Tampilkan postingan dengan label Hadits. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Hadits. Tampilkan semua postingan

Jumat, 13 Desember 2019

Ingkar Sunnah Sama Dengan Ingkar Kitabullah


Seri tanya jawab Piliang Dtk Panjang dengan Sinar Agama October 25, 2013 at 4:56 pm


Piliang Dtk Panjang mengirim ke Sinar Agama: (13-4-2013) Salam ustadz, habis makan siang dengan sambal kemiri, nasinya panas aduh mandi sama keringat, sambil ngadem buka-buka facebook. Muncul status di salah satu grup, yang bingung saya menanggapinya, kayaknya yang memposting (JIL) yang anti sunnah. Saya lampirkan di komentar. Salam.

Mata Jiwa menyukai ini.


Piliang Dtk Panjang: Yadi Oktomi Chaniago > SURAU MAYA PAYOBASUANG (PAYAKUMBUH).

Salaam, telah terjadi perseteruan abadi antara dua kubu di dunia Islam. Satu menamakan diri Ahlul Sunnah (Sunni), satu lagi pembela mati-matian “keturunan” Nabi Muhammad alias Ahlul Bayt (Syi’ah). Permusuhan tersebut menjelma menjadi genangan darah dan air mata di Iraq.


Dahulu, hari ini, dan mungkin esok. Salah satu pemicu awal permusuhan ini adalah ucapan Nabi Muhammad menjelang meninggalnya. Kononkabarnya kala itu Nabi mengatakan bahwa umatnya tidak akan tersesat sepanjang berpegang teguh pada dua perkara yaitu: (versi Sunni) “Al-Qur'an dan Sunnahku” atau (versi Syi’ah) “Al-Qur'an dan keturunanku”. Perbedaan versi ini berimplikasi politis dan berkembang menjadi konflik panjang hingga sekarang…Aneh juga, bagaimana mungkin satu orang dalam satu kesempatan dan satu konteks kalimat telah menyatakan dua hal yang berbeda (“sunnahku”, “keturunanku”).

Namun begitulah, kitab-kitab yang ditulis di atas nafsu manusia tidak bisa lepas dari kepentingan golongan yang menulis, karenanya pertentangan-pertentangan di dalamnya tidak akan terelakkan. BERPEGANG TEGUH VERSI AL-Qur'an Berhubung yang diajarkan oleh Nabi Muhammad tidak lain adalah Al-Qur’an, mari kita tinjau saja versi Al-Qur'an tentang frasa “berpegang teguh” ini. Ternyata, Nabi Muhammad berpesan agar kita berpegang teguh kepada Allah dan kepada Kitab- Nya sebagai petunjuk pada jalan yang lurus. “Barang siapa yang berpegang teguh kepada Allah makasesungguhnya ia telah diberi petunjuk kepada jalan lurus”. [Q.S. 3:101] (Ayat dengan redaksi serupa: 4:146, 4:175) Berpegang teguh kepada Allah identik dengan berpegang teguh kepada firman-Nya yaitu Al-Qur'an.

Sayangnya kebanyakan orang tidak senang kalau diingatkan kepada Allah satu-satunya. Tapi kalau membahas “sunnah” atau “hadits” atau “ahlul bayt” barulah mereka gembira “Dan apabila Allah diingatkan (disebut) satu-satunya, maka kesal-lah hati orang-orang yang tidak beriman kepada akhirat; tetapi apabila orang-orang selain Dia yang disebut, tiba-tiba mereka bergembira”. [Q.S. 39:45]

BUTA Fanatisme Sunni dan syiah telah membutakan mereka dari kebenaran yang terang-benderang ada di hadapan mereka (Al-Qur'an). Sunni buta dari kenyataan bahwa “sunnah” dan “hadits” yang mereka agung-agungkan hanyalah klaim kosong belaka karena Nabi Muhammad dengan tegas mendeklarasikan bahwa beliau memberi peringatan dengan Al-Qur'an. Bukan dengan yangselain dari itu “Siapakah yang lebih kuat kesaksiannya? Allah menjadi saksi antara aku dan kamu, dan Al-Qur'an ini diwahyukan kepadaku supaya aku memberi peringatan dengannya kepadamu dan kepada orang-orang yang telah sampai, apakah sesungguhnya kamu mengakui bahwa ada tuhan-tuhan lain di samping Allah?”. [Q.S. 6:19]

Syi’ah buta dari kenyataan bahwa garis keturunan seseorang (Arab) ditarik dari laki-laki, sedangkan Nabi Muhammad mendapatkan cucu (penerus) dari anak-anak perempuannya. Buta pula dari kenyataan bahwa beliau adalah seorang rasul, bukan seorang raja yang tahtanya diwariskan kepada kerabat dan keturunan. “Muhammad bukanlah bapak seorang laki-laki diantara kamu, tetapi adalah rasul Allah dan penutup Nabi-Nabi. Dan Allah Maha Mengetahui segala sesuatu.” [Q.S. 33:40]

Piliang Dtk Panjang: Kalo ustadz ada waktu, saya mohon tanggapannya. Terima kasih, salam.

Sinar Agama: Piliang: Orang itu bukan liberal, tapi ingkarussunnah atau yang mengingkari sunnah Nabi saww atau hadits-hadits Nabi saww. Dan jawabannya:

1- Untuk mukaddimah-mukaddimahnya tentang sejarah itu, sungguh ia telah ngacau dan jawabannya banyak di catatanku, seperti tentang munculnya aliran-aliran, terutama Syi’ah dan sunnah.

2- Untuk jawaban terhadap pernyataan ingkarussunnahnya, juga sudah pernah disinggung di facebook ini bahwa, yang mengingkari sunnah dan menghanyakan mengikuti kitabullah, maka ia sama saja dengan menolak kitabullah itu. Karena Allah sendiri mewajibkan kita dan umat manusia, untuk mengikuti Nabi saww. Lalu bagaimana mengikuti Nabi saww kalau tidak mengambil hadits-hadits beliau saww?? Begitu pula Tuhan mengutus Nabi saww untuk mengajarkan kitabullah. Nah, bagaimana mengajarkan kalau hanya membacakan ayat- ayatnya tanpa menjelaskanmaksudnya, atau tanpa mencontohkannya dalam kehidupan?

............dan seterusnya. Allah berfirman dalam:

- QS: 4: 64:

“Dan Kami tidak mengutus rasul, kecuali untuk ditaati...”

- QS: 2: 129:


“Wahai Tuhan kami, utuslah kepada mereka rasul-rasul dari mereka sendiri, yang membacakan ayat-ayatMu kepada mereka, dan mengajarkan mereka al-Kitab dan al-Hikmah dan mensucikan mereka, sesungguhnya Engkau Maha Mulia dan Bijaksana.”

Kalau kita hanya mau ambil Qur'an, maka berarti hanya mengambil satu dari 4 tugas kerasulan itu. Yaitu hanya menerima yang pertamanya, yakni“membacakan ayat-ayat Tuhan”.

Sedangkan ayat ini sendiri, mengatakan bahwa Rasul itu, di samping membacakan ayat-ayat Tuhan, juga menerangkan maksudnya karena itu dikatakan “dan mengajarkan kepada mereka kitab Tuhan”. Ditambah lagi dengan mengajarkan hikmah itu. Ditambah lagi dengan pembimbingan terhadap pensucian jiwa itu.

Ditambah lagi di Qs: 53: 3-4:

“Dan ia -Nabi saww- tidak berbicara apapun dari dirinya sendiri, melainkan wahyu yang diwahyukan (kepadanya)”


Ditambah lagi QS: 33: 21:


“Sesungguhnya di dalam diri Rasulullah itu terdapat contoh-contoh yang baik bagi orang yang mengharapkan Allah dan akhirat dan mengingat Allah dengan banyak sekali.”

Karena itu, tugas-tugas Nabi saww itu antara lain:

1- Membacakan ayat-ayatNya.

2- Menjelaskan KitabNya.

3- Mengajarkan hikmah-hikmah, yaitu kebenaran dan dengan dalil kuat/muhkam/hikmah dan jelas.

4- Membimbing untuk pensucian.

5- Memberi contoh-contoh nyata yang wajib ditiru muslimin supaya selamat.

6- Tidak berbicara apapun kecuali dari wahyu, yakni semua ajaran beliau dan perbuatan beliau yang wajib dicontoh itu dikeluarkan dari wahyu-wahyuyang telah sampai kepada beliau saww dan tak satupun kata-kata dan perbuatan yang tidak dari wahyu sesuai dengan ayat di atas.

Nah, semua tugas-tugas itu, tidak bisa dipahami hanya dengan membaca kitabullah. Karena itulah maka hadits-hadits Nabi saww tersebut, menjadi pedoman ke dua agama Islam di sisi Qur'an, dimana hadits adalah:

“Kata-kata, perbuatan dan bahkan keridhaan Nabi saww ketika melihat suatu perbuatan dari shahabat (taqriir).”

Tentu saja Nabi saww sendiri tahu bahwa akan ada yang membakar hadits-hadits beliau saww, baik shahabat atau ingkarussunnah. Karena itu beliau saww menyampaikan pesan Allah untuk menunjuk pemimpin yang makshum dan, memberikan pedoman bahwa kalau kita mendengar hadits beliau saww, maka hendaknya dibandingkan dulu dengan Qur'an dimana kalau isinya bertentangan dengannya, maka pasti bukan hadits dari beliau saww. Itulah gunanya mempelajari hadits demi mencari setidaknya, yang terkuat. Wassalam.



Baca Juga:
==========



اللَّهُمَّ صَلِّ عَلَى مُحَمَّدٍ وآلِ مُحَمَّدٍ وعَجِّلْ فَرَجَهُمْ

Rijsun Adalah Semua Dosa, Besar Atau Kecil, Lahir Atau Batin


Seri tanya jawab Inbox Pr.T dengan Sinar Agama October 25, 2013 at 4:50 pm


Percakapan dimulai 28 September

PrT. (saya -SA- singkat nama penanya karena takut orangnya tidak rela): 28/09/2013 05:16

Salam ustadz..saya mau tanya...saya dari Malaysia...saya ingin menanyakan 1 soalan dalam page ustadz yaitu Sinar Agama...saya udah register jadi members... habis itu gimana ingin menanyakan soalan?


Sinar Agama:

30/09/2013 19:21

Kalau cuma soalan, bisa di sini atau di dinding atau di situs itu sendiri. Bisa juga melalui akun Sang Pencinta, untuk diteruskan ke dinding saya kalau antum ingin dimuat di dinding/wall.


PrT.:

01/10/2013 06:06

Salam ustadz...saya dari Malaysia ingin menanyakan 1 soalan tentang bab Ar rijs..

ArRijs Dalam Al Quran terdapat cukup banyak ayat yang menggunakan kata rijs, diantaranya adalah sebagai berikut.

“Sesungguhnya (meminum) khamar, berjudi, (berkorban untuk) berhala, mengundi nasib dengan panah, adalah perbuatan keji (rijs) termasuk perbuatan syaitan” (QS Al Maidah: 90).

“Maka jauhilah olehmu berhala-berhala yang najis (rijs) dan jauhilah perkataan-perkataan dusta” (QS Al Hajj: 30).

“Dan adapun orang orang yang di dalam hati mereka ada penyakit, maka dengan surat ini bertambah kekafiran (rijs) mereka, di samping kekafirannya (yang telah ada) dan mereka mati dalam keadaan kafir” (QS At Taubah: 125).

“Maka berpalinglah dari mereka, karena sesungguhnya mereka itu adalah najis (rijs)” (QS At Taubah: 95). “Dan Allah menimpakan kemurkaan (rijs) kepada orang-orang yang tidak mempergunakan akalnya” (QS Yunus: 100).

Dari semua ayat-ayat ini dapat ditarik kesimpulan bahwa rijs adalah segala hal boleh dalam bentuk keyakinan atau perbuatan yang keji, najis yang tidakdiridhai dan menyebabkan kemurkaan Allah SWT. Asy Syaukani dalam tafsir Fathul Qadir jilid 4 hal 278 menulis, “… yang dimaksud dengan rijs ialah dosa yang dapat menodai jiwa jiwa yang disebabkan oleh meninggalkan apa-apa yang diperintahkan oleh Allah dan melakukan apa-apa yang dilarangoleh-Nya. Maka maksud dari kata tersebut ialah seluruh hal yang di dalamnya tidak ada keridhaan Allah SWT”.

Kemudian ia melanjutkan, “Firman `… dan menyucikan kalian… ‘ maksudnya adalah: `Dan menyucikan kalian dari dosa dan karat (akibat bekas dosa) dengan penyucian yang sempurna.’ Dan dalam peminjaman kata rijs untuk arti dosa, serta penyebutan kata thuhr setelahnya, terdapat isyarat adanya keharusan menjauhinya dan kecaman atas pelakunya”.

Lalu ia menyebutkan sebuah riwayat dari Ibnu Abbas sebagaimana yang diriwayatkan oleh Al Hakim, At Turmudzi, Ath Thabarani, Ibnu Mardawaih, dan Al Baihaqi dalam kitab Ad Dalail jilid 4 hal 280, bahwa Nabi saw. bersabda dengan sabda yang panjang, dan pada akhirnya beliau mengatakan “Aku dan Ahlul BaitKu tersucikan dari dosa-dosa”. (kami telah membahas secara khusus hadis ini di bahagian yang lain)

Ibnu Hajar Al Haitami Al Makki dalam kitab Ash Shawaiq hal 144-145 berkata, “Ayat ini adalah sumber keutamaan Ahlul Bait, kerana ia memuat mutiarakeutamaan dan perhatian atas mereka. Allah mengawalinya dengan innama yang berfungsi sebagai pengkhususan kehendakNya untuk menghilangkan hanya dari mereka rijs yang berarti dosa dan keraguan terhadap apa yang seharusnya diimani dan menyucikan mereka dari seluruh akhlak dan keadaan tercela.”

Jalaluddin As Suyuthi dalam kitab Al lklil hal 178 menyebutkan bahwa kesalahan adalah rijs, oleh kerana itu kesalahan tidak mungkin ada pada AhlulBait. Semua penjelasan di atas menyimpulkan bahwa Ayat tathiir ini memiliki makna bahwa Allah SWT hanya berkehendak untuk menyucikan Ahlul Bait dari semua bentuk keraguan dan perbuatan yang tercela termasuk kesalahan yang dapat menyebabkan dosa dan kehendak ini bersifat takwiniyah atau pasti terjadi.

Selain itu penyucian ini tidak berarti bahwa sebelumnya terdapat rijs tetapi penyucian ini sebelum semua rijs itu mengenai Ahlul Bait atau dengan katalain Ahlul Bait dalam ayat ini adalah peribadi- peribadi yang dijaga dan dihindarkan oleh Allah SWT dari semua bentuk rijs.

Jadi tampak jelas sekali bahwa ayat ini telah menjelaskan tentang kedudukan yang mulia dari Ahlul Bait yaitu Rasulullah SAW, Imam Ali as, Sayyidah Fathimah Az Zahra as, Imam Hasan as dan Imam Husain as.

Penyucian ini menetapkan bahwa Mereka Ahlul Bait sentiasa menjauhkan diri dari dosa-dosa dan sentiasa berada dalam kebenaran. Oleh keranyatepat sekali kalau mereka adalah salah satu dari Tsaqalain selain Al Quran yang dijelaskan Rasulullah SAW sebagai tempat berpegang dan berpedoman umat islam agar tidak tersesat.

Kemuliaan Ahlul Bait Dalam Hadis Rasulullah SAW, Rasulullah SAW bersabda: “Kutinggalkan kepadamu dua peninggalan (Ats Tsaqalain), kitab Allah dan Ahlul BaitKu"

Sesungguhnya keduanya tak akan berpisah, sampai keduanya kembali kepadaKu di Al Haudh“ (Mustadrak As Shahihain Al Hakim juz III hal 148 Al Hakim menyatakan dalam Al Mustadrak As Shahihain bahwa sanad hadis ini shahih berdasarkan syarat Bukhari dan Muslim).

Hadis-hadis Shahih dari Rasulullah SAW menjelaskan bahwa mereka Ahlul Bait AS adalah pedoman bagi umat Islam selain Al Quranul Karim. Mereka Ahlul Bait sentiasa bersama Al Quran dan senantiasa bersama kebenaran. Bahwa Rasulullah SAW bersabda:

“Wahai manusia sesungguhnya Aku meninggalkan untuk kalian apa yang jika kalian berpegang kepadanya niscaya kalian tidak akan sesat ,Kitab Allah dan Itrati Ahlul BaitKu”.(Hadis riwayat Tirmidzi, Ahmad, Thabrani, Thahawi dan dishahihkan oleh Syaikh Nashiruddin Al Albany dalam kitabnya Silsilah Al Hadits Al Shahihah no 1761)

Hadis ini menjelaskan bahwa manusia termasuk sahabat Nabi diharuskan berpegang teguh kepada Al Quran dan Ahlul Bait. Ahlul Bait yang dimaksud dijelaskan sendiri dalam Hadis Sunan Tirmidzi di atas atau Hadis Kisa’ yaitu Sayyidah Fathimah AS, Imam Ali AS, Imam Hasan AS dan Imam Husain AS.

Selain itu ada juga hadis Hanash Kanani meriwayatkan “aku melihat Abu Dzar memegang pintu ka’bah (baitullah)dan berkata ”wahai manusia jika engkau mengenalku aku adalah yang engkau kenal, jika tidak maka aku adalah Abu Dzar. Aku mendengar Rasulullah SAW bersabda “Ahlul BaitKu seperti perahu Nabi Nuh, barangsiapa menaikinya mereka akan selamat dan barangsiapa yang tidak mengikutinya maka mereka akan tenggelam”.(Hadis riwayat Hakim dalam Mustadrak Ash Shahihain jilid 2 hal 343 dan Al Hakim menyatakan bahwa hadis ini shahih).

Hadis ini menjelaskan bahwa Ahlul Bait seperti bahtera Nuh dimana yang menaikinya akan selamat dan yang tidak mengikutinya akan tenggelam. Mereka Ahlul Bait Rasulullah SAW adalah pemberi petunjuk keselamatan dari perpecahan. Ibnu Abbas berkata bahwa Rasulullah SAW bersabda:

”Bintang-bintang adalah petunjuk keselamatan penghuni bumi dari bahaya tenggelam di tengah lautan. Adapun Ahlul BaitKu adalah petunjuk keselamatan bagi umatKu dari perpecahan. Maka apabila ada kabilah Arab yang berlawanan jalan dengan Mereka niscaya akan berpecah belah dan menjadi partai iblis”. (Hadis riwayat Al Hakim dalam Mustadrak Ash Shahihain jilid 3 hal 149, Al Hakim menyatakan bahwa hadis ini shahih sesuai persyaratan Bukhari Muslim).

INI PERTANYAANNYA:

Baik, Jika penyucian dari ar-rijs di sini bermaksud penyucian dari dosa maka macam mana pula dengan ayat al-an-Anfal 8 :11 berikut:


Terjemahan: Ingatlah: “Ketika Allah menjadikan kamu mengantuk sebagai suatu penenteraman daripada-Nya, dan Allah menurunkan kepadamu hujan dari langit untuk mensucikan kamu dengan hujan itu dan menghilangkan dari rijs al- syaitan dan untuk menguatkan hatimu dan memperteguh dengannya telapak kaki (mu).”

Ayat di atas jelas menggunakan perkataan rijs bahkan lebih SPESIFIK dari ar-Rijs dalam surah al-Ahzab 33 yakni rijs yang disebabkan oleh syaitan Kalau kita kan penyucian ar-Rijs membawa maksud kemakshuman maka kita juga perlu katakan penyucian di atas telah ‘memakshumkan’ sahabat.

Kami tahu Ada yang membidas dengan mengatakan ar-Rijs di atas gangguan syaitan bukannya dosa, saya katakan jikapun ia gangguan syaitan, maka apakah para sahabah telah bebas sepenuhnya dari gangguan syaitan dan tidak sekali-kali melakukan dosa akibat gangguan syaitan??

Diharap ustadz dapat menjawab bertanyaan saya ini.. wassalam ustadz.

Hari Ini (6-10-2013)


Sinar Agama:

17:52

Salam, ada dua masalah yang perlu diperhatikan:

1- Ayat di atas, terasa kurang lengkap. Karena ayat pensucian itu diartikan dengan pensucian, padahal artinya adalah PENGHINDARAN. Karena Allah memakai kata “adzhaba ‘anhu” pada kata “liyudzhiba ‘ankum”, dimana kata-kata ini dipakai untuk menghindarkan sebelum menem- pel, bukan membersihkan atau melepaskan yang sudah menempel.

2- Ayat pensucian pada Ahlulbait as, jauh beda dengan pensucian umum pada ayat: 11, dari surat al-Anfaal itu.

Karena pada pensucian Ahlulbait tidak diqorinahi atau tidak dikondisikan dengan apapun. Artinya, pensucian mutlak. Padahal di ayat 11 di surat al-Anfaal itu, pensucian yang diakibatkan oleh air. Jadi, air inilah yang menjadi penjelas dari maksud pensucian rijs di ayat tersebut. Artinya, air yang diturunkan Allah itu untuk mensucikan apa-apa yang bisa disucikan dengan air. Karena itu, ia/air itu hanya bisa mensucikan hal-hal seperti najis dan hadats.

Jadi, rijs yang bisa disucikan itu adalah dosa-dosa yang diakibatkan oleh najisnya makanan karena haram, najisnya badan dan baju dalam shalat yang karena akan membatalkan shalat, begitu pula mensucikan dari rijs yang berupa hadats kecil dan besar hingga terhindar dari rijs yang berupa shalat yang batal, atau dosa yang diakibatkan memegang tulisan Qur'an yang tanpa wudhu atau tanpa mandi besar. By the way, rijs di sini adalah dosa-dosa yang diakibatkan oleh tidak difungsikannya air atau tidak difungsikannya dengan benar dimana hal itu juga merupakan godaan syethan.

Akan tetapi dosa-dosa seperti syirik, riya, sombong, zina, menyembah berhala, membunuh, membakar manusia hidup-hidup (seperti Khalid Bin Walid sewaktu menjadi panglima Abu Bakar dalam penyerangan ke satu suku shahabat dari suku Bani Tamiim), kesesatan ilmu dan amal, kemusyrikan, ......dan seterusnya,....sama sekali tidak bisa disucikan dengan air yang diturunkan Tuhan tersebut.

Jadi, pensucian rijs terhadap Ahlulbait as, atau yang lebih benar, penghindaran rijs dari Ahlulbait as, bersifat mutlak dan tanpa kondisi hingga Ahlulbaitas terhindar dari segala macam rijs, baik yang diakibatkan dari berkah air atau apa saja, seperti berkah ilmu, ketaatan, shalat itu sendiri, puasa itusendiri, haji, ikhlsh, tawadhu’, dzikir...dan seterusnya...dari amal-amal yang berfungsi menghindarkan dari segala macam rijs.

Sedang penghindaran dari rijs di ayat 11 surat al-Anfaal itu, adalah penghindaran yang hanya diakibatkan oleh air saja dan meliputi semua orang, baik makshumin atau bukan, baik shahabat atau kita-kita di jaman selain shahabat.

Tambahan-1: Dari penjelasan di atas itu, dapat dipahami bahwa karena penghindaran umum dari rijs yang diinginkan Tuhan itu diwasilahkan atau diperantarakan melalui air, maka dapat dipahami bahwa hal tersebut, tidak akan terjadi kalau tidak ada air. Jadi, hal ini merupakan pembatasan ke dua. Karena itu, kalau makanan belum dibersihkan dari najis, seperti darah, yang disebabkan tidak adanya air, maka rijs di sini tidak akan dapat dihindarkan. Jadi, manusia akan terpaksa memakan yang najis. Begitu pula kalau tidak punya air ketika berhadats yang mana tidak bisa shalat.

Nah, karena Islam itu rahmat dan bukan beban, maka Tuhan memakai rahmatNya, untuk menghapus rijs yang tidak disucikan dengan air karena tidak adanya air tersebut. Karena itu, kita dibolehkan makan yang haram, kalau terpaksa dan disuruh tayammum kalau tidak punya air kala mau shalat.

Karena itu, air ini, menunjukkan batasan yang lain hingga di luar batasnya, ia sudah tidak bisa berbuat apa-apa yang, karena itulah Tuhan menggunakan kaidah dan hukum lain untuk menepiskan rijs tersebut manakala tidak ada air.

Akan tetapi, di dalam penghindaran rijs dari Ahlulbait as, di sana tidak ada pembatasan dan pengkondisian apapun, baik air atau yang lainnya seperti shalat, puasa, ikhlash, ilmu yang benar, tawadhu’, menghindari dosa itu sendiri....dan seterusnya.

Tambahan-2: Selain yang sudah dijelaskan di atas itu, maka perlu diketahui bahwa Rijsun yang di QS: 33:33 yang untuk mensucikan Ahlulbait as, bukan Rijzun yang ada di QS: 8:11 di atas. Rijsun (siin) bukan Rijzun (zaa’). Rijsun segala keburukan sedang Rijzun waswas.

Jadi, rijzu al-syaithaan di ayat yang antum bawa itu adalah waswas syaithan. Jadi, katika manusia mensucikan diri, baju dan makanannya dari najis dengan air, lalu berwudhu’ dan mandi besar dengan air, maka dalam keadaan suci itu, ia bisa terbentengi dari waswas syaithan.

Wassalam. 07/10/2013 01:45


PrT.:

Terima kasih ustadz...

Menurut riwayat dalam kitab syiah daripada imam, ia penyucian khusus tersebut ialah bebas dari keraguan ( ﻚشلﺍ وﻫ ﺲﺟرلﺍ ) Rujuk Basair Darajat (1/232), Ma’ani al-Akhbar (1/171) dan lain-lain rujukan. Saya tahu ada ulama syiah yang menakwilkannya sebagai penyucian dosa tapi apa yang saya fokuskan ialah kata- kata imam syiah sendiri, bukan takwilan para pengikutnya agar sesuai dengan hawa nafsu mereka. Mungkin ustadz boleh bawakan riwayat yang menjelaskan maksud ar-Rijs di sisi imam-imam syiah. Maka saya berpendapat penyucian dari ar- Rijs tidak kira samada dari syaitan ataupun dari keraguan tidak membawa arti kemakshuman.

Maksud saya ar rijs dari ayat penyucian untuk ahlul bait yang kalian dakwakan... bukan ar rijs dari mana-mana surah lain...

14/10/2013 01:38

Pr. T.:

Salam ustadz....izinkan saya bertanya 1 lagi soalan.

Adakah benar mencaci sahabat adalah sebagian rukun islam syiah?


Sinar Agama:

Salam:

1- Sebelum membaca riwayat-riwayat Syi’ah yang tidak kamu percayai itu, maka sebaiknya kamu baca dulu Qur'an yang telah menerangkan makna dari rijs itu sendiri, seperti:


  • a- Bermakna najis lahiriah, seperti di surat al-An’aam, 154:

أو لحم الخنزير فإنه رجس

“Atau daging babi, maka sesungguhnya ia adalah rijs/najis.”


  • b- Bermakna najis batin seperti syirik, kafir dan amal-amal buruk, seperti di surat al-Taubah, 152:

و أما الذين في قلوبهم مرض فزادتهم رجسا إلى رجسهم و ماتوا و هم كافرون

“Sedang orang-orang yang ada penyakit di hatinya, maka mereka diperbanyak oleh rijs mereka ke atas rijs mereka dan mereka mati secara kafir.”


  • c- Bermakna batin akan tetapi dari jenis umum dan bukan hanya kafir, tapi seluruh kesesatan, seperti al-An’aam, 152:

و من يرد أن يضله يجعل صدره ضيقا حرجا كأنما يصعد في السماءكذلك يجعل اهلل الرجس على الذين
ال يؤمنون

“Dan barang siapa yang ingin disesatkanNya, maka harinya dibuat sempit sengsara seperti orang yang naik ke langit. Begitulah Allah menjadikan rijs kepada orang-orang yang tidak beriman.”


  • d- Di QS: 5:90, bermakna mencakup semua dosa-dosa:



“Wahai orang-orang yang beriman, sesungguhnya minuman keras, berjudi, berhala, mengundi nasib dengan panah, adalah rijs dari perbuatan syaithan, karena itu, hindarilah agar kalian selamat.”


2- Di ayat pensucian itu, selain masalah rijsun ini, dilengkapi dengan firmanNya yang berbunyi:
“...dan membersihkan kalian sebersih-bersihnya...”.

Jadi, di samping rijsun itu semua dosa dimana sudah dihindarkan dari Ahlulbait, juga dikuatkan dengan pembersihan sebersih-bersihnya itu. Jadi,dakwaan bahwa ayat ini bukan kemakshuman dan hanya pensucian dari ragu, maka hanya dakwaan kebingungan dalam memahami ayat- ayatTuhan dan, sudah tentu merasa lebih tahu Syi’ah dari orang Syi’ah itu sendiri.

3- Ketika imam-imam makshum as, yang kamu tidak percayai itu, menjelaskan maksud rijsun itu, bisa disebabkan oleh asbab wurudnya sebagaimana ayat yang sering disesuaikan dengan sebab turun/nuzul-nya. Karena itu, maka hadits-hadits itu, seperti ayat-ayat di atas yang menjelaskan rijsun itu. Apakah bisa kita hanya mengambil satu penjelasan lalu menolak makna lainnya? Misalnya memaknainya dengan bangkai dan babi, lalu menolak makna syirik, kafir, berhala, judi, mabok,.....dan seterusnya???!!!!

Jadi, penjelasan imam as tentang rijsun yang pembersihan dari ragu itu, adalah merupakan penjelasan dari salah satu maknanya, seperti ayat di atas yang saling beda menerangkan makna rijsun itu.

4- Semua perbedaan itu, karena memang tidak saling bertentangan, maka bisa dipadukan dengan menggabungnya. Karena itu, maka rijsun itu bukan hanya bangkai dan babi seperti yang diterangkan dalam satu ayat, akan tetapi juga semua dosa dan kekafiran seperti yang dijelaskan di ayat-ayat lainnya.

5- Kalau kamu memahami bahasa apapun, baik arab atau melayu atau indonesia dan jawa atau apa saja, maka sangat beda ketika ada orang yang berkata “rijsun itu keraguan” dan mengatakan “rijsun itu hanya keraguan”. Atau yang berkata “Pensucian dari ragu” atau “Pensucian hanya dari ragu”.

Artinya, ketika ayat atau hadits itu, tidak menyebutkan “hanya”, baik dalam kata atau dalam isyarat-isyaratnya, maka jelas bahwa penyebutan satuekstensi atau satu makna dari berbagai maknanya, tidak berarti menolak makna-makna yang lainnya.

6- Kamu ini semakin lama menjadi semakin lucu. Karena kalau ada hadits dari imam yang bertentangan dengan keyakinanmu langsung dikatakan sesat dan keluar dari Qur'an tapi kalau DIKIRA sama dengan prinsipmu maka dikatakan benar walau, bisa dipertentangkan dengan Qur'an (yakni kalau dimaknai dengan “hanya pensucian dari ragu” dan bukan “pensucian dari ragu”). Tentu saja riwayat Syi’ah yang kamu nukil itu tidak bertentangan dengan Qur'an karena ia hanya menjelaskan salah satu bagian dari makshum dan pensucian dari rijsun itu. Tapi karena kamu menginginkan “hanya pensucian dari ragu” itu, maka ia bisa bertentangan dengan Qur'an itu sendiri dan, kamupun menyukainya walau bertentangan dengan Qur'an.

7- Saya juga heran dengan cara belajarmu, selain heran terhadap cara kamu memahami ucapan dan tulisan dan bahasa apapun seperti yang sudah diterangkan di atas itu. Di sini, saya heran dengan cara belajarmu karena belajarmu seperti caramu yang mengherankan dalam memahami bahasa itu. Dalam memahami bahasa/ucapan, perkataan yang tidak disertai “hanya”, kamu maknai dengan “hanya”. Lah di sini, kamu menemukan satu hadits saja, lalu menghanyakannya bahwa tidak ada pernyataan imam yang mengartikan bahwa makshum itu dari dosa. Di rumahku ada sekitar 45.000 jilid kitab Syi’ah dan 40.000 jilid kitab Sunni, sudah berapakah yang sudah kamu baca hingga semudah itu berkata “hanya” sementara kamu hanya memiliki khayalanmu sendiri itu?

8- Kalau kamu mau belajar, maka ini kukutipkan hadits-hadits lain yang, sekali lagi, salinan yang kamu nukil itu, seperti:

و في رواية عن علي بن الحسين ع: “ قيل له يابن رسول اهلل، فما معني المعصوم ؟ فقال “ :هو المعتصم
”. بحبل اهلل .و حبل اهلل هو القرآن، اليفترقان الي يوم القيامة 

Dari imam Ali bin al-Husain as, beliau as ditanya: “ Wahai putra Rasulullah, apa makna makshum itu?”

Beliau as menjawab: “Yaitu yang menjaga diri dengan tali Allah. Dan tali Allah itu adalah Qur'an. Mereka (orang makshum dan Qur'an), tidak saling berpisah sampai hari kiamat.” (Bihaaru al- Anwaar, 25/194).

Nah, menyatu dengan Qur'an tanpa berpisah sampai hari kiamat, tandanya mengerti seluruhnya dengan benar dan mengamalkan seluruhnya juga dengan benar.

Atau hadits ini:

Dari Abi Abdillah as (imam Ja’far as): Makshuum itu adalah mencegah diri dengan Allah dari semua yang diharamkan Allah. Karena itu Allah berfirman: ‘Dan barang siapa menjaga diri dengan Allah maka dia telah dihidayahi ke jalan yang lurus.’.” (Biharu al-Anwaar, 25/194).

9- Tentang mencaci shahabat itu, bisa ditanya kepada yang membuat fitnah tersebut, dimana didapat penjelasan Syi’ah yang ada menerangkan bahwa pencacian kepada shahabat itu sebagai rukun Islam? Emangnya ajaran islam yang sudah sempurna di jaman Nabi saww itu masih perlu ditambahi lagi dengan ajaran yang aneh-aneh seperti yang difitnahkan itu?

Tambahan:

Ini riwayat yang kamu maksudkan di Ma’aanii al-Akhbaar, 1/171:

1 -

حدثنا أبي، ومحمد بن الحسن بن أحمد بن الوليد -رضي اهلل عنهما -قاال :حدثنا عبداهلل بن جعفر الحميري، عن محمد بن الحسين بن أبي الخطاب، قال :حدثنا النضر بن شعيب، عن عبدالغفار الجازي، عن أبي عبداهلل
عليه السالم في قول اهلل عزوجل “ :إنما يريد اهلل ليذهب عنكم الرجس أهل البيت ويطهركم تطهيرا “ (1) قال:
 . الرجس هو الشك

Ketika Abu ‘Abdillah as menerangkan ayat “innamaa yuriidullaahu lisyudzhiba ‘ankum al-rijs ahlalbait .....” beliau as berkata: Rijs itu adalah Syak.”

Nah, di hadits ini, hanya berkata “syak” dan tidak berkata “hanya syak”. Karena itu, maka jelas tidak bermaksud menafikan atau menolak makna-makna lain yang juga datang dari para imam makshum as itu sendiri seperti yang sudah dinukil sebagiannya di atas itu. Kalaupun mau dipaksakan hanya syak, maka jelas akan bertentangan dengan hadits-hadits lain dan, sudah tentu dengan Qur'an sebab Qur'an telah menerangkan banyak maknanya seperti yang sudah dinukilkan di atas.

Lagi pula, apapun yang menyebabkan dosa seseorang, seperti maksiat besar atau kecil, maka disebabkan keraguannya. Coba seseorang itu, yakin padaAllah, yakin pada neraka seperti yakinnya seorang pencuri yang saling melihat polisi, maka sudah pasti tidak akan mencuri dan tidak akan maksiat.Karena itu, syak itu, memiliki makna yang dalam. Coba kita yakin pada kebenaran firman- firman Allah sebenar-benar keyakinan yang tidak ada sedikitpun keraguan, maka sudah pasti, tidak akan berbuat maksiat sedikitpun. Jadi, dosa itu tanda dari ragu dan, karenanya, yakin tanda dari makshum.

22/10/2013 01:55


PrT.: Terima kasih ustadz Wassalam.

2 Shares

Ramlee Nooh and 21 others like this.


Win Panay: Ijin copas Ustadz.

Wasroi Aja: Nyimak

Heri Widodo: ALLAH HUMMA SHOLI ALA MUHAMMAD WA ALI MUHAMMAD.

Sinar Agama: Salam dan terima kasih untuk semua jempol dan komentarnya.

Sinar Agama: Win, semua tulisanku di facebook ini gratis selama untuk kebaikan walau dalam bentuk apa saja asal, tidak diedit, tidak dirubahnamanya dan tidak dibisniskan walau dengan nilai yang amat murah sekalipun.

Sinari Beta: Ustadz Sinar Agama ada pertanyaan ana di inbox belum dijawab-jawab. Mohon dibantu.

Sinar Agama: Sinari, doakan ya...hingga aku ini memiliki tenaga berlimpah dan penuh berokah, hingga tidak terlalu sering keteter menjawab inbox. Sepertinya ana baru menjawab yang tgl 16 atau 17-an bulan Oktober ini, afwan banget. Tapi kalau darurat dan buru-buru, beri tahu lagi di salah satu komentar di dinding ini, supaya ana bisa dahulukan.

Sinari Beta: Ga pa pa ustadz sesempatnya aja, pertanyaannya udah di dinding Sang Pencinta juga. Semoga Allah selalu menganugerahi antum kesehatan dan kekuatan serta umur yang barokah., amin wassalam.

October 28 at 8:08pm via mobile · Like · 1



اللَّهُمَّ صَلِّ عَلَى مُحَمَّدٍ وآلِ مُحَمَّدٍ وعَجِّلْ فَرَجَهُمْ

Senin, 09 Desember 2019

Hadits-hadits Kitab Yanaabii’u Al-Mawaddah Adalah Hadits-hadits Sunni, Wallaah!


Seri tanya jawab Fahmi Husein dengan Sinar Agama October 25, 2013 at 3:26pm


Fahmi Husein: (10-4-2013) Kitab Yanaabii’u al-Mawaddah apakah menukil dari literatur syiah?!

Fahmi Husein; Hadits di kitab yanabiul mawaddah alhanafi, apakah kitab sunny dalam hal ini madzab hanafi? Atau hanya nama saja?

Dan isi haditsnya khususnya 12 imam yang dirincikan itu menyadur dari literatur syiah bukan sunny ya?

Sinar Agama; Salam, jelas buku itu buku Sunni walaupun sangat mungkin dia Hanafi. Tapi sumber hadits-hadits Sunni sama saja dan tidak ditentukan dari madzhabnya. Kemudian hadits-hadits yang dinukilkannya itu jelas hadits-hadits melalui jalur Sunni yang, walaupun banyak jalur Sunni itu dengan jalur Syi’ah. Artinya, jalur-jalur yang ada di Sunni itu, banyak juga yang sama dengan jalur- jalur di Syi’ah. Dan jalur-jalur ini bukan hanya di kitab yang antum tanyakan itu, tapi juga di kitab-kitab lain. Karena Syi’ah yang tsiqah juga jalur yang diterima di Sunni. Lihat kitab dialognya Syarafuddin. Para wahabi, dengan melihat jalur seperti imam Ja’far dalam riwayat-riwayat kitab yanaabii’u itu, lantas menghukumi Sunni. Padahal banyak sekali perawian imam Ja’far as itu di Sunni.

Fahmi Husein; Maksud alfaqir, mengenai perincian nama 12 imam itu di sunny hanya dalam kitab tersebut (yanabiul mawaddah) yang mana itupun menyadur dari kitab syiah (literaturnya) ?

Sinar Agama; Sepertinya antum belum memahami jawaban ana di atas itu. Jalur perawi itu bukan saduran kitab. Lagi pula nama-nama seperti imam Ali dan imam Hasan dan imam Husain serta imam Mahdi, terlalu banyak di Sunni selain kitab yang antum tanyakan itu yang mana dia juga Sunni dan tidak mengutip kitab Syi’ah.

Fahmi Husein; Oh, dapat antum berikan contoh, dari jalur sunny selain kitab yanabiul mawaddah ustadz?

Sinar Agama; Untuk imam Ali as dan imam Husain as banyak di Sunni. Kemarin saya baru menjawab orang yang untuk imam Ali as.

Yanaabii’u al-mawaddah itu bukan ngarang sendiri, akan tetapi meriwayatkan dari kitab-kitab Sunni, seperti Faraaidu al-Simthain. Tentu saja sekali lagi, untuk nama-nama imam Ali as, imam Hasan as, imam Husain as dan imam Mahdi as, sangat banyak di kitab-kitab lainnya.

Fahmi Husein; Mohon masukannya mengenai Imam Ali, Imam Hasan, Imam Husein, dan Imam Mahdi AS atau kalau ada tambahan Imam yang lain dalam literatur sunny, harapnya ada ‘catatan khusus’ dari antum, terima kasih.

Tapi, afwan, khusus yang merincikan nama 12 imam (dalam sunny) HANYA kitab yanabiul mawaddah yang itupun ‘meng-copy’ dari kitab syiah, betul atau tidak ustadz?

Sinar Agama; Ini pernyataan pengarang Yanaabii’u al-Mawaddah tentang dari mana ia mengambil hadits yang ia kumpulkan itu dimana semuanya dari Sunni yang artinya mengambil dari kitab- kitab Sunni yang lain:

ولماكانت مودتهم علئ طريق التحقيق والبصيرة موقوفة علئ معرفة فضائلهم ومناقبهم، وهي مرقوفة على مطالعة
كتب التفاسير واالحاديث التي هي المعتمد بين أهل السنة والجماعة .وهي الكتب الصحاح الستة من:

---

/ 33. (*) االحزاب/ 23. (2) الشورى(1)

---

[ 26 ]

البخاري (1).ومسلم (2).والنسائي (3).والترمذي (4)وأبي داود - (5)باتفاق المحدثين المتأخرين -.

[ 27 ]

وأما السادس من الصحاح، فابن ماجة (1)، أو الدارقطني [أو الدارمي (2) ]، أو المرطأ - (3)فبا الختالف
-.فجمع مناقب أهل البيت كثير من المحدثين وألفوها كتبا مفردة :منهم :أحمد بن حنبل (4)، والنسائي، في وسمياه “المناقب “.ومنهم :أبو نعيمالحافظ االصفهاني (5)، وسماه ب “نزول القرآن في مناقب أهل البيت “.ومنهم :الشيخ محمد بن إبراهيم الجويني الحمويني الشافعي الخراساني(6)، وسماه “فرائد السمطين
فضائل المرتضى والزهراء والسبطي

ومنهم :علي بن عمر الدارقطني (1)؟ سماه “مسند فاطمة “.ومنهم :أبو المؤيد موفق بن أحمد أخطب خطباء خوارزم الحنفي (2)؟ سماه “فضائل أهلالبيت “.ومنهم :علي بن محمد الخطيب الفقيه الشافعي المعروف بابن المغازلي (3)؟ سماه “المناقب “.ومنهم :علي بن أحمد المالكي (4)؟ سماه“الفصول المهمة “رحمه اهلل .وهؤالء أخذوا االحاديث عن مشايخهم بالسياحة واالسفار، وبالجد والجهد في طلب الحديث من أهل

القرى واالمصار .فكتبوا في كتبهم إسناد الحديث الى الصحابي السامع الراوي بقولهم :حدثنا، أو أخبرنا فالن، مثل أصحاب الصحاح الستة .ومنهم:من جمع فضائل أهل البيت في كتاب مفرد، وسماه “المناقب “، ولكن
لم يظهر اسم المؤلف.

[ 29 ]

ومنهم :من جمعها وكتب فيها كتابا مفردا آخذا عن كتب المفسرين والمحدثين المتقدمين :كصاحب “جواهر العقدين “، وهو الشريف العالمةالسمهودي المصري - (1)رفع اهلل درجاته، وهب لنا بركاته -، وصاحب “ (2) ذخائر العقبى “، وصاحب “مردة القربى “، وهو جامعاالنساب الثالثة، مير سيد علي بن شهاب

الثقة الهمداني -قدس اله سره، وهب لنا بركاته وفتوحه -.ومنهم :من ذكر فضائلهم فيكتبهم من غير إفرادكتاب لها :كصاحب “الصواعق المحرقة “،وهو المحدث، الفقيه، الفاضل، الشيخ ابن حجر الهيثمي الشافعي،
والمعتمد بين علماء الشافعية (3).
وصاحبكتاب “االصابة “وهر الشيخ الحافظ ابن حجر العسقالني الشافعي - (4)رحهما اهلل -.

---

وصاحبكتاب “جمع الفوائد “الذي جمع فيه من الكتابين الكبيرين :أحدهما “ :جامع االصول “الذي جمع فيه ما في الصحاح الستة للشيخ [الحافظ(1) ]مجدالدين أبي السعادات المبارك بن محمد االثير الجزري الموصلي (2).وثانيهما :كتاب “مجمع الزوائد “للحافظ نور الدين أبي الحسن علي بنأبي بكر بن سليمان
الهيثمي (3)، جمع فيه ما في مسند االمام أحمد بن حنبل، وأي يعلى الموصلي (4)، وأبي بكر البزار (5)،
ومعاجم الطبراني (6)الثالثة.

وصاحب “كنوز الدقائق “، وهو الشيخ عبد الرؤوف المناوي المصري (1).وصاحب “الجامع الصغير “، وهو الشيخ جالل الدين السيوطي المصري(2).ومنهم :من جمع االحاديث الواردة في قيام القائم المهدي (عليه الصالة والسالم)،ك (علي القاري الخراساني الهروي (3) )وغيره .فالمؤلف الفقيرالى اهلل المنان، “سليمان بن إبراهيم “المعروف ب “خواجهكالن بن محمد معروف “المشتهر ب “بابا خواجه بن إبراهيم بن محمد معروف بنالشيخ السيد ترسون الباقي الحسيني البلخي القندوزي - “غفر اهلل لي ولهم وآلبائهم وأمهاتهم ولمن ولدوا

بلطفه ومنه -ألف هذا الكتاب اخذا من هؤالء الكتب المذكورين، ومنكتب علماء “الحروف.

----

arti dua baris terakhir:

“Ia (maksudnya dirinya sendiri) mengarang kitab ini (Yanaabii’u al-Mawaddah) dengan mengambil dari kitab yang telah disebut itu .....”

Pengarang Yanaabii’u al-Mawaddah itu mengatakan bahwa seluruh hadits yang ada di kitabnya itu diambil dari kitab-kitab Sunni seperti Bukhari, Muslim...........dan seterusnya sampai akhir penukilanku di atas itu. Jadi, kitab ini, benar-benar sudah mewakili hadits-hadits Sunni dan sama sekali bukan hadits Syi’ah dan tidak diambil dari kitab Syi’ah.


Fahmi Husein; Jika kita mem-verifikasi kitab Yanabi’ul Mawaddah, diantaranya riwayat-riwayat berikut ini:

1 -

وعن ابن عباس )رضي اهلل عنهما ( قال :سمعت رسول اهلل )ص( يقول :أنا وعلي والحسن والحسين وتسعة من
ولد الحسين مطهرون معصومون..

http://www.facebook.com/l.php?u=http%3A%2F%2Fyasoob.com%2Fbooks%2Fhtm1%2Fm025%2 F29%2Fno2920.html&h=rAQG7_y-c&s=1 (lihat hal 291)

Riwayat pertama ini terdapat catatan kaki yang menunjukkan sumbernya, yaitu ‘Uyunul akhbar ar-Ridha. Sebagaimana diketahui kitab tersebut adalah karya Syaikh Shaduq (Syaikh Abu Ja’far Muhammad bin ‘ali bin Babawaih al-Qummi).

2 -

وفيه :عن االصبغ بن نباتة، عن ابن عباس رفعه :أنا وعلي والحسن والحسين وتسعة من ولد الحسين مطهرون
معصومون.

http://yasoob.com/books/htm1/m025/29/no2920.html (lihat hal 384)

Riwayat kedua ini berdasarkan BAB-nya, adalah kumpulan riwayat tentang al-Mahdi yang terdapat dalam Ghayatul maraam (al-Bahraani). Kemudian dengan melihat riwayat yang tersebut di atasnya, terlihat bahwa riwayat tersebut diambil juga dari Fara’id as-Simthin (al-Juwaini). Ghayatul Maraam, sebagaimana diketahui bahwa itu adalah literatur Syi’ah, penulisnya adalah sayyid Hasyim al-Bahrani, pemilik al-Burhan fi tafsir al-Qur’an.

Jika melihat kitab Fara’id as-Simthin Juz 2. Dalam bab Fii Ishmah al-A’immah min Aal Muhammad Shallallahu ‘Alaihim Ajma’in, setelah menyebutkan beberapa nama ulama’ :

قالوا كلّهم :أنبأنا الشيخ أبو جعفر محمد بن عل ّي بن بابويه الق ّمي (3)قال :أخبرنا علي بن محمد بن عبد اهلل
الوراق الرازي ، قال :أخبرنا سعد بن عبد اهلل

قال :أنبأنا الهيثم بن أبي مسروق النهدي عن الحسين بن علوان ، عمرو بن خالد ، عن سعد بن طريف ، عن
األصبغ بن نباتة :

عن عبد اهلل بن عباس ، قال :سمعت رسول اهلل (صلّى اهلل عليه وسلّم )يقول :أنا وعل ّي والحسن والحسين
وتسعة من ولد الحسين مط ّهرون معصومون

Kalau melihat riwayat dalam fara’id as-simthin di atas, justru jelas disebutkan bahwa sumber riwayat tersebut adalah Syaikh Abu Ja’far Muhammad bin ‘ali bin Babawaih al-Qummi, atau dikenal juga dengan Syaikh Shaduq.

Untuk klarifikasi, kita lihat kitab Kamaluddin-nya syaikh Shaduq :

كمال الدين و تمام النعمة ابي جعفر محمدبن علي بن الحسين بن بابويه القمي المعروف بالشيخ الصدوق
ه305 - 381

حدثنا علي بن عبد اهلل الوراق الرازي قال :حدثنا سعد بن عبد اهلل قال :حدثنا الهيثم بن أبي مسروق النهدي الحسين ، عن الحسين بن علوان ، عنعمر ابن خالد ، عن سعد بن طريف ، عن االصبغ بن نباته ، عن عبد اهلل بن عباس قال :سمعت رسول اهلل صلى اهلل عليه وآله يقول :أناوعلي والحسن والحسين وتسعة من ولد
مطهرون معصومون

http://www.facebook.com/l.php?u=http%3A%2F%2Fwww.rafed.net%2Fbooks%2Fhadith%2Fkam al%2F15.html&h=PAQFQzObg&s=1 (lihat hal 280, hadits no :28)

lihat juga Ghayatul Maraam :

قالوا كلهم :أنبأنا الشيخ أبو جعفر محمد بن علي بن بابويه القمي رضي اهلل عنه قال :أخبرنا علي بن عبد اهلل الوراق الرازي قال :أنبأنا سعد بن عبد اهلل قال :أنبأنا الهيثم بن أبي مسروق النهدي، عن الحسن بن علوان، عن

عمر بن خالد، عن سعيد بن طريف عن األصبغ بن نباتة، عن عبد اهلل بن عباس قال :سمعت رسول اهلل (صلى اهلل عليه وآله )يقول “ :أناوعلي والحسن والحسين وتسعة من ولد الحسين مطهرون معصومون

http://www.facebook.com/l.php?u=http%3A%2F%2Fwww.aqaed.com%2Fbook%2F327%2Fgh- mram1-13.html&h=iAQEWxhc-&s=1 (hal. 142)

Teks dari Ghayatul Maraam sama persis dengan yang ada di Fara’id as-Simthin. Tidak aneh, karena dari catatan kakinya memang disebutkan bahwa sumbernya adalah Fara’id as-Simthin.

Setelah mem-verifikasi sumber- sumber/rujukan yang digunakan dalam kitab Yanabi’ul mawad- dah, jelas bahwa literatur yang ada adalah milik Syi’ah.

Sedikit tambahan, jika kita lihat status riwayat Ibn ‘Abbas diatas, yaitu yang ada di Kamaluddin :

حدثنا علي بن عبد اهلل الوراق الرازي قال :حدثنا سعد بن عبد اهلل قال :حدثنا الهيثم بن أبي مسروق النهدي الحسين ، عن الحسين بن علوان ، عنعمر ابن خالد ، عن سعد بن طريف ، عن االصبغ بن نباته ، عن عبد اهلل بن عباس قال :سمعت رسول اهلل صلى اهلل عليه وآله يقول :أناوعلي والحسن والحسين وتسعة من ولد
مطهرون معصومون

Perhatikan sanadnya, siapakah ‘Ali bin ‘Abdullah al-Warraq ar-Raaziy ? Di dalam kitab al-mufid min mu’jam ar-rijal al-hadiits karya Muhammad al-Jawaahiriy, ternyata ‘Ali bin ‘Abdullah al-Warraq adalah majhul.

الصحيح ما في الطبعة الحديثة وهو علي بن عبد اهلل الوراق الرازي “المجهول اآلتي “ 8292كما روى في
الفقيه بهذا العنوان عن سعد بن عبد اهلل

Kesimpulannya, riwayat dari Ibnu ‘Abbas tersebut jelas bersumber dari literatur Syi’ah, dan sanadnya sendiri ternyata cacat (menurut kitab al-mufid mu’jam ar-rijal al-hadiits, ringkasan dari mu’jam rijal al hadiits al-Khu’i).

Riwayat yang dimaksud adalah yang berikut ini:

عن عبد اهلل بن عباس قال :سمعت رسول اهلل )صلى اهلل عليه وآله( يقول :أنا وعلي والحسن والحسين وتسعة
من ولد الحسين مطهرون معصومون

Apakah antum sudah verifikasi riwayat tersebut ada dalam literatur Sunni? Jika memang ada, silahkan antum sebutkan ada di kitab apa, bab apa, hadits nomor berapa dan disertai sanad perawinya.

Adapun hasil verifikasi berikut ini ana sampaikan halaman yang ana rujuk yaitu http://www. yasoob.com/books/htm1/m025/29/no2918.html (silahkan antum merujuk langsung ke halaman itu yang merupakan salinan isi kitab yanabiul mawaddah),

Dapatnya diperhatikan riwayat, dan lihat footnotenya untuk riwayat tersebut di situ jelas tertulis

`Uyunul Akhbar Ar Ridha 2/262 hadits 43 ! Bukankah `Uyunul Akhbar adalah salah satu kitab literatur Syi’ah yaitu karangan Syaikh Shaduq?

Mengenai riwayat tersebut dalam kitab faraidus simthain, maka berikut ini sanad riwayat itu dalam kitab tersebut:

ـ 431ـ أنبأني اإلمام بدر الدين محمد بن أبي الكرم عبد الرزاق بن أبي بكر بن حيدر ، أخبرني القاضي فخر
محمد بن خالد الحنيفي األبهري كتابة ، قال :أنبأنا السيد اإلمام ضياء الدين فضل اهلل بن عل ّي أبو الرضا إجازة ، أخبرنا السيد أبو الصمصام ذو الفقار بن محمد بن معد الحسني ، أنبأنا الشيخ أبو جعفر الدين الراوندي

الطوسي ، أنبأنا أبو عبد اهلل محمد بن محمد بن النعمان ، وأبو عبد اهلل الحسين بن عبيد اهلل ، وأبو الحسين

جعفر بن الحسين ابن حسكة الق ّمي ، وأبو زكريا محمد بن سليمان الحّراني ، قالواكلّهم :أنبأنا الشيخ أبو جعفر بن عل ّي بن بابويه الق ّمي قال :أخبرنا علي بن [محمد بن ]عبد اهلل الوراق الرازي ، قال :أخبرنا سعد اهلل ، قال :أنبأنا الهيثم بن أبي مسروق النهدي عن الحسين بنعلوان ، عمرو بن خالد ، عن سعد بن محمد بن عبد

طريف ، عن األصبغ بن نباتة :عن عبد اهلل بن عباس ، قال :سمعت رسول اهلل (صلّى اهلل عليه وسلّم )يقول :
أنا وعل ّي والحسن والحسين وتسعة من ولد الحسين مط ّهرون معصومون

Perhatikan pada rangkaian sanad riwayat tersebut, disebutkan semuanya menerima riwayat

tersebut dari Syaikh Abu Ja`far bin Ali bin Babawaih Al Qummiy yaitu yang dikenal dengan julukan Syaikh Shaduq! Jadi berarti riwayat ini hanyabersumber/bermuara dari satu jalur yaitu jalur Syi’ah, yang bisa jadi rujukan kitab faraidus simtain sama dengan rujukan pada footnote kitab yanabiul muawaddah yang merujuk ke kitab Uyunul Akhbar yang merupakan karangan Syaikh Shaduq. Jadi bisa dibilang, riwayat pada kedua kitab tersebut (yanabiul mawaddah dan faraidus simthain) sumbernya itu-itu juga alias sama/satu sumber yaitu dari Syaikh Shaduq.

Lalu gimana antum bisa katakan bahwa riwayat tersebut hanya merujuk pada literatur Sunni dan benar-benar bukan nukilan dari Syi’ah?

Muhammad Iqbal dan Fery Heriawan menyukai ini.


Sinar Agama: Salam dan terima kasih tag-annya. Set umum/public dulu baru nanti dijawab in'syaa Allah.

Sinar Agama: Apakah Pencinta dan lain-lainnya melihat tag-an sayyid Fahmi ini? Tolong jawab ya, sebelum ana jawab tag-an beliau ini. Maksudnya supaya bermanfaat juga bagi yang lain.

Sang Pencinta: Iya, terlihat ustadz.

Sinar Agama: Mana sayyid Fahmi kok belum jawab apakah sudah dibuat untuk publik atau belum?

Sinar Agama: Salam dan terima kasih tag-annya:

1- Saya sudah menjawab di atas bahwa penyata dari riwayat-riwayat di kitab tersebut ada dari jalur Sunni, adalah Pengarangnya sendiri yang bermadzhab Hanafi itu.

2- Untuk memperjelas, maka paragraf pertama di atas itu ada nukil lagi di sini dan akan dilengkapi dengan terjemahannya:

ولما كانت مودتهم علئ طريق التحقيق والبصيرة موقوفة علئ معرفة فضائلهم ومناقبهم، وهي مرقوفة على مطالعةكتب التفاسير واالحاديثالتي هي المعتمد بين أهل السنة والجماعة .وهي الكتب الصحاح الستة من

“Dan ketika mencintai mereka (Ahulbait) itu memerlukan kepada penelitian dan makrifat terhadap fadhilah-fadhilah (keutamaan-keutamaan) dan sejarah mereka, dimana tergantung pada pembelajaran kitab-kitab tafsir dan hadits yang diterima di Ahlussunnah wa al-Jamaa’ah, yaitu kitab shahih yang enam.......(lalu ia menyebutkan kitab yang enam itu)......................(lalu diteruskan dengan kitab-kitab lain sampai ke paragraf akhir dimana semua adalah penyebutan nama kitab Sunni)....................

3- Catatan kaki yang ada di Yanaabii-’u al-Mawaddah itu adalah tahqiiq atau penelitian berikutnya, bukan dari awal kitab hingga pengarangnya dikira mengambil dari kitab-kitab Syi’ah yang disebutkan itu. Jadi, seperti yang sudah dikatakan bahwa kesamaan jalur.

4- Jangan dikira bahwa jalur perawi di Syi’ah itu, semua orang Syi’ah. Ini kesimpulan yang dikarang- karang. Jadi, jangan dikira kalau ada susunan perawidi kitab-kitab Syi’ah itu semuanya adalah Syi’ah. Karena di Syi’ah, perawi-perawi Sunni, asal baik dan taqwa, sangat diterima.

5- Itulah yang saya katakan bahwa kesamaan perawi di kitab-kitab Sunni dan Syi’ah, merupakan kesamaan jalur saja dan, hal ini sudah biasa di jamanperiwayatan hadits. Karena di jaman itu, yang menjadi tekanan ulama adalah ketaqwaannya, tidak perduli ia Syi’ah atau Sunni, yang Sunni tidak perduli saling mengafirkan antara mu’tazilah dan asy’ariyyah atau dengan ibnu taimiyyah yang digurui abdullah bin abdulwahhab (pemikirannya, bukan orangnya karena tidak sejaman). Jadi, walaupun mereka saling berantem dalam membela keyakinan masing- masing, tapi dalam periwayatan hadits, saling menerima kalau diyakini tsiqah atau dipercaya. Tak perduli pembela Abu Bakar atau Umar atau Utsman atau Mu’awiyyah atau ‘Aisyah atau Thalhah dan Zubair atau Ibnu Zubair atau Yazid (lihat peperangan Ibnu Zubair dan Yazid atau bani Umayyah).......dan dalam keyakinan tak perduli ikut jabariyyah atau qadariyyah, tak perduli dalam fikih ikut Hanafi, Hanbali, Maliki atau Syafi’i atau bahkan tidak ikutmereka sama sekali.......................

6- Hanya pada pengikut wahabi saja, yaitu ketika semua muslimin sudah dihukumi syirik dan kafir serta halal darahnya, maka saling menghormati seperti di atas itu sudah tidak ada lagi.

7- Dalam dialog Syi’ah-sunnah karya ayt Syarafuddin Musawi sudah disebutkan hal ini, yaitu bahwa sebegitu banyaknya perawi-perawi Syi’ah yang ditsiqahkan oleh ahli rijal (ahli tentang perawi) Sunni. Sampai-sampai beliau ra menyebutkan 100 perawi Syi’ah yang ditsiqahkan Sunni. Lihat dialog ke 16.

8- Jangankan kitab-kitab hadits biasa, kitab-kitab seperti Shahih Bukhari saja meriwayatkan hadits dari orang-orang Syi’ah yang tsiqah. Jangankanmeriwayatkan, tapi bahkan dijadikannya sebagai syaikhu al-hadits oleh Bukhari. Syaikhu al-Hadiits adalah sumber rujukan hadits-hadits yang biasa menjadi sumber pengambilan hadits yang berjumlah banyak sekali dan dijadikan tokoh dan gurunya. Seperti Ismaaiil bin Abaan al-Warraaq. Kalau antum lihat di kitab dialog tersebut, yaitu di dialog ke 16, maka benar-benar akan ditemui banyak sekali perawi Syi’ah yang dijadikan tokoh oleh para ahli hadits Sunni.

9- Sekali lagi, di Syi’ah juga banya perawi Sunni. Yakni banyak sekali. Hadits-hadits yang ada perawi Sunni-nya, asal tsiqah, diistilah sebagai hadits shahih juga. Tapi bagi sebagian ulama disebut sebagai hadits Muwatstsaq atau “Yang Dipercaya”.

10- Kesimpulan:

  • a- Penyata bahwa hadits-hadits di kitab Yanaabii’u al-Mawaddah itu dari kitab-kitab Sunni yang juga disertai dengan penyebutan kitab-kitabnya, adalah pengarangnya sendiri yang bermadzhab Sunni.
  • b- Kitab Yanaabii’u al-Mawaddah ini, jelas sangat diterima di Sunni kecuali wahabi yang ngaku-ngaku Sunni (tentu dengan makna lain, yaitu yang bermakna “Mengikuti Qur'an dan hadits”, bukan mengikuti Asy’ari atau Mu’tazilah dalam aqidah dan mengikuti 4 imam madzhab dalam fikih yaitu Hanafi, Maliki, Hanbali dan Syafi’ii).
  • c- Catatan kaki yang diberikan di bawah kitab itu, ditulis setelah seratus tahun. Karena penulisnya meninggal th 1294 sementara catatan kakinya dibuat th 1416.
  • d- Karena itu ada yang memang sama jalurnya, yakni sama-sama ada di Sunni dan Syi’ah. Misalnya hadits yang meriwayatkan bahwa ketika imamHusain as sedang dalam pangkuan Nabi saww, beliau saww bersabda:
وفي مودة القربى :عن سليم بن قيس الماللي عن سلمان الفارسي قال :دخلت على النبي صلى اهلل عليه
وآله وسلم فإذا الحسين بن علي على فخذيه وهو يقبل خديه ويلثم فاه ويقول :أنت سيد، ابن سيد، أخو سيد، وأنت إمام، ابن إمام، أخو إمام، وأنت حجة ابن حجة أخو حجة، وأنت أبو حجج تسعة
تاسعهم قائمهم

“Engkau sayyid, anak sayyid dan saudara sayyid. Engkau imam, anak imam dan saudara imam. Engkau hujjah (Hujjatullah), anak hujjah dan saudara hujjah. Engkau adalah anak dari sembilan hujjah dimana yang ke sembilannya adalah Yang Bangkit dari mereka (maksudnya yang akan menguasai dunia, yaitu imam Mahdi as).”

Hadits ini, diambil oleh pengarang Yanaabii’u al-Mawaddah dari kitab-kitab seperti: Mawaddatu al-Qurbaa karya ulama Sunni yang bernama Ahmad bin Abdullah bin Muhammad bin Abu Bakar bin Muhammad al-Thabari (619-694 H.) dan di hadits ada di kitab al-Ikhtishaash, 207.

Atau hadits yang mengatakan bahwa kalimat taammah itu adalah 12 imam dari imam Ali as, imam Hasan as dan imam Husain ini.

وفى المناقب :عن المفضل قال :سألت جعفر الصادق عليه السالم عن قوله )عزوجل( “ ):وإذ ابتلى إبراهيم ربه بكلمات( االية .قال :هيالكلمات التي تلقاها آدم من ربه فتاب عليه، وهو انه قال :يا رب أسألك بحق محمد وعلى وفاطمة والحسن والحسين إال تبت على، فتاباهلل عليه انه هو التواب الرحيم .فقلت له :يا ابن رسول اهلل فما يعنى بقوله )فأتمهن(؟ قال :يعنى أتمهن الى القائم المهدى إثنى
عشر إمام، تسعة من ولد الحسين عليهم السالم .

Riwayat ini, ada diambil oleh pengarang kitab Yanaabii’u al-Mawaddah dari kita al- Manaaqib, dimana dalam mukaddimah kitabnya kitab-kitabyang bernama al-Manaaqib ini dari orang-orang berikut ini: al-Nasaai, Ahmad bin Hanbal dan Ali bin Muhammad Khathiib seorang faqiih madzhab Syaafi’ii (483 H). Dan di catatan kaki ditulis bahwa hadits itu juga ada di kitab Ma’aani Akhbaar karya Syaikh Shaduuq.

  • e- Lagi pula, terlalu banyak hadits tentang nama-nama imam yang di riwayat Yanaabii’u itu yang tidak ada di jalur Syi’ah walau isi dan matannya sama. Jangan jauh-jauh, hadits pertama nukilan antum itu, yaitu yang berbunyi:

أنا وعلي والحسن والحسين وتسعة من ولد الحسين مطهرون معصومون

“Aku dan Ali dan Hasan dan Husain dan sembilan dari putra Husain adalah orang suci dan makshum.”

Hadits ini, ada di kitab Sunni seperti: Mawaddatu al-Qurbaa yang dikarang oleh pengarang Dzakhaairu al-’Uqbaa yang bernama Ahmad al-Thabari itu (619-694 H). Begitu juga ada di Faraaidu al-Simthain, 2/313, hadits ke: 563.

Kalau penyanggah itu mengatakan ada di kitab Syi’ah seperti ‘Uyuunu Akhaari al-Ridhaa, maka hal itu tidak ada masalah sedikitpun.

  • f- Wahabiyuun ini memang ra’syih. Kadang mereka mengatakan bahwa nama-nama imam Syi’ah tidak ada di hadits Syi’ah dan hanya mengambildari Sunni. Tapi kadang mengatakan bahwa bukti nama-nama imam Syi’ah yang ada di hadits-hadits Sunni telah diambil dari kitab-kitab Syi’ah. Wallahi lucu amat. Yang benar adalah, bahwa riwayat tentang nama- nama imam Syi’ah yang 12 orang makshum yang dikenal dengan Ahlulbait as itu, ada di kitab-kitab Sunni dan kitab-kitab Syi’ah.

Wassalam.


Firdaus Triple F: Mantab,..sholllu ala nabiy wa aalihi thaahiriin wal makshumiin.

Muhammad Iqbal: Allahumma Shalli ‘ala Sayyidina Muhammad wa’ala Aali Sayyidina Muhammad wa’ajjil farajahum wa ahlik ‘aduwwahum minal jinniwal insi minal awwalina wal akhirin. Alhamdu_ LILLAH.

Fahmi Husein: Sudah ustadz Sinar Agama, afwan gak menjawabi karena alfaqir kira antum dapat mengetahuinya (melihat ‘tanda’ publik).

Terimakasih atas jawabannya, yang ana incar kesimpulan ‘e’, yang “gigit” kesimpulan ‘f’, yang dahsyat seluruh jawabannya, wallah kama didulang nahna, selalu ngelagakno kalo tanya ma antum ustadz, jangan bosen yah, sukron katsir. Semoga... Allah sebaik-baik pemberi balasan, semoga selalu dalam lindungan-Nya,, bi berkati Fatimah wa Abiha wa Ba’aliha wa Baniha wa sirril mustauda’u fiha.. Taqabbal Ya Rabb.

Sinar Agama: Fahmi: kuntu abki bidu’aa-ik, syukran lak bidzikri Sayyidati Nisaa’ Ahliljannah as. Yarzukunaallaahu wa iyyaakum. aamin. Oh iya, lain kali kalau ana mohon sesuatu, maka tolong diberikan tanpa direnungkan lagi, karena ana kadang hanya punya kesempatan beberapa detik membaca satu pertanyaan atau komentar. Jadi, dari pada waktu dan pikiran kebuang hanya mencari-cari ini dan itu yang bersifat teknis, maka ahsan dibantu dimudahkan. Kemarin ana sudah cari-cari tentang publiknya itu tapi ngga terlihat. Mungkin karena bukan ana pengirimnya. By the way, masykuur. Wassalam.

2 Shares

12 people like this.

Pencari Kebenaran: Ya....Allah.....semoga engkau selalu curahkan rahmat mu kepada beliau ini

{USA} AAMIIN!

November 15 at 1:51pm · Like · 1



اللَّهُمَّ صَلِّ عَلَى مُحَمَّدٍ وآلِ مُحَمَّدٍ وعَجِّلْ فَرَجَهُمْ

Minggu, 12 Mei 2019

Cara Menyikapi Sumber


Seri tanya jawab Iqbal Malmsteen dengan Sinar Agama
by Sinar Agama (Notes) on Thursday, April 11, 2013 at 11:14 pm


Iqbal Malmsteen mengirim ke Sinar Agama: Senin (11-3-2013) melalui BlackBerry Smartphones App, Assalamuallaikum Ustadz. Saya ingin mengajukkan beberapa pertanyaan. Antara lain : 

1. Bagaimana Seharusnya Etika kita terhadap Sumber ? 

2. Bagaimana sebenarnya Maksud Surah Al - Luqman Ayat 5, ada sebagian Ulama mengharamkan Musik dengan menggunakan Terjemahan Surah tersebut. 

Saya haturkan Terimakasih sebelumnya, dan Assalamuallaikuum... 

SangPencinta: Salam, ikut bantu, untuk no.2: Kita yang kelas mukalid ini dalam berhukum Tuhan (fikih), merujuknya ke fatwa marja taqlid, tidak ke Qur'an atau hadis langsung. 

Tentang taqlid oleh ust sinar: 
https://www.dropbox.com/s/g2unyedhagftit3/WF%20Marja%20Taqlid.pdf?m, 

tentang musik: https://www.dropbox.com/s/ju8wd4f0fu8wo3o/Seputar%20Musik.pdf. 
WF Marja Taqlid.pdf 

Sinar Agama: Salam dan terimakasih pertanyaannya: 

1- Etika kita terhadap sumber, kalau yang dimaksudkan adalah Qur'an dan Hadits, maka wajib menghormatinya. Salah satu cara menghormatinya adalah tidak menafsirkannya sendiri dan hanya menafsirkannya sesuai dengan penjelasan ulama. Karena itulah, maka dalam fikih, cara menghormatinya adalah dengan merujuk langsung pada fatwa marja’nya dan tidak boleh memaknainya sendiri. 

Jadi, kalau sumber itu menjelaskan hukum, maka selain mujtahid tidak boleh memaknainya. 

Kalau menerangkan akidah dan akhlak, maka tidak boleh menafsirkannya selain ulama dan orang yang bukan ulama hanya bisa menafsirkan sesuai dengan tafsiran ulama itu (baca: menukilkan, baik dengan menyebut nama atau tidak, tapi isinya harus dari ulama). 

Tapi perlu diketahui bahwa sumber dalam Syi’ah itu masih ada dua lagi, yaitu akal dan ijma’ ulama yang di jaman makshumin as dimana dipahami bahwa mereka mengambil dari makshumin as. 

Kalau sumbernya akal, maka kalau bahasannya masalah akidah, maka memang harus dipakai oleh semua orang. Karena itu, harus mencapai argumentasi-gamblang dalam setiap keimanannya. Tapi kalau untuk fikih, maka akal itu sendiri mengatakan untuk merujuk kepada ahlinya seperti kesehatan yang merujuk ke dokter. 

Kalau sumbernya ijma’, maka selain ulama tidak boleh mengomentari apapun hal ini dan hanya ulama yang bisa mengulas dan membahasnya. 

2- Tentang ayat yang dimaksud itu, semestinya ayat: 5 yang berbunyi: 

وَمِنَ النَّاسِ مَنْ يَشْتَرِي لَهْوَ الْحَدِيثِ لِيُضِلَّ عَنْ سَبِيلِ اللَّهِ بِغَيْرِ عِلْمٍ وَيَتَّخِذَهَا هُزُوًا أُولَئِكَ لَهُمْ عَذَابٌ مُهِينٌ 

”Dan ada sebagian orang yang membeli ucapan sia-sia untuk menyesatkan dari jalan Allah tanpa ilmu (yakni tidak ada dalil benarnya) dan mengambilnya sebagai permainan, bagi mereka adzab yang menghinakan.” 

Kalau sekedar main raba, bukan untuk memutuskan hukum dan hanya ingin membayangkan saja, maka ucapan sia-sia di sini, tidak berhubungan dengan musik. Karena sia-sia di sini, bukan yang tidak berguna dan membuang-buang umur. Karena sia-sia di sini adalah yang tanpa argumentasi dan menyesatkan. Jadi, maksudnya adalah yang menentang kebenaran itu sendiri. Sementara musik, sia-sianya dari sisi buang umur dan melenakan (bisa dibuat joget, dansa ...dan seterusnya) dimana mencakupi kata-kata yang hak dan benar sekalipun. 

Iqbal Malmsteen: Terimakasih Ustadz. Sungguh Mengesankan dan Sangat Arif. Wassalam.


اللَّهُمَّ صَلِّ عَلَى مُحَمَّدٍ وآلِ مُحَمَّدٍ وعَجِّلْ فَرَجَهُمْ

Jumat, 28 Desember 2018

Kitabullah dan Ahlulbaitku atau Kitabullah dan Sunnahku ?



Seri tanya jawab Sufyan Hossein dengan Sinar Agama
by Sinar Agama (Notes) on Tuesday, April 2, 2013 at 7:53 am



Sufyan Hossein: 17 Februari 2013, Bismillaahirrahmanirrahim.... Afwan ustadz mau bertanya: bagaimana tanggapan ustadz tentang hadits-hadits di bawah ini.. Al-Hakim meriwayatkan di dalam al-Mustadraknya dari Zaid bin Arqam bahwa Nabi Shallallahu ‘alaihi wa aalihi wa sallam bersabda pada Haji Wada’: 


“Sesungguhnya aku telah tinggalkan kepada kalian tsaqalain (dua peninggalan yang sangat berharga) yang salah satu dari keduanya lebih besar daripada yang lain, Kitabullah (Al-Qur’an) dan keturunanku. Oleh karena itu perhatikanlah oleh kalian dalam memperlakukan keduanya sepeninggalku. Sebab sesungguhnya keduanya tidak akan pernah berpisah sehingga berjumpa denganku di Haudh (telaga di surga).” 

Namun ada pula hadits ini : Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa aalihi wa sallam bersabda: 

“Aku tinggalkan pada kalian dua perkara yang kalian tidak akan tersesat apabila (berpegang teguh) kepada keduanya, yaitu Kitabullah dan Sunnahku. Tidak akan bercerai berai sehingga keduanya menghantarku ke telaga (Surga).” 


(Dishahihkan oleh Al- Albani dalam kitab Shahihul Jami). 

Manakah yang benar dalam hal ini, SUNNAH Nabi Shallallahu ‘alaihi wa aalihi wa sallam ATAU Ahlul Bayt Nabi Shallallahu ‘alaihi wa aalihi wa sallam?? Dan ada lagi hadits --> Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa aalihi wa sallam: 

“Perumpamaan Ahlul Baitku seperti bahtera Nuh, barangsiapa yang menaikinya niscaya ia akan selamat; dan barangsiapa tertinggal darinya, niscaya ia akan tenggelam dan binasa.” 

(Disahihkan Al Hakim, Ibnu Hajar dan Ath Thabrani). 

Namun ada juga perkataan dari Imam Malik bin Anas --> Imam Malik bin Anas rahimahullaahu ta’ala berkata: 

“As-Sunnah Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam ibarat bahtera (perahu) Nabi Nuh ‘alaihissalam, siapa saja yang menaiki (mengikutinya) maka ia akan selamat dan siapa saja yang menyelisihinya maka ia akan binasa.” 

(Diriwayatkan oleh al-Harawi di dalam Dzammul Kalam, IV/124, dan al-Khathib al-Baghdadi dalam Tarikh Baghdad, VII/336). 

MANAKAH YANG BENAR DALAM HAL INI -> SUNNAH NABI ATAU AHLUL BAYT NABI?? Jazakumullah khairan — bersama Sinar Agama dan Abu Fahd NegaraTauhid. 

Sinar Agama: Salam dan terima kasih pertanyaannya: 

1- Ada dua hadits yang dihandalkan masing-masingnya oleh Syi’ah dan Sunni. 
  • Pertama, hadits tentang peninggalan Nabi saww untuk umat yang berupa dua hal yang berat, yaitu Qur'an dan Ahlulbait as (bukan keturunan seperti yang antum katakan, tapi Ahlulbait yang makshum, yaitu 12 imam as dan hdh Faathimah as) dimana pesan ini yang dijadikan handalan Syi’ah. 
  • Ke dua, tentang peninggalan Nabi saww untuk umat yang berupa dua hal yang berat, yaitu Qur'an dan Sunnah Nabi saww. 
2- Di Sunni dan di Syi’ah, jelas yang menjadi pedoman agama itu adalah Qur'an dan hadits. Akan tetapi, Syi’ah yang mengikuti Ahlulbait as itu, karena Qur'an itu harus dijelaskan oleh makshum yang mewarisi seluruh ilmunya dari Nabi saww secara makshum dan juga tidak ada yang lebih tahu hadits Nabi saww kecuali pewaris ilmu beliau saww yang juga makshum. Jadi, pengikut Ahlulbait as itu, mengikuti Ahlulabait as karena perintah Allah dalam Qur'an dan karena perintah Nabi saww dalam hadits. 

3- Dengan penjelasan di atas, maka pengikut Ahlulbait as sudah tentu mengikuti Hadits atau Sunnah Nabi saww seperti Syi’ah, tapi yang mengikuti hadits Nabi saww belum tentu mengikuti Ahlulbait yang makshum as. Hal itu karena mengikuti Ahlulbait as itu di samping karena Ahlulbait yang makshum itu lebih tahu tentang Qur'an dan Sunnah Nabi saww, juga karena Nabi saww sendiri yang memerintahkan seperti di hadits di atas itu.

4- Dilihat dari isi dua bentuk hadits di atas itu, sudah tentu Ahlulbait as tidak bertentangan dengan Sunnah Nabi saww hingga membuat kedua hadits tersebut layak dipertentangkan. Hal itu karena Ahlulbait as itu, makshum dan lebih tahu tentang Qut an dan Sunnah Nabi saww hingga karena itu, maka mengikuti Ahlulbait as sudah tentu mengikuti Qur'an dan Sunnah Nabi saww. Sedang yang mengikuti Qur'an dan Sunnah Nabi saww sendiri, sangat-sangat belum tentu mengikuti keduanya karena jelas-jelas belum tentu memahami dengan benar keduanya lantaran tidak makshum dan tidak mewarisi ilmu Nabi saww secara makshum. 

5- Tentang dalil Qur'an dan hadits Sunni tentang kemakshuman Ahlulbait as itu, sudah sering saya jelaskan di facebook ini hingga di sini saya tidak akan mengulangnya dan silahkan merujuk ke catatan-catatan tentang Ahlulbait as atau tentang imamah.

6- Kalaulah ada orang mau mempertentangkan dua jenis hadits di atas itu, dan ia ingin mengambil salah satunya saja, maka sudah tentu dia tidak boleh mengambil yang memesankan atau mewariskan Qur'an dan Sunnah Nabi saww. Hal itu bukan karena Sunnah Nabi saww itu tidak bisa dijadikan dasar agama, karena Sunnah Nabi saww itu pada esensi dan hakikatnya merupakan dasar Islam ke dua setelah Qur'an. 

Akan tetapi, berhubung banyaknya hadits dan perbedaan dan bahkan pertentangannya, di samping banyaknya hadits-hadits yang sengaja disusupkan sejarah, maka sudah tentu Sunnah Nabi saww tersebut perlu difilter dengan Qur'an secara hakiki. Dan pemfilteran atau pentesteran atau pengukuran atau penilaian hadits dengan Qur'an itu, hanya akan terjamin kalau dilakukan oleh yang mengerti Qur'an secara lahir dan batin secara makshum yang kemakshumannya dijamin Qur'an itu sendiri. 


Karena itulah, maka mengikuti Sunnah Nabi saww dengan menghilangkan atau meninggalkan Ahlulbait yang makshum as, maka hal inilah yang saya maksudkan tidak bisa dilakukan, yakni dengan kalimat “tidak boleh mengambil yang memesankan atau mewariskan Qur'an dan Sunnah Nabi saww.” 

Yakni hal itu tidak boleh dilakukan kalau bermaksud harus memilih salah satu dari kedua hadits di atas yang berarti pengikut Sunnah Nabi saww harus meninggalkan Ahlulbait Nabi saww. 

Di samping itu, perbandingan haditsnya juga jauh sekali berbeda. Karena hadits yang mewariskan Qur'an dan Ahlulbait yang makshum, jauh melebihi mutawatir sementara yang mewariskan Qur'an dan Sunnah Nabi saww memiliki sanad yang sangat lemah dan mursal yang, jangankan di Bukhari atau Muslim, di kitab hadits shahih yang enam-pun riwayat tersebut tidak diriwayatkan sebagaimana nanti akan maklum. 

7- Perbandingan ke dua hadits di atas: 
  • 7-a- Hadits Nabi saww yang mewariskan Qur'an dan Ahlulbait yang makshum as kepada umat di kitab-kitab Sunni, diantaranya sebagai berikut:
    • 7-a-1- Diriwayatkan dari berbagai kitab seperti: Shahih Muslim, 2/362, 15/179-180 (yang disyarahi Nawawi); Turmudzi, 5/328, hadits ke: 3874 dan 5/329 hadits ke: 3876; Musnad Ahmad bin Hanbal, 5/182 dan 189; Mustadraku al-Haakim, 3/148; Kanzu al-”ummaal menukil dari Turmudzi dan Nasaa-ii dari Jabir, 1/44; Kanzu al- ’Ummaal, 2/153 (1/154), 1/158 hadits ke: 899, 943, 944, 945, 946, 947, 950, 951, 952, 953, 958, 1651, 1658 dan 5/91 hadits ke: 255 dan 356; Ibnu Atsiir dalam Jaami’u al-Ushuul, 1/187 hadits ke: 65 dan 66; Thabraanii dalam al-Mu’jamu al- Kabiir, 137 dan dalam al-Mu’jamu al-Shaghiir, 1/135; al-Fathu al-Kabiir, 1/451, 1/503, 3/385; Usdu al-Ghaabah, 2/12; Dzakhaairu al-’Uqbaa, 16; al-Shawaaiqu al- Muhriqah, 147 dan 226; Majma’u al-Zawaahid, 9/162; ‘Abaqaatu al-Anwaar, 1/16, 31, 44, ,74 ,86 ,92 ,94 ,97 ,98 ,99 ,114,115 ,120 ,124 ,127 ,137 ,139 ,140 ,141 ,148 ,154, 171 ,176 ,182 ,190 ,198 ,201 ,204 ,205 ,206 ,217 ,220 ,227 ,233 ,236 ,237 ,239 ,243 ,253 ,254 ,268 ,270 ,272 ,279; al-Nihaayah Ibnu Atsiir, 1/155; Tafsiir al- Durru al-Mantsuur, 2/60, 6/7 dan 306; Tafsiir Ibnu Atsiir, 4/113; Tafsir Khaazin, 1/4, 6/102, 7/6; .....dan seambrek lagi yang lainnya. 
    • 7-a-2- Perawinya mencapai 35 shahabat dimana hal ini menunjukkan tiga kali lipat lebih dari Mutawaatir yang hanya mencukupkan 9 orang shahabat atau bahkan kurang dari itu di sebagian ulama Sunni seperti Ibnu Taimiyyah sebagaimana pernah saya jelaskan sebelumnya. Perawi tersebut adalah sebagai berikut: 
  • 7-b- Sedang hadits yang mewariskan Qur'an dan Sunnah Nabi saww, hanya di beberapa tempat yang jelas tidak bisa dibandingkan dengan kitab-kitab Sunni di atas. 
    • 7-b-1- Kitab-kitab yang dimaksudkan adalah: al-Muwaththa’, 2/899; Taariikh/siirah Ibnu Hisyaam, 4/251; al-Ilmaa’ karya al-Qaadhii, 9; al-Faqiih karya Khathiib Baghdaadi, 1/94.
    • 7-b-2- Sedang perawinya (yang sementara ini saya jangkau) hanya dua orang: Abu Hurairah dan Anas. 
Kalaupun Abu Hurairah mau ditsiqahkan sekalipun pernah korupsi di jaman Umar sewaktu diangkat Umar untuk jadi gubernur di Bahrain, lalu karena ia korupsi maka selain dipecat oleh Umar juga dihukum cambuk, maka tetap saja tidak bisa dibanding dengan 35 shahabat di atas. Terlebih riwayat-riwayat ini mursal dan dha’if/lemah sebagaimana disepakati ulama tentang hal tersebut. 

Kesimpulan

Hadits yang mewariskan Qur'an dan Ahlulbait yang makshum as tidak bisa dibanding dengan hadits yang mewariskan Qur'an dan Sunnah Nabi saww dari sisi kitab-kitab haditsnya dan perawi-perawinya. Tidak bisa dibanding karena hadits yang pertama di samping shahih dan mutawatir juga lebih dari tiga lipat mutawatir, sementara hadits ke dua, bukan hanya diriwayatkan oleh dua orang, tapi juga bahkan mursal dan dha’iif. 

Sebagai pedoman muslim, ketika menghadapi dua riwayat seperti itu, maka jelas kewajibannya adalah mengikuti hadits pertama dan meninggalkan hadits ke dua. Ini, sekali lagi, kalau mau mempertentangkan maknanya dari kedua hadits tersebut. Tapi kalau mau dipadukan seperti yang sudah dijelaskan di atas itu, maka jelas satu sama lain bukan hanya tidak bertentangan, tapi bahkan saling mendukung. Karena Ahlulbait as yang makshum itulah yang tahu Qur'an dan Hadits secara seratus persen lengkap dan benar. Karena itu, mengikuti Ahlulbait yang makshum as, sama dengan mengikuti Qur'an dan Hadits. Persis ketika shahabat menaati Nabi saww, maka sama dengan menaati Qur'an dan Allah. Karena semua yang diperintahkan dan dijelaskan Nabi saww itu adalah seratus persen lengkap dan benar dari Qur'an dan Allah. Wassalam. 

Sufyan Hossein: Teringat hadits Rasulullah Shallallahu alaihi wa aalihi wa sallam: 

“Pada hari penghisaban nanti sekelompok sahabatku akan datang menemuiku di telaga Al-Haudh, dan mereka itu dilarang untuk meminum air darinya. Aku kelak akan berkata: ‘Ya, Rabbi! Mereka ini adalah para sahabatku’. Kemudian Allah akan berkata: ‘Engkau tidak tahu apa yang mereka telah lakukan sepeninggalmu. Mereka telah meninggalkan ajaranmu.” (HR Muslim volume 15, halaman 53—54) 

Allahumma shalli ala Muhammad wa aali Muhammad wa ajjil faraja aali Muhammad warham Imamal Khumeini wahfadh qaidana ‘Ali Khamene’i waj’alna min ansharil Hujjahal Mahdi afs. Jazakallah khayran atas pencerahannya ustadz.. 

Wassalam. 

Nur Cahaya: Ustadz Sinar Agama 

Mohon penjelasannya, apakah yang dimaksud ahlulbait, baitullah, darimana landasan perintah mengikuti hadits selain Quran dari hadits-hadits keturunan keluarga, apakah yang dimaksud sunnah nabi? Apakah benar nabi diperintah membuat sunnahnya dari dirinya sendiri? Mohon maaf jika kurang berkenan. Senang sekali jika bisa bertukar pemahaman tentang hal tersebut. Salam. 

Sinar Agama: Nur: Ketika Tuhan memerintahkan taat padaNya dan pada Rasul saww, QS: 3: 32, maka jelas bahwa kita wajib menaati semua perintahnya. Begitu pula ketika dikatakan bahwa beliau saww adalah contoh yang baik, QS: 33: 21. 

Begitu pula ketika Tuhan mengatakan bahwa apapun yang beliau saww katakan (tentu saja termasuk lakukan), adalah dari wahyu, QS: 53: 4. 

Karena itu, apapun yang dikatakan Nabi saww dan yang dilakukannya bahkan yang didiamkannya, maka semuanya itu adalah wajib ditaati dan dicontohi. Inilah salah satu dasar dari kewajiban mengikuti hadits di sisi Qur'an. 

Tentu saja banyak ayat-ayat lain seperti, QS: 2: 151, yang mengatakan bahwa Nabi saww diutus itu untuk mengajari Qur'an dan hikmah. Jadi, semua perkataan beliau saww dan perbuatannya adalah penjelasan dari Qur'an, karena beliau saww diutus untuk itu dan, sudah pasti benar semuanya alias makshum. 

Wassalam.


اللَّهُمَّ صَلِّ عَلَى مُحَمَّدٍ وآلِ مُحَمَّدٍ وعَجِّلْ فَرَجَهُمْ

Minggu, 23 Desember 2018

Makna Sunnatullaah dan Sunnaturrasul



Seri tanya jawab Memburu Kebenaran dengan Sinar Agama 
by Sinar Agama (Notes) on Sunday, March 31, 2013 at 12:59 pm

Memburu Kebenaran mengirim ke Sinar Agama: Rabu (6-2-2013) 

Salam ustadz semoga sehat selalu..maaf mau nanya apa pengertian makna dari Sunatillah dan Sunatirosull dalam ayat Alquran ? Dan gimana aplikasinya ? 


Sinar Agama: Salam dan terima kasih pertanyaannya yang diulang sampai sekitar 10 kali: 

Sunnatullah bisa berupa ciptaan, yaitu Naturalnya, dan bisa berupa syariat yaitu Ajaran Allah yang dituang dalam Qur'an. Sedang Sunnaturrasul saww adalah Ajaran Allah yang dituangkan dalam hadits-hadits Nabi saww. Hadits, yakni sabda, perbuatan atau taqrir/persetujuan Nabi saww. 

Kedua sunnah itu, bisa berupa akidah, fikih dan seterusnya. Yang fikih bisa berupa wajib, haram, sunnah, mubah dan makruh. Jadi, sunnah di kedua sunnah tersebut, bukan lawan dari wajib, tapi ajaran itu sendiri. 

Memburu Kebenaran: Syukron ustadz jawabannya , maaf tidak sengaja pertanyaan terulang, dikira belum masuk signal jelek sekali kemarin. 

Sinar Agama: Iya tidak masalah, saya juga terkadang begitu di inbox. Terlihat ada tanda tidak terkirim, tapi ternyata terkirim. 

Wassalam.


اللَّهُمَّ صَلِّ عَلَى مُحَمَّدٍ وآلِ مُحَمَّدٍ وعَجِّلْ فَرَجَهُمْ