Tampilkan postingan dengan label Wahhabi. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Wahhabi. Tampilkan semua postingan

Sabtu, 04 Mei 2019

Islam dan Kekerasan, Tuhan dan Iblis


Seri tanya jawab Muhammad El’Baqir dengan Sinar Agama
by Sinar Agama (Notes) on Tuesday, April 2, 2013 at 10:53 am

Muhammad El’Baqir mengirim ke Sinar Agama: 7 Maret 2013, Salam ustadz. Kenapa Nabi Muhammad SAW suka perang?

Kalo alasannya demi membela Allah SWT, apa mungkin Allah mengajarkan umatNya berperang? Sebab mana ada perang yang baik, walaupun untuk membela agama. Buktinya Allah SWT saja tidak pernah ‘BERPERANG” dengan IBLIS, sekalipun iblis selalu menggoda seluruh umat ALLAH. Apakah Allah SWT pernah menurunkan wahyu kepada Nabi Muhhammad untuk berperang? Lalu, kenapa seseorang yang sering berperang masih layak di sebut NABI? Afwan.

Sang Pencinta: Salam, sekilas saya pernah baca, tapi belum ketemu linknya.

Sinar Agama: Salam dan terima kasih pertanyaannya:

1- Perang itu bukan tidak baik, secara hakikat dan substansinya.

2- Damai itu juga bukan berarti baik, secara hakikat dan substansinya.

3- Pekerjaan-pekerjaan lainnya, seperti makan dan minum, tidur dan jaga,...dan seterusnya, bukan berarti baik atau tidak baik, secara dzat/hakikat dan substansinya.

4- Baik dan buruk di sini, bukan baik dan buruk yang bisa dibahas di filsafat dimana melihat dari sisi wujud naturalnya. Akan tetapi, pertanyaan antum dan jawabanku ini, dalam masalah baik dan buruk secara karakteristik atau akhlak atau perbuatan atau sosial, hingga karenanya, keduanya sama-sama ada, baik itu yang baik atau yang buruk.

5- Semua contoh-contoh di atas itu, seperti perang-damai, makan-minum, tidur-jaga,...dan
seterusnya...merupakan suatu perbuatan atau karakter diri atau sosial, yang bisa disifati
dengan baik dan buruk.

6- Kebaikan dan keburukan dari contoh-contoh itu, tidak mengidentikkan perbuatan-perbuatan tersebut secara dzat dan hakikat, tapi secara sifat dan aksidental. Artinya, ia bisa baik dan bisa juga buruk.

7- Contohnya makan: Kalau makannya di waktu kenyang atau makannya tidak bersih, maka ia akan menjadi pekerjaan yang buruk. Sebaliknya, kalau di waktu lapar (baca: sudah waktunya makan) dan makanannya bersih bergizi, maka ia akan menjadi baik. Begitu pula dengan tidak makan, tidur atau terjaga...dan seterusnya.

8- Contohnya juga, perang: Kalau perang melawan penyerbuan yang akan menghancurkan
diri, keluarga, negara atau agama, maka perang ini jelas baik. Tapi kalau untuk menjajah, memaksa, merampas kemerdekaan orang/bangsa lain, maka jelas akan menjadi buruk.

9- Dengan semua penjelasan di atas itu, maka yang antum tanyakan, yaitu perang, bukan
perbuatan buruk. Tapi merupakan perbuatan yang bisa baik dan bisa juga buruk. Jadi, tergantung mengapa berperangnya, bukan esensi perangnya itu sendiri.

10- Perang Nabi saww dan para nabi as sebelum beliau saww, semua dari jenis yang baik.
Karena sebabnya, yakni mengapa perangnya, selalu hal-hal yang baik. Seperti menahan serangan yang biasa dikatakan perang difensif atau pertahanan. Artinya, bukan penyerbuan dan penyerangan.

11- Ada lagi sebab dari perang Nabi saww dan para nabi as sebelum-sebelum beliau saww
yang menjadikannya perang yang baik. Yaitu, perang dalam mengangkat penghalang bagi sampainya agama Tuhan. Artinya, kalau di suatu tempat atau kota atau negara, tidak bisa diajarkan agama Tuhan kepada masyarakatnya secara bebas dan tidak memaksa, yang ketidakbisaan ini karena dilarang dan dihalang-halangi oleh kelompok tertentu, yakni bukan
masyarakatnya itu sendiri yang tidak mau, maka akal dan agama menyuruh kita mengangkat penghalang tersebut. Tapi mengangkat penghalang itu, tidak boleh langsung dengan berperang. Tapi harus dikabari dulu bahwa agama Tuhan mesti disampaikan ke masyarakat secara bebas dan masyarakatpun bebas mendengarkannya atau tidak mendengarkannya, dan diberitahu juga bahwa kalau mereka tetap mau menghalangi maka akan dilawan dengan kekerasan. Nah, kalau setelah diberitahu itu, mereka tetap menghalanginya, maka kita wajib menerjangnya. Dan kalau mereka menghalanginya dengan tentara dan persenjataan lengkap, maka kita wajib memeranginya.

12- Dengan semua penjelasan di atas itu, dapat dipahami bahwa perang Nabi saww dan para nabi as yang lain, adalah perang yang baik karena kalau bukan pertahanan berarti pemberantasan penghalang bagi sampainya kebenaran agama Allah kepada seluruh manusia. Jadi, ia bukan peperangan yang buruk, karena tidak memaksa siapapun untuk menganutnya atau menerimanya. Karena itu, maka Islam tetap bisa damai dan duduk serta hidup berdampingan dengan agama-agama lain sekalipun kalau agama-agama ini tidak mengganggu/menyerang dan tidak menghalangi sampainya kebenaran Islam kepada masyarakat.

13- Tuhan, bukan hanya membolehkan perang yang baik itu, akan tetapi bahkan mewajibkannya. Terlalu banyak ayat-ayatNya yang mewajibkan hal ini dan menjanjikan surga bagi mati di jalan ini yang dikatakanNya sebagai syahid dan bahkan mengecam bagi penakut yang cinta dunia, takut mati dan takut menderita. Salah satu contohnya ayat di QS: 9: 24:

قُلْ إِنْ كَانَ آبَاؤُكُمْ وَأَبْنَاؤُكُمْ وَإِخْوَانُكُمْ وَأَزْوَاجُكُمْ وَعَشِيرَتُكُمْ وَأَمْوَالٌ اقْتَرَفْتُمُوهَا وَتِجَارَةٌ تَخْشَوْنَ كَسَادَهَا
وَمَسَاكِنُ تَرْضَوْنَهَا أَحَبَّ إِلَيْكُمْ مِنَ اللَّهِ وَرَسُولِهِ وَجِهَادٍ فِي سَبِيلِهِ فَتَرَبَّصُوا حَتَّى يَأْتِيَ اللَّهُ بِأَمْرِهِ وَاللَّهُ لَ
يَهْدِي الْقَوْمَ الْفَاسِقِينَ

”Katakan: ‘Kalau ayah-ayah dan anak-anak kalian, dan saudara-saudara kalian, dan istri-istri kalian, dan keluarga-keluarga kalian, dan harta-harta yang kalian kumpulkan, dan dagangan yang kalian takutkan tidak lakunya, dan rumah-rumah yang kalian merasa nyaman di dalamnya, lebih kalian cintai dari Allah dan RasulNya dan berperang di jalanNya, maka tunggulah hingga Allah mendatangkan adzabNya, dan Allah tidak memberi petunjuk kepada orang-orang yang fasik/rusak.”

Terdapat puluhan ayat perintah perang ini, tentang fadhilahnya dan pahalanya sampai sampai dikatakan bahwa yang mati di jalan jihad ini, tidak akan pernah mati dan akan tetap
hidup dengan mendapat rejeki dari Tuhannya (QS: 2: 154; 3: 169). Ayat-ayat perintah perang ini sangat banyak, begitu pula tentang tidak boleh berlebihan dalam membunuh (yakni kalau mereka sudah tidak menyerang lagi atau tidak menghalangi sampainya penjelasan agama kepada masyarakat lagi), begitu pula tentang kecaman bagi yang tidak perang karena takut atau karena cinta dunia seperti di atas itu. Ayat-ayat ini seperti QS: 2: 190; 2: 218; 2: 244; 3:13; 3: 146; 3: 157; 3: 167; 4: 74; 4: 75; 4: 76; 4: 84; 4: 95; 5: 54; 8: 72; 8: 74; 9: 19; 9: 20; 9: 38; ...................dan seambrek lagi ayat-ayat tentang perintah perang dan keutamaannya ini serta kecaman bagi yang tidak mau berperang di jalan Allah, yakni di jalan kebenaran itu, yakni yang merupakan perang pertahanan atau pembersihan penghalang itu.

14- Kalau syethan, memang tidak perlu diperangi karena ia hanya bisa membisikkan saja dan tidak bisa memerangi kebenaran. Jadi, sebenarnya, yang ikut syethan, ia lebih jahat dari syethan itu sendiri. Karena syethan hanya membisikkan tapi manusia melakukan. Karena itulah di akhirat syethan berlepas diri dari semua perbuatan manusia. Perhatikan QS: 59: 16:

كَمَثَلِ الشَّيْطَانِ إِذْ قَالَ لِلِْنْسَانِ اكْفُرْ فَلَمَّا كَفَرَ قَالَ إِنِّي بَرِيءٌ مِنْكَ إِنِّي أَخَافُ اللَّهَ رَبَّ الْعَالَمِينَ

“Sebagaimana syethan ketika berkata kepada manusia ‘kafirlah!’, lalu ketika manusia itu kafir, ia- syethan- berkata: ‘Saya berlepas diri darimu –perbuatanmu- sesungguhnya aku takut kepada Allah Tuhan Semesta Alam.”

وَقَالَ الشَّيْطَانُ لَمَّا قُضِيَ الَْمْرُ إِنَّ اللَّهَ وَعَدَكُمْ وَعْدَ الْحَقِّ وَوَعَدْتُكُمْ فَأَخْلَفْتُكُمْ وَمَا كَانَ لِيَ عَلَيْكُمْ مِنْ
سُلْطَانٍ إِلَّ أَنْ دَعَوْتُكُمْ فَاسْتَجَبْتُمْ لِي فَلَ تَلُومُونِي وَلُومُوا أَنْفُسَكُمْ مَا أَنَا بِمُصْرِخِكُمْ وَمَا أَنْتُمْ بِمُصْرِخِيَّ إِنِّي
كَفَرْتُ بِمَا أَشْرَكْتُمُونِ مِنْ قَبْلُ إِنَّ الظَّالِمِينَ لَهُمْ عَذَابٌ أَلِيمٌ

“Dan berkatalah syethan tatkala perkara telah diselesaikan (telah kiamat): ‘Sesungguhnya Allah telah menjanjikan kepada kalian janji yang benar, dan akupun telah menjanjikan kepada kalian tetapi aku menyalahinya. Sekali-kali tidak ada kekuasaan bagiku terhadap kalian, melainkan sekedar aku menyeru kalian dan kalian mematuhi seruanku. Oleh karena itu, janganlah kalian mencerca aku dan cercalah diri kalian sendiri. Aku sekali-kali tidak dapat menolong kalian dan kalianpun sekali-kali tidak dapat menolongku. Sesungguhnya aku tidak membenarkan perbuatanmu mempersekutukan aku (dengan Allah) sejak dahulu’. Sesungguhnya orang-orang yang zhalim itu mendapat siksaan yang pedih.”

Tambahan:

Memang ada golongan yang sejak kemunculannya pada sekitar th 1110 Hijriah, yaitu orang arab yahudi yang bernama suku Aalu Sa’uud (keluarga Sa’uud). Keluarga cukup besar dan berdomisili di kota Madinah, salah satu kota dari negara Jazirah Arab. Karena ingin meluaskan perdagangannya sampai ke daerah utara, seperti Iraq dan lain-lainnya, maka mereka pindah ke daerah lain di utara Jazirah Arab itu yang bernama Najd. Di Najd kala itu, terdapat tujuh kabilah muslimin yang ratarata Sunni. Keluarga yahudi ini, karena tidak ingin sulit berkomunikasi dan tidak ingin diganggu oleh muslimin, maka mereka menyamar sebagai muslim.

Ketika keluarga ini bertemu dengan Muhammad bin Abdu al-Wahhab yang karena aliran sesatnya telah diusir oleh orang tuanya yang Sunni dan juga dipenjara dan diasingkan, dan tentu setelah keluarga tersebut kuat posisinya, mulai menyerang satu persatu di sekitarannya. Membantai suku-suku itu dan merampas apapun yang dimilikinya serta membantai seperti kambing orangorangnya yang tidak mau meninggalkan madzhab Sunninya.

Alasan yang dipakai untuk memerangi kaum muslimin atas nama Islam itu, adalah, karena
semua muslimin selain yang taat pada pendapat Muhammad bin Abdu al-Wahhaab itu, dianggap ahli bid’ah, ahli taqlid kepada imam-imam madzhab, ahli madzhab yang bid’ah, ahli kubur (suka beribadah di kuburan), musyrik dan kafir. Aliran dan pengikut Muhammad bin Abdu al-Wahhaab ini, dikenal di dunia sebagai aliran Wahabiah, yakni pengikut ibnu wahhaab atau pengikut Muhammad bin ‘abdu al-Wahhab. Akan tetapi diri mereka ini menamakan diri sebagai Ahlussunnah (Tapi beda dengan Sunni yang bermakna pengikut madzhab Sunni yang bermakna madzhab dan mengikuti atau taqlid pada imam-imam Sunni seperti imam Syafi’i, Maliki, Hanafi dan Hanbali. Karena mereka menamakan diri seperti ini untuk menipu umat dan juga memaknai Sunnah dengan Sunnatullah –Qur'an- dan Sunnatunnabi –Hadits.)

Jadi, ahlussunnah bagi mereka adalah mengikuti Qur'an dan Hadits. Yakni secara langsung
tanpa melalui ulama karena hal itu taqlid dan bid’ah), Salafi (pengikut orang-orang terdahulu), Muhammadiah (pengikut nabi Muhammad tanpa embel-embel lainnya seperti taqlid, madzhab, tawassul, doa di kubur, ...dan seterusnya dari hal-hal diyakini bid’ah dan syirik), Anshaaru al-Shahaabah (penolong shahabat), Thaalibaan, al-Qaaidah, ........dan banyak lagi nama-nama yang dipakai mereka. Semuanya berujung kepada kerajaan Saudi sebagai sumber, imam, khalifah, pemimpin dan pusatnya.

Setelah menguasai Najd, yakni setelah menundukkan semua tujuh kabilah/suku itu, maka mereka semakin banyak pengikutnya. Karena yang tidak ikut dari umat Sunni yang dijajahnya itu, langsung dibunuh di depan umum lebih hina dari binatang. Setelah itu menyerang daerah-daerah lain Hijaz atau Jazirah Arab itu, terutama Makkah dan Madinah. Ribuan Sunni digorok seperti binatang kalau tidak mau meninggalkan madzhab yang dianggap wahabi sebagai bid’ah itu, atau tawassul dengan para nabi dan wali yang dianggap musyrik itu, atau beribadah di kuburan yang dianggap syirik itu, ..........dan seterusnya.

Dengan semua penjelasan ini, maka muslim dari aliran Wahabi ini saja yang suka perang dan haus darah, terutama memerangi muslimin. Tentu saja tujuan dedengkot mereka memang membantai muslimin dengan tangan muslimin sendiri, supaya muslimin tidak sempat damai, bersatu, maju dan menyerang yahudi dimanapun berada terutama di negaranya yang bernama Israel itu. Karena itulah, perang Wahabi ini dengan muslimin, dan tidak perang dengan kafirin yang terutama yahudi jahat yang memerangi dan menjajah kaum muslimin seperti Israel.

Mereka bukan hanya menggorok, mengebom tempat-tempat umum seperti pasar dan masjid dan lain-lain, dan menjarah kaum muslimin, tapi juga membuat berbagai makar seperti mengubah kitab-kitab Sunni dan Syi’ah sesuai mau mereka, mengadu domba Sunni dan Syi’ah, mengarang kitab dengan mengatasnamakan ulama Syi’ah seperti imam Khumaini ra, ayatullah Makaarim Syiraazi hf dan ayatullah Ja’far Subhaani hf,..............dan lain-lain dari makar-makar kejinya.

Semoga umat muslimin segera menyadari kekejian wahabi ini, dan melihat kenyataannya dengan mata terbuka dimana di jaman sekarang inipun mereka terang-terangan bersatu padu dengan masehi dan Israel serta kafir Amerika dalam membantai muslimin Sunni dan Syi’ah di Suriah dan tempat-tempat lainnya. Amerikapun terang-terangan di depan sorotan tv mengumumkan dukungannya kepada mereka dan bahkan terang-terangan telah mengumumkan bantuannya seperti yang sekitar dua hari lalu mentri luar negeri Amerika mengatakan bahwa telah memberibantuan 60 juta dollar untuk wahabi-wahabi itu. Belum lagi senjata dan pendidikan perang yang selalu dikirim oleh Amerika dan Israel dan dengan dana terbesar dari raja-raja negara Arab yang wahabi itu. Amin ya Rabba al-‘Aalamin.
Wassalam.

Muhammad El’Baqir: Hmmmm... Salam dan terima kasih ustad sudah berkenan menjawab pertanyaan saya, semoga antum selalu dalam lindungan Allah swt beserta rasul dan ahlul baytnya...amiiin.

Muhammad El’Baqir: Na’am ustadz.. Oh ya ustadz.. Saya meyakini kalau agama islam itu agama yang benar dan sempurna, tetapi kalau saya mengatakan Saya beragama Islam & saya tidak pernah merasa agama lain salah & masuk neraka...saya enjoy saja jika Nasrani, Yahudi, Buddha, Hindu dll masuk Surga..apakah itu salah ustadz? Syukron.

Muhammad El’Baqir: Karena menurut saya pemeluk agama yang sudah dewasa adalah mereka yang jauh dari ANGKARA MURKA...& tidak membuat statement yang mencederai hubungan antar agama.. dan ketika masing-masing pemeluk agama saling memperbaiki akhlak/etika/attitude kepada sesama pemeluk..

Sinar Agama: Muhammad: Kalau agama Islam itu mengikut kepada yang antum yakini, maka memang akan seperti itu. Tapi kalau Islam itu mengikut kepada Allah dan Nabi saww melalui Qur'an dan Hadits, maka antum sama tidak boleh memikirkan apapun tentang hal-hal seperti di atas itu kecuali dengan dalil, baik dalil akal atau Qur'an-hadits itu.

Ketika antum sendiri mengatakan bahwa Islam benar, maka otomatis yang lain pasti salah. Begitu yakin bahwa madzhab tertentu yang benar, maka sudah tentu madzhab lainnya itu salah. Begitu pula tentang kebaikan, akhlak dan seterusnya. Apa itu baik, apa itu akhlak, .... dan seterusnya, semuanya harus pakai dalil dan Qur'an-hadits. Yakni bagi orang berakal dan bagi orang muslim.

Karena itulah, maka orang berakal, sudah pasti tahu bahwa dirinya tidak tahu apa-apa hingga bisa mengatakan menurutku begini dan begitu. Kecuali kalau ia menguasai semua ilmu politik, sosial, seni, fisika, psikologi, ....dan seluruh ilmu alam dan akhirat, materi dan non materi....dan seterusnya...dan itupun harus sampai ke tingkat lengkap (mencakup semua bab dalam masingmasing ilmu tersebut) dan harus benar secara pasti seratus persen.

Karena itulah, maka tidak ada orang berakal yang berani membuat nilai-nilai hukum, politik,
akidah ...dan seterusnya hingga terangkum dalam satu susunan yang dikatakan agama. Karena itulah, maka kita sebagai orang berakal, harus memeluk agama yang dibuat oleh Yang Maha Tahu, yakni Tuhan.

Itulah mengapa ketika agama sudah terbukti kebenarannya bahwa ia dari Tuhan, maka kita harus menerima dan mengamalkannya. Memahaminya dengan benar dan argumentasi gamblang serta mengamalkannya dengan penuh ketawadhuan (karena dari Yang Maha Tahu), kekudu-an (sangat patuh dan tunduk takut) dan keikhlashan.

Nah, ketika kita menerima Islam dengan semua argumentasi gamblang terhadap kebenarannya itu, maka konsekuensinya, adalah bahwa agama lain sudah pasti salah. Mana ada tauhid yang kita katakan benar, lalu trinitas juga benar. Kalau kita terima Islam yang benar, lalu bagaimana mungkin liberalisme juga dibenarkan?

Semua itu, kalau ditambah ratusan ayat Qur'an dan hadits yang mengatakan bahwa setiap
amalan itu harus berdasarkan hukum Islam, dan harus didasari oleh keimaman Tauhid Islam (bukan berhala dan kemusyrikan) dan kenabiannya.... dan seterusnya....serta juga harus ikhlash dan bukan karena untuk uang dan jabatan atau pujian....dan seterusnya...dari syarat-syarat diterimanya amal, maka sudah pasti yang tidak sesuai dengan semua itu, akan batal. Itulah mengapa Tuhan sering mengatakan bahwa amalan mereka itu tidak berarti. Karena dasar nilai baik-buruknya saja mengikuti akal ceteknya/dangkalnya, karena dilakukan bukan demi ketundukan kepada tauhid, ....dan seterusnya.

Tentu saja, Islam juga mengajarkan pintu ampunan bagi orang-orang yang belum didatangi Islam atau madzhab yang benar. Asal mereka itu baik secara umum, yakni seperti yang antum katakan itu, maka amal-amal mereka akan diterimaNya dan dosa-dosa mereka dimulai dari tidak tauhid/ Esa, tidak bernabi ke nabi Muhammad saww, tidak berhukum baik-buruk dari Islam, sampai pada syarat-syarat lainya(lainnya), akan dimaafkanNya. Hal itu, karena mereka memang tidak menentang kebenaran agamaNya, tapi karena memang karena belum sampai agama yang benar itu kepada mereka.

Kedua hal itu, yakni pembenaran semua agama dan madzhab, dengan pengampunan bagi
yang belum didatangi kebenaran agama dan madzhab, jauh berbeda. Kata orang, jauhnya
perbedaannya itu seperti langit dan dasar lautan.

Muhammad El’Baqir: Eemm bbkheer ustadz terima kasih atas jawabannya.
Wassalam.

Nur Cahaya: Mohon penjelasannya yang dimaksud syaitan manusia yang membisikkan itu
siapakah? Bagaimana kita tahu bisikan itu menipu /dusta yang indah-indah 6:112.

Sinar Agama: Salam, kalau yang mengajak kepada kebatilan itu dari manusia, maka ia adalah syaithan itu. Dan kalau tidak nampak apalagi berupa keinginan sendiri, maka hal itu dari jin/iblis. Jadi, apa saja yang batil, maka ia adalah syaithan. Karena syaithan adalah yang menjauhkan, yakni dari jalan dan rahmat Allah.

April 4 at 6:21pm via mobile


اللَّهُمَّ صَلِّ عَلَى مُحَمَّدٍ وآلِ مُحَمَّدٍ وعَجِّلْ فَرَجَهُمْ

Rabu, 02 Januari 2019

Hukum Mencaci Simbol-Simbol Madzhab Lain



Seri tanya jawab Sang Pencinta dengan Sinar Agama
by Sinar Agama (Notes) on Tuesday, April 2, 2013 at 8:28 am

Sang Pencinta: (25-2-2013) Salam, bagaimana pandangan antum dan solusinya cara sebagian ikhwan, yang secara tajam mencaci simbol Suni. Mohon interpretasi fatwa Rahbar tentang peng-haraman pencacian simbol-simbol Suni. Terima kasih Ustadz. — bersama Sinar Agama. 


Fahmi Husein, Irsavone Sabit, Alia Yaman dan 23 lainnya menyukai ini. 

Sinar Agama: Salam dan terimakasih pertanyaannya: 

Kalau secara umum suatu kata itu dipahami mencaci simbol-simbol Sunni, maka jelas haram hukumnya. Seperti mencaci tokoh-tokoh yang dihormati Sunni. Tentu saja, diskusi bukan mencaci dan mencaci bukan juga diskusi sekalipun sepintas bentuknya seperti diskusi. Diskusi bisa dilakukan, tapi tidak boleh menggunakan kata-kata pencacian terhadap tokoh-tokoh atau apa-apa saja yang dihormati saudara-saudara Sunni. 

Sang Pencinta: Terimakasih ustadz. 

Sang Pencinta: Apakah hukumnya sama bagi yang menyukai dan menikmati diskusi cacian ini (bukan pelaku cacian)? 

Doni Handoyo: Perlu diselidiki ikhwan-ikhwan yang statusnya mencaci simbol Sunni, jangan- jangan mereka Wahabi nyamar. 

Memburu Kebenaran: Maaf ustadz, apakah menjelaskan kepada orang suni, dan mengkritisi sahabat suni semacam AUU, yang banyak kekeliruan-kekeliruan dan penentanganya kepada Nabi apakah termasuk mencaci-caci simbol suni?? 

Sang Pencinta: Beberapa ikhwan mengklaim dengan diskusi/menanggapi seperti soalan di atas, membuat sudara lain hijrah ke AB, bagaimana syar’i memandang ini? Btw teringat pesan ustadz tentang pen-scan-an kitab mafatih. 

Sinar Agama: Pencinta: Sudah tentu yang menyetujui pekerjaan haram, ia akan kebagian haramnya, apalagi menikmatinya. Dan dosa pemecahan umat ini tidak tanggung-tanggung, imam Khumaini ra mengatakan bahwa yang memecah Syi’ah dan sunnah, maka ia bukan Syi’ah dan bukan sunnah. 

Dan orang-orang yang terutama bukan mujtahid itu, kalau berpendapat apapun yang menentang marja’nya, maka selain tidak berharga, ia juga merupakan dosa yang ke dua setelah dosa pertama di atas itu. Misalnya mereka mengatakan bahwa dengan mencaci dapat menghidayahi manusia. Anggap hal ini bukan ajib dan kegilaan (dimana memang ajib dan kegilaan), maka ia adalah pendapat bukan mujtahid yang menentang mujtahid dan, sudah jelas wajib ditolak oleh dirinya sendiri terutama oleh orang-orang yang tidak menaklidinya karena memang tidak boleh menaklidi orang yang bukan mujtahid. 

Sinar Agama: Doni: Memang setiap ada akun yang mencaci dan mengatasnamakan Syi’ah, tidak bisa dikatakan bahwa hal itu kerjaan orang Syi’ah. Karena itu, kita bukan mau mengecam siapapun, tapi hanya membahas hukum fikihnya. 

Memang, kalau pencacian itu terjadi bukan sekali dua kali, sekalipun dilakukan oleh orang Syi’ah sekalipun, maka ia harus dikecam dan kalau perlu diboikot dan diblokir atau dilaporkan. Karena kalau tidak, maka akan merugikan agama serta harta dan nyawa manusia yang tidak berdosa. 

Kalau mereka masih bisa menerima hidayat, semoga mereka terhidayahi dan kalau tidak, maka kita serahkan kepada Allah karena mereka sudah masuk ke dalam tajarri dan maksiat yang akan mengorbankan agama serta harta dan nyawa manusia lain yang tidak berdosa. Bagi pandanganku, mabok masih jauh di bawah dosa memecah persatuan ini, Allahu A’lam. Karena dosa mabok hanya dosa pada Allah secara pribadi, tapi dosa memecah umat, selain dosa pada Allah, juga pada agama dan semua muslimin yang akan menjadi korban baik harta atau nyawanya. 

Sinar Agama: Memburu: Kalau diskusi tersebut, tidak disertai caci maki, maka jelas bukan pencacian dan pemakian dan tidak termasuk dosa. Jadi, menjelaskan AUU dari kitab-kitab Sunni dan dengan bahasa ilmiah yang baik yang tidak disertai caci maki, maka jalas(jelas) tidak dosa dan bahkan suatu keharusan kalau diperlukan. 

Al Parta Ortega: Indahnya Persaudaraan....Salam Ustadz... 

Sang Pencinta: Ustadz SA: Fatwa Rahbar tentang ini berlaku untuk semua pengikut AB? Apakah larangan cacian dikeluarkan oleh marja lain atau mengikuti Rahbar sebagai wali faqih? 

Ikhwan Abduh: Afwan Sang Pencinta. Saya mengikuti diskusi kemarin tentang hal ini, meskipun tidak sempat komen (terlalu banyak komentar yang ngalor ngidul). 

Cuma ada 1 hal yang masih mengganjal. Memang kadang-kadang ada segelintir saudara kita terpancing emosinya. Biasanya saat tokoh-tokoh syiah dicaci maki duluan. Sehingga sebagian saudara kita ikut-ikutan mencaci. 

Namun, saya lihat kebanyakan dari mereka tidak mencaci sebagaimana “CACIAN” yang menggunakan kata-kata kotor dan tidak pantas. Namun hanya menjelaskan kebobrokan akhlak dan sejarah kelam tokoh-tokoh Sunni. Dan itu dalam lingkup diskusi ilmiah, karena tidak jarang dalilnya pun disertakan. Baik dari ayat Al-Qur’an, hadis, maupun pernyataan tokoh-tokoh Sunni / wahabi, guna mengcounter pernyataan mereka. 

Bagaimana menurut Antum ustadz Sinar Agama ? 

Sang Pencinta: IA: Di atas sudah dikatakan kata itu dihukumi cacian secara urf/umum. Apakah definisi cacian di Sumatra beda di Sulawesi? Dan di atas sudah dikatakan juga diskusi tentang ini boleh bahkan harus kalo memang diperlukan. Kalo antum mau, akan saya bawakan catatan ustadz Sinar tentang diskusi yang ustadz Sinar terlibat di dalamnya tentang simbol-simbol Suni? 

Ikhwan Abduh: Bukan begitu maksud saya. Supaya terang, baiklah saya kasih contoh. 

Tetangga sebelah ada yang mengatakan mut’ah sama dengan zina, orang syiah = anak zina, dan lain-lain. Ada yang mengatakan imam mahdi ngumpet di goa karena penakut dan sebagainya. Bahkan banyak kata-kata cacian yang saya tidak tega untuk menulisnya. 

Bandingkan dengan ketika saudara kita menceritakan tentang, misalnya: 
Abu Bakar yang merampas tanah fadak, membakar hadis, kabur saat perang, memerintahkan membakar rumah Fathimah, dan sebagainya. 

Umar yang menganggap nabi mengigau dan melarang menulis wasiat nabi, tidak tahu banyak tentang hal agama (misal: tidak tahu arti kalalah, malah yang bertanya tentang itu dihukum oleh Umar), dan sebagainya. 

Usman yang nepotisme. 

Khalid bin Walid yang membunuh sahabat dan langsung meniduri istri sahabat yang dibunuhnya. 

Perbedaan persepsi tentang mencaci itu bukan masalah di Sumatera, Sulawesi, ataupun Jawa. Semua itu adalah sejarah, yang bahkan tercatat oleh kitab-kitab Sunni. Namun oleh mereka (Sunni) malah dianggap MENCACI. 

Jika memang hal itu adalah bagian dari mencaci, lantas sejarah yang saya pelajari selama menjadi syiah adalah tak lebih dari cacian? Padahal saya kira itu merupakan fakta sejarah yang membuka mata hati saya untuk menerima syiah! 

Afwan, mohon penjelasannya. 

Ikhwan Abduh: Sang Pencinta : OK, tolong kasih link catatan tentang diskusi tersebut 

Sekali lagi, saya masih awam di mazhab AB ini. Dan terus terang saya sedih menyikapi fenomena ini. Jadi tolong untuk ustadz sinar agama dan ustadz lain yang sering online facebook bisa membantu memberi pencerahan untuk masalah ini. 

Baskoro Juragan Tahu: SIMBOL Sunni adalah AUU....Hem masih kah anda menganggap mereka saudara dalam islam jika SIMBOL mereka di bilang AUU bukan ALQURAN n MUHAMMAD saw ?? 

Sinar Agama: Pencinta, hukum fikih yang bersifat sosial-politik, wajib ditaati walau oleh para marja’ itu sendiri dan, fatwa tentang persatuan dan tidak boleh mengejek simbol-simbol madzhab lain ini, termasuk fatwa sosial-politik yang wajib ditaati oleh semua orang itu. Apalagi ratusan mujtahid dan belasan marja’ memfatwakan hal yang sama atau mendukung fatwa Rahbar hf tersebut. 

Sinar Agama: Ikhwan A: Kalau penjelasan tentang semua yang antum contohkan itu dengan bahasa yang tidak disertai kata-kata ejekan dan apalagi dilengkapi dengan nukilan referansi-referensi Sunninya, maka jelas tidak masuk dalam ejekan sekalipun sebagian wahabi, demi memutarbalikkan masalah, menuduh penulisnya sebagai pengejek. Walhasil, kapan kata-kata ejekan itu dikeluarkan kita sekalipun diselingi dengan nukilan-nukilan referensi-referensi Sunni, tetap saja tergolong ejekan. Karena yang dihukumi ejekan itu, bukan referensinya itu, tapi ejekannya itu. 

Di catatan saya, mungkin sangat banyak yang menukilkan tentang hal-hal yang antum maksudkan bahkan seperti Khalid bin Walid yang membakar hidup-hidup beberapa shahabat di depan umum, tangisan penyesalan Abu Bakar karena telah mendobrak rumah hdh Faathimah as, pengharaman mut’ah oleh Umar ...........dan seterusnya...tapi selalu saya usahakan untuk hanya menyampaikan apa adanya tanpa kata-kata ejekan. 

Karena itu, selama diskusi atau tulisan atau kata-kata kita tidak mengandung ejekan, maka ianya bukan dosa dan bukan pula memecah persatuan. 

Ikhwan Abduh: Syukron ustadz SA. Sekarang sudah terang bagi saya. Jadi intinya pada pemilihan kata-kata dalam menyampaikan kebenaran itu ya. Semoga saudara yang lain, terutama yang biasa “keras” dalam diskusi membaca dan memahami keterangan antum. Karena jujur saya banyak mendapat pelajaran juga dari mereka. Namun terkadang karena yang diajak diskusi suka nyeletuk seenaknya, mereka juga terbawa arus diskusi itu sehingga mungkin lepas kontrol dengan kata-katanya. 

Novalcy Thaherm: Ikhwan Abduh @ betul sekali ihkwan, maksud saya juga begitu. Bahkan ada yang lebih extrem lagi menyebut mereka itu agen~agen zionis. Padahal mereka itu banyak memberi pelajaran kepada saya juga, bahkan mereka mengenalkan saya kepada ustadz sinar agama untuk bertanya apa saja tentang syiah. 

Hambali Return: Saya pribadi belum pernah liat syiah bicara tanpa dalil meskipun dalam keadaan marah, ngapain gue ke syiah kalau sama dengan yang dulu saya anut. 

Zulfiqar Fawkes: @hambali : afwan agar dicermati penjelasan ustad SA baik-baik >>> Walhasil, kapan kata-kata ejekan itu dikeluarkan kita sekalipun diselingi dengan nukilan-nukilan referensi- referensi Sunni, tetap saja tergolong ejekan. Karena yang dihukumi ejekan itu, bukan refrensinya itu, tapi ejekannya itu. 

Ikhwan Abduh: Meskipun tujuannya baik, namun harap Lebih hati-hati aja, untuk koreksi kita bersama. Syukron ustadz SA yang berkenan memberi penjelasan. 

Muhammad Wahid: Iya intinya: ejekan itu diluar konteks diskusi argumentatif... Emosional terpancing, ya disitulah tantangan orang berlimu untuk lebih bersabar, harusnya makin berilmu ya makin tawadhu.. Kita harus banyak belajar, bagaimana ustad Sinar Agama dalam berdiskusi & berdialog, beliau juga suka dicaci maki tuh, tapi beliau ga pernah membalasnya dengan cacian.. Untuk teman-teman syiah yang mengingatkan teman lainnya, saya liat juga ga lepas dari tuduhan dan cacian juga.. Jangan menasehati orang kalo anda sendiri ga bersikap arif... Mungkin saja betul ada agen-agen zionist, tapi apa benar itu ditujukan kepada orang-orang yang dituduhkan, kita-kita ini ga bisa mengetahui dengan pasti tanpa bukti dan kenal orangnya langsung di dunia nyata.. Kalau mau menyikapi sikapnya yang kurang tepat dalam hal ini kata-kata cacian, ya tegurlah dengan cara yang baik juga, jangan malah saling ejek & tuduhan-tuduhan yang ga berdasar.. Sehingga ga ada bedanya antara anda (syiah) dengan mereka-mereka itu (wahabi).. Afwan. 

Sinar Agama: Ikhwan A: Itulah mengapa tabligh itu bukan kerjaan sembarang orang. Memang, satu ayatpun harus disampaikan. Tapi ayat yang dipahami dengan dalil dan, sudah tentu dengan kata-kata yang bagus. Karena yang wajib disampaikan itu bukan kebenaran, tapi kebenaran dengan cara yang benar. Dimana ada pembolehan penyampaian kebenaran Islam dengan cara bukan Islam alias diri sendiri atau hawa nafsu sendiri. 

Jadi, kalaulah bukan ulama dan ingin terjun ke dalam tabligh yang bukan bidangnya atau yang juga bidangnya, maka lakukan karena Allah hingga mengikuti cara-caraNya yang diperintahkan dalam Qur'an dan Hadits-Hadits Nabi saww serta para imam makshum as. 

Karena kalau tidak, maka akan merusak islam itu sendiri dan kerja-kerja para nabi, para imam dan para ulama. 

Kalau tidak sanggup berhadapan dengan umat, mengapa memaksakan diri berhadapan? Siapa yang menyuruhnya? Mujtahid saja harus taqlid dalam hal-hal sosial-politik ini, apalagi awam yang hanya tahu satu atau dua ayat. 

Zulfiqar Fawkes: Syukron Ustadz. 

Sinar Agama: Teman-teman Semua: Terima kasih banget atas pengertian dan baik sangka dan segala kebaikannya yang antum pantulkan lewat komentar-komentar antum itu. Ana ini juga manusia biasa dan bahkan mungkin paling jeleknya. Karena itu, hati ini juga mendidih diejek orang. Tapi dari pada ana mendidih di neraka besok, maka kuusahakan sekuat-kuatnya untuk tidak keluar dari taqlid ana kepada Rahbar hf dan imam Khumaini ra yang didukung oleh ratusan atau ribuan mujtahid dimana beliau-beliau itu mewajibkan persatuan dan mengharamkan pengejekan kepada simbol yang disucikan di madzhab-madzhab lain. 

Sinar Agama: A.F: Ana juga berterima kasih untuk antum semua, semoga antum dan teman- teman lainnya, jangan sampai keluar dari fikih Ahlulbait as dimana fikih di Ahlulbait as itu bukan hanya thaharah, wudhu, mandi, shalat, puasa, haji...dan seterusnya, tapi juga masalah-masalah rumah tangga, sosial, budaya, politik, dakwah.............dan seterusnya. 

Ikhwan Abduh: Aamiin,,, insyaAlloh ustadz. 

Renito Husayno: Penjelasan ustadz inspiratif sekali. Adem. Terima kasih banyak ustadz....... 

Maz Nyit Nyit-be’doa: Sangat Mengagumkan dan mencerahkan.......... Terimakasih ustadz Sinar Agama. 

Novalcy Thaherm: Terimakasih juga ustadz sinar agama. 

Sinar Agama: Tambahan: 

Kalau ada orang mengejek atau melaknat/kecaman di depan Sunni/umum/facebook, lalu ia mengatakan bahwa ia tidak taqlid kepada Rahbar hf, maka hal itu juga sangat diragukan kebenarannya. Sebab setahu saya, tidak akan pernah dijumpai seorang marja’ yang membolehkan pekerjaan-pekerjaan tersebut. 


Kalau para pencela itu, semoga mereka masih bisa mendapat hidayah sebelum ajal menyapa amin, dengan tanpa merujuk kepada marja’ manapun itu, masih mau nekad juga mau melakukannya, maka silahkan mereka memakai nama asli di facebook ini dan alamat yang jelas, hingga orang-orang Sunni yang marah dan mau berbuat apapun kepadanya, bisa dengan mudah mendatanginya dan tidak mendatangi Syi’ah-syi’ah yang lain. Lucu amat, disuruh sopan, tetap saja nekad, tapi sembunyi di balik tembok China yang tebal hingga mengorbankan orang lain. 

Irsavone Sabit: Afwan ustadz, tidak maksud membela mereka, saya juga tidak paham sejauh mana sebenarnya menghina istri dan sahabat Rasulullah saww yang juga dikatakan menghina simbol-simbol Sunni, setahu saya nama yang disebut sang pecinta sebagian masih wajar saja sperti yang dilakukan ustadz ketika diskusi, menggunakan dan berdasarkan dalil Sunni sendiri, diskusi seperti itulah yang saya biasa saya like, kemudian ustadz apakah wajib bagi syiah untuk melaporkan mereka ini kepada yang lainnya secara terbuka, dan bagaimana jika yang melapor salah dalam mempersepsikan menghina simbol Sunni, hal ini bisa saja terpulang kepada saya jika saya yang melapor secara terbuka?.....Afwan. 

Ikhwan Abduh: Irsavone Sabit : Kemarin saya juga menanggapi seperti yang antum katakan. Namun ustadz sinar agama sudah menjelaskan. Bahwa yang demikian (membongkar sisi gelap tokoh Sunni) tidak apa-apa, bahkan dianjurkan ketika diskusi mencari kebenaran. Tapi yang tidak boleh adalah ketika berdiskusi dan berdalil namun kemudian terselip kata-kata ‘cacian’ / hujatan / umpatan yang tidak ada dalam riwayat / dalil itu, namun di ada-adakan sendiri (mungkin karena emosi dan sebagainya). Saya sendiri sangat menghormati saudara-saudara yang dimaksud oleh Sang Pencinta. Namun di sisi lain saya juga setuju dengan ustadz SA bahwa akan lebih baik lagi jika pemilihan kata saat diskusi bisa lebih arif dan bijaksana. 

Sang Pencinta: IS: Ustadz sudah menjelaskan di atas soalan seperti yang antum bawa untuk Ikhwan Abduh, afwan. 

Sinar Agama: I.S: Yang lain-lain sepertinya sudah terjawab selain yang satu ini bahwa apakah wajib melaporkan secara terbuka... 

Jawabnya adalah kalau kesalahannya itu terbuka, seperti di facebook ini, maka jelas penegurannya juga bisa dengan terbuka. Karena teguran itu, di samping nasihat bagi yang melakukan kesalahan secara terbuka itu, juga sebagai pengumuman atau ketidak ikutan bertanggung jawab terhadap yang dilakukannya, kepada diri orang itu dan khalayak ramai. Tapi kalau kesalahan orang itu tidak terbuka, maka haram dinasehati secara terbuka karena akan masuk dalam ghibah. 

Sedangkan kesalahan yang dimaksud itu, kalau fikih maka harus bersumber pada fikih dan kalau akidah maka pada akal dan Qur'an-hadits. Dan yang menasihati wajib tahu sebenar benarnya bahwa yang mau dicegah itu (nahi mungkar) memang benar-benar kesalahan dan ia tahu juga yang benarnya dalam masalah itu. Tapi kalau masih ragu-ragu terhadap kesalahannya atau terhadap kebenaran yang ia ketahui tentang ilmunya sendiri, maka tidak boleh melakukan peneguran itu karena bisa memfitnah orang dan dirinya sendiri akan mengatakan yang salah dan sesat karena ketidaktahuannya tadi itu. 

Karena itu, harus punya dua ilmu yang jelas untuk amar makruf dan nahi mungkar ini: Pertama tahu kesalahan yang mau dinasihati itu. Ke dua, ia tahu benarnya seperti apa secara pasti. 

Kalau terjadi perbedaan persepsi terhadap suatu kata, maka bisa dilakukan diskusi dan yang salah harus meminta maaf. Tapi persepsi terhadap suatu kata atau kalimat itu, harus berdasar kepada pemahaman umum dan tidak diputar-putar hingga menjadi remang. 

Wassalam. 

Marwah Ali: Alhamdulillah, aku masih di koridor dari batasan ustadz, aku ngeledeknya personalnya bukan AUU .... 

Abu Bakar Hangus: Tidak ada fatwa Ulama Faqih yang bertentangan dengan Nash .... = harga mati pemahaman atas segala sesuatu adalah inti dari persoalan. 

Abdurrahman Shahab: Kita ini masih sering terlihat kekanak-kanakan, tidak pernah merasa bersalah, mencari pembenaran atas setiap kesalahan yang kita lakukan, masih sering mengumbar hawa nafsu dan menganggap sepele persoalan besar dan penting yang didengungkan oleh para mujtahid dan pemimpin agama mengenai ukhuwah dan persatuan islam sehingga terus saja menjadikan perbantahan dan perdebatan yang memancing permusuhan adalah sebagai KEASYIKAN DAN MENGANGGAP SEBAGAI KECERDASAN SERTA DAKWAH AHLUL BAYT!!! 

Marwah Ali: Menawarkan Ukhuwah sama Nashibi, yang ga mau Ukhuwah ?, Malah kaya di Jawa Timur seperti al bayonet, gimana caranya ? 

Abdurrahman Shahab: Afwan, kalau menurut saya nashibi bukanlah bagian dari islam, yang harus dijaga ukhuwahnya, tapi tidak serta merta ketika kita menangkal fitnah nashibi (/wahabi) kita lantas membenamkan diri dengan perkataan yang dapat menimbulkan fitnah dan permusuhan dari kalangan aswaja, karena kita menggunakan kata-kata yang menistakan simbol-simbol yang mereka mulyakan... DAN HAL ITULAH YANG SANGAT DIHARAPKAN OLEH PARA NASHIBI, AGAR KITA DIMUSUHI OLEH ASWAJA... 

Abu Bakar Hangus: Simbol: AHLUL SUNNAH = SUNNAH YANG BENAR [siapa sunnah yang benar ?], bukan simbol yang kufur. Kalau pembenaran atas fatwa itu adalah kepada Sunni maka, sama saja mengakui kebhatilan atau terus menyembunyikan kebhatilan. 

Marwah Ali: Bisa kasih contoh konkrit kalimat ini “kita lantas mebenamkan diri dengan perkataan yang dapat menimbulkan fitnah dan permusuhan dari kalangan aswaja, karena kita menggunakan kata-kata yang menistakan simbol-simbol yang mereka mulyakan.” Afwan. 

Penganten Mercon: Salam semua--ikut nyimak. 

Marwah Ali: Hemm.... 

Marwah Ali: Kk Penganten Mercon , Group Dialog Ilmiah Sunni Syi’ah boleh terus tuh hehehe. 

Penganten Mercon: hehehe,,boleh terus gimana maksudnya. 

Marwah Ali: Selama berdasarkan Ilmiah , jangan sampe “kita lantas mebenamkan diri dengan perkataan yang dapat menimbulkan fitnah dan permusuhan dari kalangan aswaja, karena kita menggunakan kata-kata yang menistakan simbol-simbol yang mereka mulyakan.” 

Penganten Mercon: Alhamdulillah, kawan-kwan semua yang ada di sana dalam menyampaikan sesuatu selalu berdasarkan ilmiyah. 

Marwah Ali: Terutama pada pinter bahasa bersayap yang bisa terbang kemana-mana qiqiqiii. 

Penganten Mercon: hehehe,,kebanyakan ikhwan syiah itu jarang bolos dalam pelajaran bahasa Indonesia, jadi ada aja bahan untuk mengembangkan sayap. 

Rizki Wulandari: Damailah Indonesiaku dengan semua perbedaan yang ada. 

Abdurrahman Shahab: Afuan Marwah Ali, ana fikir antum sudah sangat faham dengan maksud kalimat di atas.... karena kita sering terpancing dalam perdebatan, demi untuk mengungkapkan keyakinan, terkadang kita ikut menggunakan KATA-KATA CACIAN DAN PENGHINAAN terhadap SIMBOL YANG DIMULIAKAN OLEH ikhwan Sunni dan ini adalah salah satu trik yang selalu digunakan oleh para nashibi, agar kita terpancing dalam mengeluarkan kata-kata yang tidak menunjukkan akhlaq pengikut AB, dan karena kesalahan yang sering kita lakukan dalam debat- debat, yang lebih banyak membawa mudhorot dibandingkan manfaat itulah, maka timbul kebencian yang mendalam oleh sebahagian ikhwan Sunni terhadap syiah... sehingga banyak kelompok awam Sunni yang ikut terbawa emosi yang menyebabkan kebencian dan permusuhan terhadap pengikut dan ajaran syiah, sudah banyak korban yang tidak berdosa dari kalangan kita yang harus menanggung resiko atas apa yang telah kita tanamkan karena “permusuhan” yang kita anggap sebagai “dialog dan kajian ilmiah” menurut ana, dialog dan kajian ilmiah itu harus dilakukan pada tempat dan oleh orang yang tepat... Afuan... 

Sinar Agama: Salam dan terimakasih atas semua komentarnya yang ada di atas syariat. 

Sinar Agama: Abu: Antum ini ada dua kemungkinan: Taqlid atau mujtahid. Kalau taqlid, maka taqlid ke siapa dan mana fatwa pembolehan pencelaan itu. Kalau mujtahid, maka dari mana antum dapatkan ijin ijtihad tersebut. 

Kemudian, kalaulah antum mujtahid, maka antum juga harus taat pada paling a’lamnya mujtahid dalam urusan-urusan kebersamaan atau sosial-politik. Dan hal seperti ini, yakni wajib ikut yang a’lam itu, merupakan fatwa dari semua marja’ dalam hal-hal apa saja, baik dalam urusan taqlid atau seperti dalam perkara yang kita bahas ini dan semacamnya.



اللَّهُمَّ صَلِّ عَلَى مُحَمَّدٍ وآلِ مُحَمَّدٍ وعَجِّلْ فَرَجَهُمْ

Persaudaraan Yang Dituntut Agama




Seri tanya jawab Siti Munawaroh dengan Sinar Agama
by Sinar Agama (Notes) on Tuesday, April 2, 2013 at 7:56 am


Siti Munawaroh mengirim ke Sinar Agama: 17 Februari 2013 melalui BlackBerry Smartphones App 

Salam, hanya usulan saja ustadz, karena banyaknya saudara-saudara yang butuh bimbingan, apa tidak sebaiknya yang komentar-komentar tidak bermanfaat dan suka mengacau, antum delete saja. Karena banyak anggota baru yang daftar biar lebih efektif diskusi dan mimbar antum, kadang karena penasaran jadi membaca juga malah menghabiskan waktu. Maaf kalau kami kurang sabar seperti antum. 


Orlando Banderas: Kalau saya gak setuju di delete, karena justru pertanyaan sepele sekalipun dan kelihatan nyeleneh justru juga ditanyakan orang yang lama sekalipun di syiah cuma gengsi menanyakan dan sangat bermanfaat bagi yang baru di syiah. Afwan. 

Sang Pencinta: SM: Benar yang dikatakan mas OB. Di sisi lain teman-teman Wahabi berpotensi untuk mengambil pelajaran dan bertanya (walau dengan caci maki) pada ustadz tentang apa yang tidak diketahuinya/dilecehkan. Yang saya lihat beberapa teman Wahabi ekstrem sudah tobat. 

Irsavone Sabit: itulah yang dikatakan Ustadz Sinar Agama, bahwa agama ini sudah sangat sempurna dan mengatur segala hal termasuk diskusi dengan wahabi ekstrim sampai pada orang kafir, dari orang pintar sampai orang yang paling dungu sekalipun, tetapi masih banyak juga di kalangan orang syiah yang cerdas tidak mau terlibat dalam diskusi maupun dialog bahkan terkesan membiarkan fitnah yang merajalela dari kalangan orang yang tidak tahu dan faham benar tentang syiah, paling tidak untuk orang yang awam dapat mengambil pelajaran dari dialog tersebut, contohnya saya..he he he. 

Sinar Agama: Salam dan terima kasih usulannya. Seperti yang dikatakan oleh saudara- saudara lainnya, bukan hanya aku tidak ingin mendelete, tapi bahkan takut padaNya kalau mau mendeletenya. Kecuali yang keterlaluan dan sangat mengejek terus tanpa mau diskusi, seperti yang menamakan diri Cabul itu. Sebenarnya, kalau dia tidak mengulang-ulang yang dia tanyakan dan tidak selalu mengejek, misalnya dia debat dengan kita walau misalnya dengan sedikit keras hati dan kata-kata yang kurang enak sekalipun, maka sangat mungkin saya tidak mendeletenya. Tapi karena sebaliknya, maka setelah mungkin setahun baru saja aku mendeletenya. 

Semua itu bukan karena aku sabar. Aku juga kadang sampai sakit hati dan kepala. Tapi aku yang hina ini, sangat takut pada Allah untuk tidak membantu sesama saudara yang nakal sekalipun. Ketahuilah, akhirat itu sangat berat dan bukan main-main. Belum tentu yang kita kira kebaikan yang kita miliki ini benar-benar kebaikan. Untuk diterimanya sebuah kebaikan, sangat memerlukan syarat yang sangat ketat, seperti harus dengan ilmu, harus dengan ikhlash yang luar biasa yang satu atompun tidak ada unsur riya’nya. Sementara kalau dosa, maka tidak perlu syarat-syarat tersebut. 

Jadi, itulah yang membuatku lebih baik memilih diejek dari pada tidak membantu atau lebih baik memilih diejek dari pada tidak menyampaikan yang kuyakini benar secara profesional. Ketika alfakir/aku membahas mega merah, sungguh terasa sesak dadaku, karena aku tidak ingin berbeda dengan siapapun dan aku tidak ingin ibadah siapapun punya masalah. Tapi kalau tidak kusampaikan (walau tidak diambil) maka tidak ada perbandingan di masyarakat hingga bisa mencabut mawas diri dan kehati-hatian dimana kalau nanti di hadapan Tuhan punya masalah, akhirnya yang tahu juga yang akan disalahkan. Karena itulah maka dengan hati tak suka dan tak enak hati, tetap saja kusampaikan. Tentu saja, jalan kita tidak boleh memaksa siapapun. Tugas kita hanya diskusi terbuka dan dengan kalimat-kalimat santun serta dalil yang gamblang alias mudah dipahami. 

Jadi, yang mengejek-ejek itu bukan hanya wahabi, tapi yang ala wahabi juga seperti itu sekalipun mungkin secara lahiriah sudah Syi’ah. 


Kalau kita mengaplikasikan yang namanya persaudaraan saja, maka dunia ini akan jadi indah karena yang pahitnyapun akan menjadi manis di hadapanNya. Berbeda boleh saja, tapi kemesraan harus tetap terjaga. Begitu pula saling doa dan memintakan ampunan padaNya di siang atau malam hari, dalam ramai atau dalam sepi. 

Kalau cinta hanya pada orang yang sama dengan diri kita, maka ia bukan cinta orang lain/ mukminin, tapi cinta diri sendiri. Kalau cinta hanya pada orang yang sama dengan kita, maka ia bukan cinta yang diwajibkan agama. Kalau cinta hanya pada orang yang sama dengan kita, maka ia bagian dunia yang fana dan bukan bagian akhirat yang baqaa’. 

Terakhir, hati ini terlalu sakit dengan batasan 5000 pertemanan ini. Sungguh hati ini dan dekapan hinaku ini, ingin sekali menyapa dan menjalin cinta dengan semua, tak perduli dari suku bangsa apa, apalagi hanya dari yayasan mana, tak perduli ia sama denganku atau jauh berbeda nun jauh di sana. 

Ya Allah, hanya Engkau yang tahu jujur atau dustaku, kalau aku jujur, maka berikan rahmat cintaMu padaku dan pada teman-temanku semua dan, kalau aku dusta, maka hal itu hanya dari kebodohanku belaka dan, karena itu maka ampunilah aku dan teman-temanku semua, amin. 

Wassalam.


اللَّهُمَّ صَلِّ عَلَى مُحَمَّدٍ وآلِ مُحَمَّدٍ وعَجِّلْ فَرَجَهُمْ

Sabtu, 15 Desember 2018

Antara Harta dan Nyawa Bagi Liberalisme Dunia



Seri status Sinar Agama
by Sinar Agama (Notes) on Saturday, March 23, 2013 at 12:23 am



Sinar Agama

PENGUSAHA LIBERAL SERING MENJUAL NYAWA MANUSIA 


Di Amerika, puluhan ribu mati saling tembak sendiri atau ratusan kali terjadi penembakan brutal yang menelan korban anak-anak dan rakyatnya. Tapi semua itu, tidak mencegah para pengusaha senjata di sana untuk menghentikan usahanya menjual senjata walaupun sudah 270.000.000 senjata ada di tangan rakyatnya. Belakangan ini, karena terjadi penembakan lagi di sekolah- sekolah TK, maka pemerintah bukan malah menutup bebas jual senjata di sana, akan tetapi malah membuat undang-undang yang membolehkan para guru membawa senjata ke sekolah. Yah jadilah usaha pabrik senjata semakin makmur dengan semua itu. Karena itulah, maka negara syam itu sebenarnya memang berada di tangan para pengusaha. 

Di dunia juga begitu. Kapan ada bisnis seperti senjata atau minyak atau uranium (seperti di Afghanistan), nah, mulailah ulah-ulah dibuat. Terorislah, peledakan lah, perang dengan teroris al Qaidah lah...dan seterusnya. Semua itu, hanya untuk jualan senjata, minyak, uranium dan lain-lain-nya. Tak perduli negaranya bangkrut dan punya hutang lebih dari 16 triliun dollar, asal pengusahanya tetap jalan. 

Jadi, pabrik senjata buat senjata, dan para pemasarnya adalah para teroris yang dididik dan dibiayai mereka sendiri seperti Usamah bin Laden yang dididik khusus di CIA. Yang dibodohin, tentu saja para anak buahnya yang diberi titel pejuang yang segera akan dimasukin surga dengan meledakkan dirinya di tengah-tengah masyarakat umum karena masyarakat itu ahli bid’ah dan musyrik. 

Persis seperti intel Inggris yang membodohi segolongan umat Arab melalui pengusaha Yahudi Aalu Saud dengan menggunakan pandangannya Muhammad bin Abdulwahhab yang membid’ahkan, mensyirikkan semua muslimin hingga berhasil menjajah Jazirah Arab yang bernama Hijaz dan merubah negara itu menjadi Saudi Arabiah. Ribuan sunni digorokin di Makkah dan Madinah, sebelum menguasainya sampai sekarang ini. 

Dimana saja ada bisnis, di situ pula nyawa-nyawa dilayangkan. Perancis yang getol ikut membantu teroris (baca: membantu secara diplomatik, dan berbisnis secara persenjataan karena uangnya dari raja-raja Arab yang membuat bid’ah kerajaan sampai sekarang ini) di Suriah yang di dalamnya ada al Qaidah, tapi di Afrika, tepatnya di negara Mali, Perancis membantu pemerintah berperang melawan al Qaidah. 

Jadi, petinggi teroris dan para pengusaha itu, sama-sama mendapat harta dari semua itu, lalu anak buahnya, yang beragama Islam atau lainnya (militan muslim dan kristen) mendapatkan imingan surga dan pengantinan dengan bidadari dan yang berseragam resmi tentara (seperti tentara-tentara Amerika atau Nato), mendapatkan pangkat dan/atau tembakan ke udara dikala mati. 

Bagi para pengusaha itu, tidak penting nyawa negara lain yang melayang, atau nyawa rakyat sendiri, muslim atau bukan muslim. Yang penting bisa menjual senjata dan tidak karatan di gudangnya. Karena kalau tidak ada perang, maka tidak ada orang yang beli senjata dan, karenanya senjata-senjata yang di gudang bisa karatan dan akan terus mengeluarkan biaya perawatan yang sangat besar. 

Yang lebih parah dari itu, kaum muslimin sendiri tidak mau sadar. Yang satu cukup dengan imingan surga dan pengantinan dengan bidadari melalui ayat-ayat yang ditafsirkan secara sangat kering dan dangkal serta, yang lainnya dibuat liberal (dengan berbagai beasiswa belajar di Islam di tempat mereka/barat) hingga tidak dapat mengerti esensi Islam selain yang mereka definisikan. Akhirnya, para pengusaha itu tetap hidup sampai sekarang, karena masih banyak nyawa yang suka rela diserahkan demi kesinambungan hidup mereka. 

Semoga suatu saat yang tidak terlalu jauh, muslimin akan menyadari hal ini hingga tidak mau lagi diadu domba para pengusaha liberal yang anti agama itu, amin. 

Paidi Bergitar, Enday Bendy Irawan, Angga Corleone dan 55 lainnya menyukai ini. 

Mohas Chien: Yah gak apa-apa, daripada di Syria orang-orang syiah membantai habis kaum muslim di sana, yang bukan syiah di bantai habis. Itu baru kejam. 

Adi Nuwas: Ilahi aamiin. 

Syahrurizal: Mc otaknya tidak waras ya! 

Wirat Djoko: Umat yang paling mudah di diadu domba dan dibodohi mungkin umat islam, hanya karena beda madzhab saja sudah sukarela jadi pembunuh saudaranya. 

Agung Kusuma Wijaya · 17 teman yang sama: Hehe MC MC. Terserah sampean wes mas (Terserah Anda lah mas.) 

Sudi Harto: Buka mata dulu Mas MC, teus sinau (belajar dulu) baru komen. he he he. 

Yusuf Muhamad · Friends with Alam Syah and 3 lainnya: Aduh MC, ente dapat pasal itu dari mana? Ngawur saja. 

Syuber Marantika: MC ‘belum bangun’ yuk bangunin. 

Reza Assad · Friends with Karina Dracaena and 2 lainnya: Tanda-tanda hancurnya Amerika sudah dekat skali. MC, maa imamukaa? 

Mohas Chien: Buka hatimu, bukalah sedikit untukku. Wkwkwkwk 

Dharma N TP: Untuk meletigimasi perbuatan zionis (israhell, us, uk, etc) di Syria, bersama sekutu zionist negara-negara Arab (Saudi, Qatar, etc) mereka semua membuat berita bahwa Syiah lah penyebabnya, padahal ya zionis-zionis juga sumber kebiadaban tersebut agar dimata dunia internasional negara-negara zionis dan sekutu Arab ada legalitas menginvasi Syria dan membantai yang tidak pro pemberontak atau apalah alasan yang bisa zionis buat, dengan demikian geopolitik zionis menjadi solid di tanah Arab. Ada 2 informasi besar yang kontradiktive(kontradiktif), Mohas Chien termasuk yang informasinya didapat dari sumber zionist dan sekutunya, maklumlah, Wahabi. 

Mohas Chien: Aku hanya bisa tertawa hahahahahahahahahhahahaha 

Dharma N TP: Saya juga dong bisa hahahahaha ! Wassalam.



اللَّهُمَّ صَلِّ عَلَى مُحَمَّدٍ وآلِ مُحَمَّدٍ وعَجِّلْ فَرَجَهُمْ

Jumat, 07 Desember 2018

Menangis dan Memaktami Orang Mati Serta Fitnah Terhadap Syi’ah, Bag: 2



Seri status Sinar Agama
by Sinar Agama (Notes) on Saturday, February 2, 2013 at 11:43 am



Muhammad Gofur Zfzf: Saya tidak menentang keterangan anda,, sebab anda punya alasan yang cukup tepat. Tapi kalau rasul membolehkan memukuli dada (wanita)... Saya merasa hadis di atas lemah..

Sinar Agama: Muhammad: Kesedihan itu bisa dilampiaskan dengan apa saja, menangis, memukul dada, memukul kepala, terjun ke api, bunuh diri, minum racun, tidak makan, menjerit dan seterus- nya.

Islam datang memberikan pencerahan kepada umat manusia sehingga membolehkan yang memang boleh dan melarang yang memang terlarang menurut ilmu Allah.

Kalau memukul dada itu tanda tidak ridha, maka sedih saja sudah tidak ridha. Jadi, kalau ada keluarga yang meninggal, maka tertawa-tawa saja, karena kalau sedih saja sudah tanda tidak ridha. Ini kan raksyih.... 


Karena itu Islam tidak melarang bersedih walau menangis sampai buta seperti nabi Ya’quub as (QS: 12: 84): 


“Dan ia -Ya’quub as- berkata: ‘Duhai dukaku atas Yusuf -as.’ Dan kedua matanyapun menjadi putih (buta) karena kesedihannya. Karena itu ia selalu dalam keadaan berduka.” 

Emangnya seenaknya bilang hadits palsu, lemah dan semacamnya tanpa menyelidiki hal-hal perlu di dalam keilmuan. Hanya karena tidak cocok, maka dikatakan lemah. Enak banget, emangnya tidak takut kepadaNya dan Nabi saww di hari perhitungan besok??? 

Nah, dengan semua penjelasan yang berulang-ulang ini, dapat disimpulkan bahwa menangis, memukul dada dan muka/kepala, tidak dilarang oleh Allah. 

Tentu saja, kalau niatnya adalah kesedihan, bukan protes dan ketidakrelaan. Karena semua amal itu tergantung niatnya. Jadi, sekalipun hanya diam saja, atau bahkan tertawa, tapi kalau hatinya tidak rela kepada hukum Tuhan, maka terhitung protes dan, yang demikian ini adalah haram hukumnya. 

Tapi kalau hanya sedih, walau dengan menangis sampai buta, memukul dada dan kepala, maka hal itu tidak dilarang dalam Islam. Begitu pula kalau protesnya itu kepada yang zhalim, seperti pembunuh, bukan kepada Tuhan, maka hal ini jelas juga tidak masalah dan bahkan diharuskan dalam Islam. Karena itu Nabi saww bersabda bahwa kalau ada orang yang membunuh orang lain dengan batil di ujung dunia, dan di ujung dunia yang lainnya mendengar hal itu dan rela, maka ia akan mendapatkan dosanya. 

Duka dan kesedihan syi’ah terhadap imam Husain as itu (dan kepada seluruh makshumin as di hari-hari wafat atau kesyahidan mereka dimana jelas termasuk Nabi saww) terdapat tangisan, pemukulan dada dan kepala, demi kesedihan dan, terdapat protes terhadap semua pembunuhnya dan yang terlibat, demi membela kebenaran dan memprotes kebatilan. 

Bukan untuk memprotes hukum Tuhan bahwa kulit dan leher kita ini lemah dimana kalau teriris pedang tajam menjadi luka dan bahkan terpotong, bukan protes bahwa Allah telah mewajibkan kita jihad membela agama, bukan protes mengapa Tuhan tidak melenyapkan pada zhalim dengan KuasaNya.....dan seterusnya. Karena itu, duka syi’ah itu bukan hanya boleh, tapi merupakan kemestian dilihat dari kacamata agama dan kemanusiaan serta akal- sehat. 

Syam Lorenza: Jadi tolonglah selain untuk cucu Nabi yaitu Husain Rodhiallohu ‘anhu, antum juga harus merasa bersedih atas wafatnya saudara-saudara beliau, yang juga anak-anak dari Ali Rodhiallohu ‘anhu, yt. Abu Bakar bin Ali bin Abi Tholib, Umar bin Ali bin Abi Tholib, juga Utsman bin Ali bin Abi Tholib. Kok nama-nama mereka ga disebut-disebut juga ya? 

Muhammad Gofur Zfzf: Hadis bukan Al-quran. Berarti setiap orang boleh menilai hadis, jika bertentangan dengan alquran dong. Abu hurairah menjelaskan “bahwa mereka telah membakar semua yang mereka tulis tentang hadis-hadis nabi saw. 

Berarti ada peluang tidak semua hadis yang di sahkan sebagian ahli hadis shahih adalah SHAHIH. Syiah benar dalam kesedihannya atas wafat Al-Husein ,, 

Saya juga sedih koq. Tapi jika syiah muslim yang bijak, koq mereka meng-kafirkan ke khalifahan Abu bakar, Umar, Utsman bin Affan...?? 

Midy Noval: Midy: kamu ini seperti berteriak begini. Ayuhaaaanas (hai manusia) aku dan madzhabku adalah kebenaran haqiqi jalan lurus yang tidak salah sedikitpun walau aku, guruku imamku khalifahku dan seterusnya bukan orang yang makshum..... 

Sinar agama, bukankah syiah yang merasa benar sendiri lainya sesat. Syiah mengatakan: Sesungguhnya ummat semuanya kafir karena telah berbaiat kepada sayyidina Abu Bakar sesudah wafatnya nabi. Dan syiah mengkafirkan semua shahabat nabi kecuali 5 : Ali, Miqdad, Ammar bin Yasir, Salman Alfarisi, Abu Dzar, jadi syiah mengkafirkan sayyidina Abu Bakar Umar Utsman dan shahabat lainya kecuali 5 yang di sebut tadi, syiah juga menuduh sayyidina Abu Bakar merampas kepemimpinannya sayyidina Ali, syiah juga men fitnah sayyidina Umar berbuat keji terhadap sayyidati Fatimah yaitu menginjak injak sayyidati Fatimah sehingga kandungannya gugur, juga syiah mengatakan imam Bukhari dusta, imam Muslim sesat, imam Hambali dusta, imam Abu Hanifah bodoh. 

Sinar agama saya pertegaskan tidak ada yang makshum di dunia ini kecuali nabi. Adapun para shahabat nabi itu mahfudz patut bersalah dan melakukan dosa, tapi beda dengan kita semua, kalau orang yang mahfudz melakukan dosa itu langsung bertobat. Kalau kita semua bukan makshum atau mahfudz. Bukti kita bukan orang mahfudz terkadang bangga terhadap maksiat contoh kecil, sinar agama mengoceng cewek cantik dan masih bisa menyebarkan maksiatnya bahwa tadi saya mengonceng cewek cantik itu cuma contoh loo. 

Itulah perbedaanya makshum dan mahfuzd dan juga orang yang bukan mahfudz dan makshum, jika kaliaan wahai syiah masih berkeyakinan bahwa ada orang yang makshum selain nabi itu tahayyul. Jadi kalian wahai syiah berkeyakinan tahayyul. 

Sinar agama, kalau kamu komen jangan yang fanatik buta itu bukan kami tapi kaliaanlah wahai para syiaah sesat lucu lagi. 

Syiah menuduh dan memfitnah sayyidina Umar suka melakukan homo sexsual dikarnakan mem- punyai penyakit yang tidak bisa sembuh kecuali dengan air maninya laki laki. Demi Allah itu fitnah. Bukankah kalialan lah wahai para syiah yang suka melakukan sex lewat jalan dhubur.... karena itu di bolehkan di dalam kitabnya kalian wahai syiah. 

“pendapat yang kuat dan terkenal adalah diperbolehkan menyetubuhi istrinya lewat jalan bela- kang walaupun hal itu sangat di benci. 

( Tahrirul wa silah hal 241 masalah ke 11) 

Muhammad Gofur Zfzf: Menyetubuhi istri dari mana pun arahnya. Adalah halal. Itu lah islam. Abu bakar, Umar Usman.. Adalah amirul mukminin. Dan tidak ada fitnah yang pantas untuk mereka. Dan Tuhan sunni & syiah adalah Allah. Nabinya nabi saw. Ok..!? 

Okti Ningrum: 19 teman yang sama: Midy: ente kalo ngomong gak pake ilmu. jawaban Sinar Agama tentang anal sex :kitab Wasaailu al-Syi’ah ini: 


Dari imam Baqir as dari Rasulullah saww: “Mengumpuli wanita di duburnya adalah haram untuk umatku.” 

Midy Noval: Okti: tolong jangan salahkan saya salahkan kitab kalian tuh tahrirul wasilah. Kok bisa jadi bisa bertentangan ya????? 

Midy Noval: Gofor. Tapi ada salah satu dari golongan syiah yang mengatakan bahwa risalah atau wahyu itu seharusnya kepada sayyidina Ali akibat malaikat Jibril salah menyampaikanya di sampaikan kepada nabi Mohammad yang seharusnya disampaikan kepada sayyidina Ali. Bahkan ada yang mengatakan Ali itu Tuhan. Tapi sayangnya sinar agama gak mau mengakuinya mereka bertaqiyah alias memakai caranya orang munafik. 

Muhammad Gofur Zfzf: Tuhan adalah Al-khaliq,, yang kekal (abadi). Sedang Ali adalah fana’(binasa). Ali bukan Rabb. Dan muhammad Adalah rasul. Liihat q.s al-bayyinah. Dan jibril tidak memiliki nafsu,, jadi mustahil jibril salah. sebenarnya syiah bukan musuh sunni. Tapi musuh adalah provokator, yang membuat sunni dan syiah terpisah seperti langit-bumi..! 

Tapi kalau sekarang ini,, syiah memang telah sesat, kita tidak dapat memungkiri itu.. 

Midy Noval: Bisakah kita sunni dan syiah bersatu... 

Sunni memulyakan alhlubait, dan shahabat nabi sedangkan syiah melaknat shahabat nabi bisaaaakah kita bersatuu? Kalau perbedaan furuiyah seperti ada yang membolehkan tahlil ada juga gak mau tahlilan saya rasa kalau perbedaan itu biasa biasa saja. Klo ama syiah saya rasa gak bisa damai sampai kapanpun coba berfikirlah dengan akal sehat kaliaan. 

Muhammad Gofur Zfzf: Nabi saw yang memilih Abu bakar sebagai calon khalifah. Dan Abu Bakar tidak merampasnya dari Ali.. 

Sinar Agama: Syam L: Nabi saww bersabda di hadits Shahih Muslim, bahwa beliau saww telah menitip dua perkara yang berat, Qur'an dan Ahlulbaitnya as. Karena itulah maka kami-kami orang syi’ah memperingati mereka karena mereka titipan Allah melalui Nabi saww. Bahkan di shahih Muslim sampai diulang tiga kali ucapan beliau saww ketika sampai pada ahlubalit as. Lihat di shahih Muslim hadits ke: 4425 dan 6378: 


“Kutinggalkan untuk kalian dua perkara yang berat: Kitabullah yang di dalamnya terdapat petunjuk, maka ambillah dan peganglah erat-erat kitabullah dan anjurkanlah kepada kitabullah dan rangsanglah kepadanya. Kemudian Ahlulbaitku. Kuingatkan kalian kepada Allah tentang Ahlulbaitku, kuingatkan kalian kepada Allah tentang Ahlulbaitku, kuingatkan kalian kepada Allah tentang Ahlulbaitku.” 

Bayangin Nabi saww sampai tiga kali mengingatkan kita dengan kesaksian Allah kepada Ahlulbait- nya. Tentu saja kerena mereka makshum dan panutan setelah beliau as untuk umat ini. Kalau Nabi saww menitipkan anak-anak Abu Bakar, Umar dan lain-lainnya, maka sudah pasti kita akan jadikan ikutan dan akan kita peringati. 

Sinar Agama: Muhammad: Kalau orang dibolehkan asal bicara saja, yah...sudah tentu boleh saja setiap orang menilai hadits, baik orang tersebut belajar ilmu hadits, tahu Qur'an ..dan seterusnya... atau tidak. Tapi kalau tidak bisa seperti itu, hingga karenanya didirikan sekolah-sekolah agama sejak di jaman Nabi saww (QS: 9: 112): 



“Janganlah mukminin pergi ke medan tempur semuanya. Hendaknya ada satu orang dari setiap suku untuk tetap tinggal dan mempelajari agama dan memperingati/mengajarkan kepada kaumnya kalau sudah kembali kepada kaumnya hingga mereka terperingati.” 

Shahabat saja yang sudah bersama Nabi saww, masih perlu ada pengkhususan untuk fokus dan mempelajari agama. Padahal ketika berperang juga sering bersama Nabi saww dan kalau Nabi saww tidak ikut, tidak lama mereka kembali lagi kepada Nabi saww. Tapi pemfokusan ini tetap diharuskan dan diwajibkan. 

Kalau semua orang boleh menilai hadits, maka sama dengan mengatakan percuma Tuhan menurunkan ayatNya ini, percuma shahabat ada yang menjadi guru kepada shahabat lainnya, percuma ada guru-guru dan ulama-ulama sepanjang sejarah, pecuma adanya sekolah-sekolah, percuma adanya kampus-kampus dan pesantren-pesantren, percuma adanya universitas seperti al-Azhar dan seterusnya. Tidak ada pernyataan lebih tidak berdasar dari pada pernyataan tersebut. Persis seperti mengatakan bahwa setiap orang boleh berpendapat tentang kesehatan, dan karenanya percuma adanya universitas-universitas kedokteran. 

Kalau semua tahu Qur'an, apalagi hanya dengan terjemahannya, maka percuma semua ayat belajar itu diturunkan dan sekolah-sekolah itu diadakan. Karena tidak beda ketidak berdasarannya kalau ada orang mengatakan bahwa setiap orang bisa berpendapat tentang hadits karena kalau hadits itu bertentangan dengan Qur'an maka harus ditolak. Lah....emangnya kamu sudah mempelajari Qur'an berapa tahun hingga bisa menjadikannya timbangan untuk hadits?? Sudah hafal berapa ayat hingga satu menit saja sudah tahu bahwa hadits itu dan ini bertentangan dengan Qur'an atau tidak? 

Tuhan dan Nabi saww itu memang satu. Dan tidak ada syi’ah yang mengatakan bahwa selain Allah itu adalah Tuhan, terutama para imam makshum as. Malaikat itu tidak mungkin bisa keliru. Kalau malaikat Jibril as itu bisa keliru, maka apalagi manusia? Orang syi’ah itu mengikuti para imam makshum as justru karena Rasulullah saww, dan Rasulullah saww dari Jibril as dan Jibril as dari Allah. Kok malah dibolak balik? 

Sunni dan syi’ah harus bersatu, tapi persatuan itu justru dalam keberbedaan. Artinya, tidak harus sama dalam semua halnya. Misalnya, imamnya tidak sama. Pengertian Tuhannya juga berbeda sekalipun sama-sama Allah. Karena sunni meyakini bahwa mereka akan melihat Allah dengan mata di surga, bahkan di shahih Bukhari dikatakan bahwa karena orang-orang surga tidak percaya bahwa Allah itu adalah Allah (ketika mengaku kepada mereka), maka Allah membuktikan keAllaah-anNya dengan menunjukkan betisnya (shahih Bukhari, hadits ke: 7439, 6886 dan 7001; shahih Muslim, hadits ke: 302). 

Tapi kalau di syi’ah, melihat Tuhan dengan mata itu hal yang tidak mungkin, baik di dunia atau di akhirat. Karena akan terbatas seperti dengan depan, padahal Tuhan itu Maha Tidak Terbatas. Nabi saww juga begitu, sama-sama nabi Muhammad saww, tapi kalau di syi’ah, makshum mutlak, tapi kalau di sunni sering melakukan kesalahan, seperti mengharamkan yang dihalalkan Tuhan, menyolati orang munafik, menyunggul ‘Aisyah di depan umum untuk melihat orang berjoget, kencing berdiri di tempat umum (shahih Bukhari, hadits ke: 224, 226 dan 2471; shahih Muslim, hadits ke: 402 dan 647) dan seterusnya. 

Banyak persamaan, tapi ada perbedaan dan, yang seperti inilah yang bisa dikatakan harus bersatu. Tapi kalau tidak ada perbedaannya, maka tidak layak untuk dikatakan bersatu, karena memang satu. 

Karena itulah, kalaulah ada perbedaan, maka harus tetap bersatu. Yaitu dengan tidak saling paksa dan tetap saling tolong menolong terlebih dalam keterjajahan oleh kafirin dan Israel. Persatuan, bukan berarti tidak saling menyalahkan. Karena yang berbeda, tidak mungkin tidak saling menyalahkan. Persatuan itu hanya tidak selaras dengan pemaksaan dan pembatasan hak-hak hidup manusia sebagaimana layaknya. 

Tentang kafir itu, tidak semua shahabat tentunya. Dan kafir itu, di syi’ah, tidak terbatas pada Tuhan dan Nabi saww saja. Di sunni juga ada kafir nikmat seperti di syi’ah juga ada. Nah, di syi’ah kafir imamah juga ada dan, kafir imamah ini tetap muslim dan mukmin. Kafir imamah, adalah yang tahu dengan yakin tentang kebenarannya tapi tetap saja tidak mengikutinya. Nah, orang- orang seperti inilah yang dikatakan kafir imamah itu, bukan yang tidak tahu atau yang belum yakin. Jadi, urusan shahabat Nabi saww itu, sekalipun sudah diwajibkan berbaiat oleh Nabi saww di hari Ghadir di haji wada’, tapi tetap saja kita serahkan kepada Allah. Karena setelah Nabi saww wafat, tersebar fitnah yang mengatakan ini dan itu, hingga mungkin saja ada yang ragu terhadap imamah para makshum as ini. Jadi, kita serahkan urusan mereka kepada Allah di akhirat kelak. 

Oh iya, kamu katakan bahwa Nabi saww sudah menyiapkan Abu Bakar untuk jadi khalifah. Ketahuilah, bahwa disiapkan seperti apapun, tidak akan pernah bisa jadi khalifah/imam, karena ia pernah kafir dan karenanya tidak makshum. Sementara imam itu harus makshum. Allah dalam QS: 2: 124, berfirman: 


Dan ketika Ibrahim diuji Tuhannya dengan berbagai ujian dan ia menyelesaikannya (dengan lulus) Allah berfirman: “Sekarang engkau Kujadikan imam.” Ibrahim berkata: “Dan dari keturunanku juga?”. (Allah) berfirman: “JanjiKu tidak akan mengenai orang-orang yang aniaya.” 

Nah, siapapun yang bukan dari keturunan nabi Ibrahim as dan kalaulah keturunannya tapi tidak makshum, maka tidak akan pernah bisa menjadi khalifah Nabi saww. Karena khalifah Nabi saww ini wajib ditaati secara mutlak sejak jaman Nabi saww. QS: 4: 59: 


"Wahai orang yang beriman, taatilah Allah, dan taatilah Rasul dan pemimpin di antara kalian.” 

Ketaatan kepada Nabi saww dan imam itu harus mutlak seperti taat pada Allah karena yang di- dan-kan di sini adalah ketaatan kepada Allah yang mutlak yang tidak pilih-pilih. Karena itu, semua perintahNya dan perintah Nabi saww dan imam itupun, mutlak kebenarannya. Karena itu wajib ditaati secara mutlak tanpa pilih-pilih yang benar atau yang salah, karena memang tidak ada yang salah. Saya sudah sering menulis tentang ini sebelumnya, silahkan merujuk ke sana. 

Begitu pula, kalau tidak ada orang makshum setelah Nabi saww, terus bagaimana jalan lurus yang tidak salah sediktipun (wa laa al-dhaalliin) itu bisa dipertahankan, terlebih seperti kalian yang mengaku-aku benar seratus persen. Kan tidak logis???!!! 

Sinar Agama: Midy: Saya sudah sering menulis tentang kafir ini, kunukil lagi di sini: 

Tentang kafir itu, tidak semua shahabat tentunya. Dan kafir itu, di syi’ah, tidak terbatas pada Tuhan dan Nabi saww saja. Di sunni juga ada kafir nikmat seperti di syi’ah juga ada. Nah, di syi’ah kafir imamah juga ada dan, kafir imamah ini tetap muslim dan mukmin. Kafir imamah, adalah yang tahu dengan yakin tentang kebenarannya tapi tetap saja tidak mengikutinya. Nah, orang- orang seperti inilah yang dikatakan kafir imamah itu, bukan yang tidak tahu atau yang belum yakin. Jadi, urusan shahabat Nabi saww itu, sekalipun sudah diwajibkan berbaiat oleh Nabi saww di hari Ghadir di haji wada’, tapi tetap saja kita serahkan kepada Allah. Karena setelah Nabi saww wafat, tersebar fitnah yang mengatakan ini dan itu, hingga mungkin saja ada yang ragu terhadap imamah para makshum as ini. Jadi, kita serahkan urusan mereka kepada Allah di akhirat kelak. 

Tentang penyerangan itu, saya kasihan banget sama kamu. Karena Abu Bakar sendiri mengakui dan menangis sebelum meninggalnya dan mengharap duhai seandainya tidak pernah menyerang rumah Faathimah as dan mendobrak pintunya. Abu Bakar yang dalam keadaan sedih berkata: 


“Duhai seandainya aku tidak pernah mendobrak rumah Faathimah atas dasar apapun, sekalipun karena menguncinya untuk berperang.” (Lihat di Taariikh Thabari, 4/2; Miizaanu al-I’tidaal, 2/215; al-Imaamah wa al-Siyaasah, 18). 

Sebelum penyerangan dan pembakaran itu, di sunni juga diriwayatkan bahwa Abu Bakar mengutus Umar dan Umarpun dengan yakin akan membakar rumah siti Faathimah as, sekalipun sudah diingatkan oleh orang-orang yang ada di sekitarnya. Lihat di: Kanzu al-’Ummaal, 3/139; al- Imaamah wa al-Siyaasah, 12. 

Karena itu Nabi saww mengatakan kepada imam Ali as bahwa beliau as akan menjumpai penderitaan setelah wafatnya Nabi saww: 



Lihat di Mustadrak Haakim, 3/140. 

Kalau tentang makshum itu, maka kamu jangan katakan ke aku kalau tidak ada makshum di dunia ini selain Nabi saww. Tapi katakan kepada Allah yang berfirman dalam QS: 33: 33: 


“Sesungguhnya Allah hanya ingin membersihkan kalian (para lelaki) dari semua kekotoran wahai Ahlulbait dan membersihkan kalian sebersih bersihnya.” 

Ayat ini jelas turun untuk Ahlulbait as, yaitu imam Ali as, imam Hasan as, imam Husain as dan hdh Faathimah as, sesuai dengan banyak sekali hadits-hadits sunni sekalipun, seperti kesaksian ‘Aisyah di shahih Muslim, 2/368; Syawaahidu al-Tanziil, 2/33 (9 hadits); Mustadrak Hakim, 3/147; Tafsiir al-Durru al-Mantsuur, 5/198-199; Fathu al-Qadiir, 4/279; Dzakhaairu al-’Uqbaa Thabari, 24; dan lain-lain. Dan juga disaksikan Ummu Salamah bahwa Ahlulbait as itu adalah mereka yang lima itu. Bisa dilihat di: Turmudzii, hadits ke: 3258, 3875 dan 3963; Syawaahidu al-Tanziil, 2/24 (ada 31 hadits); Tafsiir Ibnu Katsiir, 3/484 dan 485; Dzakhaairu al-’Uqbaa Thabari, 21 dan 22; Usdu al-Ghaabah, 2/12 dan 3/413 serta 4/29; Tafsiir Thabari, 22/7-8; Tafsiir al-Durru al-Mantsuur, 5/198; 

...dan lain-lain yang seambrek lagi. 

Jadi, sana kamu protes ke Tuhan bahwa mengapa mengumumkan adanya orang suci dari segala kekotoran yang berarti makshum. 

Setelah itu, silahkan kamu katakan padaNya, tentang makshum, mahfuuzh yang kamu karang-karang sendiri itu. 

Untuk sodomi itu, saya sudah menjelaskannya beberapa waktu yang lalu, jadi tidak perlu saya ulang. Sebenarnya semua yang kutulis di atas itu adalah ulangan, tapi karena sudah agak lama, maka kutulis lagi. Tapi tentang sodomi dan berbagai pandangan di dalamnya, saya sudah menulisnya beberapa hari yang lalu. 

Tentang Jibril as yang salah itu, ajib banget, mengapa para pemfitnah itu tidak pernah menyebut kitab dan halamannya??? Lalu sok memastikan lagi. Padahal syi’ah itu dalam mengikuti imam makshum itu karena Nabi saww dan Nabi saww karena mendapat dari Jibril as dan Jibril as dari Allah swt. Kan raksyih. 

Perbedaan NU dan Muhammadiah itu bukan hanya tahlilan, tapi shalatnya NU dianggap mengantarkan mereka ke jahannam oleh Muhammadiah karena ada ushallinya yang diucapkan dan bid’ah dimana semua bid’ah adalah neraka. Tawassul NU kepada para wali itu musyrik. Dimana ada musyrik itu urusan furu’ ???? Tapi mengapa bersatu??? Bahkan mengapa bersatu dengan para Masehi dan Hindu serta Buda di negara Indonesia yang Bhineka Tunggal Ika ini??? Jangan-jangan si Midy ini sudah anti Pancasila??? Saya sudah sering mengatakan bahwa laknat itu protes, seperti kata “celaka”, “bulset”, “sialan”, “aku tidak ikut-ikut”....dan seterusnya. Orang arab, pada anaknya saja kadang mengatakan laknat kalau lagi marah. Jadi, laknat itu kata “kecaman saja.” 

Muhammad Gofur Zfzf: Jadi sinar agama@: menyimpulkan bahwa kata-kata nabi saw sama kuatnya dengan hujjah para imam.?? Saya heran mengapa setiap perdebatan selalu mengkafirkan salah satu pihak. 

contoh: 

Pengkafiran Abu Bakar oleh syiah. Ini hal yang tidak logis dalam statetment ke agamaan. Apakah anda selalu berpedoman dengan setiap hadis? Dan menyatakannya shahih? Apakah semudah itu mengatakan shahih.?? Kami tidak mengatakan kami akan bertemu dengan Rabb di surga koq, tapi itu janji Rabb kami (silahkan pelajari alquran). Janji Rabb adalah benar, saya yakin 100%. Mang ada Rabb yang pembohong? Saudara jangan bilang gitulah, sebagai ciptaan-Nya. Seharusnya anda takut dan taat pada-Nya. Jangan cemooh dengan janji Tuhan. Jika sudara masih memperTuhan Allah dan Nabi saw. 

Mengapa harus beda pengertian. Padahal Alquran adalah satu-satunya jaminan tidak ada nya perbedaan. Karena alquran bukan produk makhluk. 

Kalau masalah peringat-memperingati saya belum menerima satupun yang mengharuskan muslim secara mutlak atas para imam, sebab nabi tidak mengajarkan itu. Dan kami tidak pernah membayang-bayangkan bentuk Rabb.Apa lagi pahaNya? 

Hahaha,, periwayat nya tu,, yang Oon (stres kali). Dari mana anda tau Rabb punya paha? Aneh Tuhan itu beda dengan makhluk. No body same with Allah... 

Afif Al-Azdi: 288 teman yang sama: @Muhammad Gofur Zfzf ....anda ini cuma asyik dengan pikiran anda sendiri, sementara anda tidak menggunakan dalil apapun untuk mendukung pikiran- pikiran anda itu ... dan lawan anda telah menggunakan dalil tapi tidak anda terima, bagaimana dengan anda sendiri yang tidak menggunakan dalil?? 

Anda tidak lebih dari seorang yang jahil... anda pantasnya berdiskusi dengan sesama golongan anda sendiri yang tidak memerlukan dalil. 

Sinar Agama: Muhammad: 

1- Saya tidak akan mengulang yang sudah jelas saya tulis di atas. Kalau kamu memang ingin tahu dan khawatir tentang akhiratmu, maka bacalah dengan seksama sampai paham. Baru setelah paham kamu bisa problemkan atau kamu terima. Jangan sampai asal tolak atau asal terima, sementara kamu belum paham terhadap yang kutulis. Aku hanya mau menambahkan beberapa hal: 

Kata-kata imam itu memang sama dengan kata-kata Nabi saww. Karena imam itu penerus shirathalmustaqim. Itulah mengapa Allah mewajibkan muslimin taat pada imam ini sejak jaman Nabi saww sekalipun. Persis seperti nabi Harun as yang wajib ditaati di samping nabi Musa as. Beda para imam dan nabi Harun as, adalah kalau nabi Harun as itu adalah nabi tapi para imam makshum setelah nabi Muhammad saww itu, bukan nabi dan hanya imam. Kewajiban taat itu ada pada QS: 4: 59: 


“Wahai orang-orang yang beriman, taatlah kepada Allah, taatlah kepada Rasul (saww) dan pemimpin di antara kalian.” 

Nah, kewajiban taat kepada imam ini sejak masih di jaman Nabi saww, karena itulah imam itu harus makshum dan wajib ditaati secara mutlak. Karena ketaatan yang di-dan-kan di ayat ini, adalah ketaatan yang mutlak dan tidak mengenal kondisi. Karena itulah Rasul saww dan imam as ini, harus makshum dan tanpa kesalahan sedikitpun seperti dalam ayat di surat Fatihah (wa laa al-dhaalliin = Dan bukan jalan siapapun dari orang-orang yang salah/sesat). 

Lagi pula, tidak mungkin Tuhan mewajibkan manusia taat kepada Rasul saww dan imam as, sementara kedua golongan ini masih mungkin mempunyai kesalahan alias tidak makshum. Karena kalau pemimpin salah wajib ditaati juga, maka berarti Tuhan menyuruh kita untuk berbondong-bondong bermaksiat kepadaNya. 

Mungkin ada yang berkata bahwa kalau pemimpinnya salah, maka tidak wajib diikuti. Jawabannya, adalah tidak seperti itu. Karena ketaatan yang di-dan-kan (‘athf) kepada Rasul saww dan imam as, adalah ketaatan kepada Allah yang, sudah tentu mutlak dan karena kemutlakan kebenarannya. 

Sebenarnya hal ini sudah ditulis di atas. Tapi karena tidak pada komentar yang menjawabmu, maka kutulis lagi dengan sedikit penambahan. 

Dengan semua uraian ini, dapat dipahami bahwa imam itu sama dengan Nabi saww dari sisi kemakshumannya dan dari sisi kewajiban ditaatinya yang, kewajiban taat ini sejak jaman Nabi saww sekalipun. 

Di samping itu, di atas sudah ana tulis juga tentang kemakshuman Ahlulbait as yang merupakan pada imam as itu. Disini saya copy-kan buatmu: 


“Sesungguhnya Allah hanya ingin membersihkan kalian (para lelaki) dari semua kekotoran wahai Ahlulbait dan membersihkan kalian sebersih bersihnya.” 

Ayat ini jelas turun untuk Ahlulbait as, yaitu imam Ali as, imam Hasan as, imam Husain as dan hdh Faathimah as, sesuai dengan banyak sekali hadits-hadits sunni sekalipun, seperti kesaksian ‘Aisyah di shahih Muslim, 2/368; Syawaahidu al-Tanziil, 2/33 (9 hadits); Mustadrak Hakim, 3/147; Tafsiir al-Durru al-Mantsuur, 5/198-199; Fathu al-Qadiir, 4/279; Dzakhaairu al- ’Uqbaa Thabari, 24; dan lain-lain. Dan juga disaksikan Ummu Salamah bahwa Ahlulbait as itu adalah mereka yang lima itu. Bisa dilihat di: Turmudzii, hadits ke: 3258, 3875 dan 3963; Syawaahidu al-Tanziil, 2/24 (ada 31 hadits); Tafsiir Ibnu Katsiir, 3/484 dan 485; Dzakhaairu al- ’Uqbaa Thabari, 21 dan 22; Usdu al-Ghaabah, 2/12 dan 3/413 serta 4/29; Tafsiir Thabari, 22/7- 8; Tafsiir al-Durru al-Mantsuur, 5/198; ...dan lain-lain yang seambrek lagi. 

Nah, kewajiban taat mutlak dan pengumuman tentang kemakshuman Ahlulbait as ini, ditambah dengan kewajiban kita untuk meminta jalan-lurus (shirathalmustaqim), semua ini menunjukkan bahwa imam as yang menjadi wakil dan penerus Nabi saww itu jelas sama dengan Nabi saww itu sendiri. Tentu saja, dari sisi maqam di sisi Allah, Nabi saww adalah lebih tinggi karena di samping guru para imam as, juga merupakan sumber hidayah pertama yang tanpa Nabi saww tidak mungkin para imam as itu akan mencapai derajat keimamahannya yang mereka miliki itu. Mungkin saja seseorang itu, bisa jadi imam tanpa Nabi saww, tapi imam yang lebih kecil di masa sebelumnya yang derajatnya jauh di bawah derajat imam penerus Nabi saww. Tapi untuk menjadi imam yang tinggi dan sebagai penerus Nabi saww yang merupakan nabi tertinggi, maka harus berguru dan di bawah didikan Nabi saww sendiri. 

Tapi perbedaan ketinggian derajat para imam as dengan derajat Nabi saww di sisi Allah, tidak merubah kemakshuman mereka dan kewajiban taat mutlak kita kepada mereka as. Karena, para imam as itu makshum dan wajib ditaati secara mutlak serta kata-kata mereka sama dengan kata-kata Nabi saww yang sebagai pedoman bagi muslimin di samping Qur'an. Jadi, para imam as ini sebenarnya penjelas bagi Qur'an dan sunnah Nabi saww itu. Tapi bukan sembarang penjelas, melainkan penjelas yang pasti benar dan makshum. Karena itulah, kata- kata dan perbuatan-perbuatan mereka, dapat dijadikan dasar agama baik dalam masalah- masalah akidah atau masalah-masalah fikih. 

2- Kalau tentang Tuhan di sunni itu, mungkin karena kamu memang ditutup-tutupi tentang hadits-hadits yang kunukil di atas. Ini kunukilkan lagi di sini: 

“....bahkan di shahih Bukhari dikatakan bahwa karena orang-orang surga tidak percaya bahwa Allah itu adalah Allah (ketika mengaku kepada mereka), maka Allah membuktikan keAllaah- anNya dengan menunjukkan betisnya (shahih Bukhari, hadits ke: 7439, 6886 dan 7001; shahih Muslim, hadits ke: 302).” 

Ini baru satu contoh yang mungkin ditutup-tutupi ulama kepada masyarakat sunni. Tapi ada lagi yang sering kita dengar, karena dulu ketika aku masih di sunni dan bahkan di wahabi, sering juga mendengar hadits-hadits tentang kebendaan Tuhan ini, seperti: 

a- Tuhan kelak akan meletakkan kakiNya di neraka karena neraka selalu kurang hingga ia berkata: “Cukup-cukup”. Lihat di shahih Bukhari, hadits ke: 4848, 4849, 4850.....dan seterusnya; shahih Muslim, hadits ke: 5082, 5083, 5084.....dan seterusya. 

b- Tuhan akan terlihat seperti bulan purnama: Shahih Bukhari, hadits ke: 806, 4581, 6573 dan lain-lain; shahih Muslim, hadits ke: 267, 269, 5270.....dan seterusnya) 

c- Bahkan Tuhan punya rumah di surga dimana Nabi saww akan mengunjungiNya nanti di surga: Shahih Bukhari hadits ke 7440; 6886, 4476 ‎ 6565 ‎ 7410 ‎ 7509 ‎ 7510 ‎ dan lain- lain. 

d- Tuhan setiap sepertiga malam selalu turun ke langit dunia (dari ‘Asry). Lihat di shahih Bukhari, hadits ke: 1145, 6321, 7494, 13463 ‎ 15241. 

Nah, dengan semua hadits-hadits sunni di atas itu, dapat dimengerti bahwa Allah di sunni itu bisa dilihat dengan mata dan bendawi, punya wajah seperti bulan atau matahari, punya rumah di surga, turun naik dari ‘Arsy ke langit dunia..............dan seterusnya. 

Tuhan seperti ini jelas tidak bisa diterima di syi’ah. Karena Tuhan Tidak Terbatas. Karena itu, bagaimana bisa dilihat? Ketika Tuhan terbatas dengan depan, belakang, atas, bawah, waktu, dunia, akhirat, surga, neraka ....dan seterusnya...maka bagaimana bisa dilihat? 

Hadits-hadits sunni di atas itu, sangat bertentangan dengan Qur'an. Karena ketika nabi Musa as terpaksa mewakili umatnya dalam doa sambil mereka yang mengatakan, QS: 2: 55: 

“Ketika kalian mengatakan: ‘Wahai Musa, kami tidak akan beriman kepadamu kecuali kalau kita bisa melihat Allah secara lahiriah.” 

Hingga nabi Musa as-pun meminta untuk mereka, QS: 7: 143: 


“Dan ketika Musa (as) datang ke tempat yang telah dijanjikan untuk bertemu Kami dan Ia berbicara kepadanya, ia berkata: ‘Biarkan aku melihatMu.’ Ia -Tuhan- berkata: ‘Engkau tidak akan pernah melihatKu.’.” 

Di ayat-ayat di atas itu, dikatakan bahwa Tuhan tidak bisa dilihat di dunia dan juga di manapun saja sekalipun surga. Karena di ayat ke dua itu, Tuhan mengatakan kepada nabi Musa as: “Tidak akan pernah melihatKu.” Artinya kapanpun dan dimanapun. 

Satu-satu ayat yang dipakai saudara-saudara sunni untuk melihat Tuhan di surga dimana hal ini yang diyakini kamu (Muhammad Ghafur Z), adalah QS: 75: 22-25: 


“Wajah-wajah pada hari itu berseri (22). Kepada Tuhan mereka mengharap (23). Dan wajah-wajah pada hari itu bermuram durja (24). Mereka yakin akan ditimpakan adzab yang pedih (25). 

Terjemahan di atas itu, secara makna, adalah tafsiran syi’ah. Kalau tafsiran sunni, di ayat ke 23 itu diterjemahkan dengan: 

“Mereka melihat kepada Tuhan mereka.” 

Dari mana terjemahan kata “Naazhirah” itu menjadi “melihat”? Karena mereka sudah terpengaruh dengan hadits palsu di atas itu dan karena mereka meninggalkan Ahlulbait yang makshum as. 

Naazhirah itu bisa berasal dari “Nazhara” (melihat) dan bisa dari “intazhara” (menunggu). Ayat di atas, jelas tidak bisa diartikan dengan melihat, karena di samping bertentangan dengan ayat-ayat sebelumnya itu, yaitu firman Tuhan kepada nabi Musa as, juga bertentangan dengan kenyataan ayat ini, yaitu: 

a- Ayat-ayat ini, menyebutkan “wajah” dan bukan “mata”. Dengan demikian, maka jelas tidak mungkin wajah itu bisa melihat. Misalnya dikatakan, “wajah-wajah berseri karena wajah- wajah ini melihat Tuhannya.” 

b- Di ayat-ayat ini jelas membagi manusia kepada dua golongan, yaitu wajah berseri dan wajah bermuram. Ketika Tuhan menjelaskan wajah yang bermuram durja itu, mengatakannya seperti ini: “Dan wajah-wajah para hari itu bermuram, mereka yakin akan ditimpakan adzab yang pedih.” 

Jadi, dua golongan itu, yaitu golongan berseri dan bersedih. Dan ketika Tuhan mengatakan bahwa yang bersedih ini karena tahu akan ditimpakan adzab yang pedih, berarti wajah yang berseri itu karena tahu akan dilimpahi rahmat Tuhannya. Kenapa tahu bahwa akan dilimpahi rahmat? Karena mereka tahu bahwa Tuhan telah menjanjikan sebelumnya sewaktu di dunia, yaitu yang menjanjikan bahwa Ia akan merahmati orang-orang yang bertaqwa. Nah, ketika mereka melakukan taqwa sampai matinya, dan sekarang sedang dibangkitkan, maka wajah-wajah mereka pasti berseri. Karena tahu akan dirahmatiNya. Nah, ketika mereka berseri-seri dalam keadaan menunggu rahmatNya itu yang dikatakan di ayat ini. Karena itu makna yang benar adalah: 

“Wajah (orang-orang shalih) pada hari itu (akhirat) berseri. Mereka menunggu (janji) Tuhannya.” 

Karena itu, apa yang kamu (Muhammad Gofur Z) katakan bahwa Tuhan berjanji untuk menunjukkan DiriNya, jelas tidak ada dalam Qur'an. Wassalam. 

MukElho Jauh: 139 teman yang sama: 

اللَّهُمَّ صَلِّ عَلَى مُحَمَّدٍ وآلِ مُحَمَّدٍ وعَجِّلْ فَرَجَهُمْ

Muhammad Gofur Zfzf: “Tuhan berfirman”: kamu sekali kali tidak sanggup melihat-Ku, tapi lihatlah kebukit itu, maka jika ia tetap di tempatnya (seperti sedia kala) niscaya kamu melihat-Ku. 

Tatkala Tuhannya menampakkan Diri kepada gunung itu, Dijadikannya Gunung itu hancur luluh dan Musa pun jatuh pingsan(q.s:al-a’raf :134. 

Tuhan menampakkan wujudnya pada gunung.. Sehingga gunung hancur... 

Bukan itu jelas saudara (sinar agama@.?).. 

AmiEn BalaDewa: Numpang lewat: salam. Aba saya pernah berkata kepada saya; Islam itu ibarat seperti manisnya gula, ada banyak macam gula, tapi hanya ada satu rasa di dalamnya, yakni manis. Begitulah islam saat ini, sekalipun berbagai macam madzhab, tetapi intinya hanya satu yakni islam.. 

Kebenaran hanya milik Allah Ta’ala, maka, bukan SUNNI, bukan SYI’AH, BUKAN MU’TAZILA, Bukan pula WAHABI/SALAFI yang paling benar. tetapi “ANTARA” disitulah letak Kebenaran. 

Saya kira lahirnya Madzhab, adalah untuk saling melengkapi bukan untuk saling bercerai berai. Untuk diri saya sendiri, saya memilih dengan PENDEKATAN SYI’AH ‘ALI. Wassalam.. -.- 

Sinar Agama: Muhammad: 

1- Kamu ini berdalil dengan ayat yang justru saya jadikan dalil tidak dapatnya Tuhan itu dilihat. Allah berkata kepada nabi Musa as, bahwa “Kamu tidak akan pernah bisa melihatKu, tapi lihatlah pada gunung itu kalau ia tetap di tempatnya, maka kamu akan dapat melihatKu....” 

Nah, ketika gunung itu tidak di tempatnya, maka jelas bahwa nabi Musa as tidak akan pernah bisa melihat Tuhan. Sebab syarat tetap di tempatnya gunung itu, merupakan syarat bagi kebisaannya nabi Musa as untuk melihat Tuhan. Tapi karena gunung tidak tetap di tempatnya, maka berarti nabi Musa as selamanya tidak akan bisa melihatNya. 

Seandainya gunung itu tetap di tempatnya, maka nabi Musa as akan bisa melihat Tuhan, baik di dunia atau nanti di akhirat dan tidak perlu Tuhan mengatakan “sekali-kali kamu tidak akan pernah bisa melihatKu.” Tapi karena gunung itu tidak di tempatnya, maka jelas bahwa Tuhan itu tidak akan pernah bisa dilihat. 

2- Untuk Tajalli Tuhan kepada gunung, maka kamu ini dikerjai orang yang bermadzhab bisa melihat Tuhan. Karena itu terjemahan dari kata “Tajalla” itu adalah menampakkan diri. Padahal ini jelas bertentangan dengan semua kenaturalan gunung. Kecuali kalau ada orang yang agak kurang sehat hingga berkata bahwa gunung itu punya mata dan, terlebih seperti mata manusia. Karena itu, arti “Tajallaa” di sini bukan menampakkan DiriNya untuk dilihat gunung, karena gunung jelas tidak punya mata. Akan tetapi memiliki arti “Manifestasi”. 

Artinya tampakan dari KuasaNya, bukan DiriNya. Persis seperti orang mengatakan bahwa dia melihat cinta kekasihnya, kemampuan temannya, kebencian tetangganya...dan seterusnya.. dimana semua itu dikatakan melihat, akan tetapi tidak dengan mata. Karena cinta, kemampuan, kebencian dan semacamnya itu, tidak bisa dilihat dengan mata, dan hanya bisa dilihat dengan akal. 

Dengan demikian, karena gunung itu tidak punya mata, maka “Tajalli” di sini memiliki arti yang lain, yakni “Menampakkan KuasaNya”. Nah, ketika Tuhan menampakkan KuasaNya kepada gunung untuk dilihat nabi Musa, baik dengan memperlihatkan atom-atom yang tidak pernah diam, atau yang lainnya, hingga gunung itu menjadi hancur, maka nabi Musa as-pun pingsan. 

Jadi, Tuhan yang menyuruh nabi Musa as melihat gunung, karena Tuhan ingin menampakkan KuasaNya pada nabi Musa as dimana dengan penampakan Kuasa itu sang gunung menjadi hancur. Jadi, bukan Tuhan menampakkan DiriNya hingga dilihat gunung yang tak punya mata. 

3- Anggap kita terjemahkan ayat itu dengan kebodoh-bodohan, yaitu Tuhan menampakkan Diri kepada gunung. Terus apa maksudnya. Kan maksudnya akan menjadi seperti ini: 

“Wahai Musa as, kamu lihatlah gunung itu. Aku akan menampakkan DiriKu kepadanya dimana kalau ia mampu melihatKu, maka kamu juga akan mampu melihatKu. Tapi kalau tidak mampu dan hancur, maka kamu juga akan hancur.” 

Nah, ketika Tuhan -anggap- menampakkan DiriNya kepada gunung dan gunung itu tidak sanggup hingga hancur, maka jelas: Pertama, gunung tidak mampu melihat hingga binasa. Ke dua, karena gunung tidak bisa melihat, maka manusia yang diwakili nabi Musa as juga tidak akan bisa melihat. 

Dengan demikian, maka hasilnya sama saja. Yaitu Tuhan tidak akan pernah bisa dilihat dengan mata. Tapi hanya bisa dilihat dengan hati/akal. Yaitu melihat Kuasanya, JanjiNya, RahmatNya, RidhaNya, MurkaNya.....dan seterusnya...dimana semua itu jelas-jelas tidak akan pernah bisa dilihat dengan mata kecuali tanda-tanda dan ayat-ayatnya saja. 

Sinar Agama: Amien: Ketika Allah dalam QS: 6: 151-153 memerintah Nabi saww untuk mengatakan beberapa hal yang diantaranya: 


“Sesungguhnya ini -Islam hakiki- adalah jalanku yang lurus (shirathulmustaqim), karena itu ikutilah dan jangan ikuti jalan-jalan yang banyak hingga kalian kehilangan jalanNya.”, Nabi saww menggambar satu garis lurus dan di samping kanan kirinya diberi garis-garis yang banyak (hingga seperti binatang kaki seribu). 

Nabi saww bersabda, yang lurus dan yang di tengah ini adalah jalanku yang lurus sementara yang di samping-samping ini bukan jalan lurusku. 

Betapa hebatnya Nabi saww dengan gambarannya itu. Karena Nabi saww tidak ingin mengatakan bahwa jalan-jalan yang banyak yang tidak lurus itu adalah jalan salah seratus persen. Mengapa? Karena ujung dari garis-garis yang banyak itu disentuhkan dengan garis lurus yang merupakan jalan lurus Nabi saww tersebut. 

Jadi, Nabi saww sudah tahu bahwa shahabat dan muslimin ini akan berpecah dan semuanya mengatasnamakan Islam karena masih bersentuhan dengan Islam. Akan tetapi jelas keluar dari ajaran lurus Nabi saww yang hanya satu. Karena itu Nabi saww, sesuai dengan perintah Allah, menyuruh memperingati shahabat dan muslimin untuk berhat-hati, hingga tidak ikut Islam yang ala Islam tapi ikut Islam yang sesungguhnya, yakni yang teruji dengan berbagai sanggahan dan pertanyaan. 

Karena itu, ketika suatu keyakinan itu semakin bisa menerangkan dirinya dan menjawab dengan baik isykalan atau debatannya, maka ia adalah jalan lurus itu, atau, setidaknya sudah semakin dekat kepadanya. 

Tapi kalau keyakinannya itu hanya asal dakwa dan tanpa argumen yang teruji, maka sangat mungkin ia adalah jalan yang hanya ala Islam, tapi bukan Islam yang sesungguhnya. 

Karena itu, maka kurang bijak kalau ada orang mengatakan bahwa madzhab-madzhab itu sama- sama benar dan saling melengkapi. 

Memang, manakala pandangannya sejalan dan sama-sama memiliki argumentasi yang kuat dan gamblang, dan bedanya hanya dalam perinciannya atau pengaplikasiannya, maka yang berbeda itu pasti saling melengkapi. Tapi kalau pandangannya saling menolak, misalnya yang satu mengatakan bahwa Tuhan tidak bisa dilihat dengan mata, dan yang lainnya, mengatakan sebaliknya, maka hal ini tidak bisa dikatakan saling melengkapi. 

Jadi, menghadapi masalah perbedaan ini, terutama dalam hal-hal yang berbeda dalam arti saling menolak (bukan saling mendukung), bukan dengan mengatakan bahwa semua saling mendukung. Hal itu karena memang benar-benar saling tolak dan menyalahkan satu sama lain. Jadi, cara penyelesaiannya, walau tetap dalam keadaan saling menyalahkan, adalah dengan lapang dada saling mengajukan argumentasinya dan jangan sampai ada saling pemaksaan apalagi permusuhan. Saling menyalahkan itu memang suatu yang pahit, tapi tidak bisa dihindari karena memang keyakinannya dalam beberapa hal memang saling menolak. Akan tetapi, Islam telah memberikan jalannya supaya tidak saling memaksakan dan bermusuhan. Karena itulah Tuhan mengatakan “tidak ada paksaan dalam agama”. 

Muhammad Gofur Zfzf: Di atas saudara menyatakan, penyebab syiah dan Sunni tak bisa bertemu pada satu Rabb adalah cara menafsirkan pandangan terhadap Rabb. Sunni punya hadis pembendaan Rabb. Sedang syiah tidak melakukan itu, dalam arti kata Rabb dalam syiah tidak terbatas. Bagimana dengan ayat ini.? 

“Allah Berfirman, Hai iblis apakah yang menghalangi kamu sujud pada yang Kuciptakan dengan Kedua Tangan-Ku. Apakah kamu menyombongkan diri ataukah kamu termasuk orang yang (lebih) tinggi.?”(q.s Shad:74) 

di sini ada kata “Tangan”.. 

Apakah ini benda atau membendakan atau tidak dua-duanya..? Dalam ayat ini mutlak. Dalam alquran banyak kata pembendaan..! 

Contoh: 

-Dia 

-Nya 

apakah pembendaan itu yang meneyebabkan rabb dalam syiah beda dengan rabb dalam sunni..?? Mengapa alquran membendakan-Nya juga.?? 

Hidayatul Ilahi: nyimak 

Sinar Agama: Muhammad: Baiklah saudaraku Muhammad: Tentang Tangan Tuhan itu, maka penjelasannya seperti ini: 

Tangan, dalam bahasa apapun, terutama dalam bahasa Arab dan Indonesia, bisa berbagai makna. Misalnya bermakna tangan kita yang dua ini. Bisa juga bermakna lain, seperti pembantu dekat, seperti kalau mengatakan bahwa si Fulan A itu adalah tangan kanan si Fulan B, atau si Fulan A itu adalah tangan kiri si Fulan B. Ada lagi makna lain dari tangan ini, yaitu kekuatan, misalnya, si Fulan A itu membunuh si Fulan B menggunakan tangan-tangannya. Bisa juga bermakna kekuasaan, misalnya, si presiden Fulan A itu menggunakan tangan-tangannya untuk menggugurkan revolusi si Fulan B. 

Kalau di kamus besar bahasa Indonesia kamu lihat, di situ dikatakan bahwa selain bermakna anggota badan, juga bermakna kekuasaan, pengaruh dan perintah. 

Dalam kamus-kamus bahasa Arab juga seperti itu. Kalau kamu mengerti bahasa arab, maka bisa merujuk ke semua kamus Arab (tapi dari cara kamu menulis komentar, terlihat kamu sepertinya memang tidak mengerti bahasa Arab). 

Dengan demikian, ketika orang mengatakan bahwa Tangan Tuhan itu pembendaan dimana keyakinan ini diyakini banyak sunni dan terlebih wahabi, maka -na’udzubillah- jelas Tuhan tidak beda dengan makhluk materi manapun. Karena itu maka tanganNya itu pasti lengket pada suatu tubuh, jadi Tuhan bertubuh. Nah, tubuhnya ini, kalau tidak punya mata dan panca indra kan tidak sempurna. Masak hanya tubuh tanpa kepala dan kaki. Dan kepalanya tanpa mata, mulut dan telinga...dan seterusnya???? Kakinya juga begitu, bisa dua kaki, tiga kaki atau seribu kaki. Walhasil, Tuhan jadinya seperti apa kita tidak bisa bayangin. Apakah Tuhan itu merangkak, melata, terpincang-pincang, terbang, menggelinding, bulat, panjang, segi tiga, tinggi amat, pendek amat, punya mata dua atau seribu, .....dan seterusnya. Walhasil Tuhannya akan persis seperti patung- patung yang dibuat manusia sepanjang sejarah, terkhusus patung-patung yang ada di jaman- jaman jahiliyyah, yakni bermodel sesuai dengan model-model yang dianggap mereka hebat. 

Orang syi’ah, jelas tidak penah meyakini Tuhan seperti ini. Karena itulah Tuhan sendiri mengatakan bahwa Ia tidak sama dengan apapun (QS: 42: 11) berfirman: 

لَيْسَ كَمِثْلِهِ شَيْءٌ وَهُوَ السَّمِيعُ الْبَصِيرُ

“Tidaklah ada sesuatupun yang menyerupai serupaNya.” 

Maksudnya, kalau serupaNya saja tidak ada yang menyerupainya, maka bagaimana dengan DiriNya sendiri. Maksud ayat ini adalah sama sekali Dia tidak serupa dengan apapun. Jadi, sekalipun dua tangan juga tidak serupa. Artinya, kalau makhluk ini memiliki dua tangan, maka dua tangan Tuhan di Qur'an itu, juga tidak serupa. Maksudnya, walaupun dengan hanya penyerupaan “dua tangan”, bukan bentuk tangannya, maka tetap saja hal itu penyerupaan. Apalagi kalau diartikan benda. Jelas hal ini pembendaan dan lebih dari sekedar penyerupaan. Padahal serupa saja tidak mungkin. 

Dengan demikian, maka Tangan Tuhan atau Kedua Tangan Tuhan di Qur'an itu, hanya bisa dimaknakan kepada sesuatu yang tidak bisa diserupakan dengan apapun, seperti Kuasa. 

Kalau diartikan dengan Kuasa, maka sudah keluar dari pembendaan. Mungkin orang akan berkata, bahwa Kuasa juga dimiliki makhluk, berarti masih ada bau penyerupaan. Nah, ketika hal ini terbayangkan oleh manusia, maka ayat ke dua (QS: 42: 11) itulah yang harus difungsikan. Yaitu bahwa Tuhan itu tidak bisa diserupakan dengan apapun. 

Jadi, Kuasa Tuhan itu tidak bisa dibandingkan dengan kuasa siapapun. Jadi, ayat ke dua itu terfungsikan di sini. Tapi kalau diartikan benda, maka ayat ke dua ini jelas tidak berfungsi, karena pembendaan sudah masuk ke dalam penyamaan dan pemersisan, bukan lagi penyerupaan. Tapi kalau Kuasa, maka mungkin masih ada bayangan dan penyerupaan dengan kuasa makhluk. Nah di sini Tuhan mengatakan bahwa KuasaNya itu tidak sama dan tidak bisa diserupakan dengan kuasa makhluk. 

Tentang perbedaan KuasaNya dengan kuasa makhluk dan ketidakbisaannya untuk diserupakan, maka bisa berbagai alasan dan dalil. Misalnya, KuasaNya tidak terbatas dan kuasa makhluk sangat-sangat terbatas. Perbedaan Kuasa yang tak terbatas dengan yang terbatas, jaraknya, juga tidak terbatas. Karena kalau jaraknya terbatas, maka Kuasa yang tak terbatas itu akan menjadi terbatas. Nah, ketika yang satu Kuasa tidak terbatas, dan yang lainnya terbatas, dan jarak keduanya tidak terbatas, maka jelas jangankan penyamaan dan pemersisan, penyerupaan juga tidak bisa dilakukan. 

Tentang makna dua di Dua Tangan Tuhan itu, bisa berbagai penafsiran. Misalnya Jalal dan Jamal, yakni kembali kepada Dua Kuasa yang termanifestasikan kepada sifat Jalal/Perkasa dan Jamal/ Indah. Jadi, ayat yang kamu bawa itu Tuhan berkata kepada iblis seperti ini: 


Berkata -Tuhan: “Wahai iblis, apa yang telah mencegahmu untuk bersujud kepada makhluk yang Kucipta dengan Dua TanganKu (Keperkasaan dan KeIndahanKu), apakah kamu sedang menyombongkan diri atau termasuk bagian dari golongan yang tinggi (malaikat tinggi yang tidak terkena perintah sujud)????” 

Sekedar mengingatkan lagi: Kalau Tuhan itu sudah benda, ya Allah.....berarti Dia itu sebelum dibatasi dengan apapun, seperti tempat dan waktu, sudah dibatasi dengan tubuhnya sendiri. Kalau sudah terbatasi, maka pasti Ia memiliki awal dan akhir dimana sebelum awalnya itu Ia tidak ada dan setelah akhirnya itu juga Ia akan menjadi tidak ada. 

Belum lagi kalau mau kemana-mana pasti menggunakan kakinya, karena kalau mau mencipta juga menggunakan tangannya. Jadi, Tuhan harus menempuh jalan-jalan yang Ia cipta sendiri. Ini berarti, bahwa semua jalan-jalan itu, telah menaklukkanNya. Karena itu Tuhan selalu harus kemana-mana melalui jalan-jalan tersebut. Keyakinan yang lebih parah dari jahiliyah ini, memang dimiliki wahabi, hingga mereka mengatakan bahwa Tuhan turun dari ‘Arsy ke langit dunia itu seperti mereka turun dari atas mimbar. Keyakinan keji wahabi ini sangat terkenal dimana-mana. Sampai imam mereka memperagakan diri yang turun dari mimbar melalui tangga-tangganya sambil mengatakan, “Beginilah Tuhan turun dari ‘Arsy ke langit dunia”. 

Begitu pula, kalau Tuhan itu bendawi, maka jelas Ia terikat dengan tempat dan waktu yang Ia cipta sendiri, yakni selain dari terikat pada jalan-jalan yang Ia ciptakan sendiri itu. Kalau Tuhan sudah 

terikat dengan makhlukNya sendiri, maka apakah masih bisa dikatakan Tuhan??? Bagaimana mungkin Tuhan bisa terikat dan, lebih parah lagi, pengikatNya itu adalah makhlukNya sendiri. 

Kalau kamu tidak anti filsafat maka dapat dikatakan bahwa “Kalau Tuhan yang sebagai sebab itu terikat dengan makhlukNya yang sebagai akibat, maka mana bisa dapat dipahami dan dimengerti bahwa sebab itu diikat dan bahkan dikalahkan oleh akibatnya?” 

Dengan demikian, maka Tuhan itu bukan benda dimana pembendaan ini bukan penyerupaan tapi bahkan pensamaa-an. Dan kalaulah Tuhan sudah bukan benda, seperti Kuasa, Indah, Lembut, Penyayang, Pemaaf, Pengampun.....dan seterusnya..., tapi tetap tidak sama dengan yang lainnya dan, bahkan tidak serupa. 

Jadi, Tuhan bukan benda yang merupakan pen-sama-an, dan juga bukan sembarang “bukan benda”, karena tidak bisa diserupakan. Wassalam. 

Ibnu Samsuddin: 187 teman yang sama: Ikut nyimak....... 

Beni Kurniawan: Masya Allah. Ana telat menyimak forum ini... 

Wirat Djoko Asmoro: Mencerahkan sekali.. 

Sinar Agama: Teman-teman semua, baik yang syi’ah atau yang sunni atau yang wahabi yang berhati mulia, semoga kita semua pada akhirnya mendapatkan yang terbaik, yang terargumentasi, termasuk akal, tersesuaikan dengan Qur'an dan Hadits, dan menjauhkan diri kita dari saling benci dan bermusuhan, membatasi saling menyalahkan hanya pada bab-bab keilmuan dan tanpa disertai penghardikan, pencemoohan dan, pemaksaan. 

Percayalah, walau kita masih memiliki kekurangan di hadapanNya, akan tetapi kalau kita berhati mulia dan tidak mengenal lelah dalam mencari, saling santun dan menyayangi walau dalam perbedaan...dan seterusnya...maka kita masih layak untuk mengharap ampunanNya. Beda kalau kita saling memaksakan, mencemooh, tidak memungkinkan diri kita yang salah dan memastikan yang lain yang pasti sesat tanpa dalil yang jelas dan teruji dan diadu, ...dan seterusnya..., maka kalau ada kesalahan, sulit untuk mendapatkan ampunanNya. 

Itulah mengapa saya sering mengatakan bahwa sengitlah dalam berdiskusi, salahkan dan benarkanlah, tapi usahakan dengan dalil dan tanpa pemaksaan dan pengejekan. Hal itu, tidak lain hanya untuk membuka peluang untuk kita agar mendapatkan ampunan dan kasih sayangNya manakala kita masih memiliki kesalahan pemikiran, akidah dan lain-lainnya. 

Aku yang merasa syi’ah ini (yang pernah dibesarkan di syafi’i dan dewasa di wahabi), akan selalu siap diganggu, diisykal, didebat ...dan seterusnya...untuk saling bantu menemukan hakikat Islam agung ini. Tapi kalau bisa, mari kita saling santun, saling mendoakan dan saling tolong menolong. Tidak ada yang dapat kita bawa ke alam baka kecuali kebenaran yang hakiki yang melantunkan kasih sayang sesama umat walau dalam ketegasan yang luar biasa dan kokoh dalam berargumentasi. Semua ini telah dicontohkan Nabi saww dan kita, semua tahu akan hal itu. Nabi saww tegas berargumentasi tentang keberanannya dan dalam menyalahkan yang salah. Akan tetapi, bukan hanya tidak pernah memaksa, bahkan menerima lemparan batu mereka. 

Mari saling salah menyalahkan dengan argumentasi dan kasih sayang. Salah menyalahkan itu tidak bisa dihindarkan karena itulah amar makruf dan nahi mungkar serta konsekuensi seseorang memiliki agama dan keyakinan yang berbeda dengan yang lainnya. Akan, tetapi mari kita mencontoh Nabi saww dalam kehidupannya yang agung itu. 






اللَّهُمَّ صَلِّ عَلَى مُحَمَّدٍ وآلِ مُحَمَّدٍ وعَجِّلْ فَرَجَهُمْ