Tampilkan postingan dengan label Urgensi. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Urgensi. Tampilkan semua postingan

Minggu, 12 Agustus 2018

Kedudukan Fantastis Imam, Bag: 5-c (Bahwa imam memegang pemerintahan langit dan bumi)



by Sinar Agama (Notes) on Thursday, September 30, 2010 at 7:09 am

Melanjutkan jawaban terhadap permasalahan yang dibawa Abd Bagis, yaitu poin (d) tentang:

IMAM MEMEGANG PEMERINTAHAN LANGIT DAN BUMI

15. Doa tanpa shalawat pada Rasul saww dan Ahlubait as, akan menjadi tertutup dan dengan shalawat, akan menjadi terkabul (Kanzu al-‘Ummal 1:173; Shawa’iqu al-Muhriqoh 88; Faidhu al-Qodir 5:19; Thabrani di tafsir Kabirnya; Baihaqi di Syu’abi al-Imannya; dan lain-lain). 

Shalawat pada Nabi saww harus menyertakan Keluarga beliau saww yang suci/Aali (Bukhari di kitab Da’awaat, bab shalawat atas Nabi saww; dan segudang lainnya). 

Bahkan Shalat lima kali (dalam 3 waktu) menjadi batal tanpa shalawat pada Aali/keluarga suci Nabi saww. (Muslim, kitab al-shalat, bab shalawat atas Nabi saww setelah tasyahhud; Turmudzi 2:212; al-Nisai 1:190; Ibnu Maajah 65; Tafsir Thabari 22:31; Baihaqi 2:379; Sunan al-Daaruqudni 136; Dzakhairu al-‘Uqba 19; al-Shawa’iqu al-Muhriqoh 88; Tafsir Fakhru al-Rozi kala menafsiri QS: 42:23; ...dst sampai tidak terhitung jumlahnya dari kitab-kitab hadits dan tafsir). 

16. Ahlulbait adalah keluarga yang disucikan, bukan sekedar keluarga. Dan mereka itu adalah Ali as, Fathimah as, Hasan as dan Husain as sesuai dengan ayat yang berbunyi +/-: 

“Sesungguhnya Allah hanya ingin menghindarkan dari kalian Ahlulbait/keluarga-Nabi segala ke- kejian/dosa dan membersihkan kalian sebersih-bersihnya.” 

Sesuai dengan tafsir-tafsir dan riwayat-riwayat Sunni seperti: Shahih Muslim, kitab Fadhaaiu al-Shahaabah, bab Fadhaailu Ahlu al-bait 2:367; Shahih Turmudzi hadits ke 3258, 3875; Musnad Ahmad 1:330; Mustadrak 3:133,146, 147, 158; al-Mu’jamu al-Shaghiir 1:65,135; 

Syawaahidu al-Tanziil 2:92 hadits ke 637, 638...sampai 60 hadits; Tafsir Thabari 22:5,7,8; Tafsir al-Duuru al-Mantsur 5: 198; Tafsir al-Kasysyaaf 1:193; Ahkamu al-Qur'an karya Ibnu ‘Arabi 2:166; Tafsir Qurthubi 14: 182; Tafsir Ibnu Katsir 3: 483, 484, 485; dan segudang lainnya. 

Tentu saja, ke 9 imam lainnya adalah Ahlulbait yang makshum, karena Nabi saww bersabda setelah aku ada 12 imam yang semuanya dari Quraisy (Bukhari hadits ke: 7222-7223; Shahih uslim: 3393-3394; dll dari hampir seluruh kitab-kitab hadits dan tafsir Sunni) sementara di Qur'an melarang kita taat (mutlak) pada yang memiliki dosa (QS: 76:24 ). Lihat keterangan selanjutnya di catatanku yang berjudul “Konsep Imamah/Khilafah Dalam Islam (Syi’ah)”. 

17. Ahlulbait di atas, juga sesuai dengan pengakuan ‘Aisah istri Nabi saww. (Shahih Muslim 2:368; yang bersyarah Nawawi, 15:194; Syawahidu al-Tanziil 2:33 dengan 9 riwayat; Mustadrak 3:147; al-Duuru al-Mantsur 5:198; dll). Dan sesuai dengan pengakuan Ummu Salamah, istri Nabi saww yang lain (Shahih Turmudzi hadits ke 3258, 3875, 3963; Syawahidu al-Tanzil 2:24, hadits ke 659, 706, ..sampai 33 hadits; Tafsir Ibnu Katsir 3:484, 485; Usdu al-Ghobah 2:12, 3:413; Dzakhoiru al-‘Uqba 21, 22; Tafsir Thabari 22:7-8; Tafsir al-Duuru al-Mantsur 5:198; dll). 

Ahlulbait bukan istri-istri Nabi saww. (Shahih Muslim 2:362/7:123/15:181 yang syarah Nawawi; Shawaiqu al-Muhriqoh 148; Faraidu al-Simthain 2:250; ‘Abaqotu al-Anwar 1:26,104,242, 261, 267). 

18. Rasul saww bersabda +/-: 

”Aku perang dengan yang memerangi kalian (Ahlulbait) dan damai bagi yang damai pada kalian” (Shahih Turmudzi 2:319; Mustadrak 3: 149; Usdu al-Ghobah 3: 11, 5:523; Kanzu al-‘Ummal 6:216 menukil dari Ibnu Habban 7: 102 dan menukil dari Ibnu Syaibah, Turmudzi, Ibnu Maajah, Thabrani, Hakim dll; Dzakhairu al-‘Uqba 25; Musnad Ahmad bin Hambal 2:442; Tafsir al-Duuru al-Mantsur dalam menafsiri ayat penghindaran dari dosa di atas, yakni ayat tathhir; dan lain-lain). 

19. Ahlulbait yang suci itu dijadikan sebagai penjelas al-Qur'an oleh junjungan kita Nabi Muhammad saww dengan sabdanya yang semakna dengan ini +/-: 

“Kutinggalkan dua perkara yang berat pada kalian yang, kalau kalian pegangi tidak akan pernah sesat setelah aku. Yang pertama kitabullah, dan yang ke dua ‘Itrahku Ahlu Baitku (bc: keluarga suciku, sesuai ayat di atas)”. 

Malahan ada yang sampai-sampai Nabi saww mewanti-wanti umat dengan lanjutan sabdanya +/-: 

“…. Kuingatkan kalian pada keluargaku, kuingatakan kalian pada keluargaku, kuingatkan kalian pada keluargaku”, seperti yang terdapat di Shahih Muslim 2:362. Atau dengan kelanjutan sabdanya yang lain di tempat lain: 

" …dan keduanya itu (Kitab dan Ahlulbait) tidak akan pernah saling berpisah sampai mereka mendatangiku nanti di al-Haudh/Telaga (di surga). Nantikanlah bagaimana kalian akan menyim- pang dari aku melalui keduanya itu”. Hadits Tsiqlain (dua yang berat) ini diulang-ulang Nabi saww di berbagai kesempatan dan tempat. Ibnu Hajar mengatakan: 

“Hadits-hadits ini memiliki jalur/sanad/perawi/thuruq yang banyak yang telah diriwayatkan oleh lebih dari 20 shahabat (sebenarnya keseluruhannya di Sunni ada 35 sahabat, jadi lebih dari kelipatan 3 mutawatir). Di sebagian sanad mengatakan bahwa Nabi saww mengatakannya di Haji Wada’, sebagian yang lain di Madinah diwaktu sakitnya beliau dimana waktu itu kamar beliau telah dipenuhi para shahabat, sebagian lagi di Ghadiru al-Khum, sebagian lagi di Mimbar setelah pulang dari Thaif. Dan semua itu tidak masalah sama sekali karena tidak mustahil Nabi saww mengulang-ngulangnya di berbagai tempat karena perhatiannya pada pentingnya keduanya (Qur'an dan Ahlulbait).” (al-Shawaaiq al-Muhriqoh hal 89 cet al- Maimaniyyah Mesir, dan hal 148 cet al-Muhammadiyyah). 

Hadits-hadits Qur'an dan Ahlulbait ini diriwayatkan di Shahih Muslim 2:362; Shahih Turmudzi 2:308; Musnad Ahmad 3:17, 26,..; Tafsir Ibnu Katsir 4:113; Tafsir Khozin 1:4; Tafsir al-Durru al-Mantsuur 6:7, 306; Usdu al-Ghaabah 2:12; Mustadrak 3: 148;.....dst sampai-sampai saya sendiri kelelahan menghitung jumlah bukunya setelah saya hitung sampai pada kitab ke 70-an, sampai-sampai ke kitab-kitab kamus Arab hadits ini juga dinukil seperti kamus Lisanu a-‘Arab 13:93; Taju al-‘Arus 7:245; al-Qomus 3:342. Saya juga pernah hitung-hitung jumlah haditsnya sampai melebihi 240-an yang tersebar di berbagai kitab-kitab Sunni yang terjangkau saya, belum lagi yang tidak terjangkau. 

20. Malaikat mengucap Ta’ziah pada Ahlulbait kala Nabi saww wafat (Mustadrak 3:57; al-Ishabah 2:129 dan dikatakan di dalamnya bahwa Baihaqi juga meriwayatkan hal ini). 

21. Diriwayatkan bahwa Nabi saww bersabda (dan yang semakna dengan ini) +/-: 

22. (a) Dari Abu Said al-Khudri bahwa Nabi saww mendatangi Fathimah as dan bersabda: 

“Sesungguhnya aku dan kamu (Fathimah as) dan yang tidur ini (Ali as) dan mereka berdua (Hasan as dan Husain as) sungguh-sugguh dalam satu tempat/maqam/derajat di hari kiamat.” 

(Mustadrak 3:137; Musnad Ahmad bin Hambal 1:101; Usdu al-Ghabah 5:523; Abu Daud 1:26; 

Kanzu al-‘Ummal 7:101; al-Riyadhu al-Nadhrah 2:208;). 

(b) “Yang pertama kali masuk surga adalah aku, kamu (Ali as), Fathimah, Hasan dan Husain” 

(Mustadrak 3:151; Dzakhoiru al-‘Uqba 123; Tafsir al-Kasysyaf dalam menafsir QS: 42:23; Nuru al-Abshar 100; Kanzu al-‘Ummal 6:218; al-Riyadhu al-Nadhrah 2:211; dll). 

23. Rasul saww bersabda +/-: 

(a) “Sesungguhnya umat ini akan mengkhianatimu (Ali as) setelah aku dan engkau hidup dalam agamaku dan berperang sesuai ajaranku. Siapa mencintaimu berarti mencitaiku dan siapa yang membencimu berarti membenciku. Sungguh ini (menunjuk ke jenggot Ali as) akan tersemir dari ini (menunjuk ke kepala imam Ali as, yakni jenggotnya akan terlumuri darah dari kepalanya di waktu syahid).” 

Hadits ini dan yang semakna ada di: Mustadrak 3:142; Tarikh Baghdaad 11:216; Kanzu al- ‘Ummaal 6:73; Majma’ 9:138; dll dimana mereka-mereka ini menshahihkan hadits tersebut dan hadits-hadits sebelumnya. 

(b) “Ya Ali sungguh kamu akan ditimpa bencana setelah aku, maka jangan bunuh mereka!” 

(Kunuuzu al-Haqaaiq karya al-Manawi 188, maksudnya jangan perangi mereka di awal-awal wafatnya Nabi saww sebelum Islam kuat secara fisik). 

(c) “... Lalu Rasulullah saww menangis. Rasul saww ditanya: Apa yang telah membuatmu menangis ya Rasulullah? Rasul saww menjawab: ‘Kedengkian-kedengkian berada di hati orang-orang yang tidak dikeluarkannya kepadamu (Ali) kecuali setelah aku (wafat)....’.” 

(Tarikh Baghdaad: 12:398; Kanzu al-‘Ummaal 6:408; al-Riyaadhu al-Nadhrah 2:210; Mustadrak 3:139; al-Majma’ 9:118). 

24. (a) Dikatakan dalam al-Shawaaiqu al-Muhriqah 80 bahwa Imam Ali as pada malam hari yang di shubuhnya beliau tertebas (syahid), sering keluar rumah dan melihat ke langit sambil berkata : 

“Demi Allah aku tidak bohong dan tidak dibohongi bahwasannya malam ini adalah malam yang dijanjikan untukku“. 

Dan al-Shawaiq meneruskan tulisannya dengan mengatakan bahwa ketika imam Ali as telah syahid dikubur pada malam hari (bc: kuburnya disembunyikan) supaya tidak digali lagi oleh kaum Khawarij.

(b)Rasul saww, para nabi dan malaikat mendatangi imam Ali as kala kepalanya tertebas pedang beracunnya Abdurrahman bin Muljam (Usdu al-Ghabah 4:38).

(c) Batu-batu di Baitu al-Muqoddas/Iliya, Suriah bahkan di dunia mengeluarkan darah kental kala diangkat, pada hari syahidnya imam Ali as (Mustadrak 3:113, 144; Thabari dalam al- Riyaadhu al-Nadhrahnya 2:247; al-Shawaaiqu al-Muhriqah 116).

25. Rasul saww bersabda +/-:

(a) “Engkau (Ali) dan syi’ahmu (pengikutmu) mendatangiku di telaga (di akhirat).”

Hadits ini dan yang semacamnya ada di: al-Majma’ dari Thabari: 9:131; Kunuuzu al-Haqaaiq 188; al-Istii’aab, 2:457; Mustadrak 3:136; Tarikh Baghdaad 12:289; al-Shawaaiqu al-Muhriqah 66;).

(b) “Engkau (Ali) dan syi’ahmu di surga.”

Hadits ini dan yang semacamnya ada di: Hilyatu al-Auliyaa’ 4:329; Tarikh Baghdaad 12:289, 358; Majma’ 9:173 dari Abu Hurairah; al-Shawaaiqu al-Muhriqah 96; al-Riyaadhu al-Nadhrah karya Thabari 2:209; Kanzu al-‘Ummaal 2:218; al-Muntakhab min Shehhatu al-Sittah 257;...dst.

(c) “Mereka adalah kamu dan syi’ahmu” dalam menjelaskan khairu al-bariyyah (paling bagusnya manusia, QS: 98:7). (Syawahidu al-Tanzil 2:356-366 hadits ke: 1125 – 1149; al-Shawaaiqu al- Muhriqah 96; Tafsir al-Durru al-Mantsuur 6:379; Tafsir Thabari 30:146; dll).

26. Kata-kata Syi’ah Ali as (Pengikut Ali as) yang keluar dari lisan suci Rasul saww dan yang mengabarkan tentang barbagai hal, seperti paling afdhalnya manusia, masuk surga, diridhai, yang menang ...dst kurang lebih sampai mencapai 200-an kata di kitab-kitab yang tersebar di Ahlussunnah yang menerangkan sekitar ayat atau kata yang berbunyi “Khairu al-Bariyyah”, “al-Faaizuun”, “Radhiallah ‘Anhum”, yakni dari yang terjangkau saya. Diantaranya, Tafsir al- Durru al-Mantsur; Tafsir al-Muharriru al-Wajiz; Tafsir al-Alusiy; Tafsir Thabari; Tafsir Haqqu; Tafsir Ruhu al-Ma’ani; Tafsir Fathhu al-Qodir; Bashairu al-Tamyiz; al-Shawaiqu al-Muhriqoh; al-Muntaqa; Nazhmu Durari al-Simthain; Yanabi’u al-Mawaddah; Syarhu Ushuli I’tiqodi Ahli al-Sunnati wa al-Jama’ati; Fadhailu al-Shahabah karya Ibnu Hambal; Mukhtasharu Minhaji al- Sunnati; Ushul wa Tarikhu al-Firaq; al-Mu’jamu al-Ausath karya Thabrani; al-Mu’jamu al-Kabir karya Thabrani; Jami’u al-Hadits; Jam’u al-Jawaami’; Kanzu al-‘Ummal; al-Sunnah karya Abdullah bin ahmad; al-Syari’ah karya al-Ajiriy; Fadhailu al-Shahabah karya Ahmad bin Hambal; Majma’u al-Zawahid; Mausu’atu Athrafi al-Hadits; Mausu’atu al-Takhrij; Usdu al-Ghabah; Tarikh Thabari; Tarikh Baghdad; Tarikh Demesyqiy; Mizanu al-I’tidal; Taju al-‘Arus; Lisanu al-‘Arab; dll).

Kesimpulan:

1. Nabi saww dan Ahlulbait yang suci –Hdh Fathimah as n 12 imam Makshum as- ada dalam satu maqam dan paling afdhalnya makhluk.

2. Afdhal sama dengan lebih tinggi dan dekat di sisi Allah secara hakiki.

3. Yang lebih tinggi/dekat, menjadi perantara Tuhan bagi yang lebih rendah/jauh.

4. Perantara, yakni dalam segalanya termasuk pengaturan.

5. Terbuktilah bahwa mereka mengatur dengan perintahNya


Catatan Sebelumnya:


اللَّهُمَّ صَلِّ عَلَى مُحَمَّدٍ وآلِ مُحَمَّدٍ وعَجِّلْ فَرَجَهُمْ


Kedudukan Fantastis Imam, Bag: 5-b (Bahwa imam memegang pemerintahan langit dan bumi)



by Sinar Agama (Notes) on Wednesday, September 15, 2010 at 8:32 pm

Melanjutkan jawaban terhadap permasalahan yang dibawa Abd Bagis, yaitu poin (d) tentang:

IMAM MEMEGANG PEMERINTAHAN LANGIT DAN BUMI

Jawaban-2-a Untuk Poin (e)

Sebenarnya, setelah melewati jawaban-1 (e), sudah dapat diketahui bahwa para imam/khalifah memegang pemerintahan langit dan bumi, sekalipun mereka tidak punya ikhtiar apapun kecuali hanya sebagai perantara Allah mengatur para malaikat yang mengatur alam ini. Dan sekalipun mereka harus hidup sebagaimana mestinya sebagai seorang manusia yang memiliki taklif. 

Dalam banyak ayat dan riwayat telah mengisyaratkan kepada ketinggian derajat mereka di sisi Allah, tapi banyak muslimin hanya memahaminya sebagai semacam pangkat kesepakatan sosial- politik seperti presiden, bukan sebagaimana pangkat hakiki. Padahal, pangkat yang diberikan Allah kepada hambanya adalah hakiki. Oleh karena itulah mereka menafsir al-Mashir dalam Qur'an selalu sebagai “tempat kembali” (QS:2:126; 2:285), bukan “menjadi”. 

Padahal, makna “menjadi” lebih dekat dengan makna “kembali”. Oleh karenanya makna dari “Wa ilaihi al-Mashiir” adalah “Dan kepada Dia-lah menjadi”. Yakni kepada Allah-lah menjadi, bukan tempat kembali seperti kembalinya manusia ke kota aslinya dimana ia tidak menjadi kota tsb. Tentu saja, karena Allah mengatakan “kepada”-Nya-lah, menjadi, maka tidak akan pernah menjadi Allah, walau bagaimanapun. Karena “menjadi kepadaNya” jauh beda dengan “menjadiNya”. Yang jelas bahwa semua maqam itu bukan diduduki manusia, tapi manusia telah menjadi maqam- maqam tsb. 

Berikut ini saya akan nukilkan ayat-ayat atau riwayat-riwayat yang ada dalam Sunni saja yang melukiskan pangkat-pangkat dan derajat-derajat itu supaya saudara-saudara Sunni tidak meng- klaim bahwa hal seperti itu hanya ada di Syi’ah. Tentu saja penukilan itu hanya sebagian kecil dari yang ada di berbagai bidang dan maqam. Dan insyaaAllah pembahasan (e) ini akan diakhiri dengan bahasan filosofisis di jawaban-3. Nukilan-nukilan naql tsb adalah: 

1. Allah berfirman “Kami tidak mengutusmu kecuali rahmat bagi sekalian alam” (QS: 21:107). Sekalian alam di sini sudah pasti dunia-akhirat dan dari sebelum nabi Adam as sampai hari kiamat dan akhirat. Rahmat di sini sudah tentu bukan hanya seperti hujan, karena hujan juga mendapat rahmat dari Nabi saww. Bukan pula hanya seperti syariat karena sebelum Nabi saww tidak dibimbing beliau secara langsung, dan syariat sebelum beliau berbeda dengan syariat beliau kecuali dalam tauhid dan beberapa ajarannya sekalipun agama mereka juga bagian dari alam ini yang juga mendpt rahmat dari beliau saww. Tentu juga tidak hanya seperti surga karena surga juga mendapat rahmat dari keberadaannya. Begitu seterusnya. Apapun yang kita sebut sebgai rahmat, dia juga mendapat rahmat dari Allah melalui Nabi saww. Sebenarnya, hal itu adalah pengaturannya atas semuanya. Ringkasnya, beliaulah khalifah tertinggi Allah hingga para khalifatullah yang lain juga dalam pengaturannya. 

2. Firman-firman Allah tentang Isra’-Mi’raj Nabi saww dan semua riwayat yang telah memenuhi semua kitab-kitab tafsir dan hadits di Ahlussunnah, yang menerangkan bahwa beliau melewati maqam nabi-nabi Ulu al-‘Azm (Nabi yang dituruni Syari’at, nabi Muhammad saww, Isa as, Musa as, Ibrahim as dan Nuh as) dan ayahnya sendiri Adam as, sampai pada Sidratu al-Muntahaa, sampai tidak mampunya malaikat Jibril as untuk mengantar Nabi saww hingga kalau selangkah kecil saja maju akan terbakar, sampai pada menerima perintah shalat secara langsung dari Allah tanpa perantaraan Jibril as karena sudah tidak bisa ikut, ...dst, semua itu menandakan kelebih tinggian Nabi saww dari semua malaikat dan para nabi sendiri. Dan sekali lagi, ketinggian ini, bukan ketinggian majazi atau pangkat kesepakatan seperti presiden, tapi pangkat hakiki yang diakibatkan oleh perjalanan spiritual/ruhani seorang Muhammad saww. Oleh karenanya ketika Nabi saww menjadi lebih dekatnya makhluk kepada Allah, berarti semua makhluk yang lebih jauh atau di bawahnya berada dalam pengawasan dan pengaturannya, dan dia akan menjadi paling tingginya secara hakiki maqam khalifatullah itu. 

Jadi, semua rahmat yang turun kepada yang dibawahnya akan melalui beliau saww. Inilah makna paling tinggi dan paling dekat dengan Allah. 

3. Dengan penjelasan (2) di atas, maka tidak heran kalau dalam shahih Turmudzi 2:282 dari Abu Hurairah dan yang mirip dengannya di Mustadrak 2:600 dari Ibnu Sariyah, diriwayatkan dari Nabi saww bahwa kenabian nabi Muhammad telah diwajibkan dikala nabi Adam as masih antara ruh dan jasad, atau masih berupa tanah. Atau dalam Kanzu al-‘Ummal 6:108, telah meriwayatkan dari Nabi saww +/-: 

“Aku adalah penghulu semua rasul ketika diutus, mendahului mereka ketika masuk (bc: surga, Allahu A’lam), yang memberi kabar gembira ketika mereka putus asa, imam mereka ketika mereka sujud, lebih dekat dari mereka pada hari perkumpulan, aku berbicara dan Dia (Tuhan) membenarkanku, aku memberi syafaat maka Dia mensyafaatiku, aku meminta maka Dia memberiku”. 

4. Hidayah Rasul saww adalah paling bagusnya hidayah sebagaimana yang diriwayatkan dalam kitab-kitab hadits seperti Muslim dalam Kitab al-Jum ah, Bab Takhfifi al-Shalat wa al-Jum’ah, dll-nya. Semua ini juga menunjukkan kelebihan Nabi saww dari para khlifatullah yang lain. 

5. Shahih Muslim juga bahkan telah membuat sub judul atau bab dalam shahihnya, Kitab al- Fadhail, dengan judul bab “Tafdhiilu Nabiyyinaa ‘Alaa Jamii’i al-Khalaaiq”, yakni bab “Kelebihan Nabi kita dari semua makhluk” dimana diantara riwayatnya adalah, Nabi saww bersabda +/-: 

“Aku penghulu manusia di akhirat”. 

Ini juga menunjukkan kelebihan Nabi saww dari khalifah-khalifah yang lain dari para nabi dan imam. 

6. Muslim juga, dalam shahihnya, kitab al-Masajid, hadits ke tujuh, meriwayatkan dari Abu Hurairah dari Nabi saww: “Aku dilebihkan dari semua nabi dengan 6 perkara; Aku diberi Jawaamii’u al-Kalim (semua Kalamullaah), .....”. Ini juga menunjukkan kelebihan beliau saww dari semua nabi as. 

7. Di Mustadrak 2:547 dan yang lainnya, diriwayatkan dari Abu Hurairah dan lainnya, bahwa Nabi saww bersabda +/-: 

”Penghulu para nabi itu ada lima dan aku penghulu dari yang lima”. 

8. Dalam banyak sekali tafsir-tafsir yang mengatakan bahwa salah satu makna dari Kalimat yang diberikan kepada nabi Adam as hingga beliau diampuni Allah swt setelah bertawassul dengan Kalimat itu, adalah kalimat “Muhammad”, hingga ketika nabi Adam as bedoa +/-: 

”Demi Muhammad ampuni aku”, Allah mengampuninya. Lihat tafsir-tafsir: Al-Tsa’labiy, Haqqiy, Al-Lubaab, Al-Qurthubiy, Al-Tsa’alibiy, Al-Alusiy, Ithfisy-‘ibaghiy, Al-samarqandi, Al-duuru al- mantsur, dll. 

9. Pengakuan nabi Adam as bahwa nabi Muhammad saww paling afdhalnya makhluk Allah swt. 

Dalam tafsir al-Durru al-Mantsur diriwayatkan bahwa ketika nabi Adam as berdoa dengan doa tadi (Aku bermohon ampunan padaMu demi Muhammad), Allah berfirman +/-: 

“Siapa Muhammad itu?” 

Nabi Adam as menjawab: 

“Ketika Engkau cipta aku, aku melihat ke langit dan kulihat di ‘Arsy tertulis ‘La ilaha illallah Muhammdan Rasulullah’, maka dari itu aku mengerti bahwa tidak ada makhluk yang lebih afdhal darinya hingga Engkau letakkan namanya bersama NamaMu”. 

10. Nabi Muhammad saww sebagai sebab diciptakannya nabi Adam as (tentu saja dengan segenap keturuannya dan para nabi dan alam ini karena Allah berfirman “Dialah yang mencipta untuk kalian semua yang di bumi ....” QS: 2:29). Dalam tafsir al-Duuru al-Mantsur di atas dalam menjawab nabi Adam as Allah berfirman: 

“Wahai Adam, dia –Muhammad- adalah akhir para nabi dari keturunanmu, andaikan bukan karena dia, maka Aku tidak menciptamu.” 

11. Imam Ali as sebagai diri Rasul saww. Allah berfirman +/-: 

" ... maka katakan pada mereka mari kita ajak anak kami/kamu dan wanita-wanita kami/kamu dan diri kami/kamu lalu kita bermubahalah agar laknat Allah menimpa orang-orang yang bohong”. (QS:3:61). 

Tidak ada mufassir yang tidak tahu bahwa Nabi saww mengajak imam Ali as. Padahal dalam ayat itu dinyatakan “diri kami” yang semua penafsir dan orang yang bisa bahasa Arab mengerti bahwa “diri kami/anfusana” adalah “Diri Pembicara” atau “Mutakallim”. Dengan ini dapat dipastikan bahwa diri imam Ali as adalah diri Rasul saww. Lihat semua tafsir Sunni; Shahih Muslim, kitab Fadhailu al-shahabah, bab Min Fadhaaili ‘Ali; Shahih Turmudzi 2:166; dll). 

12. Dalam Bukhari bab ‘Kaifa Yaktub’ dan dalam bab ‘Umratu al-Qadhaa’; Shahih Turmudzi 2:297; Abu Daud 3:111; Sunan Baihaqi 8:5; Sunan al-Nasai dalam Khoshoisnya 5; Musnad Ahmad 1:98; Turmudzi 2:297; Mustadrak 3:120; dll diriwayatkan bahwa Nabi saww bersabda +/-: 

“Ali dari aku dan aku dari Ali ” atau “ Kamu (Ali) dari aku dan aku dari kamu ”.

Dalam al-Riyaadhu al-Nadhrah 2:164 telah diriwayatkan dari Nabi saww +/-: 

“Aku dan Ali adalah satu cahaya selama 4 ribu tahun sebelum diciptakannya Adam as, dan ketika Allah mencipta Adam as maka cahaya itu dibagi menjadi dua bagian, satu bagian adalah aku dan yang lainnya adalah Ali”. 

Pengarangnya juga mengatakan bahwa hadits ini juga dikeluarkan juga oleh Ahmad bin Hanbal dalam al-Manaaqibnya. Lihat juga Mizaanu al-I’tidaal karya al-Dzahabi 1:235. 

Dalam Majma’ karya al-Haitsami diriwayatkan dari Rasul saww +/-: 

“ ...Ali dari aku dan aku dari dia, dia dicipta dari tanahku ...”. 

Dalam Tarikh Baghdad juga diriwayatkan dari Rasul saww +/-: 

“Aku, Harun, Yahya dan Ali dicipta dari satu tanah”. 

Dan dalam Hilyatu al-Auliyaa’ diriwayatkan dari Rasul saww +/-: 

“Barang siapa yang ingin hidup seperti hidupku, mati seperti matiku dan bertempat tinggal di surga ‘Adn yang ditanam oleh Tuhanku, maka hendaknya ia berwilayah/berimam pada Ali setelahku dan berimam pada penggantinya dan mengikuti para imam setelahku, karena mereka adalah ‘Itrahku, dicipta dari tanahku dan diberi rizki kepahaman dan ilmu....”. 

Rasul saww bersabda +/-: 

“Ya Ali, orang-orang dicipta dari pohon yang beraneka ragam sedang aku dan kamu dari satu pohon yang sama”. (Mustdarak 2:241; Kanzu al-‘Ummal 6: 154). 

Atau sabda beliau saww +/-: 

“Aku adalah Pohonnya, Fathimah cabangnya, Ali benihnya, Hasan dan Husain buahnya, syi’ah- syi’ah kami adalah daunnya. Pangkal pohonnya di surga ‘Adn.” (Mustadrak 3:160; Dzakhairu al-‘Uqba 16). 

13. Nabi saww bersabda bahwa: 

(a) Ali as paling afdhlanya makhluk. (Shahih Turmudzi 2:299; Nasai dalam Khashaaishnya, 5; Usdu al-Ghaabah 4:30; al-Dzakhaair 61; Mustadrak 3:130; Hilyatu al-Auliyaa’ 6:339; Taariikh al-Baghdaadi 3:171; Kanzu al-‘Ummaal 6:406; Dzakhaairu al-‘Uqbaa 61; dll). 

(b) Marah Ali as marah Nabi saww begitu pula sebaliknya . Yang dicintai Ali as dicintai Nabi saww dan Allah swt, begitu pula yang bermusuhan dengannya. (Mustadrak 3:128,130; Tarikh Baghdadi 4:40/13:32; al-Nasai dalam Khashoishnya 28; al-Riyaadhu al-Nadhrah 2:166; Kanzu al-‘Ummaal 6:157; dll). 

(c) Yang mengejek Ali mengejek Allah. (Mustadrak 1:121; Musnad Ahmad 6:323; al-Nasai dalam Khashaaishnya 24; Kanzu al-‘Ummaal 6:405; Dzakhaairu al-‘Uqbaa 66; dll). 

(d) Yang mengganggu Ali as mengganggu Nabi saww. (Mustadrak 3:122; Musnad Ahmad 3:483; Usdu al-Ghobah 4:113; al-Ishabah 4:304 dan berkata bahwa Bukhari juga manukil dalam Tarikhnya; dll). 

(e) Yang menjauh dari Ali as menjauh dari Nabi saww. (Mustadrak 3:123; Mizaanu al- I’tidaal 1:146; Thabari dalam al-Riyaadhu al-Nadhrahnya 2:167; Kanzu al-‘Ummaal 6:156; Thabrani dari Ibnu ‘Umar 156; dll).

(f) Ali as tahu semua ilmu dan hikmah Nabi saww sebagai pintu Hikmah dan Ilmu beliau saww (Shahih Turmudzi 2:299; Mustadrak 3:126; Taariikh Baghdaadi 4:348, 7:172, 11:38,49, 11:204; Kanzu al-‘Ummaal 6:401; Hilyatu al-Auliyaa’ 1:64; Thabari dalam al- Riyaadh al-Nadrahnya 2:200; Usdu al-Ghaabah 4:22; Tahdziibu al-Tahdziib 6:320, 7:427; Faidhu al-Qodiir 3:46; al-Shawaaiq 73; Syawaahidu al-Tanziil karya al-Haskalaani 1:334; Taariikhu al-Khulafaa’ karya al-Suyuuthii 170; al-Miizaan karya al-Dzhabii 1:415; al-Jamii’u al-Shaghiir 1:93; dll, sampai-sampai ada buku tersendiri yang dikarang ulama Sunni bernama al-Maghribi tentang keshahihan hadits ini dalam bukunya “Fathu al-Mulki al- ‘Ali bishehhati Haditsi Babi Madinati al-‘Ilmi Li-‘Ali”; dll). 

14. Nabi Adam as bertawassul dengan imam Ali as dan Ahlulbait yang lain as. Dalam tafsir al- Durru al-Mantsur karya al-Suyuuthi ketika menerangkan ayat “Kemudian Adam mendapat beberapa Kalimat dari Tuhannya, maka (dengannya, penerjemah) Allah menerima taubatnya” (QS: 2:37). 

Diriwayatkan dari Ibnu Abbas, ia berkata: Aku bertanya kepada Rasul saww tentang “beberapa kalimat” dari Tuhannya itu hingga ia diterima taubatnya. Rasul saww bersabda: 

“Dia (Adam as) meminta: ‘Demi Muhammad, Ali, Fathimah, Hasan dan Husain hendaknya Engkau terima taubatku’, lalu Allah menerima taubatnya.” 

Dan dalam Kanzu al-‘Ummaal 1:234 diriwayatkan dari Nabi saww bahwa Kalimat-kalimat itu adalah: 

“Berkata (Jibril as kepada Adam as): Hendaknya kamu pegangi kalimat-kalmat ini niscaya Allah akan menerima taubatmu dan mengampuni dosamu. Katakanlah: Ya Allah aku memohon padaMu demi Muhammad dan Keluarga (Aali) Muhammad, Maha Suci Engkau, tiada tuhan selain DiriMu, aku telah berbuat kejelekan dan aku telah menganiaya diriku, maka berikanlah taubatMu, sesungguhnya Engkau Maha Penerima Taubat, ...... Itulah kalimat-kalimat yang diberikan kepada nabi Adam as.” (Lihat juga di: Manaaqib Ali karya al-Maghaazilii al-Syaafi’ii 63; Yanaabi’u al- Mawaddah 97 dan 239; Kanzu al-‘Ummaal 1:234; Muntakhab Kanzu al-‘Ummaal 1:419; dll.) 

16 people like this.

Muhammad Amran: Syukron ustad.. 

Sinar Agama: Maaf signalku/sinyalku lagi kurang bagus. Untuk mas Eby_A: Terimakasih telah mempercayaiku untuk curhat. Saya tidak akan bisa memberi solusi sepenuhnya karena hal itu diperlukan data-data lengkap tentang kebimbangan yang dimaksud. Kalau mslh yang dihadapi itu masalah-masalah keyakinan, maka semua yang berbeda-beda itu diadu argumentasikan dalam akal. Lalu dipilih yang lebih kuat dalilnya. Setelah itu diajukan kepada yang dianggap mampu untuk melihat benar dan kuatnya tsb. 

Dalam masalah keyakinan dan agama, suara yang harus didengar adalah dalilnya, bukan lain- lain dari pada itu. Kalau masalah yang dihadapi itu adalah tentang kehidupan, maka diperjelas dulu dalam diri duduk masalahnya dan seluruh dalilnya. Setelah itu mencari orang yang dianggap tahu dalam masalah itu dan menambah info-info dengan menanyakan bidang-bidang tersebut. Setelah dianggap cukup, maka perbandingkan lagi dalam diri dan bisa diambil keputusan dengan Bismillaah. 

Yang harus diingat, setiap melakukan debat dalam diri, dalam hal apapun, tidak boleh cenderung pada yang disukai. Jadi, diskusinya betul-betul harus seru dan saling menjatuhkan dan tidak boleh ada rasa kasihan. Karena hal tersebut akan lebih mengarahkan kita pada kebenaran, dan cara terdekat pada hidayah. Inilah yang dikatakan ikhlas dalam berfikir itu. Yang terakhir, dan ini disertai beribu maaf, mungkin perlu koreksi akhlak-akhlak kita, dan kalau terdapat dosa, maka harus segera taubat dan menghentikannya. Tapi walau begitu, adu dalil dalam diri harus tetap dilakukan. 

Sinar Agama: Salam juga untuk mas K_K, terimakasih sekali atas doanya, dan terimakasih sekali atas perhatiannya sehingga merasa dekat dengan al-fakir. Saya memang punya teman, namanya qomaruddin, anak UNEM Makassar, apakah antum orang tersebut?

Dian Damayanti: Bib, terimakasih banyak atas tag-tagnya, juga dengan pencerahan-pencerahan- nya yang sangat mendalam, afwan. 

Komar Komarudin: Bukan akhi... anak asli Jambi, tapi kedua orang tua ana asli Bugis Bone tulen, catatan antum tentang bagaimana eksitensi dan peran Imam Mahdi sungguh sangat memberikan cahaya yang begitu terang untuk alfakir, sepertinya antum menguasai betul masalah ini, tidak hanya keluasan ilmu antum dalam memahaminya akan tetapi kedalaman ilmun antum juga miliki, ana teringat dengan guru ana yang pernah memberikan materi ini dalam majlis ta’lim, maupun dari diskusi sehari-hari selama ana pernah bergaul denganya, ini tidak jauh beda dengan cara mengupasnya dan nyaris sama, dan sampai sekarang-pun tulisan beliau saya simpan dengan rapi, bukunya berjudul = IMAM MAHDI MENURUT AHLUSUNNAH WALJAMAAH, Terbitan yayasan Mullah Shadra, Jakarta, cetakan 1 juli tahun 2000, mungkin antum pernah membacannya dan memilikinya sebagai refrensinya.?...........

Sinar Agama: Komar, benar, saya memiliki ratusan jilid buku tentang imam Mahdi as, dan salah satunya buku yang antum sebut itu. Referensi di rumah saya sekitar 90.000 jilid, Syi’ah-Sunnah, tapi yang paling penting adalah ilmu alatnya, bahasa arab, logika, filsafat, irfan, fikih berdalil, ushulfikih, rijal, tafsir ...dst. Kalau ilmu-ilmu alat ini tidak dikuasai, maka buku-buku yang kelas berat akan tinggal pajangan saja. Semoga, beliau dan penguasa-penguasa ilmu berat lainnya, yang dapat menyentuh nafas agamanya, yang mengerti keinginan Tuhannya dengan argumen- gamblang, selalu dijagaNya dan ditingkatkanNya, amin. 

Dan jangan lupa mas K_K juga ikut membantu dengan dukungan (bc:menerima/menolak dengan dalil) dan do’a untuk orang-orang seperti beliau, dan saya juga, sekalipun tidak ada apa-apaku dibanding mereka. Dan kita akan menjadi teman di fb ini dengan segala keikhlasan dan saling diskusi dengan tak kenal ampun dalam ajukan argumen. Semoga tanganku nan kotor ini dapat kiranya disambut dengan baik oleh antum dan teman-teman lainnya di fb ini. 

Sinar Agama: Untuk mas Eby kok nggak ada komentarnya ya...maaf kalau jauh dari mengena. 

Sinar Agama: Dan untuk mbak Dian, you well come, silahkan aja kalau mau komentar, tanya atau mempermasalahkannya untuk diskusi dan mencari ilmu yang dapat dipetahankan dengan argumentasi-gamblang. 

Sinar Agama: Mas Amran, tolong baca catatanku di Anggelia itu dan renungi, nanti baru ditanyain lagi apa-apa yang perlu ditanya atau didebatkan. Antum tinggal masuk di akunku dan cari komentarku terhadapnya Ingat, tak boleh menyerah.

Komar Komarudin: Sukron,, akhi... Atas penerimaan antum, dan ana sepakat disiplin Ilmu yang paling penting adalah ilmu alatnya, bahasa arab, logika, filsafat, irfan, fikih berdalil, ana sedang berikthiar sambil memohon pertolongan Allah SWT memulai belajar pelan-pelan yang saya mampu dengan sisa umur-ku, dan saya bersyukur mendapatkan teman belajar walaupun di dunia maya, mohon doanya.... 

Komar Komarudin: Kalau ada kesempatan, mohon ditag setiap pemikiran yang antum sampai- kan. Mungkin ana bisa menyerap penyampaian antum, dan sekali-sekali alfakir akan coba adu argument dengan antum, mohon dibimbing kalau ada yang salah dalam berdalil ana, sebab kalau ilmu tidak diuji dalam diskusi-diskusi akan sulit dikatakan benar, jangan-jangan selama ini yang kita anggap benar ternyata salah hanya karena ego kita tidak membuka diri, sementara guru yang terbaik adalah cermin dihadapan kita, yaitu cermin yang mempunyai otoritas, kapasitas disiplin keilmuan yang telah diakui kealimannya. 

Komar Komarudin: Jujur akhi... Bulan ini adalah bulan duka buat ana. Karena setelah yang pertama (beliaulah yang berjasa buat diri ana dala memberikan fondasi tentang ilmu-ilmu agama khusunya ahlul bait, doaku untuknya selalu) guru ana pergi memperdalam Ilmunya di Iran untuk menyelesaikan pelajarannya dan sampai saat ini belum kembali dan ana tidak tau sampai kapan selesainya, ditambah lagi guru ana yang kedua penganti beliau selama di Iran, yang selama ini memberikan pencerahan dalam kajian tafsir dan lain-lain, juga akan meninggalkan ana. Beliau rencana akan belajar Di najaf (Irak) karena gurunya sudah lama memanggilnya. Dan bulan ini terkabulkan doanya sehingga dapat memenuhi panggilannya. Kasusnya sama yaitu akan menyelesaikan studinya kalau dalam disiplin ilmu haujah tradisional dinamakan “Bahshul khouert”, kedua-duanya sangat konsen, perhatian dan haus akan Ilmu agama (Ahlul-bait). 

Mereka adalah guru yang sangat ana cintai dan begitu berarti dalam hidup-KU dan ana bersyukur kepada Allah SWT dengan Luthupnya bisa kenal denan mereka dan pernah belajar dengannya sekalipun belajarnya tidak sama sebagaimana mereka belajar di sana. .... Eh..eh Afwan ana kok jadi curhat ama antum, sekali lagi ana berlindung Pada Allah SWT semoga ini tidak dipandang sebagai Riya.. ana yang hina ini, tapi hanya karena semata menyampaikan karunia, nikmat yang Allah SWT berikan yang sudah sepatutnya di syukuri... Amin.

Sinar Agama: Allah berfirman +/-: 

“Beritakanlah nikmat-nikmat yang telah diberikatn padamu”

Saya senang mendengarnya. 

Dan senang mendapat kepercayaan curhat antum yang menyentuh juga hatiku. Semoga kedua guru antum bisa mendapatkan nafas Islam, bukan informasi/ilmu belaka, amin, hingga menghidupkan masyarakat Indonesia, baik menghidupkan jiwa mereka sendiri, keluarga dan masyarakat Indonesia pada umumnya, amin. Silahkan masukkan pertanyaan atau apa saja, kalau ada, ke akun ana, jangan di status ini, supaya lebih terlihat. 

Oh iya, tentang ilmu Islam itu ada 3 hal, alatnya (belajarnya harus dengan guru), referensinya dan ruh/nafasnya.





اللَّهُمَّ صَلِّ عَلَى مُحَمَّدٍ وآلِ مُحَمَّدٍ وعَجِّلْ فَرَجَهُمْ

Sabtu, 11 Agustus 2018

Kedudukan Fantastis Imam Bag: 2 (maqam/kedudukan imamah melebihi maqam kenabian dan malaikat)




by Sinar Agama (Notes) on Saturday, September 11, 2010 at 9:41am

Setelah selesai dari masalah/poin (a), mari kita coba atasi masalah (b) dari yang telah dibawa Abb Bagis:

KEDUDUKAN IMAM MELEBIHI KEDUDUKAN PARA NABI DAN MALAIKAT 


Jawab:
b1. Dalam Syi’ah sebagian nabi, juga diyakini sebagai imam seperti nabi Ibrahim as dan nabi Muhammad saww. Jadi, kalau dikatakan bahwa kedudukan imam itu lebihi kedudukan para nabi, bukan termsuk nabi yang juga imam, kecuali kalau memang dari sisi keimamahannya dilebihi.

b2. Kedudukan imam menurut Qur'an, melebihi pangkat kenabian. Karenanya, nabi Ibrahim as yang sudah nabi dan ulu al-‘Azmipun, perlu diuji berubi-tubi untuk jadi imam. Seperti dibakar, tidak punya anak, pisah dengan anak-istrinya, menyembelih anaknya Ismail dll (QS:2:124). Dan nabi Ibrahimpun minta untuk keturunannya, dan Allah kabulkan tapi bagi yang tidak- aniaya/zhalim (bc: makshum, karena dosa adalah aniaya pada diri).

b3. Perlu diketahui bahwa nabi Muhammad saww dan para imam makshum as adalah keturunan nabi Ibrahim as. Dan karena mereka makshum yang, juga menurut Qur'an dan Nabi saww, maka merekalah imam setelah Nabi saww. Qur'an mengatakan mereka ahlulbait yang suci (QS:33:33), penguasa yang bayar zakat kala ruku’ (QS:5:55), ‘uli al-amri minkum pemimpin di antara kamu (QS:4:59), karena Allah juga melarang kita taati orang yang punya dosa (QS:76:24). Sementara Nabi saww bersabda bahwa imam itu hanya 12 dan dari Quraiysy (Bukhari hadits ke 7223 & 7222). Cucu-cucu nabi Ibrahim + Ahlulbait yang makshum + wajib taat mutlak pada pemimpin + tidak boleh taat mutlak pada yang punya dosa + imam hanya 12 orang + di hadits-hadits lain nama-nama mereka disebut + dll = Mereka adalah imam makshum yang wajib ditaati.

b4. Dengan penjelasan-penjelasan itu dapat dipahami bahwa pangkat imam melebihi pangkat kenabian. Jadi para imam makshum melebihi derajat para nabi terdahulu yang bukan imam. Ulama saja adalah pewaris para nabi (Bukhari hadits ke:71) apalagi mereka sebagai imamnya para ulama. Atau Rasul saww bersabda: “Ulama umatku seperti nabi-nabi Bani Israel (Tarikh Ibnu Khaldun 1:325; Tafsir Kabir, karya Fakhru al-Rozi tafsir ayat QS: 10:57-58; 14:11-12; 41:33; 56:15; Tafsir al-Siroju al-Munir juz 3:313; Tafsir al-Nisaburi QS 2:87-91; dll). Atau imam akhir jaman akan memimpin nabi Isa as. Rasul saww bersabda: “Bagaimana kalian (hebatnya kalian) ketika turun nabi Isa as pada kalian, imamnya tetap dari kalian”. (Bukhari hadits ke:3449; Muslim hadits ke:222-224).

Begitu pula para imam 12 as lebih afdhal dari para nabi yang juga imam dari yang telah terdahulu selain Rsulullah saww. Karena selain ilmu Qur'an dan Islam lebih luas dan dalam dari kitab-kitab terdahulu, riwayat-riwayat yang telah disebut tadi bisa dijadikan dalil untuk hal ini. Masih banyak dalil lagi yang tidak muat di tulisan ini.

b5. Untuk membuktikan bahwa imam makshum lebih afdhal dari malaikat, tidak repot, karena nabi Adam as yang dilampaui nabi Muhammad saww dan imam makshum as (dengan semua penjelasan di atas), disujudi seluruh malaikat sesuai perintah Tuhan (QS:2:34). Apalagi semua malaikat sangat menginginkan pangkat Khalifatullah ini dengan menawarkan diri mereka secara halus.

Setelah para malaikat mengutarakan keberatan mereka terhadap penciptaan/pengangkatan manusia sebagai khalifatullah, mereka menawarkan diri dengan halus dengan mengatakan: “….. sedang kami bertasbih kepadaMu dengan pujian-pujian dan mensucikanMu” (QS: 2:30). Yakni kami lebih layak untuk jadi khalifahMu. Dan Imam, sudah pasti KhalifahNya, maka kedudukannya melebihi malaikat, karena malaikat tidak ngiler/ingin-sangat pada kedudukan ini kecuali karena lebih tinggi/mulia dari kedudukan mereka sendiri. Dengan ini maka terbuktilah bahwa dakwaan orang Syi’ah tentang kedudukan fantastis itu, tidak sembarangan. Dan saudara-saudara Sunni tidak berhak melecehkannya karena didukung ayat-ayat, begitu pula riwayat-riwayat Sunni. Sekarang terserah anda mau terima atau tidak. Semoga bermanfaat dan nantikanlah jawaban untuk masalah (c-e).

Penutup-masalah (a-b):

Setelah kita bahas masalah

(a) Kalau tidak ada imam Ali as tidak akan dicipta/diutus Nabi Muhammad saww dan kalau tidak ada hadh Fatimah as tidak akan dicipta keduanya, dan masalah

(b) Bahwa imamah itu lebih tinggi dari ke-nabian dan ke-malaikatan, maka sekarang kita akan masuki masalah

(c) dengan ijin Allah swt, yaitu bahwa “Para Nabi/rasul Gagal Menegakkan Keadilan dan Baru Imam Mahdilah as Yang Akan Berhasil.”

Namun, sebelum saya masuk membahasnya, perlu saya ingatkan bahwa sehubungan keutamaan ulama yang seperti nabi-nabi terdahulu itu, adalah bukan orang yang sekedar hafal ilmu-ilmu, tapi yang mengamalkan ilmunya dengan penuh kekhusukan, ketawadhuan dan mengajar dengan hikmah.

Jadi, ulama yang sekedar hafal, atau bahkan yang membawa pedang/teror kemana-mana un- tuk membunuhi muslim lain yang tidak membunuh/menyerang dengan senjata yang, karena dianggap syirik-kafir oleh mereka (ulama-ulama wahhabi Saudi, Thaliban, al-Qaidah, …dst.), sudah pasti keluar dari keutamaan itu.

Bahkan bagi yang ke-2 ini pasti akan menempati posisi paling dalam di neraka. Karena, nyawa orang dalam Islam adalah hal terpenting yang harus dijaga dan tidak boleh sembarangan. Baik terjaga dengan syahadatain saja bagi muslim (shalat/tidak, bid’ah/tidak, dianggap musyrik/tidak), atau dengan kebebasan beragama (la ikraaha fi al-diin) bagi orang bukan muslim. Karenanya Tuhan berfirman bahwa siapa yang membunuh satu orang maka seperti telah membunuh semua manusia (QS:5:32). Dengan hanya bermodal syirik, lalu murtadin atau mufsidin orang untuk halalkan darahnya, adalah hal yang tidak pernah dikerjakan nabi manapun.

Padahal umat-umat nabi yang menyimpang itu sudah jelas-jelas keluar dari tauhid menurut ukuran ilmu nabi yang makshum as. Lah, mereka hadza/ini (wahhabi-wahhabi itu) adalah penjagal-penjagal ribuan muslimin dengan ilmu ceteknya yang tidak pernah mau kalau diajak debat/diskusi karena takut dan yang bisanya hanya mengatakan: “Jangan ngomong sama Syi’ah yang kafirin”.

Sementara itu, di lain pihak, Wahhabi-wahhabi itu saling gandeng tangan dengan para barat-israel dalam menghacurkan Islam dan muslimin Sunni-Syi’ah. Untuk ilmu-ilmu terornya, begitu pula senjata-senjata mutakhirnya, mereka pelajari dari barat-israel, dengan dana petrol dan heroin. Jadi, sudah waktunya orang-orang Indonesia dan pemerintah mewaspadai orang-orang wahhabi ini atau yang beraqidah sama dengan mereka.

Supaya jangan sampai Indonesia nanti seperti Negara Hijaz yang jadi Saudi (nama suku wahhaabiyyuun) dengan penumpahan darah beribu-ribu Sunni. Kita tak usah ngiler dengan uang/bantuan mereka, mari kita ngiler pada agama argumentatif dan akhlak saja dan saling berdampingan dengan rukun dalam keberbedaan madzhab, bahkan dengan agama yang lain sebagaimana diajarkan para nabi as.



Catatan Selanjutnya:



اللَّهُمَّ صَلِّ عَلَى مُحَمَّدٍ وآلِ مُحَمَّدٍ وعَجِّلْ فَرَجَهُمْ

Selasa, 07 Agustus 2018

Wilayatulfakih Dalam Diskusi Lagi






Seri tanya-jawab: Giri Sumedang dan Sinar Agama
by Sinar Agama (Notes) on Tuesday, August 9, 2011 at 5:42 am


Giri Sumedang: Salam kak sinar.. aku mau nanya...semalam aku bertemu orang yang dari Qum dan telah belajar di sana selama hampir 6 tahun. Dia bilang bahwa dalil atau hadits tentang wilayah alfaqih itu tidak ada. Yang ada hanya dalil akal saja (atau asholatul ishlah atau kemendasaran pada mashlahat) padahal kan ada ”man kana minal fuqoha, shoinan linafsihi, hafidzon lidinihi, falil awam anyuqoliduhu”.. ini bagaimana ya kak penjelasannya? 

Widodo Abu Zaki, Siti Handayatini, Teratai Di Rawa Pasee dan 7 lainnya menyukai ini.

Sinar Agama: Kalau masalahnya akidah, maka dengan dalil akal yang gamblang karena memang tidak boleh taqlid. Tapi kalau tentang fikih maka dalilnya adalah fatwa. Dan pemahaman fatwanya, juga dengan dalil ’uruf dan akliah yang gamblang.

Giri Sumedang: Ya kak makasih... dalam beberapa hal sih giri nyambung banget gitu lho ama kak sinar secara eksistensial apa-apa yang telah kakak paparkan. Makasih ya kak.

Sinar Agama: Dalam hadits yang kamu bawa itu, yang mengatakan bahwa imam Mahdi as, mewajibkan kita mengikuti mujtahid yang menjaga diri dari maksiat, melakukan taat dan tidak serakah kepada dunia, sangat cukup untuk membuktikan bahwa ketaatan pada marja’ itu tidak hanya dalam hal-hal najis, wudhu, mandi, shalat dan puasa atau hal-hal lainnya dari ibadah- ibadah sehari-hari.

Tidak hanya itu saja. Tapi imam Mahdi as mengatakan ”fa lil’awam an yuqalliduhu”, disini tidak ada pembatasan kepada ibadah-ibadah pribadi.


Karena itu, yang membatasinya itu benar-benar memang belum menguasai dalil-dalil fikih. Dan, di hauzah, memang dengan beberapa tahun saja tidak akan mengerti dalil-dalil ini. Karena memang belum sampai.

Nah, kata-kata imam Mahdi as yang mengatakan ”maka bagi orang awam harus menaqlidinya -mujtahid”, tidak ada pembatasan kepada ibadah-ibadah pribadi. Akan tetapi ”muthlaq” (mut- lak), dalam istilah ushulfiqih. Yakni mutlak dan meliputi semuanya. Karena itu, selama tidak dikondisikan oleh hadits shahih lainnya yang membatasinya, maka ia harus diterima sebagai yang mutlak dan mencakup. Karena itu, maka hadits tersebut mencakupi seluruh ketaatan dalam masalah-masalah pribadi, keluarga, sosial, politik, ekonomi, kenegaraan dan dunia. Walhasil meliputi seluruh aspek kehidupan manusia. Dan hal seperti ini, merupakan hal yang sangat jelas bagi semua atau mayoritas ulama Syi’ah.

Giri Sumedang: Apakah ada referensi dari ayatullah atau setingkat marja’ dengan apa yang telah kakak katakan, sebab kalau ini diungkapkan pada dia.. dia akan ngomong apa dasarnya? Siapa yang ngomong? Marja’ atau bukan? Kalau bukan marja’ maka tidak wajib kita ikuti, begitu kak pernyataannya. Lucu sih kak orangnya.. jauh-jauh ke Qum eh malah begitu statemennya..he.

Sinar Agama: Uwwah ... kalau ditambah lagi dengan ayat-ayat yang mengatakan bahwa siapa yang menghukum tidak dengan hukum Tuhan maka ia telah kafir, taat pada pemimpin (yang juga mutlak), menegakkan keadilan agama dalam segala sisi kehidupan, ................. dan seterusnya, maka hadits itu akan sangat gamblang dan mudah dipahami tentang keumumannya itu. 

Uwwah ... kalau ditambah lagi dengan hadits-hadits yang mengatakan bahwa kalau ada dua orang saja diantara kalian harus ada satu yang menjadi imam, maka hadits dari imam Mahdi as itu, sangat mudah dipahami.

Kalau dia mengatakan seperti itu, yakni dari siapa, marja’ atau bukan, maka balas juga kamu tanya pada dia. Bahwa yang kamu katakan, yakni bahwa hadits imam Mahdi as itu hanya untuk ibadah- ibadah pribadi dan tidak mencakupi semua ketaatan, maka yang kamu katakan itu dari mana? Dari marja’ atau dari kamu? Kalau dari kamu yah ... berarti tidak harus didengarkan. Kalau dari marja” maka tanyakan marja’ siapa dan di dalam kitab apa?

Giri Sumedang: Ya kak dia kan ustadz.. jadi Giri masih punya adab mau berkata seperti itu.. he.

Sinar Agama: Itu untuk debatannya. Yakni dengan mengembalikan masalah kepadanya. Dan untuk penjelasannya, maka sudah cukup apa yang ditulis oleh para marja’ dalm semua kitab fikihnya. Karena semua marja’ menulis hukum-hukum fikih itu dari masalah-masalah pribadi ke masalah-masalah negara dan politik. Artinya, banyak hal yang difatwai itu yang tidak bisa dilaksanakan kecuali kalau memiliki negara Islam. Seperti hukum qishash, hukum cambuk, ...dan seterusnya. Nah, dengan adanya fatwa-fatwa itu, maka sudah jelas apa yang dimaksudkan hadits imam Mahdi as di atas itu.

Yang ke dua, banyak sekali kitab tentang wilayatulfaqih ini. Yang sudah di Indonesiakan sudah ada, yaitu alhukumah al-Islamiyyah karya imam Khumaini ra. Dan masih banyak lagi kitab-kitab yang ada bahkan yang berjilid-jilid hanya menerangkan tentang wilayatulfakih ini seperti karya Muntazhiri. Ada lagi karya ayatullah Jawadi Omuli hf...dan lain-lainnya.

Giri Sumedang: Oo begitu ya kak.. wah Giri kayaknya harus baca kitab itu.

Sinar Agama: Terkahir, katakan ke ustadznya itu, bahwa dalil taat yang ada di hadits imam Mahdi as di atas itu adalah mutlak. Trus antum menkondisikannya, atau mentaqyidnya, dengan dalil apa? Pertanyaan ini kelihatan lebih sopan.

Giri Sumedang: Giri sudah sampaikan kitab dari Javadi Amoli.. eh dia mengatakan saya tidak tahu.. karena saya belum baca.. lucu sih kak orangnya he.

Sinar Agama: Kitab itu seingat saya terbitan Cahaya.

Giri Sumedang: Dia bilang karena Javadi Amoli bukanlah seorang maroji’... he.

Sinar Agama: Lah .. kalau dia tidak tahu, kok bisa menkondisikan hadits mutlak tadi???? Ya ampun ngawur banget dia itu he he he ...ayatullah Jawadi hf itu sudah lama jadi marja’.

Dan yang ingin taqlid kepada beliau, beliau menyuruhnya merujuk kepada fatwa-fatwa Imam Khumaini ra.

Giri Sumedang: Dia asal saja mengatakan bahwa kesepakatan seluruh ulama Iran bahwa hadits itu tidak untuk dijadikan dasar adanya wilayatul faqih.

Sinar Agama: he he ... kesepakatan dimana? Tanya saja dimana ada kata sepakat itu?

Giri Sumedang: Jadi dia ustadz yang tergolong ngawur ya kak?

Sinar Agama: iyalah pasti ... tentu saja dalam hal ini, tapi dalam hal-hal lain mungkin tidak. Dan ketahuilah, bahwa 5-6 tahun di Qom itu memang tidak akan mengerti hal ini. Memang belum dipelajari fikih berdalil yang agak tinggi. Baru dasar-dasarnya saja. Apalagi kalau jurusannya bukan fikih atau ushulfikih, maka sangat mungkin memang tidak akan mempelajarinya.

Giri Sumedang: ooo begitu.. he memang sih kak tidak semuanya dia ngawur.. maaf perkataan Giri tadi.

Sinar Agama: Nah, itu dia, belajarlah ke siapa saja, tapi dengan dalil yang gamblang. Memang belajar ke yang lebih ahli tentu lebih afdhal. Tapi kalau tidak ada, yah .... apa mau dikata. Tapi asal dengan dalil gamblang tadi.

Hormat sih boleh tetap, karena demi menjaga tatanan sosial. Tapi berdiskusi dengan ustadz itu harus dibiasakan karena tidak terhitung kurang ajar di hadapan Islam.

Giri Sumedang: Terus kak, dia nanya apakah ada wilayatul faqih sebelum imam Khumaini ra? Wilayatul faqih itu secara konsep betul harus ada tapi orangnya tidak wajib ada.. itu kata dia kak? Jadi Giri semakin aneh aja ngelihat cara berpikir dia kak he. Dia bilang konsep nabi dan rosul itu harus ada tetapi nabi dan rosulnya boleh tidak ada gitu katanya kak..he.

Sinar Agama: He he he he ketika konsep wilayatul fakih itu ada, maka ini yang menjadi ukuran bagi kita untuk diikuti. Bukan ada tidaknya orangnya. Ini yang pertama

Yang ke dua: ketidak adaan wilyatul fakih sebelum imam Khumaini ra itu, dikarenakan tidak adanya umat yang menerimanya hingga melakukan revolusi dan mendirikan negara Islam. 



Persis seperti imam-imam makshum as sebelum imam Mahdi as. Apakah karena mereka tidak memegang tampuk pemerintahan, lalu konsep imamah itu kita ingkari dan orangnya juga kita ingkari? Kan malah wilayatulfakih itu masalah negara. Artinya, tidak hanya berdiri dengan satu tiang yang namanya pemimpin, baik makshum as atau wilyatulfakih? Tapi berdiri dengan dua tiang dimana yang satunya lagi adalah umat? 



Nah, di umat ini, jangankan wilayatulfakih, imam makshum as saja tidak diikuti hingga membuat negara? Lah ... imam Mahdi as itu untuk apa ghaib kalau diikuti umat dan bisa mendirikan negara di dunia ini? Lah ... apakah kalau para imam makshum as itu tidak menegakkan negara. Begitu pula para nabi-nabi sebelumnya, atau para wilyatulfakih itu juga tidak menegakkan negara, lalu konsepnya salah dan orangnya yang nabi, yang imam makshum atau yang fakih itu, juga tidak ada?

Giri Sumedang: Giri sih paham kak.. tapi ustadz itu tetep mengatakan bahwa wilayatul faqih boleh tidak diikuti dan tidak menjadikan kita kafir atau keluar dari keimanan kita kak, begitu katanya he 

Sinar Agama: Nah, dari para nabi itu hanya segelintir yang sempat mendirikan negara, misalnya nabi Sulaiman as, nabi Muhammad as, nabi Yusuf as, dan beberapa nabi lainnya. Begitu pula para imam makshum, hanya imam Ali dan imam Hasan yang sempat mendirikan negara. Begitu pula para mujtahid, yang katakanlah hanya imam Khumaini ra yang sempat mendirikan negara. Lah .... apakah mereka itu terus diingkari konsep kebenarannya dan keberadaannya?????? 



Kan tidak???? Karena punya negara atau tidak itu tergantung kepada umat yang mau mendukung atau tidaknya. Kalau didukung, maka berdirilah negara. 



Tambahan: Konsep wilayatul fakih ini terkadang bisa dicuatkanwalau tidak ada negaranya. Seperti ayatullah Syirazi yang mengharamkan rokok kepada seluruh umat dan bahkan marja’-marja’ketika petani tembakau Iran dizhalimi Inggris sebelum adanya negara Islam di Iran.

Giri Sumedang: Setuju kak.. ini baru kakak ku he. 

Sinar Agama: Nah, itu salah satu bukti dari adanya konsep wilayatulfakih dan adanya orangnya juga, yaitu para mujtahid tersebut. Tentu saja, yang menjadi wilayatulfakih hingga bisa membuat para marja’pun taat itu adalah yang a’lam. 



Giri Sumedang: Wah sangat mencerahkan sekali kak..he..kayaknya mendingan kakak aja dech yang jadi ustadz giri he..bercanda kak maaf he. 



Sinar Agama: he he he ... nggak apa-apa kalau kamu mau jadi murid he he he ... 



Widodo Abu Zaki: Pemikiran seperti ini makin banyak di Indonesia. Ternyata sudah merasuk kemana-mana ya? Padahal menunggu Imam Mahdi lebih baik aktif apa pasif pasti semua menjawab aktif. Tidak bakalan ada yang berani jawab pasif. Dengan pasif instrument hukum kan libur. Anehnya banyak yang ikut. Maaf ustadz saya ikut nyela, habisnya gerah dengan hal-hal seperti ini, kalau tidak karena Revolusi Islam dan Imam Khomeinii Mustahil ana syiah. 

Giri Sumedang: Hai kak Zaki apa kabar?? Ya begitulah kak.. eh tapi kak, biasanya yang punya ide juga harus ikut bertanggung jawab lho.. he maksudnya ikut membangun dalam mencerdaskan kehidupan berbangsa dan bernegara ini..cek ila.. ambil sistem yang ada dimana kakak gelutin saat ini.. hatta itu cuma peran di yayasan pendidikan ya kan kak he....

Sinar Agama: Abu: Benar yang antum katakan, benar ... semoga antum selalu dalam bayang sang imam besar revolusi itu... 

Sinar Agama: Giri: benar begitu, asal tidak menolak yang keseluruhannya. Jadi, walau aktif kayak apapun seperti di pendidikan (yang memang hanya seperti ini yang digeluti mereka-mereka itu), tapi kalau menolak yang universal (seperti menolak berjuang mencerahkan dan menegakkan hukum-hukum Islam tanpa paksa), maka semua itu bisa tidak berguna. Bagaimana bisa berguna, kalau kamu mengajar di sekolah yang disampingnya muslimat-muslimat diperkosa zionist, atau di sampingnya banyak bangkai muslimin yang dibunuh zionist, atau di sebelahnya banyak perumahan-perumahan muslim digusur zionist, atau di sampingnya banyak kezhaliman yang berlaku ke atas muslimin dan muslimat .... dan seterusnya??????!!!!! 



Wassalam.







اللَّهُمَّ صَلِّ عَلَى مُحَمَّدٍ وآلِ مُحَمَّدٍ وعَجِّلْ فَرَجَهُمْ