Sabtu, 29 September 2018

Mut’ah dan Filsafatnya serta Liku-likunya

Mut’ah dan Filsafatnya serta Liku-likunya
(seperti apakah sunnahnya bisa bertahan ditekan hukum wajib yang melawannya?)



by Sinar Agama (Notes) on Tuesday, June 7, 2011 at 11:17 pm



Haera Puteri Zahrah: Salam, ustadz boleh tanya dari sisi afdalnya untuk saling menjaga yang mana lebih baik jika dua orang bersama bukan muhrimnya dalam waktu tertentu puasa atau mut’ah. 

Sinar Agama: Salam dan terimakasih pertanyaannya: 

1. Mut’ah bagi yang bukan janda itu wajib ijin pada walinya (ayahnya) dan kalau tidak maka mut’ahnya tidak syah dan jadi zina.
2. Mengapa bisa seorang wanita harus berbareng dengan lelaki yang bukan muhrimnya? Maksud saya adalah keluarlah dari kondisi itu hingga tidak membuat pilihan yang dirancang sama lelaki hidung belang. Karena terkadang mereka sering menjebak dan mengatakan ”Dari pada kita semobil ini dosa, maka kita mut’ah saja”. Lah .. mestinya mengatakan ”Kita bukan muhrim maka jangan semobil.”, atau mengatakan: “Dari pada kita semobil ini dosa, maka kita lebih baik jangan semobil saja.” 

3. Dan ingat, kalau ijin ayahnya, harus jelas bahwa wakinnya adalah kawin mut’ah yang dimulai dari tanggal sekian dan berakhir tanggal sekian. Tidak boleh ada bahasa diplomasi yang bisa ditakwil dengan berbagai versi atau yang multi tafsir. 

4. Jadi, pilihan dari dua pilihan yang diberikanmu itu, bisa memilih puasa, dan bisa memilih tidak bareng. Karena bareng adalah haram, kalau bisa membuat maksiat. Apalagi tidak pakai hijab, atau senyam senyum, manis-manis kata dan sikap, bermake up (berbedak dan lain-lain), pakai parfum (wanitanya) ...dan semacamnya dimana semua itu jelas haram. 

Nasihat: Kalau Anda seorang wanita, maka peliharalah hati, dan tubuh Anda itu dari tangan-tang- an jahil dan kotor penuh nafsu, untuk disajikan kepada suami Anda kelak ketika sudah kawin, hingga anda tidak menyajikan tubuh yang sudah pernah terjamah kepadanya. 


Haera Puteri Zahrah: Syukron ustadz. 

Aziz Letta: Ustad, permudahlah pernikahan itu (mut’ah maupun daim). Sekiranya bukan karena Umar yang mengharamkan mut’ah maka tidak adalah orang yang berzina kecuali benar-benar orang celaka! Banyak jalur yang disediakan Tuhan untuk menghindari zina. Lagipula tidak semua orang berada pada kondisi dan situasi yang sama persis! 

Sinar Agama: Aziz, sudah cukup penjelasanmu untukmu, silahkan saja pilih cara hidup yang an- tum maukan. Antum mau kawin banyak, makan banyak, minum banyak, tidur banyak, ngobrol banyak, fb-an banyak, duduk di rumah banyak, mau bisnis banyak, mau berenang di laut banyak, makan coto banyak, makan cabe banyak, merokok banyak, minum coca cola banyak, minum teh banyak, olah raga banyak, baca Qur'an banyak, belajar agama banyak, malas banyak, baju hitam di siang hari, keluar rumah pakai celana pendek, keluar rumah pakai kaos singlet, mau jalan me- rangkak, mau jalan loncat-loncat, mau jalan cepat, mau jalan lambat, mau ngebut bermotornya, mau lambat bermotornya, mau bisnis cabe rawit, mau bisnis tarik becak, mau jadi kenet kopaja, mau jadi orang kantoran, mau jadi peminta di jalanan, mau jadi ...... apa saja terserah antum. Terserah karena tidak ada larangan. Karena itu kita tidak ada hak melarangnya. Terlebih kalau melarang, antum akan bilang, ”mengapa dilarang yang ini dan yang itu -mengemis misalnya- pa- dahal tidak dilarang Tuhan?” 

Jadi, untuk kami kehidupan kami dan begitu pula kehidupan antum. Tapi ijinkan saya mendoakan antum tiap hari sebagaimana kudoakan ikhwan-akhwat lainnya. Dan, semoga saja antum bukan penyaji wanita-wanita bekas rabaan antum kepada para lelaki ikhwan antum sendiri. 

Aziz Letta: Terimakasih banyak doanya ustadz. Kok ”penyaji wanita-wanita rabaan antum kepada para lelaki ikhwan antum sendiri” maksudnya apa utasdz” perjelas. Memangnya wanita-wanita itu makanan siap saji apa? Saya cuma ingin agar ikhwan dan akhwat yang sudah layak dan kebelet nikah yang diberikan kemudahan begitu. 

Haera Puteri Zahrah: Mengapa pakai kata kebelet, apakah pernikahan hanya di diidentikkan dengan penyaluran nafsu atau sebgai pelengkap perjalanan. 

Aziz Letta: Zahra, maksudku kebelet, mau sekalian menikah untuk menyalurkan sahwatnya den- gan halal. Pernikahan jelas bukan hanya untuk melampiaskan nafsu secara syari, tapi banyak yang lainnya. Misalnya mencari keturunan dll. 

Sinar Agama: Aziz, kalau itu maksud antum, maka benar. Karena bagi yang sudah kerja dan ber- kecukupan sangat disunnahkan kawin dan kalau tidak kawinnya bisa membuat maksiat, maka hukum kawinnya menjadi wajib. 

Saya tadinya masih menafasi tulisan antum itu dengan gaya berfikir kemarin-kemarin yang per- nah terjadi diskusi denganku itu. Kalau pikiran itu sudah antum tinggalkan, yakni memudahkan mut’ah yang dilakukan tanpa melindungi dan menyantuni wanita dimana akan ditinggalkan se- telah itu hingga ia akan menjadi wanita bekas-an untuk ikhwan atau saudara seiman yang lain, terlebih kalau kawinnya salah-salah karena tidak ijin walinya dimana semua hubungannya sama dengan zina, semua pikiran-pikiran itu sudah antum tinggalkan, maka memang harus memaha- mi lain dari tulisan antum di atas itu. Karena ana membacanya sesuai dengan pikiran antum sebelumnya, maka komentarku seperti di atas ini. Ok, afwan dan ana ikut bahagia antum sudi kembali pada jalan fatwa dan ajaran murni Islam dimana melarang hanya melihat satu sisi saja. 

Aziz, sekarang, dengan penjelesan maksud antum yang semoga tulus itu, tidak melakukan kesa- lahan berfikir dan menulis. Tidak seperti kemarin-kemarin itu, yang tega menggertakku dengan mau menyerahkan anaknya kepadaku untuk dimut’ah dan setelah itu rela ditinggalkan dimana tentu tega juga pada anaknya sendiri... he he he... 

Aziz, maju terus. Tataplah Islam dengan ajarannya yang agung itu. Idamkanlah dalam tiap saat akhlak yang agung itu. Jangan hanya membayangkan dan mengenang hukum mut’ah yang antum sendiri belum tahu sepenuhnya, hingga tidak jatuh korban seperti yang kutulis di atas itu. 

Sinar Agama: Haera, tujuan pertama kawin memang bagi umumnya orang, adalah menyalurkan syahwatnya. Dan yang lainnya itu adalah tujuan dan hikmah berikutannya. Memang, bagi sebagian orang yang sudah tidak dipengaruhi syahwatnya, maka orang-orang seperti ini, yakni yang lebih dekat kepada manusia dari binatang ini, yakni yang ukuran hidupnya bukan sekedar halal dan haram, yakni yang tatapannya dari berbagai dimensi ajaran Islam, maka orang-orang seperti ini bisa sangat mungkin niat kawinnya itu, bukan karena syahwatnya. 

Aziz Letta: Sinar Agama, menurutku yang jelas mut’ah itu halal, tentu dengan syarat-syaratnya. Siapapun boleh melakoninya. Hatta hanya untuk bersenang-senang sehari atau dua hari. 

Sinar Agama: Aziz, silahkan saja, yang jelas kalau belum janda (pernah kawin dan dikumpuli sete- lahnya) harus ijin walinya dengan jelas baik orangnya, maskawinnya, tanggal mula dan akhirnya. Dan kalaulah antum mendapat medan seperti itu, maka silahkan saja kalau antum mau melaku- kannya (tentu saja para imam as tidak menyukai yang tidak darurat, sebagaimana akan dijelaskan di tulisan-tulisan berikutnya. 

Akan tetapi kami, yang merasa harus menyantuni wanita sebagai amanat Tuhan yang harus dil- indungi, dan mengingat nanti akan habis masa waktunya dan dia akan kawin dengan orang lain, maka kami tetap tidak akan melakukannya. Karena kami tidak ingin memakan tanaman yang ha- rus dikasihi dan dilindungi dan tidak ingin memproduksi wanita bekas rabaanku kepada saudara sekajianku, seperjuanganku (tanpa mereka tahu). Karena itu, maka sudah jelas apa yang kupaha- mi di komentar awalku itulah, adalah yang benar tentang diri antum (smg Tuhan belum menutup hidayahNya untuk antum). 

Bukalah mata hati antum itu, jangan dikira bahwa Syi’ah itu hanya memiliki satu ajaran yang na- manya mut’ah. Tapi juga mengajari kebijakan, seperti perlindungan terhadap wanita yang tidak matang dan terbuai nafsu hingga mengajak kita mut’ah padahal ia belum janda yang juga belum diberi ijin walinya. Karena itu, belajarlah yang benar tentang agama, hingga tahu apa itu agama dan kemuliaan. Jangan pasang tutup mata, telinga dan hati dengan menempel hukum halalnya mut’ah di dahi kita lalu kita lontang lantung di dunia bagai nabi yang tidak memiliki kesalahan dan kekurangan yang tahunya hanya satu hukum yang belum dirinci, yakni “halalnya mut’ah”. 

Ingat, wanita pernah zina itu tetap dihitung bukan janda. Artinya tetap diwajibkan/disunnahkan (tergantung marja’nya yang ditaqlidi) ijin pada walinya secara jelas sebagaimana sudah dijelaskan di atas. Saya tulis ini, setidaknya kalau antum tega memakan tanaman sendiri atau tega menye- diakan anak belum janda antum padaku atau siapa saja, dan tega membuat wanita-wanita bekas di dunia ini, dan tega menghancurkan hati wanita setelah itu, dan tega membuat kenangan-ken- angan manis/pahit di benak mereka dan benak antum dalam kehidupan rumah tangga antum dan mereka, dan tega akan munculnya ingatan bersama ketika ketemu lagi dengan keluarga ma- sing-masing,..... dan seterusnya, setidaknya, dengan tulisan ini, antum tidak masuk neraka karena dosa. 

Semoga karakter itu belum mensubstansi hingga masih bisa berubah dan tidak membuat kacau anak-anak antum yang akan menirunya. 

Aziz Letta: Terimakasih saran saran dan nasihat-nasihatnya. Saya pikir ajaran Islam bukan hanya untuk orang orang selevel antum yang sangat amat menjaga ”kesuciian perasaan”. Tapi juga orang orang yang selevel denganku yang jauh di bawah maqam antum. Mengenai kenangan-kenangan yang antum maksud, bagaimana dengan suami istri yang cerai (baik cerai mati maupun hidup). Kemudian apakah setiap mut’ah mengharuskan adanya hubungan seks? Mengenai anak-anakku, sepanjang mereka tidak berzina saya ok ok saja. Saya tidak akan malu atau merasa malu karena mereka suka mut’ah. Tuhan saja yg MAHA SUCI tidak malu menjelaskan dan menghalalkan mut’ah. 

Saya melihat antum hanya menerima teori nikah mut’ah tapi tidak mau menerima realita prak- teknya. Saya pikir karena Tuhan itu amat sangat menyayangi hambaNYA dan tidak ingin melihat mereka berzina, maka ditunjukkanlah jalan MUT”AH. Prinsipnya Mut’ah Yes, Zina No.... 

Sinar Agama: Aziz,:

(1). Susah nian membuatmu tunduk pada argument. Entah apa yang bisa saya bantu untukmu. Tapi akan kucoba lagi, semoga bisa masuk ke akalmu yang mungkin sedang kacau pikiran itu hingga tidak bisa memahami tulisanku dengan baik. Cobalah kosongkan pikiran antum itu dari nafsu benar sendiri itu, dan baca sekali lagi tulisan-tulisan di atas dan yang dulu kita pernah debat itu. Renungkanlah baik-baik sebelum anak-anak antum menjadi korban dari kekurangjernihan pikiran antum itu. Tentu saja, sambil meminta petunjukNya.

(2). Kedudukan setiap orang, hanya Tuhan yang tahu. Kalau kita diskusi dan menasihati, bukan berarti yang menasihati sudah di atas dan yang dinasihati. Karena diskusi atau saling menasihati, sekedar mengandalkan argumentasi. Sebab yang benarpun, kalau tidak melaksanakannya, hanya ibarat penyanyi agama yang mencari dunia, alias pengamen. 

(3). Pikiran antum ini, sungguh-sungguh berbahaya. Karena mengijinkan anak perempuan antum mut’ah sana sini sejak gadisnya. Sungguh-sungguh keluar dari seorang ayah yang sudah pasti eror batinnya DILIHAT DARI KACA MATA ISLAM, bukan kacamataku dan maqamku. Tapi tanyakanlah pada lingkungan antum, marja’ antum, atau diri antum ketika antum di sisi anak perempuan antum yang lagi nyenyak-nyenyaknya tidur, coba tanyakan sekali lagi, apakah antum akan mengijinkan dia kawin sana dan sini ketika sudah dewasa/baligh, yakni sejak kelas 6 SD, atau kelas 1 SMP, atau kelas 1 SMA dengan alasan karena Tuhan membolehkannya? 

Emangnya antum sekarang duduk di jalanan mengemis atau akan meyuruh anak antum mengemis di jalanan dengan alasan Tuhan saja membolehkannya?
(4). Islam itu memiliki berbagai hukum dan ajaran. Ada yang haram dan ada yang makruh. Ada yang wajib dan ada yang sunnah. Ada juga yang sunnah yang tidak dianjurkan untuk dilakukan, sekalipun ia sunnah. Kenapa? Karena tidak maslahat ke depannya. Dan hal itu, yakni tidak menganjurkan itu, juga dari Islam. Contohnya seperti apa? Seperti mengijinkan anak perempuannya yang masih kelas 6 SD atau 1 SMP atau perawan, untuk melakukan nikah mut’ah sana sini, yakni tanpa kepastian daim yang sudah direncanakan dengan matang. Karena akal ijtima’i/sosial, atau akal normal manusia, tidak mengijinkan hal ini. Dan kawin seperti ini sudah pasti tidak diinginkan Islam sekalipun dalam hukumnya ia adalah sunnah. 

Jadi, dasar hukum dalam Islam itu, masih bisa dikondisikan lagi dengan ajaran-ajaran lainnya yang bisa mengkondisikannya (mengqaidnya). Seperti keharusan orang tua untuk menjaga anaknya dari kerancuan dan ketidakkaru-karuan hidup, dari ketidakpunyaan sasaran hidup yang benar, dari ketidakberencanaan hidup yang sehat, dari sekedar mengumbar nafsu seks yang halal dan sunnah sekalipun dan dari kerancuan sosial yang akan ditimbulkan dari hubungan halal sana sini itu. 

Begitu pula, orang tua harus membimbing anaknya ke arah kehidupan yang sehat yang tidak hanya mengandalkan seks dan nafsu ....dst dimana hal seperti itu terlalu banyak bisa didaptkan di Qur'an dan hadits-hadits makshumin as. Camkan baik-baik, karena antum adalah awam dalam agama. Jangan merasa sok sudah penuh dengan hanya membawa satu hukum kehalalan mut’ah. Karena itu, janganlah mengijinkan anak antum yang masih SD, SMP, SMA, kuliah, untuk mut’ah dengan orang yang belum siap berumah tangga, hanya dengan dalil bahwa Tuhan menghalalkannya. Jangan sampai, anak antum yang masih SMP itu, diijinkan mut’ah karena kalau tidak mengijinkan nanti didebat anak antum bahwa antum hanya menerima konsep mut’ah akan tetapi pada kenyataannya, tidak menerima mut’ah. 

(5). Kenangan yang muncul akibat cerai atau ditinggal mati suaminya itu, jauh beda dengan yang diakibatkan mut’ah. Bedanya seperti langit dan dasar sumur. Karena kawin, pada dasar dan awal tujuannya, adalah membangun keluarga sakinah. Yakni setidaknya merupakan tujuan ke dua setelah penyaluran syahwatnya. Dari awal dia sudah merencanakan hidup bahagia, keluarga sakinah, punya anak-anak yang sehat yang dinaungi ajaran Islam dalam seluruh ajarannya (bukan hanya mut’ah), ...dst. Akan tetapi di tengah jalan, karena tidak kuat dengan cobaan yang dihadapi, maka mereka cerai. Beda halnya dengan mut’ah yang dari awal memang bertujuan mengumbar nafsu. Nah, hal ini, sekalipun bagi yang bukan janda itu dan sudah dengan ijin walinya, tetap beda manakala tidak ada rencana pasti untuk ke kawin daim. Apalagi antum yang pernah mengatakan mau kawin mut’ah dalam beberapa tahun (di diskusi kita di tempat lain). Jadi, beda antara kawinnya pemburu nafsu seks dengan orang yang mengejar filsafat kawin yang salah satunya membentuk keluarga sakinah yang diperintahkan Islam. 

(6). Kenangan kawin daim yang cerai itu, juga beda jauh dengan kenangan dari kawin mut’ah walau hanya pegangan dan hubungan selain seks. Karena yang pertama adalah pemburu keluarga sakinah yang diridhai/dianjurkan Tuhan, sedang yang ke dua adalah pemburu nafsu di selain hubungan seks yang hanya dibolehkan Tuhan (tentu kalau sudah ijin walinya). 

(7). Antum mengatakan, Tuhan saja tidak mengharamkan mut’ah, lah... memang benar begitu, tapi Tuhan tidak suka antum mengijinkan anak perempuan antum main mut’ah sana dan sini sejak SD atau SMP atau tanpa perencanaan daim yang pasti. 

(8). Saya memberi contoh kelas 6 SD atau kelas 1 SMP, karena sejak umur 9 tahun penuh, seorang wanita sudah bisa kawin dengan ijin walinya dalam artian sudah boleh jimak setelah kawin dengan seijin walinya. Nah, kalau antum hanya mengandalkan SATU KEMAUAN TUHAN, dan TIDAK MEMPERHATIKAN KEMAUANNYA YANG LAIN, maka sudah pasti antum harus mengijinkan anak perempuan antum itu mut’ah sana sini dan gonta-ganti pasangan sejak masih kelas 6 SD.

(9). Dengan penjelasan di atas, antum tidak bisa lagi mengatakan bahwa antum tidak malu karena Tuhan saja tidak malu dan telah menghalalkan mut’ah. Karena dengan penjelasan di atas itu, dapat dipahami bahwa kemauan Tuhan itu banyak. Diantaranya tidak menginginkan kita mengijinkan anak-anak kita kawin mut’ah sana sini mengumbar nafsu tanpa perencenaan untuk membangun rumah tangga dan keluarga sakinah. Karena keluarga sakinah, dan mengatur hidup dan semacamnya yang sudah diterangkan di atas itu, merupakan kehendakNya yang lain dalam ajaranNya yang lain. Dan kehendak ini, kalau dilihat dari ilmu ushulfiqih, dapat menumpangi dan mengalahkan kemauan pertamaNya yang menghalalkan mut’ah bagi anak wanita yang sudah baligh kalau seijin walinya walaupun untuk kawin satu jam. Pahamilah ya akhi supaya tidak bikin malu orang Syi’ah dan para imam makshum as. 

(10). Mungkin ada orang yang lambat berfikirnya karena ditumpangi syahwatnya (bukan tidak cerdas) hingga tidak memahami penjelasan di atas itu dan bertanya: ”Kalau memang Tuhan itu tidak menginginkan kawin mut’ah sana sini bagi anak umur 9 tahun, lalu mengapa membolehkannya dan bahkan mensunnahkannya?” 

Jawabnya: Hukum yang diberikanNya itu bertingkat dan berkondisi. Dan hanya orang alim yang bisa tahu seluk beluknya. Karena itu mendengarkan orang yang ahli dalam agama, 


merupakan kewajiban setiap manusia, seperti merujuk ke dokter dikala sakit. 

Tuhan melihat ribuan kondsi manusia tentang kawin mut’ah ini dimana tidak mungkin dirinci satu-satu karena tidak akan membuat masyarakat umum secara rata-rata, tidak akan mampu mengembannya. Karena itu, hukum yang Ia turunkan itu bisa saling memberikan kondisi atau qarinah hingga dengan mudah dapat dipahami misi utama perkawinannya itu. 

Misalnya: Dalam satu rumah, tinggal juga orang yang bukan muhrim, akan tetapi mukmin (dapat dipercaya). Supaya sang ibu tidak perlu pakai hijab terus dalam rumahnya, maka suami sang ibu itu mengawinkan anaknya yang 6 SD atau bahkan lebih muda lagi dengan lelaki mukmin yang ada di rumah itu dan mensyaratinya dengan tidak boleh menyentuhnya (karena dalam mut’ah boleh diadakan syarat). Nah, dengan kawinnya itu, maka si anak kecil yang baru berumur 9 tahun atau lebih itu, dan begitu pula ibunya, tidak perlu lagi harus pakai hijab yang ketat. Maka di rumah, bisa memakai baju yang sopan dan normal, tanpa harus pakai jilbab dst. 

Ini salah satu tujuan dan hikmah dari kebolehan kawin mut’ah bagi anak kecil yang tanpa perencanaan kawin daim itu (yang seijin walinya itu). Jadi, bukan merupakan hukum yang tanpa tujuan. ATAU BUKAN HUKUM KAWIN YANG BIASA YANG UNTUK MENYALURKAN NAFSU SEKS SANA-SINI. 

(11). Saya tidak akan menuntut antum di hadapan Tuhan karena telah mengatakan ana tidak mau mau menerima praktek hukumNya. Walaupun ana layak menuntut antum karena sudah panjang lebar kujelaskan di atas. 

(12). Bacalah buku-buku Islam tentang perkawinan yang ditulis oleh para ulama seperti aytullah Muthahhari ra dan lain-lainnya. Jangan hanya berbekal satu hukum, lalu tabrak sana dan sini. Dan di atas itu sudah kujelaskan sekelumitnya. Semoga saja antum teliti membacanya. 

(13). Ketika antum melihat kawin hanya dari dimensi penyaluran syahwat, atau menyelipkan hal itu, maka sudah pasti antum akan selalu mengarahkan hikmah kawin itu kepada penyaluran syahwat. Padahal banyak sekali hikmah-hikmah lain dari kawin itu, bahkan sekalipun mut’ah dimana diantaranya sudah saya berikan contohnya di atas sebagaimana saya ambil contoh umum di kitab-kitab fikih.

(14). Nah, kesalahan antum pada langkah awalnya, menyebabkan antum jatuh ke jurang berikutnya. Karena itu, antum melihat sebagai kasih sayang Tuhan manakala antum menyantapkan anak perempuan antum yang baru berumur 9 tahun itu, untuk dinikmasti teman-teman kelasnya secara bergiliran dengan dijaraki iddahnya masing-masing. Lah, ... kalau ini adalah kasih sayang Tuhan, maka bagaimana MurkaNya???!!! Na’uzhubillah. Antum mesti taubat dan beristighfaar kepadaNya karena telah menghubungkan sesuatu padaNya yang salah dan tanpa ilmu. 

Sungguh antum ini merupakan ujian bagi kita semua dengan keras pemikiran dan hati yang antum miliki. Semoga saja tidak seperti kata ayatullah Jawadi Aamuli hf yang mengatakan: 

”Kalau seserang itu sudah tidak mau menerima nasihat (tentu nasihat yang argumentatif), maka malaikat Jibril as sekalipun yang turun, ia tidak akan pernah mengambilnya.” 

Ya akhi, carilah ilmu dengan merasa tidak tahu. Atau kalau memang antum harus merasa tahupun, sesuaikanlah perasaan tahu antum itu, dengan yang antum tahu saja, jangan lebih. Misalnya tahu halalnya mut’ah hanya dari kata orang sana sini dan sangat-sangat tidak rinci. Karena kalau tidak, maka akan membuat antum keras hati dan kepala (afwan). Misalnya, belajarlah dengan hanya merasa tahu satu hukum mut’ah saja. Atau belajarlah dengan merasa tahu karena sudah pernah baca beberapa buku yang sekarang sudah dilupkan isinya (artinya harus kosong lagi), atau belajarlah dengan merasa tahu karena pernah mendengar orang bicara tapi tidak tahu argumentnya hingga tidak tahu bisa tidaknya dipertanggungjawabkan 

....dst. Itupun kalau antum harus dan harus, merasa tahu Islam. Wassalam. 

Aziz Letta: hehehehehehe, terimakasih.... terimakasih. Saya bukannya keras kepala atau keras hati. Tapi memang saya awam masalah agama. Tapi saya suka membenturkan isi kepala/hatiku tentunya dengan argumentasi yang saya tahu, agar kebenaran yang lebih tinggi (karena katanya kebenaran itu bertingkat-tingkat). Saya juga tidak akan ngotot untuk mempertahankan argumen- tasiku yang lemah dari segi agama. 

Saya salut dengan antum yang begitu sabar dan sopan menuntun saya (dan juga tentunya pem- baca debat/dialog kita berdua atau bertiga) hehehehehe. Terimakasih....terimakasih. Tapi satu permintaaku jagn bosan bosan kalau sewaktu waktu kita akan kembali ”berbenturan” pada te- ma-tema yang lain. Ok. Saya menerima kebenaran argumentasi antum. Tapi tentunya dengan se- mentara. Siapa tahu suatu saat saya menemukan argumentasi yang menggugurkan argumentasi antum. hehehehehe...... 

Foto antum cocok, bahwa sinar matahari itu memberikan sinarnya kepada bumi tanpa berharap balasan. Tapi saya berdoa kepada Allah agar antum diberi tambahan ilmu biar bisa diajarkan kepadaku dan kepada setiap orang, juga kesehatan dan umur yang panjang. Tentunya saya juga berharap diberikan yang serupa.....allahumma shalli ala muhammad waali muhammad waajjil farajahum. Alhamdulillah. 

Sinar Agama: Aziiz, komentar ana untuk antum akan kutulis dalam munajat hinaku di bawah ini: 

“Syukurku padaMu ya Tuhan, yang mengurangi beban yang melilit jiwaku selama dua pekan ini. Karena sudah hampir dua minggu serasa tersita umur ini lantaran diskusi di dua tempat yang seperti tak kunjung padam, yang seakan menembus kabut tebal yg tiada bertepian. 

Aku ya ... Allah kadang dengan dada sesakku karena sempitnya, dengan air mataku, dengan emosi kalbuku yang kutahan, dengan jemariku yang sering penat dan kram, kucoba bertahan dan kula- lui. Sungguh hanya demiMu dan demi mauMu yang menyuruh sampaikan agamaMu dengan dalil dan hikmah. 

Ya .. Allah tiada aku sesali hidup seperti ini. Yang pasti akan kussesali adalah, kalau Engkau tiada sudi memaafkanku dan memaafkan saudara-saudara seimanku yang mungkin kadang terlihat nakalan seperti saudaraku Aziz ini. Ya ... Allah, tiada apapun yang bisa kami sajikan padaMu ke- cuali tangisan. 

Ya ... Allah bimbinglah kami semua kepada agama yang lengkap dan komplit, bukan agama yang kurang dan sempit. Dan berilah kesabaran pada semua ikhwan dan akhwatku hingga memaaf- kanku manakala kadang kuselentik dengan sedikit kata tak lembut, yang terpaksa kulakukan demi memecahkan kerasnya hati yang diakibatkan gelora hawa nafsu dan tak terbangunnya dengan argumentasi yang tertata cantik. Amin.” 

Terakhir: Terimakasih telah meringankanku mengerjakan yang lainnya. Kalau nanti ketemu argu- ment yang lebih kuat silahkan ajukan lagi. Tapi sebelum itu ada, maka antum tidak boleh meng- aplikasikan kecuali yang sudah antum terima dengan argumentasi ini. Semoga kita semua bisa menjaga kesucian agama Islam dan terutama madzhab Ahlulbait as dengan pikiran, pemahaman dan aplikasi yang baik di tengah masyarakat, amin. 

Aziz Letta: Ana juga minta maaf karena kebodohanku yang dibalut nafsu dunia yang hina telah membuat antum membuang waktu dan umur untuk memberiku setitik pencerahan dalam hidupku yang diliputi kegelapan. Ya Allah demi kemuliaan Nabi Terakhir Muhammad SAAW dan Ahlulbaitnya, persatukanlah hati hati kami dalam melangkah melewati dunia ini menuju padaMU. Ya Allah mudahkannlah kami untuk menlaksanakan ketaatan kepadaMU, Tolonglah kami ya Allah untuk menghindari kemaksiatan kepadamu. Allahumma shalli ala muhammad waali muhammad waajjil farajahum. Alhamdulillah. 

Maya Zahra: Salam wa rahmah ustadz.. saya mau bertanya. apakah seorang laki-laki mut’ah maksimal 4 wanita seperti hukum dipoligami? Dan dari yang saya baca (buku hak-hak wanita, murthada muthahhari) bahwa seorang suami yang sudah Daim tidak boleh mutah kecuali ia se- dang berada dalam jarak yang jauh dengan istrinya sehingga tidak bisa berkumpul. Bagaimana hukumnya? Af1 ustad, mohon penjelasannya mungkin saya salah menafsirkan kata-kata dalam buku tersebut. Syukron ustadz... 

Sinar Agama: Azis, kuamini doamu dengan tambahan: 

“Permudahlah kami untuk taat padaMu dengan mengerti hakikat hukum dan mauMu sebelumnya, hingga tidak menggunakan sebait hukumMu sebagai hakikat agama dan mauMu. Tunjukkan ke- benaranMu sebagai mana ia dan berikan kekuatan untuk mengamalkannya. Hindarkan kami dari agama yang semu, pahaman yang semu, ketaqwaan semu, yaitu yang hanya berdasar pada satu bait syariatMu di tengah-tengah jutaan bait syariatMu. Bimbinglah kami kepadaMu melalui Nabi saww dan Qur'anMu, bimbinglah kami kepada Nabi saww dan Qur'anMu melalui imam-imam makshumMu as, dan bimbinglah kami kepada imam makshumMu as melalui para ulama/marja’ yang dengan sepenuh hati telah mengorbankan hidupnya untuk memahami dan menaati aga- maMu, serta hindarkanlah kami dari merasa menjadi nabi, imam makshum atau ulama yang me- mahmi MauMu. Amin.” 

Aziz, selamat berjuang, jangan putus asa. Aku selalu ada di sisimu untuk selalu menengkarimu dengan santun (pertengkaran ilmiah dan persaudaraan, bukan permusuhan) melalui dalil-dalil, manakala aku diperlukan dan sertakan aku dalam doamu, terimakasih. 

Sinar Agama: Maya, mut’ah itu tidak dibatasi jumlahnya dilihat dari sisi hukumnya. Jadi boleh saja lebih dari empat dan kapan saja. Asal semuanya memenuhi syarat diantaranya adalah si wanita- nya itu janda (sudah pernah kawin dan dikumpuli setelah itu, bukan tidak gadis karena diperkosa misalnya). Dan kalau wanitanya itu belum janda, maka wajib ijin dengan ayahnya dengan jelas. Ini dari sisi hukum. 

Yang kita debatkan di atas itu bukan dari sisi hukumnya, dalam arti satu hukum ini saja. Karena Islam itu luas ajarannya. Termasuk hukum wajib yang ada di tangan orang tua untuk menjaga anaknya dari ketidakterarahan hidup. Karena itu, maka sungguh tidak layak bagi orang tua yang mengijinkan anaknya mut’ah sana sini sejak masih kelas 6 SD. Karena sekalipun boleh, dan bah- kan sunnah dalam mengawinkan anaknya itu, baik daim atau mut’ah, akan tetapi hal ini berten- tangan atau bertabrakan dengan hukum wajib yang lain. Yaitu wajibnya orang tua untuk menga- rahkan dan memimpin anaknya itu kepada hidup yang terarah dan keluarga sakinah. 

Karena itu, maka kalau di antara para orang yang ngerti agama, masalah seperti ini tabu dibahas. Karena masalahnya, sudah jelas. Mana mungkin islam menganjurkan orang tua untuk mengijin- kan anaknya yang masih SD atau SMP dst untuk mut’ah sana-sini tanpa tujuan hidup yang jelas dimana akan membuat kehidupannya di kemudian hari akan menderita. Orang yang tidak ngerti, dikira hal ini termasuk yang dianjurkan dengan alasan hukum kawin itu adalah sunnah. Padahal 

hukum sunnah ini telah bertabrakan dengan hukum wajib yang lain, yaitu wajibnya orang tua untuk memimpin anaknya kepada kehidupan terarah yang tidak mengutamakan syahwat. 

Karena itu maka hukum mut’ah bagi yang anak-anak kecil ini, adalah hukum yang bisa dipakai dalam kondisi-kondisi tertentu yang dianggap darurat, seperti yang saya contohkan di atas, yaitu hidup di rumahnya seorang yang bukan muhrim (yang juga karena terpaksa), atau mau menitip- kan ke orang yang bukan muhrim untuk digendong di hutan yang gelap atau jalanan yang terjal 

....dan seterusnya. 

Maya Zahra: Melihat dari apa yang terjadi, terkadang dari sisi hukumnya saja banyak yang tidak tahu, sehingga banyak juga remaja yang menyalahgunakannya. Contohnya saja masih banyak yang tidak tahu bahwa mut’ah seorang gadis harus denga) ijin ayahnya, alasan mereka karena ada fatwa marja lain yang membolehkan tanpa ijin dari ayahnya (kalo tidak salah mereka merujuk pada Hasan Fadollah, af1...kalo tidak salah ingat seperti itu), padahal ia bermarja pada rahbar. Dan selama ini yang saya kira pun bahwa laki-laki yang sudah daim walaupun tidak berada berjau- han dengan istrinya, maka ia bebas melakukan mut’ah. Lalu saat saya baca buku tsb, ternyata malah tidak diperbolehkan seorang suami yang sdh daim melakukan mutah kecuali ia berada jauh dengan istri daimnya. Untuk itu saya mohon penjelasan ustadz, sekiranya hukum ini jelas semoga tidak ada oknum-oknum yang menyalahgunakan hukum tsb. Maaf jika pertanyaan saya merepotkan...syukron... 

Sinar Agama: Maya,:

(1). Seseorang itu tidak bisa menyandarkan fatwa kepada seorang marja’ hanya dengan kata- katanya. Ini pertama. 

(2). Dan kalaulah fatwa sayyid Fadhlullah itu ada, maka tidak bisa diikuti oleh orang yang tidak taqlid padanya. 

(3). Kalaulah ada fatwa itu, maka ia untuk wanita yang Rasyidah, bukan wanita yang hanya mencapai dewasa. Dan rasyidah/rosyiah itu adalah matang. Artinya wanita yang tidak mengejar nafsu dan tahu kemaslahatan dirinya di masa kini dan masa datang. Artinya tidak bisa ditipu nafsunya dan apalagi orang lain dan cowok ghombal yang cari mangsa sejak SMA atau Kuliah. 

(4). Wanita yang masih bisa dengan mudah digombali, dipacari, diajak nonton, diajak jalan, dibonceng motor, dicumbu, disebtuh....dst dengan hanya sebuah kata “aku cinta kamu dan relah sehidup semati”, tidak bisa disebut wanita yang matang atau rosyidah, akan tetapi ia adalah wanita yang malang yang mengorbankan kemaslahatannya demi nafsunya. 

(5). Nah, walaupun mau merujuk ke ayatullah Fadhlullah, kalaulah fatwa itu ada, maka pasti kepada wanita rasyidah/matang, karena hal ini sudah kaidah fikih dan tempatnya kemungkinan bedanya fatwa, bukan di wanita yang tidak matang/rasyidah. Malah sebagian marja’ seperti ayatullah Khui, mensyaratkan kemandiriannya dari sisi kehidupan dan ekonomi, terlebih dahulu selain masalah kerasyidahannya tersebut. 

(6). Dan sekarang beliau sudah meninggal, dimana tidak bisa lagi diikutinya. Jadi walaupun ada wanita yang sudah matang banget, maka tidak boleh merujuk kepadanya karena sudah meninggal, walaupun ingin taqlid kepadanya. 

(7). Untuk jumlah dan syarat lelaki mut’ah itu, sudah saya jawab di atas. Silahkan rujuk lagi. Dan dimana anti/Anda membaca tidak bolehnya mut’ah bagi lelaki yang berada di dekat istrinya? 

Maya Zahra: Saya baca di buku Perempuan dan hak-haknya dalam islam karya muthadha 
muthahhari (penerbit lentera). Nanti kalo saya bawa bukunya saya tuliskan hadisnya. Syukron penjelasannya ustadz. 

Haera Puteri Zahrah: Ustadz bagaimana pernikahan yang beda paham bisa atau tidak? 2) Jika sekiranya dalam mut’ah itu terlahir anak apakah anak itu berhak juga mendapat warisan dari orang tuanya. Syukron sebelumnya. 

Sinar Agama: Maya: Ok, ana tunggu. 

Sinar Agama: Haera,:

(1). Kalau lelakinya Syi’ah maka tidak masalah, tapi kalau wanitanya yang Syi’ah maka ada yang tidak membolehkan dan ada yang memakruhkan, tergantung marja’nya. 

(2). Anak dari mut’ah tidak beda dengan anak dari kawin daim, termasuk hak nafakah (seperti makan, baju dan sekolah dan lain-lain) yang harus dipenuhi oleh ayahnya dan begitu pula ia berhak mendapatkan warisan orang tuanya. 

Bande Husein Kalisatti and 28 others like this. 

Haladap Saw: SALAM USTAD izin share, ya. 

Halimah Aliyah Az-Zahra: Jazakallah, Ustadz... 

Yusuf Salam: Terimakasih, dokumentasi diskusi yang bagus...izin copas ustaz... 

Sinar Agama: Salam dan terimakasih untuk semua jempol dan komentarnya. Tulisanku selama untuk kebaikan dan tidak untuk bisnis, maka silahkan digunakan dalam bentuk apapun, baik sha- re, copy, print dan seterusnya. 

Besse Tanra Wajo: Salam Ustad. Izin copas... 

Sinar Agama: Besse: SIlahkan saja. 

Besse Tanra Wajo: Syukron Ustad. 

Sinar Agama: Maya, salam dan terimakasih perhatiannya, maaf karena kelupaan hingga tidak terjawab. 

(1). Sepertinya Maya harus lebih teliti membaca buku tsb. Karena ruh dari pada buku itu bukan melarang mut’ah bagi orang yang sudah punya istri dan istrinya dalam jangkauannya. Tapi menerangkan folosofis dari diturunkannya hukum mut’ah itu. Yakni bahwa Islam bukan agama yang merangsang penghamburan nafsu sex. Jadi, maksud awal dari halalnya mut’ah itu adalah untuk yang belum mampu kawin daim (tapi dengan janda, sebab kalau dengan bukan janda harus ijin ayahnya dengan jelas) atau yang sudah punya istri tapi jauh dari istrinya. Ini maksud pertama hukum mut’ah itu. Akan tetapi bukan berarti ia melarang orang yang mau menghamburkan nafsunya. Mirip dengan makan, maka Islam menghalalkan makanan akan tetapi bukan untuk makan ini dan itu sepuas-puasnya. Makan dalam Islam adalah untuk kese- hatan dan seperlunya dan kalau perlu sederhana. Akan tetapi tidak melarang orang yang ingin menjadi mirip binatang yang hanya mengandalkan halal lalu makan terus dan makan terus. 

(2). Jadi syahid Muthahhari ra sedang berusaha menjelaskan kepada kafirin bahwa Islam bukan agama yang menganjurkan nikah mut’ah bagi yang tidak perlu hingga mengorbankan para wanita. Tapi tujuan pertamnya adalah memudahkan yang kepepet. Jadi, Islam mengajarkan kezuhudan akan tetapi juga memberikan jalan keluar bagi kebuntuan, bukan mengajarkan dan merangsang umat untuk menjadi pemburu nafsu sex. Nah, itu yang diterangkan oleh beliau ra. Bukan mau menerangkan haramnya bagi yang tidak perlu. 

(3). Tentang hadits imam Ja’far as itu sudah jelas tekanannya kepada ketidakdiharapkannya seseorang yang tidak kepepet untuk melakukan mut’ah. Yakni bukan pengharaman. Itulah mengapa Maya harus berhati-hati membaca buku itu, yakni harus fokus dan menyambungkan atau menghubungkan semua kata-kata di buku itu dari mukaddimahnya sampai ke akhirnya. Jangan hanya di ambil satu halaman lalu melupakan halaman lainnya. Dan, karena itu pulalah mengapa seseorang yang bukan mujtahid harus taqlid kepada marja’. Karena sudah pasti tidak akan memahami hadits-hadits para makshum as karena tidak punya alatnya. Contohnya di hadits ini. Artinya sergahan imam kepada muridnya itu, bermakna kemakruhan atau ketidakafdhalan, bukan pengharaman.

(4). Buku beliau ra itu juga dalam rangka ingin menangkis serangan kafirin yang mengatakan bahwa Syi’ah sangat merangsang mut’ah seperti berpahala ini dan itu, begini dan begitu ...dan seterusnya. Karena itulah hadits-hadits rangsangan terhadap mut’ah itu dihadapkan dengan hadits-hadits yang terlihat melarang atau tidak merangsang mut’ah. Artinya, serangan ransangan itu ditangkal dengan hadits larangan (makruh) atau tidak utama, bukan haram. 

(5). Dari dua hadits yang nampak bertentangan itu, yaitu hadits rangsangan mut’ah dan larangan bagi yang tidak perlu dan kepepet, lalu ditambah dengan pelarangan Umar, maka dapat disimpulkan bahwa maksud dari hadits rangsangan itu sekedar memerangi dakwah sebagian orang yang telah mengharamkan mut’ah. Artinya untuk menangkal penghapusan hukum ini. Karena itu maka dikatakan misalnya, pahala mut’ah itu seperti syahid (seingat saya) dan semacamnya. Yakni yang mut’ah itu berarti berjuang mempertahankan hukum Tuhan yang diturunakn kepada Nabi saww dimana sedang diusahakn oleh sebagian orang untuk dihapus. 

Jadi ruh buku itu adalah mau mendudukkan hadits rangsangan itu, pada poin perjuangannya, bukan para rangsangan pengumbaran syahwat binatangnya. Akan tetapi di lain pihak, bukan untuk mengharamkannya. Jadi kalau didapat kata tidak boleh, berarti tidak diutamakan atau makruh. Pahaman seperti ini akan dapat dipahami manakala semua buku itu dihubungkan semuanya, artinya tidak dipenggal-penggal. 

(6). Untuk hadits imam Ali as itu (yang melarang mut’ah), maka Maya fatal di sini. Karena syahid Muthahhari ra benar-benar menolak hadits yang diriwayatakn Sunni itu karena bertentangan dengan hadits-hadits lainnya sebagaimana dikutip sendiri oleh beliau ra di kitabnya itu. Yakni beliau menerangkan mengapa hadits larangan mut’ah dari imam Ali as yang diriwayatkan Sunni itu tidak bisa dipakai. 

Tapi beliau ra mengatakan bahwa kalaulah mau dishahihkan, yakni kalaulah, maka maknanya bukan ini dan itu sebagaimana yang diterangkan oleh penukil hadits yang beliau nukil itu (Sunni), akan tetapi maknanya begini dan begitu menurut beliau ra dan para ulama Syi’ah lainnya. Begitulah yang ada di kitab tsb. 

Kesimpulan: Beliau tidak mau menerangkan haramnya mut’ah bagi yang tidak kepepet, akan tetapi mau menerangkan bahwa Islam bukan ajaran yang merangsang umat untuk menghambur- kan syahwatnya seperti binatang dengan menghamburkan mut’ah yang tidak perlu walau sudah dengan janda atau dengan perawan yang sudah diijinkan walinya sekalipun. Itu saja. Wassalam.


اللَّهُمَّ صَلِّ عَلَى مُحَمَّدٍ وآلِ مُحَمَّدٍ وعَجِّلْ فَرَجَهُمْ

Rabu, 19 September 2018

Karbala Dalam Tinjauan Sosial, Filsafat dan Irfan


Seri tanya jawab Muhammad Dudi Hari Saputra dengan Sinar Agama

by Sinar Agama on Tuesday, January 8, 2013 at 4:16 pm



Muhammad Dudi Hari Saputra mengirim ke Sinar Agama: 19-11-2012, Salam ustadz. Sekiranya ustadz berkenan untuk menjelaskan peristiwa karbala dari perspektif filsafat, irfan dan sosial ustadz. Syukron wa afwan. 


Sinar Agama: Salam dan terimakasih pertanyaannya: 

Kalau hanya secara ringkas mungkin bisa dikatakan sebagai berikut: 

1- Kalau dilihat dari sisi sosial: 

Setelah imam makshum as tidak diikuti para shahabat-shahabat Nabi saww dan mereka memilih jalan lain, maka sudah tentu mereka, sengaja atau tidak, banyak melakukan perubahan-perubahan dalam Islam. Pembakaran hadits-hadits yang ditulis di jaman Nabi saww oleh Abu Bakar, penolakan terhadap keterangan-keterangan ayat yang ditulis imam Ali as, berbagai peperangan dan puluhan ribu korban berjatuhan, pengharaman mut’ah dalam haji dan dalam kawin, pembuatan taraweh, menambahi adzan (al-shalaatu khairun mina al- naum), pengkafiran tidak menyetorkan zakat ke pusat pemerintahan walau disetor ke yang memerlukan, penghalalan darah, pengkarifan, pemurtadan,........dan seterusnya...., dimana umat yang baikpun terdiam karena takut, maka akhirnya setelah beberapa puluh tahun dari wafatnya Nabi saww, masyarakat sudah benar-benar menjadi masyarakat yang lain. 

Bayangin saja, puluhan tahun Mu’awiyyah mewajibkan pelaknatan terhadap imam Ali as dan keluarganya di mimbar-mimbar shalat jum’at sudah jadi biasa di masyarakat Suriah. 

Walhasill, pendek kata, maka Islam yang ditegakkan Nabi saww sudah punah selain lahiriah shalat, puasa dan haji dan semacamnya. Karena itulah imam Husain as berkata: 

“Seandainya agama nabi Muhammad tidak bisa tegak kecuali dengan terbunuhnnya aku, maka wahai pedang-pedang, ambillah aku!”. 

Tidak tegak ini bukan maksudnya dengan pemerintahan, karena kalau pemerintahan, maka sudah pasti pemerintahan makshum yaitu dengan kepemimpinan beliau as sendiri. Tapi ketika beliau as mengatakan “kecuali dengan terbunuhnya aku”, maka sudah pasti tegaknya Islam yang dimaksudkan adalah “Pengembalian kehidupan masyarakat kepada kehidupan yang dibangun Rasul saww sekalipun mungkin tidak dibawah kepemimpinan makshum”. 

Memang, kepemimpinan makshum ini, sangat menentukan jalannya kehidupan itu, akan tetapi, kalaulah hal itu tidak terjangkau, maka setidaknya masyarakat secara mayoritas berjalan di atas Islam yang sebenarnya. 

Bayangin, ketika masyarakat taat pada khalifah yang pemabok seperti Yazid, maka jelas sudah terlalu jauh dari tatanan yang diinginkan Nabi saww. Di Indonesia saja, jangankan muslim koruptor, orang kafir juga bisa dipilih oleh muslim untuk jadi pemimpinnya. Nah, ini kan sudah jauh dari kehidupan yang dibangun Nabi saww di atas Qur'an dan hadits-hadits beliau saww. 

Dari sisi lain, masyarakat sudah takut kepada pemerintahan kala itu. Jadi, yang tadinya terpaksa menerima perubahan-perubahan itu, lama-lama menjadi biasa. 

Itulah mengapa umat seperti itu harus dihentak keras supaya terbangun dari kehidupannya yang sudah jauh dari Islam itu. 

Nah, penghentakan itu adalah dengan terbunuhnya beliau as dengan seluruh keluarganya dan shahabat-shahabatnya yang setia yang hanya sekitar 50 orang atau 73 orang. 

Rincian penghentakan itu dengan: 

• Terbunuhnya beliau as sendiri yang merupakan cucu Nabi saww dan Ahlulbait yang makshum. 

• Kekejaman yang terjadi pada diri beliau as, seperti dikepung tanpa air dan dikeroyok sampai sekitar 35.000 tentara. Dipancung kepalanya dan diarak sampai ke Suriah dan mulutnya dipermainkan oleh Yazid dengan tongkatnya di depan ribuan orang di pesta kemenangannya itu. 

• Terbunuhnya seluruh cucu-cucu Nabi saww yang menyertai beliau as yang berjumlah sekitar 23 orang dimana kepalanya juga dipancung dan diarak di atas tombak sampai ke Suriah. 

• Terbunuhnya Ali Ashghar yang belum setahun umurnya dengan panah di depan umum. 

• Dirantainya cucu-cucu Nabi saww yang wanita setelah itu dalam tawanan dan diarak ke Suriah dari Iraq. 

• Syahidnya hdh Ruqayyah yang baru 3 th dengan merangkuli kepala ayah beliau as. 

• ...............dan seterusnya. 

Kenapa menghentak? Karena masyarakat tidak semulia imam Husain as hingga menyayangi darahnya ketimbang darah imam Husain as. Karena itulah, para penyair mengatakan “Ya Husan as, darahku tidak lebih merah dari darahmu.” Begitu pula keganasan itu akan membangkitkan hati masyarakat yang tertidur itu. Begitu pula dengan dipanahnya hdh Ali Ashghar yang masih sekitar berumur 9 bulan. Karena Islam tidak mengajarkan dan tidak membolehkan hal itu. Jadi, walau Yazid beralasan dengan alasan apapun seperti ayahnya, misalnya demi mengatur masyarakat supaya dalam aman dan damai...dan seterusnya... tetap tidak bisa diterima. Karena anak kecil yang masih menyusui tidak akan membahayakan siapa-siapa. Begitu pula dengan dirantainya cucu-cucu Nabi saww oleh para umatnya sendiri, semua itu akan membuat marah dan bangkitanya umat dari tidur lelapnya itu. 

Ini tinjauan kecil dan sangat ringkas dari sisi sosial perjuangan Karbala. Intinya, ingin membangkitkan masyarakat dari tidurnya, yaitu yang sudah jauh dari Islam Nabi saww, agar bangun dan kembali ke Islam Nabi saww. 

2- Kalau tinjauan filsafatnya: 

Tuhan itu Maha Suci. Karena itu, tidak mungkin dapat bersentuhan denganNya kecuali kesucian. Shalat, puasa, haji, wudhu, iman, Islam....dan seterusnya...adalah suatu lahiriah yang tidak menjamin seseorang menjadi suci dan bersentuhan denganNya atau dekat denganNya. 

Ajaran-ajaran Islam, baik Qur'an-nya, haditsnya, tauhidnya dan ibadah-ibadahnya, adalah suatu ajaran YANG BISA MENGANTAR KEPADA KESUCIAN, akan tetapi TIDAK MESTI MENGANTAR KEPADA KESUCIAN. 

Jadi, ajaran-ajaran itu HANYA BISA MENGANTAR, tidak bukan pasti mengantar. Mengapa? Karena ia adalah ajaran. Siapan yang lahir batinnya menerimanya, maka akan suci dan siapa- siapa yang tidak menerimanya dengan benar, tidak akan mendapatkan kesucian itu walau, bagi yang udzur akan mendapatkan maaf dan pengampunan. 

Jadi, kesucian itu, hanya bisa didapat dari ajaran Islam yang suci, yakni benar dan diamalkan dengan benar. Karena itulah Tuhan di QS: 56: 79: 

لَ يَمَسُّهُ إِلَّ الْمُطَهَّرُونََ

“Tidak dapat menyentuhnya -Qur'an- kecuali orang-orang yang suci (dari dosa).” 

Dari sisi lain, penciptaan manusia, tidak lain untuk menjadi suci itu seperti yang difirmankan di QS: 51: 56: 


وَمَا خَلَقْتُ الْجِنَّ وَالِْنْسَ إِلَّ لِيَعْبُدُونِ

“Dan tidak Kucipta jin dan manusia, kecuali untuk menjadi abdiKu”. 

Ketika Tuhan Maha Tidak Terbatas dimana berarti tidak perlu apapun, maka tujuan ke- abdi-an jin dan manusia itu, sudah tentu untuk diri jin dan manusia itu sendiri, bukan untuk DiriNya. 

Artinya, pengabdian dan penghambaan itu, yakni menaati Tuhan dalam segala bidang kehidupan, yakni menjadikan hukum-hukumNya pedoman dalam segala bidang kehidupan, akan membuat manusia suci dari segala kekotoran dan maksiat. Dengan demikianlah maka manusia itu bisa mendekati Yang Maha Suci. 

Tuhan memang dekat dengan siapapun, tapi KuasaNya, bukan ridha dan keSucianNya. Nah, ketika manusia taat, maka ia layak untuk dekat dengan Ridha dan SuciNya. 

Ketika filsafat membahas esensi sesuatu, dari mana, dimana dan untuk apa, dan ketika diterapkan kepada manusia setelah Nabi saww sampai ke imam Husain as, maka sudah tentu tidak ada jalan lain untuk mensucikan manusia itu kecuali dengan mengembalikan mereka kepada Islam yang murni. 

Itulah mengapa walau imam Husain as terbunuh, tetap menang karena sudah berhasil menghentakkan umat dimana hingga kini ajaran murni itu tetap bertahan walau, masih ditutupi di sana sini oleh musuh-musuhnya. 

3- Kalau dari sisi irfan: 

Ketika wujud dan ada itu hanya satu dan Tuhan, maka selainNya tidak lain hanyalah esensi- esensi dan bukan eksistensi. Jadi, semuanya tidak lain hanyalah wajahNya, namaNya, bayangNya...dan seterusnya. 

Dan ketika hanya Tuhan yang Ada, maka apa yang bisa disayangi dari diri kita hingga merasa berat dan takut untuk mempertahankan keAda-anNya???!!! 

Ketika manusia menentang agamaNya, maka ia bukan saja merasa ada tapi malah merasa menjadi Tuhan. Karena itulah Tuhan mengatakan di QS: 25: 43: 


أَرَأَيْتَمَنِ اتَّخَذَ إِلَهَهُ هَوَاهُ

“Tidakkah kamu lihat orang-orang yang menjadikan dirinya (keinginannya) sebagai tuhannya??”. 

Jadi, hentakan Karbala itu, bagi para arif, adalah pembelaan untuk wujud dan ada, karena dengan hentakan itu, diharapkan bahwa manusia tidak menghargai lagi dirinya yang tak ada itu dan kembali untuk membela si Yang Ada tersebut. 

Semua tulisan di atas itu, tidak mewakili apa-apa dari perjuangan imam Husain as. Tulisan itu teramat sedikit dan teramat kebodohan dibanding hakikat perjuangan beliau as. Tapi karena beliau as sendiri yang mengajarkan kita tidak putus asa dan tetap berfikir, maka semampunya saja kujawab pertanyaan antum. 

Wassalam.


اللَّهُمَّ صَلِّ عَلَى مُحَمَّدٍ وآلِ مُحَمَّدٍ وعَجِّلْ فَرَجَهُمْ


Menangis dan Memaktami Orang Mati Serta Fitnah Terhadap Syi’ah, Bag: 1



Seri status Sinar Agama
by Sinar Agama (Notes) on Saturday, February 2, 2013 at 11:19 am





Sinar Agama: (25-11-2012) 

Bismillaah: Catatan Kecil Tentang Menangis, Menjerit, Memukuli Diri di Hari Duka di Jaman Nabi saww. 


Catatan ini dibuat karena banyaknya orang tidak menyadari akan adanya budaya insaniah yang juga ada di jaman Nabi saww dan dibolehkan oleh Nabi saww dan tidak dilarangnya. Yaitu kesedihan ketika keluarga meninggal atau syahid yang disertai dengan tangisan, peringatan tangis, memukuli dada dan kepala. Berikut ini contoh-contoh kecil yang terjadi di jaman Nabi saww dan ditaqrir/dibolehkan: 

(1). Diriwayatkan di kitab Dzkhaairu al-‘Uqbaa, karya Thabari, hal. 183; Musnad Ahmad bin Hanbal, hadits ke: 14 34; dll-nya: 

Dari ‘Urwah bin Zubair dari ayahnya, berkata: Ketika terjadi peristiwa perang Uhud (kekalahan muslimin dan larinya Umar dan beberapa shahabat lainnya dari perang sampai ke Madinah hingga para wanita mencela mereka) terlihat ada wanita yang datang berlari –ke tempat perang- hingga hampir mencapai tempat medan perang tempat para jenazah syahid. Lalu Nabi saww nampak tidak suka para wanita itu datang ke tempat tersebut untuk melihat para korban perang (karena ada yang ditelanjangi dan dirajang-rajang seperti sayyiduna Hamzah ra). Karena itu beliau saww bersabda: “Ada wanita, ada wanita.” Berkata Zubair: “Aku mengira bahwa ia adalah ibuku, Shafiyyah. Karena itu aku lari mengejarnya dan aku berhasil menyusulnya sebelum mencapai tempat para jenazah syuhada. Akhirnya ia me- ladam (memukul-mukul dadanya) dalam dekapanku sementara ia adalah wanita yang sangat kuat. Ia berkata: “Semoga ibumu tidak mengakuimu (celaan karena mencegahnya).” Akupun berkata: “Bukan begitu, tapi Rasulullah yang tidak ingin kamu ke sana.” Kemudian iapun berhenti. 

Ladam, atau perempuan melakukan ladam atau ladamat, adalah memukul-mukul dadanya. Lihat semua kamus bahasa Arab seperti: Lisaanu al-‘Arab (bahkan di kitab ini telah meriwayatkan hadits di atas juga); al-Mu’jamu al-Wasiith; ... dan lain-lainya. 

(2). Dalam kitab Siiratu al-Nabawiyyati, karya Ibnu Hisyaam, jilid. 6, hal. 75: ‘Aisyah berkata: 

“....... telah meninggal Rasulullah saww ketika ia ada di kamarku/pangkuanku. Lalu kuletakkan kepalanya di atas bantal. Dan kemudian aku mengadakan ladam (memukul-mukul dada) bersama para wanita dan juga aku memukuli wajahku.” 

”......قبض وهو في حجري ثم وضعت رأسه على وسادة وقمت ألتدم مع النساء وأضرب وجهي” 

(3). Rasulullah saww ketika melihat sayyiduna Hamzah ra syahid beliau saww menangis dan ketika melihat tubuhnya –yang dicincang- beliau saww menjerit (syahiqa). Bentuk haditsnya bermacam-macam diantaranya: 

عن جابر أن النبي صلى اهلل عليه وسلم لما رأى حمزة بكى فلما رأى ما مثل به شهق. 

Dari Jabir berkata: “Ketika Nabi saww melihat Hamzah –yang syahid- beliau saww menangis, dan ketika melihat tubuhnya –yang dicincang- beliau menjerit.” 

Lihat: al-Mu’jamu al-Kabiir, karya Thabrani, hadits ke: 2932; Kanzu al-‘Ummaal, hadits ke: 36938 dan 36939; al-Mustadrak, karya Hakim, hadits ke: 2510, 4881, 4888; ....dan lain-lain kitab. 

Wassalam. 

Farida Z Ida, Karl Bakawali Heartblaster, Tito Tato dan 74 lainnya menyukai ini. 


Maskulin Rijal: Ahsaaan! Jazakumulloh Ahsanal jaza’. Afwan ane save dan ana share ustadz? 

Bukhorisupriyadi Supriyadi Yadi: Hehehe....akhsan, assamualaikum ya ustadz. Rasa senang aku telah menyatukan ahlul baitku pada keluarga Muhammad Saw. Ya Abdillahil Husain, aku telah berduka merindukan kecintaanmu Ya Husain. 

Sinar Agama: ....kitab Dzkhaairu al-‘Uqbaa....=....kitab Dzakhaairu al-’Uqbaa ....maksudnya. Yakni kurang “a”-nya di Dz.... 

Muhammad Rushan · 92 teman yang sama: 


اللَّهُمَّ صَلِّ عَلَى مُحَمَّدٍ وآلِ مُحَمَّدٍ وعَجِّلْ فَرَجَهُمْ


Sufyan Hossein: Allahumma shalli ala Muhammad wa aali Muhammad. 



Sebastian Ali: 31 teman yang sama: Duhai debu Karbala,..datanglah kuasai jiwa, penuhi hati dengan cinta, aku rindu al Husain,.. 

Rha Be Youll: Friends with Ahlul Irfan Rahimi: Duka mendalam karena Cinta.. begitu indah. 

Deni Chandra: 4 teman yang sama: Inilah Bukti-bukti Kesesatan Pesta Duka Berdarah Asyura Ala Syiah Rafidhah 

10 Muharram, adalah hari yang sangat fenomenal. Bagaimana tidak, pada hari ini manusia terbagi menjadi dua kelompok; PERTAMA, pengikut sejati Rasulullah, pada hari ini mereka berpuasa, ditambah satu hari sebelum atau sesudahnya, sesuai dengan petunjuk Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam. 

KEDUA, mereka yang membangkang kepada Rasulullah, pada hari ini mereka menyiksa diri dengan memukul-mukul muka, dada, bahkan melukai kepala dan pundak hingga berdarah-darah. 

Golongan Pertama, adalah Ahlus sunnah wal jama’ah, mereka adalah As-sawaad al-A’zham, merekalah mayoritas dengan persentase 80 s/d 90 % dari seluruh jumlah kaum muslimin dunia yang mencapai 1,57 Miliar pada 2009. 

Golongan kedua adalah Syi’ah dengan berbagai sektenya; Imamiyah-Rafidhah, Isma’iliyah, Nushiriyah, Ibadhiyah, Houtsiyah, dan lain-lain, dengan persentase + 5,5 %. 

Bukti Kesesatan Pesta Duka Berdarah Ala Syi’ah Rafidhah Majusi : 

1. Pembangkangan Terhadap Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam. 

Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam telah melarang menyiksa diri atas peristiwa musibah yang menimpa seseorang, dalam hadits beliau bersabda: 


لَيْسَ مِنَّا مَنْ ضَرَبَ الْخُدُودَ وَشَقَّ الْجُيُوبَ وَدَعَا بِدَعْوَى الْجَاهِلِيَّةِ

“Tidak termasuk golongan kami orang yang memukul-mukul muka, merobek-robek baju dan berteriak-teriak seperti orang-orang jahiliyah” [HR. al-Bukhari dan Muslim] 

Kemudian beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam menambahkan: 

“Wanita yang meratapi mayat apabila tidak bertaubat sebelum meninggal, ia akan dibangkitkan pada hari kiamat dengan memakai mantel dari tembaga panas dan jaket dari penyakit kusta.” [HR. Muslim] 

PERTANYAAN: Jika Rasulullah menyatakan mereka bukan ‘golongan kami’ (Golongan Rasulullah), maka Syi’ah Imamiah RAFIDHAH termasuk golongan siapa ? 

2. Tasyabbuh (menyerupai) Kaum Kuffar Dalam Ritual Ibadah Mereka. Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam bersabda : 


مَنْ تَشَبَّهَ بِقَوْمٍ فَهُوَ مِنْهُم

“Barangsiapa yang menyerupai suatu kaum, maka ia termasuk golongan mereka”. ( HR. Abu Dawud,no 4031, dan Ahmad : 2/50, 2/92 ). 

Dalam hal ini mereka menyerupai Kristen, lihat di sini : 

http://www.facebook.com/media/set/?set=a.390415370981603.88412.221268711229604&ty pe=3

Kecuali jika mereka mengklaim bahwa hak paten ritual ini adalah inovasi dan temuan mereka. Tapi, dalam hal ini, biarlah mereka yang berkompromi dengan Kristen. 

3. Al-Qur'an Menegaskan Mereka Telah Ditipu Dan Tertipu. 

Allah Ta’ala berfirman dalam Surat Al-Kahfi ; 103-104 , yang artinya : 

Katakanlah: “Apakah akan Kami beritahukan kepadamu tentang orang-orang yang paling merugi perbuatannya” .(103) 

" Yaitu orang-orang yang telah sia-sia perbuatannya dalam kehidupan dunia ini, sedang mereka menyangka bahwa mereka berbuat sebaik-baiknya.” (104) 

Inilah faktanya; mereka kira ritual ini adalah ibadah terbaik, dan bukti cinta sejati mereka terhadap Ahlul Bait. Namun kasian, mereka tertipu. 

4. Ritual Duka Berdarah-Darah Ini, Ajaran Siapa ? 

Imam Husein Radhiyallahu ‘anhu dan Anak-cucnyau tidak pernah melakukan hal ini, apalagi menyuruhnya, bahkan Imam Husein melarangnya dengan tegas. Di akhirat kelak Imam Husein akan berlepas tangan dari mereka. 

Maka kelak mereka akan menyesal, sesuai firman Allah, yang artinya : 

(Yaitu) ketika orang-orang yang diikuti itu berlepas diri dari orang-orang yang mengikutinya, dan mereka melihat siksa; dan (ketika) segala hubungan di antara mereka terputus sama sekali. 

Dan berkatalah orang-orang yang mengikuti: “Seandainya kami dapat kembali (ke dunia), pasti kami akan berlepas diri dari mereka, sebagaimana mereka berlepas diri dari kami”. Demikianlah Allah memperlihatkan kepada mereka amal perbuatannya menjadi sesalan bagi mereka; dan sekali-kali mereka tidak akan keluar dari api neraka. (QS.Al-Baqarah:167). 

5. Cinta Palsu Yang Zhalim. 

Jika bukti cinta Ahlul bait, adalah dengan merayakan pesta kematiannya dengan ritual syaithaniyah ini, maka Ali bin Abi Thalib ayah Husein lebih berhak dengan ritual ini. 

Sesungguhnya ayah Husain (‘Ali bin Abi Thâlib Radhiyallahu ‘anhuma) jauh lebih afdhal (utama) darinya. Beliau juga meninggal dalam keadaan terbunuh. Akan tetapi, mereka tidak menjadikan hari kematiannya sebagai hari berkabung layaknya hari kematian Husain Radhiyallahu ‘anhuma (yang diperingati). 

Bukankah ini kezhaliman yang besar, saat mereka memuja-muji Husein melebihi ayahnya, sang Khalifah ? 

6. Dan Bukankah Rasulullah Lebih Pantas Dan Berhak Untuk Diperingati ? 

Allah Azza wa Jalla telah memanggil Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam, penghulu anak Adam di dunia dan akhirat, sama seperti para nabi sebelumnya. Namun, tidak ada seorang pun menjadikan hari wafat beliau sebagai hari bela sungkawa, atau melakukan perbuatan orang-orang dari sekte Syiah pada hari kematian Husain. 

Tidak seorang pun menyebutkan bahwa terjadi sesuatu sebelum atau sesudah hari kematian mereka, seperti apa yang disebutkan Syiah pada hari kematian Husain. Seperti terjadinya gerhana matahari, adanya cahaya merah di langit dan lain-lain”. 

Bahkan Al-Qur’an telah menegaskan bahwa iman, taqwa, dan kecintaan tidaklah terikat dengan kelahiran atau wafatnya Rasulullah. Allah berfirman yang artinya : 

“Muhammad itu tidak lain hanyalah seorang rasul, sungguh telah berlalu sebelumnya beberapa orang rasul . Apakah jika dia wafat atau dibunuh kamu berbalik ke belakang (murtad)? Barangsiapa yang berbalik ke belakang, maka ia tidak dapat mendatangkan mudharat kepada Allah sedikitpun; dan Allah akan memberi balasan kepada orang-orang yang bersyukur.” ( Aali Imran :144) 

7. Ayatus-Syi’ah Telah Mendustai Dan Mempermainkan Mereka. 

Bukankah cinta Husein dibuktikan dengan menyiksa diri, maka kita tantang AyatuSyi’ah mereka melakukan ritual ini. Ayo Ali Khamane’i (Iran), Ali Sistani (Irak), Hasan Nashrallat (Lebanon), Muqtadha Shadr (Irak), silahkan lakukan ritual siksa diri yang dilakukan pengikut kalian, jika kalian adalah orang-orang yang benar ! 

8. Harga Sebuah Pengkhianatan. 

DUSTA SEJARAH TERBESAR YANG DIREKAYASA SYI’AH adalah : bahwa Husein Bin Ali dibunuh oleh Yazid. 

Lantas SIAPA PEMBUNUH HUSEIN ? Kami tidak perlu menjawab, cukup ayatuSyi’ah yang menjawabanya : 

Marji’ Syi’ah Ayatullah Al-Uzhma Muhsin Al-Amin menuliskan : “ … Kemudian Husein dibai’at oleh 20.000 orang dari penduduk Irak, dan mereka semua menipunya, mereka keluar sedang bai’at ada di leher mereka, maka mereka pun membunuhnya.” (A’yaan Al-Syi’ah : juz I, hal 34) 
Peringatan Kematian Isa Al-Masih 

Sepintas saat melihat ritual ini, saya kira mereka adalah kaum Syi’ah Rafidhah Oleh: Dukung MUI Keluarkan Fatwa Syi’ah Sesat Dan Haram Di Indonesia Foto: 6 

Deni Chandra: 4 teman yang sama: 

IMAM HUSEIN berwasiat kepada saudarinya Zainab : “Wahai saudariku tercinta, saya bersumpah di depanmu, maka tunaikanlah sumpahku ! Janganlah kau merobek-robek baju ( karena kematian ku ), janganlah kau memukul wajah, jangan pula berteriak-teriak dengan kata-kata (sungguh celakalah kami..merugilah kami). ( Mustadrak Al-Wasa’il : juz I, hal 144). 

Kemudian Imam HUSEIN mendo’akan kehancuran untuk Syi’ahnya : “ Ya Allah, jika Engkau beri mereka kenikmatan sampai waktu yang telah ditentukan, maka pecahkanlah mereka menjadi sekte-sekte, jadikanlah jalan mereka berbeda-beda, dan janganlah Engkau jadikan para pemimpin manapun ridha terhadap mereka. Sesungguhnya mereka mengundang kami untuk membela kami, kemudian mereka berkhianat dan memerangi kami.” ( Kasyf-Al- Ghummah, juz II, hal 18 dan 38, I’lam Al-Waraa, karya Al-Thabrasi, hal 949, dan Al-Irsyad karya Al-Mufid, hal 241). 

INTINYA, Imam HUSEIN mengakui Syi’ahnya lah yang mengkhianati dan membunuhnya, dan beliau sangat yakin bahwa beliau akan syahid saat itu, lantaran itu beliau berwasiat dan bersumpah agar wafatnya beliau jangan diperingati dengan cara-cara bertentangan dengan Syari’at Islam. Dan akhirnya, beliau mendo’akan kehancuran bagi Syi’ah. 

9. Tipuan, Penyesalan, Atau Hukuman ? 

Lantas kita bertanya, jika ini hakikatnya, mengapa Syi’ah masih saja menyiksa diri dalam memperingati wafatnya Imam HUSEIN ? 

Jawaban: Hanya ada tiga kemungkinan : 

PERTAMA: Perbuatan tersebut adalah tipuan; mereka sadar bahwa nenek moyang Syi’ah mereka adalah pengkhianat dan pembunuh Husein, maka hal ini perlu ditutupi dengan ritual bersedih dan menyiksa diri. 

KEDUA: Mereka tau bahwa merekalah yang mengkhianati dan membunuh Husein, maka perbuatan ini adalah bentuk penyesalan tingkat tinggi atas dosa mereka terhadap Husein. 

KETIGA: Allah Subhanahu wa Ta’ala menghukum mereka karena pengkhianatan mereka kepada Ali, Hasan, dan Husein, dengan siksaaan yang mereka lakukan terhadap diri mereka sendiri. 

S A U D A R A K U ! 

BUKTIKAN CINTA KITA dengan mengikuti Rasulullah dalam sunnah beliau, yang sampai kepada kita melalui shahabat-shahabat beliau yang jujur dan terpercaya. 

Allah Ta’ala berfirman yang artinya : 

Katakanlah: “Jika kamu (benar-benar) mencintai Allah, ikutilah aku, niscaya Allah mengasihi dan mengampuni dosa-dosamu”. Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang. (QS. Aali Imran:31) 

WAHAI SYI’AH INDONESIA, jika dalil-dalil dari Al-Qur’an, hadits, dan logika juga tidak kalian terima, lantas dengan apa lagi kalian beragama ? 

WAHAI SYI’AH INDONESIA, agama siapa yang sebenarnya kalian ikuti ?! 

------ 

Beberapa video Ritual Sesat Siksa Diri : 

- http://www.youtube.com/watch?v=gIeHjhC8w1U

- http://www.youtube.com/watch?v=dXCoQho16e8&feature=related

- http://www.youtube.com/watch?v=z5jR5VkNl8o&feature=related

- http://www.youtube.com/watch?v=d53fhLw2lJM

- http://www.youtube.com/watch?v=-a6EBYIEkTY&feature=related

- http://www.youtube.com/watch?v=id9FE37gAlA&feature=fvwrel

Perbandingan tatacara Ibadah empat Agama : Yahudi, Nashrani, Syi’ah, dan Islam : http://www.youtube.com/watch?v=BPdDPg0vesU&feature=related

Oleh: Dukung MUI Keluarkan Fatwa Syiah Sesat dan Haram diIndonesia 
Peringatan hari Asyura 1429 H. 

www.youtube.com

Mengenang syahidnya imam Husayn a.s. (hari Asyura) di Jakarta, Indonesia. Pertam... 

Bimo Mangkulangit: Mas deni hanya melihat kulit dari sebuah ritual,...lalu bagaimana posisi anda, anda di pihak Yazid bin Muawiyah bin Abu Supyan atau berpihak pada Husain bin ’Ali bin Abi Thalib...kalau berpihak pada Husain ceritakanlah sejarah yang sebenarnya pada umat islam.. 

Hilmansyah Sari: Allohumma shalli ‘ala Muhammad wa ali Muhammad.. 

Deni Chandra: 4 teman yang sama: @bimo:Dibaca dan pahami lagi isinya bos, sebelum komen disitu sudah cukup jelas. 

Kang Moeni: Friends with Ali Alaydrus and 14 lainnya: Labayk labayk labayka ya husain. 

Muhammad Lutfi: Mohon Pencerahannya Ustad Sinar Agama dan teman-teman yang lain tapi dengan Hujjah yang jelas/Kuat apakah yang di sampaikan oleh saudara Deni Chandra itu benar atau tidak ?? Makasih wassalam... 

Sinar Agama: Muhammad: Yang mananya yang antum tanya. Kalau mau tanyakan, maka satu- satu. Saya sudah sering katakan bahwa kalau terlalu banyak dan sekaligus, maka mungkin tidak bisa menjawabnya langsung, karena banyak pertanyaan. 

- Untuk mukaddimah dia yang membagi-bagi golongan itu dan menetapkan yang lurusnya, yah....itu kan dakwaan belaka tanpa argumentasi. Jadi, tidak perlu diperhatikan. 

1- Untuk no 1 itu, jelas dia tidak memahami hadits. Tentu saja anggap kita menshahihkan Bukhari dan Muslim. Karena di Syi’ah, kita hanya akan memakai hadits Bukhari-Muslim manakala tidak bertentangan dengan hadits-hadits dari jalur Ahlulbait as. 

Nah, anggap kita menshahihkan hadits yang dia bawa itu, bahwa bukan golongan Nabi saww yang memukul muka, merobek baju dan menjerit dengan jeritan jahiliyyah, maka hal ini jelas maknanya dan dia/deni yang tidak mengerti makna yang sebenarnya. 

Makna hadits tersebut jelas sekali bahwa ketiga amalan itu adalah dalam satu rangkaian. Yaitu amalan orang berdua. Jadi, Nabi saww melarang melakukan rangkaian tersebut, bukan salah satu atau salah dua diantaranya. Persis kalau Nabi saww misalnya melarang orang shalat di kuburan. Yang dimaksud Nabi saww adalah seperti yang dilakukan Jahiliyyah yang menghadap ke kuburan. Jadi, rukuk dan sujudnya, tidak dilarang. Yang dilarang adalah rukuk- sujud yang menghadap ke kuburan seperti yang dilakukan orang-orang kafir jahiliyyah. Jadi, kalau ruku-sujud itu tidak menghadap ke kuburan, jelas tidak masalah. Karena itu, para shahabat banyak yang shalat di kuburan Nabi saww, Hamzah ra dan syuhada yang lain. Yang di kuburan Nabi saww ini, sampai sekarang wahabipun tidak bisa membendungnya. 

Hadits yang dia nukil itu (kalau shahih) maka satu paket seperti shalat yang terdiri dari rukuk- sujud dan lain-lainnya. Artinya tidak boleh melakukan duka dengan pukulan muka, merobek baju dan meratap seperti jahiliyyah, bukan salah satu atau salah dua dari ketiganya itu. Jadi, kalau ada orang yang hanya memukul muka, seperti yang dilakukan para shahabat di jaman Nabi saww dan yang dilakukan ‘Aisyah ketika Nabi saww wafat, maka jelas tidak ada masalah. 

Sedang jeritan jahiliyyah itu adalah jeritan tidak terima terhadap ketentuan Tuhan tentang kematian. Yakni menuntut Tuhan alias protes. Nah, ini yang dilarang Nabi saww. 

2- Untuk yang ke dua, jelas roboh dengan sendirinya. Karena yang dimaksudkan menyerupai orang kafir itu adalah kalau satu paket. Emangnya kalau orang kafir ruku-sujud, berarti shalat kita yang ada rukuk-sujudnya menyerupai mereka? Kalau hindu, budha, yahudi dan masehi berdzikir pada Tuhan, berarti ibadah-ibadah kita menyerupai mereka karena ada dzikrinya dan, karena itu berarti kita segolongan dengan mereka? Kalau orang-orang jahiliyyah dulu melakukan haji, seperti thawaf dan shalat di Ka’bah, lalu kita melakukan hal yang sama, apakah berarti sama dan segolongan dengan mereka? Haihaaattt/jauhhh sekali, bukan?! 

Kalau Nabi saww bersabda: “Bukan dari golonganku orang yang rukuk dan sujud dan menghadap ke kuburan.”, maka maksudnya, bukan hanya rukuk dan/atau sujudnya, tapi satu rangkaian, yakni shalat. 

Memang, kadang pengedan-an itu bisa saling mandiri, seperti “Diharamkan bagi kalian darah dan babi dan judi.” Di sini masing-masingnya mandiri karena memang bukan satu paket. Tapi kalau memukul muka, merobek baju dan meratap dengan ratapan jahiliyyah seperti yang ada di hadits itu, maka jelas ini adalah satu paket seperti shalat, yaitu paket duka kematian. Karena itu, kalau dilakukan salah satunya atau salah duanya, maka belum tentu haram. 

Kalau hadits ini ditambah dengan hadits yang membolehkan memukul dada dan muka, terlebih para shahabat melakukannya di jaman Nabi saww dan ketika Nabi saww wafat, maka jelas bahwa melakukan sebagian dari paket duka tersebut, tidak haram. 

Orang-orang wahabi ini tidak memahami ayat-ayat dan hadits, karena tidak memakai cara yang diajarkan dalam berbagai metologi yang ada seperti di ushulfikih. Mereka paling suka memakai cara mudah, supaya juga dapat membodohi umat yang tidak belajar agama. Bayangin, dengan tidak adanya taqlid, semua umatnya sudah jadi mujtahid. Ibarat kedokteran, semua orang wahabi, tidak perlu belajar kedokteran bertahun-tahun, langsung menjadi dokter semua. Padahal belajar agama jauh lebih rumit dari kesehatan/kedokteran yang hanya bisa ditempuh dalam sepuluh atau lima belas tahun. 

3- Yang no 4 tidak perlu dijawab, karena ia hanya dakwaan kosong setelah tidak benarnya dalilnya yang ada di mukaddimah, poin 1 dan poin 2. 

4- Untuk poin 4 itu, sama nasibnya dengan no 3, yaitu hanya dakwaan kosong. 

5- Untuk poin 5 itu jelas logika yang dipakai oleh orang yang buta terhadap sejarah kesyahidan keduanya dan apa-apa yang dilakukan orang-orang Syi’ah. Karena keduanya diperingati, tapi karena penganiayaan yang menimpa imam Husain as itu melewati batas, maka tidak heran kalau Nabi saww dan imam Ali as sendiri telah memperingatinya jauh-jauh sebelum peristiwa itu terjadi. Lihat tulisan sebelum ini tentang peringatan Nabi saww terhadap kesyahidan imam Husain as. 

Dulu waktu saya di Sunni-syafi’i (bukan wahabi yang jahil) mendengar dari para sesepuh syafi’i bahwa main bola itu haram karena berasal dari permainan orang kafir yang memainkan kepala sayyiduna Husain as sebagai bola. 

Baru setelah besar dan berhubungan dengan orang Syi’ah dan bisa baca kitab sendiri baru tahu bahwa yang memainkan itu adalah umat Nabi saww sendiri. 

Maksud saya, ketika kesyahidan imam Husain as sampai seperti itu, dan kepalanya serta kepala 23 cucu-cucu Nabi saww lainnya dipotongin dan dimain-mainkan lalu diarak dari Iraq sampai Suriah, maka jelas peringatannya akan menjadi lain. 

6- Untuk no 6 itu jelas lebih konyol lagi. Justru yang tidak memperingati itu adalah Sunni dan apalagi, wahabi. Karena wahabi menbid’ahkan semua peringatan-peringatan seperti itu, dan bahkan bisa dimasukkan ke dalam kemusyrikan. Kalau Sunni tidak memperingati wafatnya Nabi saww, karena mereka takut membongkar semua kejadian pahit yang terjadi menjelang dan ketika Nabi saww wafat. 

Bayangin, ketika Nabi saww mau wafat, meminta kertas dan pena untuk menuliskan washiatnya supaya umat tidak sesat setelahnya, tapi Umar dan kelompoknya dari sebagian shahabat lainnya yang mendukungnnya, menolak memberikannya dan mengatakan : 

“Siapa dia itu? Dia benar-benar telah ngelantur/ngigau.” (lihat Shahih Bukhari, hadits ke: 2825, 3053, 3168 dan 4431; Shahih Muslim hadits ke: 3089, 3090, 4319 dan 4321). 

Lihatlah betapa Nabi saww menderita menghadapi shahabat beliau saww. 

Masih kurang? Ya Rasulullaaaahhhh betapa tersakitinya dirimu? Begitu beliau saww wafat, para shahabat bukan malah berduka dan mengurusi pemandian dan penguburannya, tapi malah meeting di Saqifah, saling tengkar dan pukul untuk berebut kursi kepemimpinan. Bayangin, di sejarah Sunni, Nabi saww baru dikubur setelah 2 malam dan tiga hari setelah wafat beliau saww. Oh....betapa tidak dihormatinya dirimu ya Rasulullaahhh! 

Ketahuilah, kalau di Syi’ah, semua kesyahidan para makshumin as, baik Nabi saww atau imam as, semuanya diperingati. Tapi peringatan kesyahidan imam Husain as itu memang lain karena kelainan kemazhlumannya, bukan karena melebihkannya dari makshumin yang lain terlebih dari Nabi saww sendiri. Jangankan wafatnya Nabi saww, syahidnya hdh Faathimah as saja diperingati dengan seksama dan pukulan-pukulan dada-kepala. Semua diperingati dengan maktal (pembacaan kesyahidan) dan maktam (pemukulan dada-kepala). 

Karena itu, aku curiga pada deni ini bahwa ia adalah wahabi. Karena ia tidak merasa bersalah tidak memperingati wafatnya Nabi saww. Karena di Sunni hanya maulud yang ada, tapi bukan Haul Nabi saww (peringatan kewafatan). 

7- Untuk no: 8 itu, maka jelas pelanturan yang nyata. Karena penyiksaan kalau melukai badan itu jelas diharamkan oleh para ulama Syi’ah. Pelanggaran sebagian kecil orang Syi’ah yang melukai badan itu, jelas tidak bisa dihubungkan kepada Syi’ah. Kita kan tidak seperti Kristen yang biasanya memburukkan Islam di Indonesia ini dengan perkataannya bahwa semua atau mayoritas pelacur dan narapidana di Indonesia adalah Islam, kalau begitu Islam itu jelek. 

Kalau hanya memukul dada dan kepala, maka hal itu juga dilakukan ulama, terkhusus dada karena tidak perlu buka serban. 

8- Untuk no. 8, jelas dia membaca tulisan itu dengan kebodohannya sendiri. Artinya, tidak mengerti tulisan orang, terlebih seperti allaamah Amini ra. 

Yang berbaiat pada imam Husain as dan bahkan kepada para imam makshum as, seperti imam Ali as, bukan hanya orang Syi’ah. Karena yang menerima mereka para makshumin as itu, bukan hanya Syi’ah, tapi juga shahabat-shahabat lainnya dan golongan-golongan lainnya. 

Yang berbaiat pada imam Ali as ketika dibaiat untuk jadi khalifah setelah Utsman, adalah orang-orang yang membaiat Abu Bakar, Umar dan Utsman sebelumnya. Hanya sedikit mereka yang tidak berbaiat pada yang lainnya dan hanya pada makshumin. Inilah golongan yang dikatakan Syi’ah. Yakni yang meyakini bahwa para imam itu adalah makshum as dan wajib ditaati sesuai dengan hukum Allah dan Nabi saww, sebagaimana saya sudah sering menulis tentang ini.

Nah, yang mengundang imam Husain as ke Kufah dan membaiatnya, bukan semuanya orang Syi’ah dan bahkan Syi’ah adalah minoritas mereka. Para pengundang dan para pembaiat yang lewat surat (yang kemudian mengkhianati dalam aplikasi) adalah orang-orang yang tadinya juga taat pada Abu Bakar, Umar, Utsman dan bahkan Mu’awiyyah. Jadi, tidak heran manakala mereka berbalik karena dijanjikan uang atau diancam kematian oleh Yazid. 

Karena itu, ketika Yazid mendengar orang-orang Kufah mengundang imam Husain as untuk menjadikan mereka pemimpin seperti khalifah-khalifah sebelumnya, maka ia mengirim Ibnu Ziyaad sebagai gubernur Kufah dan mengundang suku-suku penting di Kufah untuk membantunya melawan imam Husain as dimana disertai janji uang dan ancaman mati. Karena itulah, maka para pengundang itu berbalik dengan berbagai alasannya dan membantu memerangi imam Husain as. 

Hanya orang bodoh yang tidak tahu sejarah ini. Karena sejarah ini ditulis di semua kitab sejarah sekalipun Sunni. Akan menambah kebodohan seseorang manakala mengatakan bahwa orang Syi’ah menfitnah Yazid dengan membunuh imam Husain as. 

Karena semua sejarah Sunni itupun menuliskan bahwa kepala imam Husain as itupun dibawa ke Yazid di istananya di Suriah dan mulut suci beliau dipermainkan dengan tongkatnya di sana. 

Pidato-pidato hadh Zainab as dan doa-doa imam Husain as serta tuntutan beliau as kepada orang-orang Kufah yang mengundang itu, bukan kepada Syi’ah. Karena Syi’ah itu, meyakini kemakshuman imamnya, bagaimana mungkin melanggarinya atau, bahkan memeranginya??? Jadi, yang dimaksud oleh beliau berdua as itu, adalah orang-orang yang mengundang yang sudah tentu bukan syi’hnya. Seperti imam Ali as ketika bukan hanya dilanggar oleh umat dan pasukannya yang bernama Khawarij (di medan perang Shiffin), tapi malah dibunuhnya. 

9- Untuk no.9 ini maka jelas tidak perlu dijawab karena kejelasan kesalahannya. Hal itu, karena kesalahan yang ada pada semua dalil-dalil sebelumnya. Karena yang ke 9 ini, merupakan kesimpulan dari ke delapan poin sebelumnya. Dan karena semua dari ke delapan poin itu sudah tidak bermakna lagi, baik karena dalilnya seperti sarang lebah atau dalilnya hanya berupa dakwaan dan penerapan yang ngawur, maka poin ke 9 inipun bernasib sama dengan poin-poin itu. 

Wassalam. 

(tumben internetku lancar hingga bisa menjawab masalah yang panjang yang biasanya tidak bisa sampai akhir, alhamdulillah).

Nanang Agus Satriawan: Hati-hati ustadz. Tidak ada 1 dalil apapun yang membolehkan seseorang melukai dirinya sendiri.. 

Yang ustadz paparkan itu adalah bentuk reaksi sepontan, bukan menjadi alasan untuk dibenarkan, apa lagi sampai harus melukai diri sendiri karena peristiwa yang udah Ribuan tahun, itu sudah menunjukkan ketidakikhlasan atas ketentuan Tuhan..

Sinar Agama: Nanang: Sudah berapa kitab antum baca hingga mengatakan seperti itu? Lagi pula saya tidak mendukung pelukaan. Tapi kalau tidak berbahaya dan sedikit, maka saya tidak pernah melihat dalil haramnya. Coba antum sebutkan dimana dalilnya?

Zaranggi Kafir: Nanang Agus ente banyak-banyak belajarlah tentang takdir hehehehe 

Muhammad Lutfi: Terimakasih atas penjelasan pak Ustadz Sinar Agama, mohon maaf apabila saya sudah merepotkan. 

اللَّهُمَّ صَلِّ عَلَى مُحَمَّدٍ وآلِ مُحَمَّدٍ وعَجِّلْ فَرَجَهُمْ

Nanang Agus Satriawan: Maaf ya ustadz@ saya bukan orang yang menjadikan kitab sebagai suatu pegangan atas sebuah kebenaran, karena sebuah kitab tidak lebih dari pandangan/ akal atau uraian/ucapan yang dibukukan. Sebuah petunjuk (Al-Qur'an) tidak akan bisa menjadi petunjuk jika tanpa penafsiran dari ahli tafsir. Namun harus difahami segala bentuk penafsiran itu adalah pekerja’an akal, sementara petunjuk dari Tuhan (Allaah) tidak membutuhkan akal untuk mengetahui kebenaran petunjuk itu... Silahkan cermati komentar ini ustadz. Salaam..... 

Khommar Rudin: Allahumma shalli alaa Muhammad wa aali Muhammad.

Sinar Agama: Nanang: Jadi kamu ini ngomong pakai dengkul dunk?! Yah....kalau kamu ngomong ini pakai dengkul, maka yang wajib mendengarnya adalah dengkul juga, bukan orang-orang berakal. 

Tapi kalau kamu memakai akal dalam mengatakannya, maka kamu sudah menggunakan akal dunk? 

Lah...emangnya Tuhan menurunkan ayat-ayatNya -afwan- untuk dengkul atau untuk akal supaya dipahami dan diamalkan? 

Kalau kamu tidak pakai akal dan juga melarang akal, lalu kamu menyuruh saya mencermatinya perkataanmu itu, maka saya mau mencermatinya pakai apa, pakai akal atau apa? He he.... ada-ada saja. Tapi kalau maksud kamu pakai ayat, lah...wong yang disuruh cermati itu perkataanmu kok dan bukan ayat. Bukankah dari awal saya sudah katakan mana ayat dan hadits pelarangannya? 

Apa yang kamu pahami dari ayat-ayat ini: 

- QS: 2: 44: 

أَتَأُْمُرو َن النَّا َس بِالْبِِّر َوتـَْن َسْو َن أَنـُْف َس ُك ْم َوأَنـْتُ ْم تـَتـْلُو َن الْ ِكتَا َب أَفََال تـَْعِقلُو َن 

“Apakah kalian menyuruh orang berbuat kebaikan tapi lupa pada diri kamu sendiri sementara kalian 

membaca kitab (Qur'an), tidakkah kalian menggunakan akal kalian???” 

- QS: 2: 73: 
َويُِري ُك ْم آيَاتِِه لََعلَّ ُك ْم تـَْعِقلُو َن 

“Dan Ia menunjukkan kepada kalian ayat-ayatNya/tanda-tandaNya agar kalian menggunakan akal kalian (memahaminya).” 

- QS: 2: 241: 
َك َذلِ َك يـُبـَيِّ ُن اللَّهُ لَ ُك ْم آيَاتِِه لََعلَّ ُك ْم تـَْعِقلُو َن 

“Begitulah Allah menjelaskan untuk kalian ayat-ayatNya, agar kalian menggunakan akal kalian (memahaminya).” 

- QS: 3: 118: 
قَ ْد بـَيـَّنَّا لَ ُك ُم اْآليَا ِت إِ ْن ُكْنتُ ْم تـَْعِقلُو َن 

“Kami telah menerangkan untuk kalian ayat-ayat (Qur'an), kalau kalian benar-benar menggunakan akal kalian.” 

...... dan seterusnya yang seambrek di Qur'an tentang penggunaan akal dan bahwa Tuhan menurunkan ayat-ayatNya itu untuk dipahami dengan akal dan bukan dengan dengkul. 

Lagi pula, kalau kamu mengatakan bahwa tidak perduli kitab karena itu penjelasan akal, lalu apakah kamu perduli dengan perkataanmu? Kalau kitab-kitab ulama yang belajar ilmu puluhan tahun saja bukan ukuran kebenaran, terus.....apakah kamu yang tidak belajar agama itu bisa jadi ukuran?! 

Memang, selama tidak makshum harus dilihat dalilnya. Tapi kamu tidak menggunakan dalil dan langsung menolak dengan alasan bahwa kitab-kitab itu penjelasan orang. Lah .. terus apa kamu ini malaikat yang bisa menolkan penjelasan orang tanpa alasan, sementara orang lain harus menerima kata-katamu tanpa dalil? 

Orang itu boleh tidak makshum, tapi tetap beda orang belajar dengan yang tidak belajar. Emangnya kalau keluargamu sakit dan harus dioprasi, terus kamu yang mengoperasinya?! Kan lucu?! 

Jadi, orang lain menjelaskan Qur'an dengan akal, tapi kamu hakikat Qur'an ya? Jangan-jangan kamu ini Tuhan itu sendiri yang mengerti Qur'an dengan DzatNya, bukan dengan akalmu? Atau kamu ini malaikat Jibril as yang turun ke Nabi saww hingga kamu tidak memahami Qur'an dengan akalmu (yang tidak berdalil) tapi memahami dengan pemberian Tuhan seperti yang diberikan kepada malaikat Jibril as?! 

Erba Syam: Salam.....hehe’ raksye’. 

Midy Noval: Akhi fillah deni terima kasih atas keterangannya. Wahai syiaah bukalah mata hati sudah cukup jelas dalil yang di sampaikan akhi deni bertobatlah wahai syiah kembalilah ke jalan yang benar. Agar kalian semua wahai syiah selamat dari kobaran api neraka, tinggalkanlah mencaci para shahabat nabi. Stop melaknat para shahabat nabi. Biar selamat dunia akhirat. 

Midy Noval: Allohummah sholli ala sayyidina Mohammad wa ala alihi wa shobihi wa sallim. 

Ibnu Prigrisa: Akal itu pasti kerjaan otak..lalu kalau bukan dengan akal..dengan apa lagi kita berpikir... 

Midy Noval: Sinar agama tolong kamu berhenti dari menyesatkan ummat. 

Ibnu Prigrisa: Merasa sesat itu salah satu indikasinya adalah.. bingung dengan segala hasil pemikiran sendiri..atau “takut”akan menjadi ragu-ragu..dengan pemikiran sendiri.(ambigu)..umat akan mudah sesat..akan mendapatkan keraguan tentang keyakinan sendiri..yakin-yakin tidak... nah di saat itulah intervensi syaithan berlaku... 

Ibnu Prigrisa: Sesat..salah arah..atau kehilangan arah..kompasnya kurang paten.. 

Ikhwan Abduh: 17 teman yang sama: cape-dechhh @ @” 

Andy Van Halen: Belajar ilmu agama, zaman sekarang banyak orang pintar, belajar banyak kitab kitab, tapi ilmunya tak berguna, karena ilmunya lebih banyak di gunakan untuk berdebat tanpa manfaat, mensesatkan, mengkafirkan, menyalahkan, sesama muslim, 

Aba Zahrah: Friends with Maya Zahra and 128 lainnya: Midy ente komen pake dengkul yach... hehehe.. 

Paidi Bergitar: Sinar agama,. berjuanglah demi Allah dan rasul sawa.,dan itrahnya aku mendukung- mu. Jangan hiraukan mereka-mereka yang menggonggong. Bihaqqi Muhammad wa aali Muhammad. 

Faqir Al: Sikap dan gerak memukul dada adalah sikap spontanitas kesedihan, tidak mungkin ketika seseorang sedih dan menjerit dia bersikap diam, berdiri kaku dan tegap, mungkin sikap sikap tersebut adalah sikap dan gerak yang bukan kesedihan, setiap rasa yang dirasakan oleh seseorang pasti menimbulkan sikap dan gerak, yah..secara alamilah dengan spontanitas. Kita akan bersikap menangkis dengan tangan kita apabila ada yang mau memukul kita, kita akan berlari apabila ada seekor anjing yang menggonggong kita, dan seterusnya, sikap memukul dada justru itulah sikap yang arif, mau bagaimana lagi sikap kesedihan kita? 

Midy Noval: Sinar agama: Coba liat sejarah ketika putra nabi Mohammad meninggal dunia yang bernama sayyidina Ibrohim, Salah satu shahabat nabi melihat nabi menangis lalu shahabat menanyai engkau menangis wahai Rosululloh. Lalu nabi menjawab, innal ainah tadma’ wa innal qolbah layahzan, wa inna la naquluh illa ma yurdina robbana, wa inna bi firooqikah ya Ibrohiim lamahzunun. Artinya sesunggunya mata meneteskan air mata dan hati lagi bersedih dan saya tidak mengucapkan apa apa, Kecuali apa yang di ridhoi Allah, dan sesungguhnya berpisah denganmu wahai Ibrohim merupakan kesedihan, inti dari hadist tersebut, jika kita mendapatkan musibah tidak boleh menyiksa diri tidak boleh menyakiti diri tidak boleh memukul dada apa lagi sampai berdarah, tidak boleh protes terhadap ketentuan Allah, kita di bolehkan hanya menangis tapi jangan sampai teriak teriak. Orang muslim sejati jika mendapatkan musibah selalu berucap innalillahi wa innailaihi rojiun. Tolong Sinar agama cukup engkau yang sesat tolong jangan sesatkan ummat. Jika engkau terus menyesatkan ummat apa bedanya engkau dengan iblis. 

Deni Chandra · 4 teman yang sama: Syiah hanya menerima jalur periwayatan yang hanya ditransmisikan oleh Ahlul Bait. Di luar Ahlul Bait jalurnya ‘ditutup’. Tapi bisa diterima jika isi hadisnya mendukung keutamaan Ahlul Bait. Akibatnya, Syiah menolak mayoritas hadis yang beredar di kalangan kaum Muslimin (Ahlussunnah wal Jama’ah). 

Berbeda dengan Ahlussunnah, semua hadis diterima baik diriwayatkan oleh Ahlul Bait atau bukan asalkan memenuhi syarat-syarat keabsahan hadis dan perawinya. Ahlussunnah juga mencintai Ahlul Biat. Mereka mencintai Ahlul Bait berdasarkan tuntunan al-Qur’an dan al-Sunnah, bukan atas dasar fanatisme buta. Ahlul Bait merupakan orang-orang baik, tapi mereka manusia biasa, tidak ma’shum. 

Ibnu Prigrisa: Tapi mereka adalah orang-orang pilihan ...bukan berarti orang-orang yang ma’sum.. dan mereka bukan nabi..apalagi tuhan...dan kita semua tentu paham bagaimana bersikap terhadap orang-orang pilihan tersebut... 

Ibnu Prigrisa: Siapapun dia adalah syiah..syiah muawiyah. Syiah syafi’i. Syiah Hambali., Syiah Soeharto., Hitler..hanya saja kita tidak jujur..untuk mengakui bahwa kita adalah shia... 

Midy Noval: Tidak ada yang makshum di dunia ini, kecuali para utusan Allah. 

Iwan Roses: 2 teman yang sama: Setelah membaca dengan seksama komentar-komentar di atas dan penjelasan ustadz SA maka ana makin yakin dan makin cinta pada Ahlul Bayt dan tentunya Makin Bangga telah menjadi Syiah..Alhamdulillah Allahumma Shalli aala Muhammad wa aali Muhammad..Akhirnya Kutemukan Kebenaran Islam yang Hakiki. 

Midy Noval: Iwan. Bukan kebenaran yang hakiki yang kamu temukan, tapi kesesatan yang nyata kau dapatkan. 

Ahmad Fansuri Ahmad: 5 teman yang sama: @Midy Noval Wahai jahil murakkab banyak banyak lah belajar dan membaca tentang kebezaan ahlil bait dan shahabat dan pengkhianatan sebahagian shahabat terhadap darah daging rasulullah sendiri....... belajar lah dari kisah ini. Jangan kamu menganggap shahabat shahabat nabi masuk syurga semuanya...... 

Orlando Banderas: @Midy, kalau anda bilang hanya utusan Tuhan saja yang makshum, bagaimana anda yakin Islam anda murni dari Nabi 100%? Lha wong jarak dari Nabi 14 abad! Kalau tidak ada yang makshum setelah Nabi pasti sudah terdistorsi Islam (miss informasi). Anda kumpulkan saja 10 orang dan buat pesan berantai. Pasti info dari orang pertama beda dengan orang ke10. Padahal ini baru beberapa menit dan hanya 10 orang. Bagaimana kalau 14 abad dan yang meriwayatkan Islam jutaan orang???, pasti miss informasi sangat besar bahkan bisa 0% kebenarannya !!! Camkan baik-baik jangan terpaku hanya ego saja karena semua perilaku kita akan dipertanggungjawabkan sendiri-sendiri di hadapan Allah... 

Ibnu Prigrisa: Tiada yang ma’sum di dunia ini...lalu bagaimana anda bisa paham banyak hal... para nabi telah lama berlalu..dari siapa..? Imam mashab.shahabat..? Tabiin.tabi tabi’in..? Apa yang bisa kita dapat dari mereka..jika untuk menarik kesimpulan apa itu yang di maksud dengan debu saja mereka masih tidak punya kata sepakat..siapa yang anda percayaai.??..semua bisa salah.. para shahabat pun tidak makshum...itulah shia..melihat dan memahami sesuatu sesuai kadar dan tempatnya...bukan maen pukul rata... 

Orlando Banderas: Untuk itulah Allah mengirimkan Imam makshum seperti Nabi yakni 100% benar ilmu dan amal hanya beda maqom untuk memastikan Islam murni 100% seperti Nabi... 

Ibnu Prigrisa: jika semua berpegang kepada satu saja...pasti umat islam akan kuat...lha ini.... tata cara shalat nabi saja masih pada beda pendapat segala macam...apanya yang mau berhasil umat islam ini..imamnya terlalu banyak...mulai imam rumah tangga sampai imam mesjid dari dulu sampai sekarang milyaran sudah manusia yang di anggap sebagai imam ini itu...

Sinar Agama: Midy: Kalau kamu membaca tulisanku sambil makan tahu petis (makanan favorit Madura), yah....sudah pasti tidak akan memahaminya. Ambil air wudhu, meminta petunjuk Tuhan, lalu baru baca dengan perkata dengan baik tanpa menggelorakan hati. in'syaa Allah tulisanku cukup jelas kok. Kalau kamu sudah paham, lalu tidak setuju, maka silahkan tulis lagi. Tapi kalau kamu belum paham lalu tidak setuju, maka pasti debatanmu atau komentarku akan jauh dari yang kumau. Kamu boleh tidak setuju dengan yang kutulis, tapi pahami dulu baru tidak setuju. Jangan sebelum paham, terus komentar, nanti dikira orang kamu mikirnya pakai dengkul. Saya sih... hanya mengira kamu sambil makan tahu petis sambil ngerutis cabe rawit, uwwwaaaahhhh enak banget. Tapi kalau makannya sambil diskusi, maka akalnya bisa menjadi kurang tajam. 

Orlando Banderas: @Midy , untuk itulah karena kita tidak tahu siapa orang yang makshum 100% benar seperti Nabi, maka Allah lah yang memilihnya (bukan manusia !) melalui hadist Nabi. Hadist tentang jumlah dan nama-nama Imam makshum bertebaran justru di kitab-kitab Sunni. Tinggal keputusan anda apakah mau menerimanya atau tidak. Tinggalkan ego golongan dan berpikirlah lebih terbuka, itu anjuran saya. Itupun kalau anda mau menerimanya... 

Friends with Penganten Mercon and 109 lainnya: Afwan Ustadz terima kasih atas Ilmu nya... 

Sinar Agama: Deni: Kamu ini kalau tidak belajar agama, jangan asal nulis. Kalau kamu terima semua hadits Ahlulbait as, maka harus menerima yang kutulis itu. Karena semua itu dari Ahlulbait. Aku memilih yang ada di Ahlulbait yang diterima di Sunni, yakni yang juga ada haditsnya di Sunni. 

Jadi, kalau mau kuat-kuatan, maka yang kutulis itu dari Ahlulbait (muttafaku ‘alaihi) dan Sunni. Sedang yang menentangnya, hanya di Sunni (kalau ada). Jadi, jelas lebih kuat yang kutulis dari yang menentangnya. 

Kalau orang Sunni menerima kitab-kitab hadits Ahlubait as seperti al-Kaafi, yang merupakan salah satu dari 4 kitab rujukan terpenting Ahlubait as (selain ratusan kitab hadits lainnya), maka jelas tidak perlu repot-repot untuk mengikuti Ahlulbait as dan meninggalkan Sunni-nya. Raksyih....!!!!! 

Sinar Agama: Ibnu: Kalau tidak ada makshum setelah Nabi saww, lah....terus siapa yang bisa mempertahankan jalan lurus yang tidak salah sedikitpun (wa laa al-dhaalliin)?! Tuhan dengan jelas mengatakan (QS: 33: 33) bahwa Ahlubait as itu makshum, kok malah antum malah berkata lain?!

Ibnu Prigrisa: yoi @ndo..seperti itulah seharusnya..saya hanya coba ulang kaji apa dan bagaimana pola pikir..kawan-kawan kita dari tetangga sebelah.. 

Ibnu Prigrisa: Qiqiqiqiqi...ustadz..saya hanya coba ulang kaji apa dan bagaimana pola pikir kawan- kawan kita dari tetangga sebelah...itu hanya penyampaian secara luas..kalau detailnya mungkin ust lebih paham...kalu Muhsin Labib sih saya tidak kenal secara langsung..tapi kalau sohib kental dan teman diskusinya ustad Muhsin Labib...orangnya lagi di sebelah saya ni...salam ustadz...

Sinar Agama: Midy: Kamu ini seperti berteriak begini: 

“Ayyuhannaaasssss (hai manusia...), aku dan madzhabku adalah kebenaran hakiki, jalan lurus yang tidak salah sedikitpun walau aku, guruku, imamku, khalifahku...dan seterusnya...semuanya bukan orang yang makshum.” 

He he he...silahkan menikmati teriakanmu itu dan berkatalah: 

“Hai Sinar Agama......., kamu ini jangan menyesatkan umat walau, dengan dalil gamblang, mengikuti imam makshum dari Ahlulbait yang diumumkan kemakshumannya oleh Allah di QS: 33: 33 !!” 

Karena itu, silahkan saja kamu berteriak terus ya Midy, nama yang cukup unik untuk orang madura. 

Sinar Agama: Ibnu: Kalau begitu afwan kalau ana telah salah memahami tulisan antum, afwan. Tapi tulisan itu tidak ana hapus, karena baik untuk para tetangga itu.

Bebek Mewek: Friends with HenDy Laisa and 51 lainnya: Waow,,seru nih,,,maaf-maaf kate ye,,ane gak ikut-ikutan komentar nih,,,ane cuman ikut nampang doang,,berhubung poto profil ane kece,,jadi ane mau nampang,,maaf-maaf kate ye,,,KATE HAJI MUHIDDIN PENGURUS MASJID YANG UDEH DUA KALI HAJI,,,,KALO SI JONI ITU MALING !! 

Ibnu Prigrisa: @ust sinar...biasa tu ustadz...namanya juga tukar pendapat...jangan lupa bagi-bagi ilmunya..semua masih perlu belajar banyak.... 

Muhammad Darwin: Orang yang menjadi penunjuk ke jalan yang benar harus memiliki ilmu & pengetahuan yang menjaga dia dari kemungkinan tersesat, sebab kalau tidak dalam kondisi tersebut hakekatnya dia bukanlah penunjuk yang bisa membimbing orang lain menuju jalan yang benar dan sampai ke tujuan.

Sinar Agama: Deni: Afwan ada yang lupa. Orang Syi’ah itu tidak memakai hadits Sunni. Tapi kalau berdialog dengan Sunni, baru memakainya, tapi yang sesuai dengan Syi’ah dan, itupun sangat banyak. 

Orang Syi’ah tidak memakai hadits Sunni, karena sudah tidak perlu lagi, karena Syi’ah sudah memiliki lengkap hadits-haditsnya. Kitab paling favoritnya ada 4 kitab, dan yang lainnya ada puluhan lagi kitab hadits. Hadits, mutawatir, shahih, hasan, ..dan seterusnya...sampai ke hadtis lemah/dhaif dan palsu/maudhuu’ juga ada di Syi’ah. Satu kitab saja dari salah satu kitab yang 4 itu, jumlah haditsnya melebihi semua hadits yang ada di kutubusiittah. 

Dalam berdialog, memang bijaksananya itu memakai apa-apa yang ada di pilihan teman diskusinya. Kalau kita dialog dengan Masehi hanya membawa Qur'an dan Masehi hanya membawa Injil, maka jelas tidak akan ketemu.

Muhammad Gofur Zfzf: Saya tidak menentang keterangan anda,, sebab anda punya alasan yang cukup tepat. Tapi kalau rasul membolehkan memukuli dada(wanita)...Saya merasa hadis di atas lemah.. 

Sukaenah Azzahro: 176 teman yang sama: Lemahnya berdasarkan apa, pak Muhammad, tidak boleh hanya berdasarkan perasaan. 

Iwan Roses: 2 teman yang sama: @Midy: hehehe semakin ente mengatakan sesat maka semakin cinta pula ana sama Syiah, terus terang selama ini ana mencari kebenaran karena sebelumnya banyak pertanyaan-pertanyaan ana yang tidak bisa di jawab oleh ustad-ustad ana dulu, tiap ustad tersebut memberikan jawaban yang berbeda-berbeda pada masalah yang sama yang ana tanyakan, bahkan ana sempat mempelajari dan membaca buku dan kitab serta video agama lain dengan tujuan mendapatkan pencerahan, akan tetapi setelah beberapa bulan ini ana membaca artikel-artikel dan tanya-jawab dari ustad SA maka ana akhirnya menemukan jawaban yang ana cari karena benar-benar disertai dengan dalil-dalil yang kuat. Hampir 90% pertanyaan ana sudah terjawab dengan memuaskan oleh ustad SA dan saya merasa bersyukur dan berterima kasih atas itu karena semua jawabannya pun sudah ana cek berdasarkan dalil-dalil yang ada, saat ini ana cuma ingin fokus memperbaiki diri dan berusaha mendapatkan ridho Allah dan syafaat nabi dan ahlul baytnya dan berdoa agar dosa-dosa ana masa lalu bisa di maafkan...Allahumma Shalli Aala Muhammad wa Aali Muhammad 

Hendra Abi Atiqah: 7 teman yang sama: Afwan 

Untuk antum-antum yang bilang ustad sinar agama sesat mohon antum renungkan ayat ini QS 6 : 117. “Sesungguhnya Tuhanmu, Dia-lah yang lebih mengetahui tentang orang yang tersesat dari jalan- Nya dan Dia lebih mengetahui tentang orang orang yang mendapat petunjuk.” Emang antum Allah??? 

Selama Ana belajar Ahlul bayt (Syi’i) Ana tidak mendapati (Kami) Ikhwan Ahlul bayt menyatakan ihwan ahlu sunnah sesat... Selamat berjuang kepada ustad sinar agama semoga ustad bisa menyampaikan ilmu-ilmu al makshumin dengan kelembutan dan kesabaran... 

Syahran Nasution: Pengumuman : Barang siapa tidak suka menggunakan akalnya, lebih baik berubah jadi kambing. 

Muhammad Gofur Zfzf: Ya,, mengklaim sebuah hadis lemah,, jika tidak punya dalil yang lebih kuat, itu adalah kesalahan. Tapi menepuki dada, adalah akibat tidak menerima takdir Rabb. Dan itu yang membuat saya berani mengkalim hadis di atas lemah. #wallahualam 

Hendra Abi Atiqah: 7 teman yang sama: 10 november di peringati setiap tahun sebagai hari pahlawan, ga ada yang ribut, ga ada yang protes, ga ada pula yang demo-demo, tidak ada pula yang bilang bid’ah,.. Kenapa ketika orang-orang syiah memperingati 10 asyura sebagai syahidnya cucu rasulluloh, al murtadha, penghulu para nabi, khodijah al kubra putra Amirul mukminin, Ali bin abi Tholib,dan sayidah Zahra pemimpin wanita di syurga, Adik dari al Hasan penghulu pemuda di syurga.... malah di caci di maki, malah sampai-sampai di bom,... coba para ikhwan ahlusunnah fikirkan dimana salah kami???? Sedangkan ustad sinar agama telah memberikan dalil-dalil yang kuat, yang itu pun dari hadis-hadis yang telah di sepakati oleh para ikhwan ahlu sunnah,.. 



اللَّهُمَّ صَلِّ عَلَى مُحَمَّدٍ وآلِ مُحَمَّدٍ وعَجِّلْ فَرَجَهُمْ