lainnya—sebelum beliau wafat. Begitu pula ketika Umar terluka, beliau lebih memilih enam orang pembesar sahabat untuk menjadi kandidat khalifah setelahnya, dan begitu seterusnya.
Tak ada konsep baku dalam pemilihan khalifah. Ia terus menga-lami perubahan dari satu sistem ke sistem lainnya. Sebagai bentuk ketegasan bahwa konsep khilafah adalah urusan furu’-ijtihadi, yang suatu saat akan [pasti] mengalami perubahan. Penikmat sejarah akan tahu bahwa konsep khilafah hanya satu dari sekian sistem yang pernah dipraktekkan dalam peradaban manusia. Sistem khilafah sama dengan sistem lainnya: kesepakatan manusia yang kemudian membentuk konsep, yang barangkali ideal pada masa tertentu. Khilafah, atau apa pun namanya, merupakan salah satu temuan yang mencoba mewujudkan kemaslahatan dan keadilan di dunia.

Selain itu, bisa disimpulkan, tak semua kebijakan para khalifah (Abu Bakar, Umar, Ustman dan Ali) sekali pun bisa ditafsirkan seba-gai keputusan keagamaan, karena semata kebijakan politik.


Banyak pihak menduga keputusan Abu Bakar memerangi kaum murtaddin (dianggap keluar dari agama Islam karena tak mau bayar zakat) sebagai keputusan keagamaan. Padahal sesungguhnya itu adalah kebijakan politik semata. Abu Bakar mempertimbangkan gejala tersebut sebagai sinyal bahaya yang mengancam kesatuan negara setelah wafatnya Rasul Saw dan perlu segera diambil tindakan. Memahami kebijakan harb al-riddah (perang terhadap kaum yang dianggap murtad) sebagai konsekuensi logis agamis tidaklah tepat, sebab Umar sendiri sempat protes, “Bagaimana bisa engkau hendak memerangi orang-orang yang masih menghadap kiblat (salat)?”

Selain itu, zakat termasuk salah satu devisa terbesar negara waktu itu di samping harta rampasan (ghanimah). Kebijakan Abu Bakar kemudian dilanjutkan oleh Umar setelahnya. Namun di masa Ustman, zakat tak lagi diurus oleh negara, tapi diserahkan sepenuhnya pada individu kaum muslimin tanpa intervensi negara. Di sini, penamaan harb al-riddah bisa dipahami sebagai “tendensi politik”, karena muslim yang tidak mengeluarkan zakat secara ijmak bukanlah murtad. Bisa jadi keputusan Bani Tamim yang tak mau bayar zakat pada negara bermuatan politis karena pengangkatan Abu Bakar dianggap tidak memenuhi quorum.

Khalifah kedua, Umar bin Khatthab, juga demikian. Khalifah yang terkenal pemberani ini banyak melakukan terobosan kontroversial. Bahkan Umar dalam banyak kasus sering melabrak teks-teks qath’i (hukum pasti), semisal kebijakannya untuk tidak memotong tangan pencuri tatkala masa paceklik, atau kebijakan Umar yang tak mau memberi jatah golongan muallaf karena keislaman mereka yang masih dianggapnya oportunistik.


Tribalisme atas Nama Khilafah

Faktor lain yang turut melanggengkan konflik ini adalah upaya Bani Umayyah dan Bani Abbasiyyah memanipulasi isu kepemimpinan ini dengan memberi warna keagamaan atas kepemimpinan formal administratif ini demi memberikan legitimasi atas kekuasaannya yang tidak memenuhi syarat kepemimpinan spiritual (imamah) dan syarat kepemimpinan formal struktural, seraya mengampanyekan bahwa kekuasaannya adalah kepanjangan dari kepemimpinan tiga khalifah.

Akibatnya, sebagian orang Sunni terpengaruh dan cenderung menganggap konsep kepemimpinan Syiah sebagai antikepemimpinan yang diyakini Sunni. Selanjutnya, ditafsirkan secara ekstrem sebagai penghinaan terhadap para khalifah tersebut. Konflik makin sengit manakala melebar ke persoalan-persoalan keagamaan lainnya, sehingga terbelahlah tubuh umat yang satu menjadi dua; Sunni dan Syiah.

Kritik terhadap Khalifah

Kritik Syiah terhadap khalifah-khalifah bersifat politis semata. Hal itu karena bagi Syiah, kepemimpinan keumatan (imam) adalah masalah final yang tidak terkait secara langsung dengan kepemimpinan struktural. Artinya, meski menerima dua jenis kepemimpinan; keumatan dan kemasyarakatan, tidak niscaya Syiah tidak mengkritik dan mengajukan keberatan terhadap para khalifah itu terkait elektabilitas, kredibilitas dan kebijakan-kebijakannya selama menjadi pemimpin negara.

Tidak hanya Syiah yang meyakini khalifah bukanlah imam, tapi juga Sunni. Dengan meyakini tiga khalifah bukan imam, dengan melakukan penunjukkan secara personal, itu semuanya mengonfirmasi bahwa Sunni tidak sedang membicarakan kepemimpinan ketuhanan yang menjadi pilar penting mazhab Syiah.

Dengan begitu kita bisa membedakan dua jenis kepemimpinan ini. Kepemimpinan ala Syiah adalah jenis kepemimpinan spiritual yang sifatnya vertikal. Konsep kepemimpinan yang dibangun karena meyakini Nabi sebagai orang yang mendapatkan legitimasi ketuha-nan pasti menunjuk orang untuk menggantikannya.

Sementara kepemimpinan struktural dibangun atas dasar akseptabilitas publik. Sehingga boleh jadi seorang imam juga bisa sekaligus menjadi pemimpin struktural (khalifah) kalau memang diterima oleh masyarakatnya.
Dalam sebuah riwayat disebutkan, “Hasan dan Husain adalah dua Imam, baik berkuasa maupun tidak berkuasa.” Artinya baik saat kepemimpinan politik atau administrasi ia pegang atau pun tidak, mereka tetaplah Imam.

Dalam konteks ini muncul dua istilah yang sebetulnya berbeda, tetapi sering disalahpahami sebagai satu hal yang sama, yaitu kepemimpinan dan kekuasaan. Seorang pemimpin dalam pengertian Imam tidaklah harus berkuasa. Karena kekuasaan dibangun de-ngan media pemilihan atau kekuatan. Ia ambil kekuasaan itu dengan kekuatan (pemaksaan) atau dengan pemilihan (akseptabilitas publik).

Meski berbeda basis, Imamah yang basisnya adalah legitimasi ketuhanan, sedangkan Khilafah yang basisnya adalah pilihan dan akseptabilitas publik, bukan berarti keduanya tidak bisa bertemu dalam satu bentuk dan beririsan antar keduanya. Bisa jadi Khilafah dan Imamah berlaku dalam satu sistem, sebagaimana Imam Ali saat menjabat sebagai Khalifah keempat. Sehingga, jika sejak awal Imamah dipahami sebagai kepemimpinan spiritual, maka tidak seperti anggapan sebagian Sunni, imamah Ali bin Abi Thalib tidak gugur meskipun dia tidak menjabat sebagai khalifah.

Kesimpulan

Ternyata kesalahpahaman yang tidak segera diklarifikasi akan menjadi objek dramatisasi dan bahan bagi pihak ketiga untuk me-ngadu domba dua kelompok besar umat Islam. Lemahnya posisi umat Islam di dunia merupakan akibat nyata dari sektarianisme yang menjangkiti kedua kelompok tersebut dan masuknya isu-isu lain ke dalam isu perbedaan interpretasi tentang kepemimpinan.


Mungkin hipotesa dan analisa di atas tidak direstui oleh para pemegang otoritas dalam dua kelompok Sunni dan Syiah, namun yang perlu digarisbawahi ialah, reinterpretasi konsep kepemimpinan setelah Nabi di atas tidak mereduksi konsep Khilafah yang umum diyakini oleh kalangan mainstream Sunni dan tidak pula mendistorsi substansi kepemimpinan Imamah yang dipegang teguh oleh kalangan Syiah.

Dengan paparan di atas, kalangan Sunni secara de facto menerima kepemimpinan esoterik Ali dan Ahlulbait, sebagaimana terkonfirmasi melalui ragam riwayat dalam referensi-referensi utamanya, terutama di kalangan sufi. Sementara kalangan Syiah secara de facto menerima kepemimpinan eksoterik khilafah yang diusung oleh Sunni, yang dimulai dari Abu Bakar.

Tentu penerimaan de facto Sunni terhadap kepemimpinan esoterik (keagamaan) dan penerimaan de facto Syiah terhadap kepemimpinan kenegaraan (sosial) tidak bisa menjadi alasan untuk fusi atau peleburan dua bangunan peradaban yang telah berdiri menjulang ini. Keduanya adalah realitas natural dan historis yang mesti diapresiasi sebagai kekayaan. Penunjukan Nabi membuahkan legitimasi yang bersifat vertikal dan pemilihan publik menghasilkan akseptablitas yang bersifat horisontal.

Menjadi Sunni atau Syiah bukanlah kesalahan. Seorang Muslim yang dibentuk karena asas ketauhidan dan kerasulan Muhammad, sebagaimana tercakup dalam dua kalimat syahadat, harus menafsirkan dua konsep kepemimpinan, Khilafah dan Imamah, sebagai konsekuensi dari dua perspektif yang berbeda.

Selanjutnya para pemikir kedua kelompok ini harus mengubah energi gontok-gontokan menjadi energi saling mendukung dan mem-bahu mencerdaskan akar rumput dan awamnya serta membuang semua isu elementer yang menjadi biang kebencian mutual. Kalangan Sunni harus rela memosisikan para khalifah dan sahabat sebagai manusia yang tidak sempurna, yang bila tidak diyakini kekhalifa-hannya tidak berarti keluar dari Islam. Kalangan Syiah perlu makin aktif mene-gaskan bahwa kepatuhan dan kecintaan kepada imam tidak bersifat primer, karena itu merupakan konsekuensi dari kepatuhan dan kecintaan kepada Nabi Saw dan bahwa orang yang tidak memosisikan mereka sebagai imam tidak menyebabkannya keluar dari Islam.

(Mohon tidak dishare. Tulisan ini dikutip dari buku SYIAH MENURUT SYIAH yang akan segera diterbitkan oleh DPP ABI).


Terimakasih ustadz Sinar Agama

*****


Doeble Do: Salam. Afwan, pesan dari ustadz Muhsin Labib dalam komentar di bagian akhir bahwa ‘Mohon tidak dishare. Tulisan ini dikutip dari buku SYI’AH MENURUT SYI’AH yang akan segera diterbitkan oleh DPP AB’

Muhammad Wahid: Pesannya kontradiktif mas bro, posting di FB mana ada yang tidak ke share, post sendiri otomatis ke share kemana-mana. Lagipula itu sudah terbit, bukunya sendiri sudah ke share.. hehe.. jadi pesannya sudah lewat, karena hanya berlaku saat itu saja.

Doeble Do: Apapun yang di posting, mau pro atau kontra dan walupun menulis FB diketahui oleh orang, namun lihat kalimat pesan terakhir. Maksudnya adalah jangan di copas di share kembali mas broooo..walaupun bukunya sudah terbit dan itu berlaku dari awal buat status pak bos....

Bintang Az Zahra: Berarti yang ngeshare gak amanah ,,, biarin aja deh. ,,,buku besok minggu juga udah ﴾sampai di hk.

Muhammad Wahid: Ya, mungkin biar sekalian nambah pertanyaan ke ustadz Sinar Agama.. mengenai hukum sharing-sharing, untuk postingan itu terhadap yang melanggarnya. Karena walaubagaimanapun itu sebuah wacana pemikiran yang bisa salah bisa benar dan urusannya akhirat pula, dan apalagi di post secara terbuka,.. afwan, menunggu ustadz SA saja. 

Haidar Husein: Silahkan konfirm di abi pers.... karena saya rasa abi pers juga tidak sembarangan...

Muhammad Wahid: MasyaAllah, yang di link berikut kok begitu-begitu amat yah?.. link di bawah ini, menanggapi tulisan ustadz Mukhsin Labib..

https://www.facebook.com/bocah.../posts/671809809601230:0

Sinar Agama: Salam dan terimakasih pertanyaannya:
Karena tulisannya panjang dan memiliki latar belakang, maka saya akan mencoba memberikan tanggapan karena MEMANG WAJIB DITANGGAPI, MAU DIANGGAP HALAL KEK PENULISNYA ATAU TIDAK.

Panduannya, saya akan mengutip atau menerangkan sub judul apa atau paragraf apa sebelum dikomentari. Akan tetapi, saya tidak akan menuliskannya lagi tulisan yang cukup panjang tersebut. Jadi, teman-temah, wajib teliti dalam menghubungkan komentarku dengan asal tulisannya:

Komentar:

Mukaddaimah Pertama (mukaddimah komentar):

a- Demi Allah saya sangat terkejut membaca tulisan ini. Saking tidak tahannya, kadang satu paragraf, saya baca sampai beberapa kali. Hal itu karena saya tidak percaya dengan yang saya baca dan takut salah memahami tulisan orang lantaran menahan emosi melihat tulisan yang benar-benar telah merusak ajaran Islam dan mencela para ulama sepanjang sejarahnya.

b- Tulisan saya ini, tidak mewakili siapa-siapa sekalipun saya ingin menulis secara benar menurut apa yang saya yakini sebagai seorang Syi’ah. Akan tetapi, biarlah saya menulis ini sebagai orang yang baru memahami Syi’ah, dan bukan tokoh Syi’ah apalagi, mewakili Syi’ah.

c- Komentar ini, mesti saya berikan. Dan saya tidak akan taqiah dalam mengomentarinya, dalam arti tidak akan memakai bahasa yang terlalu halus hingga tidak bisa dipahami maksudnya.

d- Namum demikian, tulisan saya ini, tidak memiliki muatan apapun, selain hanya masalah-masalah keilmuan. Jadi, tidak bermuatan politis. Karena itulah, maka saya tidak akan taqiah sebagaimana selama ini diskusi dengan teman-teman Sunni atau bahkan wahabi.

Mukaddimah Ke Dua (mukaddimah isi komentar secara global):

a- Tulisan ini (tulisan penulis yang berikutnya akan disebut “tulisan”, dan komentar saya akan disebut dengan “komentar”), secara gamblang keluar dari ajaran Syi’ah sebagaimana akan dijelaskan global di mukaddimah ini dan dalam setiap komentar yang dirasa perlu pada masing-masing paragraf tulisannya.

b- Tulisan ini bukan hanya merusak konsep imamah dalam Islam yang diikuti secara istiqamah oleh Syi’ah, akan tetapi juga sangat merusak konsep kenabian menurut Islam yang, pada akhirnya merusak keTuhanan.

c- Tulisan ini, bukan hanya merusak konsep imamah dari akar-akarnya, akan tetapi juga telah melebihtauhui Tuhan, Nabi saww, imam Makshum as dan para ulama Syi’ah sepanjang sejarahnya.

d- Tulisan ini, sangat-sangat tidak bermuatan ilmiah sama sekali. Karena ketika mengatakan Syi’ah, bukan hanya sama sekali tidak mewakili Syi’ah, akan tetapi tidak sebutir referensipun yang diambil dari sumber Syi’ah. Lah, terus Syi’ah yang mana ini?

e- Menurut saya, kalau tulisan itu dinukil dari buku “Syi’ah Menurut Syi’ah”, sebaiknya namanya diganti menjadi “Syi’ah Menurut Beberapa Orang Yang Baru Menjadi dan Merasa Syi’ah”.

Mukaddimah Ke Tiga (Ajaran imamah/khilafah dalam Islam/Syi’ah secara global):

a- Imam adalah pemimpin umat, baik secara batin atau secara lahir. Dalam istilah penulis, vertikal atau horisontal. Jadi imam, bukan seperti yang dikatakan penulis yang hanya merupakan kepemimpinan vertikal dan hanya mentidakkontradiksikan dengan khilafah (dan bisa kompromi menerima khilafah orang lain), akan tetapi benar-benar bahwa imamah dalam Islam itu adalah kepemimpinan lahir dan batin atua kepemimpinan vertikal dan sekaligus horisontal.

Karena tulisan ini ala fb saja, dan hal ini merupakan yang lebih terang dari matahari di siang bolong bagi yang sangat baru Syi’ah sekalipun, maka saya tidak akan menyebutkan banyak referensi. Cukup saya ambil satu saja dari ribuan kitab akidah Syi’ah, yaitu dari kitab Al-Syii’ah

Fii al-Islaam, karya ‘Allaamah Thaba Thabai ra:

. ماملاا ىنعم

يف اما , ةيلوؤسملا هذه بع لمحتيو , ةئف وا ةعامج دوقي صخش ىلع دئاقلا وا ماملاا ةملك قلطت

لاجملا ةعس ىدمو , هيف شيعي يذلاطيحملاب هلمع طبتريو , ةينيدلا وا ةيسايسلا وا ةيعامتجلاا لئاسملا

. هقيض وا هيف لمعلل

لك نم رشبلل ةماعلا ةايحلا ىلا رظنت ) ةقباسلا لوصفلا يف حضتا امك( ةسدقملا ةيملاسلاا ةعيرشلا نا

ةيدرفلا ةيحانلا نم ةيروصلا ةايحلا يفاذكو , ةيونعملا ةايحلا يف ناسنلاا داشرلا اهرماوآ ردصت يهف , ةهج

.اضيا ) ةموكحلا( ةيدايقلاو ةيعامتجلاا هتايح يف لخدتت امك , هنوؤش ةرادا يف لخدتتو ,

: ثلاث تاهج نم مامتهادروم نوكي نا نكمي , ملاسلاا يف ينيدلا دئاقلا وا ماملاا ناف , هركذ رم ام ىلعو

. ةيملاسلاا ةموكحلا ةهج نم : ىلولاا

.اهرشنو ةيملاسلاا ماكحلااو فراعملا نايب ةهج نم : ةيناثلا

. ةيونعملا ةايحلا يف داشرلااو ةدايقلا ةهج نم : ةثلاثلا


يذلاو ,امربم اجايتحا ,اهركذ قبس يتلا ثلاثلا تاهجلا ىلا جاتحي يملاسلاا عمتجملا ناب ةعيشلا دقتعت

مظعلاا لوسرلاو هّللا لبق نم نيعي نا بجي, عمتجملا ةدايق اهيف امب , ثلاثلا تاهجلا ةدايقل ىدصتي

. ىلاعت هّللا نم رماب ماملاا نيعي اضيا ) ص( يبنلا ناب املع ,) ص)


((Makna Imam: Imam dikatakan untuk orang yang memimpin umat atau kelompok dan memikul beban tanggung jawab tersebut, baik dalam urusan-urusan sosial dan politik (horisontal) atau keagamaan (vertikal) dan perbuatannya berhubungan erat dengan kehidupan sosialnya dimana ia (imam) hidup, baik dapat leluasa dalam menerapkan keimamahannya atau tidak (karena terhalang atau tidak diterima umat, penj).

Syari’at Islam yang suci (sebagaimana sudah dijelaskan di pasal-pasal sebelumnya) melihat kehidupan manusia secara umum dan dari segala sisinya. Karena itu, ia (syari’at) memberikan ajaran-ajarannya untuk membimbing manusia dalam kehidupan maknawiah (ibadah-ibadah vertikal) dan juga dalam kehidupan lahiriah (sosial-politik) pada setiap individu. Karena itu, ia (syari’at) mengatur kehidupan pribadinya, sebagaimana juga mengatur kehidupan sosial dan kepemimpinannya (pemerintahan, keterangan penulis buku sendiri, bukan penerjemah).

Sesuai dengan yang telah disebutkan di atas itu, maka IMAM atau PEMIMPIN AGAMA DALAM ISLAM, penekanannya terletak pada tiga dimensi:

a-1- Dimensi pemerintahan Islam (horisontal).

a-2- Dimensi penjelasan tentang ilmu-ilmu keIslaman, fikih Islam dan penyi’arannya (Horisontal Vertikal).

a-3- Dimensi kepemimpinan dan pengarahan dalam kehidupan maknawiyyah/speritual (vertikal).

SYI’AH MEYAKINI bahwa pemimpin umat Islam yang memerlukan pemimpin dalam tiga dimensi di atas itu secara fondasional (darurat) untuk memimpinnya dalam tiga hal tersebut, sebagai pemimpin, harus ditentukan oleh Allah dan Nabi Agung saww, sebagaimana beliau saww juga dipilih oleh Allah.))

..............bersambung...............


Artikel selanjutnya:
=================

Kamis, 14 November 2019

Tentang Sejarah Para Shahabat

10. Tentang Sejarah Para Shahabat

https://www.facebook.com/notes/sang-pencinta/tentang-sejarah-para-sahabat/790008827715692

Anggelia Sulqani Zahra: INI ADALAH PENILAIAN PALING SPEKTAKULER YANG PERNAH ADA DALAM SEJARAH TERHADAP SEJARAH PARA SHAHABAT” TINGGAL TUNGGU SAJA SERANGAN DARI BERBAGAI MADZHAB DAN KELOMPOK/GOLONGAN DALAM ISLAM

DALAM BUKU “ SYI’AH MENURUT SYI’AH PENULIS : TIM AHLULBAYT INDONESIA

Halaman : 352-353

Sebagaimana telah terbukti dalam sejarah para shahabat, mereka selalu hidup dibawah situasi pertikaian yang terkadang meminta darah dan korban yang tidak sedikit dalam setiap peperangan yang mereka kobarkan sendiri. Masing-masing pasukan menganggap lebih konsekuen terhadap nilai dan kebenaran serta saling tuduh sebagai penghianat dan penyeleweng.

Sebagai akibat dari perselisihan dan perang tuduh yang terjadi antara orang-orang yang berfungsi sebagai para pemimpin itulah timbul aneka warna pertentangan ideologi dan pemikiran dalam tubuh masyarakat islam... — bersama Bande Husein Kalisatti, Sinar Agama, Firdaus Said dan Hendy Laisa.

Denny Priyanto: Kalau penilaian terhadap para shahabat memang betul demikian maka kesimpulannya semua shahabat Nabi itu seluruhnya sama, sama-sama tidak adil, semua masih memiliki sifat-sifat ashobiah yang sangat tinggi, semua shahabat sesat! (itu sih kalau isi buku tersebut benar wkwkwkwk......)

Irsan Fadlullah Al Hajj: Apa sih kriteria untuk disebut shahabat????

Putri Dilianti: Jika di awal persoalannya adalah politik, maka jangan heran jika pengikutnya pun menginginkan politik. Mewariskan sentimentil itu mendatangkan kehancuran. Generalisasi saja semua umat, pengikut Syi’ah sajalah yang masuk surga.

Abdurrahman Shahab: Apa niat di balik status ini hanya Allah yang tahu. Tapi saya rasa orang yang paling bodoh sekalipun dapat meraba NIAT JAHAT/AGITASI/PENGARAHAN yang sangat mencolok dari status di atas. Cukuplah Allah, Rasulullah, sayidah Fatimah dan para Makshumin yang menjadi saksi untuk konflik “egoistik” yang JAUH dari nilai-nilai ilmiah dan keagamaan sama sekali. Kami hanya bermohon kepada yang TERHORMAT ustadz Sinar Agama tidak hanya mampu menampar/menusuk/menikam sebuah pandangan REKONSILIASI yang berniat baik bagi kemaslahatan keberagamaan di Indonesian (mungkin kita harus mau TAHU situasi apa yang lebih melatari penulisan buku tersebut, karena mereka para Tim penyususn lebih memahami situasi ke Indonesian dibandingkan ustadz SA) juga mampu menampar, mengerem dan menghentikan OLOK-OLOK serta niat jahat dari “murid-murid” nya....Afuan dan terimakasih.

Irawati Vera: ... mereka selalu hidup di bawah situasi pertikaian...dan seterusnya Wow

Irsan Fadlullah Al Hajj: Dinafkahi dari dana khumus hanya untuk membuat kekisruhan di Indonesia.... Apa yang pantas sebutannya bagi orang seperti ini?????????

Denny Priyanto: @Abdurrahman Shahab, niatnya baik demi Rekonsiliasi itu sangatlah mulia, tetapi tidak dengan cara yang ternyata lebih menusuk Rekonsiliasi, bagaimana coba?

Firdaus Said: Irsan... antum ini lagi marah/protes ke marja ya......! Karena marja antum salah dalam mendistribusi khumus antum ...?

Muhammad Bagir: Sebagaimana telah terbukti dalam sejarah para shahabat, mereka selalu hidup dibawah situasi pertikaian yang terkadang memintah darah dan korban yang tidak sedikit dalam setiap peperangan yang mereka kobarkan sendiri. Masing-masing pasukan menganggap lebih konsekuen terhadap nilai dan kebenaran serta saling tuduh sebagai penghianat dan penyeleweng.

--------- A: Tidak ada masalah dari kalimat di atas, itu sebuah sikap yang menjelaskan pemahaman terhadap konteks kenyataan sejarah, kenyataan itu memang terjadi dalam Sejarah Islam Pasca Nabi saw wafat. Jika 2 Kelompok berperang, bisa salah satu benar atau mungkin kedua-duanya salah, sifat paragraf ini umum, harus dikontektualisasikan terlebih dahulu dengan situasi sejarahnya yang mana dan siapa. Para Ulama mengakui ada friksi, peperangan antar shahabat, namun sikap mereka berbeda-beda. Dan Bertabayyun lebih baik. --------- Sebagai akibat dari perselisihan dan perang tuduh yang terjadi antara orang-orang yang berfungsi sebagai para pemimpin itulah timbul aneka warna pertentangan ideologi dan pemikiran dalam tubuh masyarakat islam.------- A: Mengenai perselisihan antar para shahabat cukup tepat merujuk pendapat Imam Syafi’I, yang mengajak ummat muslim untuk belajar dan tidak mengulangi kesalahan yang sama, namun memperbaikinya, sementara kesalahan mereka yang berselisih adalah urusannya dengan Allah dimasa lalu, saat ini adalah orang-orang yang memperuncing masalah ini yang menciptakan suatu peluang konflik adalah sebuah masalah, karena tidak mengambil ibrah (belajar) dari masa lalu. “Ketahuilah, ku beritahukan kepada kalian bahwa, Orang Mu’min adalah, yang semua manusia merasa aman darinya atas harta dan diri mereka. Orang Muslim adalah, yang semua orang muslim selamat dari (kezaliman) lisan dan tangannya. Dan orang yang berjihad itu adalah, yang dirinya berusaha keras dalam keta’atan kepada Allah. Sementara orang yang berhijrah adalah orang yang menjauhi perbuatan salah dan dosa” (Al-Hadist)

Abdurrahman Shahab: Kalimat mana yang merusak kang Denny Priyanto? Kalimat sebaik apapun jika diberikan penafsiran yang salah dan mengarahkan orang pada penafsiran yang salah, maka akan terlihat salah dan disalahkan oleh orang-orang yang memang berniat mencari-cari kesalahan. Saya adalah orang awam yang tidak memiliki kapasitas dan kapabilitas untuk menilai sebuah buku yang dibuat dan tentunya telah secara matang dan lama difikirkan oleh para tim penyusun yang kita ketahui bersama juga sangat memiliki legitimasi keilmiahan dan keilmuan yang sangat lebih dari cukup untuk mewakili sebuah kelompok Syi’ah walau mungkin dalam cakupan Indonesia.

Irsan Fadlullah Al Hajj: Buruk muka cermin dibelah.
Iblis gak nurut Ente salahkan Allah.

Firdaus Said: Abdurahman... jika yang antum katakan itu benar... maka minta sama penerbit untuk tarik buku itu dari publik... karena ditakutkan seperti yang antum katakan akan ditafsirkan salah oleh orang awam...

Muhammad Bagir: Jika mau lebih detail membahas sebuah buku, lakukan acara bedah buku, undang pematerinya. Karena satu buku tidak cukup menggambarkan 1400 tahun sejarah kecuali secara umum saja. Hanya orang yang cara fikirnya picik saja yang menjustifikasi sudut pandang umum seseorang lewat tulisan singkat/kalimat umum tanpa bertabayyun dan bertanya terlebih dahulu, apalagi terhadap sesama muslim.

Pemilik Akun ini perlu dipertanyakan, Pertama, “Dia Siapa?”, Kedua,”Maunya Apa?”, Ketiga,”Disuruh siapa?”.

Beberapa tahun lalu, seringkali provokasi Syi’ah-Sunni, sekarang sesama muslim Syi’ah yang pasti saat ini kelihatan motifnya organisasi dan kelompok, sangat sektarian dan menjatuhkan kelompok lain yang tidak disukainya dengan cara memancing. Mendingan kita blok, tidak usah diladenin, karena memang itu tujuan dia.

Abdurrahman Shahab: Ayatullah Al Uzma Husin Fadlullah (dan beberapa Ayatullah besar lainnya) banyak memiliki pandangan sejarah, wilayatul faqh dan berbagai isu yang juga berbeda (bahkan bertolak belakang) dengan Imam Khomeini r.a dan Rahbar Hf.... dan itulah kekayaan dan dinamika wawasan pandanagn dalam Syi’ah yang begitu hebatnya, hingga nanti semua harus patuh mutlak kepada sohibul zaman Imam Mahdi a.s. Tapi kalau di Indonesia yang Syi’ah nya masih sedikit, alih alih persatuan dan keharmonisan serta kerja sama yang baik yang ingin kita pupuk, malah kita saling mengarahkan dan saling sikut SECARA KASAR agar ORMAS dan Ustadz lain dibenci dan bahkan kalau bisa dimusnakan karena dianggap saingan (semoga ini tidak terjadi). Kita yang sedikit ini memang dari dulu senang nya gontok-gontokkan.

Nagie Alcatraz: Orang-orang pengecut hanya berani mengkritisi dari balik layar..

Wayang Tujuhpuluh: Islam tidak begitu.

Alwi Hasan: MIRIS............. pasukan penumpang gelap sudah masuk gelanggang,,,,,,,, sampai ada coment dari kelompok yang keberatan atas buku sms yang azam menghina seorang sayid menjadi arab gunung, ada darah fatimah yang di baduikan oleh “pencinta fatimah” luka hati fatimah tak terabaikan...... sadarlah kawan semua, saya mohon dari semua yang keberatan atas terbitnya buku sms yang ada di negri aman mayoritas Syi’ah untuk datang ke Indonesia , duduk saja dengan ABI ,niscaya persoalan akan selesai kok.

Alwi Hasan: Yang azam harus tau hukum-hukum jika berhadapan dengan keturunan fatimah (sayid),,,,, ada aturan yang jelas kok.

Rudi Suwandi: Tidak ada yang salah dengan kutipan redaksi tersebut. Redaksi tersebut sudah sesuai dengan riwayat Sunni dan Syi’ah. Romantisme semu era khilafah harus diubah menjadi realisme khilafah untuk pelajaran dan peningkatan.

Nagie Alcatraz: Barisan hati pendengki sedang berusaha membuat kegaduhan kepada minoritas Syi’ah Indonesia.. ckckck..

Alwi Hasan: Abd Som “Tuhanku.. Anugrahkan bagiku kesempurnaan dalam (memutus harapan kecuali) penyatuan dengan diri-Mu, dan terangilah penglihatan hati kami dengan cahaya penglihatan yang (hanya) melihat-Mu, sehingga penglihatan cahaya itu membakar tabir cahaya (ilmu tanpa makrifat), sehingga ia akan sampai pada sumber keagungan dan jiwa kami bergelantungan kepada kemuliaan-Mu yang Kudus (Munajad Sya’baniyah). Ilmu adalah cahaya yang menerangi jalan, tetapi ilmu bisa menjadi tabir tebal yang menutupi hati.

Ketika seorang alim belum mampu mengatasi hatinya, maka telingapun tuli dari mendengar nasehat, dan mata buta mencermati akibat. Penglihatan baginya adalah argumentasi semata, dan ia buta dari kenyataan yang ada. Tidakkah argumentasi adalah fondasi kayu rapuh?

Hendaknya setiap orang berusaha dan meminta untuk kebersihan penyakit hati. Sehingga ilmu yang dimiliki tidak berakibat ujub berbangga diri, berlaga argumen di segala situasi, tanpa perduli umat saling benci dan memusuhi.

Alwi Hasan: YA ZAHRO satukan kami dalam kelembutanmu.

Sinar Agama: Salam, sekalipun isi nukilannya dapat dikatakan menentang habis tujuan penulisan bukunya, akan tetapi kita tetap tidak boleh membesar-besarkan hal yang dapat memecah persatuan muslimin.

Sinar Agama: Membersihkan hati harus dengan ilmu dulu. Artinya dibersihkan dari segala kebodohan nyata dan mengerikan dan musuh Islam dan akal. Setelah berilmu dan bersih dari kebodohan dan dakwa palsu, maka meneruskan pembersihannya dengan mengaplikasikannya. Seorang beriman hakiki, tidak akan pernah menjadikan dirinya tiang agama hingga orang yang punya dalilpun dipaksa taat padanya dimana kalau tidak taat dikatakan berpenyakit hati. Lah, wenak nemen. Orang berdalil dikatakan sakit, lah orang yang tidak punya dalil dan banyak mengumbar dakwa suci mau dikatakan apa?

Sinar Agama: Kadang ada imam di depan kita, ajarannya menyala di depan kita, eh malah hanya panggil-panggil saja tanpa memperdulikan ajarannya.

Sinar Agama: Agama Islam ini argumentasi dan hidayah, bukan syair dan pepatah. Dia adalah jalan yang terang yang kokoh dan kuat serta tidak bisa digoyah. Dia bukan kumpulan syair dan elu-eluan bak penyair dan puisis. Argumentasi nyata dulu, baru setelah perasaan, syair dan pepatah. Argumentasi dulu, baru tawassul dan panggilan. Bukan seruan kosong yang dipaksa berisikan seruan. Karena hal itu adalah senjata makan tuan. Artinya, seruan yang lebih layak ditujukan pada dirinya sendiri.

Sinar Agama: Kalau sudah argumentasi, maka baru tingkatan-tingkatan berikutnya itu berarti. Tapi kalau hanya dakwaan, maka jawabannya juga dakwaan. Seperti dakwaan suci diri sendiri dan orang lain yang kotor. Dakwaan tidak tahu keadaan dan hanya dirinya yang tahu...dan seterusnya.

Karena itu, kalau ingin mengamalkan dakwaannya, maka argumentasikan dulu apapun yang disebut keadaan, Islam dan kewajiban-kewajibannya. Dan apa saja yang telah menjadi perbedaan pendapat itu. Baru ini yang namanya pengikut Islam dan pengikut Nabi saww serta para Makshumin as dan hdh Faathimah as. Akan tetapi kalau hanya dakwa saja, lalu diam melihat Makshumin as itu sendiri dianiaya, maka panggilan kepada mereka as itu, akan kembali menjadi api neraka yang sangat panas kelak di akhirat. Karena sudah tahu kebenaran mereka dan hak mereka as, akan tetapi tidak membela mereka demi kepentingan dunianya. Dan, itupun masih dibumbu-bumbui tahu Islam, hati suni, tahu maslahat, tawaadhu, tidak sombong, iman tinggi, irfan ...dan seterusnya.

Sinar Agama: Muslimin dalam sepanjang sejarahnya yang saling bunuh itu, bukan yang satu mengajak ke sombong dan lainnya ke tawadhu’. Tapi semuanya mengajak ke Islam, tawadhu’, surga ...dan seterusnya. Akan tetapi siapa yang hak, maka hanya Allah yang tahu.

Nah, kita di dunia ini, ditugasi untuk mentester dan mengetes semua dakwaan itu dengan dalil. Karena itu, yang anti dalil, sudah sewajibnya untuk dikesampingkan walau dakwaan dan seruannya manis melebihi madu, tinggi melebihi arif dan para nabi sekalipun, indah melebihi surga.

Pendek kata, tidak ada yang berhak membuat maslahat kecuali marja’ dan siapa saja melakukannya, maka ia telah melakukan kesombongan dan tajarri dalau dibungkus dengan seribu ayat dan sejuta kata ketawadhuan.

Ridwan Biskori: Argumen-argumen sinar agama hanya cocok untuk dirinya sendiri. Jadi “senjata makan tuan’

Nagie Alcatraz: SA..jangan jadi pengecut..muncul, hadapi secara jantan dengan dalil-dalilmu.. jangan cuman buang kotoran di negrimu sendiri kemudian ditinggal pergi, orang-orang banyak yang mencium baunya..Syi’ah sudah minoritas, masih aja mau dipecah.. kalo tidak berani muncul lebih baik diam...jangan ikut provokasi..

Alwi Hasan: Sinar Agama ............ malu dong sembunyi aja ah,.............. apakah rahbarmu mengajarkan persembunyian mu,,,,,,,,,,,,, apakah gurumu mengajarkan kepengecutanmu............ apakah shahabat dan murid muridmu menginginkan persembunyianmu............... apakah FB akun awanmun belum menurunkan hujan sehinga kamu masih nyangkut di awan............. ingat akan ada petir loh di awan sana....... ga lama lagi juga kau akan terkena petir hasad yang engkau bangun sendiri dikerajaan

AWANMU,,,, ,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,, , sinar yang nyangkut di awan aku butuh penampakanmu............ ga kebayang deh ilmu mu sangat bermaanfaat lhoh kalau engkau muncul,,,, dari balik awan aja begitu hebatnya ilmumu,,,,,,,, apalagi kalau majlismu terbuka di bumi ini ,, asyik banget deh ................... oh sinar agama yang tersembunyi nyangkut di awan,,,,,,,,, keluarlah turunlah..,, hadirlah ,,,,,,,,, makhluk-makhluk bumi membutuhkan penampakanmu,,,,,,,

Rudi Suwandi: Repot dah kalau udah sektarian zuriat bz non-zuriyat...nonton aja dah sampe enek.

Wayang Tujuhpuluh: http://janjisetiakita.blogspot.com/2012/10/pandu-kehidupan.html?m=1

Azmy Alatas: Fakta sejarah mengatakan bahwa para shahabat saling tikai. Baik dari persepsi Sunni maupun Syi’ah. Jadi, yang akan menyulut perselisihan itu kalimat yang mana?

Apa harus bilang bahwa dalam sejarah, seluruh shahabat duduk manis ngopi-ngopi bersama baik shahabat yang Syi’ah maupun yang Sunni? Mana ada shahabat bermadzhab...?!

Firdaus Said, Anggelia Sulqani Zahra, Hendy Laisa bisa minta tolong, parameter yang bisa menjadikan kalimat itu sebagai pemicu konflik?!

Azmy Alatas: Firdaus Said, kenapa gak minta supaya al Quran dimusnahkan, karena telah banyak ditafsirkan keliru...?

Dan betapa anehnya mereka yang berilmu tinggi namun masih salah dalam menafsirkan buku ringan sekelas SMS.

Sentimentil bin lebay...

Giri Sumedang: Salah tafsir pada realitas di hadapan kita bisa saja terjadi. Untuk itu perkuatlah pemahaman dengan logika kuat, ketat, dan dalam. Kita tidak mungkin hidup hanya bertujuan untuk mengklarifikasi setiap persoalan yang terjadi di alam realitas ini. Namun setidaknya, apa yang penulis ingin sampaikan dalam saduran di atas, menunjukkan bahwa kesalahpahaman terhadap agama yang dibawa oleh baginda rasulullah Muhammad SAW sudah terjadi di zaman para shahabat terdekat masa hidupnya dengan sang nabi sendiri.

Azmy Alatas: Ssssttttt....langsung pada ngumpet....sengaja pada pengen nonton doang....

Anggelia Sulqani Zahra, Firdaus Said, Denny Priyanto, Hendy Laisa, kenek-kenek ini persis taat sama ajaran gurunya....

Giri Sumedang: Untuk itu, sekiranya benar apa yang terjadi pada zaman itu tentang pertikaian antar umat Islam seperti yang ditunjukkan dalam buku tersebut,<< DALAM BUKU “ SYI’AH MENURUT SYI’AH PENULIS : TIM AHLULBAYT INDONESIAHalaman : 352-353. Sebagaimana telah terbukti dalam sejarah para shahabat, mereka selalu hidup di bawah situasi pertikaian yang terkadang memintah darah dan korban yang tidak sedikit dalam setiap peperangan yang mereka kobarkan sendiri. Masing-masing pasukan menganggap lebih konsekuen terhadap nilai dan kebenaran serta saling tuduh sebagai penghianat dan penyeleweng. Sebagai akibat dari perselisihan dan perang tuduh yang terjadi antara orang-orang yang berfungsi sebagai para pemimpin itulah timbul aneka warna pertentangan ideologi dan pemikiran dalam tubuh masyarakat islam...>> pastilah kearifan dan keadilan dalam makna yang sesungguhnya hanya dimiliki oleh mereka yang taat kepada Allah, Rasul, dan Ulil Amrinya saja.

Wayang Tujuhpuluh: Perintah Allah : An Aqimuddin walaa tatafarroquu....

Syahru Pan Rizal: “kebenaran mengenai keimanan biar kita sendiri yang mengetahuinya, dahulukanlah kebenaran dalam persepsi umum demi persatuan umat, ingat intoleransi semangkin menyerang, kalau tidak mau membantu bersama meredam paling tidak jangan memperbesar perbedaannya, para pengurus emangkin sulit dan terjepit oleh kondisi seperti ini “.

Giri Sumedang: Kebenaran itu eksklusiv? Adalah ya. Tapi bertoleransi terhadap sesuatu yang di luar batas kebenaran, dalam konteks tertentu, adalah tindakan yang benar juga.

Rudi Suwandi: Jangan kayak wahabi doooong debatnyaaaa.....sajikan argumentasi, bukan nyerang orangnya....capek deeeeeh...bubar-bubar.

Giri Sumedang: Jangankan Wahabi, Sunni, bahkan identitas Syi’ah pun sebenarnya harus dihindari kalau memandang Islam sebagai hakekat dari sebuah sikap keberserahan diri total kapada Allah, Rasul, dan Ulil Amri.

Giri Sumedang: Mahzab, aliran, sekte, golongan, ideologi keagamaan, dan semacamnya adalah merupakan produk sejarah dari perjalanan panjang umat manusia dalam ke-beragama-an. Yang kalau kita arif menyikapi, sebenarnya tidak perlu larut dan terlalu turu campur dalam menengahi keberagaman aliran, sekte, mahzab, golongan, dan lain-lain itu.

Giri Sumedang: Rasul Muhammad SAW tidak pernah membawa ajaran Wahabi, Sunni, maupun Syi’ah sekalipun. Beliau hanya menunjukkan jalan dan bagaimana kita hidup senantiasa dalam KEBENARAN. Selebihnya, tidak ada.

Wayang Tujuhpuluh: Dienullah=Islam....perintah Allah bagi yang hidup dalam naungan Islam : An aqiimuddin wa laa tatafarroquu...

Memburu Kebenaran: Giri Sumedang@ kata siapa Rasulullah tidak menyuruh mengikuti kepemimpinan Syi’ah??

Rudi Suwandi: sssssstttttt....jfb kebanyakan teori ah....ayo bermarja...

Sinar Agama: Giri, bisa dibuktikan ketidakadaan itu?

Rahman Gajali: Sayangnya judul yang mewakili faham sementara isinya menyalahi judul.

Giri Sumedang: Jangankan rasul Muhammad SAW, Allah SWT pun tidak menyuruh kita untuk menjadi Syi’ah. Dia Yang Mahaagung dan Mahatinggi memerintahkan kita hanya untuk mengabdi kepadaNYA dengan cara mentaatiNYA, RasulNYA, dan Ulil AmriNYA. Syi’ah bukan agama!! Dan Islam pun bukan Syi’ah..Syi’ah hanyalah sebuah identitas pembeda dari sekian banyak klaim kebenaran tentang konsepsi kebenaran islam itu sendiri. Sekiranya identitas ahlusunnah wal jama’ah atau semacamnya tidak pernah mencuat ke permukaan realitas alam ini, maka kenyataan identitas Syi’ah pun dengan sendirinya menjadi tidak berarti..bukan begitu kak??

Giri Sumedang: Rasul Muhammad SAW tidak pernah membawa ajaran Wahabi, Sunni, maupun Syi’ah sekalipun. Beliau hanya menunjukkan jalan dan bagaimana kita hidup senantiasa dalam KEBENARAN. Selebihnya, tidak ada.

============================================

Sinar Agama Giri, bisa dibuktikan ketidakadaan itu?

=============================================

Sebenarnya kakak pun tahu jawabannya. Justru menjadi kurang berhikmah kalau Giri pun larut pada persoalan yang seperti ini.

Giri Sumedang: Salam rahayu semuanya..La Sunni la Syi’ah islam wahidan.

Hendy Laisa: Azmy Alatas gak ada yang ngumpet kok, saya hanya diajarkan gak ikut-ikutan layani ocehan model antum gitu...

Azmy Alatas: Hendy Laisa akhirnya nongol....ngintip tok...hihi..



Artikel selanjutnya:
=================



  • Imamah & Khalifah menurut buku SYI’AH MENURUT SYI’AH bagian 1

  • Rabu, 13 November 2019

    Tentang Dua Bentuk Kepemimpinan Yakni Khalifah dan Imamah

    9. Tentang Dua Bentuk Kepemimpinan Yakni Khalifah dan Imamah

    https://www.facebook.com/notes/sang-pencinta/tentang-dua-bentuk-kepemimpinan-yakni- khalifah-dan-imamah/790008647715710

    Anggelia Sulqani Zahra: LUUAAAAAAAR BIASAAAAAAA=====

    INI YANG BELUM/TIDAK DILAKUKAN OLEH PARA IMAM DAN PARA ULAMA DI SEPANJANG SEJARAH

    “PENULIS SETELAH MENJELASKAN DUA BENTUK KEPEMIMPINAN YAKNI KHALIFAH DAN IMAMAH KEMUDIAN DALAM KESIMPULANNYA MENYATAKAN”

    DALAM BUKU “ SYI’AH MENURUT SYI’AH PENULIS : TIM AHLULBAYT INDONESIA

    Halaman : 356

    “Ternyata kesalahpahaman yang tidak segera diklarifikasi akan menjadi objek dramatisasi dan bahan bagi pihak ketiga Untuk mengadu domba dua kelompok besar umat Islam. Lemahnya posisi umat Islam di dunia merupakan akibat nyata dari sektarianisme yang menjangkiti kedua kelompok tersebut dan masuknya isu-isu lain ke dalam isu perbedaan Interpretasi tentang kepemimpinan” — bersama Sinar Agama,Bande Husein Kalisatti, Firdaus Said dan Hendy Laisa.

    Denny Priyanto: Itu sama saja mengatakan para Imam dan para Ulama tidak melakukan klarifikasi dan rekonsiliasi, dan itu artinya para Imam melakukan kesalahan maka gugurlah kemakshuman para Imam, itu mustahil!

    Denny Priyanto: Ternyata Tim Penulis ABI penulis buku SMS lebih cemerlang dari Para Imam dan para Ulama sepanjang sejarah, (tapi kalau isi buku SMS tersebut benar, apa iya sih?)

    Sinar Agama: Salam dan terimakasih tag-annya. Itulah mengapa buku ini saya katakan buku sesat dan menyesatkan dan haram dibaca kecuali bagi orang yang mampu memahami kesalahannya. Sesak rasanya dada ini kalau memperhatikan berbagai tulisannya. Hanya kepada Allah tempat mengadukan diri.

    Satria Pmlg: Ma’na ULIL AMRI terlupakan padahal gamblang ,,,termaktub di al Qur’an,,,,,tidak mungkin ALLAH,,,SWT,,salah menyuruh untuk taat,,, kepada ULIL AMRI, kalau ULIL AMRINYA, melakukan dosa

    ,,,,,dalam buku SMS ,,lupa bahwa ketaatan kepada ULIL amri adalah mutlak,,,sama halnya TAAT KEPADA ROSUL karena wawuny athof,,,,,,kalau buku SMS,,diyakini hancur semua akidah,,,kewilayahan.

    Azmy Alatas: Owalaaahhh....komentator-komentator di atas iki dub opo piye... Kalimatnya kemana imajinasine kemane....kok disambungin ke para imam...

    Emangnya ada ya imam yang bermadzhab?

    Giri Sumedang: Ada kebenaran personal dan ada kebenaran universal. Kebenaran personal atau semakna dengan pembenaran, tentulah sangatsubyektif dan realtif. Giri memang belum baca buku itu karena mungkin buku tersebut terbatas bagi kalangan tertentu. Tapi dilihat dari bahasa yang disadur di atas, sangat bisa ditangkap bahwa penulis sekedar ingin menjelasakan dan memaparkan persoalan konsep kepemimpinan dalam pandanganumat islam sendiri. Termasuk Giri yang belum paham betul apa itu Syi’ah, sadar bahwa konsep dan realitas kepemimpinan dalam agama islam adalah bersifat niscaya, neccesary need, dan mutlak. Ini menunjukkan bahwa mungkin ada sisi kearifan dari tim penulis yang sengaja membeberkan persoalan akut dalam tubuh umat Islam mengenai konsep dan realitas kepemimpinan umat Islam.

    Ucin Habsyi: Azmy alatas, bukan dub, tapi terlalu pintar dan jadinya njeglek .

    Azmy Alatas: Cocok sama Giri Sumedang saya suka kata-kata “secara arif”..

    Giri Sumedang: Sehingga, apabila buku tersebut ada indikasi pemaksaan pahaman tentang konsep kepemimpinan, Giri khawatir justru itu merupakan tindakan blunder. Tugas manusia arif dan bijak adalah sekedar menunjukkan, menasehati, menjelaskan, dan memperingati saja. Selebihnya dan sebaliknya adalah tindakan zalim.

    Azmy Alatas: Coba deh, sentimen terhadap penafsir dibuang dulu. Baca bagian rekonsiliatif setelah baca utuh dari depan.

    Jangan melompat langsung ke belakang...

    Memang betul yang dikatakan Giri, bahwa penulis berusaha berdiri di luar Sunni-Syi’ah untuk coba membangun rekonsiliasi. Sama ketika dulu Quraish shihab membuat tafsir rekonsiliatif yang berjudul “Sunni-Syi’ah bergandengan tangan, mungkinkah?”

    Giri Sumedang: Terlepas dari siapa yang menulis buku tersebut, Giri yakin ada sebuah usaha bagi kelompok tertentu untuk mendakwahkan dengan benar apa itu makna kepemimpinan dalam Islam.

    Giri Sumedang: Seringkali kita ini hanya bisa mengkritisi, tapi tidak atau setidaknya belum bisa berbuat apa-apa untuk kemaslahatan umat.

    Azmy Alatas: Jadi dalam hal ini saya mengkritik para pengkritik yang tuntutan kritik nya tak jelas..

    Irsan Fadlullah Al Hajj: Apanya yaaa yang luar biasa??

    Azmy Alatas: Coba deh, sentimen terhadap penafsir dibuang dulu. Baca bagian rekonsiliatif setelah baca utuh dari depan.

    Jangan melompat langsung ke belakang...

    Giri Sumedang: Berbeda adalah adil, tapi pembedaan adalah zalim. Jangan sampai makna pembedaan menjadi lebih kental dalam konstruksi berpikir kita sehingga fallacy terus bertubi-tubi datang dalam cara berpikir kita yang itu sangat berbahaya pada semua aspek tindakan, tutur, dan laku kita.

    Syed Musyaiyah Baabud: Kalau memang menegur/mengkritik, datang aja ke kantornya, kalau takut, jangan berbicara dengan masalah yang membuat hati orang yang sudah bersih, jadi kotor, ini bukan ajaran Rasulullah saaw. Hanya untuk orang yang punya otak.

    Bintang Az Zahra: Yang menyesatkan di balik layar karena suka banget dengan taqiyahnya ... yang disesatkan orang yang otaknya masih waras ....ia begini jadinya..... kalau hanya urusan perut dan bawah perut kenapa gak diskusi secara lansung .....bener-bener ngenes ...

    Suherman Estu: Sedikit gatel juga untuk ikutan komen, menurut saya, mending nggak usah “nambahin kayu bakar”, karena tujuan status, yang ditulisdengan capslock ON, bisa dibilang memang untuk menarik perhatian, kalau tidak bisa dibilang, PROVOKASI. IMHO

    Wayang Tujuhpuluh: Biasalah ibu-ibu penggemar tempe suka ngomongin produk tempe inovasi terbaru: “tempe rasa tahu”, dan memprovokasi penjual tempe favoritnya supaya koar-koar ke penggemar tempe yang lain supaya jangan beli “tempe rasa tahu”....

    Wayang Tujuhpuluh: Gimana ya kalo penggemar tempe dan penggemar tahu jadi pada doyan “tempe rasa tahu”....bisa ilang tuh penggemar tahu....

    Wayang Tujuhpuluh: Tapi rasa tempe juga bisa ilang.....

    Adzar Ali: Iyya komentator para pengkritik buku sms memang luar biasa tidak nyambungnya dengan makna dan konteks tulisan di buku tersebut,Angelia Sulqani Zahra alias Hendy Laisa. Apalagi ditambah-tambahi dengan tulisan yang terlalu Hiperbolis. Di satu perbuatan tersebut lucu namun di sisi lainnya memiriskan hati karena masih memakai pekokologi.

    Hendy Laisa: Aliasnya salah alamat mas.

    Amrillah Rizki: Tapi emang rata-rata orang arab yang kaya songong-songong pelit lagi bah... Wanprestasi lagi kata quito mana kopi kopi lanjutt bib ....

    Syahru Pan Rizal: Di pengkritik buku SMS ini banyak yang pintar tapi sedikit yang bijak mensikapinya, sementara kenapa diterbitkannya buku SMS untuk menimalisir intoleransi yang makin masif bahkan cenderung menyerang , setelah kasus Sampang apa yang dilakukan oleh para pengkritik ini untuk mengembalikan mereka pada kampung halamannya ?............

    Amrillah Rizki: Ane juga nyumbang lho untuk pengungsi Sampang hehehe....

    Aalulbayt Malay: Mengkritik tanpa memberikan solusi tindakan yang tidak bijak.

    Aalulbayt Malay: Buku sms sejatinya dalam tahapan awal cenderung kepada pembahasan wahdah dan mencoba untuk menggambarkan Syi’ah tidak bernuansa ekspor revolusi yang membahayakan NKRI, dalam tahap awal ini imej masyarakat tentang Syi’ah secara umum beralih dari negatif ke positif. Sehingga dengan mudah Syi’ah diterima di masyarakat. Jika ada perbedaan pendapat dengan pengkritik, tanyakan langsung kepada yang terkait para penulis mereka menguasai betul akidah dan fiqih bahkan sebagaian mereka mengajar fiqih. Bukan tidak faham permasalahan dan duduk perkara melainkan mencoba untuk pendekatan dengan kubu yang mencurigai Syi’ah.

    Aalulbayt Malay: Perpecahan seperti ini seperti membantu pihak anti Syi’ah seperti Amerika, Zionis, dan takfiri dengan gratis dan tidak dibayar.

    Li Qasim: Kalau banyak dikritik, berarti produknya belum final atau gak lolos QC?

    Amrillah Rizki: Dah bakar aja buku sms daripada dibaca anak cucunya hehehe...bagi yang sudah baca harap tobat nasuhah kkkkkkkk

    Reza Fauzan Al Hamid: Status yang sangat disesalkan!!!

    Sinar Agama: Kesalahan fatal buku itu harus diberitahukan kepada umat, apapun penerimaan mereka. Karena memang keterlaluan dalam kata-kata dan kesalahannya serta mengatasnamakan Syi’ah. Karena itu, kita harus baraa-ah dari buku itu di masyarakat dan di hadapan Tuhan serta Ahlulbait as. Tapi ingat, kita tidak boleh menggunakan kata yang keluar dari keilmiahan, sekalipun buku itu sering menggunakannya.

    Sinar Agama: Kalau persatuan itu adalah mengakui kesalahan, maka tidak diwajibkan agama dan akal manapun untuk melakukannya. Begitu pula kalau perbedaan pandangan tentang ilmu itu dianggap perpecahan, maka tidak ada persatuan di dunia ini sejak manusia itu ada bahkan antara suami-istri yang paling setia sekalipun. Karena pasti diantara mereka terdapat perbedan pandangan dalam banyak hal.

    Persatuan yang diajarkan Tuhan, Nabi saww, Ahlulbait as, ulama dan marja’ adalah tidak saling memaksakan pendapat dalam bentuk fisik dan saling menolong serta saling memberikan kebebasan pada masing-masing. Akan tetapi dari sisi pendapatnya, mestinya mempertahankan pendapat masing- masing selama masih punya dalil. Dan yang tidak punya dalilpun, tidak boleh dipaksa secara fisik.

    Meyo Yogurt: Ya mungkin bisa dikatakan epilog itu ngawur dan tidak jelas tujuannya. Namun sebagian besar isi buku adalah penjelasan kepada ahlusunnah mengenai berbagai tuduhan terhadap Syi’ah. Karena itu tujuan pembuatan buku ini telah tercapai (menurut saya).

    Muhammad Faizal Rafidhi: Kutip: Sinar Agama Kesalahan fatal buku itu harus diberitahukan kepada umat, apapun penerimaan mereka.

    ••••••

    Kesalahan Bajingan Khamenei (LA) apa tidak dikasih tahu juga kepada UMAT??? Wahai Sinar Agama Berani menjawabnya ?

    Imamah Dzil Qurba: Dalil gamblang ustadz SA dalam mengkritisi SMS, sulit dipatahkan. Jelas dan terang sekali ulasan ustadz SA. . . . . . piyejal?

    Muhammad Faizal Rafidhi: Kutip : Imamah Dzil Qurba

    Dalil gamblang ustadz SA dalam mengkritisi SMS, sulit dipatahkan. Jelas dan terang sekali ulasan ustadz SA. . . . . . piyejal?

    ••••••••••

    Tetapi dia Sinar Agama tidak juga mampu menjawab pertanyaan saya .... How come atuh ??

    Faktanya mereka (ABI+SA) hanya para Worshipers Al Khamenei (LA) yang happy dalam atmosfir munafiqun ..

    Imamah Dzil Qurba: FAIZAL, anda bahkan tidak menulis pertanyaan, . . . . piyejal?

    Muhammad Faizal Rafidhi: Imamah Dzil Qurba,,, oh begitu ya ?... Di ulang deh kalau begitu ...

    Kutip : Sinar Agama Kesalahan fatal buku itu harus diberitahukan kepada umat, apapun penerimaan mereka.

    ••••••

    Kesalahan Bajingan Khamenei (LA) apa tidak dikasih tahu juga kepada UMAT ??? Wahai Sinar Agama

    Berani menjawabnya ?

    Al Fakir: Komen yang tak waras lebih patut tidak tahu argumentasi yang gamblang... yang tak waras biasanya lebih suka menunjukan cela dan hinanya, sangat jauh dari niat untuk mencari kebenaran.

    Imamah Dzil Qurba: FAIZAL : ngeri sekali penyebutanmu terhadap Itrah Nabi SAWW (Sayyid Ali Khamenei)?

    Shadra Hasan: Imamah, faiz ini adalah rombongan tukang laknat, kemampuannya hanya bisa seperti itu, cela ini dan itu. Dulu sih tidak seperti ini kelakuannya, tapi ntah mengapa sejak mengenali bu Emilia r Az jadi seperti ini. Mungkin ada yang konslet dengan ilmu yang diterimanya.

    Shadra Hasan: Faiz ini yang megang bmt juga, suka mengkloning akun, mungkin supaya tampak rame atau gimana giti.

    Muhammad Faizal Rafidhi: Kutip : Imamah Dzil Qurba

    FAIZAL : ngeri sekali penyebutanmu terhadap Itrah Nabi SAWW (Sayyid Ali Khamenei)?

    ••••

    Bajingan is Bajingan siapapun dia ,, kawan..

    “Pemahaman” tentang AKHLAK (advance) Menurut “Muhammad Faizal Rafidhi” dari memahami pemikiran Imam Ali (as)

    Qul hal yastawil lazeena ya’lamoona wallazeena laa ya’lamoon ?

    Pemahaman untuk mengetahui biasanya lahir dari proses perenungan yang sunyi, karena semua yang sunyi biasanya lebih clear.

    Kesimpulan Pemikiran dari pengetahuan saya :

    Apa Yang tidak boleh Dihina, Dilaknat, Dikutuk atau dinistakan adalah “yang hidup” artinya apapun yang masuk dalam kategori hidup tidak bolehdinistakan, sementara di luar yang hidup seperti ide-ide sangat boleh dinistakan, apalagi ketika ide-ide tersebut menistakan “yang hidup”.

    Logikanya:

    “Kuntum khairu ummat ukhrijat linnasi”.

    Kamu adalah sebaik-baiknya umat yang di-tampilkan untuk umat manusia.

    Hingga Consciousness anda, memahami hal ini dengan CLEAR : “In ahsantum ahsantum li anfusikum wa in asaatum falahaa”.

    Artinya : Jika kamu berbuat baik berarti kamu berbuat baik untuk dirimu, dan Jika kamu berbuat Jahat, maka kerugian kejahatan itu untuk dirimu.

    Dalam pemahaman umum :

    If you do good you feel good, if you do bad you feel bad. CLEAR ?

    Muhammad Faizal Rafidhi: Kutip : Sang Pencinta

    Imamah, faiz ini adalah rombongan tukang laknat, kemampuannya hanya bisa seperti itu, cela ini dan itu. Dulu sih tidak seperti ini kelakuannya, tapi ntah mengapa sejak mengenali bu Emilia r Az jadi seperti ini. Mungkin ada yang konslet dengan ilmu yang diterimanya.

    •••••

    Saya sudah pernah katakan Bajingan Khamenei (LA) menciptakan Ketololan dan Inferiority ..

    Kalian yang dikarunia kecerdasan dalam berpikir tetapi tidak mengunakan dengan baik, saya hanya menyampaikan 100% Worshipers Al Khamenei (LA)hanya kumpulan orang-orang yang happpy dalam atmosfir munafiqun...

    Kamu Sinar Agama hanya bermain di ranah Sunnism, dan begitu pula para ABI kaffah dengan tabiat- tabiat Sunnismnya ......

    Kamu Sinar Agama perlu cermati hal ini lebih dalam, bagaimana seorang yang kalian klaim sebgai Wakil Almahdi dapat menciptkan perpecahan yang mana kalian sama-sama Worshipers Al Khamenei (LA) ....... Butakah mata kalian akan KEZALIMAN bajingan khamenei (LA) ini,,,,

    Kalian berbicara Shia dalam koridor Shia sebagai Agama Politic dan doktrinial yang keliru. Seharusnya Nilai-nilai Shia yang bersifat Universal, Otonom dan Independen itu tidak dibenarkan untuk diubah oleh nilai eksistensi manusia dan penguasa. ...........

    Kalian hanya menutup KESADARAN kalian ! .........

    Saya dari awal sudah jelas Anti pada Tabiat-tabiat Sunnism, dan orang-orang yang sepaham dan sepemikiran dengan saya tentunya mereka menemukan KESADARAN dari diri mereka sendiri.

    Bagaimana kalian selalu memfitnah dan menghasut orang-orang, dan melakukan manipultif terhadap hal yang faktual.

    Seharusnya kalian sudah mengikis tabiat-tabiat Sunnism, dengan berusaha memperhalus NURANI dan mempertajam AKAL, agar kesadaran bukan diselimuti kedok doktrinisasi yang ambigu !

    CLEAR ?

    Muhammad Faizal Rafidhi: Duduk sini ,, Budi Karbalaa , Ahrash Darien , Sony Hilal Wicaksono , Salman Al Farisi , Syed Mudzhar Bin Syed Malik

    Muhammad Faizal Rafidhi: Kutip : Sang Pencinta

    Faiz ini yang megang bmt juga, suka mengkloning akun, mungkin supaya tampak rame atau gimana giti.

    •••••••••

    Saya tidak pernah mengkloning akun apalagi menampilkan informasi data diri yang keliru ! Akun BMT sekarang sdah berubah nama Muhammad Faizal, silakan dicheck ...

    Dan beberapa kejadian akun saya dikloning oleh orang-orang yang benci dengan saya .. Apakah kamu memakai nama dan akun profil asli “Sang Pencinta” ??

    Jika aku mau melaporkan kepada Facebook, akun kamu bisa hilang dan berubah nama, kebetulan aku berteman dengan team facebook Indonesia.

    Tetapi hal itu tidak aku lakukan, karena tidak penting bagiku ...

    Karena biar KESADARAN orang-orang yang mengaku sebagai Shia masih selalu menipu dan berbohong, dan ketakutan kepada SUNNIS TOLOL.

    Bagaimana ? Apakah aku keliru ???

    Imamah Dzil Qurba: FAIZAL : Bukankah ide-ide (pikiran) terlahir dari yang hidup? Itulah sebabnya ide-ide (pikiran) memiliki makna, yang berarti dalam dirinya ada kehidupan. . . . . piyejal? Sudahlah FAIZAL. . . kita tidak akan beruntung dengan berkata-kata buruk karena akan melahirkan kebencian.

    Salman Al Farisi: Allahummal’an shanamain quraisy wa shanamain iran ila yaumil qiyamah....

    Salman Al Farisi: Orang yang mendapat petunjuk adalah orang yang dapat menyeimbangkan antara kecintaan dan kebencian....

    Muhammad Faizal Rafidhi: Belajar SHIA samahal belajar mengenal Nilai diri sendiri.

    Jika ada seseorang belajar dan mau dibodohi oleh Ulama-ulama yang menanamkan doktrinial yang membelakangi akal sehat tentunya, dia menjadi Shia lebih bodoh dari para Worshipers Umar (LA).

    Menjadi Shia itu PASTI seorang yang BERANI, tetapi jika keberanian itu menuju sebuah Kezaliman dan happy dalam atmosfir munafiqun, tentunya itu akan MENGERIKAN.

    Sekali lagi menjadi SHIA itu adalah KESADARAN. Muhammad Faizal Rafidhi’s photo.

    Ahrash Darien: feeling so BULB

    Ahrash Darien: Ini pasti riwayat Dhaif atau disisipkan oleh wahabi : The Prophet (may Allah bless him and his pure family),

    as part of a longer narration, said:

    Fathiimah will say to Allah:

    O Lord! I am weary of this life and tired of the people of this world. So take me to my father. So Allah will join her with me and she will be the first one from my family who joins me.

    She will come to me grieved, depressed, harmed, extorted, and murdered.

    Then I will say to Allah:

    O Allah! Curse those who were unjust to her, torment those who constrained her, and humiliate those who humiliated her. And make the one who keptkicking her ribs, until he killed her fetus, dwell in Hell. And the angels will say: Ameen.

    Irshad al-Qulub al-Daylami, v. 2, p. 295; Bisharat al-Mu’afa, p. 307, H6;

    Amali al-’usi, v. 1, p. 100.

    Muhammad Faizal Rafidhi: “KESADARAN”

    Allahummal’an abu bakar wa umar wa usman wa muawiyah wa yazid wa aisyah wa hafsyah wa Hindun wa Umm Hakam wa khamenei alaihim jamian minal malail ‘ala ila yaumiddin.

    ALLAHUMMAL’AN JIBT WA THAGHOOT....

    Sony Hilal Wicaksono:

    ﴾Al A’raf:150 ﴿

    Dan tatkala Musa telah kembali kepada kaumnya dengan marah dan sedih hati berkatalah dia: “Alangkah buruknya perbuatan yang kamu kerjakan sesudah kepergianku! Apakah kamu hendak mendahului janji Tuhanmu?.....

    Janji Tuhan kita, Imam Mahdi as pasti akan datang.

    Alangkah buruknya perbuatan mendahului Imam Mahdi as: Mencari pengganti.

    Ahrash Darien: @Sang Pecinta ... O Allah! Curse....curse whomever Allah has cursed... upon him is the curse of Allah ...See More

    Muhammad Faizal Rafidhi: Kutip : Imamah Dzil Qurba, FAIZAL : Bukankah ide-ide (pikiran) terlahir dari yang hidup? Itulah sebabnya ide-ide (pikiran) memiliki makna, yang berarti dalam dirinya ada kehidupan. . . . . piyejal? Sudahlah FAIZAL. . . kita tidak akan beruntung dengan berkata-kata buruk karena akan melahirkan kebencian.

    ••••

    Manusia yang membawa dan menciptkan Ide-ide yang menistakan yang hidup dan berbuat zalim itu tidak dibenarkan ..

    Sekali lagi, Bajingan is Bajingan siapapun dia ..

    CLEAR ?

    Salman Al Farisi: Imam Jawad as said, “Whoever considers it a sin to send la’nat on the one on whom laknat’s Allah then upon him is Allah’s la’nat. (Ikhtiaru Ma’rifatur Rijal by Syech Tusi, page 528 Hadits )1012

    Imamah Dzil Qurba: FAIZAL : mengapa sebegitu bencinya dirimu kepada Sayyid Ali Khamenei, apa yang salah?

    Budi Karbalaa:

    اعوذ بالله السميع العليم من الشيطان اللعين الرجيم
    يَاأَيـَُّهاالَِّذيَنآَمنُواإَِّنَكثِيًراِمَناْلَْحبَاِرَوالُّرْهبَاِنلَيَأُْكلُوَنأَْمَواَلالنَّاِسبِالْبَاِطِلَويَُصُّدوَنَعْنَسبِيِلاللَِّهَوالَِّذيَن يَْكنُِزوَنالَّذَهَبَوالِْفَّضةََوَلايـُْنِفُقونـََهافِيَسبِيِلاللَِّهفـَبَِّشْرُهْمبَِعَذاٍبأَلِيٍم(4٣)
    صدق الله العلي الحميد



    Artikel selanjutnya:
    ================

    Senin, 11 November 2019

    Tanggung Jawab Syi’ah Indonesia Terhadap Buku SMS

    8. Tanggung Jawab Syi’ah Indonesia Terhadap Buku SMS

    https://www.facebook.com/notes/sang-pencinta/tanggung-jawab-syiah-indonesia-terhadap- buku-sms/788825271167381

    Bismillaah

    Sinar Agama: Bismillaah: Tanggung Jawab Syi’ah Indonesia Terhadap Buku SMS

    Sebelum saya menulis tanggung jawab ini, perlu adanya penekanan kembali kepada beberapa hal yang sudah kita diskusikan bersama selama ini, yaitu:

    a- Yang saya tulis ini hanya berdasarkan pemahaman saya yang cetek tentang agama dan Syi’ah. Jadi, bisa salah dan bisa benar dan tidak mewakili siapapun.

    b- Kalau pandangan saya salah di sisi Allah tentang tanggung jawab terhadap buku SMS ini, maka berbahagialah bagi yang tidak memperhatikannya. Akan tetapi kalau benar, maka semoga Tuhan mengampuninya.

    c- Sebagaimana biasa, kita tidak bermain di niat, melainkan di alam nyata seperti ucapan dan tulisan serta perbuatan. Jadi, kalau ada kata sesat atau batil atau keluar dari Syi’ah, maka penghukuman itu hanya pada tulisannya, tidak ada hubungan dengan niat penulisnya sebagaimana sudah diterangkan sebelum ini. Niat mereka dan aplikasinya, merupakan urusan Tuhan sepenuhnya. Dan kita sebagai hamba zhahir, hanya diperintahkan untuk mengambil sikap dan berbuat sesuai dengan zhahirnya saja.

    d- Sebagaimana himbauan ini tidak berurusan dengan niat penulisnya, juga tidak ada urusan dengan penerbitnya atau kelompok manapun. Jadi, murni bahasan buku dan ilmu. Karena itu, tidak ada muatan politiknya sama sekali. Yang tidak percaya, yah...tunggu kelak di akhirat apakah kami dusta atau tidak semoga Tuhan menjagaku dari perbuatan keji ini selama- lamanya, amin.

    e- Zhahir yang kita pakai untuk memahami buku SMS itu, adalah pemahaman uruf dan umumnya. Yakni bahasa yang normalnya. Dan sikap kita ini, adalah pada pemahaman uruf yang kita dapatkan dari buku tersebut bahkan sejak sebelum terbitnya sebagaimana maklum. Atausetidaknya sebelum besar-besaran dicetak atau menjadi issu. Karena bahasan dan diskusi tentang imamah yang divertikalkan itu, sudah kita lakukan sejak sekitar bukan November tahun lalu.

    Sedang Tanggung Jawab Syi’ah Indonesia Terhadap Buku SMS Adalah:

    1- Kalau sudah tahu masalah dan kesesatannya, cukup di masalah imamah vertikal saja, maka wajib ia melakukan anjuran kepada keluarga danlingkungan Syi’ahnya untuk tidak membaca buku tersebut. Dan wajib pula mengambil sikap dan ramai-ramai meminta penarikan buku itu ke penerbit walau hanya melalui ucapan dan tulisan di medsos. Ingat, jangan ditambahi dengan kata-kata kasar lainnya. Yang diwajibkan (dari pemahaman saya yang relatif sebagaimana sudah diterangkan di atas) hanya meminta penarikan. Itu saja.

    Kalau seseorang yang di poin 1 ini, tidak melakukan kewajibannya, maka di pemahaman saya, seperti mendengar seruan imam Husain as yang berseru:

    “Adakah penolong yang mau menolongku?” (yang diserukan di Karbala ketika sudah tinggal sendirian)

    Akan tetapi tidak menolong beliau as. Atau seperti melihat imam Husain as dikeroyoki di Karbala atau rumah hdh Faathimah as dibakar, akantetapi tidak menolong mereka as. Kalau ini yang terjadi, yakni tidak membantu, lalu kemana aplikasi “Labbaika ya Husain as” yang sering kita ucapkan, baca dan dengar selama ini?

    2- Kalau sudah tahu masalah dan tidak gamblang kesesatannya, yakni benar-benar begitu di hatinya yang disaksikan Tuhan, maka hati-hatinya tidak mendukung buku tersebut dan berdoa kepada Allah swt, agar membantu kita semua keluar dengan keindahan hidayah dari permasalahan ini.

    3- Kalau tidak tahu masalah, maka di samping berdoa seperti di poin 2 itu, ia tidak boleh membaca buku tersebut dan tidak boleh ikut-ikutan berpendapat. Karena pendapatnya kalau salah, sementara tidak tahu masalahnya, sangat mungkin tidak akan dimaafkan Tuhan kecuali dengan taubat yang benar seperti mengumumkan lagi kesalahannya itu di tempat yang sama.

    4- Kalau tidak tahu masalah, akan tetapi tidak bisa tahan untuk tidak membaca, maka dari pada dosa yang lebih berbahaya, mungkin bisa dilakukan dengan jalan lain yang barangkali tidak dosa. Yaitu membaca buku itu, di bahasan kita selama ini, jangan membaca bukunya langsung. Tentu saja, kalau dirinya merasa tahu agama dan mampu membedakan yang benar dan yang salah karena memang sudah belajar agama dan Syi’ah secara spesifik, dan memastikan diri tidak akan terpengaruhi, maka halal-halal saja membaca buku tersebut.

    5- Perhatikan fatwa Imam Khumini ra berikut ini:

    مسألة 41 : معونة الظالمين فى ظلمهم بل فىكل محرم حرام بال إشكال

    Masalah 14:

    “Membantu Zhalim dalam kezhalimannya itu, bahkan membantu dalam setiap satu dosa saja, adalah haram/dosa tanpa keraguan....”

    مسألة 51 : يحرم حفظكتب الضالل و نسخها و قراءتها و درسها و تدريسها إن لم يكن غرض صحيح فى ذلككأن يكون قاصدا لنقضها وإبطالها وكان أهال لذلك و مأمونا من الضالل، و أما مجرد االطالع على مطالبها فليس من االغراض الصحيحة المجوزة لحفظها لغالب الناسمن العوام الذين يخشى عليهم الضالل و الزلل، فالالزم على أمثالهم التجنب عن الكتب المشتملة على ما يخالف عقائد المسلمينخصوصا ما اشتمل منها على شبهات و مغالطات عجزوا عن حلها و دفعها ، و ال يجوز لهم شراؤها و

    إمساكها و حفظها بل يجب عليهم إتالفها.

    Masalah 15:

    “Diharamkan menyimpan kitab yang menyesatkan, menyalin, membaca, mempelajari dan mengajarkannya, kalau tidak memiliki tujuan yang benar seperti berniat untuk membantahnya dan membatalkannya dan iapun memang orangnya untuk itu dan aman dari pengaruh sesatnya. Akan tetapi kalau hanya ingin tahu terhadap kandungannya, maka hal itu bukan tujuan yang dibenarkan hingga membolehkan (membaca), demi penjagaan terhadap umumnya umat yang awam (bukan spesialis agama dan Syi’ah) yang ditakuti ketergelinciran dan ketersesatannya. Karena itu, wajib bagi orang seperti mereka ini, untuk menjauhi semua buku yang mengandungi apa-apa yang bertentangan dengan keyakinan akidah kaum muslimin, dan khususnya buku-buku yang mengandungi keragu-raguan (syubhat dan ketidakjelasan) dan tipu daya dalil yang mereka tidak mampu untuk menanggulanginya dan menolaknya. Dan tidak boleh juga bagi mereka untuk menjualnya, menahannya dan menjaganya. Bahkan wajib bagi mereka untuk menghancurkannya (bukunya sendiri, bukan buku orang, SA).”

    6- Saya juga sudah sering menulis fatwa Rahbar hf tentang wali faqih bahwa sekalipun seseorang sudah udzur/dimaafkan lantaran ketidakpercayaannya kepada wali faqih mutlak itu disebabkan ijtihad atau taqlid atau tidak tahu, akan tetapi Rahbar hf mengharamkan mereka untuk membuat perpecahan di kalangan kaum muslimin. Karena itu, kalau kita ambil anti taqlidnya atau wali faqihnya saja dari yangSMS itu sesuai dengan yang kita pahami secara lahiriahnya, maka sudah cukup bahwa menyebarkan buku itu, tergolong pemecah belah kaum muslimin yang dilarang dan diharamkan Rahbar hf. Jadi, yang memecah umat itu bukan yang mengkritiki buku SMS-nya, melainkan buku SMS itu sendiri karena telah mengajak pada tidak wajib taqlid dan apalagi wali faqih mutlak.

    Jadi, mau dilihat dari kevertikalan imamah atau anti taqlid dan wali faqihnya, buku itu tetap merupakah hal yang tidak boleh disebarkan. Karena itu, mesti ditarik dari peredaran dan kaum muslimin serta Syi’ah secara khusus, tidak boleh (haram) untuk menyebarkannya. Pengharaman ini, sekali lagi bagi yang nggak paham-paham dan tidak mau paham, adalah penerapan fatwa, bukan memberi fatwa. Dan kalau menerapkan fatwa mesti merujuk ke marja’ semuanya, kecuali yang memerlukan istinbath seperti yang sudah diterangkan sebelum ini, maka seperti menyuruh kita semua, antri di rumah marja’ dengan membawa kencing, untuk memastikan apakah kencing kita itu najis seperti yang difatwakannya.

    Kevertikalan yang sekaligus kehorisontalan imamah dalam pandangan Syi’ah, adalah akar dan dasar kesyi’ahan itu sendiri (kalau bukan seperti itu, lalu apa arti Syi’ah itu dan bedanya dengan selain Syi’ah?) serta jelasnya melebihi matahari di siang bolong bagi semua pengikutnya. Kalau kesesatan yang terjadi di dalamnya yang ada di buku SMS itu, karena hanya menvertikalkan saja, harus meminta pendapat marja’ lantaran ditulis malaikat Jibril as sekalipun (umpamanya, apalagi manusia yang tidak dikenal siapapun di dunia ini), maka di samping sama dengan tidak mengerti sama sekali arti ushuluddin yang tidak taqlidi itu, juga sama dengan menyuruh kita antri dengan membaca kencing ke rumah marja’ untuk memastikan apakah kencing kita itu najis seperti yang difatwakannya. Apalagi kalau ditambah dengan anti taqlid dan walifaqih mutlak yang jelas dapat dipahami secara uruf dari buku SMS tersebut.

    Kalau antum termasuk yang sepaham dengan saya dan mengucap “Labbaika Ya Husain as”, maka labbaikilah imam Husain as dengan penuh kebijakan. Tegas akan tetapi tetap dengan bahasa yang santun. Tidak melihat sesama muslimin yang beda pandangan sebagai musuh. Semua puak dan golongan, mesti berdoa kepada Allah dan bertawassul kepada Nabi saww dan Ahlulbait as, agar kita dapat diselamatkan dari musibah ini dengan indah, damai akan tetapi dalam kejelasan hidayah. Kalau yang biasa membaca Naadi Ali as, maka kalau mau bacalah satu dua kali hanya untuk meminta kepada Allah terjauhkan dari dampak buruk buku SMS tersebut. Wasalam.

    Sri Purni: Salam afwan, bisa dijelaskan bagian a (bisa benar dan bisa salah, jadi tidak mewakili siapapun ).. itu terlihat seperti anda tidak yakin tetapi pun berani menyalahkan, bila memang anda yakin tidak seperti itu bahasanya,. dan anda adalah wakil dari yang anda katakan... afwan.

    Sinar Agama: Sri, bukan: “bisa benar dan bisa salah, jadi tidak mewakili siapapun.”, akan tetapi: “Jadi, bisa salah dan bisa benar dan tidak mewakili siapapun.” Dan kedua kalimat tersebut, jauh berbeda. Coba baca lagi dan kalau masih belum bisa menjawab pertanyaan antum, tanyakan lagi.

    Abdurrahman Shahab: Semoga buku sms dapat memberikan manfaat yang besar bagi yang menulis, menerbitkan dan yang membacanya, demikian juga yang mengkritiknya, membaca kritikannya dan menyetujui kritikannya

    Mari kita kembali bergandengan tangan dalam memperjuangkan kemuliaan dan kebenaran ajaran Ahlul bait, dengan cara dan kemampuan masing-masing yang kita miliki tanpa ada saling hasud diantara sesama.

    Mari salin mengingatkan kembali tentang ketinggian dan kebenaran Ilmu Ahlul bayt dengan menjunjung tinggi Ahklaq dan kemuliaan ajarannnya dengan tidak salin mencaci dan menghina serta meledehkan diantara para pencintanya.

    Hargailah pemikiran ILMIAH sari sebuah hasil karya dengan melakukan produk ilmiah juga dan tidak menjadikannnya sebagai degelan dan lelucon pasar dikerumunan ramai yang tanpa arah dan tujuan dari yang mendengarkannnya.

    Abdurrahman Shahab: Tambahan “ yang tidak penting” : orang buku filsafat ketuhanan yang menyimpang dari kebenaran esensi ketuhanan saja tidak diharamkan, bahkan menjadi bacaan wajib para filosof islam dan para irfan, apalagi hanya buku sms yang jelas-jelas merupakan karya islam ke- Indonesiaan yang memiliki tujuan sangat mulia dan pemahaman yang baik dari banyak sisi.

    Sinar Agama: Abdurrahman, sayyidnaa, bacalah tulisan orang itu dengan berusaha memahami maksud tulisannya secara uruf, jangan diplintir-plintir he he... afwan.

    Abdurrahman Shahab: Afuan Satu lagi Ustadz Sinar Agama, rasanya agak berlebihan, tidak pas, labay dan terlihat terlalu galau untuk menyamakan seruan antum selayak nya seruan Imam Husain a.s...

    Afuan sekali lagi ya habibi Ustadz SA.

    Sri Purni: Pembelaan diri anda menyudutkan anda, afwan.. kata “jadi” semakin memperlihatkan ketidakyakinan anda akan kebenaran pendapat anda,.

    Sama-sama ustad, sama-sama AB, tapi mengkritik dengan cara di depan umum, tanpa diskusi langsung.. sungguh terlihat sangat memalukan, karena gelar yang ada.. bila orang awam itu mungkin tidak terlalu penting, tetapi ini..?

    “orang awam tidak mgkin bisa menyesatkan orang,. tetapi para ulama dan penguasa bisa”

    Abdurrahman Shahab: Iya Ustadz... mari kita baca baca buku sms ataupun kritikan yang ustadz berikan secara uruf dan tidak diplintir-plintir, apalagi bertujuan untuk memprovokasi, seperti yang sempat dijadikan bahan diskusi dengan memberikan pertanyaan atau menanggapi sebuah kalimat di dalambuku sms seperti yang sering dikutif oleh ASZ, SP, HL dan beberapa yang lain dengan nada dan kalimat yang diplintir dan menjurus ke arah provokasi dankebencian....

    Semoga saja niat mereka baik demikian juga yang mencoba membela buku sms atau menanggapi kritikan ustadz, semua memiliki niat yang baik dan di rodhoi oleh Allah dan para Aimmmah a.s

    Semoga tiada kebencian dan hasad diantara kita semua para pencinta AB.

    Fikri Disyacitta: Salam ustadz SA, kemaren saya berjalan-jalan di sebuah toko buku dan menemukan buku “Hitam di Atas Putih” tulisan Amin Muchtar. Buku itu membantah “Buku Putih Madzhab Syi’ah” terbitan ABI. Kiranya mungkin urgen betul bagi ustad SA dan asatidz madzhab Ahlul Bait lainnya untuk melakukan kontrawacana pula lewat buku. Ancaman dari Wahabi semakin serius. Terimakasih, maafkan saya yang kurang ajar ini. Salam.

    Fahmi Alkaff: Orang awam lebih menghormati ustadz karena adab, ucapan dan perilakunya...... kedalaman ilmu yang berikutnya....karena ilmu itu untuk penuntutnya dan para arif bijaksana....

    Aswandi Amran: Pak ustadz SA, terimakasih semoga Allah membukakan pintu hati dan akal kita untuk menerima kebenaran...

    Sang Pencinta: Abdurrahman, cukup antum buktikan satu pernyataan yang saya plintir secara provokatif. Satu saja, tidak banyak-banyak. Kalau antum tidak bisa membuktikan (dan pasti tidak bisa membuktikan), berarti...

    Abdurrahman Shahab: Bukankah antum, SP, pernah menulis bahwa yang menulis buku sms itu tidak mempunyai kredibilatas ke ilmuan yang cukup, padahal semua orang tahu bahwa yang menulis buku tersebut adalah salah seorang asatid Syi’ah yang ada di Indonesia...

    Apakah antum menganggap diri antum lebih alim dari ust ML, sehingga berani menilai seperti itu ?

    Afuan, sebaiknya antum merenungi saja, apa yang sudah pernah kita buat yang mungkin bisa memperkeruh suasana, dibandingkan ingin melakukan pembelaan diri.... afuan sekali lagi.

    Sinar Agama: Sri, sepertinya antum bukan mau klarifikasi tulisanku toh. Kalau mau berbeda, yah... berbeda saja. Monggo...., kan semua amal tiap orang akan dipikulnya sendiri termasuk kita-kita ini. Jadi, saya sudah gugur kewajiban memberikan penjelasan kepada antum sebab antum tidak bertanya. Btw.

    Sinar Agama: Abdurrahman, antum silahkan jalan dan kami juga akan jalan sesuai dengan keyakinan kami. Monggo, monggo.....

    Sinar Agama: Fikri, kalau saya bisa membantu, maka silahkan bawa ke fb ini, tapi sikit-sikit, jangan sekaligus. Nanti kita akan bahas sesuai kemampuan dan kondisinya, in syaa Allah. Tidak ada beda kewajiban bersama untuk menanggapi penjelasan miring tentang Syi’ah, apakah ditulis orang Syi’ah atau bukan Syi’ah.

    Bintu Zahra: YA ALLAH

    Natsu Dragneel Shiriyu: Pak ustad Sinar Agama, saya bingung dengan Islam sekarang terlalu banyak ada yang Sunni, Syi’ah, wahabi, JIL, ISIS,, dan lain-lain yang bener yang mana pa ustadz...tolong beri pencerahan orang faqir ilmu ini...

    Imamah Dzil Qurba: Alhamdulillah, saya mulai bisa paham dikit-dikit ajaran Syi’ah. Terimakasih Ustadz SA, SP, semoga Allah memberkahi anda sekalian di manapun berada. Aamiin3x.

    Abdurrahman Shahab: Ana masih bagian dari “kami” yang ustadz maksud, atau, memang ustadz sudah membaut barisan/front sendiri yang ingin memisahkan “kita” menjadi “kami” dan “aku” ustadz?

    Sudah sejauh itukah ???

    Nazriel Adam Ygselalucyangkkakninna: Penjelasan ustadz sudah jelas tapi kenapa masih banyak yang belum mengerti, ana bingung kepada mereka yang tidak mengerti disebabkan oleh apa? Apa karena kefanatikan terhadap golongannya atau adakah alasan lain sehingga mereka tidak mengerti atau tidak mau mengerti?

    Sang Pencinta: Abdurraman, sayyid, antum tidak kunjung membuktikan hal yang antum tuduhkan. Kedua, sangat terlihat antum sendiri ragu terhadap apa yang antum tulis. Ketiga, antum ingin membela buku itu (yang menyatakan marja tidak mesti diikuti) atau membela marja antum? Silahkan, silahkan sayyid mau di posisi mana.

    Bintu Zahra: Sebaiknya merujuk kepada si penulis SMS. Agar kita tau maksud dari buku itu.

    Tak usah kita ributkan ini di media .

    Janganlah kita menghacurkan tembok yang kokoh dibangun oleh Baginda Agung MUHAMMAD saw, walau pun setiap padangan dan berpikir kita berdah marilah kita tetap bergadeng tangan jangan bercerai berai.

    Saya rasa ke ributan ini tidak akan membawa manfaat. Maaf sebelumnya.

    Sang Pencinta: Bintu, tulisan buku itu sangat sederhana dipahami, tidak perlu jenjang pendidikan tinggi untuk memahaminya. Cukup bandingkan dengan fatwa seluruh marja hf bab ketaqlidan, maka akan sangat menyala kebathilannya. Btw saling salah menyalahkan di medan argumntasi satu hal, mengukuhkan persatuan muslimin satu hal. Jangan dibenturkan antara dua hal ini.

    Fahmi Alkaff: Wah ini bagus.....nampaknya banyak bertebaran ustadz... yang semuanya belum saya kenal.....alangkah bagusnya bila mendiskusikan materi yang berguna dan tidak berbahaya supaya yang awam ini bisa belajar tentang Syi’ah lebih dalam, bukan belajar cara bertahan dari serangan atau menyerang lawan ....walaupun dengan santun....cukuplah orang orang pintar jaman dulu saling serang lewat hadits....bikin hadits....dan seterusnya untuk menyerang dan bertahan.....oh ya....kenapa yang nulis bukunya ga pernah muncul...??

    Bintang Kejora: Kak Sini Dech, Ada Sesuatu Yang Sangat Menarik Menurut Dede, Yaitu Pengakuan Si Sa Bahwa Pemahamannya Mengenai Agama Dan Syi’ah Masih Terbilang Cetek Kak Iik Fikri Mubarok.

    Sinar Agama: Natsu, kalau mau ringkasnya yang benar adalah Islam yang dibawa Ahlulbait yang Makshum as yang kita shalawati terus dalam shalat sehari-hari kita. Pengikut imam-imam Makshum as ini, disebut dengan Syi’ah dan dulu disebut dengan raafidhah karena tidak menerima para khalifah. Yakni menolak mereka karena diyakini bahwa yang mesti jadi khalifah itu adalah imam Makshum yang 12 orang dan dari keluarga Nabi saww.

    Setelah masalah keimamahan ini terlalui, maka para imam Makshum as sendiri memerintahkan kita untuk mengikuti para alim ulama yang penuh dengan ketaqwaan. Karena itu kita mesti mengikuti ulama itu. Dan mengikut ini diistilahkan dengan taqlid sedang yang diikuti diistilahkan dengan marja’ atau tempat merujuk.

    Tentu saja, yang mesti taqlid ini dalam urusan fikih. Sementara urusan akidah tidak boleh taqlid dan wajib mengerti dengan akalnya sendiri. Boleh mendengar penjelasan ulama atau udtadz atau teman, akan tetapi tidak boleh menerima kecuali kalau dalam akalnya sudah jelas bahwa hal itu adalahbenar. Kalau nanti ketahuan bahwa pahamannya ini salah, maka wajib berubah kepada yang baru yang lebih benar itu.

    Minimal akidah yang mesti dipahami dengan akal adalah tentang keTuhanan, keAdilanTuhan, kenabian, keimamahan/ kepemimpinan Makshum as dan hari akhirat.

    Sinar Agama: Nazriel, buruk sangkanya karena kepentingan dan kefanatikan. Baik sangkanya karena dari awal sudah melihat bahwa pandangan dan pilihannya sudah bagus. Nah, ketika yang difokus itu hanya yang dia pahami itu, maka tulisan orang lainpun akan diplintir-plintir DENGAN IKHLASH kepada yang dia pilihi itu. Saya katakan ikhlash karena memang tidak ingin membuat kerancuan melainkan hanya kekurang bijakan dalam menata cara berfikirnya. Itulah mengapa saya sering katakan bahwa sekalipun kita sudah yakin terhadap kebenaran kita, kalau ada yang membantah, maka mestilah kita berusaha memahami pembantah itu sesuai dengan maunya si pembantah, bukan maunya kita. Ini yang dikatakan berbuat adil dalam berdiskusi.Setelah kita paham sesuai dengan maksud pembantah, maka barulah kita dibolehkan mengajukan pendapat dan dalil kita apakah kita menerimanya atau menolaknya. Intinya dipahami dulu maksud orangnya, baru kita dukung atau sanggah dengan dalil.

    Sinar Agama: Bintu, kalau begitu, maka sebaiknya penerbit menarik bukunya dulu, karena tidak bisa dipahami kecuali dengan bertanya ke penulis.

    Sinar Agama: Bintang, bukan hanya cetek, tapi lebih kecil dari sepermilyard cetek. Bagaimana mungkin saya akan merasa tahu Islam secetek sekalipun, sementara ia adalah lautan yang tidak terbatas yang tidak bisa disentuhnya secara menyeluruh kecuali Makshumin as. Btw, kalau tidak suka ilmu cetek, maka antum bisa mencari ilmu yang tidak cetek. Monggo...semoga mendapatkan ketidakcetekan dan selamat dunia-akhirat.

    Bintang Kejora: Hmm... Belum Apa-apa Saja, Dach Menilai Seseorang Yang Bukan-bukan, Ketahuan Sekalee Anda Ini Sangat Terburu-buru Sekalee Menilai Seseorang Yang Bukan-bukan Kalau Anda Ga Suka, Yaudah Diam Saja, Ga Usah Menjelek-jelekkan Orang Lain Dengan Kata-kata Yang Bukan-bukan.

    Andri Kusmayadi: Ustadz, ana kan sudah memiliki buku tersebut, waktu itu istri yang beli...tapi belum rame-rame seperti sekarang ini...nah, ana juga waktu itu baru baca sebentar dan ana langsung baca yang soal Iran..dari situ ana sudah bisa menebak akan seperti itu pernyataannya karena secara umum ana sudah tahu posisi penulis dalam hal hubungan kita dengan Iran dan bagaiamana melihat Iran... setelah tahu itu, ana tidak membacanya lagi karena selain kesibukan, juga ya itu sudah ketahuan isinya ke mana...yang ingin ana tanyakan apakah sekarang ini ana tetap haram untuk membaca keseluruhan buku tersebut? Atau apakah ana tetap wajib untuk menghancurkan buku tersebut? Kalau sekarang ini setelah antum membahasnya panjang lebar sepertinya kalaupun baca buku itu semuanya, akan tahu letak kesesatannya? Kemudian, apakah ana tetap mempunyai kewajiban untuk meminta penerbitnya atau ormasnya untuk menarik buku tersebut? Artinya, wajibnya ain atau kifayah. Jadi, sudah diwakili oleh antum? Hehe...syukron.

    Sinar Agama: Andri, paling tidak, buku itu tidak boleh dibaca lagi. Kalau menurut saya, mungkin ditaruh sebagai data ngecek ketika kita membahasnya dan menyebutkan buktinya. Tapi tidak boleh dibaca tanpa hal itu.

    Untuk permintaan penarikan itu, karena lebih banyak lebih kuat, maka setidaknya setiap orang yang sudah paham kesesatannya mesti melakukannya.

    Bintu Zahra: Saya sering baca tulisa ustadz dan dari tulisan itu saya banyak merauk info mengetahuan yang saya tidak tau jadi tahu.

    Bukan maksud saya untuk bicara tidak sopan pada ustadz maaf sebelumnya.

    Diskusi makin memanas akhirnya ada pihak-pihak yang tidak baik ingin mengadu domba persaudaraan ini.

    Yang ada ribut saling mejatuhkan. Sekali lagi maaf.

    Sinar Agama: Bintu, itu memang akibat normal suatu perbedaan. Yang paling penting, kita hanya membatasi isi dan tidak larut dalam adu domba dan selalu memberi penjelasan pada yang memahami adu domba. Nah, kalau ada yang adu domba atau teradu domba, maka kita mesti mengingati mereka, bukan menarik kritikan pada buku yang nyata kesesatannya yang diatasnamakan Syi’ah itu.

    Andri Kusmayadi: Oh gitu ya ustadz, syukron atas jawabannya...ahsantum.

    Bintu Zahra: Adu domba ini tidak terasa masuknya.

    Imamah Dzil Qurba: Ustadz SA, SP, apapun bentuknya, suatu yang benar/salah memang harus diungkap, biar yang awam seperti saya ini tidak keliru dalam melangkah.

    Imamah Dzil Qurba: Mohon ustadz SA, SP, jangan pernah bosan mendidik kami.

    Filzah Fatinah: Salut kakak Sinar Agama....berbahagialah kkk mendapat hujatan banyak orang, karena berjuang buat para Aimah as tidak semudah membalikkan telapak tangan....salut atas kesabaran dan kesopanan kkk dalam menghadapi hinaan hinaan mereka.... yang membalas tidak dengan ilmiah... semoga Allah SWT, Rasulullah SAWW dan ahlul bait ridho pada apa yang kkk perjuangkan,,,,aku yang fakir selalu doa buat kkk juga sang pecinta....Bihaqqi Muhamma wa aali Muhammad...


    Artikel selanjutnya:
    =================