Selasa, 20 November 2018

Penaklukan Qisthantaniah



Seri tanya jawab Satria Bani Hasyim dengan Sinar Agama
by Sinar Agama (Notes) on Sunday, December 23, 2012 at 9:03 am



Satria Bani Hasyim mengirim ke Sinar Agama: 30 September, 

Salam. Ada beberapa pertanyaan ; 

1. Adakah di Al-Quran disebutkan langsung nama Imam Ali as sebegai penerus khalifah? Bila tidak ada, mengapa? Bila Rasul selalu disebutkan namanya, mengapa nama Imam Ali as sebagai wasinya, yang ana cari di Al-Quran tidak secara langsung di sebutkan namanya ? 

2. Ana ada pertanyaan dari saudara ana yang Sunni, pertanyaannya tentang hadits penaklukan Konstatinopel. Hadits itu dikatakan Rasul sewaktu perang Khandaq, tentang ramalan Konstatinopel ke depan. Mungkin hadistnya yang ini ; 

Latuftahannal konstantinniyyah falani’mal amiiru amiiruha wala ni’mal jaysu daalikal jays” 


“Sungguh Konstantinopel akan ditaklukkan, sebaik-baik pemimpin adalah pemimpin pasukan pada saat itu dan sebaik-baik pasukan adalah pasukan pada saat itu.” 

Afwan ustadz, ana juga belum meneliti di Sunni hadits itu apakah di Bukhari, Muslim, Abu Dawud, dll. 

Pertanyaannya; Apakah ada di Syi’ah hadits serupa tentang ramalan Rasul tentang Kontatinopel ke depan, yang diucapkan sewaktu perang Khandaq ? 

Sang Pencinta
http://arsipsinaragama.com/index.php?option=com_content&view=article&id=400:ghadir-khum&catid=42:arsip-faqs-imamah&Itemid=62&ml=1

Satria Bani Hasyim: Syukron sang pecinta, nanti ana pelajari. 

Satria Bani Hasyim: Ustadz yang no 2 belum dijawab. Afwan merepotkan, he2.. 

Sinar Agama: Sudah tentu hadits-hadits tentang Imam Mahdi as itu, banyak yang sama antara Syi’ah dan Sunni. Ini contoh hadits Syi’ahnya tentang penaklukan Qisthanthiniyyah (Istanbul-Turki) dan China: 



Tambahan

Ketika Tuhan mengatakan dalam Qur'an bahwa yang menguasai atau yang memimpin kita itu adalah Allah, Nabi saww orang mukmin yang melakukan shalat dan membayar zakat ketika ruku’ di mana tidak ada orang selain Imam Ali as, maka adakah kejelasan lebih jelas dari ini? Allah berfirman di QS: 5: 55: 



“Sesungguhnya pemimpin kalian hanya Allah dan RasulNya dan orang-orang yang beriman dan menegakkan shalat serta membayar zakat ketika sedang rukuk.” 

Satria Bani Hasyim: Syukron ustadz dan my brad...I love you all, he2... 

Khommar Rudin: Allahumma shalli alaa Muhammad wa aali Muhammad. 

Sinar Agama: Satu lagi: Disebutkannya dalam Qur'an, tidak berarti menyelesaikan masalah. Seperti shalat tiga waktu yang terdapat di beberapa ayat Qur'an, tetap saja tidak dipatuhi. Atau adanya berbagai ayat yang mewajibkan kita ikut pemimpin yang makshum, atau seperti yang bayar zakat dalam keadaan ruku, tapi tetap saja, imamah tidak dijadikan dasar keislamannya. 

Satria Bani Hasyim: Iya ustadz. Ana itu sejak SMP selalu bertanya-tanya, kok kenapa Rasul tidak berwasiat kepemimpinan? Kok kenapa di sejarah khalifah pertama musyawarah, tapi khalifah ke-2 diberi begitu saja? Aneh kan? Kok kenapa ada ayat mutasabhihat seperti alif lam mim, tidak ada artinya, malah dikatakan hanya Tuhanlah yang tahu. Ana fikir, bukankah kitab itu diturunkan dan dipahami untuk manusia? Kok dibalikkan lagi ke Tuhan, Tuhan kan gak perlu kitab? 

Seharusnya logika-logika sederhana ini menjadi pertanyaan besar, untuk mencari jawaban- jawaban. Kalau boleh jujur...ana mencium adanya kudeta kepemimpinan dan yakin ada orang yang memahami alif lam mim (pewaris kitab), sejak SMP itu Ustadz. Mau bertanya pada guru takut dimarahi. Ana tau nama Syi’ah dari kakek ana dan perang teluk. Beliau cerita bahwa ada mahzab penganut keluarga nabi, tapi beliau seorang suni. Dia tahu Imam Ali as, pembantaian cucu Rosul dan cerita-cerita Imam Mahdi as. Beliau pernah bilang bahwa kelak kebenaran akan ditemukan. Itulah sekelumit pertanyaan, jejak, dan misteri yang ana dapatkan jawabannya di Syiah. Eh jadi curhat, he2.. 

Sinar Agama: Satria: Semoga antum sekeluarga selalu ada dalam selimut kehangatan hidayahNya dan semoga antum sekelurga juga menjadi orang yang mensyukurinya. Semoga kita semua, termasuk teman-teman fb lainnya, juga seperti itu, amin. 

Wassalam.


اللَّهُمَّ صَلِّ عَلَى مُحَمَّدٍ وآلِ مُحَمَّدٍ وعَجِّلْ فَرَجَهُمْ

Minggu, 18 November 2018

Shahabat dan Perang Jamal






Seri tanya jawab Sufyan Hossein dengan Sinar Agama
by Sinar Agama (Notes) on Thursday, December 20, 2012 at 12:35 am



Sufyan Hossein: Rabu: 26-9-2012, 

Salaamun alaikum... Ya ustadz Sinar Agama dan Akhi Sang Pencinta... 

Kemarin saya sudah membaca link-link diskusi dan catatan ustadz Sinar mengenai sejarah dan kronologi, dimulai sejak wafatnya Baginda Rasul SAWW, Pengangkatan khalifah pertama (yakni Abu Bakar), proses penyerbuan dan pembakaran rumah sayyidah Fatimah az zahra (as) sampai syahidnya Az Zahra (as)... Salam atasmu Ya Zahra... 

Kemarin ketika saya membaca sejarah itu, hati saya seperti terhenyak dan tersayat melihat penderitaan Ahlul Bayt(as) sepeninggal Rasul SAWW... 

Jika benar yang terjadi seperti itu, maka kecelakaan besarlah bagi orang yang menyakiti Ahlul Bayt (as)... Sungguh, saya baru mendengar kisah tragis ini, karena saya ini seorang Sunni, dan guru- guru saya ketika saya tanyakan tentang hal ini, beliau menjawab : Para shahabat ra adalah alim dan adil, baik ketika Rasulullah SAWW masih hidup maupun ketika Beliau SAWW telah wafat, dan pengangkatan dan pembaiatan khalifah, dari Abu Bakar , Umar, Utsman adalah ijma’ (kesepakatan) seluruh shahabat , termasuk Imam Ali as dan Hz Fatimah as... Dan ketika saya tanya kepada guru saya tentang sebab terjadinya perang jamal, beliau menjawab: setelah terbunuhnya khalifah Utsman, Aisyah menuntut kepada Imam Ali as, bahwa pembunuh Utsman harus segera diadili, namun Imam Ali as, berpendapat bahwa harus menunggu situasi kondusif dulu, baru pembunuh Utsman tersebut diadili... Menurut literatur Sunni, Imam Ali as dalam posisi yang benar... 

Namun ketika Aisyah menyadari kesalahannya ia lalu bertaubat. Di antaranya sabda Rasulullah shalallahu ‘alaihi wasallam : Artinya : “Tidaklah terjadi kiamat itu sampai berperangnya dua kelompok besar dan dakwa (seruan) mereka satu.” (HR Bukhori dan Muslim).. 

Itulah salah satu tanda kecil kiamat kubro yang diprediksikan Rasulullah shalallahu ‘alaihi wasallam-, bahwa akan terjadi peperangan antara 2(dua) kelompok muslim. Dan itu terjadi pada perang Jamal dan perang Shiffin. - Terjadinya Perang Jamal. Ketika amirul mukminin Utsman bin Affan terbunuh, keesokan harinya, orang-orang mendatangi Ali bin Abi Tholib untuk membaiatnya menjadi khalifah, akan tetapi Ali menolaknya. Ali berkata : sampai berkumpulnya manusia. Kemudian berkumpullah orang-orang, di antaranya Thalhah dan Az-Zubair. mereka membaiat Ali sebagai khalifah. 

Diriwayatkan bahwa Thalhah dan Az-Zubair meminta izin dari Ali untuk pergi umrah. dan ketika itu juga istri-istri Rasulullah shalallahu ‘alaihi wasallam- baru menjalankan umrah dan kemudian tinggal di Mekkah karena terjadinya fitnah sampai terbunuhnya Utsman - rodhiallahu ‘anhu. kemudian Thalhah dan Az- Zubair menemui ‘Aisyah untuk dimintai pendapat mengenai hak atas darah Utsman. Maka ‘Aisyah setuju untuk menuntut hak pembalasan bagi para pembunuh Utsman. Kemudian datang Ya’la bin Umayyah dari Yaman ke Mekkah, dia adalah orang yang diangkat Utsman sebagai wakilnya di Yaman. dan mereka sepakat untuk pergi ke Basrah guna menuntut pembalasan atas para pembunuh Utsman. ‘Aisyah, Thalhah, Az- Zubair dan Ya’la dan 1000 pengendara kuda yang lain pergi ke Basrah. dan menyusul mereka 2000 orang lagi. ‘Aisyah menaiki onta yang diberi nama Askar yang ditelakkan di atasnya seperti rumah- rumahan. 

Suatu ketika mereka berhenti di salah satu sumber air milik Bani ‘Amir. kemudian ‘Aisyah mendengar lolongan suara anjing. ‘Aisyah bertanya kepada salah seorang dari mereka : telah sampai manakah kita? Maka dijawabnya : kita telah sampai “Jauab”. setelah mendengarnya ‘Aisyah berkata : lebih baik kita kembali. Orang- orang berkata : bagaimana anda kembali sedangkan menyetujui untuk pergi ke Basrah. Dan semua orang berharap agar anda dapat menyelesaikan masalah yang terjadi di antara kita. ‘Aisyah tetap bersikeras meminta semuanya untuk kembali. Ditanya kenapa ingin kembali? ‘Aisyah menjawab: Rasulullah shalallahu ‘alaihi wasallam- pernah menyampaikan kepada para istrinya bahwa salah satu dari kita akan pergi dan menjadi peserta dalam perang Jamal. Keluar dan sebagai tandanya adalah lolongan suara anjing di sumur “Jauab” yang akan terbunuh di kanan dan kirinya banyak orang. Diriwayatkan bahwa Ali telah pergi bersama 900 penunggang kuda lainnya. Ali ingin meminta pertanggungjawaban Thalhah dan Az-Zubair karena mereka telah membaiatnya akan tetapi sekarang malah pergi tanpa persetujuan darinya. 

Diriwayatkan sebelum dimulainya peperangan, Ali menemui Az-Zubair dan berkata: aku bersumpah kepada Allah, apakah kamu tidak ingat ketika Rasulullah shalallahu ‘alaihi wasallam- berkata kepadamu bahwa suatu ketika kamu akan memerangi Ali sedangkan kamu dalam posisi yang salah (dholim). Az-Zubair berkata : aku lupa sejak dikatakan seperti itu. Maka aku sekarang tidak akan memerangimu. Az- Zubair kemudian pergi dan tidak ikut dalam peperangan. Abu bakrah pernah ditanya : kenapa anda tidak ikut pergi ketika orang pada pergi? Beliau berkata : aku pernah mendengar Rasulullah shalallahu ‘alaihi wasallam- bersabda : “akan keluar sekelompok kaum yang akan binasa yang pemimpinnya adalah perempuan di neraka. 

“Hudzaifah bin Al-Yaman berkata : bagaimana kalian suatu ketika akan membiarkan orang-orang di antara kalian akan saling membunuh dalam dua kelompok? Orang- orang bertanya : wahai Abu Abdillah, apa saran anda jika kami ada ketika itu? Hudzaifah berkata : lihatlah kepada kelompok orang yang membela Ali, karena sesungguhnya mereka di atas kebenaran. 

Kesimpulan: Perang Jamal terjadi sebagai akibat dari perbedaan pendapat orang-orang pada masa itu tentang penuntutan balas atas terbunuhnya Utsman dan pendapat Ali yang lebih mendahulukan untuk menata kembali negara yang telah berpecah setelah terjadinya fitnah. Para Ulama sepakat bahwa Ali berada pada posisi yang benar. Akan tetapi telah banyak riwayat yang meriwayatkan bahwa Aisyah dan para sahabat lainnya yang menentang Ali telah bertaubat setelah itu. Dan para ulama melarang kita untuk menyalahkan salah satu dari mereka karena mereka adalah para sahabat Nabi –shalallahu ‘alaihi wasallam- dan mereka telah bertaubat. Dan karena sulitnya keadaan waktu itu, karena fitnah sedang menyebar di antara mereka. # Rujukan 

Fath Al-Bari fi Shohih Al-Bukhori, karya Ibnu Hajar Al-Asqolani. Al-Bidayah Wa An-Nihayah, karya Ibnu Katsir, 

Mohon Pencerahan ya ustadz, Jazakallah khairan 

— dengan Sinar Agama dan Sang Pencinta

Sufyan Hossein: Tentu saya tidak taqlid buta terhadap peristiwa di atas, saya ingin sekali dan berharap dapat penjelasan dari ustadz Sinar tentang kronologi perang Shiffin menurut pemahaman mazhab Ja’fari.. Supaya akal sehat saya dapat menimbang mana yang mendekati kebenaran.. 

Sang Pencinta: Sembari menunggu respon ustadz Sinar, izinkan saya komentar sedikit, secara logika sederhana jika ada dua pihak yang berperang, maka satu pihak berada di kebenaran, pihak lain salah, apala... 

{**}Ghadir Khum{/**} 

arsipsinaragama.com 

Sufyan Hossein: Salah seorang sahabat bercerita, “Suatu hari Rasulullah saw pergi bertamu. Di tengah jalan tampak Husain sedang bermain-main dengan anak sebayanya. Rasulullah menghampirinya karena ingin memangkunya, tapi Husain malah berlarian ke sana kemari. Rasulullah saw tertawa- tawa dan akhirnya berhasil menangkap Husain as. Kemudian Rasulullah mencium bibir Husain sambil mengatakan, ‘Husain bagian dariku dan aku bagian dari Husain. Sesiapa yang mencintai Allah pasti mencintai Husain as “’. 

Jabir mengatakan, “Aku melihat Hasan dan Husain sedang duduk di atas punggung Rasulullah saw. Rasulullah kemudian berjalan-jalan di atas tangan dan lututnya sambil mengatakan, ‘Unta kamu adalah unta terbaik dan barang yang dibawanya adalah barang yang ”terbaik”. Rasulullah saw adalah penyayang anak-anak bahkan ketika melakukan shalat pun beliau tidak mau mengecewakan anak-anak kecil. Salah seorang sahabatnya bercerita, “Kami sedang bersama-sama Rasulullah saw melaksanakan shalat, tiba- tiba Husain masuk. Ketika Rasulullah sujud, Husain menunggangi punggung Rasulullah. Rasulullah kemudian dengan hati-hati mendudukkan Husain di sampingnya. Setelah selesai shalat, kami bertanya kepada Rasulullah, Rasul menjawab bahwa Husain as adalah wewangianku.” 

Anas bin Maalik bertanya kepada Nabi saww: “Ahlulbait yang mana yang paling kamu cintai?” Nabi saww menjawab: “Hasan dan Husain.” (lihat riwayat-riwayat seperti ini atau semakna di: Shahih Turmudzii, jld. 2, hal 306; Faidhu al-Qadiir, jld. 1, hal. 138; Thabari dalam Dzakhaaitu al-’Uqbaan ya, hal 122; Kunuuzu al-Haqqaiq , hal. 5; Majma’ Haitsamii, jld 9, hal 175) 

Sufyan Hossein: Allahumma shalli alaa Muhammad wa aali Muhammad. 

Sinar Agama: Salam dan terima kasih pertanyaannya. Dengan membaca pertanyaan di atas secara cepat dan global, maka sekedar untuk menambahi yang sudah-sudah: 

a- Sudah sering saya katakan bahwa ‘Aisyah itu salah satu pembenci Utsman dan sampai-sampai menyuruh orang-orang untuk membunuhnya. Misalnya riwayat-riwayat sebagai berikut: 

فلقد قالت عائشة: اقتلوا نعثال فقد كفر 

Berkata ‘Aisyah: “Bunuhlah Na’tsal (si Bodoh, maksudnya Utsman) karena ia telah kafir!” 

Lihat di: al-Futuuh, karya Ibnu A’tsam, 1/64; al-Mustarsyid, karya Ibnu Jariir Thabari, 165 (di sini malah ada sumpah ‘Aisyah bahwa ia bersaksi bahwa Utsman itu adalah bangkai di shiraathalmustaqiim); Taariikh Ibnu Atsiir, 2/206; al-Siiratu al-Halabiyyatu, 3/286; Tafsiir Aluusii, 16/108; Taariikh Thabari, 3/477; al-Kaamil fi al-Taariikh, 2/28, 3/100; 

Coba perhatikan kata-kata ‘Aisyah di tafsiir Aluusi ini (16/108): 


Ia -’Aisyah- adalah orang yang merangsang umat untuk membunuh Utsman dan berkata: 

“Bunuhlah si bodoh itu, karena ia telah berbuat fajir seperti orang-orang Yahudi dan dijuluki si bodoh.” 

Hingga ketika ia -Utsman- terbunuh dan umat membaiat Ali, ia -’Aisyah- berkata: 

“Aku tidak perduli apakah langit akan jatuh ke bumi, demi Allah, ia -Utsman- telah dibunuh secara teraniaya dan aku adalah orang yang menuntut darahnya.” 

Karena itulah, salah satu shahabat yang lain yang bernama Ibnu Ummu Kilaab mendebat ‘Aisyah. Perhatikan nukilan sejarah Sunni (yang di atas itu juga semuanya riwayat Sunni) Tariikh Thabari, 3/477 dan al-Kaamil Fii al-Taariikh, 2/28 dan 3/100 ini: 

.....kemudian ia -’Aisyah- menuju Makkah dan berkata: 

“Demi Allah, Utsman telah dibunuh secara aniaya, demi Allah aku menuntut darahnya.” Berkata kepadanya Ibnu Ummu Kilaab: 

“Demi Allah, mengapa demikian? Bukankah kamu yang pertama kali berpaling darinya -Utsman- dan kamu berkata: ‘Bunuhlah si bodoh karena ia sudah kafir?” 

Ia -’Aisyah- menjawab: 

“Sesungguhnya orang-orang itu memintanya bertaubat kemudian membunuhnya. Aku memang pernah berkata seperti itu dan orang-orang juga berkata seperti itu. Akan tetapi kata-kataku yang akhir ini, lebih bagus dari kata-kataku yang pertama.” 

Kemudian Ibnu Ummu Kilaab berkata padanya: 

“Dari kamu permulaannya dan dari kamu juga perubahannya ....”. 

b- Kalau diperhatikan, maka permusuhan ‘Aisyah dengan Utsman itu hakiki hingga karena itu ia menyuruh orang-orang untuk membunuhnya. Dan perlu diketahui, bahwa banyak sekali shahabat yang tidak mau kepemimpinan Utsman dan bahkan tidak mau shalat di belakangnya (lihat semua sejarah Sunni). 

Akan tetapi, karena umat berbondong-bondong membaiat Imam Ali as setelah terbunuhnya Utsman, di mana beliau as ini musuh paling utamanya ‘Aisyah, sebagaimana tertuang di hadits-hadits dan sejarah-sejarah Sunni, maka ‘Aisyah berubah haluan dari membenci Utsman menjadi membelanya. 

c- Ketika Imam Ali as menjadi khalifah, sudah seharusnya ditaati oleh semua orang. Kalau di jaman Abu Bakar, orang yang tidak bayar zakat ke pusat pemerintahan Abu Bakar dan membaginya sendiri saja, sudah dianggap kafir dan diperangi serta sebagian mereka dibakar hidup-hidup oleh jenderalnya Abu Bakar, yaitu Khalid bin Walid, maka bagaimana dan apa hukumnya bagi orang yang tidak ikut kebijakan Imam Ali as dan bahkan memeranginya dengan pedang dan pasukan? 

d- Tidak terima kepada keputusan khalifah yang syah, di samping sudah merupakan pelanggaran, kalaulah dianggap kebenaran juga, bukan berarti tuntutannya adalah melawan dengan pedang dan perang, hingga paling sedikitnya korban yang jatuh di perang jamal itu, sesuai dengan tariikh Sunni, sebanyak 13.000 shahabat dan taabi’iin. 

e- Sejarah hitam ini, merupakan kenyataan yang tidak bisa disangkal. Sementara taubat masing- masing orangnya, merupakan hal yang masih diperselisihkan. Terlebih lagi, taubat dari darah (membunuh), adalah qishash (dibunuh), bukan istighfaar. 

f- Ketika para shahabat itu saling berperang dan berbunuh-bunuhan dalam peperangan, bukan dalam perkelahian, di mana jelas ribuan orang melawan ribuan orang dan terjadi beberapa kali, maka yang paling sedikit bisa ditarik pelajaran darinya adalah bahwa mereka tidak bisa lolos sensor hadits. Karena sekali bohong saja haditsnya sudah dianggap dha’if, apalagi membunuh. Mengkritisi shahabat saja sudah dibilang kafir, apalagi membunuh dan bahkan membakar hidup-hidup shahabat. 

Maksud saya, adalah kita tidak bisa memukul rata bahwa semua riwayat yang ada dari mereka itu dikatakan shahih hanya dengan alasan bahwa mereka itu shahabat Nabi saww. 


g- Perkataan bahwa hal itu sudah diprediksi Nabi saww dan sebagai tanda-tanda hari kiamat, bukan berarti peperangan itu direstui Nabi saww dan sama-sama benar. Dengan demikian, maka kritikan dan kejelian terhadap masalah-masalah di atas, sangat diperlukan, karena kita harus memilih hadits mana yang mau kita ikuti dan hadits mana yang tidak boleh kita ikuti. Yakni hadits dari kelompok mana yang harus diikuti dan yang mana harus ditolak atau, setidaknya tidak dikomentari tapi tidak diikuti. Apakah kita akan mengikuti riwayat-riwayat yang diperangi atau yang memerangi, yang membunuh atau yang dibunuh...dan seterusnya. 

Intinya, kita tidak boleh mengorbankan akhirat kita hanya dengan semboyan-semboyan belaka walau, sudah tentu kita harus saling menghormati dalam arti tidak mencemooh dan tidak menindas orang-orang yang berpendapat lain. 

h- Taubat para penyerbu kepada Imam Ali as, kalaulah benar, hanya dijadikan sebagai pengesah keshalihan mereka oleh para pengikut mereka. Tapi tidak dijadikan ibrat dan penerapan secara konsekuensi kepada kehidupan beragama kita. Buktinya, tetap saja ketika berbicara tentang perang Jamal (misalnya), mereka-mereka ini tetap mengangkat dalil-dalil para penyerbu itu. Sementara ketika mereka-mereka ini mengatakan bertaubat, kan mestinya bertaubat dari semua jalan berfikir sampai kepada penyerbuan itu. Tapi anehnya, taubat itu hanya dijadikan supaya para shahabat itu tetap dihormati, tapi di lain pihak, ucapan dan dalil-dalil mereka untuk berontak itu, tetap dipakai sampai sekarang ini.

i- Semua shahabat alim dan semacamnya, sangat-sangat tidak relevan sama sekali. Kok bisa sama-sama alim saling berperang dan berbunuh-bunuhan dan, itupun sering kali dan dalam peperangan antara ribuan shahabat dengan ribuan yang lainnya (baca: bukan perkelahian biasa dan personal). Lah, kalau alim sama alim seperti ini, maka sebaiknya kita jangan menjadi orang alim, supaya tidak saling bunuh.

j- Kronologis setiap peperangan, hampir sama, baik yang diriwayatkan Sunni atau Syi’ah. Yang beda itu adalah cara menatap sejarah tersebut. Kalau di Syi’ah ditatap sebagai suatu kejadian yang harus diambil ibrat/pelajaran terutama dalam penyaringan hadits shahih dan tidak. Tapi di Sunni, biasanya dijadikan peristiwa masa lalu yang tidak boleh dibahas lagi karena mereka sama-sama adil, sama-sama alim dan sama-sama masuk surga. Walhasil.... 

Wassalam.


اللَّهُمَّ صَلِّ عَلَى مُحَمَّدٍ وآلِ مُحَمَّدٍ وعَجِّلْ فَرَجَهُمْ

Kilah Syar’i dan Tidak Syar’i



Seri tanya jawab Orlando Banderas dengan Sinar Agama
by Sinar Agama (Notes) on Wednesday, December 19, 2012 at 11:37 pm



Orlando Banderas mengirim ke Sinar Agama: 20 September,

Ustadz mau tanya. Apa hikmah dari “kilah syar’iyah” (saya lupa istilah arabnya)?

Contoh seseorang yang bayar kaffarat yang cukup besar jumlahnya contoh 8 juta, secara fikihnya harus diserahkan ke fakir miskin Syiah. Kemudian orang itu mencari seorang fakir miskin Syiah untuk menerima uang kaffarat itu tapi dengan perjanjian bahwa kalau seorang fakir itu diberi uang maka dia harus mengembalikan 7,5 juta dan sisanya (500 ribu) jadi milik si fakir. Dan bila si fakir itu tidak mau, maka bisa mencari fakir Syiah lain yang mau diberi uang dengan perjanjian itu dan hal ini dibolehkan secara syar’i.

Contoh ke-dua dulu pernah Imam Khomeini melarang tukar mata uang dollar dengan thuman (mata uang Iran). Kilah syar’inya seorang yang punya dollar bisa dengan membeli barang senilai yang dia mau dengan dollar tersebut. Kemudian barang itu di jual di Iran sehingga dapat uang thuman. Jadi secara tidak langsung menukar dollar dengan thuman cuma di perantarai barang.

Pertanyaannya 

1) Bukankah tujuan dari fikih itu dengan adanya kilah syar’i jadi mandul? 

Orlando Banderas: Pada contoh ke-satu, kaffarat itu khan untuk mensejahterakan si fakir miskin syiah sehingga uang itu tidak berputar hanya dikalangan si kaya saja, dengan adanya kilah syar’i tujuan itu tidak tercapai. Contoh ke-dua, tujuannya adalah untuk melemahkan nilai dollar di Iran, bukankah dengan kilah syar’i tujuan itu tidak tercapai? Bukankah fatwa hukum itu jadi mandul dengan kilah syar’i tersebut? Bukankah jadi sia-sia fikih itu? 

2) Apakah ada pengecualian dimana seseorang tidak boleh pakai kilah syar’i? Seperti halnya seorang jutawan yang tidak boleh dalam kasus kaffarat tersebut karena uang 8 juta itu tiada artinya bagi si jutawan tersebut. Kedua contoh di atas adalah kilah syar’i dari puluhan kasus kilah syar’i yang diperbolehkan dalam fikih syiah. Dan bagi saya sebenarnya ini memudahkan bagi para muqolid. Mohon penjelasannya. Terima kasih jawabannya Ustadz. Salam. 

Sinar Agama: Salam dan terimakasih pertanyaannya: 

1- Saya mengira (tidak pasti), bahwa kilah yang pertama itu tidak syar’i alias tidak boleh. Kecuali kalau uang yang akan dikembalikan itu untuk kepentingan Islam seperti yayasan dan semacamnya. 

2- Kilah ke dua itu boleh dan memang syar’i. Dan naiknya dollar di pasar bebas itu bukan karena mau melemahkan hukum Islam, tapi karena sedikitnya uang dollar yang ada lantaran boikot ekonomi. Memang, kalau ada orang-orang yang dengan uangnya yang banyak, mempermainkan harga dollar bebas demi untuk merusak negara Islam, maka hal itu adalah pekerjaan haram.

Kilah syar’i itu adalah kilah yang memang ada dalam Islam untuk memudahkan yang terpojok dan merasa sangat berat menghadapi masalahnya. Karena itu, kilah syar’i itu adalah fatwa dan hukum fikih juga.

Kalau ada kemudahan dari agama, mengapa mau yang sulit?

Tapi tidak sembarang kilah yang dibolehkan. Karena itu, harus tahu hukum dulu hingga tidak sembarang membuat kilah.

Wassalam.


اللَّهُمَّ صَلِّ عَلَى مُحَمَّدٍ وآلِ مُحَمَّدٍ وعَجِّلْ فَرَجَهُمْ

Allah itu di Langit?



Seri status Sinar Agama
by Sinar Agama (Notes) on Wednesday, December 19, 2012 at 11:15 pm

Sinar Agama: 17 September, 

Bismillaah: Yang menatap Allah di atas langit, maka takwa padaNya untuk mengejarNya ke ketinggian dan kemuliaan. Karena itu, semakin ia merasa lebih baik, maka semakin merasa lebih tinggi dari yang lainnya. Di sini mereka akan teruji tentang kesombongan, yakni apakah akan menyepelekan orang lain yang diyakini berada di bawahnya atau tidak. 

Tapi yang menatap Allah sebagai Wujud/Zat Tak Terbatas, maka takwa padaNya untuk mengkikis kemerasaberadaan dan kemuliaan dirinya sendiri. Karena itu, semakin ia menyembahNya, sema- kin tidak melihat diri dan kebaikannya serta melihat dirinya yang tersisa, lebih buruk dari yang lainnya. Di sini, dia tidak akan pernah terganggu dengan kesombongan. Karena dia semakin meniada, lalu apa yang akan dijadikan kesombongan? 

Dialectics Syari’ati, Rahim Ibrahim, Syuber Ali dan 89 lainnya menyukai ini. 

Adzar Alistany Kadzimi: Sawak Ustadz Sinar Agama. 

Cholif Farida Ida: Nyimak. 

Lembayung Senja: Allahumma shalli’ala Muhammad wa aali Muhammad wa aajil farajahum... 

Hidayat Fajarاللَّهُمَّ صَلِّ عَلَى مَُمَّدٍ وآلِ مَُمَّدٍ 

Asrullah Sitory: Sinar@ betul betul betul. 

Khommar Rudinاللَّهُمَّ صَلِّ عَلَى مَُمَّدٍ وآلِ مَُمَّدٍ 

Rizky Sattya Ramadhanاللَّهُمَّ صَلِّ عَلَى مَُمَّدٍ وآلِ مَُمَّدٍ 

I’am Lanzاللَّهُمَّے صَلِّے عَلَى مُحَمَّدٍ وآلِے مُحَمَّدٍ وعَجِّلْے فَرَجَهُمْ

Ummi Jawad: Allahumma shalli ala Muhammad wa aalli Muhammad..syukron ustadz. 

Eman Sulaeman: Allahumma Sholli ‘Ala Muhammad Wa Ali Muhammad. 

Daris Asgar 

اللَّهُمَّے صَلِّے عَلَى مُحَمَّدٍ وآلِے مُحَمَّدٍ وعَجِّلْے فَرَجَهُمْ

Irawati Vera

اللَّهُمَّے صَلِّے عَلَى مُحَمَّدٍ وآلِے مُحَمَّدٍ وعَجِّلْے فَرَجَهُمْ

Fadly Ilyas: Dg Liwang Mohon ijin share ustadz... Semoga Allah selalu melimpahkan cahaya ilmu buat ustadz, ilahi aamiin. 

Wassalam.


اللَّهُمَّ صَلِّ عَلَى مُحَمَّدٍ وآلِ مُحَمَّدٍ وعَجِّلْ فَرَجَهُمْ

Konsekuensi Mengabdi Tuhan Yang Tidak Terbatas



Seri status Sinar Agama
by Sinar Agama (Notes) on Wednesday, December 19, 2012 at 10:58 pm


Sinar Agama: 15 September, Bismillaah: 

Kita semua mengakui dengan seyakin-yakinnya bahwa Allah itu tidak terbatas dalam segala- galanya di mana menjadikanNya -dalam keyakinan kita- sebagai Satu Wujud Yang Tidak Terbatas. 

Akan tetapi, beranikah kita menyembahNya sebagai Yang Tidak Terbatas?????!!!! 

Akan tetapi, beranikah kita mencari ilmu, fadhilah dan keutamaan-keutamaan di hadapan Yang Tidak Terbatas????!!!! 

Akan tetapi, beranikah kita melakukan semua kebaikan, baik kebaikan pribadi atau sosial-politik atau budaya, di hadapanNya Yang Tidak Terbatas????!!!!!! 

Atau kita selalu berebut ilmu, kebaikan, bantuan, fadhilah, keutamaan ...dan seterusnya denganNya Yang Tidak Terbatas itu hingga sebenarnya telah menjadikanNya dalam hati/akal kita sebagai Yang Terbatas?????????!!!!!!!! 

Cahaya Hati, Indah Kurniawati, Yosep Kurnia Pratama dan 84 lainnya menyukai ini. 

Hikmat Al Isyraq: Syukron katsir sudah diingatkan. 

Denny Siregar: Keterbatasan hati dan akal dalam memandang hubungan dengan manusia lain sebenarnya adalah bagian dari keterbatasan memandang Tuhan. 

Ridho Fakhru Ridho: Mohon dijelaskan, ustadz saya tidak paham. 

Firman Asyhari Bin Masyhudi: Bahkan dengan menyebut NamaNya maka juga telah membatasi hakikatnya, memang secara syariat begitu adanya, tetapi tanpa syariat bagaimana bisa mengenal- Nya, jadi syariat adalah sarana menuju hakikat yang tak terbatas.

Sinar Agama: Salam dan terima kasih atas jempol dan komentar-komentarnya. 

Sinar Agama: Ridha, saya sudah sering menjelaskan di catatan-catatan, karena itu, kalau ada waktu kunjungilah dan pilihlah yang sesuai dengan topik di atas.

Ringkasnya, kalau Tuhan itu diyakini tidak terbatas, maka jelas tidak akan ada wujud lain sekalipun terbatas. Jadi, semua makhluk ini hanya esensi saja dan, karena itu penyembahan kita (esensi) bisa diniatkan sebagai menumpuk kebaikan dan pahala di mana hal ini boleh-boleh saja dan juga akan selamat di akhirat kelak, tapi bisa diniatkan sebagai peniada dari perasaan ada. Karena kita sebagai esensi, jelas bukan eksistensi. Tapi kemerasaeksistensian ini selalu meliputi diri kita sendiri karena keterhijaban kita. Karena itu, ketaatan itu, akan diperuntukkan untuk meniadakan perasaan ada tersebut. Jadi, semakin taat padaNya akan semakin merasakan ketiadaan dirinya dan kehanyaesensian dirinya. Beda kalau golongan pertama itu maka semakin taat ia akan merasa semakin sempurna dalam wujudnya dan merasa akan semakin tinggi. 

Ridho Fakhru Ridho: Syukran, ustadz. Wassalam.


اللَّهُمَّ صَلِّ عَلَى مُحَمَّدٍ وآلِ مُحَمَّدٍ وعَجِّلْ فَرَجَهُمْ

Sabtu, 17 November 2018

Ada Apa Dengan Shahabat



Seri tanya jawab Orlando Banderas dengan Sinar Agama
by Sinar Agama (Notes) on Thursday, December 13, 2012 at 11:18 pm

Orlando Banderas mengirim ke Sinar Agama: Minggu 9-9-2012, 

Salam. Ustadz mau tanya. Apa yang melatarbelakangi peperangan yang terjadi dalam sejarah perkembangan Islam ? Apakah semua peperangan itu karena diperangi oleh pihak kafirin (jadi sifatnya defensif) atau karena tidak mau bayar zakat bagi yang tidak memerangi? Sebegitu pentingkah membayar zakat sehingga harus memerangi bagi yang tidak membayar zakat? Atau ada alasan lain ? Kenapa Islam dianggap oleh orang kafir sampai sekarang sebagai agama yang haus darah ? Tolong penjelasannya. Terima kasih. Salam. 

Sattya Rizky Ramadhan: salam ijin nyimak.. 

Sinar Agama: Salam dan terima kasih pertanyaannya: 

  1. Islam itu tidak membolehkan perang kecuali defensif atau bertujuan mengangkat penghalang yang menghalangi dakwah Islam. 
  2. Peperangan Nabi saww seluruhnya defensif dalam arti kedua makna di atas. 
  3. Peperangan antar shahabat itu banyak sekali dan korbannya dalam satu peperangan saja, seperti Perang Jamal (pemberontakan ‘Aisyah terhadap Imam Ali as) di mana paling sedikitnya yang ditulis sejarah Sunni (Muruuju al-Dzahab), sebanyak 13.000 orang shahabat dan tabi’iin. 
  4. Peperangan antar shahabat itu jelas tidak bisa disyahkan semuanya atau semua kelompoknya yang berseteru. Karena Islam, sekali lagi, tidak membolehkan membunuh siapapun manusia kalau bukan karena menangkal serbuan atau qishash (hukum bunuh untuk pembunuh). Jadi, keshahabatan shahabat, tidak bisa dijadikan penghalang bagi keberdosaan pembunuhan tersebut, terlebih dalam puluhan ribu jumlah. 
  5. Peperangan antara Abu Bakar dan Shahabat-shahabat suku Bani Tamim, dimana mereka adalah satu suku dan berjumlah satu kaum, adalah bukan masalah zakat. Tapi masalah penyerahan langsung zakat pada yang berhak dan tidak disetor ke pemerintahan Abu Bakar yang mendakwa diri sebagai khalifah Nabi saww. Di penyerbuan tersebut, yaitu dengan mengutus Khalid bin Walid sebagai panglimanya, Khalid ini telah berani membakar beberapa shahabat Nabi saww hidup-hidup di depan umum (lihat sejarah Sunni, Muruuju al-Dzahab) untuk membuktikan kekuasaan Abu Bakar. 
  6. Sudah sering saya nukilkan hadits Nabi saww di Bukhari bahwa Nabi saww tidak khawatir shahabatnya menjadi kafir lagi, akan tetapi sangat khawatir mereka mengejar dan bersaing tentang dunia dan mengorbankan akhirat. 

Misalnya Nabi saww pernah memberikan segolongan dari bagian-bagian baitul maal, tapi anshar memprotes keras di belakang Nabi saww. Lalu Nabi saww menjelaskan kepada mereka dan sekaligus mengabarkan bahwa para shahabat itu akan menjumpai hal sangat besar setelah kemangkatan beliau saww dan menganjurkan sabar hingga tidak memilih dunia dan memilih Nabi saww (baca: Islam). Tapi kata sang perawinya, yakni Anas: “Akan tetapi kami tidak sabar” (Lihat shahih Bukhar, hadits ke: 3147, 3146, 377, 3793, 4331, 4333, 4334, 4337, 5860, 6762 dan 7441). 

Di antara pertanyaannya adalah: 

a- Apa hal besar itu? 

b- Hal besar itu jelas dapat menyimpangkan shahabat dari Islam hingga karena itu Nabi saww menganjurkan untuk tidak memilihnya dan hanya memilih Islam, dengan sabdanya: “Sabarlah hingga kalian bertemu Allah dan NabiNya saww.” 

c- Dan Anas, sebagai perawi yang memahami maksud hadits, menyaksikan bahwa pa- ra shahabat, tidak sabar. Artinya telah melanggar Nabi saww dan memilih fitnah/ penyimpangan. 

d- ....dan lain-lain. 

7. Kesimpulannya, belasan atau puluhan ribu shahabat dan tabi’iin mati dalam berbagai peperangan di mana hal ini, jelas tidak bisa dikatakan benar dan Islami. Karena itu, maka kita harus memilih dari mana kita mendapatkan riwayat-riwayat Islam yang kita jadikan agama ini. 


8. Ahlulbait as yang makshum, yang dimakshumkan di Qur'an dan hadits-hadits Nabi saww, merupakan jalan satu-satunya yang harus dipegangi periwayatannya dalam meriwayatkan dan bahkan memaknai Islam kepada umat sejagat ini. 

Wassalam.


اللَّهُمَّ صَلِّ عَلَى مُحَمَّدٍ وآلِ مُحَمَّدٍ وعَجِّلْ فَرَجَهُمْ

Poin-Poin Serangan Terhadap Syi’ah dan Jawabannya



Seri tanya Muhammad Dudi Hari Saputra dengan Sinar Agama
by Sinar Agama (Notes) on Thursday, December 13, 2012 at 11:15 pm


Muhammad Dudi Hari Saputra mengirim ke Sinar Agama: Sabtu 

Pokok-Pokok Penyimpangan Syi’ah pada Periode Pertama

  • Keyakinan bahwa Imam sesudah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam adalah Ali bin Abi Thalib, sesuai dengan sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam. Karena itu para Khalifah dituduh merampok kepemimpinan dari tangan Ali bin Abi Thalib radhiyallahu ‘anhu.
  • Keyakinan bahwa Imam mereka makshum (terjaga dari salah dan dosa). 
  • Keyakinan bahwa Ali bin Abi Thalib dan para Imam yang telah wafat akan hidup kembali sebelum hari Kiamat untuk membalas dendam kepada lawan-lawannya, yaitu Abu Bakar, Umar, Utsman, Aisyah dan lain-lain. 
  • Keyakinan bahwa Ali bin Abi Thalib dan para Imam mengetahui rahasia ghaib, baik yang lalu maupun yang akan datang. Ini berarti sama dengan menuhankan Ali dan Imam. 
  • Keyakinan tentang ketuhanan Ali bin Abi Thalib yang dideklarasikan oleh para pengikut Abdullah bin Saba’ dan akhirnya mereka dihukum bakar oleh Ali bin Abi Thalib radhiyallahu ‘anhu karena keyakinan tersebut. 
  • Keyakinan mengutamakan Ali bin Abi Thalib atas Abu Bakar dan Umar bin Khattab. Padahal Ali sendiri mengambil tindakan hukum cambuk 80 kali terhadap orang yang meyakini kebohongan tersebut. 
  • Keyakinan mencaci maki para Sahabat atau sebagian Sahabat seperti Utsman bin Affan radhiyallahu ‘anhu.(lihat Dirasat fil Ahwaa’ wal Firaq wal Bida’ wa Mauqifus Salaf minhaa, Dr. Nashir bin Abdul Karim Al-Aql hal. 237). 
  • Pada abad ke-2 Hijriyah, perkembangan keyakinan Syi’ah semakin menjadi-jadi sebagai aliran yang mempunyai berbagai perangkat keyakinan baku dan terus berkembang sampai berdirinya dinasti Fathimiyyah di Mesir dan dinasti Sofawiyah di Iran. Terakhir aliran tersebut terangkat kembali dengan revolusi Khomeini dan dijadikan sebagai aliran resmi negara Iran sejak 1979. 
Pokok-Pokok Penyimpangan Syi’ah Secara Umum

1. Pada Rukun Iman : 

Syi’ah hanya memiliki 5 rukun iman, tanpa menyebut keimanan kepada para Malaikat, Kitab Allah, 

Rasul dan Qadha dan Qadar, yaitu : 
  1. Tauhid (keesaan Allah), 
  2. Al-’Adl (keadilan Allah), 
  3. Nubuwwah (kenabian), 
  4. Imamah (kepemimpinan Imam), 
  5. Ma’ad (hari kebangkitan dan pembalasan). 
(Lihat ‘Aqa’idul Imamiyah oleh Muhammad Ridha Mudhoffar dll). 

2. Pada Rukum Islam : 
Syi’ah tidak mencantumkan Syahadatain dalam rukun Islam, yaitu : 
  1. Shalat, 
  2. Zakat,
  3. Puasa,
  4. Haji,
  5. Wilayah (perwalian) 
(lihat Al-Kafie juz II hal 18) 

3. Syi’ah meyakini bahwa Al-Qur’an sekarang ini telah dirubah, ditambahi atau dikurangi dari yang seharusnya, seperti : 



“wa inkuntum fii roibim mimma nazzalna ‘ala ‘abdina FII ‘ALIYYIN fa`tu bi shuratim mim mits lih ” (Al-Kafie, Kitabul Hujjah: I/417) 

Ada tambahan “fii ‘Aliyyin” dari teks asli Al-Qur’an yang berbunyi : 



“wa inkuntum fii roibim mimma nazzalna ‘ala ‘abdina fa`tu bi shuratim mim mits lih” (Al-Baqarah:23) 

Karena itu mereka meyakini bahwa : Abu Abdillah a.s (Imam Syi’ah) berkata: “Al-Qur’an yang dibawa oleh Jibril a.s. kepada Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam adalah 17.000 ayat (Al-Kafi fil Ushul Juz II hal.634). Al-Qur’an mereka yang berjumlah 17.000 ayat itu disebut Mushaf Fatimah (lihat kitab Syi’ah Al-Kafi fil Ushul juz I hal 240-241 dan Fashlul Khithab karangan An-Nuri Ath-Thibrisy). 

4. Syi’ah meyakini bahwa para Sahabat sepeninggal Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, mereka murtad, kecuali beberapa orang saja, seperti: Al-Miqdad bin Al-Aswad, Abu Dzar Al-Ghifary dan Salman Al-Farisy (Ar Raudhah minal Kafi juz VIII hal.245, Al-Ushul minal Kafi juz II hal 244). 

5. Syi’ah menggunakan senjata “taqiyyah” yaitu berbohong, dengan cara menampakkan sesuatu yang berbeda dengan yang sebenarnya, untuk mengelabui (Al Kafi fil Ushul Juz II hal.217). 

6. Syi’ah percaya kepada Ar-Raj’ah yaitu kembalinya roh-roh ke jasadnya masing-masing di dunia ini sebelum Qiamat dikala Imam Ghaib mereka keluar dari persembunyiannya dan menghidupkan Ali dan anak-anaknya untuk balas dendam kepada lawan-lawannya. 

7. Syi’ah percaya kepada Al-Bada’, yakni tampak bagi Allah dalam hal keImaman Ismail (yang telah dinobatkan keImamannya oleh ayahnya, Ja’far As-Shadiq, tetapi kemudian meninggal di saat ayahnya masih hidup) yang tadinya tidak tampak. Jadi bagi mereka, Allah boleh khilaf, tetapi Imam mereka tetap makshum (terjaga). 

8. Syi’ah membolehkan “nikah mut’ah”, yaitu nikah kontrak dengan jangka waktu tertentu (lihat Tafsir Minhajus Shadiqin Juz II hal.493). Padahal hal itu telah diharamkan oleh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam yang diriwayatkan oleh Ali bin Abi Thalib sendiri. 

Nikah Mut’ah

Nikah mut’ah ialah perkawinan antara seorang lelaki dan wanita dengan maskawin tertentu untuk jangka waktu terbatas yang berakhir dengan habisnya masa tersebut, dimana suami tidak berkewajiban memberikan nafkah, dan tempat tinggal kepada istri, serta tidak menimbulkan pewarisan antara keduanya. 

Ada 6 perbedaan prinsip antara nikah mut’ah dan nikah Sunni (syar’i) : Nikah mut’ah dibatasi oleh waktu, nikah Sunni tidak dibatasi oleh waktu. 

Nikah mut’ah berakhir dengan habisnya waktu yang ditentukan dalam akad atau fasakh, sedang- kan nikah Sunni berakhir dengan talaq atau meninggal dunia. 

Nikah mut’ah tidak berakibat saling mewarisi antara suami istri, nikah Sunni menimbulkan pewa- risan antara keduanya. 

Nikah mut’ah tidak membatasi jumlah istri, nikah Sunni dibatasi dengan jumlah istri hingga mak- simal 4 orang. 

Nikah mut’ah dapat dilaksanakan tanpa wali dan saksi, nikah Sunni harus dilaksanakan dengan wali dan saksi. 

Nikah mut’ah tidak mewajibkan suami memberikan nafkah kepada istri, nikah Sunni mewajibkan suami memberikan nafkah kepada istri. 

Dalil-Dali Haramnya Nikah Mut’ah 

Haramnya nikah mut’ah berlandaskan dalil-dalil hadits Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, juga pendapat para ulama dari empat madzhab. 

Dalil dari hadits Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam yang diwayatkan oleh Imam Muslim dalam kitabnya Shahih Muslim menyatakan bahwa dari Sabrah bin Ma’bad Al-Juhaini, ia berkata: “Kami bersama Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam dalam suatu perjalanan haji. Pada suatu saat kami berjalan bersama saudara sepupu kami dan bertemu dengan seorang wanita. Jiwa muda kami mengagumi wanita tersebut, sementara dia mengagumi selimut (selendang) yang dipakai oleh saudaraku itu. Kemudian wanita tadi berkata: “Ada selimut seperti selimut”. Akhirnya aku menikahinya dan tidur bersamanya satu malam. Keesokan harinya aku pergi ke Masjidil Haram, dan tiba-tiba aku melihat Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam sedang berpidato diantara pintu Ka’bah dan Hijr Ismail. Beliau bersabda, 



“Wahai sekalian manusia, aku pernah mengizinkan kepada kalian untuk melakukan nikah mut’ah. Maka sekarang siapa yang memiliki istri dengan cara nikah mut’ah, haruslah ia menceraikannya, dan segala sesuatu yang telah kalian berikan kepadanya, janganlah kalian ambil lagi. Karena Allah ‘azza wa jalla telah mengharamkan nikah mut’ah sampai Hari Kiamat. (Shahih Muslim II/1024) 

Dalil hadits lainnya: 



Dari Ali bin Abi Thalib ra. ia berkata kepada Ibnu Abbas ra bahwa Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam melarang nikah mut’ah dan memakan daging keledai jinak pada waktu perang Khaibar (Fathul Bari IX/71) 

Pendapat Para Ulama 

Berdasarkan hadits-hadits tersebut di atas, para ulama berpendapat sebagai berikut: 

Dari Madzhab Hanafi, Imam Syamsuddin Al-Sarkhasi (wafat 490 H) dalam kitabnya Al-Mabsuth (V/152) mengatakan: “Nikah mut’ah ini bathil menurut madzhab kami. Demikian pula Imam Ala Al Din Al-Kasani (wafat 587 H) dalam kitabnya Bada’i Al-Sana’i fi Tartib Al-Syara’i (II/272) mengatakan, “Tidak boleh nikah yang bersifat sementara, yaitu nikah mut’ah”. 

Dari Madzhab Maliki, Imam Ibnu Rusyd (wafat 595 H) dalam kitabnya Bidayatul Mujtahid wa Nihayah Al-Muqtashid (IV/325 s.d 334) mengatakan, “hadits-hadits yang mengharamkan nikah mut’ah mencapai peringkat mutawatir” Sementara itu Imam Malik bin Anas (wafat 179 H) dalam kitabnya Al-Mudawanah Al-Kubra (II/130) mengatakan, “Apabila seorang lelaki menikahi wanita dengan dibatasi waktu, maka nikahnya batil.” 

Dari Madzhab Syafi’, Imam Syafi’i (wafat 204 H) dalam kitabnya Al-Umm (V/85) mengatakan, “Nikah mut’ah yang dilarang itu adalah semua nikah yang dibatasi dengan waktu, baik dalam jangka pendek maupun jangka panjang, seperti ucapan seorang lelaki kepada seorang perempuan, aku nikahi kamu selama satu hari, sepuluh hari atau satu bulan.” Sementara itu Imam Nawawi (wafat 676 H) dalam kitabnya Al-Majmu’ (XVII/356) mengatakan, “Nikah mut’ah tidak diperbolehkan, karena pernikahan itu pada dasarnya adalah suatu aqad yang bersifat mutlaq, maka tidak sah apabila dibatasi dengan waktu.” 

Dari Madzhab Hambali, Imam Ibnu Qudamah (wafat 620 H) dalam kitabnya Al-Mughni (X/46) mengatakan, “Nikah Mut’ah ini adalah nikah yang bathil.” Ibnu Qudamah juga menukil pendapat Imam Ahmad bin Hambal (wafat 242 H) yang menegaskan bahwa nikah mut’ah adalah haram. 

Dan masih banyak lagi kesesatan dan penyimpangan Syi’ah. Kami ingatkan kepada kaum muslimin agar waspada terhadap ajakan para propagandis Syi’ah yang biasanya mereka berkedok dengan nama “Wajib mengikuti madzhab Ahlul Bait”, sementara pada hakikatnya Ahlul Bait berlepas diri dari mereka, itulah manipulasi mereka. Semoga Allah selalu membimbing kita ke jalan yang lurus berdasarkan Al-Qur’an dan As-Sunnah sesuai dengan pemahaman Salafus Shalih. Lebih lanjut bagi yang ingin tahu lebih banyak, silakan membaca buku kami “Mengapa Kita Menolak Syi’ah”. 

(saya dapat ini dari account FB teman) 

Muhammad Dudi Hari Saputra: Mohon tanggapannya ustadz,, syukron wa afwan,,, 

Sang Pencinta: Salam, semua hal di atas sudah pernah diulas tuntas oleh ustadz. Coba cek ke berlangganan. Nanti kalau ada kesulitan dan atau ga ketemu bisa request ke saya. Afwan. 

Muhammad Dudi Hari Saputra: Sekiranya mas Pencinta mau membantu.. Saya akan berterima kasih sekali.. 

Sang Pencinta: Ok, saya bagi pertanyaannya. 1). Rukun iman dan Islam. 2). Keotentikan Quran. 3). Sahabat. 4). Taqiyah. 5). Raj’ah. 6). Bada. 7). Mut’ah. Saya bawakan link-nya berdasarkan pembagian itu.. 

Sang Pencinta
1) Rukun iman dan Islam madzhab Syi,ah Oleh Ustad Sinar Agama = http://www.facebook.com/groups/210570692321068/doc/238518302859640/, 

Definisi Rukun Islam Oleh Ustad Sinar Agama = http://www.facebook.com/groups/210570692321068/doc/244650088913128/, 
http://arsipsinaragama.com/index.phpoption=com_content&view=article&id=486%3Akenapa-rukun- islam-lbih-dri-5arukun-iman-lbih-dri-6-dan-penjelasan-tentang-azan-syiah&catid=59%3Alain- lain&Itemid=81

2) Keaslian al-Qur'an, oleh Ustadz Sinar Agama = http://www.facebook.com/groups/210570692321068/doc/329726553738814/, 

Pandangan Syi’ah Tentang Alquran Oleh Ustad Sinar Agama = http://www.facebook.com/groups/210570692321068/doc/425740930804042/, 

Menanggapi Mushaf-Mushaf Al-Quran Oleh Ustad Sinar Agama = http://www.facebook.com/groups/210570692321068/doc/428321803879288/

3) Kronologis Pembakaran Rumah Sayyidah Faathimah Zahraa’ as, oleh Ustadz Sinar Agama = http://www.facebook.com/groups/210570692321068/doc/331120516932751/, 

Tentang Kedudukan Shahabat-Shahabat Nabi saw Oleh Ustad Sinar Agama = http://www.facebook.com/groups/210570692321068/doc/440861989291936/, 

Salman, Ahlulbait as, Kemakshuman dan Abu Bakar-Umar di Khaibar, Oleh Ustad Sinar Agama = http://www.facebook.com/groups/210570692321068/doc/354024724642330/, 

Sejarah Singkat Wahhabiah, Oleh Ustad Sinar Agama = http://www.facebook.com/groups/210570692321068/doc/232755993435871 

4). Taqiah, oleh Ustadz Sinar Agama = 
http://arsipsinaragama.com/index.php?option=com_content&view=category&id=44&Itemid=64 

Sang Pencinta: 5) dan 6). Bada’, Raj’ah dan Mushhaf Faathimah as, Oleh Ustad Sinar Agama = http://www.facebook.com/groups/210570692321068/doc/232758160102321/, 

Lensa (Bgn 8): Inkarnasi Atau Raja’ah? Oleh : Ustad Sinar Agama = 

http://www.facebook.com/home.php?sk=group_210570692321068&view=doc& id=210802505631220, 

“Bada Dan Raj’ah” Seri Tanya Jawab : Bintang Ali dan Ustad Sinar Agama = 

http://www.facebook.com/home.php?sk=group_210570692321068&view=doc& id=210822982295839, 

Perbedaan: Keyakinan Agamis dan Non Agamis, Agama Langit dan Agama Bumi, Ghaibnya Nabi Isa dan Imam Mahdi, Mati Syahid dan Non Mati Syahid, Raja’ah dan Reinkarnasi. Oleh Ustad Sinar Agama = 

http://www.facebook.com/groups/210570692321068/doc/326171017427701/

Sang Pencinta: 7). Mut’ah, oleh Ustadz Sinar Agama = http://arsipsinaragama.com/index.php?option=com_content&view=category&id=35&Itemid=55

Sang Pencinta: Silahkan menikmati, semua deskripsi di atas in syaa-Allah dibantah tuntas dengan argumentasi kuat...afwan... 

Haidar Dzulfiqar: Muhammad Dudi Hari Saputra, dapat order pertanyaan borongan ??? he he he he.... 

Kenapa ya KAUM Syi’ah selalu saja diposisikan layaknya KAUM PECUNDANG...??? 

Selalu jadi “SASARAN TEMBAK” HUJATAN, INTEROGASI dan (minimalnya) SERBUAN PERTANYAAN MIRING, padahal belum tentu juga yang mem-PECUNDANGI itu lebih baik akidah-akhlaknya, lebih lurus pikiran dan lebih bersih hatinya....!!! 

Anehnya, kita masih saja “NERIMO” tuk DIPECUNDANGI...!!! 

Mbok ya GANTIAN Kamu yang memborbardir mereka dengan pertanyaan-pertanyaan balik, gitu...!!! 

Kan sangat gak lucu, gak efektif dan gak efisien kalau Ustadz Sinar Agama harus terus mengulang- ulang pertanyaan atau hujatan yang sama, sementara mereka tidak membaca penjelasan- penjelasan yang sudah seringkali dibahas oleh Beliau. 

Terlebih lagi jika niat dan maksud mereka bukan untuk mencari KEBENARAN YANG ARGUMENTATIF, lantaran mereka sendiri sudah merasa PALING BENAR 100%. 

Suruh saja temanmu itu berkenalan dan berdialog langsung dengan Ustadz Sinar Agama (SA), atau suruh temanmu itu membuka dan membaca catatan-catatan penjelasan Ustadz SA, khususnya berkenaan dengan yang mereka tanyakan dan hujatkan, dan tunjukkan sikap pada mereka bahwa SYI’AH BUKAN PECUNDANG...!!! 

Selebihnya, LAKUM DINUKUM WALIYADIN...!!! 

Afwan... 

Muhammad Dudi Hari Saputra: Terima Kasih sang pencinta... 

Mas Haidar, afwan sebelumnya saya mempertanyakan ini dalam kadar murid bertanya kepada gurunya terutama sekali terhadap sumber-sumber yang dinukil oleh entah siapa itu karena teman saya pun dapat argumentasi di atas dari sumber yang tak jelas.. Nah karena itu saya bertanya kepada ustadz karena Saya paham sekali kapasitas beliau dalam menjawab pertanyaan- pertanyaan yang menyudutkan syiah terutama ketika sang penyudut menggunakan dalil-dalil naqli.. Nah di sini masalahnya kalau dalil aqli saya siap meladeni siapapun tapi masalahnya kalau dalil naqli saya gak bisa sembarangan karena perdebatannya adalah literature based context bukan argumentation /cognition based context... Nah karena Ustadz sumber literaturnya banyak dan kuat makanya Saya bertanya ke beliau.. 

Mengenai pola perjuangan..kita ada pola masing-masing mas.. Tak melulu harus frontal berdebat di dunia Maya yang sering saya perhatikan sangat tidak sehat... Tenang aja mas.. Kita gak sebodoh dan selemah yang dibayangkan hanya saja ini bagian dari strategi dan taktik.. Dan ini rahasia perusahaan masing-masing..hhe.. ;) 

Orlando Banderas: Muhammad Dudi Hari Saputra, ente punya sikap jangan mau dipecundangi oleh mereka yang mengirim pertanyaan seperti itu. Hal itu sudah sering dijawab. Kalau ente bisa jawab, jawab aja. Kalau itu hubungannya dengan sumber dari kitab Syiah seperti AlKafi, ketahuilah bahwa SYIAH TIDAK MEYAKINI KESHOHEHAN KITAB TERSEBUT ATAU KITAB SYIAH LAINNYA 100%. 

Ini beda dengan bukhori Muslim yang dianggap Sunni Kitab paling shoheh 100% setelah Quran. Emangnya Bukhori Muslim setingkat Nabi yang 100% benarnya? Kalau mereka konsisten dengan anggapan Bukhori Muslim shoheh 100% benar, kenapa mereka tidak ikut 12 Imam , karena ada di hadits itu dan kitab hadits lainnya seperti Abu Daud, Turmudzi, dan lain-lain ? Dan mengapa mereka masih mengikuti NABI, padahal Nabi sendiri sering buat salah dan melakukan hal nista dan memalukan yang orang awampun tidak mungkin melakukan? Ini ada di kitab mereka. Karena kalau Nabi sering salah, berarti Allah telah salah memerintah kita mengikuti orang yang salah dan berdosa ! Mengapa mereka mengkritisi kitab Syiah, padahal di kitab Ahlussunnah sendiri banyak hadits palsu dan khurafat (tahyul) di dalamnya? . Salam. 

Muhammad Dudi Hari Saputra: Udah ana jawab sebisa saya mas.. Udah saya jelaskan..saya menanyakan ini ke Ustadz agar mendapatkan jawaban yang lebih lengkap dan komprehensif... Lagian siapa yang dipecundangi dalam hal ini?? Karena teman saya pun mendapati ini dari orang lain jadi bukan murni pemikirannya.. Jadi saya menanyakan ke Ustadz dalam konteks keilmuan.. Karena opini di atas mnggunakan sumber-sumber dari AB sendiri..kan ini bahaya kalau gak dijawab..nah saya udah jawab tapi dalam kapasitas saya aja..yaitu pendekatan Filosofis.. Tapi masalahnya kan argument di atas itu skriptualist.. kalau saya pake metode filosofist ya mental aja.. Makanya saya tanya ke Ustadz.. Karena saya yakin referensi skriptual Ustadz mumpuni.. Saya kan bukan ahli hadith mas..kepiye toh.. 

HenDy Laisa: Muhammad Dudi Hadi Saputra> saya rasa hal-hal di atas sudah tuntas dijawab oleh ustad Sinar Agama sejak lama dalam catatan beliau, jika masih ada yang menggugatnya jawab saja dengan argumen, jika mereka gak bisa terima biarkan saja..masih banyak yang harus dipelajari ketimbang melayani pertanyaan-pertanyaan yang sudah jelas argumennya..afwan :) 

Haidar Dzulfiqar: Muhammad Dudi Hadi Saputra, 
Mengenai temuan Antum itu, ana kira hampir semua orang Syiáh pernah mengalami hal yang serupa dengan apa yang Antum alami (temukan) itu. Ada begitu banyak buku-buku, majalah, buletin dan berbagai bentuk “wacana” yang sengaja DICIPTAKAN oleh KELOMPOK-KELOMPOK tertentu (Kelompok Wahabi, misalnya) untuk memojokkan dan memfitnah Kaum Syi’ah yang jumlahnya bisa ratusan bahkan ribuan jilid. Di mana semua ajaran-ajaran Syi’ah yang bersumber dari Ahlul Bait as mereka PERKARAKAN dan mereka PUTAR BALIKKAN fakta dan penafsirannya. Bahkan terhadap prinsip-prinsip yang sudah sangat jelas dan mapan. Dan sebagai orang Syi’ah, adalah hal yang tidak mengherankan lagi dan bukan perkara yang baru lagi melihat atau menemukan “APA YANG ANTUM TEMUKAN ITU”. 

TARGETNYA JELAS: MENCIPTAKAN KERAGUAN DAN ANTIPATI TERHADAP KAUM SYI’AH DI TENGAH- TENGAH MASYARAKAT, BAIK DI KALANGAN SUNNI MAUPUN SYI’AH SENDIRI...!!! 

Lihat saja dampak minimalnya: MEMBUAT ORANG-ORANG SYI’AH SENDIRI DISIBUKKAN OLEH TUDUHAN, FITNAHAN DAN BERBAGAI UMPAN-UMPAN PROVOKATIF YANG MEREKA CIPTAKAN DEMI KEPENTINGAN DAN KEUNTUNGAN MEREKA SENDIRI SECARA SEPIHAK. 

Kadang tidak jarang kita yang sesama Syi’ah saja termakan oleh UMPAN-UMPAN mereka sehingga dapat berpotensi menimbulkan “PERDEBATAN” yang sangat menyita waktu, menguras energi dan sangat melelahkan mengikuti alur permainan mereka. Seolah kita tidak sadar kalau kita TELAH DIPECUNDANGI oleh MAKAR BUSUK MEREKA. Lalu dengan lugunya kita masih saja menatap dan menyikapi mereka dengan PERASAAN DAN PRASANGKA BAIK. 

PERTANYAANNYA ADALAH: 

KENAPA ANTUM ATAU KITA MALAH MENYIBUKKAN DIRI DALAM “PERANGKAP KEDENGKIAN” MEREKA YANG DIKEMAS SEDEMIKIAN RUPA SEOLAH-OLAH TAMPAK ILMIAH DAN BERBUDAYA, ALIH-ALIH KITA MENYIBUKKAN DIRI DENGAN PELAJARAN-PELAJARAN DAN ILMU-ILMU AHLUL BAIT AS YANG KITA SADARI BETAPA MASIH JAUHNYA KITA DARI PELAJARAN-PELAJARAN DAN ILMU- ILMU AHLUL BAIT AS MELALUI BUKU-BUKU SYI’AH DAN PENGAJARAN DARI PARA ASATIDZ (Ustadz-ustadz) KITA, SEMISAL Ustadz Sinar Agama...??? 

PILIHAN BELAJAR-MENGAJAR 

Baik Antum maupun kita semua di sini tentu dihadapkan pada begitu banyak pilihan WACANA PEMIKIRAN KEAGAMAAN. Sebutlah secara GLOBAL, pemikiran dan wacana SYI’AH, SUNNI dan WAHABI. Itu baru dari Wacana dan Dinamika Pemikiran Kaum Muslimin. Belum lagi dari Wacana-wacana keagamaan di luar ketiganya itu, seperti KRISTEN, YAHUDI, TAO, BUDHA, HINDU, KONGHUCU, KEJAWEN dan sebagainya dengan keanekaragaman alirannya masing-masing. 

Ana pikir, orang macam kita-kita yang telah meyakini KEBENARAN MADZHAB SYI’AH (Ahlul Bait as) dan ingin mendalaminya masih sangat jauh dari MENGETAHUI SEGENAP SELUK-BELUK AJARAN- AJARAN DAN PELAJARAN-PELAJARAN MADZHAB SYI’AH ini, TERLEBIH LAGI MEMAHAMINYA...!!! 

Ya, memang itu sih hak Antum mau “MENGEJAR” dan “MEMBURU” wacana dan pemikiran apapun dan dari manapun. Tetapi, Antum dan kita sebagai orang yang telah menerima dan meyakini Ahlul Bait as, tentu HARUS PUNYA SIKAP terhadap dalam konteks ini, terlebih lagi terhadap MAKAR WAHABI yang sudah sangat jelas KEBERADAANNYA, MAKSUD DAN TUJUANNYA DI TENGAH- TENGAH KAUM MUSLIMIN, terutama SIKAP KEDENGKIAN DAN PERMUSUHAN MEREKA TERHADAP KAUM SYI’AH YANG TERAMAT SANGAT SENGITNYA. 

Kajian-kajian Ushuluddin, Fiqih, Akhlak dan berbagai MUATAN-MUATAN yang memenuhi DADA para Imam-imam Ahlul Bait as atau dada-dada para Ulama Syi’ah jauh lebih baik kita dedah (ketahui, pelajari, kaji, pahami dan amalkan) ketimbang MELADENI OCEHAN TENGIK ulama-ulama Kaum Nashibi, terlebih para KROCO-KROCO mereka, yang untuk itu PASTI takkan cukup seluruh ruang dan waktu serta kesempatan yang Antum dan kita semua miliki. 

Demikian sementara ini sikap dan prinsip ana yang hingga saat ini masih ana pegang kuat-kuat. 

Jika ana salah, mohon Antum atau Ustadz Sinar Agama sendiri atau siapapun sudi untuk meluruskannya. Terima Kasih. Wassalam. 

Muhammad Dudi Hari Saputra: Duh..kan saya udah jelaskan bahwa saya sudah menjelaskan ke teman saya itu dengan dalil aqli (filosofis).. Dan dia ngerti saja.. Tapi yang jadi masalah itu posting diatas itu lebih ke naqli dengan hadith-hadith syiah sebagai rujukannya..nah karena saya pun masih dungu dalam hal ini..maka saya pun menanyakannya ke Ustadz..itu aja kok.. Kan udah saya mention dari awal ini murni pertanyaan keilmuan.. Walaupun kita tidak termakan umpan musuh kan bukan berarti kita tidak boleh mempelajari pengetahuan mereka.. Ini bagian dari strategi.. kalau ingin menang perang pelajari kekuatan musuh..itu saja.. 

Tapi kalau saya ada salah.. saya minta maaf..afwan.. :) 

Astamin Zayi: Setahu saya sebagian besar postingan di atas sudah pernah disinggung dan bahas ustadz Sinar Agama, dan sangat sering saya temukan postingan teman-teman syi’i yang berisi bantahan yang mematahkan isi postingan di atas. Mungkin mas Dudi sekali-sekali ikut baca postingan teman-teman lain (Jjihad ‘Ali, Malik Al-Asytar, Tiara Satrie dan yang lainnya meski terkadang bahasan mereka bisa memicu ketersinggungan teman-teman suni). 

Muhammad Dudi Hari Saputra: Terima kasih infonya mas.. :) 

Sinar Agama: Salam dan terima kasih postingannya walau mungkin bisa dihitung sebagai ulangan. Coba baca dulu nukilan Pencinta itu dan, kalau masih ada yang mau ditanyakan lagi, bisa ditanyakan ulang. 

Sinar Agama: Pencinta, terima kasih bantuannya dan semoga diterimaNya. Hanya padaMu ya Allah aku bersyukur karena telah memberiku Pencinta. 

Wassalam.


اللَّهُمَّ صَلِّ عَلَى مُحَمَّدٍ وآلِ مُحَمَّدٍ وعَجِّلْ فَرَجَهُمْ

Teleskop Dan Hilal



Seri tanya jawab Merah Hitam dengan Sinar Agama
by Sinar Agama (Notes) on Thursday, December 13, 2012 at 11:00 pm


Merah Hitam berbagi album Ayatullah Sayyid Ali Khamenei (ra) : 19 Agustus, (ADA FOTO PARA PENGHILAL IRAN DENGAN TELESKOP-TELESKOPNYA) 

Merah Hitam: ustadz ini lihat bulannya pake teleskop? 

Sinar Agama: Salam, teleskop itu biasanya untuk mempermudah pencarian saja, bukan penentu wujudnya hilal. Di Iran itu, karena negara Islam, yakni mampu dengan biaya besar, malah ada yang pakai pesawat hanya untuk masalah hilal ini. Yakni melihat dari langit. Akan tetapi bukan untuk penentuannya, tapi hanya untuk memudahkan pencarian dan mengabarkan kepada yang di bumi, karena penangkapan bulan tersebut hanya dalam beberapa menit atau bisa detik (dalam kondisi tertentu). Jadi, yang tidak uruf, hanya sebagai pelengkap dan mempercepat penangkapan bulan. 

Afrianto Afri: Ustadz Sinar Agama saya baca dalam fatwa-fatwa Rahbar soal 839 hal 319, penerbit Al huda, disebutkan melihat dengan teleskop dan mata telanjang sama hukumnya dan bisa digunakan dan diakui. 

Sinar Agama: Afri: Di sana dikatakan bahwa kalau penglihatan teleskopnya itu bisa dikatakan melihat bulan secara uruf. Artinya bisa dikategorikan melihat bulan dengan mata. Nah, teleskop yang bisa dikatakan orang-orang umum bahwa ia adalah sama dengan penglihatan mata, berarti yang tidak menembus awan, yang tidak membesarkan yang tidak tampak ..dan seterusnya. Semoga Allah sudi melindungi kita dari kesalahan. Memang, bisa saja maksud beliau hf itu seperti yang antum bayangkan itu, akan tetapi, pemahaman yang wajar dari persyaratan beliau hf sebagaimana bisa dikatakan melihat bulan secara umumnya orang-orang, maka bisa dipahami seperti yang sudah saya terangkan ini. 

Khommar Rudin: Allahumma shalli alaa Muhammad wa aali Muhammad. 

Afrianto Afri: Bagaimana membesarkan yang tidak tampak, apa yang mau dibesarkan. Mana bisa teleskop menembus awan, kan benda kelihatan jika benda itu memancarkan/ memantulkan cahaya, setahu saya sih teleskop adalah alat untuk melihat benda yang jauh agar lebih dekat kelihatannya... sehingga pengamatannya lebih teliti/ detail. 

Sinar Agama: Saya sudah jelas dalam menjelaskan tentang teleskop itu, jadi cukup keterangan di atas. 

Ilustrasi: Suatu hari ada kerumunan tanpak dari kejauhan. Saya mendekatinya. Ternyata orang- orang sedang mengerumuni teleskop dan bergiliran melihat ke langit. Katanya melihat bintang Fulan (saya sudah lupa nama bintang yang disebutkan mereka). Sayapun tertarik mengintipnya. Karena itu saya antri. Sayapun bertanya kepada mereka ”Bintang yang mana yang mesti dilihat”. Maklum banyak bintangnya di langit. Orang-orangpun berkata ”Yang itu”, sambil menunjuk. 

Sayapun langsung mengintip sebab ingin tahu akan membesar seperti apa kalau dilihat dengan teleskop. Sebab saya juga berpandangan seperti yang dikatakan mas Afri itu. Eh saya kaget sekali. Ternyata bintang yang tadi saya lihat dengan mata telanjang itu, tidak bergeming dari sisi besar- kecilnya. 

Sayapun bertanya kepada orang-orang sekitar ”Kok tidak membesar, lalu apa gunanya teleskop ini?” Merekapun menjawab ”Untuk kejernihan.” 

Yang saya tangkap dari hal tersebut adalah bahwa sekalipun teleskop itu bisa untuk mendekatkan akan tetapi kalau untuk benda yang sangat jauh kurang terasa dan tidak beda dengan mata selain di masalah kejernihannya. Memang ketika itu ikat pinggang si bintang bisa nampak dengan teleskopnya itu. Btw dan apapun itu, apa yang dapat kita pahami dari fatwa Fahrbar hf yang membolehkan teleskop itu dengan syarat bisa secara umum dikatakan sebagai ru’yat mata. Jadi, kalau ada teleskop super gede yang dapat membesarkan bulan, maka hal itu kita pahami keluar dari pembolehan beliau hf. 

Sang Pencinta: Afri, teleskop itu bisa untuk memperbesar dan memperkecil, lensanya bisa diset untuk memperjelas objek yang diamati, coba antum lihat aslinya. Nah yang dikatakan ustadz fungsi memperbesar dan memperkecil ini, sehingga teleskop ini tidak bisa digunakan untuk melihat hilal. Antum kalau mengikuti dengan teliti tulisan ustadz dan tidak mengikuti kecenderungan, antum akan mudah memahami esensi tulisannya. 

Afrianto Afri: Kalau tidak bisa mendekatkan/ memperbesar bukan teleskop namenye om, kacamata saja berfungsi seperti itu. Fatwa rahbar kan jelas itu bahwa teleskop dihukumi sama dengan mata telanjang. Jika diharuskan tidak memperbesar itu bukan teleskop namenye tapi botol .. 

Sang Pencinta: Awalnya antum mengajukan fatwa Rahbar ke Ustadz terkait teleskop, lalu ustadz menjelaskan dan antum menolaknya sesuai kecenderungan antum, ini namanya mbulet. Mas Afri, coba antum liat Ajwibah Istita’at no 835, Pengambilan gambar hilal dengan menggunakan alat komputer dan sarana semacamnya yang TIDAK DAPAT DIPASTIKAN SEBAGAI PERBUATAN RUKYAT(melihat) adalah BERMASALAH (ISYKAL). Ustadz sudah menjelaskan detail di atas. 

Sang Pencinta: Asdedpn Ferskadn Iran lebaran menurut info di metro tv jatuh hari senin. 

Sinar Agama: Asddpn: Tidak, pada jam sekitar 24.00 sudah diumumkan lebaran juga. Itu tandanya sulitnya melihat bulan di sana seperti di Indonesia. Padahal Rahbar hf sudah mengutus petugas- petugas di sana ke 180 titik strategis dan di sana bukan daerah mendung dan pegunungan (karena padang pasir kecuali di beberapa daerah utara). Tapi dari sekian ratus orang di 180 titik itu, ada yang dapat melihat bulan dan memenuhi syarat fikih. Karena itu, pengumumannya tertunda sampai jam sekitar 24.00 jam setempat. Saya kemarin belasan jam mencoba dengan seluruh keterbatasan ini, mencari informasi dalam dan luar negeri untuk mendapat keyakinan, tapi sampai shubuh waktu Indonesia dan bahkan sampai saat sekarangpun belum bisa meyakini informasi yang ada. Dan karena hal ini kembali kepada masing-masing mukallaf, yaitu untuk meyakini informasi yang ada yang tidak muttafakun ‘alaihi dari sisi cara ru’yat, kondisi peru’yat ...dan seterusnya..., maka yang sangat lemah dan banyak kekurangan ini, tidak mampu lagi membantu memudahkan antum kecuali dengan menganjurkan puasa (karena itulah memang kewajiban hari syak) dan/ atau lari ke batas musafir (kalau belum zhuhur). Afwan banget deh ya ... mohon maaf dan mohon doanya. 

Wassalam.


اللَّهُمَّ صَلِّ عَلَى مُحَمَّدٍ وآلِ مُحَمَّدٍ وعَجِّلْ فَرَجَهُمْ