Tampilkan postingan dengan label Marja. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Marja. Tampilkan semua postingan

Sabtu, 20 April 2019

Keharaman Mencaci Simbol-Simbol Madzhab Lain


Seri status Sinar Agama
by Sinar Agama (Notes) on Tuesday, April 2, 2013 at 9:11am



Sang Pencinta: (1-3-2013) Salam, masih terkait pertanyaan beberapa hari lalu, apakah marja anti Wali Faqih memfatwakan pengharaman pencacian simbol Suni? Ke dua, apakah marja anti Wali Faqih mengonsepkan taqlid juga? Ke tiga, apakah ada marja yang tidak memfatwakan taqlid? Ke empat, Syiah liberal dari mana asal usulnya? Terima kasih ustadz. — bersama Sinar Agama. 


Sinar Agama: Salam dan terimakasih pertanyaannya: 

  1. Menurut saya, tidak akan ada marja’ yang membolehkan pencacian atau pelaknatan pada simbol-simbol yang disucikan madzhab lain di depan umum/Sunni. Justru mereka biasanya menyarankan takiah bahkan dalam beribadah di depan Sunni kalau harta, nyawa, keselamatan diri dan keluarganya terancam. 
  2. Kalau yang anti Wali Faqih itu orang-orang liberal, seperti raja Iran dan konco-konconya, maka mereka anti taqlid. Tapi kalau dari kalangan ulama, maka biasanya semuanya mewajibkan taqlid. 
  3. Tidak pernah ditemui di muka bumi ini, seorang marja’ yang tidak mewajibkan taqlid.
  4. Syi’ah liberal itu sama dengan Sunni liberal. Mereka biasanya hanya memiliki keimanan pada Tuhan, Nabi saww dan imam (tentu kalau Sunni minus imam makshum). Tapi dalam aplikasi keseharian, mereka tidak meyakini akan perintah-perintah Allah, Nabi saww dan para makshum as yang menyuruh taqlid kepada ulama ini. Karena itu, mereka berjalan sendiri dengan inisiatif sendiri. 
Biasanya, para liberal ini, karena terpengaruh oleh konsep-konsep politik yang tidak mengimani tentang keharusannya bahwa harus dari agama dan mereka biasanya memisahkan agama dan politik atau kalaulah tidak memisahkan, tapi mereka merupakan pengikut hermeunitik modern yang membuahkan bebas penafsiran teks-teks agama. 

Jadi, sumber terbesarnya para liberal itu karena memisahkan politik dari agama dan/atau pengikut hermeunitik modern (bukan yang klasik dimana merupakan kebenaran seperti yang sudah sering dijelaskan). 

Sumber-sumber lain yang sangat mungkin seperti: 

  1. Suka main politik sementara ia tidak tahu agama. Karena itu, semua hasil-hasil renungan dan kerjanya, diambil dari pengalamannya sendiri yang, sudah tentu tidak diambil dari agama karena memang bukan ahli agama. 
  2. Ingin jadi pemimpin dunia dan ingin diikuti orang lain, baik dalam yayasan, organisasi atau partai sementara ia tidak membidangi agama secara spesifik. 
  3. Malas belajar agama dan bahkan mencela kalau ada orang belajar agama puluhan tahun (padahal di Syi’ah harus puluhan tahun belajar agama sesuai dengan yang sudah sering dijelaskan tentang kurikulum hauzah, kalau ingin tahu agama), tapi ingin beraktifitas dalam segala bidang terutama politik, sosial dan semacamnya. 
Yakni: 

Ketiga kelompok ini, karena cinta diri dan semacamnya (salah satu penyakit psikis), sudah tentu tidak ingin terikat dengan apapun. Bahkan mereka mengatakan bahwa semua itu adalah batasan yang diberikan orang yang tidak makshum. Padahal dirinya sendiri juga tidak makshum di samping tidak spesialis agama. Padahal kalau mereka sakit pasti ke dokter, dan tidak mengobati diri mereka sendiri. Kan raksyih manakala mau jadi ulama sementara tidak mau belajar agama pada ulama sesuai prosedur yang ada dan resmi. 

Kalau tadinya mereka bertaqlid, tapi hal itu hanya dalam bidang-bidang pribadi seperti shalat. Dan kalaulah tadinya taqlid juga dalam masalah-masalah umum, tapi ketika banyak benturan dengan fatwa dan apalagi melihat bahwa kerja mereka itu sudah batal dari awal karena tidak merujuk ke fatwa dari awal, maka mereka menjadi murtad dari taqlid (bukan dari Islam) dan menjadi pendukung dan pengikut liberalism. 

Tambahan: 

Liberal ini bisa dengan jidat hitam atau punya pesantren dan organisasi Islam. Jadi, jangan terkecoh dengan jidat hitam, hafal Qur'an dan hadits, ribuan pengikut, besarnya pesantren, tangisannya dalam shalat dan doa, puluhan karangan kata-kata agama, ......dan seterusnya. Karena Islam tidak melihat banyaknya amal saja, tapi juga tergantung pada profesionalismenya dan ketulusannya. 

Karena itu, maka yang tidak menerima konsep Islam secara utuh, maka ia adalah liberal, baik dalam rangka konsepnya itu sendiri (seperti tidak meyakini adanya hukum Islam tentang masalahmasalah politik) atau pengambilan konsepnya yang dari marja’ bagi yang Syi’ah itu. 

Wassalam. 

, فوزية عبد الرحمن 

Maskur Manggau, Hidayat Dayat dan 37 lainnya menyukai ini. 


Nazlah Kandia · Friends with Ramlee Nooh and 39 lainnya: Salam, afwan Ustadz. Ana pernah copas tulisan antum. Ana belum sempat meminta izin, ana sempat tulis dalam sebuah tautan acount lain saja. Alhamdulillah...ana kagum atas jawaban Ustadz. 

Nina Abubakar: Salam... Saya awam tentang agama, hanya sedikit tau. Tapi ada terbersit di hati kalo saya sepertinya akan butuh seorang Marja’ untuk rujukan syar’i hal-hal terkait dengan hidup saya. 

Bagaimana cara saya untuk bisa bermarja’ kepada seorang Marja ??. 

Hadrah Ali · Friends with Ramlee Nooh: Alhamdullillah,..lanjutkan saja sepanjang yang ustadz ketahui...Allahumma shali aala Muhammad wa Ali Muhammad..!! 

Sinar Agama: Salam dan terima kasih atas semua jempol dan komentarnya. 

Hadrah Ali · Friends with Ramlee Nooh: Insyaallah semuanya benar..cara pandang dari sudut yang berbeda saja ya ustadz,..salam..!! 

Sinar Agama: Nina: Kalau mau bermarja’, maka tinggal memilih mujtahid (yang mampu menyimpulkan semua hukum Islam dari Qur'an-Hadits dan lain-lainnya) yang terhebat (kalau ada beberapa orang mujtahid) dari sisi ilmu dan ketaqwaan, lalu berniat diri untuk mengikuti fatwanya, lalu mengambil fatwanya dari kitab-kitabnya atau dari orang adil/jujur yang tahu tentang fatwanya. 

Ulama terhebat pada masa kini, adalah ayatullah sayyid Ali Khamenei hf dimana ada ratusan atau ribuan mujtahid di belakangnya yang mendukungnya menduduki Wilayat Fakih atau Wewenang Fakih tertinggi dimana sekarang beliau memimpin Iran menggantikan Imam Khumaini ra. 

Sudah banyak juga fatwa-fatwa beliau hf yang diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia dimana kalau antum perlu saya dan teman-teman yang lain, bisa mengirimkannya kepada antum, i-Allah. 


Akhir Zaman Debi · 29 teman yang sama: 

2- Ingin jadi pemimpin dunia dan ingin diikuti orang lain, baik dalam yayasan, organisasi atau partai sementara ia tidak membidangi agama secara spesifik.....jadi inget rasulullah, jadi inget peristiwa yang deket deket ma ghadir khum yaitu pada saat saat haji terakhir rasul..yaitu di saat Allah berfirman > pada hari ini telah kusempurnakan nikmatKU padamu dan ku ridhoi ISLAM jadi agamamu... firman tentang ISLAM telah di ridhoi ini hadir setelah rasul mendapat ummat yang percaya.. memenangkan makkah dalam arti kata belum ada ridhoi tapi sudah ada ummat atau dipercaya untuk sesuatu, khususnya iman, lucky rasulllah...so must be in something first? Than can get some?? Than you can prove some?!! Specially on your RABB?!! Not do something first than get something, for prove something..like Rasulullah, back to past..more past than you will be ikhlas let your passion for pride privacy satifaction..this if me. Anyway love Sinar Agama deh. 

Sang Pencinta: Memang saya hapus ustadz, saya pikir jawabannya sudah terdapat di arsip, walau hanya singgungan sikit saja, btw terima kasih sudah dijawab. 

Abi Syekh Daeng: Afuwan All@ ikut nyimak moga manfaat..... 

Nina Abubakar: Saya surpraise, ternyata jalannya ga terlalu rumit untuk bisa bermarja’ dengan seorang Marja’ ya. Sebelumnya bayangan saya, seorang muqollid (yang taqlid) keberadaannya harus sepengetahuan dan persetujuan Marja’ yang diikutinya. 

Kalo dari penjelasan tadi, sepertinya tidak harus seperti itu. Tetapi yang diperlukan adalah kesadaran seorang muqollid terhadap fatwa-fatwa dari Marja yang di ikutinya. 

Dari penjelasan tadi juga, sepertinya fatwa-fatwa Ayatullah sayyid Ali Khamenei hf sudah dibukukan tapi tidak dijual bebas ya?? 

Nina Abubakar: Jujur, memang saya tidak tau harus memulai dari mana untuk bertaqlid. Hehee... 

Nina Abubakar: Dan saya juga tidak tau/awam, siapa-siapa saja sosok Marja yang ada. Saya tidak bisa memilih. 

Dengan segenap keawaman saya, apakah berarti saya boleh langsung mengikuti/bemarja’ kepada Ayatullah sayyid Ali Khamenei hf seperti yang direferensikan tadi ?? 

Sasando Zet A · Friends with Sang Pencinta and 40 lainnya: Nyimak dengan kesungguhan... 

Sang Pencinta: Nina Abubakar: ini penjelasan ustadz, 

https://www.dropbox.com/s/g2unyedhagftit3/WF%20Marja%20Taqlid.pdf 

Panduan Fikih Rahbar, 
https://www.dropbox.com/s/515vzx25gjgzh9q/Fikih%20Pemula.pdf, tanya jawab Rahbar dengan mukalidnya, 

https://www.dropbox.com/s/cd7m6lnoadnjqi9/Ajwibah_1_pruf_udin.pdf, https://www.dropbox. 

com/s/aux17monj119edb/Ajwibah_2_pruf_udin.pdf. 

WF Marja Taqlid.pdf 

www.dropbox.com 

Sang Pencinta: Kalau berminat catatan ustadz terkait penerapan fatwa Rahbar, saya bisa tukilkan, i-Allah. 

Nina Abubakar: Sang Pencinta | terimakasih banyak kiriman link-link yang terkait. Boleh dibantu nukilkan. 

Sang Pencinta: Nina Abubakar: Sejauh ini arsip yang sudah dibuatkan per topik ini mbak, 

http://www.facebook.com/groups/KCUSA/doc/229211343876859/ 

Nina Abubakar: Sang Pencinta | terimakasih banyak invite ke grup Kompilasi Arsip Ustadz Sinar Agamanya... 

Sang Pencinta: Nina Abubakar: Sama-sama mbak, kalo mau mbak bisa add teman-teman yang lain. I-Allah diupdate secara reguler sesuai perkembangan arsip ustadz Sinar. 

Sinar Agama: Nina, Tolong minta sekalian fikih Rahbar hf ke Pencinta. Oh iya mbak Nina, di awal awal fikih itu, diterangkan dengan jelas cara taqlid. Semoga Allah selalu bersamamu, bersamaku dan bersama semua teman-teman facebook kita, amin. 

Sinar Agama: Pencinta, tolong kirimi sekalian mbak Nina itu fikih Rahbar hf yang berjudul Belajar Fikih Untuk Pemula itu atau Fikih Praktis. Terima kasih. 

Sang Pencinta: Sudah di atas ustadz. 

Sinar Agama: Oh Begitu, syukurlah, terima kasih. 

Wassalam.


اللَّهُمَّ صَلِّ عَلَى مُحَمَّدٍ وآلِ مُحَمَّدٍ وعَجِّلْ فَرَجَهُمْ

Jumat, 19 April 2019

Anti Wilayatu Al-Faqiih


Seri tanya jawab Sang Pencinta dengan Sinar Agama
by Sinar Agama (Notes)on Tuesday, April 2, 2013 at 9:01am


Sang Pencinta: Rabu (27-2-2013) Salam, intermezzo ustadz, seberapa besar pengaruh gerakan anti WF di internal AB sendiri? Apakah anti WF ini bertaqlid pada marja? Apakah secara fatwa perbedaannya mendasar dengan yang WF sendiri? Tampaknya simpatisannya di Indonesia tumbuh subur. Terima kasih ustadz. — bersama Sinar Agama.

Nida Zainab, Daris Asgar, Irphan Zidney Ars dan 13 lainnya menyukai ini.

Abie Manyu: Apa tuh WF??

Maz Nyit Nyit-be’doa: Salam, nyimak....makasih,,,

Razman Abdullah Chokrowinoto: WF itu adalah Wilayatul Faqih, otoritas khas yang diberikan pada ulama unggul.

Sang Pencinta: AM:

http://www.facebook.com/home.php?sk=group_210570692321068&view=doc&id=211010885610382

Sang Pencinta: Adakah fatwa Rahbar tentang memperlakukan kelompok anti WF ini?

Sang Pencinta: Apakah mukalid bermarja anti WF ini berkewajiban mengikuti fatwa Rahbar urusan sospol?

Abie Manyu: Permasalahan mendasar yang menjadi perbedaan di aqidah syiah imamiah adalah sudut pandang mengenai naibul imam,,’

Sinar Agama: Salam dan terimakasih pertanyaannya:

Sebagaimana yang sudah sering dijelaskan bahwa Wali Faqih ini adalah wewenang faqih/ ulama/ mujtahid dan ada dua pandangan, mutlak dan muqayyad/ terbatas. Yang kita bicarakan tentu yang mutlak, yaitu yang meliputi masalah sosial dan politik dan kepemimpinan umat di dalam urusan- urusan itu. Tidak seperti yang terbatas dimana hanya membatasi wewenang itu pada pemberian fatwa tapi tidak membolehkan melaksanakan fatwa-fatwanya yang bersifat sosial-politik dan hukum pengadilan dan peradilan. Jadi, hanya berfatwa pencuri itu dipotong tangannya, tapi mengharamkan memotongnya kalau bukan imam makshum. Rinciannya, lihat di catatan.

Yang anti WF ini, tentu minoritas, karena memang tidak sesuai dengan fitrah manusia dan agama itu sendiri.

Sikap kita dalam arahan fatwa, maka dikatakan bahwa selama mereka itu dalam tidak mengimani WF mutlak tersebut, karena ijtihad dan/atau taqlid pada yang berfatwa tidak mutlak itu, maka masih dihukumi sebagai muslim dan Syi’ah. Tapi kalau tidak, maka dihukumi pengacau. Tentu saja, yang tidak dihukumi pengacau itupun, disyaratkan tidak mengacau yang ber-WF dan tidak membuat kerusakan. Karena kalau tidak, maka hukumnya adalah sama.

Di Indonesia, gerakannya setelah banyak Sunni masuk Syi’ah karena WF itu. Biasanya di dunia juga demikian, suka dompleng dan baru mempengaruhi orang dari dalam. Mereka-mereka ini ada yang tidak segan-segan bekerja sama dengan para antek barat hingga negara Inggrispun memberikan mereka stasiun TV khusus di Inggris untuk menyerang WF dan persatuan umat yang dipelopori WF.

Kita tidak usah terlalu sedih dengan mereka ini, karena hidayah itu raihan, bukan berian. Jadi, kalau kita tidak bisa menasihati mereka di dunia ini, maka apa boleh buat, kita jaga akhirat kita sendiri dengan kuat dan dengan penuh keprofesionalan serta ketaqwaan dan keikhlashan yang tinggi. Kita serahkan urusan mereka kepada akal dan fitrah sehat mereka dan kepada Allah, semoga pada akhirnya mereka dapat pula menemukan kebenaran ini dan mengaplikasikannya dengan sempurna, amin.

Istiqomah Isti: Waduh pusing terlalu panjang intinya aja lah ustad, salam.

Singgih Djoko Pitono: Sangat jelas ustadz...

SinarAgama: Abie: Tentang wilayatulfakih itu bukan masalah akidah, tapi masalah fikih walaupun ia cabang dari masalah akidah yang tentang keimamahan.

Sinar Agama: Isti: Coba baca dengan sabar, wong cuma beberapa baris kok, he he...Nanti kalau sudah dibaca dua atau tiga kali, belum paham juga, silahkan tanya lagi. Terima kasih dan afwan.

Wassalam.


اللَّهُمَّ صَلِّ عَلَى مُحَمَّدٍ وآلِ مُحَمَّدٍ وعَجِّلْ فَرَجَهُمْ

Rabu, 02 Januari 2019

Hukum Mencaci Simbol-Simbol Madzhab Lain



Seri tanya jawab Sang Pencinta dengan Sinar Agama
by Sinar Agama (Notes) on Tuesday, April 2, 2013 at 8:28 am

Sang Pencinta: (25-2-2013) Salam, bagaimana pandangan antum dan solusinya cara sebagian ikhwan, yang secara tajam mencaci simbol Suni. Mohon interpretasi fatwa Rahbar tentang peng-haraman pencacian simbol-simbol Suni. Terima kasih Ustadz. — bersama Sinar Agama. 


Fahmi Husein, Irsavone Sabit, Alia Yaman dan 23 lainnya menyukai ini. 

Sinar Agama: Salam dan terimakasih pertanyaannya: 

Kalau secara umum suatu kata itu dipahami mencaci simbol-simbol Sunni, maka jelas haram hukumnya. Seperti mencaci tokoh-tokoh yang dihormati Sunni. Tentu saja, diskusi bukan mencaci dan mencaci bukan juga diskusi sekalipun sepintas bentuknya seperti diskusi. Diskusi bisa dilakukan, tapi tidak boleh menggunakan kata-kata pencacian terhadap tokoh-tokoh atau apa-apa saja yang dihormati saudara-saudara Sunni. 

Sang Pencinta: Terimakasih ustadz. 

Sang Pencinta: Apakah hukumnya sama bagi yang menyukai dan menikmati diskusi cacian ini (bukan pelaku cacian)? 

Doni Handoyo: Perlu diselidiki ikhwan-ikhwan yang statusnya mencaci simbol Sunni, jangan- jangan mereka Wahabi nyamar. 

Memburu Kebenaran: Maaf ustadz, apakah menjelaskan kepada orang suni, dan mengkritisi sahabat suni semacam AUU, yang banyak kekeliruan-kekeliruan dan penentanganya kepada Nabi apakah termasuk mencaci-caci simbol suni?? 

Sang Pencinta: Beberapa ikhwan mengklaim dengan diskusi/menanggapi seperti soalan di atas, membuat sudara lain hijrah ke AB, bagaimana syar’i memandang ini? Btw teringat pesan ustadz tentang pen-scan-an kitab mafatih. 

Sinar Agama: Pencinta: Sudah tentu yang menyetujui pekerjaan haram, ia akan kebagian haramnya, apalagi menikmatinya. Dan dosa pemecahan umat ini tidak tanggung-tanggung, imam Khumaini ra mengatakan bahwa yang memecah Syi’ah dan sunnah, maka ia bukan Syi’ah dan bukan sunnah. 

Dan orang-orang yang terutama bukan mujtahid itu, kalau berpendapat apapun yang menentang marja’nya, maka selain tidak berharga, ia juga merupakan dosa yang ke dua setelah dosa pertama di atas itu. Misalnya mereka mengatakan bahwa dengan mencaci dapat menghidayahi manusia. Anggap hal ini bukan ajib dan kegilaan (dimana memang ajib dan kegilaan), maka ia adalah pendapat bukan mujtahid yang menentang mujtahid dan, sudah jelas wajib ditolak oleh dirinya sendiri terutama oleh orang-orang yang tidak menaklidinya karena memang tidak boleh menaklidi orang yang bukan mujtahid. 

Sinar Agama: Doni: Memang setiap ada akun yang mencaci dan mengatasnamakan Syi’ah, tidak bisa dikatakan bahwa hal itu kerjaan orang Syi’ah. Karena itu, kita bukan mau mengecam siapapun, tapi hanya membahas hukum fikihnya. 

Memang, kalau pencacian itu terjadi bukan sekali dua kali, sekalipun dilakukan oleh orang Syi’ah sekalipun, maka ia harus dikecam dan kalau perlu diboikot dan diblokir atau dilaporkan. Karena kalau tidak, maka akan merugikan agama serta harta dan nyawa manusia yang tidak berdosa. 

Kalau mereka masih bisa menerima hidayat, semoga mereka terhidayahi dan kalau tidak, maka kita serahkan kepada Allah karena mereka sudah masuk ke dalam tajarri dan maksiat yang akan mengorbankan agama serta harta dan nyawa manusia lain yang tidak berdosa. Bagi pandanganku, mabok masih jauh di bawah dosa memecah persatuan ini, Allahu A’lam. Karena dosa mabok hanya dosa pada Allah secara pribadi, tapi dosa memecah umat, selain dosa pada Allah, juga pada agama dan semua muslimin yang akan menjadi korban baik harta atau nyawanya. 

Sinar Agama: Memburu: Kalau diskusi tersebut, tidak disertai caci maki, maka jelas bukan pencacian dan pemakian dan tidak termasuk dosa. Jadi, menjelaskan AUU dari kitab-kitab Sunni dan dengan bahasa ilmiah yang baik yang tidak disertai caci maki, maka jalas(jelas) tidak dosa dan bahkan suatu keharusan kalau diperlukan. 

Al Parta Ortega: Indahnya Persaudaraan....Salam Ustadz... 

Sang Pencinta: Ustadz SA: Fatwa Rahbar tentang ini berlaku untuk semua pengikut AB? Apakah larangan cacian dikeluarkan oleh marja lain atau mengikuti Rahbar sebagai wali faqih? 

Ikhwan Abduh: Afwan Sang Pencinta. Saya mengikuti diskusi kemarin tentang hal ini, meskipun tidak sempat komen (terlalu banyak komentar yang ngalor ngidul). 

Cuma ada 1 hal yang masih mengganjal. Memang kadang-kadang ada segelintir saudara kita terpancing emosinya. Biasanya saat tokoh-tokoh syiah dicaci maki duluan. Sehingga sebagian saudara kita ikut-ikutan mencaci. 

Namun, saya lihat kebanyakan dari mereka tidak mencaci sebagaimana “CACIAN” yang menggunakan kata-kata kotor dan tidak pantas. Namun hanya menjelaskan kebobrokan akhlak dan sejarah kelam tokoh-tokoh Sunni. Dan itu dalam lingkup diskusi ilmiah, karena tidak jarang dalilnya pun disertakan. Baik dari ayat Al-Qur’an, hadis, maupun pernyataan tokoh-tokoh Sunni / wahabi, guna mengcounter pernyataan mereka. 

Bagaimana menurut Antum ustadz Sinar Agama ? 

Sang Pencinta: IA: Di atas sudah dikatakan kata itu dihukumi cacian secara urf/umum. Apakah definisi cacian di Sumatra beda di Sulawesi? Dan di atas sudah dikatakan juga diskusi tentang ini boleh bahkan harus kalo memang diperlukan. Kalo antum mau, akan saya bawakan catatan ustadz Sinar tentang diskusi yang ustadz Sinar terlibat di dalamnya tentang simbol-simbol Suni? 

Ikhwan Abduh: Bukan begitu maksud saya. Supaya terang, baiklah saya kasih contoh. 

Tetangga sebelah ada yang mengatakan mut’ah sama dengan zina, orang syiah = anak zina, dan lain-lain. Ada yang mengatakan imam mahdi ngumpet di goa karena penakut dan sebagainya. Bahkan banyak kata-kata cacian yang saya tidak tega untuk menulisnya. 

Bandingkan dengan ketika saudara kita menceritakan tentang, misalnya: 
Abu Bakar yang merampas tanah fadak, membakar hadis, kabur saat perang, memerintahkan membakar rumah Fathimah, dan sebagainya. 

Umar yang menganggap nabi mengigau dan melarang menulis wasiat nabi, tidak tahu banyak tentang hal agama (misal: tidak tahu arti kalalah, malah yang bertanya tentang itu dihukum oleh Umar), dan sebagainya. 

Usman yang nepotisme. 

Khalid bin Walid yang membunuh sahabat dan langsung meniduri istri sahabat yang dibunuhnya. 

Perbedaan persepsi tentang mencaci itu bukan masalah di Sumatera, Sulawesi, ataupun Jawa. Semua itu adalah sejarah, yang bahkan tercatat oleh kitab-kitab Sunni. Namun oleh mereka (Sunni) malah dianggap MENCACI. 

Jika memang hal itu adalah bagian dari mencaci, lantas sejarah yang saya pelajari selama menjadi syiah adalah tak lebih dari cacian? Padahal saya kira itu merupakan fakta sejarah yang membuka mata hati saya untuk menerima syiah! 

Afwan, mohon penjelasannya. 

Ikhwan Abduh: Sang Pencinta : OK, tolong kasih link catatan tentang diskusi tersebut 

Sekali lagi, saya masih awam di mazhab AB ini. Dan terus terang saya sedih menyikapi fenomena ini. Jadi tolong untuk ustadz sinar agama dan ustadz lain yang sering online facebook bisa membantu memberi pencerahan untuk masalah ini. 

Baskoro Juragan Tahu: SIMBOL Sunni adalah AUU....Hem masih kah anda menganggap mereka saudara dalam islam jika SIMBOL mereka di bilang AUU bukan ALQURAN n MUHAMMAD saw ?? 

Sinar Agama: Pencinta, hukum fikih yang bersifat sosial-politik, wajib ditaati walau oleh para marja’ itu sendiri dan, fatwa tentang persatuan dan tidak boleh mengejek simbol-simbol madzhab lain ini, termasuk fatwa sosial-politik yang wajib ditaati oleh semua orang itu. Apalagi ratusan mujtahid dan belasan marja’ memfatwakan hal yang sama atau mendukung fatwa Rahbar hf tersebut. 

Sinar Agama: Ikhwan A: Kalau penjelasan tentang semua yang antum contohkan itu dengan bahasa yang tidak disertai kata-kata ejekan dan apalagi dilengkapi dengan nukilan referansi-referensi Sunninya, maka jelas tidak masuk dalam ejekan sekalipun sebagian wahabi, demi memutarbalikkan masalah, menuduh penulisnya sebagai pengejek. Walhasil, kapan kata-kata ejekan itu dikeluarkan kita sekalipun diselingi dengan nukilan-nukilan referensi-referensi Sunni, tetap saja tergolong ejekan. Karena yang dihukumi ejekan itu, bukan referensinya itu, tapi ejekannya itu. 

Di catatan saya, mungkin sangat banyak yang menukilkan tentang hal-hal yang antum maksudkan bahkan seperti Khalid bin Walid yang membakar hidup-hidup beberapa shahabat di depan umum, tangisan penyesalan Abu Bakar karena telah mendobrak rumah hdh Faathimah as, pengharaman mut’ah oleh Umar ...........dan seterusnya...tapi selalu saya usahakan untuk hanya menyampaikan apa adanya tanpa kata-kata ejekan. 

Karena itu, selama diskusi atau tulisan atau kata-kata kita tidak mengandung ejekan, maka ianya bukan dosa dan bukan pula memecah persatuan. 

Ikhwan Abduh: Syukron ustadz SA. Sekarang sudah terang bagi saya. Jadi intinya pada pemilihan kata-kata dalam menyampaikan kebenaran itu ya. Semoga saudara yang lain, terutama yang biasa “keras” dalam diskusi membaca dan memahami keterangan antum. Karena jujur saya banyak mendapat pelajaran juga dari mereka. Namun terkadang karena yang diajak diskusi suka nyeletuk seenaknya, mereka juga terbawa arus diskusi itu sehingga mungkin lepas kontrol dengan kata-katanya. 

Novalcy Thaherm: Ikhwan Abduh @ betul sekali ihkwan, maksud saya juga begitu. Bahkan ada yang lebih extrem lagi menyebut mereka itu agen~agen zionis. Padahal mereka itu banyak memberi pelajaran kepada saya juga, bahkan mereka mengenalkan saya kepada ustadz sinar agama untuk bertanya apa saja tentang syiah. 

Hambali Return: Saya pribadi belum pernah liat syiah bicara tanpa dalil meskipun dalam keadaan marah, ngapain gue ke syiah kalau sama dengan yang dulu saya anut. 

Zulfiqar Fawkes: @hambali : afwan agar dicermati penjelasan ustad SA baik-baik >>> Walhasil, kapan kata-kata ejekan itu dikeluarkan kita sekalipun diselingi dengan nukilan-nukilan referensi- referensi Sunni, tetap saja tergolong ejekan. Karena yang dihukumi ejekan itu, bukan refrensinya itu, tapi ejekannya itu. 

Ikhwan Abduh: Meskipun tujuannya baik, namun harap Lebih hati-hati aja, untuk koreksi kita bersama. Syukron ustadz SA yang berkenan memberi penjelasan. 

Muhammad Wahid: Iya intinya: ejekan itu diluar konteks diskusi argumentatif... Emosional terpancing, ya disitulah tantangan orang berlimu untuk lebih bersabar, harusnya makin berilmu ya makin tawadhu.. Kita harus banyak belajar, bagaimana ustad Sinar Agama dalam berdiskusi & berdialog, beliau juga suka dicaci maki tuh, tapi beliau ga pernah membalasnya dengan cacian.. Untuk teman-teman syiah yang mengingatkan teman lainnya, saya liat juga ga lepas dari tuduhan dan cacian juga.. Jangan menasehati orang kalo anda sendiri ga bersikap arif... Mungkin saja betul ada agen-agen zionist, tapi apa benar itu ditujukan kepada orang-orang yang dituduhkan, kita-kita ini ga bisa mengetahui dengan pasti tanpa bukti dan kenal orangnya langsung di dunia nyata.. Kalau mau menyikapi sikapnya yang kurang tepat dalam hal ini kata-kata cacian, ya tegurlah dengan cara yang baik juga, jangan malah saling ejek & tuduhan-tuduhan yang ga berdasar.. Sehingga ga ada bedanya antara anda (syiah) dengan mereka-mereka itu (wahabi).. Afwan. 

Sinar Agama: Ikhwan A: Itulah mengapa tabligh itu bukan kerjaan sembarang orang. Memang, satu ayatpun harus disampaikan. Tapi ayat yang dipahami dengan dalil dan, sudah tentu dengan kata-kata yang bagus. Karena yang wajib disampaikan itu bukan kebenaran, tapi kebenaran dengan cara yang benar. Dimana ada pembolehan penyampaian kebenaran Islam dengan cara bukan Islam alias diri sendiri atau hawa nafsu sendiri. 

Jadi, kalaulah bukan ulama dan ingin terjun ke dalam tabligh yang bukan bidangnya atau yang juga bidangnya, maka lakukan karena Allah hingga mengikuti cara-caraNya yang diperintahkan dalam Qur'an dan Hadits-Hadits Nabi saww serta para imam makshum as. 

Karena kalau tidak, maka akan merusak islam itu sendiri dan kerja-kerja para nabi, para imam dan para ulama. 

Kalau tidak sanggup berhadapan dengan umat, mengapa memaksakan diri berhadapan? Siapa yang menyuruhnya? Mujtahid saja harus taqlid dalam hal-hal sosial-politik ini, apalagi awam yang hanya tahu satu atau dua ayat. 

Zulfiqar Fawkes: Syukron Ustadz. 

Sinar Agama: Teman-teman Semua: Terima kasih banget atas pengertian dan baik sangka dan segala kebaikannya yang antum pantulkan lewat komentar-komentar antum itu. Ana ini juga manusia biasa dan bahkan mungkin paling jeleknya. Karena itu, hati ini juga mendidih diejek orang. Tapi dari pada ana mendidih di neraka besok, maka kuusahakan sekuat-kuatnya untuk tidak keluar dari taqlid ana kepada Rahbar hf dan imam Khumaini ra yang didukung oleh ratusan atau ribuan mujtahid dimana beliau-beliau itu mewajibkan persatuan dan mengharamkan pengejekan kepada simbol yang disucikan di madzhab-madzhab lain. 

Sinar Agama: A.F: Ana juga berterima kasih untuk antum semua, semoga antum dan teman- teman lainnya, jangan sampai keluar dari fikih Ahlulbait as dimana fikih di Ahlulbait as itu bukan hanya thaharah, wudhu, mandi, shalat, puasa, haji...dan seterusnya, tapi juga masalah-masalah rumah tangga, sosial, budaya, politik, dakwah.............dan seterusnya. 

Ikhwan Abduh: Aamiin,,, insyaAlloh ustadz. 

Renito Husayno: Penjelasan ustadz inspiratif sekali. Adem. Terima kasih banyak ustadz....... 

Maz Nyit Nyit-be’doa: Sangat Mengagumkan dan mencerahkan.......... Terimakasih ustadz Sinar Agama. 

Novalcy Thaherm: Terimakasih juga ustadz sinar agama. 

Sinar Agama: Tambahan: 

Kalau ada orang mengejek atau melaknat/kecaman di depan Sunni/umum/facebook, lalu ia mengatakan bahwa ia tidak taqlid kepada Rahbar hf, maka hal itu juga sangat diragukan kebenarannya. Sebab setahu saya, tidak akan pernah dijumpai seorang marja’ yang membolehkan pekerjaan-pekerjaan tersebut. 


Kalau para pencela itu, semoga mereka masih bisa mendapat hidayah sebelum ajal menyapa amin, dengan tanpa merujuk kepada marja’ manapun itu, masih mau nekad juga mau melakukannya, maka silahkan mereka memakai nama asli di facebook ini dan alamat yang jelas, hingga orang-orang Sunni yang marah dan mau berbuat apapun kepadanya, bisa dengan mudah mendatanginya dan tidak mendatangi Syi’ah-syi’ah yang lain. Lucu amat, disuruh sopan, tetap saja nekad, tapi sembunyi di balik tembok China yang tebal hingga mengorbankan orang lain. 

Irsavone Sabit: Afwan ustadz, tidak maksud membela mereka, saya juga tidak paham sejauh mana sebenarnya menghina istri dan sahabat Rasulullah saww yang juga dikatakan menghina simbol-simbol Sunni, setahu saya nama yang disebut sang pecinta sebagian masih wajar saja sperti yang dilakukan ustadz ketika diskusi, menggunakan dan berdasarkan dalil Sunni sendiri, diskusi seperti itulah yang saya biasa saya like, kemudian ustadz apakah wajib bagi syiah untuk melaporkan mereka ini kepada yang lainnya secara terbuka, dan bagaimana jika yang melapor salah dalam mempersepsikan menghina simbol Sunni, hal ini bisa saja terpulang kepada saya jika saya yang melapor secara terbuka?.....Afwan. 

Ikhwan Abduh: Irsavone Sabit : Kemarin saya juga menanggapi seperti yang antum katakan. Namun ustadz sinar agama sudah menjelaskan. Bahwa yang demikian (membongkar sisi gelap tokoh Sunni) tidak apa-apa, bahkan dianjurkan ketika diskusi mencari kebenaran. Tapi yang tidak boleh adalah ketika berdiskusi dan berdalil namun kemudian terselip kata-kata ‘cacian’ / hujatan / umpatan yang tidak ada dalam riwayat / dalil itu, namun di ada-adakan sendiri (mungkin karena emosi dan sebagainya). Saya sendiri sangat menghormati saudara-saudara yang dimaksud oleh Sang Pencinta. Namun di sisi lain saya juga setuju dengan ustadz SA bahwa akan lebih baik lagi jika pemilihan kata saat diskusi bisa lebih arif dan bijaksana. 

Sang Pencinta: IS: Ustadz sudah menjelaskan di atas soalan seperti yang antum bawa untuk Ikhwan Abduh, afwan. 

Sinar Agama: I.S: Yang lain-lain sepertinya sudah terjawab selain yang satu ini bahwa apakah wajib melaporkan secara terbuka... 

Jawabnya adalah kalau kesalahannya itu terbuka, seperti di facebook ini, maka jelas penegurannya juga bisa dengan terbuka. Karena teguran itu, di samping nasihat bagi yang melakukan kesalahan secara terbuka itu, juga sebagai pengumuman atau ketidak ikutan bertanggung jawab terhadap yang dilakukannya, kepada diri orang itu dan khalayak ramai. Tapi kalau kesalahan orang itu tidak terbuka, maka haram dinasehati secara terbuka karena akan masuk dalam ghibah. 

Sedangkan kesalahan yang dimaksud itu, kalau fikih maka harus bersumber pada fikih dan kalau akidah maka pada akal dan Qur'an-hadits. Dan yang menasihati wajib tahu sebenar benarnya bahwa yang mau dicegah itu (nahi mungkar) memang benar-benar kesalahan dan ia tahu juga yang benarnya dalam masalah itu. Tapi kalau masih ragu-ragu terhadap kesalahannya atau terhadap kebenaran yang ia ketahui tentang ilmunya sendiri, maka tidak boleh melakukan peneguran itu karena bisa memfitnah orang dan dirinya sendiri akan mengatakan yang salah dan sesat karena ketidaktahuannya tadi itu. 

Karena itu, harus punya dua ilmu yang jelas untuk amar makruf dan nahi mungkar ini: Pertama tahu kesalahan yang mau dinasihati itu. Ke dua, ia tahu benarnya seperti apa secara pasti. 

Kalau terjadi perbedaan persepsi terhadap suatu kata, maka bisa dilakukan diskusi dan yang salah harus meminta maaf. Tapi persepsi terhadap suatu kata atau kalimat itu, harus berdasar kepada pemahaman umum dan tidak diputar-putar hingga menjadi remang. 

Wassalam. 

Marwah Ali: Alhamdulillah, aku masih di koridor dari batasan ustadz, aku ngeledeknya personalnya bukan AUU .... 

Abu Bakar Hangus: Tidak ada fatwa Ulama Faqih yang bertentangan dengan Nash .... = harga mati pemahaman atas segala sesuatu adalah inti dari persoalan. 

Abdurrahman Shahab: Kita ini masih sering terlihat kekanak-kanakan, tidak pernah merasa bersalah, mencari pembenaran atas setiap kesalahan yang kita lakukan, masih sering mengumbar hawa nafsu dan menganggap sepele persoalan besar dan penting yang didengungkan oleh para mujtahid dan pemimpin agama mengenai ukhuwah dan persatuan islam sehingga terus saja menjadikan perbantahan dan perdebatan yang memancing permusuhan adalah sebagai KEASYIKAN DAN MENGANGGAP SEBAGAI KECERDASAN SERTA DAKWAH AHLUL BAYT!!! 

Marwah Ali: Menawarkan Ukhuwah sama Nashibi, yang ga mau Ukhuwah ?, Malah kaya di Jawa Timur seperti al bayonet, gimana caranya ? 

Abdurrahman Shahab: Afwan, kalau menurut saya nashibi bukanlah bagian dari islam, yang harus dijaga ukhuwahnya, tapi tidak serta merta ketika kita menangkal fitnah nashibi (/wahabi) kita lantas membenamkan diri dengan perkataan yang dapat menimbulkan fitnah dan permusuhan dari kalangan aswaja, karena kita menggunakan kata-kata yang menistakan simbol-simbol yang mereka mulyakan... DAN HAL ITULAH YANG SANGAT DIHARAPKAN OLEH PARA NASHIBI, AGAR KITA DIMUSUHI OLEH ASWAJA... 

Abu Bakar Hangus: Simbol: AHLUL SUNNAH = SUNNAH YANG BENAR [siapa sunnah yang benar ?], bukan simbol yang kufur. Kalau pembenaran atas fatwa itu adalah kepada Sunni maka, sama saja mengakui kebhatilan atau terus menyembunyikan kebhatilan. 

Marwah Ali: Bisa kasih contoh konkrit kalimat ini “kita lantas mebenamkan diri dengan perkataan yang dapat menimbulkan fitnah dan permusuhan dari kalangan aswaja, karena kita menggunakan kata-kata yang menistakan simbol-simbol yang mereka mulyakan.” Afwan. 

Penganten Mercon: Salam semua--ikut nyimak. 

Marwah Ali: Hemm.... 

Marwah Ali: Kk Penganten Mercon , Group Dialog Ilmiah Sunni Syi’ah boleh terus tuh hehehe. 

Penganten Mercon: hehehe,,boleh terus gimana maksudnya. 

Marwah Ali: Selama berdasarkan Ilmiah , jangan sampe “kita lantas mebenamkan diri dengan perkataan yang dapat menimbulkan fitnah dan permusuhan dari kalangan aswaja, karena kita menggunakan kata-kata yang menistakan simbol-simbol yang mereka mulyakan.” 

Penganten Mercon: Alhamdulillah, kawan-kwan semua yang ada di sana dalam menyampaikan sesuatu selalu berdasarkan ilmiyah. 

Marwah Ali: Terutama pada pinter bahasa bersayap yang bisa terbang kemana-mana qiqiqiii. 

Penganten Mercon: hehehe,,kebanyakan ikhwan syiah itu jarang bolos dalam pelajaran bahasa Indonesia, jadi ada aja bahan untuk mengembangkan sayap. 

Rizki Wulandari: Damailah Indonesiaku dengan semua perbedaan yang ada. 

Abdurrahman Shahab: Afuan Marwah Ali, ana fikir antum sudah sangat faham dengan maksud kalimat di atas.... karena kita sering terpancing dalam perdebatan, demi untuk mengungkapkan keyakinan, terkadang kita ikut menggunakan KATA-KATA CACIAN DAN PENGHINAAN terhadap SIMBOL YANG DIMULIAKAN OLEH ikhwan Sunni dan ini adalah salah satu trik yang selalu digunakan oleh para nashibi, agar kita terpancing dalam mengeluarkan kata-kata yang tidak menunjukkan akhlaq pengikut AB, dan karena kesalahan yang sering kita lakukan dalam debat- debat, yang lebih banyak membawa mudhorot dibandingkan manfaat itulah, maka timbul kebencian yang mendalam oleh sebahagian ikhwan Sunni terhadap syiah... sehingga banyak kelompok awam Sunni yang ikut terbawa emosi yang menyebabkan kebencian dan permusuhan terhadap pengikut dan ajaran syiah, sudah banyak korban yang tidak berdosa dari kalangan kita yang harus menanggung resiko atas apa yang telah kita tanamkan karena “permusuhan” yang kita anggap sebagai “dialog dan kajian ilmiah” menurut ana, dialog dan kajian ilmiah itu harus dilakukan pada tempat dan oleh orang yang tepat... Afuan... 

Sinar Agama: Salam dan terimakasih atas semua komentarnya yang ada di atas syariat. 

Sinar Agama: Abu: Antum ini ada dua kemungkinan: Taqlid atau mujtahid. Kalau taqlid, maka taqlid ke siapa dan mana fatwa pembolehan pencelaan itu. Kalau mujtahid, maka dari mana antum dapatkan ijin ijtihad tersebut. 

Kemudian, kalaulah antum mujtahid, maka antum juga harus taat pada paling a’lamnya mujtahid dalam urusan-urusan kebersamaan atau sosial-politik. Dan hal seperti ini, yakni wajib ikut yang a’lam itu, merupakan fatwa dari semua marja’ dalam hal-hal apa saja, baik dalam urusan taqlid atau seperti dalam perkara yang kita bahas ini dan semacamnya.



اللَّهُمَّ صَلِّ عَلَى مُحَمَّدٍ وآلِ مُحَمَّدٍ وعَجِّلْ فَرَجَهُمْ

Marja’ dan Sejarahnya



Seri tanya jawab Sang Pencinta dengan Sinar Agama
by Sinar Agama (Notes) on Tuesday, April 2, 2013 at 8:10 am

Sang Pencinta: Minggu (24-2-2013), Salam, sekiranya ustadz bisa menjelaskan sejak kapan sistem ke-marja-an digunakan dalam AB? Apakah dimulai ketika Imam Mahdi ghaib? Terima kasih ustadz. 


— bersama Sinar Agama. 

Alia Yaman, Damai Slaluww, Muslimah Ad Deen dan 13 lainnya menyukai ini. 

Armeen Nurzam: Nyimak. 

Sinar Agama: Salam dan terima kasih pertanyaannya: Kan sudah sering saya katakan bahwa mengikuti marja’ itu sudah sejak jaman Nabi saww karena tidak semua orang hidup dalam satu lingkungan (kota) dengan Nabi saww. 

Adam Syarif: Siapakah marja pertamakalinya selain nabi dan imam ma’sum? 

Sinar Agama: Adam: Nabi saww dan imam as itu bukan marja’ dalam peristilahan kita ini, tapi mereka as itu adalah sumber syariat itu sendiri. Nah, merujuk kepada yang dirujuk (marja’) untuk mengetahui syariat kepada orang-orang yang mengerti dari sumbernya itu banyak sekali dan tidak bisa dihitung. Karena semua shahabat senior adalah marja’ bagi yang yunior. Artinya, Nabi saww dan para imam makshum as, bukan hanya membolehkan umat mereka as, tapi bahkan menyuruh umat mereka as untuk bertanya dan meruju’/merujuk kepada yang tahu. Jadi, marja’ di jaman Nabi saww dan imam makshum as itu banyak sekali dan tidak bisa dihitung. 

Marja’-Marja’ itu, dalam berbagai hal. Ada yang hanya dalam satu masalah dan ada yang lebih atau bahkan yang semi lengkap. 


Menjadi marja’ di jaman itu, sangat mudah, karena mereka langsung bertanya kepada Nabi saww dan imam makshum as secara langsung untuk memahami berbagai hal yang kemudian akan dipraktekkan dirinya sendiri dan akan dijadikan rujukan oleh yunior-yuniornya. 

Akan tetapi menjadi marja’ di jaman sekarang, sudah tidak seperti dulu. Karena harus tahu arti ayat dari berbagai perbandingan, harus tahu hadits shahih dan tidak, harus tahu ini dan itu dimana sudah dibahas dan dikemas dalam satu ilmu yang bernama Ushulfiqih. Ushulfiqih inilah yang berusaha menjabarkan maksud Nabi saww dan maksud para imam makshum as ketika menjawab para shahabat-shahabat yang langsung bertanya kepada mereka as itu. 

Adam Syarif: Terima kasih ustadz. Wassalam.


اللَّهُمَّ صَلِّ عَلَى مُحَمَّدٍ وآلِ مُحَمَّدٍ وعَجِّلْ فَرَجَهُمْ

Sabtu, 17 November 2018

Sengketa Hilal Yang Tak Kunjung Padam



Seri status Sinar Agama
by Sinar Agama (Notes) on Thursday, December 13, 2012 at 10:45 pm


Sinar Agama: 18 Agustus, Bismillaah: 

1 Syawal belum tentu besok: 


Salam bagi semua ikhwan dan akhwat. Alfakir dulu termauk orang yang mengandalkan ru’yat NU karena ketradisionalannya (sunnah Rasul saww). Tapi baru sekarang tahu kalau ru’yat bagi mereka itu sudah tidak seperti dulu lagi yang menggunakan mata. Jadi, perukyatan sekarang ini, sebenarnya dari rumusan NU itu sendiri yang memakai konsep imkaanurru’yah. Menurut info TV tadi petang, Bapak Din Syamsudin malah mengisykal NU mengapa dulu NU menetapkan imkaanurru’yah (kebisaan dilihat) itu 6 derajat, lalu menjadi 4 derajat dan sekarang menjadi 2 derajat. Yang dapat dipahami dari isykalan itu, maksudnya adalah (setidaknya dapat dipahami seperti ini: 

“Kalau NU punya rumus, maka rumusnya apa, lalu mengapa menyalahkan hisab?” 

Kalau dalam pandangan Ahlulbait as, ru’yat itu harus dengan mata, hingga kalau kecil amat dimana tidak bisa terlihat mata dan hanya bisa dilihat dengan teleskop, maka hal itu tidak mencukupi. 

Menurut info, tadi di bahasan TV Metro diumumkan daerah-daerah mana yang bisa melihat dengan mata telanjang dengan tanpa mendung di mana mencakupi Afrika Selatan dan Amerika Latin. Lalu daerah-daerah yang bisa melihat dengan mata telanjang dan teleskop seperti Maroko, lalu daerah-daerah yang hanya bisa melihat bulan dengan teleskop seperti Indonesia dengan seluruh bagiannya dari Sabang sampai Merauke. 

Dengan demikian, maka besok belum tentu 1 syawal. Dan kalau ragu, maka tetap dihukumi 1 Syawal dan puasa, atau musafir sebelum zhuhur lalu membatalkan puasanya di batas musafirnya dan kemudian diqodho di kemudian hari. 

Di Iran sudah diumumkan di tv bahwa melihat bulan di hari ini, hampir mustahil. Tapi mereka masih menunggu sampai tengah malam nanti, barangkali ada yang melihat dengan bukti dan dalil gamblang. Saya juga akan terus mencoba menelusuri para saksi peru’yat di Indonesia itu, apakah ada yang meru’yat tanpa melalui teleskop. 


Muhammad Nurahim Okki, Khommar Rudin dan 60 orang lainnya menyukai ini. 

Husein Jon: Syukran ustadz 

Sigit Gustiawan: Dengan demikian ustadz, apabila besok belum tentu 1 syawal, maka tetap menjalankan puasa?? Syukran ustadz.. 

Ali Alhabsy: Jadi yang selama 3 malam laitul qadr begadang juga belum tentu bener ya.. Kasihan.. deh.. Makanya tuan-tuan dan Sayyid-sayyid bersatulah kalian yang berpendidikan. 

MukElho Jauh : Jadi keputusannya bagaimana ustadz... 

Sinar Agama: Salam dan terima kasih atas jempol dan komentar-komentarnya. 

Sinar Agama: Sigit: Benar, kalau sampai menjelang shubuh kita tidak mendapat informasi yang valid secara fikih, maka kita wajib puasa atau, lari ke batas musafir sebelum zhuhur sambil bawa ketupat, he he ... 

Sinar Agama: Ali: Apa hubungannya puasa 29 atau 30 dengan malam qadr? 

Sinar Agama: M J: Kalau tidak ada info yang dapat dipercaya seperti NU yang mengatakan melihat dengan mata, maka kita besok tetap wajib puasa. 

Sigit Gustiawan: Alhamdulillah..terimakasih ustadz. Mohon petunjuk berikutnya ustadz.. 

MukElho Jauh · 101 teman yang sama: Ustadz keputusan itu sudah bulat atau kita menunggu keputusan lain ... Mohon penjelasan yang gamblang. 

Haykel: Ok Ustadz, ana ikuti fatwa tim Mishbahul Huda, Malang, apakah bisa dijadikan pegangan? 

Sinar Agama: Haykel: Kalau mereka adil (tidak melakukan dosa besar dan kecil) dan menyatakan melihat dengan mata, maka sudah pasti bisa dipakai. 

Sang Pencinta: Wah ide cemerlang: lari ke batas musafir sebelum zhuhur sambil bawa ketupat, patut direnungkan hingga akhir malam... 

Zakiya Baseem: Ustadz...syukran atas penjelasannya yang gamblang dan jelas. Jika nanti sampai tengah malam ada kabar lain mohon di share ya...Ustadz. Afwaan... 

Emen Ashmade: Sinar Agama@bagaimana bisa belum tentu besok sedangkan takbir sudah berkumandang di mana-mana..?? 

Deddy Prihambudi: 1 Syawal insya Allah jatuh pada hari Ahad, 19 Agustus 2012. meskipun BUKAN menjadi pegangan, namun kami mengikuti putusan Sidang Itsbat Husayniyah Misbah Al Huda, Kota Malang, yang menyebutkan demikian. Salam. 

Alia Yaman: Kalau yang berada di pulau kecil yang luasnya tidak mencapai batas musafir bagaimana hukum bagi mereka Ustadz? 

Mhuoes Hugos · Berteman dengan Syakir Muhammadong: 
Assalamualaikum,,,,tapi ada yang pernah saya dengar pendapat yang mengatakan bahwa puasa itu harus cukup 30, saya minta pendapat ustadz? 

Tapi, keputusan menteri agama kan udah bulat, bahwa 1 syawal jatuh pada hari minggu,,,,,,,,,jadi gimana dengan itu? 

Sinar Agama: Dedy: Kalau mereka adil (tidak melakukan dosa besar dan kecil) dan menyatakan melihat dengan mata, maka sudah pasti bisa dipakai. 

Ali Alhabsy: Ana mulai berpuasa hari jumat berdasarkan hisab, lalu jika besok masih puasa berarti puasa yang ke 31. Sudah pasti besok hari tasrik..yang berpuasa hari sabtu berisiko tinggi bila besok masih berpuasa.. 

Sinar Agama: Alia, kalau pulau kecil, maka akhir darat itu adalah batas wathannya, jadi bisa naik perahu sejauh jarak musafir lalu makan lontong di sana dan setelah itu pulang dan nanti diqodho. 

Sinar Agama: MH: Kalau keputusan itu dibarengi dengan penyaksian mata, maka jelas bisa dipakai karena ada NU yang kita percayai selama ini. Tapi sepertinya tadi tidak datang di sidang itsbat itu (menurut yang melihat tv). Lagi pula, seperti-nya ukuran di NU sudah bukan ru’yat, tapi imkaanurrukyat. 

Saya memang belum pasti akan hal ini, tapi akan terus dicoba cari tahu apakah imkanurrukyah itu sudah tidak perlu rukyat lagi kalau sudah mungkin untuk diru’yat, atau masih perlu juga diru’yat. Kalau imkanurru’yah di NU ini masih diwajibkan meru’yat dengan mata dan bukan dengan pembesar (teleskop), maka kesaksian NU masih bisa dipakai orang-orang Syi’ah, karena walau kita tahu keadilannya, akan tetapi sudah menjadi syiyaa’ (keumuman di NU atau masyarakat), karena kehati-hatiannya dan ketelitiannya dan banyaknya titik peru’yatan yang disebar diseluruh Indonesia selama puluhan tahun yang berakar dari pekerjaan ratusan tahun ulama-ulama syafi’ii di Indonesia. 

Uda Desti: Jadi gimana ni pak Ustadz..aku jadi bingueeeng. 

Sinar Agama: Ali: Kalau antum Syi’ah, maka memulai puasa dengan hisab itu jelas batal. Begitu pula di Syafi’ii. Karena itu, bukan puasa besok yang beresiko, tapi puasa di hari Jum’at itu yang salah. 

Sinar Agama: Uda: Mengapa bingung? TANYAKAN SAJA PADA YANG MENGATAKAN BESOK ITU HARI LEBARAN APAKAH MEREKA MELIHAT DENGAN MATA, TERUTAMA YANG NGAKU SYI’AH. KALAU TIDAK ADA, MAKA BESOK TETAP PUASA. JADI, MELENGKAPI 30 HARI ITU ADALAH KEWAJIBAN, TERUTAMA KETIKA BINGUNG TERSEBUT. 

Ali Alhabsy: Ana syiah, antum bukan marjik... Pembodohan.. Bagaimana negara kita yang mengalami dua musim penghujan dan kemarau, bagaimana jika musim penghujan? Apakah dipastikan dapat melihat hilal. dan bagaimana daerah yang tidak dilalui peredaran matahari dan bulan.? 

Dúl Wáháb Sálápí: Sinar Agama keterangan Ustadz ini sangat ruwet, padahal do’a Nabi Muham- mad saw saat hari lebaran sangat jelas yang artinya “Ya Allah jadikan hari ini hari Raya bagi Muslimien” artinya hari Raya Muslimin itu harus bareng di hari yang sama, tidak ada cerita di sana lihat bulan dan tidak lihat bulan. Dan soal melihat dengan alat, di Iran itu malah di jalan-jalan. Kasian orang awam kalau harus dibuat bingung oleh para Ustadz-ustadznya. 

Sukaenah Azzahro · 97 teman yang sama: Saya nunggu kabar selanjutnya. 

Sinar Agama: Ali: Karena ana bukan marja’ maka ana ini menukilkan hukum semua marja’ yang mentidakbolehkan memulai bulan hijriah itu dengan hisab. Kalau mau ikut marja’, maka kalau mendung dan hujan, wajib dilengkapi 30 hari (bulan sebelumnya). 

Ali Alhabsy: Wah-wah jadi pada bulan sya’ban kalau ga melihat hilal juga dilengkapi jadi 30 hari dan pada Ramadhan kalau musim hujan juga harus di lengkapi 30 hari? Makanya sampai mati Islam ya kacau terus, mana ada di dunia ini 1 syawal ada dua hari dan 1 Ramadhan juga ada dua hari emang mau sampe kapan kita bisa menyamakan persepsi kalau setiap orang yang bukan bidangnya mengomentari yang bukan bidangnya.. Mau sampai kapan kalau begini. 

Mhuoes Hugos : Tapi,,,kan di Indonesia semua melihat hilal dengan bantuan alat,,,,,bukan dengan mata telanjang,,,,,.. Jadi kalau begitu, sama aja tidak dibolehkan dong. Mohon kejelasannya? 

La Ode: Buat semuanya!: 
Kita yang berbicara besok 1 syawal atau bukan kapasitas kita hanya manusia biasa, jadi tidak perlu permasalahkan itu,! ikuti saja kata hati, karena hati itu yang paling mendasari keyakinan kita! Tidak usah terprovokasi oleh orang-orang yang belum tentu juga benar! 

Qila Sayla : Ustadz, di Hongkong bulan kelihatan kecil dan cuman bisa dilihat pake teleskop...dan ustadz di sini bilang besok udah lebaran gimana nich...? 

Bande Husein Kalisatti: Salam : dalam buku DARAS FIQH hal :249, di catatan poin 2. Jika hakim memutuskan (mengeluarkan hukum) bahwa esok adalah hari raya dan hukum ini berlaku untuk seluruh penjuru negeri, maka hukum ini secara syar’i berlaku untuk seluruh kota dalam satu negara (ajwibah al-istifta’at No.844). 

Bande Husein Kalisatti: poin 3. Dalam mengikuti pengumuman rukyat hilal melalui suatu pemerintahan, tidak disyaratkan keIslamannya pemerintah tersebut, melainkan tolok ukurnya adalah dalam kasus ini adalah dihasilkannya kemantapan dan keyakinan yang cukup terhadap rukyat di wilayah tempat tinggal mukalaf (ajwibah al istftaat no.849) 

Bande Husein Kalisatti: Daras fiqh hal.250. 1.6 . Hari ketika seorang ragu (apakah hari itu) merupakan hari terakhir bulan romadhon ataukah awal syawal, maka wajib dia untuk berpuasa. Tetapi bila pada pertengahan hari diketahui ternyata hari tersebut adalah awal bulan Syawal, maka dia harus melakukan ifthar (berbuka) meskipun telah mendekati magrib. (Ajwibah al istifta’at) 

Sinar Agama: Ali: Tadi minta marja’, lah .. dikasih marja’ malah tidak mau. Nah, kalau marja’nya seperti antum, maka sudah pasti kacau. 

Sinar Agama: MH: Memang itu yang kita katakan, yakni tidak boleh dipakai. Karena itu dikatakan di Iran hari ini hampir mustahil melihat hilal. 

Sinar Agama: La Ode: Kita bicara hukum kok dikatakan provokasi? Karena itu, sambil menunggu kabar orang yang melihat dengan mata, maka kita bicarakan hukumnya. Semua pembicaraan ini, adalah kapasitas peran muqallidiin/yang-taklid. Karena bukan membahas pemfatwaannya, tapi penerapan fatwanya. 

Sinar Agama: Qila: Hal itu tidak bisa dipakai. Kalau teleskopnya itu tidak bertentangan dengan peru’yatan mata, hingga bisa dikatakan ru’yat, maka hal itu boleh-boleh saja. Tapi kalau dengan mata tidak bisa dilihat karena kecilnya, lalu dengan teleskop bisa dilihat karena dibesarkan, maka tidak boleh. 

Bande Husein Kalisatti: Sinar Agama: Poin 3. Kalau kita ada keyakinan dan kemantapan mengikuti pengumuman pemerintah, yang ana pahami dari kalimat tersebut cukup menjadi pegangan. “apa ada penafsiran lain ustadz..? Afwan.. 

Zahra Herawati Kadarman: terima kasih infonya 

Minan Ali: Allahu Akbar ... besok puasa dan jalan-jalan .... 

Sinar Agama: Bande: Kemantapan yang dimaksud itu adalah kemantapan ala Syi’ah atau yang sesuai dengan Syi’ah. Tapi kemantapan pengumuman pemerintah tadi (menurut info), adalah karena bertemunya dua teori NU dan Muhammadiyah di mana NU pakai ru’yat dan Muhammadiyah pakai hisab. 

Lah, masalahnya sekarang adalah, pertemuan ru’yat dan hisab itu, bukan benar-benar ru’yat yang diharapkan Syi’ah, setidaknya tidak pasti sama dengan yang dimaksud Syi’ah. Karena NU memakai pedoman imkaanurru’yah di mana dulu 6 derajat, lalu setelah itu turun menjadi 4 derajat dan sekarang 2 derajat. Jadi, yang dimaksud terpadunya ru’yat dan hisab adalah karena menurut NU sudah bisa dilihat karena mereka menetapkan 2 derajat sementara sekarang mencapai 5 atau bahkan lebih derajat. Jadi, MENURUT PEMERINTAH SUDAH ITMI’NAAN (MEYAKINKAN) KARENA BERTEMUNYA RU’YAT (IMKANUURU’YAH) ITU DENGAN HISAB. 

Lagi pula, keithminaanan pemerintah itu tidak bisa dengan tanpa ukuran-ukuran sama dengan Syi’ah seperti memakai teleskop. Nah, ahli falak menyatakan bahwa Indonesia tidak bisa melihat hilal kecuali dengan teleskop. Karena itu, peru’yatan NU-pun masih perlu dilihat lagi, apalagi keithmi’naanan pemerintah yang mengambil hasil ru’yatnya. 

JADI, BISA DISIMPULKAN BAHWA KEITHMI’NAANAN PEMERINTAH TIDAK BISA MEMBUAT KITA ITHMI’NAAN. 

Sinar Agama: Karena itu, ithmi’naan yang dimaksud di fikih itu, adalah kita yakin bahwa yang melihatnya itu benar dan tidak menipu, yakni pemerintah dan, sudah tentu dengan mata dan bukan dengan pembesaran teleskop. Tapi kalau kita tahu dari awal sudah beda kriteria peru’yatan, maka hal itu tidak bisa dijadikan ithmi’naan/ keyakinan. 

Bande Husein Kalisatti: Dalam kitab daras fiqh ditulis metode-metode untuk menentukan awal bulan : 

1. Rukyat (melihat bulan) dari mukallaf itu sendiri 
2. Kesaksian dari dua orang adil 
3. Kemasyhuran yang menimbulkan keyakinan dan pengetahuan 
4. Berlalunya 30 hari 
5. Hukum dari Hakim. ( ajwibah al istiftaat no.848) 

Pertanyaannya adalah : apabila ada lembaga ruk’yat di mazhab AB Indonesia, dan mengumumkan bahwa 1 syawal telah tiba : “apakah lembaga tersebut harus mengumumkan juga orang yang menjadi saksi dalam perukyatan..? Sehingga memenuhi syarat metode ke .2 ( kesaksian dari dua orang adil)..afwan. 

Zahra Herawati Kadarman: Pak Bande kalau saya berpegang kepada 2 orang Ustadz Fiqih yang saya percaya dan dipercayakan oleh Marja’ - meskipun saya tidak melihat dengan mata telanjang, apakah diperkenankan?? Karena saya tidak punya kapasitas, jadi menanyakan sudah barang tentu ke yang berhak (menurut saya) di Jakarta ini adalah di ICC yang mengambil sumber dari mata mata yang melihat......... mohon infonya..........karena kalau tidak saya harus ke Bogor besok pagi...... 

Zahra Herawati Kadarman: Pak Bande kalau mau yang ikut Pemerintah adalah seperti yang pernah diutarakan oleh seorang Ustadz AB juga - ikut Ulil Amri, saya tidak tahu benar atau tidak karena yang saya tahu adalah “mata telanjang”, karena saya tidak punya kapasitas itu jadi saya bergantung pada yang saya percaya penuh yaitu yang diberi wewenang oleh Marja’ - ICC - Marja’ saya Seyyed Ali Khamenei meskipun di Iran sampai terakhir tadi belum bisa melihat bulan, namun kita berada di Indonesia bukan di Iran................. kembali ke sumbernya yaitu saksi saksi kuat yang memang melihat dengan mata telanjang, dan insya Allah besok 19 sudah masuk 1 Syawwal katanya, selamat malam. 

Bande Husein Kalisatti: ‎@ibu Zahra : di kitab fiqh : metodenya hanya 5 tersebut..kalau ibu mau safar ke Bogor saya safar ke Jakarta..(karena saya tinggal di Bogor..Mudah-mudahan kita ketemu di batas kota..dan setelah melewati batas tarakhus kita makan opor ayam bareng-bareng..he..he 

Zahra Herawati Kadarman: hehehehehehe 

Bande Husein Kalisatti: Ibu Zahro HK..txs infonya. 

Hidayatul Ilahi: Salam ustadz,,,tadi saya dapat info,,,Dewan Itsbat Div. Ru’yah Hilal Misbah al- Huda malang meru’yat dengan mata telanjang,,,afwan. 

Alia Yaman: Puji Tuhan... Lega banget jadinya. 

Jack Marshal: Tadi saya baca di runing text Metro tv, hilal terlihat di atas 6°. 

Sinar Agama: Bande: Semestinya seperti itu, yakni dua hal yang harus diumumkan: Pertama, melihat bulan. Ke dua, melihat dengan mata. 

Nah, setelah orang-orang yang melihat itu menyatakan peru’yatannya, maka nanti yang mendapat kabar dari mereka yang sudah bersusah payah itu, masih harus melihat keadilannya, atau hal ini bisa dikatrol kalau jumlah penyaksinya sangat banyak dan apalagi di berbagai titik hingga mungkin bisa masuk ke dalam metode penetapan yang lainnya yaitu yang syiyaa’/umum. 

Metro tv (sesuai info yang lihat siarannya petang tadi) menyiarkan bahwa Indonesia mustahil bisa melihat bulan dengan mata telanjang dan, hal ini juga yang dikatakan salah satu kantor astronomi Timteng: 



Di negara-negara seperti ....Malaysia, Indonesia, Singapore ...., dalam kondisi apapun, tidak bisa melihat bulan dengan mata telanjang ...... 

Sinar Agama: HI: Kalau memang ada yang meru’yat dengan mata, tolong infokan, karena penting buat kita semua. 

Mohamed Hatem Hore: Di Iran Pakai Teleskop. https://www.facebook.com/media/set/?set=a.10151199671842228.506260.45245172227&type=1 the attempt for seeing the new moon of Eyd/Moon sighting in Holy Qom & tehran Oleh: Ayatullah Sayyid Ali Khamenei(ra) 

Hidayatul Ilahi: http://www.facebook.com/yandasadra/posts/4383642706897

Muhsin Labib: Berdasarkan hasil sidang Dewan Itsbat Div. Ru’yah Hilal Misbah al-Huda ditetapkan, tanggal 1 Syawal 1433H jatuh pada hari Ahad, 19 Agustus 2012. 

Mohamed Hatem
http://ahlulbaitindonesia.org/index.php/berita/nasional/1169-dpp-abi-1-syawal-jatuh-pada- ahad-1982012-.html

DPP ABI: 1 Syawal Jatuh pada Ahad, 19/8/2012 

ahlulbaitindonesia.org 

Ahlulbait Indonesia - portal resmi syarat berita dengan semangat keadilan, kemanusiaan & persaudaraan. 

محمد باعقيل : 

Dan makan minumlah hingga terang bagimu benang putih dari benang hitam,.” (QS. Al Baqarah: (187 

Berdasarkan Nash Quran ini, selayaknya setiap muslim menyediakan benang putih dan hitam di rumah mereka dan mengamati benang itu setiap hendak buka puasa pada ramadan,, ini bukan berdasarkan marja’ atau ustadz cap Lebanon/ Iran/ Qum/ Riyadh/ kairo, tapi berdasarkan al Qur'an. 

محمد باعقيل :

di antara muslimin baik syiah atau sunnah saya kira ada kelompok yang memandang perbedaan sebagai sesuatu yang wajar dan saling menghormati, namun ada di antara mereka adalah MANIAK dengan perbedaan, memblow-up semua ikhtilaf dalam tubuh ummat Islam, menikmati pertentangan itu dan menunjuk ke dada mereka sebagai “KAMI YANG BENAR, DAN KALIAN TIDAK BERDASAR”. 

Mohamed Hatem: Mungkinkah ini syahwat marjaiyyah bib 

 محمد باعقيل : :))

محمد باعقيل : 

tidak, tidak ada hubungan dengan maraji’ ini adalah PENYAKIT KEJIWAAN para maniak perbedaan. 

Mohamed Hatem: Maksud ana, maniak pengen jadi marja’ :)) 

باعقيل محمد : saya kira walau ulama Syiah sendiri, yang sudah bergelar ayatullah pun memiliki jenis penyakit jiwa akut semacam ini, saya pernah mengupload mahluk sejenis ayatullah Mujtaba Shirazi yang menghina sayyed Khamenei dan sayyed Fadlullah. Ini penyakit akut milik para pem- beda. 

Mohamed Hatem: Mumpung belum jadi Ayatullah, mesti disadarkan bib... karena repot kalau udah jadi ayatullah... negeri ini bisa berdarah-darah ala Pakistan,,, 

باعقيل محمد : saya tidak pernah butuh dengan ayatullah, ayatullah hanya label dan label sudah terbukti tidak mewakili apapun kecuali gelar pendidikan. Ummat hanya butuh ulama ARIF dan BIJAK yang mampu mencermati KAPAN DIA HARUS BERBICARA, DI MANA DIA HARUS BERBICARA 

DAN DENGAN SIAPA DIA HARUS BERBICARA, terlebih di saat kondisi ummat dalam kondisi genting seperti saat ini. Hanya orang Sinting dari kalangan ulama yang berkutat dengan masalah bujur dan derajat bulan ditengah darah dan airmata ummat terkuras menghadapi berbagai serangan musuh. Disaat setiap ketikan dan gerakan mouse dibutuhkan untuk menghancurkan propaganda musuh di saat itu para MANIAK pembeda mengarahkannya ke hati dan pikiran kaum awam yang tidak tahu menahu tentang hukum dan menghukumi dalam syariat, membingungkan dan mengecoh ummat yang berusaha menyatukan barisan. Saya tidak pernah memberikan toleransi dengan para maniak pembeda jenis ini. 

Mohamed Hatem: aha satuju banget bib... 

Zarranggie Syubeir: Yang komentarpun hanya bisa begini begitu.. Kalau ayatullah saja tidak luput dari itu bagaimana dengan kita para pekomen yang sedikit ilmu ngaku banyak? Hemm. 

Sinar Agama: Mohammed: Antum tahu nggak, di Iran itu kalau meru’yat bukan hanya pakai teleskop, tapi pakai pesawat terbang juga. Karena semua itu adalah alat untuk memudahkan menangkap bulan yang sering nongol hanya sedikit/kecil dan hanya beberapa menit. Tapi bukan ukuran ru’yat. Jadi, semua itu dijadikan prasarana untuk cepat menemukan bulan di posisi mana sebelum kemudian meru’yatnya. Karena itulah imam Khumaini ra, tidak membolehkan pakai teleskop. Dan Rahbar hf, membolehkan kalau dalam pandangan umum bisa dikatakan meru’yat. Artinya, setidaknya dapat dipahami demikian, bahwa teleskopnya itu tidak menembus awan dan tidak membesarkan yang tidak terlihat mata karena kecilnya. 

Kalau kesaksian orang-orang Indonesia itu, karena tidak menyebutkan siapa-siapa yang meru’yat dengan mata, maka tetap saja tidak bisa dijadikan dalil atau hujjah syar’i. Emangnya marja’ kok mau dijadikan sandaran sementara antum sendiri memungkinkan pembahasan-pembahasan ini adalah syahwat marjaiyyah? 

Anjuranku, belajar fatwa-fatwa marja’ antum secara lebih telliti atau kalau belum belajar, maka dipelajari dengan baik, adalah jalan yang paling baik untuk antum dari pada salah hingga men- jadikan kesaksian yang tidak bisa dijadikan hujjah syar’ii menjadi hujjah syar’i dan yang bisa dijadi- kan, malah tidak dijadikannya. 

Lagi pula, kalau antum suka diskusi, maka sudah layak memperhatikan akhlak mu’aasyarah atau bergaul. Karena itu sudah merupakan keseyogyaan bagi para pengikut Islam dan, apalagi AB. Jadi, tidak mempermalukan ajaran sendiri dengan akhlak buruk kita sendiri, merupakan kewajiban bersama. Kalau antum punya masalah, apa masalahnya dan tulis dengan baik, lalu kita bahas. Tapi kalau tidak suka membahas dengan lapang dada dan dengan telinga dingin, maka duduk manis saja dan menonton saja diskusi-diskusi kita, dari pada berbuat dosa dan manajamkan lidah yang dipertontonkan kepada sejuta umat. 

Bulan Bintang Merah: Saya pikir Sinar Agama berlebihan. Biasa-biasa sajalah dalam hidup. Datang saja ke Malang, diskusikan dengan baik. Atau, jika mampu, bikin saja yang lebih canggih. 

Zarranggie Syubeir: BBM,,,@ agar kita tahu siapa sebenarnya berlebihan, Kalau memang ada yang perlu didiskusikan saya rasa gak perlu ke Malang, diskusikanlah disini dengan santun dengan penuh rasa persaudaraan agar kami juga bisa menyimak diskusi antum dengan ustadz Sinar Agama tentang hal tersebut.. Afwan wa syukran. 

Mohamed Hatem: Menurut pemahaman fikih saya yang masih cetek ini, dalam masalah fikih untuk menerjemahkan Marja’, tugas ulama yang memiliki perbedaan dengan ulama lainnya adalah mendiskusikannya dengan ulama lainnya secara santun dan besar hati atas apapun permasalahan di lapangan (tentang istihlal) dengan niat tulus qurbatan ila-Allah mencari titik persamaan dan keadilan... bukan dengan mengobral perbedaannya dan kemampuannya di bidang fikih di lahan terbuka FB yang pastinya akan menimbulkan polemik pada masyarakat awam dan ini akan rawan pengkotak-kotakan dan perpecahan di kalangan awam... saran saya agar lebih bijaklah dalam bertindak demi persatuan... dan penyimpulan awam saya, tuan Sinar Agama sejauh ini belum konsisten dengan pernyataannya tentang dua orang saksi adil... Salam dan Selamat beridul Fitri.. :) 

Sang Pencinta: Mas Hatem, persatuan itu bukan satu pendapat tapi berbeda pendapat tapi tetap bersatu jua. Ustadz Sinar ini mengumumkan hal ini bukan pamer-pamer ilmu, bukan pamer- pamer hauzah, tapi beramar ma’ruf, memberikan pemahaman yang benar pada awam, dan itu sebuah kewajiban yang amat besar, lalu kenapa antum mengklaim bahwa ustadz Sinar pemecah belah. Kan ajib banget antum ini? Mungkin antum bisa bertanya pada diri antum pernah ga dan berapa lama antum belajar di Hauzah dengan guru-guru besar Ayatullah? Di mana-mana kalau seseorang berdiskusi secara ilmiah, harus selevel ilmunya, supaya tidak main salah-salahan tanpa dalil ilmu, masak ada profesor diskusi ilmiah dengan anak SMA, impossible. Antum yang katanya sering menyerukan suara kebenaran (mengutuk Israel dan kawan-kawan) dengan hak kebebasan bersuara, lalu kenapa antum menyalahkan dan ingin menstop ustadz dalam memberikan pandangan dalam fiqih sesuai tuntunan marja? Kan logika antum yang tidak konsisten. Justru sadar atau tidak, antum yang mengobral perpecahan dengan melecehkan ustadz Sinar dengan statmen/pernyataan sedari awal.. Kalau antum tidak suka dengan ustadz Sinar, apa salahnya unfriend dengan ustadz, supaya tidak merepotkan diri antum sendiri. 

Sang Pencinta: @BBM: apakah dalam fiqih tercantum ‘biasa-biasa ajalah dalam hidup’, bukankah kita diperintahkan untuk mengetatkan diri dari satu titik dosa dan menurut antum memudah- mudahkan fiqih tanpa dasar dan petunjuk marja’ bagaimana? 

Sinar Agama: Kadang kalau kita sebagai Syi’ah atau orang-orang terjajah, mengatakan yang sebenarnya, lalu dikatakan sebagai pemecah belah, pasti tidak mau dan mengatakan bahwa mereka telah semena-mena. Tapi kalau kita sendiri yang dibedai orang-orang lain, karena sudah merasa yakin keAhlulbaitannya, maka ingin melakukan seperti mereka yang mengatakan bahwa yang beda dengan kita itu adalah pemecah belah. Kan lucu amat. Sepintas kan sudah sudah maju dengan keAhlulbaitannya, lah kok bisa mundur lagi?? 

Siapa saja yang berani memberi pernyataan umum, entah orang Jakarta, Malang, Surabaya, Sinar Agama.................dan seterusnya.....harus berani menanggung resikonya. Jangan mengharap hanya mau didukung dan kalau tidak didukung lalu mencap yang lain memecah persatuan. Kan jadi lucu, emangnya nabi Tuhan apa? Begitu pula dengan para pengikutnya. Emangnya yang diikuti itu nabi Tuhan apa hingga setiap yang berbeda menjadi obyek celaan dan kecamannya dan menyuruhnya untuk merujuk ke pusat ikutannya. Kan juga lucu. Kalau mengutarakan perbedaan fikih dan penerapannya saja tidak boleh, lalu apakah menyuruh ke kota ini dan itu, menyuruh mendatangi orang atau kelompok tertentu, adalah fikih yang harus diikuti???? Kan tidak ilmiah sama sekali. 

Dalam Syi’ah, orang yang tidak taklid kepada marja’ (ayatullah), semua amalannya adalah batal, terlebih yang ikut yang di bawah itu. Karena itu, orang yang mengatakan bahwa ia tidak membutuhkan mujtahid, sudah dapat diyakini di mana posisinya dalam pandangan Syi’ah. 

Kalau Tuhan, Nabi saww dan para imam makshumin as, mewajibkan kita ikut ulama/mujtahid yang adil (tidak melakukan dosa besar-kecil) di mana hal itu merupakan keprofesionalan dalam taat, karena ulama adalah lambang keilmiahan dan adil lambang kejujuran, terus kalau ada orang yang mengaku Syi’ah, tapi kasar dan tidak berakhlak pada ulama/marja’, dapat disimpulkan ia keluar dari keilmuan dan keilmiahan dan, sudah tentu keluar dari kejujuran. 

Karena kalau ilmiah, maka sudah pasti akan bisa membedakan mana ejekan dan mana bahasan, dan kalau jujur, maka ia tidak akan mengecam selain dirinya sendiri yang tulisannya penuh nafsu perpecahan sambil menuding orang lain yang anteng-anteng sebagai pemecah umat. Menuduh orang lain tidak bijak dan tidak tepat bicara, sementara dirinya bagai orang kesurupan. Semoga ia bisa membuktikan kebenarannya nanti di persidangan Makhsyar, karna kalau tidak...... Kita akan menunggu hari itu sama-sama, karena semua yang tersembunyi, akan terungkap di sana dan, sudah tentu setiap kalimat, kata dan bahkan huruf yang kita tulis, akan ditanyakan di sana. 

Kalau bisa kuanjurkan: Bertaubatlah dan sadarlah, bahwa kita-kita ini bukanlah para nabi-nabi utusan Tuhan. Karena itu, jangan menganggap yang diyakininya itu sudah kebenaran mutlak dan, jangan sesekali mengurangi rasa hormat dan cinta kepada sesama muslim yang berbeda pendapat dan keyakinan. Kalau bisa, jangan gampang menuduh orang, karena taubat dari dosa ini (kalau tuduhannya salah dan menjadi fitnah), tidak akan diterima Tuhan kecuali kalau meminta maaf pada yang difitnah dan iapun meridhainya. 


Wassalam.


اللَّهُمَّ صَلِّ عَلَى مُحَمَّدٍ وآلِ مُحَمَّدٍ وعَجِّلْ فَرَجَهُمْ