Tampilkan postingan dengan label Karbala. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Karbala. Tampilkan semua postingan

Rabu, 19 September 2018

Tentang Peringatan Nabi saww Atas Kesyahidan Imam Husain as, Ma’tam dan Muawiyyah



Seri status Sinar Agama
by Sinar Agama (Notes) on Saturday, February 2, 2013 at 10:08 am




Sinar Agama: 25-11-2012, (Keterangan status: Status ini diambil dari jawaban saya pada diskusi sebelumnya di catatan yang berjudul 

“Peringatan Kesyahidan Para Makshumin as dan Kekhususannya Untuk Imam Husain as”

Karena tidak terlalu panjang dan karena pentingnya diskusi lanjutannya, maka dimuat kembali, SA) 

Bismillaah: Peringatan Nabis aww terhadap peristiwa pembunuhan imam Husain as di Karbala, seri jawaban Jawaban terhadap pertanyaan Pakmazomzoer Abu Fatih Assawity: 

Pakmazomzoer Abu Fatih Assawity: Kenapa tidak meninggalnya Shahabat Ali ra yang di peringati atau ROSULULLAH sekalian??? Emang ada ya tuntunanya memperingati kematian??? Tapi kalo mengingat mati boleh gak???

Sinar Agama: P A F A: Lagi-lagi kamu mencari sesuatu di pekaranganmu lagi. Sudah tentu tidak akan pernah ketemu. Cari di tempat yang mesti dicari, nanti kamu akan dapatkan bahwa semua imam makshum as itu diperingati kesyahidannya, karena 11 imam as telah dibunuh oleh musuh- musuh Islam, seperti khawarij dan para raja-raja Bani Umayyah dan Bani Abbas. 

Peringatan ‘Asyura ini memang beda karena kekejamannya meraja lela, di pentas umum tanpa sembunyi-sembunyi dan mengarak kepala-kepala para syahid dari keluarga Nabi saww yang sebanyak 24 kepala, sejak dari Karbala-Iraq sampai ke Suriah. Nabi saww sendiri telah memperingatinya dan tangisann beliau saww jauh-jauh sebelum peristiwa Karbala itu terjadi dan bahkan sejak imam Husain as masih merah. 

Diriwayatkan dalam kitab Mustadrak karya Hakim, 3/176, sesuai dengan sanad-sanadnya, dari Syadaad bin Abdullah dan Ummu al-Fadhl bintu al-Haarits, bahwasannya suatu hari ia menjumpai Rasulullah saww dan berkata: 

“Ya Rasulullah, saya bermimpi buruk sekali semalam.” Rasul saww bertanya: “Mimpi apa itu?”

Ummu al-Fadhl menjawab: “Sangat buruk.” Rasul saww bertanya: “Mimpi apakah itu?” 

Ummu al-Fadhl menjawab: “Aku bermimpi melihat potongan dari badanmu yang dipotong dan diletakkan di pangkuanku.” 

Rasul saww bersabda: “Kamu melihat kebaikan. InsyaAllah Faathimah akan melahirkan anak yang akan diletakkan di pangkuanmu.”

Kemudian (kata Ummu al-Fadh) Faathimah as melahirkan Husain as dan diletakkan di pangkuanku sebagaimana yang dikatakan Rasulullah saww.Suatu hari, aku menjumpai Rasulullah saww dan meletakkan Husain as di pangkuan beliau saww sambil kuperhatikan dengan seksama. Ternyata Rasulullah saww menangis. Akupun bertanya: 

“Ya Nabiyyullaah, demi ayah dan ibuku, ada apa dengamu???” 

Nabi saww bersabda: “Sesungguhnya telah datang kepadaku malaikat Jibril as seraya mengabarkan bahwa umatku akan membunuh anakku ini.” 

Ummu al-Fadhl bertanya: “Anak ini???” 

Nabi saww menjawab: “Benar. Dan ia -Jibril as- telah memberiku tanah merah dari tanahnya (tempat peristiwanya, Karbala). 

Al-Hakim (penulis kitab al-Mstadrak ini): Hadits ini shahih sesuai dengan persyaratan Syaikhain (Bukhari-Muslim). 

Riwayat di atas itu dan yang semacamnya, juga bisa dijumpai di berbagai tempat dan kitab, seperti: al-Mustadrak tadi, 3/179, 4/398; Dzakhaairu al-’Uqbaa karya Thabari, 147, 148; Kanzu al- ’Ummaal, 7/106, 6/222, 6/223 (di hal ini ada 6 hadits)....; Musnad Ahmad bin Hanbal, 3/242, 3/265, 6/294; dan lain-lain...). 

Riwayat-riwayat tentang tangisan Rasulullah saww ini, di Sunni banyak skelai(sekali). Dionaratanya tangisan Nabi saww yang sekaligus menitipkan tanah Karbala yang diberi Jibril as tersebut kepada Ummu Salamah ra dan mengatakan bahwa kalau sudah menjadi darah, berarti peristiwa terbunuhnya imam Husain as itu telah terjadi. Bisa dilihat di kitab-kitab seperti: Tahdziibu al- Tahdziib, Ibnu Hajar, 2/347; Majma’ karya Thabrani, 9/189; Dzakhaairu al-’Uqbaa, 147; dan lain- lain...). 

Mimpi Ummu Salamah ra ketika peristiwa terbunuhnya imam Husain as itu terjadi: 

Diriwayatkan dengan sanad-sanadnya dari Salmaa yang berkata: “Aku mendatangi Ummu Salamah dan ia dalam keadaan menangis, lalu aku bertanya: ‘Apa yang membuatmu menangsi?’.” 

Ia menjawab: “Aku bermimpi Rasulullah yang kepala dan jenggotnya berdebu. Lalu aku bertanya: ‘Ada apa denganmu ya Rasulullah?’. Beliaupun menjawab: ‘Aku baru saja menyaksikan pembunuhan Husain.’.” (Riwayat ini banyak sekali di Sunni seperti di: Shahih Turmudzi, 2/306; Mustadraku al- Haakim, 4/19; Tahdziibu al-Tahdziib, 2/356; Dzakhaairu al-’Uqbaa, 148; dan lain-lain....). 

Mimpi yang sama juga terjadi pada Ibnu Abbas, bisa dilihat di: Mustadraku al-Haakim, 4/397; Musnad Ahmad bin Hanbal, 1/242; Taariikh Baghdaad, 1/142; Usdu al-Ghaabah, 2/22; al-Istii’aab, 1/144; Ishaabah karya Ibnu Hajar, 2/17; Majma’ karya Haitsami, 9/195; dan lain-lain....). 

Salam padamu ya Husain as, aku berlepas diri dari semua musuh-musuhmu di jamanmu dan di jamanku ini, masukkanlah aku dan semua penyintamu ke dalam Syi’ahmu yang hakiki yang mendapat keridhaan dan syafaatmu di dunia ini dan di akhirat kelak. 

Ya Allah, jadikan imam Husain as, bagian tubuh Nabi saww, sebagai imam dan pensyafaat kami di dunia ini dan di akhirat kelak, dan jadikan kami para penyintanya, sebagai Syi’ahnya yang hakiki dan taat padaMu, amin. 

Didin Komarudin, Najikhah Assalamah, Gondèz Semarang dan 85 lainnya menyukai ini. 

Eko Setiawan: 2 teman yang sama: Labaikaya Husain. 

Probo Excellencies: Jawaban yang sangat Luar biasa....Labbaika Ya Husein !! 

Yanyan Guru: Friends with Sari Ahmad and 4 lainnya: Sholawaaat. 

Sri Titin Suhartini: Ya..HUSAIN.. 

Eko Setiawan: 2 teman yang sama: Kesedihan dan Tetesan air mata seakan tak terbendung lagi sesekali mendengar penderitaan aba’abdilah al Husain. 

Edo Saputra: 182 teman yang sama: Asalamualaika ya imam husain... 

Alie Sadewo Nsc: Friends with Daris Asgar and 70 lainnya: Labbayka ya husein... 

Midy Noval: Siapa yang tidak terpukul dan tidak sakit hati atas kesyahidannya sayyidina Husain????, tapi apakah boleh di islam menyiksa diri seperti memukul kepala sendiri sampai berdarah???? 

Midy Noval: Gak boleh melaknat shahabat nabi. Laknatlah Yazid??? Jangan sayiidina Muawwiyah yang di laknat gak boleh itu. 

Neilovar Ali Muhammad: Noval: adakah hadits yang melarang melaknat sifat buruk?? Saya pikir para syiah tak melaknat Yazid. Tapi melaknat simbol-simbol kebejatan, keserakahan, kelaliman dan nista yang telah dijubahkan pada tubuh manusianya... 

Tighor Soehady: sdr Mydi Noval, ketahuilah, Yazid bin Muawiyah bin Abu sofyan sama-sama pelaku MAKAR. Abu sofyan memusuhi Rosululloh SAW dari masih kafir sampai pura-pura menyerah sebagai islam, (sampai wafatnya Rasulullah). Muawiyah juga Makar dan memusuhi Imam Ali hingga wafatnya, Yazid memusuhi dan membunuh Imam Hussain. Jadi, mereka semua penguasa paling bathil, kejam dan sangat buruk, sumber petaka dan perusak risalah. Mereka bukan sayyid... 

Midy Noval: Tighor. Hadza buhtanun adhzim wa la nakuluh illa innalillahi wa innailahi rojiun. 

Tighor Soehady: Midy Noval pake bahasa Indonesia saja, biar komentar sampeyan bisa difahami dan direspon saudara-saudara yang lainya. Salam. 

Maspri Tea: 12 teman yang sama: 2 tumbs up! Atas kebiasaan memberikan referensi, jadi yang meragukan bisa membantah dengan referensi juga. 

Deddy Prihambudi: Orang bebal tidak perlu diberi referensi wa literatur. tidak nyambung ke tempurung kelapa mereka. Cukup saja dijawab apa adanya, sederajat dengan komposisi otaknya. 

Eko Setiawan: 2 teman yang sama: Ikhwan & akhwat ku semua kalau saya boleh saran, biarkan anjing menggonggong-menggonggong, kalau diladeni entar takutnya kita jadi anjing juga. Afwan buat saudara-saudara qu. 

Al Fauzi · Friends with Pencinta Ali and 18 lainnya: Salam kami padamu yang Al Husein, abu Abdillah... 

Lukman Rofiey: Friends with Midy Noval and 3 lainnya: Kalau dalilnya syiah yang boleh mela’nat shahabat nabi apa ??? 

Sang Pencinta: Lukman Rofiey, silahkan baca catatan ustadz berikut dengan seksama, antum akan dapat jawabannya. 

http://www.facebook.com/groups/210570692321068/doc/355712704473532/, http://www. facebook.com/groups/210570692321068/doc/326164850761651/, http://www.facebook.com/home.phpsk=group_210570692321068&view=doc&id=210822748962529

Berlangganan Catatan-catatan Sinar Agama 

Assalamualaikum war..wab....kepada teman-teman, saudara, saudari, bapak-bapak, ibu-ibu,... 

Khommar Rudin: Allah humma shalli alla muhammad wa alli muhammad. 

Fahmi Husein: Laknatallah ala Muawiyah wa abaih wa auladih ila yaumil qiyamah.

Sinar Agama: Salam dan terimakasih atas semua jempol dan komentar-komentarnya yang baik, semoga Tuhan membalasnya dengan pahala yang besar berupa keberadaan kita di barisan Ahlulbait Nabi saww sampai hari kebangkitan kelak, amin. 

Sinar Agama: Midy: 

1- Tangisan dan memukul-mukul badan seperti dada, kepala dan wajah, merupakan budaya manusia sesuai fitrahnya yang ada sejak dulu kala sebelum buyut para wahabi lahir sekalipun. Budaya ini juga ditaqrir/disetujui oleh Nabi saww dan dilakukan oleh semua orang-orang di jaman Nabi saww termasuk istri-istri beliau saww sendiri. 

Ana pernah menulis catatan kecil tentang hal ini. Kunukilkan di sini: 

Catatan Kecil Tentang Menangis, Menjerit, Memukuli Diri di Hari Duka di Jaman Nabi saww. 

Catatan ini dibuat karena banyaknya orang tidak menyadari akan adanya budaya insaniah yang juga ada di jaman Nabi saww dan dibolehkan oleh Nabi saww dan tidak dilarangnya. Yaitu kesedihan ketika keluarga meninggal atau syahid yang disertai dengan tangisan, peringatan tangis, memukuli dada dan kepala. Berikut ini contoh-contoh kecil yang terjadi di jaman Nabi saww dan ditaqrir/dibolehkan: 

(1). Diriwayatkan di kitab Dzkhaairu al-‘Uqbaa, karya Thabari, hal. 183; Musnad Ahmad bin Hanbal, hadits ke: 14 34; dan lain-lainnya: 

Dari ‘Urwah bin Zubair dari ayahnya, berkata: Ketika terjadi peristiwa perang Uhud (kekalahan muslimin dan larinya Umar dan beberapa shahabat lainnya dari perang sampai ke Madinah hingga para wanita mencela mereka) terlihat ada wanita yang datang berlari –ke tempat perang- hingga hampir mencapai tempat medan perang tempat para jenazah syahid. Lalu Nabi saww nampak tidak suka para wanita itu datang ke tempat tersebut untuk melihat para korban perang (karena ada yang ditelanjangi dan dirajang-rajang seperti sayyiduna Hamzah ra). Karena itu beliau saww bersabda: “Ada wanita, ada wanita.” Berkata Zubair: “Aku mengira bahwa ia adalah ibuku, Shafiyyah. Karena itu aku lari mengejarnya dan aku berhasil menyusulnya sebelum mencapai tempat para jenazah syuhada. Akhirnya ia me- ladam (memukul-mukul dadanya) dalam dekapanku sementara ia adalah wanita yang sangat kuat. Ia berkata: “Semoga ibumu tidak mengakuimu –celaan karena mencegahnya.” Akupun berkata: “Bukan begitu, tapi Rasulullah yang tidak ingin kamu ke sana.” Kemudian iapun berhenti. 

Ladam, atau perempuan melakukan ladam atau ladamat, adalah memukul-mukul dadanya. Lihat semua kamus bahasa Arab seperti: Lisaanu al-‘Arab (bahkan di kitab ini telah meriwayatkan hadits di atas juga); al-Mu’jamu al-Wasiith; ... dan lain-lainnya. 

(2). Dalam kitab Siiratu al-Nabawiyyati, karya Ibnu Hisyaam, jilid. 6, hal. 75: ‘Aisyah berkata: 

“....... telah meninggal Rasulullah saww ketika ia ada di kamarku/pangkuanku. Lalu kuletakkan kepalanya di atas bantal. Dan kemudian aku mengadakan ladam (memukul-mukul dada) bersama para wanita dan juga aku memukuli wajahku.” 

”......قبض وهو في حجري ثم وضعت رأسه على وسادة وقمت ألتدم مع النساء وأضرب وجهي” 

(3). Rasulullah saww ketika melihat sayyiduna Hamzah ra syahid beliau saww menangis dan ketika melihat tubuhnya –yang dicincang- beliau saww menjerit (syahiqa). Bentuk haditsnya bermacam-macam diantaranya: 


عن جابر أن النبي صلى اهلل عليه وسلم لما رأى حمزة بكى فلما رأى ما مثل به شهق. 

Dari Jabir berkata: “Ketika Nabi saww melihat Hamzah –yang syahid- beliau saww menangis, dan ketika melihat tubuhnya –yang dicincang- beliau menjerit.” 

Lihat: al-Mu’jamu al-Kabiir, karya Thabrani, hadits ke: 2932; Kanzu al-‘Ummaal, hadits ke: 36938 dan 36939; al-Mustadrak, karya Hakim, hadits ke: 2510, 4881, 4888; ....dan lain-lain kitab. 

Wassalam. 

(bersambung tentang Mu’awiyyah....) 


Midy Noval: Ngarang kamu sinar agama. Jika kita di timpa musibah boleh menangisi tapi memukul dada serta memukul kepala ampek berdarah, saya rasa yang bilang itu boleh bodooooh bgt sinar agama bodoh. 

Herz Dörex: 5 teman yang sama: Maksud kamu Qamezani? mari baca ini http://www.shia-explained.com/my/archives/1312

Qama Zani Menurut Ulama Syiah 

www.shia-explained.com

Sang Pencinta: Midy; baca baik-baik , apakah ustadz sinar menulis memukul sampai berdarah, semoga keburukan antum tidak mensubstansi. 

Fahmi Husein: Adat aja diributkan, gak wajib dan gak haram!! Walau sampai keluar darah pun gak apa apa, demi kesehatan (bekam) 

Neilovar Ali Muhammad: Saudara noval: Kapan-kapan mari lah ke karachi, azarbaijan, karbala.. beberapa kota di Iran yang menyelenggarakan tradisi napak tilas 10 muharram.. melihat foto- foto via net tentang asyura.. kadang semakin membekukan keluwesan akal kita.. memukul kepala adalah simbol “wai lanaaa.... wa muhammadah...” yang hampir para syiah melakukannya.. dewasa dan anak-anak para lelaki.. bahkan disela-selanya mereka mewarnai kepala dan rambut- rambut mereka dengan pewarna rambut berwarna darah... atau juga tanah lumpur.. tidak arif jika kita ingin membunuh tradisi meluapkan kecintaan mereka terhadap syahid karbala dengan menyodorkan tradisi budaya kita secara arogan, sebab Nabi saw sendiri tidak pernah bersikap seperti kita (arogansi bahkan anarkhi) terhadap budaya kabilah dan bangsa arab sendiri. Beliau bahkan menghormatinya... (saudaraku noval, saya bahagia bisa berdiskusi langsung dengan antum, jikalau Allah menghendaki... kulihat sinar hidayah di lubuk hatimu paling dalam.. tafadhdhal...) 

Neilovar Ali Muhammad: oh iya, shahabatku, ada yang terlupa... tentang tradisi bangsa arab pribumi dan sebagian kaum fars dalam memukul kepala atau dada.. mereka ada yang melakukannya begitu bersemangat dan memaknainya.. ada juga yang lebih mengedepankan marifat (mendengarkan orasi-orasi dan hikmah kesyahidan yang umumnya disampaikan para orator lapangan biasanya seorang alim atau ahli sejarah), ada juga yang hanya sekedar lewat saja (kaum awam)... terlepas dari itu “menyakiti diri dengan memukul kepala dan dada..” itu relatif saja.. sebab bisa jadi, saya yang memukul dada meski pun pelan membuat dadaku lemah, tapi bisa juga antum jika melakukannya... tak sampai dikatakan menyakiti badan dan diri antum... dan hingga kini, jutaan mereka yang melakukan tradisi ini sepanjang tahun belum ada yang masuk rumah sakit dan menjalani operasi dan opname.. bahkan tidak sedikit yang mendapatkan syifa dan berkah dari tradisi ahyaa ini.. sebab dalam akidah mereka (syiah) hanya lah cinta... tak ada keangkuhan, kebencian, dengki.. hasud.. dendam... di sana.. yang menurut ahli psiikolog sebab paling utama dan tinggi yang menyebabkan kematian, depresi, lupa diri, tidak waras diri.. Bukankah ini tidak lagi menyakiti badan? Bahkan ruh yang inti “manusia” kita?? Akhi noval.. secara manusia... dan jika manusia kita bicara...insaniyyah tak mampu bersanding dengan kebrutalan dan sifat-sifat binatang.. saya... mereka.. para syiah... dan antum... sebab saya rasa kita semua masih cinta kemanusiaan.. (selamat mentahqiq, tak rugi akhi, niatkan lah mendapat pahala dan menyibak ahHaq.. jika tak,, setidaknya kita bisa sedikit arif menilai dan menimbang. Minallahi taufiq wal minnah) 

Midy Noval: Akhlaq paling mulya mencintai alhlul bait dan shahabat nabi. Shahabat nabilah yang paling mencintai ahlul bait, mengapa anda memakinya dan melaknatnya???? jangan gampang termakan hadist palsu!!!!!

Sinar Agama

(.....sambungan dari jawaban untuk Midy di atas) 

2- Tentang Mu’awiyyah, wah wah wah.....antum ini seperti tidak membaca sejarah dan kesaksian para ulama Sunni sekalipun. Ini kunukilkan sebagian kecil kesaksian para ulama-ulama Sunni sendiri: 

2-a- Dipanggil Nabi saww sampai dua kali tapi tidak mau datang karena lagi makan, sampai- sampai Nabi saww berdoa: “Semoga Allah tidak pernah mengenyangkan perutnya.” Riwayat ini bisa dilihat shahih Muslim hadits ke: 4713 dan 6793: 



6793 حَدَّثَنَا مُحَمَّدُ بْنُ الْمُثَنَّى الْعَنَزِىُّ †وَحَدَّثَنَا ابْنُ شَّارٍ-- وَاللَّفْظُ لاِبْنِ الْمُثَنَّى -- قَالاَ حَدَّثَنَا أُمَيَّةُ
بْنُ خَالِدٍ حَدَّثَنَا شُعْبَةُ عَنْ بِى مْزَةَ الْقَصَّابِ نِ بْنِ عَبَّاسٍ قَالَ نْتُ لْعَبُ عَ الصِّبْيَانِ جَاءَ رَسُولُ للَّهِ
-- صلى له عليه وسلم -- فَتَوَارَيْتُ لْفَ ابٍ -- قَالَ -- فَجَاءَ فَحَطَأَنِى طْأَ وَقَالَ (اذْهَبْ ادْعُ لِى عَاوِيَةَ
 قَالَ فَجِئْتُ قُلْتُ وَ يَأْكُلُ -- الَ -- مَّ قَالَ ىَ  اذْهَبْ ادْعُ ى عَاوِيَةَ ( قَالَ جِئْتُ فَقُلْتُ وَ يَأْكُلُ
فَقَالَ ) لاَ أَشْبَعَ اللَّهُ بَطْنَهُ 

2-b- Nabi pernah mendoakannya masuk neraka. Yaitu ketika Nabi saww bersama shahabat- shahabat beliau saww lalu mendengar orang bernyanyi. Ketika beliau saww tahu bahwa yang bernyanyi itu adalah Mu’awiyyah dan ‘Umar bin ‘Aash, beliau saww berdoa: 

“Semoga Allah telungkupkan keduanya dalam fitnah dan tenggelamkan keduanya dalam neraka” 


الذهبي ذكر حديثاً ، عن بي رزة ، قال : كنَّا مع لنبي ) صلّى له عليه [ وآله  سلّم ( ، فسمع صوت
غناء ، فإذا عمرو ومُعاوية يتغنَّيان ؛  فقال : ) أركسهما في فِتنة رَكساً ودعَّهما إلى نار دَعَّا 


Hadits-hadits seperti di atas ini, banyak sekali, seperti: Dzahabi dalam kitabnya, Miizaanu al- 

I’tidaal, 3/311; Thabrani dalam Majma’u al-Zawaahid, 8/121; dan lain-lain... 

2-c- Mu’awiyyah adalah golongan yang keterlaluan kesesatannya (baaghiyah). Nabi saww pernah mengatakan bahwa ‘Ammar bin Yaasir ra akan dibunuh oleh kelompok yang keterlaluan dalam kesesatan. Sementara ‘Ammar bin Yaasir ra syahid di dalam pasukan imam Ali as ketika diperangai Mu’awiyyah. 

Nabi saww bersabda kepada ‘Ammaar: 

تقتلك الفئة الباغية 

“Engkau akan dibunuh oleh kelompok yang sangat keterlaluan (dalam kesesatan).” 

Hadits-hadits seperti ini banyak sekali di Sunni, seperti: Shahi Bukhari, hadits ke: 447 dan 2812; Shahih Muslim, hadits ke: 5193, 5194, 7506 dan 7508; Hakim dalam Mustadraknya, 3/385; Thabaqaathu al-Kubraa, 1/188, 3/185; Usdu al-Ghaabah, 4/47; Majma’u al-Zawaahid, 7/241; Nuuru al-Abshaar, 89; Kanzu al-’Ummaar, 7/73; ...dan lain-lain. 

2-d- Nabi saww pernah bersabda kepada Umar: 

“Ya Umar, apakah kamu ingin kutunjukkan ayat/tanda surga yang juga makan dan minum serta berjalan di pasar?” 

Berkata Umar: “Iya, demi ayah dan ibuku.” 

Bersabda Nabi saww: “Orang ini dan pengikutnya (sambil menunjuk ke Ali bin Abi Thaalib).” 

Nabi saww bersabda lagi: “Apakah kamu ingin kutunjukkan ayat/tanda neraka yang juga makan dan minum serta berjalan di pasar?” 

Berkata Umar: “Iya, demi ayah dan ibuku.” 

Bersabda Nabi saww: “Orang ini dan pengikutnya (sambil menunjuk ke Mu’awiyyah).” 

(Kanzu al- ’Ummaal, 7/63) 

عن عمرو بن الحمق الخزاعي ، قال : بعث رسول اهلل ) صلّى اهلل عليه [ وآله ] وسلّم ( سريَّة ـ إلى أ ْن قال ـ ث َّم هاجر ُت إلى رسول اهلل ) صلّى اهلل 

عليه [ وآله ] وسلّم ( فبينا أنا عنده ذات يوم ، فقال لي : 

) يا عمر ، وهل لك أ ْن أُريك آية ال َجنَّة ، تأ ُكل الطعام وتشرب الشراب ، وتمشي في األسواق ! ( . 

قلت : بلى بأبي أنت ! 

قال : ) هذا وقومه ( ، وأشار بيده إلى عل ِّي بن أبي طالب [ عليه السالم ] . وقال لي : ) يا عمرو ، هل لك أ ْن أُريك آية النار ، تأكل الطعام ، وتشرب الشراب ، وتَمشي في األسواق 

. ( ! 

قلت : بلى بأبي أنت . 

قال : ) هذا وقومه آية النار ( ، وأشار إلى ُمعاوية . 

2-e- Nabi saww bersabda: 

إذا رأيتم ُمعاوية على منبري فاقتلوه 

“Kalau kalian melihat Mu’awiyyah duduk di atas mimbarku (kepemimpinan Islam), maka bunuhlah dia.” (Miizaanu al-I’tidaal, 2/17 dan 2/129; Tahdziibu al-Tahdziib, 5/110, 7/324, 8/74; Kunuuzu al-Haqaaiq, 9; dan lain-lain) 

2-f- Nabi saww pernah bersabda: 

إ َّن أهل بيتي سيلقون ِمن بعدي ِمن أَُّمتي قتالً وتشريداً ، وإِ َّن أش َّد قومنا لنا بُغضاً بنو أُميَّة ، وبنو ال ُمغيرة ، 
وبنو َمخزوم 

“Sesungguhnya Ahlulbaitku setelah aku, akan menjumpai pengusiran dan pembunuhan. Dan sesungguhnya paling kerasnya kebencian umat kami terhadap kami adalah Bani Umayyah, Bani Mughiirah dan Bani Makhzuum.” (lihat di: Mustadrak Hakim, 4/479, 4/480, 4/487 (keduanya dikatakan sebagai shahih menurut Bukhari-Muslim); Kanzu al-’Ummaal, 6/39, 6/40; Hilyatu al-Auliyaa’, 10/71; ..dll) 

2-g- Nabi saww bersabda: 



ويلٌ لبني أُميَّة



“Neraka bagi Bani Umayyah.” (lihat di: Kanzu al-’Ummaal, 6/91). 2-h- Nabi saww pernah bersabda: 



إنَّ لكلِّ دين آفة ، وآفة هذا الدين بنو أُميَّة

“Sesungguhnya setiap agama itu ada perusaknya dan perusak agama ini (Islam) adalah Bani Umayyah.” (Kanzu al-’Ummaal, 7/142). 

2-i- Nabi saww pernah bermimpi nafsu Bani Umayyah terhadap mimbar beliau saww (lambang pemerintahan) seperti nafsunya monyet-monyet. Karena itu beliau saww bersedih karenanya. 


رأى رسول الله ) صلّى الله عليه [ وآله › وسلّم ( بني أُميَّة ينزون على منبره نزو القردة ؛ فساءه ذلك

(Lihat hadits di atas dan yang serupa di: Tafsir Fakhru al-Roozii, di tafsiran QS: 17: 60; Tafsir Mafaatiihu al-Ghaib, 20/237; Tafsir al-Durru al-Mantsuur, 4/191; Kanzu al-’Ummaal, 7/142; ....) 

2-j- Mu’awiyyah minum khamr sekalipun sudah diharamkan Islam: 


روى الإمام أحمد بن حنبل بسنده ، عن عبد الله بن بريدة ، قال : دخلت أنا وأبي على مُعاوية ، فأَجلسنا
على الفراش ، ثمَّ أُتينا بالطعام فأكلنا ، ثمَّ أتينا بالشراب فشرب مُعاوية ، ثمَّ ناول أبي ؛ فقال :  ما شربته
مُنذ حرَّمه رسول الله ) صلّى الله عليه ] وآله › وسلّ )

Lihat di: Musnad Ahmad bin Hanbal, 5/347; al-Ishaabah, 162; al-Istii’aab, 2/836 

2-k- Terakhir, lihatlah apa yang dikatakan oleh ulama seperti A’masy ketika melihat Mu’awiyyah datang ke Kufah dan mengatakan: 

ما قتلتكم على أن تصلوا وتصوموا فإني أعلم أنكم تفعلون ذلك، بل ألتأمر عليكم 

“Aku tidak memerangi kalian untuk shalat dan puasa, karena aku tahu kalian melakukannya. Tapi agar aku bisa memerintah kalian.” 

A’masy berkata: 

هل رأيتم رجال أقل حياء منه؟ قتل سبعين ألفا فيهم عمار وخزيمة وحجر وعمرو بن الحمق ومحمد بن أبي 
بكر واألشتر وأويس وابن صوحان وابن التيهان وعائشة وابن حسان 

“Apakah pernah melihat orang yang lebih tidak memalukan dari dia -Mu’awiyyah???. Dia telah membunuh 70.000 orang yang di dalamnya ada Ammaar, Khaziimah, Hajar, Umar bin al-Hamaq, Muhammad bin Abu Bakar, al-Asytar, Aus, Ibnu Shauhaan, Ibnu al-Taihaan, ‘Aisyah dan Ibnu Hassaan.” (al-Shiraatha al-Mustaqiim, 3/47) 

Siapa A’masy? Berkata al-Dzbahi: 

كان رأ ًسا في العلم النافع، والعمل الصالح 

“Dia adalah pemimpin ilmu yang bermanfaat dan penghulu orang-orang shalih.” 

Kalau di perang Shiffiin saja, sampai memakan waktu belasan hari dan dikatakan dalam sejarah bahwa dari kedua belah pihak sampai memerah karena kerasnya peperangan dan pembunuhan, maka sudah dapat dibayangkan berapa korban yang berjatuhan di sana.

Semua itu, jelas ditanggung Mu’awiyyah, baik dari tentaranya sendiri, apalagi tentara imam Ali as. Hal itu, karena setidaknya, Sunni dan Syi’ah sepakat bahwa khalifah yang syah itu adalah imam Ali as dan Mu’awiyyah keluar sebagai pembangkang dan pemberontak. 

2-l- Sayang sekali A’masy melupakan satu orang yang dibunuh Mu’awiyyah dengan racun, yaitu cucu kesayangan Nabi saww dan Ahlulbait beliau saww yang makshum as, yaitu imam Hasan as. Tidak ada yang tidak tahu dan tidak ada sejarah yang tidak menulis hal ini, bahwa Mu’awiyyah telah meracuni imam Hasan as berkali-kali hingga syahid dimana racunnya itu disalurkan melalui istri imam Hasan as sendiri yang bernama Ja’dah dengan janji ribuan kepengan uang emas dan perkawinan dengan Yazid. Tapi setelah ia lakukan, Mu’awiyyah hanya memberikan uang dan tidak mengawinkannya dengan Yazid karena takut akan meracuninya juga. 

Sejarah-sejarah tentang peracunan Mu’awiyyah terhadap imam Hasan as itu, dapat dijumpai di kitab-kitab seperti: Tariikh Ibnu Katsiir, 8/43; Muruuju al-Dzahab, 2/50; Maqaatiilu al- Thaalibiyyiin, 29; Syarah Nahju al-Balaghah, 4/11; al-Istii’aab, 1/141; al-Tadzkirah Ibnu Jauzii, 121; Tariikh Ibnu ‘Asaakir, 4/229; al-’Aqdu al-Fariid, 2/28; Tarikh al-Khamiis, 2/294; Zamakhsyari dalam Rabii’u al-Abrarnya, bab: 18; Thabari dalam Dalaailu al-Imaamahnya, 61; Mustadrak Hakim, 6/5; ... dan lain-lainnya). 

Kurasa sudah cukup untuk mengetahui siapa Mu’awiyyah itu dari riwayat-riwayat dan nukilan-nukilan di atas. Tentu saja, seandainya tidak ada semua itu, maka cukup dengan perobekannya terhadap surat perjanjian damai dengan imam Hasan as yang di antara kesepakatannya adalah mengembalikan kekhalifaan kepada yang berhak, yaitu Ahlulbait as, setelah ia mati. Bukan hanya merobek perjanjian/kesepatakan damai itu, tapi juga bahkan menunjuk anaknya Yazid untuk menjadi penerusnya dan berwasiat bahwa kalau imam Husain as tidak mau berbaiat. 

Semua yang dinukil di atas itu, adalah kitab-kitab Sunni kecuali satu yang bernama Shiraatulmustaqim yang itupun telah meriwayatkan dari ulama yang ditokohkan di Sunni, yaitu al-A’masy. Karena, jangan sesekali menisbahkan atau menghubungkan yang tertulis di atas itu, sebagai kata-kata Syi’ah terhadap Mu’awiyyah. 

Sekarang terserah kepada antum dan semua pembaca. Terima atau tidak, itu masalah masing-masing. Yang perlu diingatkan adalah bahwa semua yang akan menjadi pilihan dan keputusan, akan dimintai tanggung jawab kelak di akhirat. 

Keselamatan bagi yang mencari dan menerima hidayah sampai akhir kiamat, amin. 

Wassalam. 


MukElho Jauh: 137 teman yang sama: Assalamu’Alaika Ya Aba ‘Abdillah..

Sinar Agama: Midy: Melukai diri itu dihukumi oleh para ulama dan marja’ sebagai perbuatan haram. Kalau ada segelintir orang melakukannya, maka itu bukan berarti Syi’ah membolehkannya. Kamu kalau diskusi seperti orang Masehi yang biasa mengatakan bahwa di tempat-tempat pelacuran dan di penjara-penjara Indonesia, semuanya atau mayoritasnya adalah muslim. Kalau begitu Islam jelek. 

Kan tidak bisa begitu ya akhi.....Lagi pula kalau mau diskusi jangan amburadul, satu-satu dan pertopik. Dan masing-masing kita jangan hanya memperkaya dakwaan dan pengakuan, tapi harus dengan bukti-buktinya, baik akal, hadits atau ayat. 

MukElho Jauh · 137 teman yang sama: Laknatallah ala muawiyah wa abaih wa auladih ila yaumil qiyamah. Laknatallah ala muawiyah wa abaih wa auladih ila yaumil qiyamah. Laknatallah ala muawiyah wa abaih wa auladih ila yaumil qiyamah. 

Midy Noval: Innalillahi wa inna ilahi rojiun. 

Tighor Soehady: Midy Noval....mestinya kamu bersyukur telah diberi jawaban sangat berharga oleh Sinar Agama. Bukan Inna Lillahi... tapi ya terserah kamu, takaran fikirmu nyambung apa tidak. Maafkan kami jika tak banyak waktu menemani kamu. Salam. 

Midy Noval: Tolong liat video kiriman saya yang ada di sinar agama. 

Tighor Soehady: Sepertinya kamu masih mempermasalahkan ritual menyakiti diri ya? Begini Midy Noval... meskipun saya belum pernah melakukan itu, saya tetap menghargainya sebagai bentuk penyesalan atas kesedihan dari kebiadaban Yazid pada Imam Hussein cucu-cucu tersayang Rasululloh. Toh mereka tidak menyakiti orang lain... coba ganti jawab pertanyaanku yang ringan ini: kenapa kamu justru yang sakit hati pada orang yang mengapresiasikan diri sebagai ungkapan kesedihan atas tragedi Karbala dimana keluarga Rasululloh yang menjadi korban kebiadaban Yazid? Kamu membenarkan kebiadaban Yazid apa menyalahkan sayyidina Hussein? Untuk menyelamatkan keimananmu, saya sarankan untuk berhati-hati dalam berpihak akhi... 

Didin Komarudin: Allahumma shalli ‘alaa Muhammad wa aali Muhammad .... 

Midy Noval: Lihat kekejaman Iran saya ngupload video di sinar agama. 

Tighor Soehady: Tunjukkan bahwa kamu sedikit lebih cerdas, bukan jualan video murahan, jawab dulu pertanyaan ringan saya itu. 

Midy Noval: Islam sejati bila di timpa musibah selalu mengucapkan innalillahi wa innalillahi wa inna ilahi rujiun. Bukan menjerit dan bukan meratapi. 

Midy Noval: Jualan video murahan..... antum para syiah suka menjual hadist maudu’ aliyas hadist palsu laknatulloh ala syiah laknatulloh ala khumaini. 

Tighor Soehady: Yang kamu bisa cuma segitu kan? Jawab pertanyaan ringan saja ndak mampu terus misuh, betapa dangkal akal dan moralmu... sangat mudah blingsatan kemudian memotong dialog. Itu bukti basic minus nutrisi susah nyambung. 

Tighor Soehady: Rudita Made Rudita: Perhatikan batu, setiap kali ia disatukan senantiasa bertabrakan dan saling menendang. Berbeda dengan air, ketika ia disatukan ia menyatu rapi saling mengisi. 

Manusia berbudi rendah sangat serupa, kebanyakan merasa pintar berdebat, berbantahan, dan bahkan berkelahi ketika berkumpul terutama karena kepalanya dibuat membatu oleh kepintaran- kepintarannya. 

Berbeda dengan orang bijaksana, ia selentur air, ketika berkumpul, menyatu, berpelukan seperti air. 

Wassalam.



اللَّهُمَّ صَلِّ عَلَى مُحَمَّدٍ وآلِ مُحَمَّدٍ وعَجِّلْ فَرَجَهُمْ

Dasar dan Tauladan Karbala



Seri tanya jawab Muhammad Dudi Hari Saputra dengan Sinar Agama 


by Sinar Agama (Notes) on Monday, July 30, 2012 at 8:19am


Muhammad Dudi Hari Saputra: Salam ustadz.. Inspirasi apa yang bisa kami ambil dari tauladan imam Hussain terutama ketika para pencinta ahlul-bayt mendapat tantangan yang berat akhir- akhir ini? 

Syukron ya Afwan..


Sinar Agama: Salam dan terimakasih petanyaannya: Banyak sekali tauladan yang dapat diambil, seperti: 

1- Berjalanan di atas jalan yang benar secara profesional dan dalil gamblang. 2- Kebenarannya juga dinyatakan secara gamblang tapi penuh kesantunan. 

3- Kebenarannya selalu dapat dibuktikan kebenaran dirinya dengan mudah di setiap saat dan, selalu dapat menangkis serangan-serangan penyesatan dengan ilmu atau dalil gamblang dimana tidak mencampurkan urusan-urusan perasaan ke dalamnya. 

4- Mengaplikasikan kebenarannya dengan bijak, kokoh dan tidak memaksa siapapun. 

5- Mempertahankan kebenarannya dengan bijak, kokoh, tidak memaksa orang lain dan sampai titik darah penghabisan secara profesional. Artinya, kalau dalam rangka pertahanannya terhadap kebenaran itu memang menginginkan secara dalil gamblang, sampai ke titik darah penghabisan, maka dipertahankannya sampai titik darah penghabisan. Karena itulah imam Husain as, sebagaimana ditulis sejarah, pertamanya meminta kembali saja ke Madinah kepada musuh-musuhnya, yang segera ditolak oleh jendral mereka yang bernama Hur yang segera memberikan pilihan pada imam Husain as untuk tidak memilih jalan Kufah dan Madinah yang, terpilihnya jalan yang dipilih itu akhirnya mengantar mereka ke tanah yang dikenal Karbala itu. 

Dan ketika musuh-musuh itu sudah bertambah yang ternyata adalah orang-orang yang telah mengundangnya untuk datang-pun (akan tetapi, mereka-mereka yang memang tidak percaya pada kemakshuman dan kepemimpinan imam Husain as dan mengundangnya hanya atas dasar paling tepatnya orang untuk memimpin umat sebagaimana mereka-mereka dulu juga ikut, Abu Bakar, Umar, Utsman dan Mu’awiyyah, maka pada waktu itupun mereka sudah berubah kepada Yazid bin Mu’awiyyah yang menjanjikan harta dan kekuasaan serta mengancam dengan bengis untuk membantai penentangnya), imam Husain as tetap saja tidak pernah memulai perang dan mengajak berperang. Dan baru setelah diserang itulah imam Husain as mempertahankan diri. 

Pertahanan imam Husain as juga tidak dimulai dengan pedang. Akan tetapi dengan bayan- bayan atau keterangan-keterangan yang logis, Islamis dan bahkan perasaan yang diarahkan oleh akal dan agama, seperti kecucuannya terahdap Nabi saww (dalil ini tidak batal kalau tidak dibarengi dengan maksiat dan imam Husain as sudah tentu tidak maksiat dan pada waktu itupun di jalan yang benar), atau seperti mengingatkan mereka bahwa merekalah yang mengundangnya datang, atau seperti mengungkit anak-anak dan para perempuan terutama yang merupakan keluarga Nabi saww. 

6- Benar-benar berjalan karena Allah dan tidak mencampurinya dengan rasa/perasaan sedikitpun dan, apalagi hawa nafsu emosional dan semacamnya. Karena itulah beliau as dapat dengan mudah memaafkan yang kembali ke jalanNya seperti si Hur itu sendiri. 

7- Dalam keadaan perangpun, imam Husain as, tetap berusaha mencegah perang itu dengan sabar dan dengan dalil-dalil Qur'an, akal dan lain-lainnya itu. Artinya, tidak pernah putus asa dalam memberikan petunjuk kepada umat yang sekalipun sudah melecehkan dan membantai shahabat dan keluarganya sekalipun. Semua itu, dilakukannya hanya demi Islam dan umat itu sendiri supaya selamat di dunia dan akhirat. 

8- Dengan semua isyarat-isyarat di atas itu, maka jelas bahwa imam Husain as itu sudah syahid sejak lama sekali sebelum kesyahidannya. Karena itu, maka sudah semestinya kita syahid sebelum berdakwah dan berjuang hingga tidak mencampurkan perasaan, ego, emosi dan kebodohan-kebodohan kita ke dalam agama dan perjuangan kita. 

Kesimpulan

Makrifat/ilmu yang kuat dan gamblang serta siap diuji kapanpun dan oleh siapapun, aplikasi diri yang profesional yang tanpa dibarengi dengan ego-ego diri dan hawa nafsu hingga mencapai taqwa yang hakiki (syahid sebelum syahid), penyampaian yang tidak dibarengi niat apapun kecuali Allah hingga tidak pernah berhenti walau dalam hujan panah dan keberingasan pedang umatnya, pertahanan dan perjuagan yang profesional dan bertahap secara profesional serta ulet (istiqamah) sampai tak mampu berkata-kata karena tenggorokannya digorok, mungkin, merupakan dasar dari nilai-nilai perjuangan imam Husain as tersebut yang wajib kita teladani. 


Tentu saja masih banyak sekali pelajaran yang bisa dipetik di dalamnya, karena setiap nafas-nafas beliau as itu merupakan nilai Islam yang dapat dibuktikan dengan mudah sesuai dengan ayat-ayat Qur'an dan hadits-hadits Nabi saww. 

Wassalam. 



اللَّهُمَّ صَلِّ عَلَى مُحَمَّدٍ وآلِ مُحَمَّدٍ وعَجِّلْ فَرَجَهُمْ

Rabu, 22 Agustus 2018

Tujuan atau Hikmah Penciptaan ?



by Sinar Agama (Notes) on Wednesday, December 8, 2010 at 12:35 am


Sebelum saya menjawab pertanyaan tentang tujuan penciptaan oleh al-Akh Abu Humairoh, ijinkan saya mengenang musibah Karbala terlebih dahulu. 


Pada hari ini, yaitu hari ke dua Muharram ini, adalah hari dimana imam Husain as sampai ke padang sahara Karbala. Kala itu, karena imam as dengan rombongan kecilnya yang sedang menuju Kufah Iraq, dihadang setidaknya oleh seribu tentara yang dipimpin oleh Hur bin Ziyad, dan Hur mengancamnya kalau terus ke Kufah dan begitu pula melarangnya untuk kembali ke Madinah, maka imam Husain as mengambil jalan yang tidak ke Kufah dan tidak pula ke Madinah. 

Suatu ketika, kuda imam Husain as tidak mau jalan lagi, sekalipun sudah mengganti kuda. Imam Husain as bertanya: Apa nama tempat ini?, dijawab: Ghadiriyyah. Imam bertanya lagi: Apa ada nama lainnya?, dijawab: Syathiu al-Furat. Imam bertanya lagi: Apa ada nama lainnya:, dijawab: Karbala. lalu imam as bernafas dalam-dalam, sambil menge-oh ... dan berkata: 

“Ya Allah, aku berlindung padaMu dari Karbun (bencana) dan Bala (petaka). Demi Allah tanah Karbala adalah tanah ini. Demi Allah disinilah tempat para lelaki kita dibantai. Demi Tuhan disinilah wanita-wanita dan anak-anak kecil kita ditawan. Demi Tuhan disinilah kehormatan kita dihinakan. Wahai para pendekar perkasa, turunlah disini, karena disinilah tempat kubur kita semua”. 

Ya Husain...kami semua ikut menderita bersamamu, sungguh ingin rasanya kami semua berada di sampingmu, menjadi tameng dari sabetan-sabetan pedang yang liar dan brutal. Ingin rasanya kami semua berada di depanmu menjadi benteng bagi datangnya hujan panah dan tombak- tombak yang beringas. 

Ya Husain ...sejelek apapun kami ini, setidak pantas apapun kami ini untuk menjadi Syi’ahmu, tapi kami sungguh tidak akan sanggup membiarkanmu sendirian dirajang-rajang para perampok wilayah kenabian yang tersalur dalam wilayah ke-imamahan, tidak akan sanggup membiarkan dada sucimu diduduki Syimr (La’natu ’alaihi) yang sembari menyembelihmu dengan beringas dan kasar. 

Shallalahu ‘alaika ya Aba Abdillah wa ‘ala al-arwahi al-ladzi istushidat ma’aka, tsumma al-la’natu ‘ala a’daika ajma’in. 

‘Azhzhamallahu ujurana wa ujurakum bi al-Husain wa ahli baitihi wa ashhabihi al-maqtulina fi Karbala. Semua Allah mengagungkan pahala kita semua atas kesedihan dan simpatik kita kepada imam Husain dan keluarga serta shahabatnya yang dibantai dan dijagal di Karbala, amin. 

Baiklah, karena tujuan imam Husain as adalah membela Islam secara keseluruhan, baik dari ajarannya atau contoh aplikasinya, maka ilmu-ilmu ke-Islaman juga merupakan salah satu tujuan dan sekaligus alat bagi tercapainya semua tujuan beliau as secara kaffah/menyeluruh. Oleh karena itu maka saya akan menjawab pertanyaan al-Akh Abu Humairoh sebagai berikut: 

Abu Humairoh bertanya : Salam tad : bagaimana pandangan ustad tentang ”MENGAPA ALLAH MENGADAKAN KEHIDUPAN?” TOLONG DIPERKUAT DENGAN AYAT ALQURAN DAN HADITS...TAD.

Sinar Agama: menjawab: 
Tujuan atau Hikmah Penciptaan? 

Banyak juga orang yang memikirkan ciptaan dari sisi tujuannya. Biasanya dengan menanyakan: 

“Mengapa Tuhan mencipta makhluk? Kalau Tuhan tidak punya tujuan, maka Tuhan telah melakukan perbuatan sia-sia dimana hal ini tidak sesuai dengan ke-Hakiman dan ke-Bijakan serta ke-Pandai-anNya, dan kalau punya tujuan, berarti Tuhan menyempurna dimana hal ini tidak sesuai dengan ke-Tidak TerbatasanNya?”

Jawaban terhadap hal ini, sebenarnya, sudah banyak dibahas dalam buku-buku ilmu Kalam (Teologi) dan fisafat. Tapi untuk mengurut dari yang terendah sekalipun, yakni dari yang pikiran awam, maka saya akan paparkan dalam beberapa kriteria yang ada pada umumnya muslimin sebagaimana di bawah ini:

(1). Kriteria awam/umum: 

Yang saya maksudkan dengan kreteria awam ini adalah orang yang tidak pernah memikirkan hal ini. Jadi, pandangannya selalu pada kebesaran Tuhan saja. Mereka tidak pernah memi- kirkan hal ini kecuali pada beberapa kejadian, misalnya ketika menghadapi malapetaka atau kesedihan serta kegagalan. Atau ketika ia telah banyak melakukan kesalahan dan dosa. Yakni ketika mereka gagal dan/atau banyak dosa, lalu biasanya terbetik di dalam hatinya, “Mengapa Tuhan menciptaku padahal aku tidak memintanya dan bahkan tidak mau”. Tentu saja kata- kata seperti ini adalah untuk menutupi kesalahannya atau karena sudah mencapai titik keputusasaan yang tertinggi. 

Mereka tidak menyadarinya, bahwa pertanyaan itu adalah langkah berikut-syetan dalam mempersesat manusia. Yakni mau membawa manusia ke tempat yang kekal abadi dalam dosa dan neraka. Yakni “bunuh diri”, atau “tidak bangkit lagi dalam usaha”, na’udzubillah. 

Padahal, dalam kegagalan dan dosa sekalipun, masih terdapat banyak jalan yang diberikan Tuhan melalui Islam. Kegagalan yang tidak bersumber dari kesalahannya sendiri, pasti akan membuahkan pahala akhirat dan hal-hal baik di dunia yang kita sendiri tidak mengetahuinya. Dan kalaulah kegagalan itu bersumber dari diri kita sendiri juga sebagaimana dosa itu, maka hal itupun masih ada jalan untuk merubahnya menjadi kebaikan dan pahala. Misalnya dengan mengakui, menyesali dan tekun merubah keadaan dan/atau menjauhi dosa dan kesalahannya, maka kegagalan dan dosa tadi, akan berubah menjadi kebaikan dan pahala. Kurang murah apa Tuhan kepada kita manusia? Allah berfirman dalam QS: 25: 70 +/-: 

“Kecuali bagi yang bertaubat dan beriman serta melakukan perbuatan-perbuatan yang baik, maka Allah akan merubah keburukan-keburukan mereka menjadi kebaikan-kebaikan..” 

Jadi, Tuhan bukan hanya mengampuni dosa, tapi dosa dan keburukan itu sendiri akan dirubahNya menjadi kebaikan dan pahala, ketika manusia sudah melakukan perubahan dan taubat. 

Dalam pandangan Filsafat, keburukan yang telah mempengaruhi jiwa manusia dan katakanlah sudah menjadi bagian dirinyapun, tapi selama masih memiliki rangka badani, maka masih pula bisa dirubah, walaupun berat ringannya tergantung sejauh mana ia telah menjadi bagian ruh kita. Artinya kalau ia masih menjadi bagian aksidental atau sifat, maka masih bisa dirubah.

Walaupun tingkatan inipun tergantung pula pada sejauh mana ia telah menjadi aksidental/ sifat itu. Kalau ia semakin kuat, maka semakin sulit pula merubahnya. Oleh karenanya yang cepat bertaubat, akan lebih ringan menghadapi tantangan dari dalam dirinya ketimbang orang yang sering menunda taubatnya. 

Memang, kalau bagian keburukan itu sudah menjadi bagian zat atau substansi jiwa kita, maka hal ini sudah mustahil dirubahnya. Oleh karena itulah kadang Tuhan dalam mengumumkan keadaan mereka itu, memakai kata-kata seperti QS: 2: 18 +/-: 

“Tuli, bisu dan buta, maka mereka tidak akan pernah kembali” 

Atau seperti QS: 2: 7 +/-: 

“Allah telah mengunci mati akal/hati dan pendengaran mereka, dan pendengaran mereka ditutupi, dan bagi mereka siksa yang pedih” 

Catatan 1 : Allah dalam kedua ayat di atas, tidak melakukan penutupan dan penguncian. Karena kalau Tuhan melakukan hal itu, berarti Dia-lah yang harus bertanggung jawab terhadap keburukan mereka setelah ditutup itu. Jadi, ayat di atas hanya mengabarkan kepada kita, bahwa keburukan (begitu pula kebaikan) yang dilakukan berulang-ulang, lama kelamaan akan membuat kita kecanduan. Dan kalau kecanduannya itu menguat hingga membuat kita tidak lagi bisa merubahnya, maka itulah yang disebut telah menjadi bagian zat kita atau substansi kita. Jadi, karena ia telah menjadi zat dan substansi kita, maka sebagaimana sesuatu itu tidak akan berpisah dari zat dan substansinya sendiri, maka perbuatan yang telah mensubstansi itupun tidak akan bisa kita hilangkan dari zat kita. Jadi, kita sendirilah yang telah membuat mata, telinga dan akal/hati kita menjadi buta, tuli dan membatu-hitam. 

Namun, karena semua itu terjadi dalam sistem yang Allah atur sesuai dengan keBijakkanNya, maka sebagaimana sering saya tulis bahwa akibatnya akibat adalah akibat pula bagi sebabnya, yakni pentulian, pembutaan dan pembatuan, merupakan akibat dari manusia dimana manusia merupakan akibat dari Tuhan, maka pembutaan, pentulian dan pembatuan itupun merupakan akibatNya. 

Walaupun begitu, sebagaimana sudah saya terangkan di Pokok-pokok dan Ringkasan Ajaran Syi’ah di bagian ke-Adilan, bahwa yang bertanggung jawab adalah manusia itu sendiri, karena dia adalah sebab dekat dengan perbuatannya itu dimana ia memiliki apa yang kita sebut dengan Ikhtiar. 

Catatan 2 : walaupun mungkin kita mengira bahwa sesuatu itu sudah menjadi substansi hingga terasa tidak lagi bisa dirubah, tetap saja kita tidak bisa memastikannya. Oleh karena itu tidak ada hak bagi siapapun untuk berputus asa merubah keburukannya, dan tidak ada hak pula bagi siapapun untuk merasa aman dalam kebaikannya. Jadi, yang buruk harus tetap berusaha taubat, dan yang baik tetap harus waspada supaya kebaikannya itu tidak berubah. 

Golongan pertama ini, jelas tidak termasuk orang yang mengamalkan ayat perenungan terhadap ciptaan Allah yang dalam Qur'an telah diwajibkan, QS: 3: 190-191 +/-: 

“Sesungguhnya dalam penciptaan langit dan bumi dan silih bergantinya malam dan siang, terdapat tanda-tanda bagi orang-orang yang berakal (190) yaitu, orang-orang yang mengingati Allah sambil berdiri atau duduk atau dalam keadaan berbaring dan mereka memikirkan tentang penciptaan langit dan bumi seraya berkata: Ya Tuhan kami, tiadalah Engkau mencipta ini dengan sia-sia, Maha Suci Engkau, maka peliharalah kami dari siksa neraka”. 

(2). Kriteria Kalam:

Ilmu Kalam, sejauh yang saya tahu, menjawab bahwa Tuhan dalam mencipta ini pasti memiliki tujuan, karena kalau tanpa tujuan, berarti sia-sia, seperti orang yang membuat baju lalu dirobeknya, lalu membuat dan merobeknya lagi, dan begitu seterusnya. Artinya, kalau kita sebagaimana manusia yang sangat terbatas ini saja, tidak boleh dan tidak mungkin melakukan perbuatan tidak bertujuan, maka apalagi Tuhan Yang Maha Pandai dan Bijaksana. 

Namun demikian, karena Tuhan itu tidak terbatas, maka sudah pasti tujuanNya itu tidak untuk DiriNya. Karena kalau untuk DiriNya, maka Dia masih pula memiliki kekurangan hingga perlu dicapainya. Dan kalau demikian halNya, berarti Dia masih memiliki batasan dan, kalau demikian berarti Dia perlu pencipta untuk mengadakanNya. Karena yang terbatas pasti memiliki awal-akhir, dan yang memiliki awal maka pasti sebelumnya tidak ada, dan kalau ada setelah awal itu, maka pasti diadakan oleh yang lainnya. 

Dengan demikian maka tujuan penciptaan Tuhan dalam mencipta makhluk adalah untuk makhluk itu sendiri, bukan untuk DiriNya. 

Dan karena kalau tujuanNya berupa keburukan maka juga akan menjadi tanda bagi keter- batasanNya, maka tujuanNya pastilah kebaikan untuk makhlukNya. Karena yang punya tujuan jelek itu bisa terjadi karena tidak tahu, lupa, tidak sengaja, ngantuk, mabok, buruk akhlak....dst dimana semua sebab-sebab itu adalah tanda bagi kekurangan dan keterbatasan sesuatu. Dan karena Tuhan tidak terbatas, maka berarti tujuanNya adalah kebaikan. Artinya kebaikan untuk makhluk. Yakni “Mencapaikan Makhluk Kepada Kesempurnaan”. 

Dan karena DiriNya adalah Kesempurnaan Tidak Terbatas dan Sumber Bagi Seluruh Kebaik- kan dan Kesempurnaan, karena itulah maka arti menyempurnakan makhluk adalah Men- dekatkannya (makhluk) Kepada DiriNya Sendiri. Jadi, rukuk-sujud kita, puasa kita, tawaf kita, jihad kita ... dan seterusnya adalah untuk kita sendiri. Yakni untuk mendekatkan diri kepadaNya supaya kita menjadi lebih baik, lebih sempurna dari sebelumnya dimana hanya bisa dicapai dengan mendekatkan diri kepadaNya. 

Jadi menurut ilmu Kalam, Tuhan mencipta kehidupan dan makhluk adalah untuk mencapaikan mereka kepada kebaikan dan kesempurnaan. 

Jadi hadits Qudsi yang mengatakan: 

“Aku adalah pusaka (harta karun) tersembunyi, maka Aku mencipta supaya Aku dikenali”, 

maksudnya adalah, Aku mencipta supaya Diri dan Ke-HebatanKu dikenali makhlukKu karena dengan kenal dan mengabdiKu berarti mereka telah menyempurnakan diri karena Aku adalah Kesempurnaan tidak terbatas dan sumber bagi seluruh kesempurnaan. 

Inilah yang dalam banyak ayat dikatakan bahwa Tuhan tidak main-main dalam mencipta, seperti QS: 23: 115 +/-: 

“Apakah kalian mengira bahwa Kami mencipta kalian dalam rangka main-main...?”

(3). Kriteria Filsafat: 

Filosof, melihat bahwa mencapaikan makhluk kepada kesempurnaan, tidak beda dengan penciptaan itu sendiri. Artinya, keduanya adalah sama-sama perbuatanNya. Dengan demikian, maka layak dipertanyakan sebagaimana penciptaanNya itu. Yakni sebagaimana kita bisa menanyakan “Mengapa Tuhan Mencipta Makhluk?”, kita juga bisa bertanya “Mengapa Tuhan Mencapaikan Makhluk Kepada Kebaikan?”. 

Dengan demikian, maka jawabannya ada dua sebagaimana sebelumnya. Yakni kalau tidak punya tujuan, berarti telah melakukan perbuatan sia-sia, dan kalau memiliki tujuan berarti Tuhan menyempurna dimana hal ini tidak sesuai dengan Ke-Tidak TerbatasanNya. 

Filosof mengatakan bahwa Tuhan memiliki tujuan dalam mencipta. Dan tujuanNya itu adalah untuk DiriNya Sendiri, bukan untuk makhlukNya. Mungkin Anda bertanya, “Kalau begitu berarti Tuhan menyempurna dan karenanya Dia adalah terbatas dan akhirnya Dia adalah dicipta sebagaimana maklum?”

Jawabnya adalah tidak demikian. Memang, bahwa Tuhan itu memiliki tujuan dan tujuanNya untuk DiriNya sendiri, akan tetapi tujuan itu tidak mesti membuatNya menyempurna. 

Ketika kita sudah mengetahui bahwa Tuhan tidak terbatas, maka sudah pasti tidak ada kekurangan bagiNya dan tidak ada sesuatu yang tidak dalam cakupan dan kekayaanNya. Kalau demikian halnya, maka tujuan Tuhan itu adalah tidak lain dan tidak bukan, kecuali DiriNya Sendiri. Yakni dengan kata yang lebih ekstrim dapat dikatakan bahwa “Tuhan Mencipta Demi DiriNya sendiri”.

Penjelasan: Tuhan dalam maqam Zat dan IlmuNya terhadap DiriNya sendiri, mengetahui semua Kemampuan dan KuasaNya. Yakni Tuhan Tahu bahwa DiriNya Kuasa Mencipta, Mengampuni, Menghidayahi, Memberi rejeki, Mangadili, Menyantuni, Menyiksa ....dan seterusnya dari sifat-sifatNya. Oleh karena itu Diapun berkeinginan untuk melihat semua Kemampuan dan KuasaNya itu. Oleh karena itu Dia mencipta. 

Jadi tujuan penciptaan Tuhan adalah bahwa “Tuhan Ingin Melihat Kemampuan dan KuasaNya Sendiri”. Inilah yang dikenal dalam Filsafat sebagai “al-Bahjatu al-Dzatiyyah”, yakni “Kesenangan Pada Diri Sendiri”. Jadi, senangnya Tuhan atau bertujuanNya, tidak akan membuatNya berkurang dan menjadi terbatas. Karena yang disenangiNya dan ditujuNya adalah DiriNya sendiri. 

Dengan demikian, hadits Qudsi di atas akan bermakna +/-: “Aku adalah KeMaha Mampuan dan KeMaha Kuasaan dan Kekayaan yang tersembunyi, maka Aku mencipta agar Aku bisa melihat Kehebatan, KeKuasaan dan KeKayaanKu itu sendiri”. 

Namun demkian, karena Tuhan itu tidak terbatas, maka sudah pasti Dia tidak akan pernah memiliki kekurangan apapun. Oleh karenanya semua yang akan keluar dari DiriNya adalah pasti baik, karena Dia adalah Kebaikan Tak Terbatas. Dan KebaikanNya itulah yang akan menyirami semua makhlukNYa walau tanpa ditujuNya dalam tujuan penciptaanNya. 

Artinya, sekalipun Tuhan tidak memiliki tujuan untuk makhlukNya dalam menciptakan mereka, namun, karena Tuhan Maha Baik Tak Terbatas, maka kebaikanNya itu akan mendasari keterdiciptaan makhlukNya tersebut. Oleh karena itulah, pada makhluk itu sendiri terdapat tujuan kebaikan untuk dirinya sendiri. Inilah yang dalam Filsafat dikenal dengan Hikmah Penciptaan, bukan Tujuan Penciptaan. 

Artinya, sekalipun Tuhan tidak memaksudi apapun kecuali DiriNya sendiri dalam mencipta makhluk, namun HikmahNya itu tetap akan menyelimuti makhlukNya. Dengan demikian, apa-apa yang dikategorikan sebagai tujuan pencipataan dalam Kriteria Kalam, akan menjadi Hikmah Penciptaan dalam Kriteria Filsafat. 

Jadi, kalau dalam ayat-ayat di atas yang menyatakan tentang ketidak bermain-mainan Tuhan dalam mencipta makhluk, di dalam Kriteria Kalam dimaknai dengan kepastian adanya tujuan kebaikan untuk makhluk, hingga kalau tanpa tujuan tersebut dikatakan main-main dan sia-sia, maka dalam Kriteria Filsafat, ketidak bermain-mainan dan ketidak sia-siaan di sini dimaknai dengan kepastian adanya hikmah dalam kepenciptaan makhluk. Yakni dalam penciptaan ini pasti ada hikmahnya, yaitu kebaikan untuk makhluk. Karena kalau tanpa hikmah tersebut maka ciptaan ini akan menjadi sia-sia dan main-main. 

(4). Kriteria Irfan: 

Kriteria ini sangat tidak dianjurkan untuk dibaca dan dipikirkan. Jadi, kalau tidak paham, maka tidak usah diresahkan, karena yang tidak percaya hal ini tidak dosa dan tidak masuk neraka. Dia hanya kesempurnaan di atas surga. Yakni, secara praktiknya, hanya milik Insan Kamil yang tidak memperdulikan apapun kecuali Tuhan. Jadi, yang tidak percaya Irfan, tetap muslim dan mukmin serta masuk surga, sekalipun tidak bisa menjadi Insan Kamil dan Fanaa’. 

Dalam Irfan, karena penciptaan itu tidak ada, maka khalaqa yang bermakna dasar pengqadaran dan pembatasan, dimaknai dengan pembatasan Tajalli dan Manifestasi. Tidak seperti Kalam dan Filsafat yang memaknainya dengan pengqadaran dan pembatasan wujud hingga menjadi yang namanya makhluk. 

Tentu saja, Kalam ortodok dan orang awam, lebih parah keadaannya. Karena mereka mengatakan bahwa Tuhan mencipta makhluk ini dari Tiada menjadi Ada/wujud. Padahal, Tiada, jangankan dibuat sesuatu hingga menjadi ada, diberitakan saja tidak bisa. Yakni kalau yang dimaksudkan itu adalah Tiada yang nyata, bukan pahamannya. Jadi, Tiada tidak bisa dikatakan “dibuat”, “membuat dirinya”, “dirinya”, “dari tiada”, “ke tiada”, “dalam tiada” ...dst. Akan tetapi karena dalam pahaman kita Tiada itu dapat dipahami, maka kita bisa memberikan predikat dan sifat-sifat kepadanya, seperti tulisan di atas, yakni “Tiada tidak bisa dikatakan....” 

Rahasia pertama ketidak adaan penciptaan dalam Irfan adalah karena yang selain Tuhan ada- lah tidak ada. Karena Dia tidak terbatas, oleh karenanya tidak mungkin ada wujud lain sekalipun terbatas karena ia akan membatasi ke-BeradaanNya. Lihat catatan Wahdatul Wujud 1-6. 

Rahasia ke dua, ketika Ada itu hanya Tuhan, maka apapun yang nampak ada ini adalah tidak ada. Dan kalau tidak ada, maka apanya yang dicipta? 

Yang bisa kita perkirakan dalam Kriteria Irfan ini adalah semua hikmah yang ada pada makhluk itu diganti menjadi hikmah pada Tajalli. Jadi, semua alasan dan dalilnya, adalah sama, dan yang beda hanyalah pada wujud makhluk –dalam Awam dan Kalam serta Filsafat- atau pada Tajallinya –dalam Irfan.

Sekian dan wassalam semoga bermamfaat bagi kita semua, amin. Assalamu alaika ya Aba ‘Abdilah wa ‘ala ahli baitika wa ‘ala ashhabika al-maktuliina fi Karbala. Duhai betapa inginnya kami bersamamu hingga kami ikut meraup kemenangan agung bersamamu. 



اللَّهُمَّ صَلِّ عَلَى مُحَمَّدٍ وآلِ مُحَمَّدٍ وعَجِّلْ فَرَجَهُمْ

Jumat, 17 Agustus 2018

Syahid dan Filsafatnya (secara tertib huruf)



Seri tanya jawab Ibnu Ahmad Khan dengan Sinar Agama
by Sinar Agama (Notes) on Sunday, November 27, 2011 at 11:00 pm


Ibnu Ahmad Khan: Salam. Ustadz, ana mohon pencerahannya.. Sekaitan dengan akan datangnya peringatan Asyura, tolong antum jelaskan falsafah dari pada ”syahid” dan ”syahadah”! Syukran.

Sinar Agama: Salam dan terimakasih permintaannya: 
Kalau boleh saya menjelaskan syahid atau kesyahidan sesuai dengan huruf-huruf abjad syahid ini, maka saya akan berkata bahwa huruf abjad itu menandakan urutan-urutan keimanan dari seorang syahid: 

1. Huruf “S”: Huruf ini bisa berarti “saksi”. Artinya kesaksian atas keTuhanan Tuhan dan KesegalaanNya. Maha Kasih, Maha Pandai, Maha Harus Ditaati, Maha Harus Dicintai, Maha Indah, Maha Pengatur, Maha Jujur, ...dst. Jadi, kesaksian ini sudah melebihi tingkatan iman biasa yang ada pada semua manusia. 

2. Huruf “Y”: Huruf ini menunjukkan makna “yakin”. Artinya, seseorang yang telah mencapai derajat kesaksian bahwa Tuhan itu adalah segala-galanya, maka maqam ini tidak akan dicapai kecuali pencapainya akan mendapat maqam lain yang bernama “yakin” itu. 

Allamah Thaba Thaba’i ra mengatakan: 

“Orang yang beriman terhadap adanya neraka akan tetapi masih melakukan dosa, maka orang tersebut hanya beriman (percaya) saja dan belum meyakininya. Sebab kalau meyakininya, sudah pasti tidak akan melakukan dosa.” 

3. Huruf “A”: Huruf ini bermakna “aplikasi”. Artinya, ketika orang yang sudah sampai ke tingkat kesaksian dan yakin itu, maka sudah pasti ia akan mengaplikasikan iman dan fikih yang ia ketahui walaupun dengan membayar yang termahal dari dirinya, yaitu nyawanya, apalagi kalau hanya dengan lelah, harta dan kesulitan. 

4. Huruf “H”: Huruf ini bermakna “hidup”. Artinya, apapun keadaan orang yang sudah mencapai derajat kesaksian, yakin dan aplikasi itu, maka itulah hakikat hidup yang diinginkan Tuhan dan memang sesuai dengan argumentasi akal terhadap filsafat dan tujuan kehidupan. Karena itulah, maka Tuhan mengatakan bahwa kalau diri kita, ayah kita, anak-anak kita, harta kita ...dst lebih dicintai dari Allah, Rasul saww dan jihad di jalanNya, maka hendaknya kita tinggal menunggu adzabNya (QS: 9: 24). 

5. Huruf “i”: Huruf ini bermakna Indah. Artinya, bagi orang yang sudah mencapai derajat kesaksian, yakin, aplikasi dan hidup, maka sudah tentu apapun yang dihadapinya adalah indah walau dalam sejuta duka dan air mata. Karena itu, mereka-mereka ini selalu ceria dalam hidup walau dalam sejuta derita. Karena itu Hadharat Zainab as ketika ditanya tentang peristiwa Karbala, beliau as menjawab: “Tidak kulihat kecuali keindahan semata.” 

6. Huruf “D”: Huruf ini bermakna “dan seterusnya”. Artinya, uraian-uraian terdahulu itu, hanyalah bagian kecil dari samudra hikmah, argumentasi dan keindahan syahid. Karena “D” itu bisa bermakna “Dia”, yaitu maqam keTuhanan yang tidak bisa terjangkau oleh akal dan amal siapapun.

Tambahan: 

(1). Syahid ini bukan maqam sembarangan yang bisa dicapai dengan sembarang mati di atas nama agama. Karena bisa saja diatas namakan agama, bukan agama, seperti kerja-kerja terorist yang dibuat wahabi dan bekerja sama dengan barat yang membunuhi orang-orang tidak berdosa. Justru, yang terbunuh oleh mereka itulah yang sebenarnya mencapai derajat syahid sesuai dengan keimanan dan derajat ketaatannya kepada Allah. Artinya, kalau ia orang beriman dan taat, tapi dianggap kafir oleh wahabi mal’un ini, lalu ia dibunuh, maka sudah pasti akan mendapat derajat kesyahidan yang tinggi. Begitu pula kalau beriman walau tidak terlalu taat. Karena tidak taat bukan dibunuh, kecuali kalau membunuh dan/atau murtad menurut orang makshum as yang kata-katanya pasti dan sudah diberi kesempatan bertaubat setidaknya 3 hari. 

(2). Keterangan di atas itu, hanyalah berupa beberapa poin-poin penting yang harus diperhatikan yang dijelaskan secara sekilas saja (sudah tentu bisa dirinci lebih jauh). Karena dengan memperhatikannya, maka kita akan tahu posisi kita dimana dan, na’udzubillah, kalau ada di oposisinya atau lawannya. Yakni lawan dari maqam “kesaksian”, “yakin”, “aplikasi” ....dan seterusnya. Karena kalau kita ada di maqam opositnya/lawannya, maka sudah pasti kita akan menjadi orang yang celaka di dunia dan akhirat. 

Salam padamu ya Husain as, sang penghulu para syuhada’ (orang-orang syahid). Salam padamu dan anak-anakmu, kerabat-kerabatmu dan shahabat-shahabatmu yang terbantai bersamamu di Karbala. Begitu pula salam pada keluarga-keluargamu dan semua keluarga yang telah menjadi sandera yang digiring dalam rantaian besi Bani Umayyah. 

Wassalam. 

6 people like this.

Ibnu Ahmad Khan: Syukran ustadz..... thayyaballahu anfusakum! 

Ibnu Ahmad Khan: Di dalam al-Qur'an saya pernah membaca ayat (tapi saya lupa surat dan ayatnya), bahwa Para Makshumin itu disebut juga dengan Syuhada’ (yang menyaksikan). Apakah ada korelasinya dengan syahid yang ana tanyakan tersebut. Mohon pencerahannya ustad....... mamnoon.... 

Sinar Agama: Sepertinya maksudnya lain. Karena syuhada di ayat itu adalah sebagai penyaksi terhadap perbuatan manusia. 

December 3, 2011 at 10:29 pm · Like


اللَّهُمَّ صَلِّ عَلَى مُحَمَّدٍ وآلِ مُحَمَّدٍ وعَجِّلْ فَرَجَهُمْ