Tampilkan postingan dengan label Sunni - Syi'ah. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Sunni - Syi'ah. Tampilkan semua postingan

Kamis, 09 Mei 2019

Hugo Chaves dan Akhiratnya Dalam Pandangan Islam


Seri tanya jawab Ibnu Ahmad Khan dengan Sinar Agama
by Sinar Agama (Notes) on Sunday, April 7, 2013 at 10:40 am

IbnuAhmad Khan mengirim ke Sinar Agama: Salam. Afwan mau tanya ustadz. Apakah orang semisal mendiang Hugo Chaves bisa masuk surga? 

Sinar Agama: Salam dan terimakasih pertanyannya: 

Saya tidak tahu secara pasti. Tapi kalau menurut perkiraan saya, dia akan masuk neraka. Hal itu karena ia sudah sangat akrab dengan Iran yang disanjungnya. Artinya dia sudah mendengar Islam yang benar itu hingga bisa menanyakannya dan mempelajarinya. Karena itu, sulit dalam akal untuk mengatakan bahwa ia memiliki alasan yang benar untuk tidak mengerti agama Islam dan memilihnya. Karena sangat mudah untuk mendapatkan keterangan tentang Islam itu baginya terlebih sudah ada contoh negaranya yang ia kagumi walau, secara akhlak, politik dan ekonomi. 

Bisa saja ia masuk surga, kalau tidak belajarnya itu memiliki alasan yang benar secara akal normal dan gamblang. Misalnya ia teramat sangat yakin terhadap agamanya dan tidak pernah mengalami problem kejanggalan agama yang dianutnya hingga merasa tidak perlu mempelajari agama lain. 

By The Way, kita serahkan saja urusan akhirat dia itu ke Allah swt. Untuk urusan dunia, karena ia anti penjajahan, baik dari sisi negara, ekonomi dan politik dan seterusnya, terutama kepada teman Indonesia, yaitu Amerika yang terkenal sekali kekejamannya di dunia ini, dan ia mengajarkan kemandirian segala bidang dan berani menentang tirani dunia, seperti Amerika dan Israel, dan karena ia menyuarakan keadilan manusia dan hak-haknya, maka kita sangat layak untuk mendukungnya dalam hal-hal yang sama dengan Islam itu dan, karenanya boleh merasa kehilangan dari sisi-sisi di atas itu. Tapi jangan sampai membacakan fatihah untuknya, he he he...., yakni sedih secara iman seperti ditinggalkan oleh teman muslim. Semoga saja, penggantinya, seperti dia dalam arti di atas itu dan tidak goyang dengan berbagai intimidasi Amerika dan semua negara yang tidak pernah mengindahkan hak-hak asasi manusia. Amin. 

Ibnu Ahmad Khan: Syukran jazilan ustadz. Wassalam. 

Anandito Birowo: Jadi orang yang sangat yakin terhadap agamanya dan tidak pernah mengalami problem kejanggalan agama yang dianutnya hingga merasa tidak perlu mempelajari agama lain (Islam), bisa masuk sorga ya? Subhanallah.. 

Sinar Agama: Anandito: Benar seperti itu. Akan tetapi kalau hati-hati dan akalnya, benar-benar tidak merasa ada kesalahan atau yang perlu dipertanyakan dari agamanya dan, sudah tentu jangkauan untuk mengkaji agama Islam yang hakiki (bukan Islam gaya wahabi yang menghalalkan muslim sendiri dimana ini bisa menjadi unsur jauhnya orang-orang yang baik dari agama kafir dari agama islam, atau bukan dari keterangan muslim yang ngawur hingga benar-benar tidak membuat Islam itu menarik............dan seterusnya, sekalipun ukuran hakikinya ini cukup profesional alias argumentatis dalam akidah saja, tidak mudah baginya, baik secara face to face atau telpon, sms, fb, buku, .....dan seterusnya. 

Minimal, sekalipun kita tidak bisa memastikan karena memang hitungan Tuhan itu sangat rinci sekalipun pasti Adil hingga tidak akan menghukum orang yang punya alasan yang benar, setidaknya kita tidak bisa langsung memasukkan orang kafir itu ke neraka. 

Doni Handoyo: Berarti, kalau agama ini bisa dikonversi ke dalam satuan Nilai/Poin, dimana Islam memiliki Poin yang tertinggi, bisa tidak kita kategorikan pada orang-orang di luar Islam menjadi : 

1. Yang mengetahui poin Islam lebih tinggi dari poin agama yang dianutnya, dan kemudian beralih ke Islam 

2. yang mengetahui poin Islam lebih tinggi, tapi ia tetap pada agama yang dianutnya (banyak berceceran di negeri kita) 

3. Menganggap poin Islam lebih rendah, sehingga ia tetap pada agama yang dianutnya 

4. Menganggap poin Islam lebih rendah, tapi ia beralih ke agama Islam (biasanya dari proses perkawinan karena ada SESUATU). Besar kemungkinan, kalau menurut saya Cavez itu masih menganggap bahwa poin agama yang dianutnya itu masih lebih tinggi dari Islam, sehingga ia tetap pada agama yang dianutnya. Atau bisa juga ia masih dalam proses mempelajari tapi belum tuntas. Dan kita tidak bisa menghukumi orang yang sedang berproses, karena pindah keyakinan itu masih lebih sulit ketimbang memindahkan sebuah gunung. Kalaupun Cavez itu kita kategorikan pada yang no.3 (menganggap poin Islam masih lebih rendah dari agama yang dianutnya), ini pun bagi saya tidaklah aneh,...karena kita semuanya mengetahui bagimana citra Islam di mata dunia yang identik dengan Terorisme akibat ulah wahabiyun salafi.... 

Sinar Agama: Doni: Pembagian antum sudah bisa dikatakan benar. Tapi penerapannya, jelas tidak bisa dibenarkan. Karena antum tidak punya dalil dan bukti terhadap apa yang terjadi pada diri Caves itu. Ahmadi Nejat, semacam memastikan seperti antum. Karena itulah, para ulama tidak bisa diam lagi dan mengkritikinya. 

D-Gooh Teguh: 1> Kenapa tidak boleh membacakan fatihah dan doa-doa untuknya? 2> Kita kan tidak tahu level spirituallitasnya? Ada doktrin taqiyyah to... jadi ya memang tidak perlu dibahas nasib orang per orang kecuali yang sudah-sudah jelas. Pertanyaannya kenapa tidak boleh bacakan fatihah dan sejenisnya? 

Sinar Agama: D-Gooh: Kalau dia dapat masuk surga, itu bukan karena kebenarannya, tapi karena ampunanNya. Artinya, jelas agama salah, tapi kalau dia punya udzur dalam kesalahannya itu, maka bisa diampuni dan dimasukkan surga. Jadi, ketinggian ruhani seseorang yang dimaafkan, bukan ketinggian seseorang yang di jalan dan agama yang benar. 

Karena itu, karena dia mengingkari Islam yang mana hal ini jelas, setidaknya karena ia tidak beragama Islam, maka berkah-berkah yang ada pada Islam, seperti pahala Qur'an, shalat sunnah, puasa sunnah, ....dan seterusnya....tidak bisa diberikan kepadanya. Jadi, secara fikihnya, tidak bisa menyolati orang kafir yang sudah mati, tidak boleh menguburkan orang kafir di pekuburan muslim....dan seterusnya...dimana jelas tidak bisa membacakan fatihah yang berdiri tegak di atas tauhid, kepada orang yang menolak tauhid dan memilih trinitas walau, sekali lagi punya udzur yang diterima Tuhan sekalipun.



اللَّهُمَّ صَلِّ عَلَى مُحَمَّدٍ وآلِ مُحَمَّدٍ وعَجِّلْ فَرَجَهُمْ

Sabtu, 04 Mei 2019

Islam dan Kekerasan, Tuhan dan Iblis


Seri tanya jawab Muhammad El’Baqir dengan Sinar Agama
by Sinar Agama (Notes) on Tuesday, April 2, 2013 at 10:53 am

Muhammad El’Baqir mengirim ke Sinar Agama: 7 Maret 2013, Salam ustadz. Kenapa Nabi Muhammad SAW suka perang?

Kalo alasannya demi membela Allah SWT, apa mungkin Allah mengajarkan umatNya berperang? Sebab mana ada perang yang baik, walaupun untuk membela agama. Buktinya Allah SWT saja tidak pernah ‘BERPERANG” dengan IBLIS, sekalipun iblis selalu menggoda seluruh umat ALLAH. Apakah Allah SWT pernah menurunkan wahyu kepada Nabi Muhhammad untuk berperang? Lalu, kenapa seseorang yang sering berperang masih layak di sebut NABI? Afwan.

Sang Pencinta: Salam, sekilas saya pernah baca, tapi belum ketemu linknya.

Sinar Agama: Salam dan terima kasih pertanyaannya:

1- Perang itu bukan tidak baik, secara hakikat dan substansinya.

2- Damai itu juga bukan berarti baik, secara hakikat dan substansinya.

3- Pekerjaan-pekerjaan lainnya, seperti makan dan minum, tidur dan jaga,...dan seterusnya, bukan berarti baik atau tidak baik, secara dzat/hakikat dan substansinya.

4- Baik dan buruk di sini, bukan baik dan buruk yang bisa dibahas di filsafat dimana melihat dari sisi wujud naturalnya. Akan tetapi, pertanyaan antum dan jawabanku ini, dalam masalah baik dan buruk secara karakteristik atau akhlak atau perbuatan atau sosial, hingga karenanya, keduanya sama-sama ada, baik itu yang baik atau yang buruk.

5- Semua contoh-contoh di atas itu, seperti perang-damai, makan-minum, tidur-jaga,...dan
seterusnya...merupakan suatu perbuatan atau karakter diri atau sosial, yang bisa disifati
dengan baik dan buruk.

6- Kebaikan dan keburukan dari contoh-contoh itu, tidak mengidentikkan perbuatan-perbuatan tersebut secara dzat dan hakikat, tapi secara sifat dan aksidental. Artinya, ia bisa baik dan bisa juga buruk.

7- Contohnya makan: Kalau makannya di waktu kenyang atau makannya tidak bersih, maka ia akan menjadi pekerjaan yang buruk. Sebaliknya, kalau di waktu lapar (baca: sudah waktunya makan) dan makanannya bersih bergizi, maka ia akan menjadi baik. Begitu pula dengan tidak makan, tidur atau terjaga...dan seterusnya.

8- Contohnya juga, perang: Kalau perang melawan penyerbuan yang akan menghancurkan
diri, keluarga, negara atau agama, maka perang ini jelas baik. Tapi kalau untuk menjajah, memaksa, merampas kemerdekaan orang/bangsa lain, maka jelas akan menjadi buruk.

9- Dengan semua penjelasan di atas itu, maka yang antum tanyakan, yaitu perang, bukan
perbuatan buruk. Tapi merupakan perbuatan yang bisa baik dan bisa juga buruk. Jadi, tergantung mengapa berperangnya, bukan esensi perangnya itu sendiri.

10- Perang Nabi saww dan para nabi as sebelum beliau saww, semua dari jenis yang baik.
Karena sebabnya, yakni mengapa perangnya, selalu hal-hal yang baik. Seperti menahan serangan yang biasa dikatakan perang difensif atau pertahanan. Artinya, bukan penyerbuan dan penyerangan.

11- Ada lagi sebab dari perang Nabi saww dan para nabi as sebelum-sebelum beliau saww
yang menjadikannya perang yang baik. Yaitu, perang dalam mengangkat penghalang bagi sampainya agama Tuhan. Artinya, kalau di suatu tempat atau kota atau negara, tidak bisa diajarkan agama Tuhan kepada masyarakatnya secara bebas dan tidak memaksa, yang ketidakbisaan ini karena dilarang dan dihalang-halangi oleh kelompok tertentu, yakni bukan
masyarakatnya itu sendiri yang tidak mau, maka akal dan agama menyuruh kita mengangkat penghalang tersebut. Tapi mengangkat penghalang itu, tidak boleh langsung dengan berperang. Tapi harus dikabari dulu bahwa agama Tuhan mesti disampaikan ke masyarakat secara bebas dan masyarakatpun bebas mendengarkannya atau tidak mendengarkannya, dan diberitahu juga bahwa kalau mereka tetap mau menghalangi maka akan dilawan dengan kekerasan. Nah, kalau setelah diberitahu itu, mereka tetap menghalanginya, maka kita wajib menerjangnya. Dan kalau mereka menghalanginya dengan tentara dan persenjataan lengkap, maka kita wajib memeranginya.

12- Dengan semua penjelasan di atas itu, dapat dipahami bahwa perang Nabi saww dan para nabi as yang lain, adalah perang yang baik karena kalau bukan pertahanan berarti pemberantasan penghalang bagi sampainya kebenaran agama Allah kepada seluruh manusia. Jadi, ia bukan peperangan yang buruk, karena tidak memaksa siapapun untuk menganutnya atau menerimanya. Karena itu, maka Islam tetap bisa damai dan duduk serta hidup berdampingan dengan agama-agama lain sekalipun kalau agama-agama ini tidak mengganggu/menyerang dan tidak menghalangi sampainya kebenaran Islam kepada masyarakat.

13- Tuhan, bukan hanya membolehkan perang yang baik itu, akan tetapi bahkan mewajibkannya. Terlalu banyak ayat-ayatNya yang mewajibkan hal ini dan menjanjikan surga bagi mati di jalan ini yang dikatakanNya sebagai syahid dan bahkan mengecam bagi penakut yang cinta dunia, takut mati dan takut menderita. Salah satu contohnya ayat di QS: 9: 24:

قُلْ إِنْ كَانَ آبَاؤُكُمْ وَأَبْنَاؤُكُمْ وَإِخْوَانُكُمْ وَأَزْوَاجُكُمْ وَعَشِيرَتُكُمْ وَأَمْوَالٌ اقْتَرَفْتُمُوهَا وَتِجَارَةٌ تَخْشَوْنَ كَسَادَهَا
وَمَسَاكِنُ تَرْضَوْنَهَا أَحَبَّ إِلَيْكُمْ مِنَ اللَّهِ وَرَسُولِهِ وَجِهَادٍ فِي سَبِيلِهِ فَتَرَبَّصُوا حَتَّى يَأْتِيَ اللَّهُ بِأَمْرِهِ وَاللَّهُ لَ
يَهْدِي الْقَوْمَ الْفَاسِقِينَ

”Katakan: ‘Kalau ayah-ayah dan anak-anak kalian, dan saudara-saudara kalian, dan istri-istri kalian, dan keluarga-keluarga kalian, dan harta-harta yang kalian kumpulkan, dan dagangan yang kalian takutkan tidak lakunya, dan rumah-rumah yang kalian merasa nyaman di dalamnya, lebih kalian cintai dari Allah dan RasulNya dan berperang di jalanNya, maka tunggulah hingga Allah mendatangkan adzabNya, dan Allah tidak memberi petunjuk kepada orang-orang yang fasik/rusak.”

Terdapat puluhan ayat perintah perang ini, tentang fadhilahnya dan pahalanya sampai sampai dikatakan bahwa yang mati di jalan jihad ini, tidak akan pernah mati dan akan tetap
hidup dengan mendapat rejeki dari Tuhannya (QS: 2: 154; 3: 169). Ayat-ayat perintah perang ini sangat banyak, begitu pula tentang tidak boleh berlebihan dalam membunuh (yakni kalau mereka sudah tidak menyerang lagi atau tidak menghalangi sampainya penjelasan agama kepada masyarakat lagi), begitu pula tentang kecaman bagi yang tidak perang karena takut atau karena cinta dunia seperti di atas itu. Ayat-ayat ini seperti QS: 2: 190; 2: 218; 2: 244; 3:13; 3: 146; 3: 157; 3: 167; 4: 74; 4: 75; 4: 76; 4: 84; 4: 95; 5: 54; 8: 72; 8: 74; 9: 19; 9: 20; 9: 38; ...................dan seambrek lagi ayat-ayat tentang perintah perang dan keutamaannya ini serta kecaman bagi yang tidak mau berperang di jalan Allah, yakni di jalan kebenaran itu, yakni yang merupakan perang pertahanan atau pembersihan penghalang itu.

14- Kalau syethan, memang tidak perlu diperangi karena ia hanya bisa membisikkan saja dan tidak bisa memerangi kebenaran. Jadi, sebenarnya, yang ikut syethan, ia lebih jahat dari syethan itu sendiri. Karena syethan hanya membisikkan tapi manusia melakukan. Karena itulah di akhirat syethan berlepas diri dari semua perbuatan manusia. Perhatikan QS: 59: 16:

كَمَثَلِ الشَّيْطَانِ إِذْ قَالَ لِلِْنْسَانِ اكْفُرْ فَلَمَّا كَفَرَ قَالَ إِنِّي بَرِيءٌ مِنْكَ إِنِّي أَخَافُ اللَّهَ رَبَّ الْعَالَمِينَ

“Sebagaimana syethan ketika berkata kepada manusia ‘kafirlah!’, lalu ketika manusia itu kafir, ia- syethan- berkata: ‘Saya berlepas diri darimu –perbuatanmu- sesungguhnya aku takut kepada Allah Tuhan Semesta Alam.”

وَقَالَ الشَّيْطَانُ لَمَّا قُضِيَ الَْمْرُ إِنَّ اللَّهَ وَعَدَكُمْ وَعْدَ الْحَقِّ وَوَعَدْتُكُمْ فَأَخْلَفْتُكُمْ وَمَا كَانَ لِيَ عَلَيْكُمْ مِنْ
سُلْطَانٍ إِلَّ أَنْ دَعَوْتُكُمْ فَاسْتَجَبْتُمْ لِي فَلَ تَلُومُونِي وَلُومُوا أَنْفُسَكُمْ مَا أَنَا بِمُصْرِخِكُمْ وَمَا أَنْتُمْ بِمُصْرِخِيَّ إِنِّي
كَفَرْتُ بِمَا أَشْرَكْتُمُونِ مِنْ قَبْلُ إِنَّ الظَّالِمِينَ لَهُمْ عَذَابٌ أَلِيمٌ

“Dan berkatalah syethan tatkala perkara telah diselesaikan (telah kiamat): ‘Sesungguhnya Allah telah menjanjikan kepada kalian janji yang benar, dan akupun telah menjanjikan kepada kalian tetapi aku menyalahinya. Sekali-kali tidak ada kekuasaan bagiku terhadap kalian, melainkan sekedar aku menyeru kalian dan kalian mematuhi seruanku. Oleh karena itu, janganlah kalian mencerca aku dan cercalah diri kalian sendiri. Aku sekali-kali tidak dapat menolong kalian dan kalianpun sekali-kali tidak dapat menolongku. Sesungguhnya aku tidak membenarkan perbuatanmu mempersekutukan aku (dengan Allah) sejak dahulu’. Sesungguhnya orang-orang yang zhalim itu mendapat siksaan yang pedih.”

Tambahan:

Memang ada golongan yang sejak kemunculannya pada sekitar th 1110 Hijriah, yaitu orang arab yahudi yang bernama suku Aalu Sa’uud (keluarga Sa’uud). Keluarga cukup besar dan berdomisili di kota Madinah, salah satu kota dari negara Jazirah Arab. Karena ingin meluaskan perdagangannya sampai ke daerah utara, seperti Iraq dan lain-lainnya, maka mereka pindah ke daerah lain di utara Jazirah Arab itu yang bernama Najd. Di Najd kala itu, terdapat tujuh kabilah muslimin yang ratarata Sunni. Keluarga yahudi ini, karena tidak ingin sulit berkomunikasi dan tidak ingin diganggu oleh muslimin, maka mereka menyamar sebagai muslim.

Ketika keluarga ini bertemu dengan Muhammad bin Abdu al-Wahhab yang karena aliran sesatnya telah diusir oleh orang tuanya yang Sunni dan juga dipenjara dan diasingkan, dan tentu setelah keluarga tersebut kuat posisinya, mulai menyerang satu persatu di sekitarannya. Membantai suku-suku itu dan merampas apapun yang dimilikinya serta membantai seperti kambing orangorangnya yang tidak mau meninggalkan madzhab Sunninya.

Alasan yang dipakai untuk memerangi kaum muslimin atas nama Islam itu, adalah, karena
semua muslimin selain yang taat pada pendapat Muhammad bin Abdu al-Wahhaab itu, dianggap ahli bid’ah, ahli taqlid kepada imam-imam madzhab, ahli madzhab yang bid’ah, ahli kubur (suka beribadah di kuburan), musyrik dan kafir. Aliran dan pengikut Muhammad bin Abdu al-Wahhaab ini, dikenal di dunia sebagai aliran Wahabiah, yakni pengikut ibnu wahhaab atau pengikut Muhammad bin ‘abdu al-Wahhab. Akan tetapi diri mereka ini menamakan diri sebagai Ahlussunnah (Tapi beda dengan Sunni yang bermakna pengikut madzhab Sunni yang bermakna madzhab dan mengikuti atau taqlid pada imam-imam Sunni seperti imam Syafi’i, Maliki, Hanafi dan Hanbali. Karena mereka menamakan diri seperti ini untuk menipu umat dan juga memaknai Sunnah dengan Sunnatullah –Qur'an- dan Sunnatunnabi –Hadits.)

Jadi, ahlussunnah bagi mereka adalah mengikuti Qur'an dan Hadits. Yakni secara langsung
tanpa melalui ulama karena hal itu taqlid dan bid’ah), Salafi (pengikut orang-orang terdahulu), Muhammadiah (pengikut nabi Muhammad tanpa embel-embel lainnya seperti taqlid, madzhab, tawassul, doa di kubur, ...dan seterusnya dari hal-hal diyakini bid’ah dan syirik), Anshaaru al-Shahaabah (penolong shahabat), Thaalibaan, al-Qaaidah, ........dan banyak lagi nama-nama yang dipakai mereka. Semuanya berujung kepada kerajaan Saudi sebagai sumber, imam, khalifah, pemimpin dan pusatnya.

Setelah menguasai Najd, yakni setelah menundukkan semua tujuh kabilah/suku itu, maka mereka semakin banyak pengikutnya. Karena yang tidak ikut dari umat Sunni yang dijajahnya itu, langsung dibunuh di depan umum lebih hina dari binatang. Setelah itu menyerang daerah-daerah lain Hijaz atau Jazirah Arab itu, terutama Makkah dan Madinah. Ribuan Sunni digorok seperti binatang kalau tidak mau meninggalkan madzhab yang dianggap wahabi sebagai bid’ah itu, atau tawassul dengan para nabi dan wali yang dianggap musyrik itu, atau beribadah di kuburan yang dianggap syirik itu, ..........dan seterusnya.

Dengan semua penjelasan ini, maka muslim dari aliran Wahabi ini saja yang suka perang dan haus darah, terutama memerangi muslimin. Tentu saja tujuan dedengkot mereka memang membantai muslimin dengan tangan muslimin sendiri, supaya muslimin tidak sempat damai, bersatu, maju dan menyerang yahudi dimanapun berada terutama di negaranya yang bernama Israel itu. Karena itulah, perang Wahabi ini dengan muslimin, dan tidak perang dengan kafirin yang terutama yahudi jahat yang memerangi dan menjajah kaum muslimin seperti Israel.

Mereka bukan hanya menggorok, mengebom tempat-tempat umum seperti pasar dan masjid dan lain-lain, dan menjarah kaum muslimin, tapi juga membuat berbagai makar seperti mengubah kitab-kitab Sunni dan Syi’ah sesuai mau mereka, mengadu domba Sunni dan Syi’ah, mengarang kitab dengan mengatasnamakan ulama Syi’ah seperti imam Khumaini ra, ayatullah Makaarim Syiraazi hf dan ayatullah Ja’far Subhaani hf,..............dan lain-lain dari makar-makar kejinya.

Semoga umat muslimin segera menyadari kekejian wahabi ini, dan melihat kenyataannya dengan mata terbuka dimana di jaman sekarang inipun mereka terang-terangan bersatu padu dengan masehi dan Israel serta kafir Amerika dalam membantai muslimin Sunni dan Syi’ah di Suriah dan tempat-tempat lainnya. Amerikapun terang-terangan di depan sorotan tv mengumumkan dukungannya kepada mereka dan bahkan terang-terangan telah mengumumkan bantuannya seperti yang sekitar dua hari lalu mentri luar negeri Amerika mengatakan bahwa telah memberibantuan 60 juta dollar untuk wahabi-wahabi itu. Belum lagi senjata dan pendidikan perang yang selalu dikirim oleh Amerika dan Israel dan dengan dana terbesar dari raja-raja negara Arab yang wahabi itu. Amin ya Rabba al-‘Aalamin.
Wassalam.

Muhammad El’Baqir: Hmmmm... Salam dan terima kasih ustad sudah berkenan menjawab pertanyaan saya, semoga antum selalu dalam lindungan Allah swt beserta rasul dan ahlul baytnya...amiiin.

Muhammad El’Baqir: Na’am ustadz.. Oh ya ustadz.. Saya meyakini kalau agama islam itu agama yang benar dan sempurna, tetapi kalau saya mengatakan Saya beragama Islam & saya tidak pernah merasa agama lain salah & masuk neraka...saya enjoy saja jika Nasrani, Yahudi, Buddha, Hindu dll masuk Surga..apakah itu salah ustadz? Syukron.

Muhammad El’Baqir: Karena menurut saya pemeluk agama yang sudah dewasa adalah mereka yang jauh dari ANGKARA MURKA...& tidak membuat statement yang mencederai hubungan antar agama.. dan ketika masing-masing pemeluk agama saling memperbaiki akhlak/etika/attitude kepada sesama pemeluk..

Sinar Agama: Muhammad: Kalau agama Islam itu mengikut kepada yang antum yakini, maka memang akan seperti itu. Tapi kalau Islam itu mengikut kepada Allah dan Nabi saww melalui Qur'an dan Hadits, maka antum sama tidak boleh memikirkan apapun tentang hal-hal seperti di atas itu kecuali dengan dalil, baik dalil akal atau Qur'an-hadits itu.

Ketika antum sendiri mengatakan bahwa Islam benar, maka otomatis yang lain pasti salah. Begitu yakin bahwa madzhab tertentu yang benar, maka sudah tentu madzhab lainnya itu salah. Begitu pula tentang kebaikan, akhlak dan seterusnya. Apa itu baik, apa itu akhlak, .... dan seterusnya, semuanya harus pakai dalil dan Qur'an-hadits. Yakni bagi orang berakal dan bagi orang muslim.

Karena itulah, maka orang berakal, sudah pasti tahu bahwa dirinya tidak tahu apa-apa hingga bisa mengatakan menurutku begini dan begitu. Kecuali kalau ia menguasai semua ilmu politik, sosial, seni, fisika, psikologi, ....dan seluruh ilmu alam dan akhirat, materi dan non materi....dan seterusnya...dan itupun harus sampai ke tingkat lengkap (mencakup semua bab dalam masingmasing ilmu tersebut) dan harus benar secara pasti seratus persen.

Karena itulah, maka tidak ada orang berakal yang berani membuat nilai-nilai hukum, politik,
akidah ...dan seterusnya hingga terangkum dalam satu susunan yang dikatakan agama. Karena itulah, maka kita sebagai orang berakal, harus memeluk agama yang dibuat oleh Yang Maha Tahu, yakni Tuhan.

Itulah mengapa ketika agama sudah terbukti kebenarannya bahwa ia dari Tuhan, maka kita harus menerima dan mengamalkannya. Memahaminya dengan benar dan argumentasi gamblang serta mengamalkannya dengan penuh ketawadhuan (karena dari Yang Maha Tahu), kekudu-an (sangat patuh dan tunduk takut) dan keikhlashan.

Nah, ketika kita menerima Islam dengan semua argumentasi gamblang terhadap kebenarannya itu, maka konsekuensinya, adalah bahwa agama lain sudah pasti salah. Mana ada tauhid yang kita katakan benar, lalu trinitas juga benar. Kalau kita terima Islam yang benar, lalu bagaimana mungkin liberalisme juga dibenarkan?

Semua itu, kalau ditambah ratusan ayat Qur'an dan hadits yang mengatakan bahwa setiap
amalan itu harus berdasarkan hukum Islam, dan harus didasari oleh keimaman Tauhid Islam (bukan berhala dan kemusyrikan) dan kenabiannya.... dan seterusnya....serta juga harus ikhlash dan bukan karena untuk uang dan jabatan atau pujian....dan seterusnya...dari syarat-syarat diterimanya amal, maka sudah pasti yang tidak sesuai dengan semua itu, akan batal. Itulah mengapa Tuhan sering mengatakan bahwa amalan mereka itu tidak berarti. Karena dasar nilai baik-buruknya saja mengikuti akal ceteknya/dangkalnya, karena dilakukan bukan demi ketundukan kepada tauhid, ....dan seterusnya.

Tentu saja, Islam juga mengajarkan pintu ampunan bagi orang-orang yang belum didatangi Islam atau madzhab yang benar. Asal mereka itu baik secara umum, yakni seperti yang antum katakan itu, maka amal-amal mereka akan diterimaNya dan dosa-dosa mereka dimulai dari tidak tauhid/ Esa, tidak bernabi ke nabi Muhammad saww, tidak berhukum baik-buruk dari Islam, sampai pada syarat-syarat lainya(lainnya), akan dimaafkanNya. Hal itu, karena mereka memang tidak menentang kebenaran agamaNya, tapi karena memang karena belum sampai agama yang benar itu kepada mereka.

Kedua hal itu, yakni pembenaran semua agama dan madzhab, dengan pengampunan bagi
yang belum didatangi kebenaran agama dan madzhab, jauh berbeda. Kata orang, jauhnya
perbedaannya itu seperti langit dan dasar lautan.

Muhammad El’Baqir: Eemm bbkheer ustadz terima kasih atas jawabannya.
Wassalam.

Nur Cahaya: Mohon penjelasannya yang dimaksud syaitan manusia yang membisikkan itu
siapakah? Bagaimana kita tahu bisikan itu menipu /dusta yang indah-indah 6:112.

Sinar Agama: Salam, kalau yang mengajak kepada kebatilan itu dari manusia, maka ia adalah syaithan itu. Dan kalau tidak nampak apalagi berupa keinginan sendiri, maka hal itu dari jin/iblis. Jadi, apa saja yang batil, maka ia adalah syaithan. Karena syaithan adalah yang menjauhkan, yakni dari jalan dan rahmat Allah.

April 4 at 6:21pm via mobile


اللَّهُمَّ صَلِّ عَلَى مُحَمَّدٍ وآلِ مُحَمَّدٍ وعَجِّلْ فَرَجَهُمْ

Minggu, 28 April 2019

Beda Ulama dan Ustadz


Seri tanya jawab Sang Pencinta dengan Sinar Agama
by Sinar Agama (Notes) on Tuesday, April 2, 2013 at 10:12 am

Sang Pencinta: 6 Maret 2013, Salam, secara asal kata dan istilah, apakah definisi ulama’, apakah ulama sama dengan ustadz? Kapan ulama ini layak/bisa disandangkan pada seseorang? Terima kasih ustadz. — bersama Sinar Agama. 

Apakah penyandangan ulama disandarkan pada akademisi atau syarat-syarat spesifik? 

Sinar Agama: Salam dan terimakasih pertanyaannya: 

Ulama (baca: Ulama Islam) menurut idiomnya dan istilahnya tentu diberikan kepada orang yang secara spesifik mempelajari agama Islam secara lama dan sampai ke tingkat tertentu yang secara ‘uruf (‘urf) dan peristilahan para ahli agama, dapat dikatakan sebagai ulama. 


Ustadz (baca: Ustadz agama) adalah para guru dan pengajar agama dengan segala bidang dan latar belakang serta tingkatannya. Misalnya ustadz tajwid, ustadz qiraat, ustadz bahasa arab, ustadz hadits kitab awal/ mukaddimah, ustadz ushulfikih kitab awal/mukaddimah atau pertengahan atau tingkat tinggi...dan seterusnya. 


Jadi, ulama menguasai semua atau banyak ilmu-ilmu yang bersangkutan dengan agama Islam sekalipun tidak mengajar dan tidak menulis. Tapi ustadz, belum tentu menguasai semua ilmu dan sangat belum tentu menguasai satu bidang ilmu yang di tingkat pertengahan sekalipun. 

Singgih Djoko Pitono: Hari ini banyak yang menyandang sebutan ustadz, baru nyadar setelah penjelasan di atas, bahwa ustadz itu memang bukan ulama... Tetapi anggapan umum mengatakan bahwa ustadz itu didefinisikan seperti penjelasan “ ulama” di atas. 

Susi Noorhayati: Assalamualaikum ustadz Sinar Agama, afwan mau tanya ustadz. Bagaimana caranya agar seorang murid bisa berada di dalam hatinya sang guru?? Dan bagaimana pula kita mengetahui bahwa seorang murid telah berada di dalam hati gurunya?? Mohon penjelasannya ustadz!! 

Sinar Agama: Susi: Guru tidak akan pernah meletakkan muridnya dalam hatinya kecuali dalam arti ingin melihat muridnya bahagia dengan ketaqwaan dunia-akhirat. Dan murid yang benar, tidak mengharap apapun dari gurunya kecuali ingin selalu dalam taat yang diajarkan gurunya dunia-akhirat. 

She Lha: Ana cinta om Sinar Agama. 

Panda Bms: Asalamu’laikum wr wb, salam,? Betulkah bagi siapa yang ingin masuk surga bagi umat muslim beragama islam harus mencintai Rasulullah Nabi Muhammad saw & Keluarganya? Mohon dijelaskan makasih? Tolong jawab untuk Sinar Agama? 

Sinar Agama: Panda: Ketika setiap muslim diwajibkan bershalawat dalam shalatnya kepada Nabi saww dan Ahlulbaitnya/ keluarganya, maka sudah pasti ada maksud di dalamnya. Yaitu wajib menyintai dan menaati serta mencontohnya. Perintah ini juga ada di Qur'an dan ratusan di hadits-hadits Nabi saww. 

Wassalam.



اللَّهُمَّ صَلِّ عَلَى مُحَمَّدٍ وآلِ مُحَمَّدٍ وعَجِّلْ فَرَجَهُمْ

Senin, 22 April 2019

Sulitnya Pertanyaan “Tuhanmu Siapa?” di Alam Kubur/ Akhirat



Seri tanya jawab Bande Husein Kalisatti dengan Sinar Agama
by Sinar Agama (Notes) on Tuesday, April 2, 2013 at 9:25 am

Bande Husein Kalisatti mengirim ke Sinar Agama: 4 Maret 2013, Salam, dalam hadits-hadits diberitakan akan ada pertanyaan dalam alam kubur, misal : Siapa Tuhanmu, siapa Nabimu, siapa Imammu..dan lain-lain..pertanyaannya “Apakah Ruh serta merta dapat menjawab pertanyaanpertanyaan tersebut atau apakah argumentasi-argumentasi yang dibangun dengan akal saat dunia tentang Tauhid, Kenabian, Imamah bisa membantu Ruh dalam menjawab pertanyaan tersebut..? Atau bila salah dalam membangun akidah maka apakah Ruh akan kesulitan menjawab pertanyaan dalam alam kubur tersebut..? Afwan. 

Sinar Agama: Salam dan terimakasih pertanyaannya: 
Ilmu di dunia itu ada dua macam: Hushuli dan Hudhuri. 

1- Ilmu Hushuli adalah ilmu yang belum menyatu dengan ruh, yaitu ilmu-ilmu yang dibangun karena dalil-dalil dan argumentasi. Tentu saja argumentasi-argumentasi yang sudah benar. Sebab kalau argumentasinya salah, maka ia bukan ilmu atau bukan tahu, tapi justru ketidaktahuan ganda (jaahil murakkab). 

Nah, ilmu-ilmu yang dibangun dengan panca indra, baik yang tanpa premis-premis atau dalil-dalil argumentasi, atau dengan aturan premis-premis yang disusun hingga menjadi argumentasi yang kuat, semua itu, adalah ilmu Hushuli. 

Ilmu-ilmu Hushuli ini, jangankan di kuburan dan akhirat, di masa tua saja biasanya sudah dilupakan dan bahkan dalam beberapa jam atau hari, bisa terlupakan. 


Karena itu, ilmu-ilmu yang kuat sekalipun, seperti dengan dalil-dalil filsafat sekalipun, atau dalil-dalil irfan sekalipun, akan tetap ditinggalkan di dunia dan tidak akan pernah dibawa ke alam kubur. 

Jadi, jangan kira bahwa karena kita di dunia ini sudah alim, pandai dan kuat argumentasiargumentasinya, dan bahkan sudah menulis buku atau memiliki jutaan murid, lalu sudah aman dan di kuburan/akhirat pasti bisa menjawab pertanyaan-pertanyaan mudah seperti “Siapa Tuhanmu?” dan seterusnya. Karena ilmu argumentasi tersebut, tidak akan pernah bisa dibawa ke kuburan atau akhirat.
2- Ilmu Hudhuri adalah ilmu yang menyatu dengan ruh, seperti ilmu tentang keberadaan diri kita sendiri, ilmu kita tentang kondisi kita seperti marah, cinta, benci, ridha, senang....dan seterusnya. Ilmu-ilmu ini, akan selalu menemani kita kemana saja karena ia sudah merupakan bagian dari substansi diri kita atau ruh kita. 

Sedangkan ilmu-ilmu Hushuli di atas itu, bisa dijadikan ilmu Hudhuri juga dengan proses gerak-substansi. 

Sebagaimana sudah sering dijelaskan di catatan-catatan, bahwa gerak itu, yaitu perubahan dari titik potensi ke titik defacto (yang dipotensi-i), ada dua macam: Gerak Aksidental (seperti gerak volume mangga kecil ke besar, kualitas mangga masam ke manis...dan seterusnya, atau gerak ruh dari tidak tahu ke tahu seperti dalam ilmu-ilmu Hushuli itu) dan Gerak Substansial (seperti gerak mani ke darah, ke daging, ke janin dan ke bayi sempurna dan ke manusia sempurna). 

Dan sudah dijelaskan juga bahwa gerak Aksidental itu bisa menjadi Gerak Substansial, seperti sifat-sifat manusia yang sudah mengakar dan mengkarakter. Nah, ilmu Hushuli-Hushuli itu, kalau diproses dengan Gerak Substansial, maka ia akan menyatu dengan ruh manusia itu dan selamanya akan menyertainya. 

Mensubstansikan ilmu Hushuli menjadi Ilmu Hudhuri, adalah dengan cara mengaplikasikannya. 

Aplikasi ini, juga tidak bisa hanya sekali dua kali, karena ia akan tetap menjadi sifat atau aksiden. Misalnya, shalat yang dilakukan sekali dua kali, apalagi shalat yang tidak khusyu’ hingga mungkin belum masuk ke dalam kategori shalat secara hakiki, tidak akan membuat pelakunya berkarakter dengan “Pelaku Shalat”. Jadi, dia baru menjadi orang yang memiliki sifat “Pelaku Shalat”. Tapi kalau sudah dilakukan sebegitu rupa hingga mustahil ditinggalkan, maka ia akan menjadi “Binatang Rasional Pelaku Shalat” atau bisa diringkas dengan “Binatang Rasional Shalat.” 

Sudah tentu, mutu shalat yang terkarakterkan itu akan memiliki ribuan macam. Ada shalat yang tidak khusyu’, ada shalat yang agak khusyu’, ada yang shalat riya’ (karena ingin dipuji orang atau ingin sehat), ada yang shalat salah fikihnya, ada shalat.......dan seterusnya. 

Saya hanya mencontohkan satu masalah yang bisa berubah dari Aksidental/sifat menjadi Substansial/dzat. Itu saja, dan tidak membahas apa yang pada hakikatnya telah menjadi substansialnya itu. 

Begitu pula sifat-sifat lain, baik ia sifat baik seperti jujur, penolong, pemaaf (pada tempatnya), atau ia sifat buruk seperti riya’, sombong, tidak menghargai orang lain, ingin jadi pemimpin orang lain, menggunakan teman sendiri, menjual derita orang untuk kepentingan diri dan golongannya, korupsi, pemakan riba, ................dan seterusnya. 

Ringkasan: 

Dengan semua penjelasan itu dapat dipahami bahwa Ilmu Hushuli itu, yakni Ilmu yang sudah benar tentang Tuhan dan keimanan-keimanan lainnya dan sudah dibuktikan dengan panca indra dan akal argumentatif, dapat dijadikan Ilmu Hudhuri dengan mengamalkannya secara istiqomah hingga aplikasi tersebut mustahil terpisahkan dari kita hingga dengan hal tersebut aplikasi itu menjadi bagian dari substansi/dzat diri kita. 

Misalnya ilmu yang mengatakan “Tuhan itu ada”. Ketika kita mengaplikasikan ilmu ini, yaitu bahwa aturan hidup harus dari DiriNya, baik aturan pribadi, rumah tangga dan sosial-politik dan kita mengamalkannya dengan baik, profesional serta ikhlash dan istiqamah sampai mengkarakter kepada kita, maka ilmu Hushuli tersebut, akan menjadi Ilmu Hudhuri dan bagian dzat kita. 

Tapi kalau ilmu “Tuhan itu ada” tersebut tidak dibarengi dengan aplikasi, misalnya tidak meyakini bahwa Ia mengatur kita atau bahkan tahu kalau mengatur kita tapi kita malah menentangnya atau tidak menaatinya, sudah jelas keyakinan dan perbuatan seperti ini bertentangan dengan ilmu “Tuhan itu ada”. Karena keyakinan dan perbuatan seperti ini, jelas sama dengan menganggap bahwa “Tuhan itu tidak ada”. 

Ketika seseorang mengaplikasikan ilmu “Tuhan itu ada” dengan baik, profesional (melalui fikih dari mujtahid yang mengambil dari makshumin as yang mengambil dari Nabi saww yang mengambil dari Allah swt) dan ikhlash yang luar biasa, maka akan menjadi substansinya dan, karenanya, tidak akan pernah berpisah dari dirinya. Karena dirinya tidak akan berpisah dari dirinya sendiri, yaitu hakikat sesuatu itu adalah dirinya itu. Karena itu, ia akan dapat dengan mudah menjawab pertanyaan “Apakah Tuhan itu ada?” atau pertanyaan “Siapa Tuhanmu”. 

Ia akan menjawab “Tuhan itu ada”, dan “Tuhan itu Allah”, atau “Tuhan itu Maha Segala-galanya hingga Ia yang berhak mengatur kita dan berhak ditaati sepenuhnya tanpa menoleh dan mengambil prinsip lain walau nampak indah sekalipun.”.............dan seterusnya. 

Tapi kalau tidak mengaplikasikan ilmu itu, maka ia akan kebingungan tentang apakah Tuhan itu ada, atau atau apa fungsi keberadaan Tuhan bagi manusia di dunia, atau apa tanggung jawab manusia kepadaNya.....dan seterusnya. 

Ayatullah Jawodi hf sampai-sampai mengatakan bahwa saking bingungnya, bisa saja mengatakan bahwa si penanya itu sendiri tuhannya, yakni si malaikat penanya itu dan menjawab “Kamu adalah tuhanku”. Maksud beliau hf, kira-kira, bisa karena saking bingungnya menjawab hal tersebut, bisa juga menyebut siapa-siapa yang ia ikuti di dunia, bisa saja yayasan yang selalu diperjuangkannya, ormas yang diperjuangkannya, partai yang diperjuangkannya, posisi dan harga diri yang diperjuangkannya ...dan seterusnya. Jadi, bisa saja ia akan menjawab “Aku tuhan itu”, yakni kalau ia selalu mengikuti dirinya sendiri di dunia dan tidak mengikuti Tuhannya. Bisa saja ia akan menyebut partainya, organisasinya atau kekasih yang selalu dipuja dan diikutinya. Na’udzubillah. 

Penutup: Walhasil, dengan semua itu, maka jelas kita tidak bisa enteng-entengan tentang kuburan dan akhirat itu. Jangan sesekali merasa sudah mantap bisa menjawab pertanyaan yang diajukan dan diberitakan di hadits itu, yakni seperti pertanyaan “Siapa Tuhanmu”. Sebab kalau hanya enteng seperti itu, maka Nabi saww dan Tuhan, tidak perlu mewajibkan kita taat secara hebat dan luar biasa kepadaNya. Karena pertanyaan-pertanyaan itu sudah diberitakan sebelumnya dan semua manusia sekalipun kafir, sangat bisa mempersiapkan jawabannya dari sekarang. Yakni kalau masalahnya, hanya masalah ilmu Hushuli atau ingatan dan argumentatif itu. 

Dengan demikian, maka tidak ada jalan untuk selamat, kecuali dengan amal. Tentu saja amal yang profesional dan tepat. Karena itu, harus dengan ilmu akidah yang benar yang bisa dibuktikan dengan argumentasi mudah atau gamblang, lalu diaplikasikan secara profesional seperti harus dengan taqlid kepada marja’ yang mengambil dari para makshumin as, lalu harus dengan ikhlash yang luar biasa yang tidak bercampur selainNya sedikitpun hingga menjadi karakter kita (karakter taqwa secara profesional dan tepat itu) yang tidak terpisahkan selamanya, baik di dunia, kuburan dan akhirat. Wassalam. 

Bande Husein Kalisatti: Jad maksudnya, pertanyaan-pertanyaan itu bisa terjawab atau mudah dijawab saat ilmu dan amal sudah menjadi karakter atau mensubstansi, hingga menjadi diri... afwan. 

Sinar Agama: Bande: Benar begitu dan ilmu-ilmu itu akan hilang sebelum menjadi aplikatif yang mengkarakter tersebut. Wassalam.


اللَّهُمَّ صَلِّ عَلَى مُحَمَّدٍ وآلِ مُحَمَّدٍ وعَجِّلْ فَرَجَهُمْ

Nusyuz dan Hukum Memukul Istri


Seri tanya jawab Yoez Rusnika dengan Sinar Agama
by Sinar Agama (Notes) on Tuesday, April 2, 2013 at 9:21 am

Yoez Rusnika mengirim ke Sinar Agama: 3 Maret 2013, Salam ustadz. Mohon penjelasan surah an nisa 34: “..Wanita-wanita yang kamu khawatirkan nusyuznya, maka nasehatilah mereka dan pisahkanlah mereka di tempat tidur mereka, dan pukullah mereka. Kemudian jika mereka menta’atimu, maka janganlah kamu mencari-cari jalan untuk menyusahkannya. Sesungguhnya Allah Maha Tinggi lagi Maha Besar. Apa yg dimaksud dengan nusyuz, dan apakah dibolehkan memukul wanita/ istri? Syukron ustadz. 

Sang Pencinta: Salam, saya pernah baca di arsip, tapi belum ketemu mas. 

Yoez Rusnika: Oh ya saya tunggu mas sang pencinta. Mudah-mudahan ketemu.. . Terima kasih atas Perhatian dan bantuannya. 

Sinar Agama: Salam dan terima kasih pertanyaannya: Sambil menunggu tambahan dari nukilan Pencinta: 

Nusyuuz adalah keluarnya istri dari ketaatan pada suami. Ketaatan yang dimaksud adalah dalam hal yang berurusan dengan hak-hak suami seperti sex/jimak atau pelezatan lainnya seperti ciuman dan seterusnya bahkan termasuk tidak memotong kuku dan merapikan/ menghias diri kalau suami menginginkannya (tentu saja menghias diri di rumah, tapi keluar rumah dimana maksiat, maka istri tidak wajib menaati). Begitu pula hak suami dalam urusan keluar rumah yang tidak diijinkan suami. 

Kalau istri melakukan nusyuuz ini, maka pertama dinasihati. Dan kalau tetap saja, maka bisa dibelakangin dicuekin/ diabaikan dalam tempat tidur atau pisah tidur. Dan kalau masih saja, maka bisa dipukul dari yang terpelan sampai kepada yang melebihinya. Kalau dengan yang terpelan sudah taat, maka tidak boleh melebihinya. Tapi kalau belum juga, maka bisa dinaikkan. Tapi tidak sampai tubuhnya menjadi memar atau apalagi kehitaman. 

Dan ketika memukul itu, tidak boleh dengan niat dendam, tapi harus dengan niat mendidik di jalan agama Allah. Dan kalau sampai memar, maka ada dendanya (dibahas di fikih denda). 


Nusyuuz juga bisa terjadi pada suami, seperti memukul istri atau tidak memberi belanja lahir dan batin. Kalau hal itu terjadi, maka istri boleh menuntutnya. Kalau tidak diberi juga, maka boleh menasihatinya, tapi tidak boleh memboikotnya dan apalagi memukulnya. Kalau tetap tidak memberikan hak istrinya, maka istrinya boleh mengadukannya ke hakim syar’i. Dan hakim mewajibkannya untuk memberikan hak-hak istrinya. Kalau tidak juga, maka hakim boleh menderanya seukuran mengembalikannya untuk bisa melakukan kewajiban-kewajibannya. 

Dan dalam pada itu, hakim-syar’i bisa memberikan belanja dari harta suaminya itu walau harus dengan paksa. 

Wassalam. 

Hidayatul Ilahi: Nyimak. 

Yoez Rusnika: Hakim syar’i yang dimaksud apakah pengadilan agama ustadz? Afwan. 

Caesar Jazuli: ijin share. 

Sinar Agama: Yoez: Hakim syar’i adalah mujtahid adil atau semacam utusannya yang bisa mengadili. Kalau di negara Islam jelas pengadilan agama, tapi kalau di negara bukan islam, bisa merujuk ke marja’nya atau wakilnya yang diberi kewenangan tersebut. 

Yoez Rusnika: Syukron ustadz.. Jawabannya sangat jelas. Allahumma shali ‘ala Muhammad wa aali Muhammad. 

Wassalam.


اللَّهُمَّ صَلِّ عَلَى مُحَمَّدٍ وآلِ مُحَمَّدٍ وعَجِّلْ فَرَجَهُمْ

Sabtu, 20 April 2019

Keharaman Mencaci Simbol-Simbol Madzhab Lain


Seri status Sinar Agama
by Sinar Agama (Notes) on Tuesday, April 2, 2013 at 9:11am



Sang Pencinta: (1-3-2013) Salam, masih terkait pertanyaan beberapa hari lalu, apakah marja anti Wali Faqih memfatwakan pengharaman pencacian simbol Suni? Ke dua, apakah marja anti Wali Faqih mengonsepkan taqlid juga? Ke tiga, apakah ada marja yang tidak memfatwakan taqlid? Ke empat, Syiah liberal dari mana asal usulnya? Terima kasih ustadz. — bersama Sinar Agama. 


Sinar Agama: Salam dan terimakasih pertanyaannya: 

  1. Menurut saya, tidak akan ada marja’ yang membolehkan pencacian atau pelaknatan pada simbol-simbol yang disucikan madzhab lain di depan umum/Sunni. Justru mereka biasanya menyarankan takiah bahkan dalam beribadah di depan Sunni kalau harta, nyawa, keselamatan diri dan keluarganya terancam. 
  2. Kalau yang anti Wali Faqih itu orang-orang liberal, seperti raja Iran dan konco-konconya, maka mereka anti taqlid. Tapi kalau dari kalangan ulama, maka biasanya semuanya mewajibkan taqlid. 
  3. Tidak pernah ditemui di muka bumi ini, seorang marja’ yang tidak mewajibkan taqlid.
  4. Syi’ah liberal itu sama dengan Sunni liberal. Mereka biasanya hanya memiliki keimanan pada Tuhan, Nabi saww dan imam (tentu kalau Sunni minus imam makshum). Tapi dalam aplikasi keseharian, mereka tidak meyakini akan perintah-perintah Allah, Nabi saww dan para makshum as yang menyuruh taqlid kepada ulama ini. Karena itu, mereka berjalan sendiri dengan inisiatif sendiri. 
Biasanya, para liberal ini, karena terpengaruh oleh konsep-konsep politik yang tidak mengimani tentang keharusannya bahwa harus dari agama dan mereka biasanya memisahkan agama dan politik atau kalaulah tidak memisahkan, tapi mereka merupakan pengikut hermeunitik modern yang membuahkan bebas penafsiran teks-teks agama. 

Jadi, sumber terbesarnya para liberal itu karena memisahkan politik dari agama dan/atau pengikut hermeunitik modern (bukan yang klasik dimana merupakan kebenaran seperti yang sudah sering dijelaskan). 

Sumber-sumber lain yang sangat mungkin seperti: 

  1. Suka main politik sementara ia tidak tahu agama. Karena itu, semua hasil-hasil renungan dan kerjanya, diambil dari pengalamannya sendiri yang, sudah tentu tidak diambil dari agama karena memang bukan ahli agama. 
  2. Ingin jadi pemimpin dunia dan ingin diikuti orang lain, baik dalam yayasan, organisasi atau partai sementara ia tidak membidangi agama secara spesifik. 
  3. Malas belajar agama dan bahkan mencela kalau ada orang belajar agama puluhan tahun (padahal di Syi’ah harus puluhan tahun belajar agama sesuai dengan yang sudah sering dijelaskan tentang kurikulum hauzah, kalau ingin tahu agama), tapi ingin beraktifitas dalam segala bidang terutama politik, sosial dan semacamnya. 
Yakni: 

Ketiga kelompok ini, karena cinta diri dan semacamnya (salah satu penyakit psikis), sudah tentu tidak ingin terikat dengan apapun. Bahkan mereka mengatakan bahwa semua itu adalah batasan yang diberikan orang yang tidak makshum. Padahal dirinya sendiri juga tidak makshum di samping tidak spesialis agama. Padahal kalau mereka sakit pasti ke dokter, dan tidak mengobati diri mereka sendiri. Kan raksyih manakala mau jadi ulama sementara tidak mau belajar agama pada ulama sesuai prosedur yang ada dan resmi. 

Kalau tadinya mereka bertaqlid, tapi hal itu hanya dalam bidang-bidang pribadi seperti shalat. Dan kalaulah tadinya taqlid juga dalam masalah-masalah umum, tapi ketika banyak benturan dengan fatwa dan apalagi melihat bahwa kerja mereka itu sudah batal dari awal karena tidak merujuk ke fatwa dari awal, maka mereka menjadi murtad dari taqlid (bukan dari Islam) dan menjadi pendukung dan pengikut liberalism. 

Tambahan: 

Liberal ini bisa dengan jidat hitam atau punya pesantren dan organisasi Islam. Jadi, jangan terkecoh dengan jidat hitam, hafal Qur'an dan hadits, ribuan pengikut, besarnya pesantren, tangisannya dalam shalat dan doa, puluhan karangan kata-kata agama, ......dan seterusnya. Karena Islam tidak melihat banyaknya amal saja, tapi juga tergantung pada profesionalismenya dan ketulusannya. 

Karena itu, maka yang tidak menerima konsep Islam secara utuh, maka ia adalah liberal, baik dalam rangka konsepnya itu sendiri (seperti tidak meyakini adanya hukum Islam tentang masalahmasalah politik) atau pengambilan konsepnya yang dari marja’ bagi yang Syi’ah itu. 

Wassalam. 

, فوزية عبد الرحمن 

Maskur Manggau, Hidayat Dayat dan 37 lainnya menyukai ini. 


Nazlah Kandia · Friends with Ramlee Nooh and 39 lainnya: Salam, afwan Ustadz. Ana pernah copas tulisan antum. Ana belum sempat meminta izin, ana sempat tulis dalam sebuah tautan acount lain saja. Alhamdulillah...ana kagum atas jawaban Ustadz. 

Nina Abubakar: Salam... Saya awam tentang agama, hanya sedikit tau. Tapi ada terbersit di hati kalo saya sepertinya akan butuh seorang Marja’ untuk rujukan syar’i hal-hal terkait dengan hidup saya. 

Bagaimana cara saya untuk bisa bermarja’ kepada seorang Marja ??. 

Hadrah Ali · Friends with Ramlee Nooh: Alhamdullillah,..lanjutkan saja sepanjang yang ustadz ketahui...Allahumma shali aala Muhammad wa Ali Muhammad..!! 

Sinar Agama: Salam dan terima kasih atas semua jempol dan komentarnya. 

Hadrah Ali · Friends with Ramlee Nooh: Insyaallah semuanya benar..cara pandang dari sudut yang berbeda saja ya ustadz,..salam..!! 

Sinar Agama: Nina: Kalau mau bermarja’, maka tinggal memilih mujtahid (yang mampu menyimpulkan semua hukum Islam dari Qur'an-Hadits dan lain-lainnya) yang terhebat (kalau ada beberapa orang mujtahid) dari sisi ilmu dan ketaqwaan, lalu berniat diri untuk mengikuti fatwanya, lalu mengambil fatwanya dari kitab-kitabnya atau dari orang adil/jujur yang tahu tentang fatwanya. 

Ulama terhebat pada masa kini, adalah ayatullah sayyid Ali Khamenei hf dimana ada ratusan atau ribuan mujtahid di belakangnya yang mendukungnya menduduki Wilayat Fakih atau Wewenang Fakih tertinggi dimana sekarang beliau memimpin Iran menggantikan Imam Khumaini ra. 

Sudah banyak juga fatwa-fatwa beliau hf yang diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia dimana kalau antum perlu saya dan teman-teman yang lain, bisa mengirimkannya kepada antum, i-Allah. 


Akhir Zaman Debi · 29 teman yang sama: 

2- Ingin jadi pemimpin dunia dan ingin diikuti orang lain, baik dalam yayasan, organisasi atau partai sementara ia tidak membidangi agama secara spesifik.....jadi inget rasulullah, jadi inget peristiwa yang deket deket ma ghadir khum yaitu pada saat saat haji terakhir rasul..yaitu di saat Allah berfirman > pada hari ini telah kusempurnakan nikmatKU padamu dan ku ridhoi ISLAM jadi agamamu... firman tentang ISLAM telah di ridhoi ini hadir setelah rasul mendapat ummat yang percaya.. memenangkan makkah dalam arti kata belum ada ridhoi tapi sudah ada ummat atau dipercaya untuk sesuatu, khususnya iman, lucky rasulllah...so must be in something first? Than can get some?? Than you can prove some?!! Specially on your RABB?!! Not do something first than get something, for prove something..like Rasulullah, back to past..more past than you will be ikhlas let your passion for pride privacy satifaction..this if me. Anyway love Sinar Agama deh. 

Sang Pencinta: Memang saya hapus ustadz, saya pikir jawabannya sudah terdapat di arsip, walau hanya singgungan sikit saja, btw terima kasih sudah dijawab. 

Abi Syekh Daeng: Afuwan All@ ikut nyimak moga manfaat..... 

Nina Abubakar: Saya surpraise, ternyata jalannya ga terlalu rumit untuk bisa bermarja’ dengan seorang Marja’ ya. Sebelumnya bayangan saya, seorang muqollid (yang taqlid) keberadaannya harus sepengetahuan dan persetujuan Marja’ yang diikutinya. 

Kalo dari penjelasan tadi, sepertinya tidak harus seperti itu. Tetapi yang diperlukan adalah kesadaran seorang muqollid terhadap fatwa-fatwa dari Marja yang di ikutinya. 

Dari penjelasan tadi juga, sepertinya fatwa-fatwa Ayatullah sayyid Ali Khamenei hf sudah dibukukan tapi tidak dijual bebas ya?? 

Nina Abubakar: Jujur, memang saya tidak tau harus memulai dari mana untuk bertaqlid. Hehee... 

Nina Abubakar: Dan saya juga tidak tau/awam, siapa-siapa saja sosok Marja yang ada. Saya tidak bisa memilih. 

Dengan segenap keawaman saya, apakah berarti saya boleh langsung mengikuti/bemarja’ kepada Ayatullah sayyid Ali Khamenei hf seperti yang direferensikan tadi ?? 

Sasando Zet A · Friends with Sang Pencinta and 40 lainnya: Nyimak dengan kesungguhan... 

Sang Pencinta: Nina Abubakar: ini penjelasan ustadz, 

https://www.dropbox.com/s/g2unyedhagftit3/WF%20Marja%20Taqlid.pdf 

Panduan Fikih Rahbar, 
https://www.dropbox.com/s/515vzx25gjgzh9q/Fikih%20Pemula.pdf, tanya jawab Rahbar dengan mukalidnya, 

https://www.dropbox.com/s/cd7m6lnoadnjqi9/Ajwibah_1_pruf_udin.pdf, https://www.dropbox. 

com/s/aux17monj119edb/Ajwibah_2_pruf_udin.pdf. 

WF Marja Taqlid.pdf 

www.dropbox.com 

Sang Pencinta: Kalau berminat catatan ustadz terkait penerapan fatwa Rahbar, saya bisa tukilkan, i-Allah. 

Nina Abubakar: Sang Pencinta | terimakasih banyak kiriman link-link yang terkait. Boleh dibantu nukilkan. 

Sang Pencinta: Nina Abubakar: Sejauh ini arsip yang sudah dibuatkan per topik ini mbak, 

http://www.facebook.com/groups/KCUSA/doc/229211343876859/ 

Nina Abubakar: Sang Pencinta | terimakasih banyak invite ke grup Kompilasi Arsip Ustadz Sinar Agamanya... 

Sang Pencinta: Nina Abubakar: Sama-sama mbak, kalo mau mbak bisa add teman-teman yang lain. I-Allah diupdate secara reguler sesuai perkembangan arsip ustadz Sinar. 

Sinar Agama: Nina, Tolong minta sekalian fikih Rahbar hf ke Pencinta. Oh iya mbak Nina, di awal awal fikih itu, diterangkan dengan jelas cara taqlid. Semoga Allah selalu bersamamu, bersamaku dan bersama semua teman-teman facebook kita, amin. 

Sinar Agama: Pencinta, tolong kirimi sekalian mbak Nina itu fikih Rahbar hf yang berjudul Belajar Fikih Untuk Pemula itu atau Fikih Praktis. Terima kasih. 

Sang Pencinta: Sudah di atas ustadz. 

Sinar Agama: Oh Begitu, syukurlah, terima kasih. 

Wassalam.


اللَّهُمَّ صَلِّ عَلَى مُحَمَّدٍ وآلِ مُحَمَّدٍ وعَجِّلْ فَرَجَهُمْ

Rabu, 02 Januari 2019

Hukum Mencaci Simbol-Simbol Madzhab Lain



Seri tanya jawab Sang Pencinta dengan Sinar Agama
by Sinar Agama (Notes) on Tuesday, April 2, 2013 at 8:28 am

Sang Pencinta: (25-2-2013) Salam, bagaimana pandangan antum dan solusinya cara sebagian ikhwan, yang secara tajam mencaci simbol Suni. Mohon interpretasi fatwa Rahbar tentang peng-haraman pencacian simbol-simbol Suni. Terima kasih Ustadz. — bersama Sinar Agama. 


Fahmi Husein, Irsavone Sabit, Alia Yaman dan 23 lainnya menyukai ini. 

Sinar Agama: Salam dan terimakasih pertanyaannya: 

Kalau secara umum suatu kata itu dipahami mencaci simbol-simbol Sunni, maka jelas haram hukumnya. Seperti mencaci tokoh-tokoh yang dihormati Sunni. Tentu saja, diskusi bukan mencaci dan mencaci bukan juga diskusi sekalipun sepintas bentuknya seperti diskusi. Diskusi bisa dilakukan, tapi tidak boleh menggunakan kata-kata pencacian terhadap tokoh-tokoh atau apa-apa saja yang dihormati saudara-saudara Sunni. 

Sang Pencinta: Terimakasih ustadz. 

Sang Pencinta: Apakah hukumnya sama bagi yang menyukai dan menikmati diskusi cacian ini (bukan pelaku cacian)? 

Doni Handoyo: Perlu diselidiki ikhwan-ikhwan yang statusnya mencaci simbol Sunni, jangan- jangan mereka Wahabi nyamar. 

Memburu Kebenaran: Maaf ustadz, apakah menjelaskan kepada orang suni, dan mengkritisi sahabat suni semacam AUU, yang banyak kekeliruan-kekeliruan dan penentanganya kepada Nabi apakah termasuk mencaci-caci simbol suni?? 

Sang Pencinta: Beberapa ikhwan mengklaim dengan diskusi/menanggapi seperti soalan di atas, membuat sudara lain hijrah ke AB, bagaimana syar’i memandang ini? Btw teringat pesan ustadz tentang pen-scan-an kitab mafatih. 

Sinar Agama: Pencinta: Sudah tentu yang menyetujui pekerjaan haram, ia akan kebagian haramnya, apalagi menikmatinya. Dan dosa pemecahan umat ini tidak tanggung-tanggung, imam Khumaini ra mengatakan bahwa yang memecah Syi’ah dan sunnah, maka ia bukan Syi’ah dan bukan sunnah. 

Dan orang-orang yang terutama bukan mujtahid itu, kalau berpendapat apapun yang menentang marja’nya, maka selain tidak berharga, ia juga merupakan dosa yang ke dua setelah dosa pertama di atas itu. Misalnya mereka mengatakan bahwa dengan mencaci dapat menghidayahi manusia. Anggap hal ini bukan ajib dan kegilaan (dimana memang ajib dan kegilaan), maka ia adalah pendapat bukan mujtahid yang menentang mujtahid dan, sudah jelas wajib ditolak oleh dirinya sendiri terutama oleh orang-orang yang tidak menaklidinya karena memang tidak boleh menaklidi orang yang bukan mujtahid. 

Sinar Agama: Doni: Memang setiap ada akun yang mencaci dan mengatasnamakan Syi’ah, tidak bisa dikatakan bahwa hal itu kerjaan orang Syi’ah. Karena itu, kita bukan mau mengecam siapapun, tapi hanya membahas hukum fikihnya. 

Memang, kalau pencacian itu terjadi bukan sekali dua kali, sekalipun dilakukan oleh orang Syi’ah sekalipun, maka ia harus dikecam dan kalau perlu diboikot dan diblokir atau dilaporkan. Karena kalau tidak, maka akan merugikan agama serta harta dan nyawa manusia yang tidak berdosa. 

Kalau mereka masih bisa menerima hidayat, semoga mereka terhidayahi dan kalau tidak, maka kita serahkan kepada Allah karena mereka sudah masuk ke dalam tajarri dan maksiat yang akan mengorbankan agama serta harta dan nyawa manusia lain yang tidak berdosa. Bagi pandanganku, mabok masih jauh di bawah dosa memecah persatuan ini, Allahu A’lam. Karena dosa mabok hanya dosa pada Allah secara pribadi, tapi dosa memecah umat, selain dosa pada Allah, juga pada agama dan semua muslimin yang akan menjadi korban baik harta atau nyawanya. 

Sinar Agama: Memburu: Kalau diskusi tersebut, tidak disertai caci maki, maka jelas bukan pencacian dan pemakian dan tidak termasuk dosa. Jadi, menjelaskan AUU dari kitab-kitab Sunni dan dengan bahasa ilmiah yang baik yang tidak disertai caci maki, maka jalas(jelas) tidak dosa dan bahkan suatu keharusan kalau diperlukan. 

Al Parta Ortega: Indahnya Persaudaraan....Salam Ustadz... 

Sang Pencinta: Ustadz SA: Fatwa Rahbar tentang ini berlaku untuk semua pengikut AB? Apakah larangan cacian dikeluarkan oleh marja lain atau mengikuti Rahbar sebagai wali faqih? 

Ikhwan Abduh: Afwan Sang Pencinta. Saya mengikuti diskusi kemarin tentang hal ini, meskipun tidak sempat komen (terlalu banyak komentar yang ngalor ngidul). 

Cuma ada 1 hal yang masih mengganjal. Memang kadang-kadang ada segelintir saudara kita terpancing emosinya. Biasanya saat tokoh-tokoh syiah dicaci maki duluan. Sehingga sebagian saudara kita ikut-ikutan mencaci. 

Namun, saya lihat kebanyakan dari mereka tidak mencaci sebagaimana “CACIAN” yang menggunakan kata-kata kotor dan tidak pantas. Namun hanya menjelaskan kebobrokan akhlak dan sejarah kelam tokoh-tokoh Sunni. Dan itu dalam lingkup diskusi ilmiah, karena tidak jarang dalilnya pun disertakan. Baik dari ayat Al-Qur’an, hadis, maupun pernyataan tokoh-tokoh Sunni / wahabi, guna mengcounter pernyataan mereka. 

Bagaimana menurut Antum ustadz Sinar Agama ? 

Sang Pencinta: IA: Di atas sudah dikatakan kata itu dihukumi cacian secara urf/umum. Apakah definisi cacian di Sumatra beda di Sulawesi? Dan di atas sudah dikatakan juga diskusi tentang ini boleh bahkan harus kalo memang diperlukan. Kalo antum mau, akan saya bawakan catatan ustadz Sinar tentang diskusi yang ustadz Sinar terlibat di dalamnya tentang simbol-simbol Suni? 

Ikhwan Abduh: Bukan begitu maksud saya. Supaya terang, baiklah saya kasih contoh. 

Tetangga sebelah ada yang mengatakan mut’ah sama dengan zina, orang syiah = anak zina, dan lain-lain. Ada yang mengatakan imam mahdi ngumpet di goa karena penakut dan sebagainya. Bahkan banyak kata-kata cacian yang saya tidak tega untuk menulisnya. 

Bandingkan dengan ketika saudara kita menceritakan tentang, misalnya: 
Abu Bakar yang merampas tanah fadak, membakar hadis, kabur saat perang, memerintahkan membakar rumah Fathimah, dan sebagainya. 

Umar yang menganggap nabi mengigau dan melarang menulis wasiat nabi, tidak tahu banyak tentang hal agama (misal: tidak tahu arti kalalah, malah yang bertanya tentang itu dihukum oleh Umar), dan sebagainya. 

Usman yang nepotisme. 

Khalid bin Walid yang membunuh sahabat dan langsung meniduri istri sahabat yang dibunuhnya. 

Perbedaan persepsi tentang mencaci itu bukan masalah di Sumatera, Sulawesi, ataupun Jawa. Semua itu adalah sejarah, yang bahkan tercatat oleh kitab-kitab Sunni. Namun oleh mereka (Sunni) malah dianggap MENCACI. 

Jika memang hal itu adalah bagian dari mencaci, lantas sejarah yang saya pelajari selama menjadi syiah adalah tak lebih dari cacian? Padahal saya kira itu merupakan fakta sejarah yang membuka mata hati saya untuk menerima syiah! 

Afwan, mohon penjelasannya. 

Ikhwan Abduh: Sang Pencinta : OK, tolong kasih link catatan tentang diskusi tersebut 

Sekali lagi, saya masih awam di mazhab AB ini. Dan terus terang saya sedih menyikapi fenomena ini. Jadi tolong untuk ustadz sinar agama dan ustadz lain yang sering online facebook bisa membantu memberi pencerahan untuk masalah ini. 

Baskoro Juragan Tahu: SIMBOL Sunni adalah AUU....Hem masih kah anda menganggap mereka saudara dalam islam jika SIMBOL mereka di bilang AUU bukan ALQURAN n MUHAMMAD saw ?? 

Sinar Agama: Pencinta, hukum fikih yang bersifat sosial-politik, wajib ditaati walau oleh para marja’ itu sendiri dan, fatwa tentang persatuan dan tidak boleh mengejek simbol-simbol madzhab lain ini, termasuk fatwa sosial-politik yang wajib ditaati oleh semua orang itu. Apalagi ratusan mujtahid dan belasan marja’ memfatwakan hal yang sama atau mendukung fatwa Rahbar hf tersebut. 

Sinar Agama: Ikhwan A: Kalau penjelasan tentang semua yang antum contohkan itu dengan bahasa yang tidak disertai kata-kata ejekan dan apalagi dilengkapi dengan nukilan referansi-referensi Sunninya, maka jelas tidak masuk dalam ejekan sekalipun sebagian wahabi, demi memutarbalikkan masalah, menuduh penulisnya sebagai pengejek. Walhasil, kapan kata-kata ejekan itu dikeluarkan kita sekalipun diselingi dengan nukilan-nukilan referensi-referensi Sunni, tetap saja tergolong ejekan. Karena yang dihukumi ejekan itu, bukan referensinya itu, tapi ejekannya itu. 

Di catatan saya, mungkin sangat banyak yang menukilkan tentang hal-hal yang antum maksudkan bahkan seperti Khalid bin Walid yang membakar hidup-hidup beberapa shahabat di depan umum, tangisan penyesalan Abu Bakar karena telah mendobrak rumah hdh Faathimah as, pengharaman mut’ah oleh Umar ...........dan seterusnya...tapi selalu saya usahakan untuk hanya menyampaikan apa adanya tanpa kata-kata ejekan. 

Karena itu, selama diskusi atau tulisan atau kata-kata kita tidak mengandung ejekan, maka ianya bukan dosa dan bukan pula memecah persatuan. 

Ikhwan Abduh: Syukron ustadz SA. Sekarang sudah terang bagi saya. Jadi intinya pada pemilihan kata-kata dalam menyampaikan kebenaran itu ya. Semoga saudara yang lain, terutama yang biasa “keras” dalam diskusi membaca dan memahami keterangan antum. Karena jujur saya banyak mendapat pelajaran juga dari mereka. Namun terkadang karena yang diajak diskusi suka nyeletuk seenaknya, mereka juga terbawa arus diskusi itu sehingga mungkin lepas kontrol dengan kata-katanya. 

Novalcy Thaherm: Ikhwan Abduh @ betul sekali ihkwan, maksud saya juga begitu. Bahkan ada yang lebih extrem lagi menyebut mereka itu agen~agen zionis. Padahal mereka itu banyak memberi pelajaran kepada saya juga, bahkan mereka mengenalkan saya kepada ustadz sinar agama untuk bertanya apa saja tentang syiah. 

Hambali Return: Saya pribadi belum pernah liat syiah bicara tanpa dalil meskipun dalam keadaan marah, ngapain gue ke syiah kalau sama dengan yang dulu saya anut. 

Zulfiqar Fawkes: @hambali : afwan agar dicermati penjelasan ustad SA baik-baik >>> Walhasil, kapan kata-kata ejekan itu dikeluarkan kita sekalipun diselingi dengan nukilan-nukilan referensi- referensi Sunni, tetap saja tergolong ejekan. Karena yang dihukumi ejekan itu, bukan refrensinya itu, tapi ejekannya itu. 

Ikhwan Abduh: Meskipun tujuannya baik, namun harap Lebih hati-hati aja, untuk koreksi kita bersama. Syukron ustadz SA yang berkenan memberi penjelasan. 

Muhammad Wahid: Iya intinya: ejekan itu diluar konteks diskusi argumentatif... Emosional terpancing, ya disitulah tantangan orang berlimu untuk lebih bersabar, harusnya makin berilmu ya makin tawadhu.. Kita harus banyak belajar, bagaimana ustad Sinar Agama dalam berdiskusi & berdialog, beliau juga suka dicaci maki tuh, tapi beliau ga pernah membalasnya dengan cacian.. Untuk teman-teman syiah yang mengingatkan teman lainnya, saya liat juga ga lepas dari tuduhan dan cacian juga.. Jangan menasehati orang kalo anda sendiri ga bersikap arif... Mungkin saja betul ada agen-agen zionist, tapi apa benar itu ditujukan kepada orang-orang yang dituduhkan, kita-kita ini ga bisa mengetahui dengan pasti tanpa bukti dan kenal orangnya langsung di dunia nyata.. Kalau mau menyikapi sikapnya yang kurang tepat dalam hal ini kata-kata cacian, ya tegurlah dengan cara yang baik juga, jangan malah saling ejek & tuduhan-tuduhan yang ga berdasar.. Sehingga ga ada bedanya antara anda (syiah) dengan mereka-mereka itu (wahabi).. Afwan. 

Sinar Agama: Ikhwan A: Itulah mengapa tabligh itu bukan kerjaan sembarang orang. Memang, satu ayatpun harus disampaikan. Tapi ayat yang dipahami dengan dalil dan, sudah tentu dengan kata-kata yang bagus. Karena yang wajib disampaikan itu bukan kebenaran, tapi kebenaran dengan cara yang benar. Dimana ada pembolehan penyampaian kebenaran Islam dengan cara bukan Islam alias diri sendiri atau hawa nafsu sendiri. 

Jadi, kalaulah bukan ulama dan ingin terjun ke dalam tabligh yang bukan bidangnya atau yang juga bidangnya, maka lakukan karena Allah hingga mengikuti cara-caraNya yang diperintahkan dalam Qur'an dan Hadits-Hadits Nabi saww serta para imam makshum as. 

Karena kalau tidak, maka akan merusak islam itu sendiri dan kerja-kerja para nabi, para imam dan para ulama. 

Kalau tidak sanggup berhadapan dengan umat, mengapa memaksakan diri berhadapan? Siapa yang menyuruhnya? Mujtahid saja harus taqlid dalam hal-hal sosial-politik ini, apalagi awam yang hanya tahu satu atau dua ayat. 

Zulfiqar Fawkes: Syukron Ustadz. 

Sinar Agama: Teman-teman Semua: Terima kasih banget atas pengertian dan baik sangka dan segala kebaikannya yang antum pantulkan lewat komentar-komentar antum itu. Ana ini juga manusia biasa dan bahkan mungkin paling jeleknya. Karena itu, hati ini juga mendidih diejek orang. Tapi dari pada ana mendidih di neraka besok, maka kuusahakan sekuat-kuatnya untuk tidak keluar dari taqlid ana kepada Rahbar hf dan imam Khumaini ra yang didukung oleh ratusan atau ribuan mujtahid dimana beliau-beliau itu mewajibkan persatuan dan mengharamkan pengejekan kepada simbol yang disucikan di madzhab-madzhab lain. 

Sinar Agama: A.F: Ana juga berterima kasih untuk antum semua, semoga antum dan teman- teman lainnya, jangan sampai keluar dari fikih Ahlulbait as dimana fikih di Ahlulbait as itu bukan hanya thaharah, wudhu, mandi, shalat, puasa, haji...dan seterusnya, tapi juga masalah-masalah rumah tangga, sosial, budaya, politik, dakwah.............dan seterusnya. 

Ikhwan Abduh: Aamiin,,, insyaAlloh ustadz. 

Renito Husayno: Penjelasan ustadz inspiratif sekali. Adem. Terima kasih banyak ustadz....... 

Maz Nyit Nyit-be’doa: Sangat Mengagumkan dan mencerahkan.......... Terimakasih ustadz Sinar Agama. 

Novalcy Thaherm: Terimakasih juga ustadz sinar agama. 

Sinar Agama: Tambahan: 

Kalau ada orang mengejek atau melaknat/kecaman di depan Sunni/umum/facebook, lalu ia mengatakan bahwa ia tidak taqlid kepada Rahbar hf, maka hal itu juga sangat diragukan kebenarannya. Sebab setahu saya, tidak akan pernah dijumpai seorang marja’ yang membolehkan pekerjaan-pekerjaan tersebut. 


Kalau para pencela itu, semoga mereka masih bisa mendapat hidayah sebelum ajal menyapa amin, dengan tanpa merujuk kepada marja’ manapun itu, masih mau nekad juga mau melakukannya, maka silahkan mereka memakai nama asli di facebook ini dan alamat yang jelas, hingga orang-orang Sunni yang marah dan mau berbuat apapun kepadanya, bisa dengan mudah mendatanginya dan tidak mendatangi Syi’ah-syi’ah yang lain. Lucu amat, disuruh sopan, tetap saja nekad, tapi sembunyi di balik tembok China yang tebal hingga mengorbankan orang lain. 

Irsavone Sabit: Afwan ustadz, tidak maksud membela mereka, saya juga tidak paham sejauh mana sebenarnya menghina istri dan sahabat Rasulullah saww yang juga dikatakan menghina simbol-simbol Sunni, setahu saya nama yang disebut sang pecinta sebagian masih wajar saja sperti yang dilakukan ustadz ketika diskusi, menggunakan dan berdasarkan dalil Sunni sendiri, diskusi seperti itulah yang saya biasa saya like, kemudian ustadz apakah wajib bagi syiah untuk melaporkan mereka ini kepada yang lainnya secara terbuka, dan bagaimana jika yang melapor salah dalam mempersepsikan menghina simbol Sunni, hal ini bisa saja terpulang kepada saya jika saya yang melapor secara terbuka?.....Afwan. 

Ikhwan Abduh: Irsavone Sabit : Kemarin saya juga menanggapi seperti yang antum katakan. Namun ustadz sinar agama sudah menjelaskan. Bahwa yang demikian (membongkar sisi gelap tokoh Sunni) tidak apa-apa, bahkan dianjurkan ketika diskusi mencari kebenaran. Tapi yang tidak boleh adalah ketika berdiskusi dan berdalil namun kemudian terselip kata-kata ‘cacian’ / hujatan / umpatan yang tidak ada dalam riwayat / dalil itu, namun di ada-adakan sendiri (mungkin karena emosi dan sebagainya). Saya sendiri sangat menghormati saudara-saudara yang dimaksud oleh Sang Pencinta. Namun di sisi lain saya juga setuju dengan ustadz SA bahwa akan lebih baik lagi jika pemilihan kata saat diskusi bisa lebih arif dan bijaksana. 

Sang Pencinta: IS: Ustadz sudah menjelaskan di atas soalan seperti yang antum bawa untuk Ikhwan Abduh, afwan. 

Sinar Agama: I.S: Yang lain-lain sepertinya sudah terjawab selain yang satu ini bahwa apakah wajib melaporkan secara terbuka... 

Jawabnya adalah kalau kesalahannya itu terbuka, seperti di facebook ini, maka jelas penegurannya juga bisa dengan terbuka. Karena teguran itu, di samping nasihat bagi yang melakukan kesalahan secara terbuka itu, juga sebagai pengumuman atau ketidak ikutan bertanggung jawab terhadap yang dilakukannya, kepada diri orang itu dan khalayak ramai. Tapi kalau kesalahan orang itu tidak terbuka, maka haram dinasehati secara terbuka karena akan masuk dalam ghibah. 

Sedangkan kesalahan yang dimaksud itu, kalau fikih maka harus bersumber pada fikih dan kalau akidah maka pada akal dan Qur'an-hadits. Dan yang menasihati wajib tahu sebenar benarnya bahwa yang mau dicegah itu (nahi mungkar) memang benar-benar kesalahan dan ia tahu juga yang benarnya dalam masalah itu. Tapi kalau masih ragu-ragu terhadap kesalahannya atau terhadap kebenaran yang ia ketahui tentang ilmunya sendiri, maka tidak boleh melakukan peneguran itu karena bisa memfitnah orang dan dirinya sendiri akan mengatakan yang salah dan sesat karena ketidaktahuannya tadi itu. 

Karena itu, harus punya dua ilmu yang jelas untuk amar makruf dan nahi mungkar ini: Pertama tahu kesalahan yang mau dinasihati itu. Ke dua, ia tahu benarnya seperti apa secara pasti. 

Kalau terjadi perbedaan persepsi terhadap suatu kata, maka bisa dilakukan diskusi dan yang salah harus meminta maaf. Tapi persepsi terhadap suatu kata atau kalimat itu, harus berdasar kepada pemahaman umum dan tidak diputar-putar hingga menjadi remang. 

Wassalam. 

Marwah Ali: Alhamdulillah, aku masih di koridor dari batasan ustadz, aku ngeledeknya personalnya bukan AUU .... 

Abu Bakar Hangus: Tidak ada fatwa Ulama Faqih yang bertentangan dengan Nash .... = harga mati pemahaman atas segala sesuatu adalah inti dari persoalan. 

Abdurrahman Shahab: Kita ini masih sering terlihat kekanak-kanakan, tidak pernah merasa bersalah, mencari pembenaran atas setiap kesalahan yang kita lakukan, masih sering mengumbar hawa nafsu dan menganggap sepele persoalan besar dan penting yang didengungkan oleh para mujtahid dan pemimpin agama mengenai ukhuwah dan persatuan islam sehingga terus saja menjadikan perbantahan dan perdebatan yang memancing permusuhan adalah sebagai KEASYIKAN DAN MENGANGGAP SEBAGAI KECERDASAN SERTA DAKWAH AHLUL BAYT!!! 

Marwah Ali: Menawarkan Ukhuwah sama Nashibi, yang ga mau Ukhuwah ?, Malah kaya di Jawa Timur seperti al bayonet, gimana caranya ? 

Abdurrahman Shahab: Afwan, kalau menurut saya nashibi bukanlah bagian dari islam, yang harus dijaga ukhuwahnya, tapi tidak serta merta ketika kita menangkal fitnah nashibi (/wahabi) kita lantas membenamkan diri dengan perkataan yang dapat menimbulkan fitnah dan permusuhan dari kalangan aswaja, karena kita menggunakan kata-kata yang menistakan simbol-simbol yang mereka mulyakan... DAN HAL ITULAH YANG SANGAT DIHARAPKAN OLEH PARA NASHIBI, AGAR KITA DIMUSUHI OLEH ASWAJA... 

Abu Bakar Hangus: Simbol: AHLUL SUNNAH = SUNNAH YANG BENAR [siapa sunnah yang benar ?], bukan simbol yang kufur. Kalau pembenaran atas fatwa itu adalah kepada Sunni maka, sama saja mengakui kebhatilan atau terus menyembunyikan kebhatilan. 

Marwah Ali: Bisa kasih contoh konkrit kalimat ini “kita lantas mebenamkan diri dengan perkataan yang dapat menimbulkan fitnah dan permusuhan dari kalangan aswaja, karena kita menggunakan kata-kata yang menistakan simbol-simbol yang mereka mulyakan.” Afwan. 

Penganten Mercon: Salam semua--ikut nyimak. 

Marwah Ali: Hemm.... 

Marwah Ali: Kk Penganten Mercon , Group Dialog Ilmiah Sunni Syi’ah boleh terus tuh hehehe. 

Penganten Mercon: hehehe,,boleh terus gimana maksudnya. 

Marwah Ali: Selama berdasarkan Ilmiah , jangan sampe “kita lantas mebenamkan diri dengan perkataan yang dapat menimbulkan fitnah dan permusuhan dari kalangan aswaja, karena kita menggunakan kata-kata yang menistakan simbol-simbol yang mereka mulyakan.” 

Penganten Mercon: Alhamdulillah, kawan-kwan semua yang ada di sana dalam menyampaikan sesuatu selalu berdasarkan ilmiyah. 

Marwah Ali: Terutama pada pinter bahasa bersayap yang bisa terbang kemana-mana qiqiqiii. 

Penganten Mercon: hehehe,,kebanyakan ikhwan syiah itu jarang bolos dalam pelajaran bahasa Indonesia, jadi ada aja bahan untuk mengembangkan sayap. 

Rizki Wulandari: Damailah Indonesiaku dengan semua perbedaan yang ada. 

Abdurrahman Shahab: Afuan Marwah Ali, ana fikir antum sudah sangat faham dengan maksud kalimat di atas.... karena kita sering terpancing dalam perdebatan, demi untuk mengungkapkan keyakinan, terkadang kita ikut menggunakan KATA-KATA CACIAN DAN PENGHINAAN terhadap SIMBOL YANG DIMULIAKAN OLEH ikhwan Sunni dan ini adalah salah satu trik yang selalu digunakan oleh para nashibi, agar kita terpancing dalam mengeluarkan kata-kata yang tidak menunjukkan akhlaq pengikut AB, dan karena kesalahan yang sering kita lakukan dalam debat- debat, yang lebih banyak membawa mudhorot dibandingkan manfaat itulah, maka timbul kebencian yang mendalam oleh sebahagian ikhwan Sunni terhadap syiah... sehingga banyak kelompok awam Sunni yang ikut terbawa emosi yang menyebabkan kebencian dan permusuhan terhadap pengikut dan ajaran syiah, sudah banyak korban yang tidak berdosa dari kalangan kita yang harus menanggung resiko atas apa yang telah kita tanamkan karena “permusuhan” yang kita anggap sebagai “dialog dan kajian ilmiah” menurut ana, dialog dan kajian ilmiah itu harus dilakukan pada tempat dan oleh orang yang tepat... Afuan... 

Sinar Agama: Salam dan terimakasih atas semua komentarnya yang ada di atas syariat. 

Sinar Agama: Abu: Antum ini ada dua kemungkinan: Taqlid atau mujtahid. Kalau taqlid, maka taqlid ke siapa dan mana fatwa pembolehan pencelaan itu. Kalau mujtahid, maka dari mana antum dapatkan ijin ijtihad tersebut. 

Kemudian, kalaulah antum mujtahid, maka antum juga harus taat pada paling a’lamnya mujtahid dalam urusan-urusan kebersamaan atau sosial-politik. Dan hal seperti ini, yakni wajib ikut yang a’lam itu, merupakan fatwa dari semua marja’ dalam hal-hal apa saja, baik dalam urusan taqlid atau seperti dalam perkara yang kita bahas ini dan semacamnya.



اللَّهُمَّ صَلِّ عَلَى مُحَمَّدٍ وآلِ مُحَمَّدٍ وعَجِّلْ فَرَجَهُمْ