Kamis, 15 November 2018

Kepentingan Dapat Mengikis Segalanya



Seri status Sinar Agama
by Sinar Agama (Notes) on Saturday, November 10, 2012 at 11:17 pm


Sinar Agama: 14 Agustus, Bismillaah: 

Kepentingan dan kecenderungan, dapat menggilas semua hal mulai dari harga diri, intelektual, akhlaakulkariimah, kesantunan, kepintaran, ketenangan, kesejukan dada, ilmu pengetahuan, ilmu agama, kesarjanaan, kepemimpinan, ketokohan ..... 


Saya sampai berfikir, mungkin inilah yang dimaksud para urafa yang mengatakan: “Dirimu sendiri, adalah berhala yang paling besar.” 

Siti Handayatini, Nure Beheshti dan 73 orang lainnya menyukai ini. 

Husein Jon: Istilah Ali Syariati “Berhala Psikologis”... 

Pranata Hirr Ad-Dausi: Hmmm aja deh... 

Anwar Mashadi: Katanya: orang musti mengenal dirinya, untuk kenal/tahu Tuhan[nya]. kalau dia sudah tahu bahwa dirinya adalah berhala terbesarnya, lalu, apakah dia sendiri yang harus menghancurkannya, atau meminta bantuan pada “dua tangan Ibrahim (as)” sang penghancur berhala.. 

Rosan Da Vinchi · 14 teman yang sama: 
Berhala hidup juga masih ada di Teheran yang menamakan dirinya Ali Khamenei Alhusaini. 

Ky Na: Di hatimu Rosan.. Berhala nya. 

Rosan Da Vinchi · 14 teman yang sama: 
Eehhhh Ky Na.. masih juga terbelenggu dengan kesesatan. Itu karena kamu tidak sungguh- sungguh mencari kebenaran yang hakiki. 

Ky Na: Justru kebenaran hakiki milik Syiah. Karena Syiah sudah ada sejak jaman nabi. Emangnye aqidah ente kaga jelas sumbernye ? 

Emen Ashmade: Masalah aqidah itu masalah hati dan hanya Allah yang tahu mana yang benar dan yang jelas..!!! 

Juni Anto: Darimana lagi kamu mendapat contekan,,,heheheh. 

Yosep Kurnia Pratama: Rosan Da Vinchi@ hujahnya apa, dasarnya apa, Ali Khamenei berhala hidup.. anda jangan asal komentar aja dan fitnah.. tanpa memahami dan mengenal lebih dalam.. 

Juni Anto: Ngomong apa sih loe,,,sok pinter.. 

Emen Ashmade: Iya dong banyak yang sok pinter tu.. ga usah membahas masalah aqidah terlalu berlebihan seolah-olah yang paling benar. Intinya jalankan aja perintah Allah dan jauhi laranganNya.. kalau yang pinter ngomong banyak.. tapi yang pintar menjalankan sedikit..!! 

Juni Anto: Okeeeeeeee...... 

Emen Ashmade: Ky na@intropeksi diri kamu tahu apa kamu tentang Syiah.. 

Rosan Da Vinchi · 14 teman yang sama: 
Tanpa disadari fatwa-fatwa si Ali mengarahkan pengikutnya kepada jalan kesesatan itu berjalan secara slow but sure, lihat bagaimana doktrin-doktrin si Ali terhadap ulama-ulama Syi’ah yang mengeluarkan fatwa-fatwa sesat, apa ini terlepas dari si Ali secara pribadi, intervensi atas lahirnya fatwa membumihanguskan para eksodus muslim Suriah dengan menghalalkan ditumpahkannya darah dan harta kaum muslim Sunni.. anehnya pemimpin sekaliber Ahmadinejad pun tak mampu menetralisir pola keberagamaan di negeri tiran tersebut. 

Emen Ashmade: Rosan@itu benar apa yang kamu katakan..!! 

Reza Assad · 2 teman yang sama: 
Bener ustadz..kepentingan dan kecenderungan sering membutakan dan membelokkan tujuan kita) Beginilah cobaan para tashayu... makanya ingat-ingat pesan nabi saw... untuk tetap teguh memegang “Al-Qur’an dan Itrah Ahlul Bait Nabi saw..” sampai mati. :) 

Quthril ‘ilim
https://www.facebook.com/photo.php?fbid=1729324587625&set=a.1183031690644.2029395.10 73764695&type=3

Foto Dinding 

Bismillaah Al-Mushowir 

“hawa nafsunya sebagai tuhannya” Allohumma Sholli ‘ala S.... 

Oleh: Quthril ‘ilim 

Syarifah Anies · 43 teman yang sama: Rosan Da Vinchi @ yang pasti ini Indonesia kenapa anda berpikir terlalu jauh ke negerinya orang....? Apa anda kepingin dibilang pinter dan intelektual seperti yang di katakan penulis posting ini ...? Terus adakah di posting ini membawa-bawa masalah mazhab ....? Hati-hati bung tulisan dan komentar anda adalah 

“HARGA DIRI” ANDA SENDIRI ! 

Sinar Agama: Salam dan terimakasih atas semua komentar-komentarnya. 

Sinar Agama: Yang cukup mengherankan adalah orang-orang yang selalu mengulang kata-kata yang sama tentang keterhidayahannya dan kesesatan orang lain, akan tetapi sama sekali tidak membawa dalil. Jadinya ya ... main dakwa saja. Saya khawatir, orang-orang seperti ini, nantinya hanya akan masuk surga dakwaan/imajinasinya saja dan jauh dari surga yang hakiki. 

Perkataan taat pada Allah sangat mudah diucapkan, tapi Allah yang dipahami seperti apa dan memerintahkan apa, ini yang swaaangat sulit ditentukan. Dan, tukang dakwa, sama sekali tidak memiliki saham apapun di daerah ini. 

Muhammad Alwi: Ana copas ustadz... 

Muhammad Alwi

1). Janganlah kebencian kalian kepada suatu kaum membuat kalian berlaku tidak adil. 

2). Cukup dikatakan pembohong bila yang masuk pada kita, kita terima semuanya (baik sunnah atau-pun Syiah). 

3). Konflik Suriah, hati-hati menuruti kata hati. Yang Syiah membela karena rejim saat ini adalah Syiah (Walaupun Syiah Alawi). Yang Sunni mencaci habis, karena sentimen madzab, karena rakyat Suriah adalah Sunni. Bagaimana dengan di Iraq, bagaimana dengan di Bahrain, bagaimana di Afghanistan..dan seterusnya. 

Kalau kita baca...info-info dari berita X mereka punya tujuan akan menggulingkan Rejim (Infonya jelek, sangat jelek), Tapi kalau kita baca Info dari berita-berita lain Y, maka sebenarnya oposisi sudah tidak didukung rakyat, tapi didukung yang lain (Taliban, Nato, Saudi). 

Apakah dengan seperti ini kita ikut-ikutan, mencaci-maki dengan sentimen mazhab kita masing-masing. 

4). Lebih baik diam.... bila tidak jelas mengetahui masalahnya. 

5). Bukankah aneh...siapapun Sunnah-Syiah : Saat kita sedang “NORMAL”, kita mengatakan media barat, itu menghancurkan Islam, punya agenda terselubung dan lain-lain. Tapi saat konflik antar mazhab (Sunnah-Syiah, Kasus Suriah), kita mempercayai semua media barat. 

Lihat Kasus: Pembantaian Houla…itu gambar-gambar bohong yang dibuat oleh barat. 

http://www.crescent-online.net/2012/08/the-anglo-wahhabi-zionist-war-on-syria-goes-into-high- gear-tahir-mustafa-3191-articles.html

Dan lain-lainl. Di bawah…. 

Ya Allah berikanlah kami kebijakan dalam berfikir dan bertindak, dalam era dimana sentimen , rekayasa, kebohongan, ketiadaan harga diri dan lain-lain sangat merajalela. 

The Anglo-Wahhabi-zionist war on Syria goes into high gear, Tahir Mustafa, Crescent Magazine 

www.crescent-online.net, The Anglo-Wahhabi-zionist mafia is determined to prevent a peaceful resolution t...Lihat Selengkapnya 

Arya Wisesa: Astaghfirullahaladziim.. 

Daris Asgar: Na’udzubillahi min dzalik... 

Khommar Rudin: Allahumma shalli alaa Muhammad wa aali Muhammad. 

Doni Handoyo: Yahudi itu bahaya, tapi lebih bahaya lagi Wahabi...dan sungguh bodoh orang yang mau mengikutinya 

Eri Medan: Allahumma shalli alaa Muhammad wa Aali Muhammad wa ajjil farajahum .. Wassalam.


اللَّهُمَّ صَلِّ عَلَى مُحَمَّدٍ وآلِ مُحَمَّدٍ وعَجِّلْ فَرَجَهُمْ

Rabu, 14 November 2018

Fikih Versus Wahdatulwujud ?



Seri tanya jawab Heri Widodo dengan Sinar Agama
by Sinar Agama (Notes) on Tuesday, November 6, 2012 at 9:12 pm

Heri Widodo: 12 Agustus, Assalamualaikum...wr wb. Ustadz Sinar Agama, ketika fokus ke perihal fiqih di setiap kondisi, apakah hal itu tidak akan jadi Tuhannya? Afwan.


Sinar Agama: Salam dan terimakasih pertanyaannya: 

Ketika orang fokus pada fikih, hal itu kan ada sebabnya bukan? Apa sebabnya? Sudah pasti karena ingin menaati Tuhan. Nah, dengan demikian, fokus kita ke fikih itu, tidak akan menjadikan fikih tersebut sebagai tuhan, terlebih Tuhan. 

Lagi pula, bukankah fikih sendiri mengatakan bahwa Allah mewajibkan belajar fikih di mana kalau tidak belajar berarti akan didosa oleh Allah? Artinya, bukankah dengan demikian, berarti kefokusan kita kepada fikih itu berarti karena perintah Allah dan karena kita telah menTuhankanNya? Jadi, fokus kepada fikih itu, karena kita telah menTuhankan Tuhan/Allah. 

Lagi pula, bukankah fikih sendiri yang mengatakan bahwa kalau ingin dapat pahala dari ketaatan kita, seperti belajar fikih, mengamalkan fikih ... dan seterusnya.. harus diniatkan karena Allah? Terus dari mana kemungkinan datangnya penuhanan pada fikih, kalau kita fokus pada fikih? 

Lagi pula, fikih sendiri yang mengatakan bahwa pahala itu adalah bonus dari Tuhan, bukan bayaran kita dan hak kita. Artinya, bonus bagi yang diridhaiNya. Jadi, kalau ingin mendapat ridhaNya, maka melakukan ketaatan seperti belajar fikih, mengamalkan fikih ..dan seterusnya itu harus dikarenakan Allah. Kalau demikian halnya, lalu dari mana kekhawatiran penuhanan terhadap fikih yang ia sendiri menTuhankan Tuhan dan memerintahkan kita untuk mengkarenakan pada Tuhan dalam setiap tindakan dan perbuatan???!!! 

Anjuran: 

Berhentilah mendengar nyanyian-nyanyian orang-orang pluralisme, sok shufi dan sok wahdatu al-wujuud. Wassalam.

Khommar Rudin: Allahumma shalli alaa Muhammad wa aali Muhammad. 

Bande Husein Kalisatti: Pikiran dari mana tuh..kok bisa fokus pada fiqih, dikatakan fiqih jadi Tuhan. 

Heri Widodo: Efek dari tiap detik berpikir tentang fiqih hingga yang setiap saat ada dibenaknya tersebut lebih sering muncul dibanding Tuhan. 

Bande Husein Kalisatti: Heri Widodo : Allah memerintah manusia taat padaNYA melalui ketaatan pada Rosul dan Ahlul Baith as, Rosul dan Ahlul Baith mengajarkan bagaimana cara taat kepada Allah swt.. salah satu ilmu dari Rosul saww dengan belajar dan mengajarkan Fiqh... seperti dalam hadit-hadits yang banyak ditulis di buku bahwa ilmu yang wajib dipelajari dan akan membawa kebahagian dunia dan akherat adalah 1. ilmu prinsip-prinsip Islam (ushuludin) 2. Ilmu akhlak 3. Ilmu Fiqh... afwan cuma nambahin.. itu yang ane inget.

Sinar Agama: Heri: Kemunculan itu harus disempurnakan, yaitu karena mau mengikuti perintah Allah. Jadi, kelebihseringan munculnya fikih tersebut, adalah fikih yang karena dibuat Allah dan menuju ke Allah serta karena Allah. Mengapa antum seperti sedang memversuskan fikih dengan Tuhan???!!! 

Sang Pencinta: Mungkin kesalahan ada di cara berpikir mengapa mengkonfrontasikan fiqih dengan Tuhan, justru fiqih itu adalah representasi hukum Tuhan melalui ijtihad marja, afwan. 

Heri Widodo: Pengertian Dari Hakekat Eksistensi yang Selalu Ada hingga meniadakan yang selainNYA, termasuk fiqih. Berfiqih namun melupakanNYA. 

Sinar Agama: Heri, antum ini, kalau sudah fana’, mengapa tanya-tanya fikih? 

Lagi pula, siapa yang mengatakan fikih itu eksis? Emangnya kalau kita katakan hanya Tuhan yang ada, lalu yang lainnya itu tidak bisa dikatakan esensi dimana termasuk fikih? 

Kalau antum mencampur dua urusan itu, fikih dan irfan, dimana pembedaannya harus ada di hati dan akal kita, maka kalau antum campur, tidak akan pernah ke fikih dan tidak akan pernah juga ke irfan. Mengambang sampai tidak ada batasnya kecuali kematian. 

Wassalam. 

Bande Husein Kalisatti and 15 others like this. 

Nanang Agus Satriawan: Waduh kok judulnya Fikih VS wahdatul wujud? Emang di mana pertentangan antara Fikih dan wahdatulwujud Ustadz? 

Nanang Agus Satriawan: Berpegang pada Fikih tidak harus menutup akal dan hati, karena kalau sampai demikian maka itulah yang di sebut dengan menuhankan ajaran.. 

Khusnul Chotimah InAh: Fikih itu ilmu alat, sedangkan tujuannya adalah ubudiyyah (penghambaan). Untuk menuju ke tujuan yang diinginkan kita butuh alat. Gitu aja kok repot. 

Sinar Agama: Zaranggi, benar seperti itu. 

November 10, 2012 at 7:34 am


اللَّهُمَّ صَلِّ عَلَى مُحَمَّدٍ وآلِ مُحَمَّدٍ وعَجِّلْ فَرَجَهُمْ

Mengapa Selalu Nabi saww Yang Disalahkan ?



Seri tanya jawab Fadly Ilyas Dg Liwang dengan Sinar Agama
by Sinar Agama (Notes) on Tuesday, November 6, 2012 at 9:02 pm



Fadly Ilyas Dg Liwang: 10 Agustus sekitar Daerah Khusus Ibukota Jakarta 


Salam Ustadz. Semoga selalu dalam lindungan dan kasih sayang Allah, ilahi aamiin. Mohon dijelaskan asbab an-nuzul Q.S. Al-Anfal ayat 68. syukran :) 


Sinar Agama: Salam dan terima kasih pertanyaannya: 

1. Ayat yang antum maksud adalah sebagai berikut:


لَّوْلاَ كِتَبٌ مِّنَ اللهِ سَبَقَ لَمَسَّكُمْ فِيمَآ أَخَذْتُمْ عَذَابٌ عَظِيمٌ


"Seandainya bukan karena ketentuan Allah yang telah ditetapkan sebelumnya, maka kalian akan mendapat adzab dari apa-apa yang telah kalian ambil.” 

2. Sebab turun ayat tersebut adalah berhubungan dengan apa-apa yang dilakukan para shahabat dalam perang. Yaitu yang berperang karena ingin mendapatkan tawanan dan tebusannya. 


Ayat sebelumnya menjelaskan bahwa tidak boleh Nabi saww dan mukiminin untuk mengambil tawanan sebelum kemenangan total (seingat saya, saya sudah menjelaskan ayat sebelumnya di fb ini, karena dikira bahwa Nabi saww telah melakukan kesalahan dengan mengambil tawanan tersebut). Atau ada juga yang menerangkan dalam riwayat bahwa sebelum membunuh siapa- siapa penyebab fitnah peperangan di perang Uhud itu. 

3. Ketentuan dalam ayat di atas itu, bukan ketentuan nasib manusia, akan tetapi ketentuan hukum. Maksudnya dalam ayat tersebut adalah: Seandainya kalian para shahabat yang berebutan tawanan sebelum kemenangan mutlak hingga kadang menyebabkan kekalahan seperti di perang Uhud, tidak tercakup ketentuan hukum Tuhan yang dituliskan bahwa siapapun yang bersalah tidak akan diadzab sebelum datang penjelasan, maka kalian, dengan perbuatan kalian itu, sudah pasti akan terkena adzab Tuhan. 

4. Sebagian riwayat-riwayat Sunni tega-teganya dibuat untuk memojokkan kanjeng Nabi saww dengan mengatakan bahwa Nabi saww telah mengambil tawanan dan ditegur Umar atau Sa’ad bin Mu’aadz hingga turun ayat tersebut. 

Kepalsuan riwayat seperti ini, sangat nampak jelas, karena Tuhan sedang menerangkan adanya orang-orang yang berperang karena ingin mendapat tawanan dan tebusannya. Sementara Nabi saww dan para mukminin yang shalih, berperang hanya dan hanya karena Allah. 

5. Kepalsuan hadits itu semakin meningkat manakala Nabi saww setelah ditegur Umar atau Sa’ad bin Mu’aadz itu, dan dituruni ayat sebelum ayat yang antum tanyakan itu, beliau saww bersabda: 

“Seandainya turun adzab/bala kepada kita semua, maka tidak akan ada yang selamat kecuali Umar/ Sa’ad bin Mu’aadz.” 

Bayangin Nabinya saww sendiri kena adzab tapi Umar atau Sa’ad tidak akan terkena adzab tersebut. 

6. Kelengkapan dalil-dalil ketidakbersalahan Nabi saww di perang Badr tersebut, yakni bantahan pada orang-orang yang menfitnah Nabi saww sembari melebih tinggikan Umar/Sa’ad dari Kanjeng Nabi saww, bisa dilihat di catatan sebelumnya. 

Wassalam. 


Khommar Rudin: Allahumma shalli alaa Muhammad wa alli Muhammad. 

Fadly Ilyas Dg Liwang: Syukran ustadz. Karena berkaitan dengan hal tersebutlah (khusus poin 4, 5) yang membuat saya miris mendengar salah satu kajian di satu majelis. Semoga Allah tidak mengadzab saya karena kelemahan ilmu untuk membela Rasulullah. Afwan ustadz, judul tema ayat sebelumnya di wall ustadz apaan yah? 

Sang Pencinta: Silahkan mas Fadly http://www.facebook.com/groups/210570692321068/doc/403116739733128/

Fadly Ilyas Dg Liwang: Alhamdulillah...syukran SP. Semoga kemuliaan lailatul qadr menaungi anda dan keluarga, Ilahi aamiin. 

Sang Pencinta: Amin, semoga antum dan keluarga begitu juga hendaknya. Wassalam.



اللَّهُمَّ صَلِّ عَلَى مُحَمَّدٍ وآلِ مُحَمَّدٍ وعَجِّلْ فَرَجَهُمْ

Rabu, 07 November 2018

Metode Mengambil Informasi Fikih Yang Berbeda-beda dari Satu Marja’



Seri tanya jawab Muhammad Dudi Hari Saputra dengan Sinar Agama
by Sinar Agama (Notes) on Thursday, October 18, 2012 at 1:19am


Muhammad Dudi Hari Saputra: 10 Agustus, Salam ustadz,,, 

Saya sedikit resah dalam hal penerapan fiqih, terutama di kalangan muqalaf yang mengalami kebingungan Ustadz tentang aturan fiqih yang mana harus diikuti dan dijalankan,, 


Saya sangat senang kita memiliki Rahbar sekaligus marja’ sekaliber Ayatullah al-Uzhma Ali Khamenei, dan mayoritas di Indonesia menjadikan beliau sebagai marja’. Namun di kalangan umat masih saja terjadi perbedaan ustadz bahkan antara (dari sini saya tambahkan sendiri kalimatnya karena terputus dan saya sadari ketika edit akhir yang rada sulit mencari ke sumber asalnya sebab kekurangnnya sudah dari sejak saya membuat catatannya, sa) sesama yang taklid kepada Rahbar sendiri dan para pengajarnya (ustadznya).

Irsavone Sabit: Nyimak. 

Bande Husein Kalisatti: Hal ini pernah ditanyakan oleh seseorang kepada salah satu ulama yang datang dari Iran tentang perbedaan penafsiran fiqh di kalangan ustadz-ustadz..jawab beliau (ulama). “kalau terjadi perbedaan, tanyakan pada guru mereka”. 

Zakky Adam LovestHawa: NyiMak” 

Sinar Agama: Salam dan terima kasih pertanyaannya: 
Metode memahami fikih itu jelas baku, tapi tidak semua yang tahu kebakuan tersebut, karena harus banyak tahu hukum fikih dan berbagai ilmu hingga tahu maksud sebenarnya fikih tersebut. 
Untuk menjawab pertanyaan ke dua antum, saya nukilkan dialog di bawah ini: 

Sang Pencinta mengirim ke Sinar Agama 

Salam ustadz, sedikit uneg-uneg ya ustadz, yang saya tahu ustadz-ustadz AB yang terjun ke masyarakat banyak yang belajar dari hauzah Qom, apakah ketika beliau-beliau itu sebelum terjun ke lapangan tidak melalui tes penyaringan atau katakanlah dibaiat sehingga apa yang disampaikannya sesuai dengan apa yang telah digariskan oleh marjanya, sehingga keorisinilan ajaran AB tidak sampai pada kita-kita yang awam/ tidak ke hauzah? Terima kasih wa afwan. 

Neo Quisling, Khommar Rudin dan 5 orang lainnya menyukai ini. 

Irsavone Sabit: nyimak 

Sinar Agama: Salam dan terima kasih pertanyaannya: 
Pendidikan di sana itu bertingkat dimana semakin lama belajar maka akan semakin paham pelajaran yang telah lalunya sekalipun. 

Kan sudah dibilang bahwa 4 tahun - 5 tahun pertama itu adalah mukaddimah. Tahun-tahun ke 6 sampai ke 12 atau ke 14, adalah tingkatan tengah dan dari tahun ke 14 itu masuk ke pelajaran tinggi yang dikenal dengan Bahtsu al-Khoorij. 

Sekarang ini, dengan tetap memperhatikan dasar-dasar pendidikan hauzah, sudah dibuat sistem penjurusan bagi yang tidak ingin mencapai ijtihad dalam fikih dan ushulfikih. Karena itu ada s1, s2 dan s3. Dan jurusannya banyak sekali, seperti filsafat, madzhab-madzhab, fikih, ushulfikih, sejarah, bahasa arab, tafsir, keperempuanan, ...... dan seterusnya. 

5 tahun pertama bisa menyelesaikan s1, kira-kira 4 tahun atau 5 tahun kemudian bisa menyelesaikan s2, dan 5 tahun kemudian bisa menyelesaikan s3. 

Di sana, juga ada ujian-ujian dalam setiap pelajaranya di mana kalau tidak lulus dalam satu pelajaran, maka harus mengulang atau mengulang ujiannya setidaknya di akhir semester depan. 

Saking ketatnya ujian, maka untuk masuk ke peringkat yang lebih tinggi (misalnya dari s1 ke s2, dari s2 ke s3), juga diuji dengan berat di mana kalau tidak lulus dua kali, akan disuruh pulang dan banyak juga yang gagal di sini. Saya bicara untuk semua murid-murid dunia, bukan hanya Indonesia. Dan bahkan sudah ada yang kabur duluan sebelum disuruh pulang setelah menyelesaikan satu peringkatnya, seperti s1 atau s2-nya. 
Bahasa dipulangkan atau DO, yang dipakai di sana adalah “disuruh tabligh”. 

Sedang untuk yang jurusan ijtihad, maka cara di poin dua itu yang dipakai dan di Bahtsu al-Khoorij itu dibagi dua untuk pelajar luar negeri yang mau ikut programnya, yaitu menjadi 5 tahun. Kalau lulus di 5 tahun pertama, ia dikatakan Mujtahid Mutajazzi’ (mujtahid belum lengkap) dan kalau lulus di 5 tahun ke dua, di mana sampai sekarang belum ada lulusannya dan bahkan muridnya sampai sekarang baru 12 orang, maka ia akan disebut Mujtahid Penuh (ayatullah). 

Tentu saja, yang jurusan fikih atau ushulfikih, atau bahkan jurusan lainnya, dari yang lulus s2, kalau ingin merubah jurusannya dan ingin menjadi mujtahid, maka bisa masuk ke program ijtihad ini.
 
Ujian yang dihadapi murid-murid tingkat empat, yaitu yang di 5 tahun pertama Bahtsu al-Khoorij itu, adalah, tiap bulan menghadapi satu mujtahid dan di akhir tahun harus menghadapi dua mujtahid yang mengeroyoknya. Begitu seterusnya sampai 5 tahun. 

Yang lulus di peringkat empat itu, selain disebut Mujtahid Mutajazzi’ juga disebut Doktor atau sejajar dengan Doktor. 

Ada juga orang yang belajarnya bebas seperti sistem lama ketika belum revolusi, yaitu belajar sendiri sesuai dengan tahapan-tahapan yang ada di nomor dua di atas itu, lalu ujian sendiri pada guru-gurunya setelah belajar kitabnya itu atau ujian ke sekolahnya. Dan kalau sudah sampai di Bahtsu al-Khoorij itu, terserah dia untuk mengujikan dirinya. Apakah per tahap atau keseluruhan. Kalau nanti sudah dinyatakan lulus oleh mujtahid, maka ia akan dinyatakan sebagai mujtahid, baik penuh atau sebagian/mutajzzi’ itu. 

Tapi cara ini, tidak dipakaikan untuk orang-orang luar negeri. Karena itu, ujian-ujian mereka harus tetap ke sekolah yang mengurusnya dan baru dikatakan bisa bebas, kalau sudah selesai dari tingkat empat atau sudah menjadi Mujtahid Mutajazzi’. 

Ada satu dua orang, yang karena alasan-alasan tertentu, dia dibolehkan tetap tinggal di Iran, walaupun tidak ikut dalam pelajaran-pelajaran dan ujian-ujian formal tersebut. Misalnya sebagai penulis, peneliti dan semacamnya. Tapi orang-orang, kalau pelajar asing di sana, benar-benar hanya satu dua orang saja. 

Untuk pelajaran-pelajaran ilmu Kalam dan Filsafat, maka jenjangnya sudah saya terangkan di catatan yang menulis tentang Kurikulum Hauzah di mana untuk selesai sampai Irfan, diperlukan 35 tahun secara normalnya. Tapi kalau belajarnya berjam-jam sehari dan kuat hingga misalnya belajar dua kali lipat kecepatannya atau lebih, maka ukuran waktu tersebut bisa diperpendek menjadi separuhnya atau lebih cepat. 

Islam dan Ahlulbait as itu, tidak bisa dibahas dalam satu dimensi dan, apalagi dibatasi pembahasannya. Karena itu, semakin lama orang belajar, maka sudah tentu akan semakin tahu dengan ijinNya. Karena di sana, selalu dipantau dengan ujian-ujian sebagaimana sudah dijelaskan. 

Karena itu, para ulama mengatakan bahwa taklid kepada yang lebih pandai itu adalah wajib. Nah, dilihat dari sisi ini, maka mereka juga menasihati bahwa belajar agama juga demikian, terutama manakala terjadi perbedaan penjelasan. Yakni belajar kepada yang lebih pandai dan lebih banyak tempuhan pembelajarannya. Karena akal dan agama yang menyuruh demikian, terlebih ketika yang lebih pandai itu dapat menjelaskan dengan gamblang teori- teori yang disampaikannya dan terlebih lagi, tidak bisa dibantah oleh yang di bawahnya atau yang tidak lebih pandai darinya atau tidak lebih tinggi darinya dalam jenjang tempuhan pendidikannya itu. 

Tambahan: 


Karena agama, terutama dalam masalah akidah dan pemikiran, tidak ada taklid menaklid, maka di sini, siapa saja bisa mengajukan pendapat yang disertai dalil-dalilnya. Karena itu, medannya lebih terbuka dari bidang-bidang agama yang lebih spesifik seperti tafsir, fikih, ushulfikih, hadits, ..dan seterusnya. Karena itu, dalam hal akidah bisa dengan pengajuan dalil dan tidak memperhatikan jenjang capaian pelajaran itu, tapi dalam bidang-bidang lainnya, sudah seyogyanya memperhatikan dengan bijak, paparan yang lebih alim tersebut. 

Ayatullah Jawodi Omuli hf dalam menafsirkan kata-kata Imam Ali as yang mengatakan (sesuai yang dinukil ke kita dan dengan terjemahan yang menyebutkan inti-intinya): 

“Kalau kalian ingin tahu mutu seseorang, maka lihatlah makanannya.” 


Beliau hf menjelaskan bahwa makanan itu ada dua macam, makanan badan dan makanan ruh. Makanan badan adalah makanan sehari-hari itu. Dalam hal ini, kalau ingin melihat mutu seseorang, maka lihatlah hartanya itu, apakah ia adalah harta halal atau tidak, dibayarkan khumusnya atau tidak, korupsi atau tidak ...dan seterusnya. Kalau halal dan tidak ada tercampur apapun keharaman seperti khumus/zakat yang tidak diberikan, maka ia orang baik dan kalau tidak, maka sebaliknya. 

Beliau hf meneruskan: Kalau makanan ruh itu adalah ilmu. Karena itu, lihatlah apa ilmu, dari mana ia mendapatkannya, siapa gurunya, seberapa banyak ia mengambilnya (dengan bahasa sekarangan, kitab apa saja yang ia khatamkan dari gurunya itu).......dan seterusnya. 

Anjuran Gamblang

Kalaulah tidak mau memperhatikan semua yang dijelaskan di atas itu, setidaknya, dalam belajar, jangan mencampur dengan kecenderungan dan kesamaan karakter dengan pengajarnya, apalagi masalah kelompok dan keturunan. Jadi, carilah semua ilmu dalam kehingaran informasi itu, dengan melihat dalilnya yang lebih gamblang, bukan yang lebih cocok dengan rasa, perasaan dan kecenderungannya. 

Kalaulah dengan hal itu, belum juga terobati karena berbagai hal seperti tidak bisa memahami dengan baik dalil-dalil yang terungkap, maka setidaknya, pilihlah yang lebih hati-hati dan lebih berat. Karena memilih yang lebih berat, walau ada kesalahannya, maka ruginya hanya sedikit berat di dunia saja, tapi di akhirat sudah pasti lolos. Tapi kalau nekad memilih yang lebih ringan lalu salah, jangankan di akhirat, di dunia ini sudah pasti akan menghadapi banyak masalah seperti qodho, kaffarah dan semacamnya. 

Rabaan yang Sangat Mungkin

Sebenarnya, tingkatan-tingkatan itu tidak terlalu mencampuri urusan kehingar-bingaran informasi di Indonesia ini. Yang sangat mungkin, adalah bahwa dalam masalah Ahlulbait as di Indonesia ini, sama dengan masalah-masalah yang dihadapi saudara-saudara Sunni. Yaitu, tidak adanya spesifikasi dalam bidang para penyampainya dan, yang tidak lebih kalah parahnya, adalah tidak adanya spesifikasi dalam jenjang pelajarannya itu. Karena itu, semua orang atau penyampai, bisa menjelaskan semua masalah sekalipun tidak pernah ia pelajari di masa ia menempuh pendidikan, baik karena bukan bidangnya atau bukan tingkatannya. 

Memang tidak ada dan bahkan tidak boleh menindak siapapun yang memahami fikih dan mengajarkannya. Jadi, kita hanya bisa adu argumentasi dalam memahami fikh tersebut dan, semua mukallaf dibebaskan memilih yang terkuat dan, kalau hal itupun masih salah juga, maka dalam berbagai hal, tetap saja diwajibkan mengulang perbuatannya atau mengqodho’nya atau bahkan membayar kaffarah. 

Pilih yang terkuat dan terberat. Misalnya ada perbedaan antara haram dan halal, maka pilih yang haram. Antara najis dan suci, maka pilih yang najis. Antara sudah masuk bulan puasa atau belum, maka pilih yang belum. Antara sudah imsak atau belum, maka pilih yang sudah imsak. 

Perintah ini, memang dianjurkan di fikih supaya tidak merepotkan diri sendiri di kemudian hari. Wassalam. 

Muhammad Dudi Hari Saputra: Syukron atas penjelasannya ustadz.. 

Ustad menjelaskan bahwa jika tetap terjadi kesalahan maka kita wajib mengqodho’ bahkan membayar kaffarah, bisa dijelaskan lebih rinci ustadz apa yang dimaksud dengan qodho dan kaffarah itu? Dan dalam kondisi apa saja kita harus melaksanakannya?? 

Kemudian di atas jika kekeliruan yang dialami oleh mukallaf,, namun bagaimana dengan tanggung jawab seorang ustadz yang salah/ keliru menyampaikan aturan fiqihnya ustadz? Dan kemudian muqallaf mengikuti beliau karena ketidaktahuan muqallaf itu sendiri tentang aturan fiqih yang benar ,, syukron. 

Sang Pencinta: 940. Macam-macam Kaffarah Dan Waktu Pelaksanaannya, oleh Ustadz Sinar Agama = 

http://www.facebook.com/groups/210570692321068/doc/438351299543005/

Berlangganan Catatan-catatan Sinar Agama 

Muhammad Dudi Hari Saputra: Syukron mas pencinta,, 

Oh iya mas pencinta ada menyimpan data tentang macam-macam kontradiksi/ fallacy menurut ustadz Sinar Agama? Syukron. 

Khommar Rudin: Allahumma shalli alaa Muhamamd wa aali Muhammad. 

Sang Pencinta: @Dudi, mungkin antum bisa dapatkan di file dengan judul ‘logika’. Saya sendiri belum mencek secara detail. Afwan.


اللَّهُمَّ صَلِّ عَلَى مُحَمَّدٍ وآلِ مُحَمَّدٍ وعَجِّلْ فَرَجَهُمْ

Selasa, 30 Oktober 2018

Diskusi Takdir yang Tak Pernah Putus



Seri tanya jawab Sufyan Hossein dengan Sinar Agama 
by Sinar Agama (Notes) on Thursday, October 18, 2012 at 1:10 am


Sufyan Hossein: 9 Agustus 

TANYA TENTANG QADHA DAN QADAR ALLAH 


Afwan, saya seorang awam yang miskin dan fakir ilmu, sekiranya akhi-akhi yang berilmu ini dapat membantu saya dalam memahami, mengartikan dan memaknai apa itu sebenarnya Qadha dan Qadar Allah... 

Allah Subhanahu wa Ta’ala menciptakan langit dan bumi ini tidak dengan main-main, Allah Subhanahu wa Ta’ala menciptakan langit, bumi dan seluruh makhluk yang tersebar di antara keduanya tentu mempunyai tujuan, Yaitu agar supaya seluruh makhluk tunduk menyembah kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala semata... 

Pertanyaan saya : 

1. Saya berkeyakinan (mohon dikoreksi apabila ada kesalahan), sebelum menciptakan langit, bumi dan seluruh makhluk yang tersebar di antara keduanya, Allah telah terlebih dahulu menciptakan kitab induk (Lauhul Mahfuz) yang di dalamnya telah tertulis takdir seluruh makhluk, dan apa-apa yang akan terjadi dari proses penciptaan alam semesta sampai kepada balasan terhadap manusia di akhirat kelak, yaitu dimasukkannya manusia ke dalam surga atau ke neraka, telah tertulis semua di sana, lalu kemudian Allah menciptakan langit, bumi dan seluruh makhluk.... 

Kemudian Allah menguji manusia dengan dua jalan, yaitu jalan kebaikan (ajaran tauhid yang dibawa para nabi beserta kitab sucinya, namun Allah juga menguji manusia dengan jalan keburukan , yang dibawa iblis dan keturunannya.... Dan Allah menerangkan konsekuensi dari jalan masing-masing itu, bahwa siapa saja yang menempuh jalan kebaikan, yaitu jalan tauhid yang dibawa para nabi , maka konsekuensinya akan mendapat Rahmat dan surga-Nya. namun sebaliknya, siapa saja yang menempuh jalan keburukan dan memperturuti hawa nafsu iblis dan syaitan, maka tentu konsekuensinya yaitu mendapat murka dan neraka-Nya. 

PERTANYAAN SAYA : misalkan si A, dalam perjalanan hidupnya dia menyekutukan Allah, selalu berbuat keburukan dan apabila diingatkan dengan ajaran tauhid, dan apabila dibawakan bukti nyata tentang kebenaran Islam kepadanya, dia selalu berpaling dan bahkan semakin menjadi kedurhakaannya kepada Allah. Apakah dalam hal ini, Allah mungkin “turut campur” untuk mungkin memberi hidayah kepada si A itu, atau bahkan Allah tambah menyesatkan si A ini, sebagai bentuk kemurkaan dan azab baginya di dunia dan akhirat. ATAUKAH Allah akan “berlepas tangan” terhadap orang ini, membiarkan dia berbuat sekehendaknya, lalu secara tiba-tiba Allah menyiksanya dengan Azab yang amat dahsyat, baik di dunia maupun akhirat, APAKAH NASIB TAKDIR MANUSIA DI DUNIA INI TERGANTUNG IKHTIAR MANUSIA SAJA, 

DAN MANUSIA MEMILIH JALAN KEBAIKAN ATAU KEBURUKAN, LALU TERSERAH ALLAH MAU MENYIKSA ATAU MEMBERI HIDAYAH KEPADA MANUSIA ITU, ATAU DALAM PERJALANAN HIDUP MANUSIA DI DUNIA, ALLAH SELALU MENCURAHKAN HIDAYAH TANPA ADA DAYA SEORANG MANUSIAPUN UNTUK MENOLAKNYA???? 

2. Sebelum Allah subhanahu wa ta’ala menciptakan langit dan bumi, Allah telah menciptakan Lauhul Mahfuz. Di dalam lauhul mahfuz berarti Allah telah mengetahui dan menetapkan bahawasanya si A , NANTI DI DUNIA AKAN MELAKUKAN KEBURUKAN INI DAN ITU, DAN SEBAGAI KONSEKUENSINYA DIA MASUK NERAKA, WALAUPUN SECARA ZAT, Si A belum diciptakan Allah ??? 

MOHON KOREKSI DAN PENCERAHAN ATAS KEYAKINAN SAYA INI USTADZ : Abu Fahd NegaraTauhid, 

Pentingnya Menuntut Ilmu Syar’i, Sinar Agama 

— bersama Abu Fahd NegaraTauhid dan 3 lainnya. 


Sang Pencinta: Salam, ikut share silahkan di . 

28. Pokok-pokok dan Ringkasan Ajaran Syi’ah bag: 1 (Keimanan Syi’ah Terhadap Tuhan) oleh Sinar Agama = 

http://www.facebook.com/home.php?sk=group_210570692321068&view=doc&id=210812135630257

29. Pokok-pokok dan Ringkasan Ajaran 

Syi’ah bag: 2 Seri 1: Keimanan Syi’ah tentang Adilnya Tuhan Oleh Ustad Sinar Agama = 

http://www.facebook.com/home.php?sk=group_210570692321068&view=doc&id=210812355630235

30. Pokok-Pokok dan Ringkasan Ajaran Syi’ah bag: 2, Seri 2 :Keimanan Syi’ah tentang Adilnya Tuhan 

Oleh Ustad Sinar Agama = 

http://www.facebook.com/home.php?sk=group_210570692321068&view=doc&id=210812512296886

31. Pokok-pokok dan Ringkasan Ajaran Syi’ah bag: 2 :Seri 3 : Keimanan Syi’ah tentang Adilnya Tuhan Oleh Ustad Sinar Agama = 

http://www.facebook.com/home.php?sk=group_210570692321068&view=doc&id=210812645630206

32. Pokok-pokok dan Ringkasan Ajaran Syi’ah bag: 2 :Seri 4 : Keimanan Syi’ah tentang Adilnya Tuhan Oleh Ustad Sinar Agama = 

http://www.facebook.com/home.php?sk=group_210570692321068&view=doc&id=210812768963527

33. Pokok-pokok dan Ringkasan Ajaran Syi’ah bag: 2 :Seri 5 : Keimanan Syi’ah tentang Adilnya Tuhan Oleh Ustad Sinar Agama = 

http://www.facebook.com/home.php?sk=group_210570692321068&view=doc&id=210813012296836

34. Pokok-pokok dan Ringkasan Ajaran Syi’ah bag: 2 :Seri 6 : Keimanan Syi’ah tentang Adilnya Tuhan Oleh Ustad Sinar Agama = 

http://www.facebook.com/home.php?sk=group_210570692321068&view=doc&id=210813085630162

35. Pokok-pokok dan Ringkasan Ajaran Syi’ah bag: 2 :Seri 7 : Keimanan Syi’ah tentang Adilnya Tuhan Oleh Ustad Sinar Agama = 

http://www.facebook.com/home.php?sk=group_210570692321068&view=doc&id=210813395630131

Sang Pencinta

http://www.facebook.com/notes/sinar-agama/adil-tuhan-adalah-rahmat-tuhan-seri-tanya-jawab- doni-handoyo-dg-sinar-agama-berl/478555082155045

Adil Tuhan Adalah Rahmat Tuhan, seri tanya jawab Doni Handoyo dg Sinar Agama (Berlanjut ke masalah Qodhoo’ dan Qodr) 

Bismillaah: Adil Tuhan Adalah Rahmat Tuhan (lengkap dg diskusi lanjutannya) ole... Lihat Selengkapnya 

Oleh: Sinar Agama 

Sang Pencinta: http://www.facebook.com/notes/sinar-agama/ikhtiar-selalu-ada-walau-terpaksa- seri-tanya-jawab-mata-jiwa-dg-sinar-agama/470084409668779

Ikhtiar Selalu Ada, Walau Terpaksa, seri tanya jawab Mata Jiwa dg Sinar Agama 

Bismillaah: Ikhtiar Selalu Ada, Walau Terpaksa Mata Jiwa ... Oleh: Sinar Agama 

Pentingnya Menuntut Ilmu Syar’i: @ Sufyan Hossein : Saudaraku yang saya cintai karena Allah Subhanahu wa Ta›ala. 

Semoga Allah Tabaroka wa Ta’ala membimbing serta merahmati anda. 

Sesungguhnya wajib bagi kita untuk beriman kepada qadha’ dan qadar namun wajib bagi kita untuk merujuk kepada pemahaman yang shahih dalam memahami keduanya dengan pemahaman Salafush Shalih, agar kita tidak merugi karena mengikuti pemahaman yang sesat dan menyimpang dari ahlul bida’ wal ahwa’ seperti Qadariyyah dan Jabariyyah karena menyelisihi pemahaman para Shahabat ridwaanullahi ‘alaihim jami’an. 

Dan untuk permasalahan ini ada baiknya antum membuka Syarah Arba’in An-Nawawi yang telah di tahqiq oleh Syaikh al-’Utsaimin rahimahullaahu ta’ala hadits ke 4 (empat) di dalamnya mengandung ilmu yang luas sekali. 

Namun saya akan menjelaskan sedikit tentang qadha’ dan qadar yang telah dipaparkan oleh para ulama Ahlus Sunnah wal Jama’ah. 

Tentang pertanyaan anda yang pertama : Rasulullah shallallaahu ‘alaihi ya sallam bersabda, 

“Allah Subhanahu wa Ta’ala telah mencatat seluruh takdir makhluk lima puluh ribu tahun sebelum Allah Tabaroka wa Ta’ala menciptakan langit dan bumi.” 

(HR. Muslim, no. 2653, at-Tirmidzi, no. 2156, dan Ahmad, II/169) 

Kemudian di alam rahim (sebagaimana dalam hadits Arba’in), Allah ‘Azza wa Jalla pun memerintahkan malaikat untuk mencatat kembali empat kalimat : 

1. Rizki. 
2. Ajal. 
3. Amal. 
4. Sengsara atau bahagia. 

Adapun pertanyaan yang pertama menyangkut dengan pertanyaan yang kedua maka itu adalah ucapan sesat sekte Jabariyyah. 

Pernah ada seorang Shahabat bertanya kepada Nabi shallallaahu ‘alaihi wa ‘ala alihi wa sallam. Ia berkata, 

“Wahai Rasulullah, apakah kita beramal menurut apa yang alam datang atau menurut apa yang telah Allah tuliskan dalam (Lauhul Mahfuz)?” 

Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam menjawab, 

“Bahkan menurut apa yang telah Allah ‘Azza wa Jalla tetapkan.” Lalu ia berkata, 

“Lalu untuk apalagi kita beramal?” 

Maka beliau shallallaahu ‘alaihi wa ‘ala alihi wa sallam menjawab, 

“Beramallah kalian, karena semua telah dimudahkan menurut apa yang telah Allah Subhanahu wa Ta’ala ciptakan baginya.” 

(HR. Muslim, no. 2647 - 2649, dan Ahmad, IV/67) 

Dan sebagai referensi tambahan saya nasihatkan untuk mendengarkan kajian al-Ustadz Abu Fat- hi Yazid bin ‘Abdul Qadir Jawas hafizhahullaahu ta’ala tentang ini memahami qadha’ dan qadar, dari Shahabat yang mulia ‘Abdullah bin ‘Abbas radhiyallaahu ‘anhuma di sini : 

http://us.kajian.net/kajian-audio/Ceramah/Yazid%20Jawas/Wasiat%20Rosul%20Kpd%20Ibnu%20

Abbas

Insya Allahu Ta’ala sangat bermanfaat. 

Ceramah · Yazid Jawas · Wasiat Rosul Kpd Ibnu Abbas 

us.kajian.net 

pengajian, agama Islam, ceramah, ceramah agama, ceramah Islam, download ceramah, ceramah mp3, ceramah agama Islam, kajian Islam, download, gratis 

Sang Pencinta: Silahkan di Doktrin Al-Asysyari Penyebab Kemunduran Dunia Islam Oleh Ustad Sinar Agama = 

http://www.facebook.com/groups/210570692321068/doc/331111043600365/

Sufyan Hossein: Jazakumullah ya akhi atas komentarnya, namun yang masih mengganjal di pikiran saya selama ini adalah : misalkan si A tadi, Permisalannya : Allah Subhanahu wa ta’ala telah menggariskan takdirnya di lauhul mahfuz bahwa Si A nantinya akan melakukan keburukan sepanjang hidupnya.. Kemudian Si A dilahirkan di dunia dengan akal, di mana ia dibebaskan untuk memilih jalan kebaikan atau keburukan, kemudian di dunia telah ditunjukkan bukti nyata kebenaran Islam yang dibawa Rasulullah sallallahu alayhi wa sallam... Apakah Ketika si A menjalani hidupnya nanti dia PASTI akan melakukan keburukan-keburukan yang sebelumnya telah tertulis di lauhul mahfuz, sehingga apabila dibawakan bukti-bukti kebenaran Islam kepadanya, ia PASTI mengingkarinya sesuai yang telah Allah gariskan padanya di lahul mahfuz, ATAU dalam perjalanan hidupnya itu, Mungkinkah Allah akan memberikan hidayah kepada Si A tersebut, sehingga ia akhirnya bertaubat dan memeluk agama Islam, kemudian beramal salih sampai ajal menjemput, apakah dengan ini, takdirnya yang semula tertulis di lauhul mahfuz sebagai ahli neraka akan berubah menjadi ahli surga karena Petunjuk, Hidayah, sifat Rahman dan Rahim-Nya?.. 

Sang Pencinta: Sebenarnya kalau antum teliti dalam membacanya, “pasti” akan terjawab. Supaya lebih afdhal, kita tunggu saja penjelasan ustadz Sinar ya, afwan. 

Pentingnya Menuntut Ilmu Syar’i: @ Sufyan Hossein : Apabila Allah Subhanahu wa Ta›ala mengkehendaki kebaikan pada diri seseorang maka ia akan diberikan hidayah kepada-Nya. 

Di atas telah saya jelaskan bahwasanya kita diperintahkan untuk beramal karena segala sesuatu telah dimudahkan oleh-Nya untuk mendapatkan Surga, namun itu semua tergantung kepada pelakunya apakah ia menginginkan Surga atau tidak. 

Kitab Lauhul Mahfuz tidak akan berubah, karena itu telah Allah ‘Azza wa Jalla tetapkan lima puluh ribu tahun sebelum menciptakan langit dan bumi, hanya saja kita diperintahkan untuk berdo’a dan berusaha untuk mencari hidayah tersebut. 

Ada baiknya anda lihat di sini : 
http://salafiyunpad.wordpress.com/2010/10/05/memahami-takdir-sesuai-ahlus-sunnah/

Memahami Takdir Allah Menurut Perspektif Ahlus Sunnah wal Jama’ah [Plus Mp3 Ceramah] 

salafiyunpad.wordpress.com 

Oleh Ustadz Abdullah Taslim, M.A Iman kepada takdir dan ketentuan Allah Ta’ala b...Lihat Selengkapnya 

Sinar Agama: Salam dan terima kasih pertanyaannya, tapi nukilan Pencinta itu sudah cukup. Dan saya akan menjawab lanjutannya kalau ada, yaitu pertanyaan lanjutan setelah memahami nukilan Pencinta tersebut. 

Sinar Agama: @Pentingnya Menuntut Ilmu Syar’i : 

Selama antum tidak mengerti hakikat kitab-kitab itu, maka sudah pasti larinya dan masuknya tetap ke ketentuan nasib itu, karena itu lalu apa gunanya doa dan berusaha bahkan turunnya agama??????????????????!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!! Bukankah kalau di kitab itu (sesuai versi antum) sudah ditulis bahwa kita berusaha dan berdoa, lalu apa gunanya perintah agama untuk berusaha dan berdoa????????!!!!! Kan antum ini berarti sama dengan mengatakan, bahwa Tuhan sudah menentukan kita bahwa kita berusaha atau tidak, berdoa atau tidak, tapi Tuhan memerintahkan kita untuk berusaha dan berdoa. Lah ... ini kan main-main namanya mas. Kalau seperti ini, orang mana yang akan masuk Islam, terlebih Masehi dan Hindu, karena kedua agama ini justru yang memiliki keyakinan nasib ini dan, sudah tentu lebih lama dari Islam. 

Kitab lauhu al-mahfuuzh itu adalah kitab ilmu Allah yang memang tidak berubah selamanya. Jadi, Dia tahu kita ini berusaha atau tidak, usahanya profesional atau tidak, membuahkan hasil atau tidak, berdoa dengan doa yang mustajab atau tidak...... dan seterusnya. Dan semua itu, adalah ikhtiar kita dan sekitaran (sosial dan alam) kita. Bukan ketentuanNya. Karena itu, maka mati, rejeki dan pasangan, semuanya ditentukan oleh pilihan manusia itu sendiri. 

Ahsan antum baca dulu tulisan-tulisan kita tentang masalah yang sudah banyak di fb ini, lalu setelah itu, kalau sudah paham, baru menolaknya atau menerimanya. Karena tulisanku tentang hal ini, sudah banyak. 

Sinar Agama: Komentarku di atas terjadi beberapa kali perbaikan (salah tulis seperti sudah ditulis tidak atau penambahan) jadi tolong dibaca lagi, bagi yang membaca sejak awal penerbitannya. 

Pentingnya Menuntut Ilmu Syar’i: @Sinar Agama (Syi’ah): Mohon maaf saya tidak ingin berdebat dengan anda, saya bukan ahli kalam, bukan pula sekte Syi’ah. Hanya berusaha meluruskan pemahaman tentang qadha’ dan qadar menurut persepsi Ahlus Sunnah wal Jama’ah. 

Sufyan Hossein: Afwan, berarti Nasib/ Takdir manusia itu yang menentukan adalah ikhtiar manusia itu sendiri, sementara Tuhan tidak turut campur dalam ikhtiar kita tersebut. Dan Dia hanya mengijinkan ikhtiar kita, sukses atau tidak, berhasil atau tidak, begitu ya akhi? (mohon dikoreksi apabila ada kesalahan)... Jadi teringat Cerita nabi Yusuf as, ketika ia digoda oleh istri Al Aziz, ketika itu istri Al Aziz berkeinginan melakukan maksiat bersama Yusuf, dan Yusuf-pun berkeinginan melakukan hal itu terhadapnya. Jika bukan karena Allah yang menjaga Yusuf, maka Yusuf akan melakukan maksiat juga.. Kalau begini nasib Yusuf yang tidak jadi melakukan maksiat itu, karena Allah menyelamatkan Yusuf dari perbuatan maksiat, bukan karena kehendak Yusuf tapi karena kehendak dan ketentuan Allah terhadap Yusuf... Mohon pencerahan. 

Sang Pencinta: @Sofyan, mungkin saya bisa bantu menukilkan dari catatan ustadz Sinar ya mas. 

(d-1-3). Hakikat Lauhu al-Mahfuuzh 

Dalam tulisan-tulisan saya tentang Filsafat, Irfan dan Wahdatu al-Wujud, telah sering menerangkan tentang hakikat Lauhu al-Mahfuzh ini secara filsafat dan irfan. Artinya tekanan bahasannya adalah pada dimensi wujudnya. Akan tetapi di sini, saya akan menerangkan kitab Lauhu al-Mahfuzh ini yang berfokus pada fungsinya, bukan pada esensi, substansi dan keberadaannya. Sekalipun, sudah tentu, akan memiliki sentuhan pula terhadapnya. 

Kalau kita mau memperhatikan bunyi ayatnya dan menjauhkan diri dari kecenderungan hati yang telah didikte oleh budaya pemahaman Islam selama ini, dan benar-benar hanya memperhatikan bunyi ayatnya, maka saya merasa bahwa sungguh-sungguh tidak akan terlalu sulit untuk menyen- tuh makna ayat yang menerangkan tentang kitab Lauhu al-Mahfuzh ini. Terlebih lagi setelah kita tahu dan yakin secara akal-gamblang bahwa penentuan nasib manusia itu adalah suatu yang sangat tidak bisa diterima akal sehat manapun. Perhatikan bunyi ayat berikut ini: 

وَعِنْدَهُ مَفَاتِحُ الْغَيْبِ لَ يَعْلَمُهَا إِلَّ هُوَ وَيَعْلَمُ مَا فِي الْبَرِّ وَالْبَحْرِ وَمَا تَسْقُطُ مِنْ وَرَقَةٍ إِلَّ يَعْلَمُهَا وَلَ حَبَّةٍ فِي ظُلُمَاتِ الَْرْضِ وَلَ رَطْبٍ وَلَ يَابِسٍ إِلَّ فِي كِتَابٍ مُبِينٍ

“Dan Dia memiliki kunci-kunci keghaiban, tidak ada yang mengetahuinya kecuali Dia, dan Dia tahu yang di daratan dan lautan, dan tidaklah jatuh satu daunpun dari pohonnya kecuali Dia mengetahuinya, dan tidaklah jatuh pula satu bijipun di kegelapan bumi dan tidaklah sesuatu yang basah dan kering, kecuali sudah ada di Kitab Yang Nyata (Lauhu al-Mahfuzh)” (QS: 6: 59). 

وَمَا تَكُونُ فِي شَأْنٍ وَمَا تَتْلُو مِنْهُ مِنْ قرُْآنٍ وَلَ تَعْمَلُونَ مِنْ عَمَلٍ إِلَّ كُنَّا عَلَيْكُمْ شُهُودًا إِذْ تُفِيضُونَ فِيهِ وَمَا يَعْزُبُ عَنْ رَبِّكَ مِنْ مِثْقَالِ ذَرَّةٍ فِي الَْرْضِ وَلَ فِي السَّمَاءِ وَلَ أَصْغَرَ مِنْ ذَلِكَ وَلَ أَكْبَرَ إِلَّ فِي كِتَابٍ مُبِينٍ

“Kamu tidak berada dalam suatu keadaan dan tidak membaca suatu ayat dari al-Qur'an dan kamu tidak mengerjakan suatu pekerjaan, melainkan Kami menjadi saksi atasmu di waktu kamu melakukannya. Tidak luput dari pengetahuan Tuhanmu biarpun sebesar zarrah (atom) di bumi ataupun di langit. Tidak ada yang lebih kecil dan tidak (pula) yang lebih besar dari itu, melainkan (semua tercatat) dalam Kitab Yang Nyata (Lauhu al-Mahfuzh)” (QS: 10: 61) 

وَإِنَّ رَبَّكَ لَيَعْلَمُ مَا تُكِنُّ صُدُورُهُمْ وَمَا يعُْلِنُونَ (47) وَمَا مِنْ غَائِبَةٍ فِي السَّمَاءِ وَالَْرْضِ إِلَّ فِي كِتَابٍ مُبِينٍ(57

“Dan sesungguhnya Tuhanmu benar-benar mengetahui apa yang disembunyikan hati mereka dan apa yang mereka nyatakan (74) Tiada sesuatupun yang ghaib di langit dan di bumi, melainkan (terdapat) dalam kitab yang nyata (Lauhu al-Mahfuzh)” (QS: 27: 74, 75) 

لَ يَعْزُبُ عَنْهُ مِثْقَالُ ذَرَّةٍ فِي السَّمَاوَاتِ وَلَ†فِي الَْرْضِ وَلَ أَصْغَرُ مِنْ ذَلِكَ وَلَ أَكْبَرُ إِلَّ فِي كِتَابٍ مُبِينٍ

“....Tidak ada yang tersembunyi daripadaNya seberat zarrahpun yang ada di langit dan yang ada di bumi dan tidak ada (pula) yang lebih kecil dari itu dan yang lebih besar, melainkan tersebut dalam Kitab yang nyata (Lauhu al-Mahfuzh)” (QS: 34: 3) 

Dalam ayat-ayat di atas, terasa sekali bahwa yang ingin disampaikan Tuhan itu adalah masalah ke- Maha PengetahuanNya yang mengetahui yang terang dan yang ghaib atau tersembunyi, bukan tentang penentuan nasib manusia. Dari seluruh ayat-ayat di atas itu, sebelum Allah membicarakan tentang keberadaan dan keadaan semua hal di Lauhu al-Mahfuzh, selalu mengatakan bahwa Dia mengetahui semua keberadaan dan keadaannya, baik dari keberadaan dan keadaan manusia atau selainnya. Selengkapnya di 

http://www.facebook.com/home.php?sk=group_210570692321068&view=doc&id=210812512296886

Sang Pencinta: (4-1-d). Hakikat Ikhtiar Manusia 

Perlu saya tegaskan di sini bahwa tidak ada yang lepas dari Kuasa dan KontrolNya. Akan tetapi arti dari tidak lepas di sini memiliki makna lain dari pemaknaan yang datang dari Determinisme yang mengatakan bahwa nasib manusia sudah ditentukan Tuhan. Tidak demikian. Karena Kuasa dan Kontrol di sini maknanya adalah pengontrolan sebab atas akibat-akibatnya. Yakni bahwa akibatnya tidak akan pernah bisa melepaskan diri dari sebabnya. 

Artinya, Kuasa dan Kontrol Tuhan terhadap semua perbuatan manusia itu sama dengan Kuasa dan KontrolNya terhadap makhluk-makhluk yang lain. Dengan kata yang lebih jelas, bahwa perbuatan manusia itu tergolong makhlukNya juga. Dan karena perbuatan manusia adalah akibat dan makhlukNya juga berarti perbuatan manusia juga merupakan perbuatanNya. 

Akan tetapi karena Allah telah memberikan akal dan Ikhtiar (hak memilih) pada manusia, maka yang akan bertanggung jawab terhadap perbuatannya adalah dirinya sendiri, bukan Tuhan. 

Inilah arti dari keaktifan Tuhan setiap saat atau harinya (QS: 55:29: “Setiap hari Dia Aktif”). Dengan demikian kita tidak keluar dari Tauhid-Penciptaan, tapi tidak juga masuk ke dalam perangkap “Iman kepada takdir baik dan buruk dari Allah”, atau ke dalam perangkap “Freewill”nya Mu’tazilah. Karena dalam keyakinan Mu’tazilah yang sampai kepada kita adalah bahwa Tuhan hanya mencipta manusia dan memberinya akal, potensi, ikhtiar dan agama untuk memberikan peluang memilih apa yang akan dikerjakannya, sementara Dia hanya menunggu di akhirat untuk meminta tanggung jawab dari masing-masing manusia, tanpa ada hubungannya dengan masing-masing perbuatan manusia saat ini. Artinya Dia tidak ikut aktif dalam aktifitas kehidupan manusia. 

Tapi dalam pandangan Syi’ah, Tuhan masih tetap ikut aktif, karena Dia adalah sebab-akhir, atau sebabnya para sebab. Inilah yang dikenal dengan “Tengah di antara dua hal”, yakni tengah antara freewillnya Mu’tazilah dan Jabriyahnya/determinisnya Asy’ariyah yang umum diikuti Ahlussunnah di Indonesia. 

Dengan demikian perbuatan manusia juga merupakan makhlukNya. Hal itu karena manusia merupakan akibat/makhluk-Nya, sedang perbuatan manusia adalah akibat manusia. Dan karena akibatnya akibat, juga akibat bagi sebabnya, maka perbuatan manusia juga merupakan akibat atau makhluk bagiNya. Tapi karena manusia telah diberiNya pilihan, maka yang akan bertanggung jawab terhadap perbuatan manusia itu adalah manusia sendiri sebagai sebab-langsung atau sebab-dekat bagi akibat yang dibicarakan di sini, yaitu perbuatan manusia, bukan Tuhan yang merupakan sebab-jauh bagi perbuatan manusia itu. 

Karena Dia hanya mewujudkan semua hal yang bisa menjadi sebab bagi perbuatan manusia tersebut, sampai ke akibat paling akhir sebelum perbuatan manusia itu muncul, yaitu ikhtiar manusia itu sendiri. Dan karena sebab akhir bagi perbuatan manusia itu adalah ikhtiar manusia, maka manusialah yang harus mempertanggungjawabkan perbuatannya sendiri. 

Dengan kata lain, Allah telah memberikan kemampuan dan ijin takwiniah (pewujudan) pada manusia untuk mewujudkan apa-apa yang telah dipilihnya dalam bentuk perbuatannya itu. Akan tetapi karena akibat itu tidak mungkin berpisah dan mandiri sedikitpun dari sebabnya, maka sudah pasti perbuatan manusia, juga merupakan makhlukNya. Tapi karena tahapan terakhir sebelum tercipta perbuatan manusia, memiliki sebab yang namanya ikhtiar manusia, maka sudah pasti manusialah yang harus bertanggung jawab, bukan Tuhan. 

Inilah takdir dalam Islam yang diwariskan melalui Ahlulbait as. Yakni Allah menakdirkan bahwa perbuatan manusia sesuai dengan pilihannya sendiri dan akan dimintai tanggung jawab karena- nya, bukan takdir terhadap nasibnya, dari sukses-tidaknya, baik-tidaknya, iman-tidaknya, takwa- tidaknya, kaya-miskinnya, alim-bodohnya, syahid-tidaknya, sehat-sakitnya, jodoh-tidaknya, celaka tidaknya, panjang-pendek umurnya .... dan seterusnya. 

Sang Pencinta: Takdir yang sebenarnya dalam Islam dikenal dengan “Tengah di antara dua hal”, yakni tengah antara freewillnya Mu’tazilah dan Jabriyahnya Asy’ariyah 

Sang Pencinta: ‎@Pentingnya: antum kalau misalnya memiliki argumentasi yang kuat lagi logis dan gamblang dalam kebenaran, kenapa khawatir untuk diskusi/ debat dengan ustadz Sinar? Afwan. 

Sufyan Hossein: Syukran atas pencerahannya ya akhi, meski agak rumit, tapi insha Allah sedikit banyak akan paham... Afwan, tentang kaitan nabi Yusuf tadi, berarti takdir nabi Yusuf yang akhirnya terhindar dari kemaksiatan dengan istri Al Aziz, adalah karena ikhtiar nabi Yusuf sendiri, lalu ikhtiar Yusuf itu diijinkan Allah, sehingga dia terhindar dari kemaksiatan? 

Lalu bagaimana pandangan syiah tentang ayat “Allah memberi petunjuk kepada siapa yang Dia kehendaki dan Dia Menyesatkan siapa saja yang Dia kehendaki?” 

Sang Pencinta: Sofyan, berhubung saya kurang tahu persis bagaimana sejarah Nabi Yusuf kita tunggu penjelasan ustadz Sinar lebih lanjut. Tentang pertanyaan antum ayat “Allah memberi petunjuk kepada siapa yang Dia kehendaki dan Dia Menyesatkan siapa saja yang Dia kehendaki?”, ustadz pernah menjelaskan, silahkan di 

http://www.facebook.com/notes/sinar-agama/allah-menghidayahi-dan-menyesatkan-diskusi- kecil-quthril-ilim-dg-sinar-agama/414977001846187

Allah Menghidayahi dan Menyesatkan???!!, diskusi kecil Quthril ‘ilim dengan Sinar Agama 


Bismillaah: Allah Menghidayahi dan Menyesatkan???!! Quthril ‘ilim: AYAT WASPADA... B... 

Oleh: Sinar Agama 

Rizaly Dahlan: Takdir itu ada dua: muallaq dan mubram, takdir itu sudah ditentukan secara garis besarnya dan dapat berubah tergantung usaha dan doa, juga sedekah. 

Sinar Agama: Rizali: Antum mau lari kemana, tetap saja takdir ini tidak ada. Karena kalau ada orang yang mau tetap melakukan yang mu’allah terus siapa yang bertanggung jawab??? 

Misalnya ada orang ditakdirkan mua’aalq bahwa ia akan berzina oleh Tuhan, artinya dia bisa merubahnya kalau dia mau dalam arti berusaha dan berdoa. Tapi dia tidak mau, lalu siapa yang bertanggung jawab pada zinanya? 

Kalau dia nanti ditanya malaikat: “Mengapa kamu berzina?” 

Dia akan menjawab: 

“Karena sudah ditentukan Tuhan” 

Kalau ketentuannya mubram/pasti, malaikat akan berkata: 

“Ok, kalau begitu kamu ke surga, karena kamu hanya melakukan ketentuanNya” 

Sampai di sini, hasil tanya jawab itu, sudah bertentangan dengan Islam, karena penzina adalah dosa dan akan disiksa. 

Tapi kalau ketentuannya itu tidak mubram/pasti, alias bisa dirubah dengan usaha dan doa, maka malaikat akan bertanya: 

“Kan ketentuannya tidak mubram dan kamu bisa berusaha dan berdoa untuk tidak zina kan???” Dia akan menjawab: 

“Yah .. malaikat, ana lebih senang melakukan yang telah ditentukanNya. Kalau Tuhan marah padaku karena aku melakukan ketentuanNya ini, maka mengapa Ia tidak marah pada DiriNya yang menentukanku seperti itu? Lagi pula, kalau aku tidak ditentukan berusaha dan berdoa olehNya, maka bagaimana aku bisa berusaha dan berdoa??” 

Malaikat akan menjawab: 

“Bener juga kamu, ok, silahkan masuk surga.” 

Dari hasil ilustrasi yang sangat mungkin dan merupakan konsekuensi dari keyakinan pada ketentuan takdir baik-buruk dari Tuhan yang diartikan ketentuan nasib seperti di Masehi dan Budha ini, hasilnya akan menggambarkan masuknya semua pendosa ke surga dan, hal ini jelas bertentangan dengan ajaran agama Islam. Karena itu, keyakinan ini di mana dipasang hanya oleh satu orang yang bernama Asy’ari ini, yang diikuti mayoritas muslimin sampai ke wahabinya ini, harus dipikirkan lagi dan sudah semestinya ia untuk dipertimbangkan kembali sebagai kepercayaan, 

Kemudian, perkataan bahwa kita ini sudah ditentukan secara garis besarnya saja, sangat berten- tangan dengan dalil-dalil yang menjadi acuan dari pemasangan keimanan pada takdir baik-buruk dari Tuhan ini di mana salah satu dalil ayatnya adalah tentang kitab lauhu al-mahfuuzh yang jangankan detail-detail perbuatan manusia, daun kering yang jatuh juga sudah ditentukan olehNya. 

Asal masalah

Saya sudah sering menjelaskan bahwa lahiriah-lahiriah Naql yang seperti menjurus ke ketentuan nasib ini, sebenarnya dipaksakan oleh orang seperti Asy’ari dan sebangsanya. Hal itu disebabkan ketika pahamannya terhadap Naql tersebut (Qur'an-Hadits) ini salah. Dan kesalahan ini, memang sudah dihembuskan sejak-sejak awal, seperti oleh Umar ketika ia lari dari perang Uhud ketika ditanya wanita-wanita Madinah mengapa ia lari meninggalkan Nabi saww di medan tempur sendirian, iapun berkata “Karena takdir Allah”. 

Begitu pula penghembusan-penghembusan ini diterus-teruskan oleh bani Umayyah yang membuat kerajaan dalam Islam dan membuat berbagai peperangan dan pembunuhan demi kekuasaan di mana cucunda Nabi saww seperti Imam Hasan as diracunnya, Imam Husain as dibantainya hingga kepalanya yang sudah dipisahkan dari badannya itu dijadikan mainan bahkan di pesta kemenangannya Yazid bin Mu’awiyyah, Imam Ali bin Husain bin Ali bin Abi Thaalib as juga dibunuhnya ......... dan seterusnya. Penghembusan ini, tidak lain hanya untuk mengokohkan kerajaannya. Karena itu mereka mengatakan bahwa kekuasaan yang ada di tangan mereka itu adalah takdir mereka dari Allah, dan derita muslimin yang diderita karena mereka itu, juga merupakan takdir kaum muslimin itu sendiri dari Allah. Artinya, tidak ada satu orangpun yang berhak protes dan apalagi revolusi terhadap kekuasaan mereka dengan alasan apapun, karena semuanya itu sudah sesuai dengan yang ditakdirkan Tuhan. 

Kunci Pemecahan: 

Saya juga sering mengatakan bahwa kunci masalahnya untuk memecahkan masalah ini, adalah dengan melihat: 

1. Tidak ada di Qur'an yang mengajarkan seperti itu. Justru Tuhan mengatakan bahwa satu atom saja perbuatan baik dan buruk itu, akan dihisab. Di sini, Tuhan tidak mengatakan “Siapa yang dibuat Tuhan berbuat satu atom kebaikan/keburukan, maka ia akan melihatnya -dimintai tanggung jawab”, akan tetapi Tuhan mengatakan (secara maksud): “Siapa yang berbuat satu atom kebaikan dan keburukan, maka ia akan melihatnya -dimintai tanggung jawab”. 

Jadi, ayat ini dengan tegas menolkan kepercayaan kepada ketentuan nasib manusia itu. Dan, kepercayaan ini, tidak bisa dipoles dengan berusaha dan doa, karena keduanya memerlukan kepada takdir juga. Belum lagi takdir tentang diterima atau tidaknya doa tersebut, dan takdir sukses tidak-nya usaha tersebut. 

2. Kalau kita perhatikan tentang ayat yang menerangkan tentang kitab lauhu al-mahfuuzh, maka kita tahu bahwa ia adalah kitab ilmu, bukan kitab ketentuan. Allah dalam QS: 6: 59, berfirman 

وَعِنْدَهُ مَفَاتِحُ الْغَيْبِ لَ يَعْلَمُهَا إِلَّ هُوَ وَيَعْلَمُ مَا فِي الْبَرِّ وَالْبَحْرِ وَمَا تَسْقُطُ مِنْ وَرَقَةٍ إِلَّ يَعْلَمُهَا وَلَ حَبَّةٍ فِي ظُلُمَاتِ الَْرْضِ وَلَ رَطْبٍ وَلَ يَابِسٍ إِلَّ فِي كِتَابٍ مُبِينٍ

“Dan Ia -Tuhan- memiliki kunci-kunci keghaiban yang tidak diketahuinya kecuali DiriNya sendiri. Dan Ia tahu apa-apa yang ada di daratan dan lautan dan tidak jatuh dari sebuah daun kecuali Ia mengetahuinya, dan tidak satu bijipun di malamnya bumi dan tidak yang basah dan tidak yang kering, kecuali ada di dalam kitab yang jelas/agung (lauhu al-mahfuuzh).” 

Nah, kalau kita tidak teliti karena sudah diwarisi keharusan beriman pada takdir Tuhan itu, maka potongan ayat terakhir di atas itu “....kecuali ada di kitab yang jelas/ agung”, akan dimaknai dengan: 

“.....KECUALI SUDAH DITULIS DI KITAB YANG AGUNG” , atau: 

“.......KECUALI SUDAH DITENTUKAN/DITAKDIRKAN DI KITAB YANG AGUNG.” 

Padahal, kalau kita mengosongkan diri dulu dari segala pahaman-pahaman yang diwariskan turun temurun itu, maka kita akan jelas melihat permasalahan di ayat tersebut dan akan dengan mudah bahwa yang dimaksudkan dengan Kitab yang Jelas atau Agung itu, adalah kunci-kunci keghaiban atau yang mengetahui apa saja yang sudah terjadi, sedang terjadi dan akan terjadi. JADI, KITAB YANG JELAS/ AGUNG ITU, ADALAH KITAB YANG MENGETAHUI SEMUA KEJADIAN TERMASUK PILIHAN-PILIHAN DAN IKHTIAR-IKHTIAR MANUSIA SAMPAI KEPADA USAHA DAN DOANYA ...DAN SETERUSNYA SAMPAI KEPADA MASUK SURGA DAN NERAKANYA. 

3. Dengan penjelasan-penjelasan di atas itu, maka kalaulah ada naql yang menyebutkan takdir mubram dan tidak ini, dapat dipahami dengan tanpa harus menentang ayat-ayat dan riwayat- riwayat serta akal yang gamblang. Yaitu dengan mengatakan bahwa yang dimaksudkan adalah ilmu. Yakni ilmu pasti dan tidak pasti. Artinya, di tingkatan ilmu yang berada di tingkatan qadha dan qadr, yaitu yang diemban oleh para malaikat yang berada di tingkatan ini, ilmu mereka tentang pilihan dan hasil-hasil konsekuensinya, sudah diketahui oleh malaikat. Misalnya sebagiannya sudah diketahui bahwa si fulan yang memilih zina dengan ikhtiarnya itu, maka mustahil bertaubat karena ini dan itu, tapi si fulan yang lain itu yang juga memilih zina dengan ikhtiarnya sendiri itu, ia akan taubat karena ini dan itu. Itulah mengapa Tuhan di ayat yang lain mengatakan bahwa: 

“Ia -Tuhan- menghapus yang dikehendaki dan menetapkan” (QS: 13: 39). 

Artinya, yang tadinya diketahui zina dengan ikhtiarnya sendiri dan tidak akan bertaubat dengan ikhtiarnya sendiri juga, maka dosa dan ketentuan masuk nerakanya akan ditulis untuknya dan apa-apa yang ditulis untuknya ini, akan ditetapkan selamanya (mubram/pasti). Sedang yang akan bertaubat dengan ikhtiarnya sendiri, maka dosanya dan ketentuan masuk nerakanya, akan digantungkan dulu (mu’allaq) dan kalau nanti sudah taubat, dosa dan ketentuan masuk nerakanya itu, akan dihapus dengan perintah dan ijinNya (menghapus yang dikehendaki). 

Pemahaman seperti ini, dapat diambil dari berbagai keterangan Qur'an, hadits-hadits dan akal gamblang dan, sudah tentu pemahaman seperti ini, tidak bertentangan dengan ajaran agama itu sendiri. Karena sekali lagi, kalau semuanya sudah ditentukan, maka buat apa diturunkan agama dan kewajiban menaatinya? 

Penutup: 

Rinciannya, coba tinjau sekali lagi apa-apa yang sudah kami tulis di catatan yang ada di fb ini. 

Wassalam. 

Khommar Rudin: Allahumma shalli alaa Muhamamd wa aali Muhamamad. 

Sufyan Hossein: Jazakumullah khairan katsiran wa jazakumullah ahsanal jaza yaa ustadz.. Tambah lagi ilmunya ^_^ . Allahumma shalli ala Muhammad wa aali Muhammad. 

Gie Basyir: Saya juga masih bingung tentang qadha dan qadar ..... 
Sampai saat ini... 
Tapi saya meyakininya, karena itulah yang diperintahkan dalam agama Islam ini. 

Rizaly Dahlan: Sinar AGAMA : anda mengatakan takdir itu tidak ada, kalau begitu anda tidak mempercayai rukun iman yang ke 6, apakah begitu? (lihat antum mau lari kemana tetap saja TAKDIR itu tidak ada), QADAR itu artinya sesuatu yang sudah diukur/ ditentukan kadarnya oleh ALLAH SWT atas setiap anak manusia. 

Sebelum diciptakan langit dan bumi ALLAH SWT sudah membuat rencana, terhadap segala makhluk termasuk MANUSIA : misalnya ALAH SWT menciptakan si A bahwa dia terlahir mus- lim, kebetulan bapak ibunya muslim, namun Allah mengujinya dua jalan yang dapat tetap muslim atau pada akhirnya menjadi kafir. Lalu ALLAH SWT juga menciptakan B si kafir : dan ia juga diberi dua jalan apakah ia ingin tetap kafir atau akhir hayatnya menjadi muslim. Untuk kepentingan pengujian ini diperlukanlah Malaikat (energi positif) dan Setan(energi negatif). ALLAH SWT berfirman : WALLLAHU HULAQAKUM waa ta. malun artinya : bermula AKU jadikan KAMU (manusia), lalu kujadikan perbuatan kamu, >>> bahwa kita/ Manusia ini ibarat TINTA dan PENA. dapatkah pulpen bergerak sendiri mengeluarkan tintanya, tidak akan bisa. Jadi harus ada yang menggerakan dengan demikian NYATALAH bahwa PULPEN itu bersifat , “ LA HAWLA WALA 

QUUATA ILLA BILLAHI ALIYYIL ADHIM. 

Bermain Logika : misalnya kata “INSHA ALLAH” / “JIKA ALLAH MENGHENDAKI” -> definisi yang selama ini diyakini mayoritas ummat : Sesuatu itu akan terjadi jika Allah menghendaki dan sesuatu itu tidak akan terjadi jika Allah tidak menghendaki... Lalu bagaimana definisi “Insha Allah” yang sebenarnya itu ustadz?? Mohon pencerahan 

Zanu Fahrul: Nuwun sewu..numpang lewat..sebenarnya lebih baik menghindarkan debat meski- pun argumen kita itu benar........ sebenarnya takdir itu ada yang bisa dirubah dan ada yang tidak. empat ketetapan atau perjanjian yang telah ditetapkan saat berada di rahim itu tidak bisa dirubah dan sudah ditentukan oleh Allah, selain itu insyaa Allah bisa, dan takdir yang bisa dirubah itu kecuali 4 ketetapan tadi, asalkan mereka mau berusaha maka pasti akan bisa....”contoh : tentang kisah Ibnu Hajar, dia belajar agama/ mondok bertahun-tahun, tapi dia masih belum pintar juga, akhirnya ia memutuskan untuk pulang atau keluar pondok, sampai perjalanan dia mendapati hujan yang lebat dan akhirnya dia berteduh di sebuah gua, dan ketika berteduh itu dia melihat batu yang berlubang karena terkena tetesan air hujan terus menerus, kemudian dia berfikir “jika batu sekeras itu aja bisa berlubang terkena tetesan air terus menerus, maka otak saya juga akan menjadi tajam jika aku belajar tekun”, akhirnya dia kembali ke pondok...dan dia menuai keberhasilan karena ketekunannya itu dan menjadi seorang alim ulama’ pada zamannya”. Dari kisah itu diketahui bahwa tidak ada manusia yang bodoh selama dia berakal sehat. Kalau dia mau berusaha dan belajar tekun pasti bisa..... 

Sinar Agama: Sofyan: Kalau antum teliti membaca tulisan-tulisanku di atas itu dan di tempat- tempat lain, maka jelas akan dapat dengan mudah menjawab kebingungan antum itu. Ijin Tuhan itu ada dua, syar’ii dan takwini/pewujudan. Kalau halal, maka akan mendapat ijin tasyri’i/agama dan kalau haram sebaliknya. 

Kalau sesuatu itu terjadi, maka sudah mendapat ijin pewujudanNya dan kalau tidak terjadi, maka sebaliknya. Karena semua yang terjadi itu, sudah pasti makhluk Allah walau perbuatan manusia itu sendiri. Akan tetapi, kalau stasiun terakhir atau sebab perantara terakhir sebelum munculnya makhluk tersebut adalah akal/pengertian dan ikhtiar manusia, maka manusialah yang harus bertanggung jawab. Jadi, ibarat arus listrik yang selalu mengalirkan arus listrik sebagai rahmat yang kalau digunakan kepada yang salah adalah tanggung jawab si pengguna itu sendiri. 

Kalau teman-teman yang lain yang masih ingin merangkuli kepercayaan kepada takdir-takdirnya, maka silahkan saja walau, jelas hal itu bertentangan dengan agama Islam itu sendiri, karena agama turun untuk ditaati. Sementara kalau sudah ditentukan, maka bagaimana bisa ditaati atau tidak ditaati dan, bagaimana bisa disurgai atau dinerakai. Apakah layak robot masuk neraka atau surga, atau programernya? 

Wassalam


اللَّهُمَّ صَلِّ عَلَى مُحَمَّدٍ وآلِ مُحَمَّدٍ وعَجِّلْ فَرَجَهُمْ