﷽
Seri tanya jawab Sufyan Hossein dengan Sinar Agama
by Sinar Agama (Notes) on Thursday, October 18, 2012 at 1:10 am
Sufyan Hossein: 9 Agustus
TANYA TENTANG QADHA DAN QADAR ALLAH
Afwan, saya seorang awam yang miskin dan fakir ilmu, sekiranya akhi-akhi yang berilmu ini dapat membantu saya dalam memahami, mengartikan dan memaknai apa itu sebenarnya Qadha dan Qadar Allah...
Allah Subhanahu wa Ta’ala menciptakan langit dan bumi ini tidak dengan main-main, Allah Subhanahu wa Ta’ala menciptakan langit, bumi dan seluruh makhluk yang tersebar di antara keduanya tentu mempunyai tujuan, Yaitu agar supaya seluruh makhluk tunduk menyembah kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala semata...
Pertanyaan saya :
1. Saya berkeyakinan (mohon dikoreksi apabila ada kesalahan), sebelum menciptakan langit, bumi dan seluruh makhluk yang tersebar di antara keduanya, Allah telah terlebih dahulu menciptakan kitab induk (Lauhul Mahfuz) yang di dalamnya telah tertulis takdir seluruh makhluk, dan apa-apa yang akan terjadi dari proses penciptaan alam semesta sampai kepada balasan terhadap manusia di akhirat kelak, yaitu dimasukkannya manusia ke dalam surga atau ke neraka, telah tertulis semua di sana, lalu kemudian Allah menciptakan langit, bumi dan seluruh makhluk....
Kemudian Allah menguji manusia dengan dua jalan, yaitu jalan kebaikan (ajaran tauhid yang dibawa para nabi beserta kitab sucinya, namun Allah juga menguji manusia dengan jalan keburukan , yang dibawa iblis dan keturunannya.... Dan Allah menerangkan konsekuensi dari jalan masing-masing itu, bahwa siapa saja yang menempuh jalan kebaikan, yaitu jalan tauhid yang dibawa para nabi , maka konsekuensinya akan mendapat Rahmat dan surga-Nya. namun sebaliknya, siapa saja yang menempuh jalan keburukan dan memperturuti hawa nafsu iblis dan syaitan, maka tentu konsekuensinya yaitu mendapat murka dan neraka-Nya.
PERTANYAAN SAYA : misalkan si A, dalam perjalanan hidupnya dia menyekutukan Allah, selalu berbuat keburukan dan apabila diingatkan dengan ajaran tauhid, dan apabila dibawakan bukti nyata tentang kebenaran Islam kepadanya, dia selalu berpaling dan bahkan semakin menjadi kedurhakaannya kepada Allah. Apakah dalam hal ini, Allah mungkin “turut campur” untuk mungkin memberi hidayah kepada si A itu, atau bahkan Allah tambah menyesatkan si A ini, sebagai bentuk kemurkaan dan azab baginya di dunia dan akhirat. ATAUKAH Allah akan “berlepas tangan” terhadap orang ini, membiarkan dia berbuat sekehendaknya, lalu secara tiba-tiba Allah menyiksanya dengan Azab yang amat dahsyat, baik di dunia maupun akhirat, APAKAH NASIB TAKDIR MANUSIA DI DUNIA INI TERGANTUNG IKHTIAR MANUSIA SAJA,
DAN MANUSIA MEMILIH JALAN KEBAIKAN ATAU KEBURUKAN, LALU TERSERAH ALLAH MAU MENYIKSA ATAU MEMBERI HIDAYAH KEPADA MANUSIA ITU, ATAU DALAM PERJALANAN HIDUP MANUSIA DI DUNIA, ALLAH SELALU MENCURAHKAN HIDAYAH TANPA ADA DAYA SEORANG MANUSIAPUN UNTUK MENOLAKNYA????
2. Sebelum Allah subhanahu wa ta’ala menciptakan langit dan bumi, Allah telah menciptakan Lauhul Mahfuz. Di dalam lauhul mahfuz berarti Allah telah mengetahui dan menetapkan bahawasanya si A , NANTI DI DUNIA AKAN MELAKUKAN KEBURUKAN INI DAN ITU, DAN SEBAGAI KONSEKUENSINYA DIA MASUK NERAKA, WALAUPUN SECARA ZAT, Si A belum diciptakan Allah ???
MOHON KOREKSI DAN PENCERAHAN ATAS KEYAKINAN SAYA INI USTADZ : Abu Fahd NegaraTauhid,
Pentingnya Menuntut Ilmu Syar’i, Sinar Agama
— bersama Abu Fahd NegaraTauhid dan 3 lainnya.
Sang Pencinta: Salam, ikut share silahkan di .
http://www.facebook.com/home.php?sk=group_210570692321068&view=doc&id=210812135630257
29. Pokok-pokok dan Ringkasan Ajaran
Syi’ah bag: 2 Seri 1: Keimanan Syi’ah tentang Adilnya Tuhan Oleh Ustad Sinar Agama =
http://www.facebook.com/home.php?sk=group_210570692321068&view=doc&id=210812355630235
30. Pokok-Pokok dan Ringkasan Ajaran Syi’ah bag: 2, Seri 2 :Keimanan Syi’ah tentang Adilnya Tuhan
Oleh Ustad Sinar Agama =
http://www.facebook.com/home.php?sk=group_210570692321068&view=doc&id=210812512296886
31. Pokok-pokok dan Ringkasan Ajaran Syi’ah bag: 2 :Seri 3 : Keimanan Syi’ah tentang Adilnya Tuhan Oleh Ustad Sinar Agama =
http://www.facebook.com/home.php?sk=group_210570692321068&view=doc&id=210812645630206
32. Pokok-pokok dan Ringkasan Ajaran Syi’ah bag: 2 :Seri 4 : Keimanan Syi’ah tentang Adilnya Tuhan Oleh Ustad Sinar Agama =
http://www.facebook.com/home.php?sk=group_210570692321068&view=doc&id=210812768963527
33. Pokok-pokok dan Ringkasan Ajaran Syi’ah bag: 2 :Seri 5 : Keimanan Syi’ah tentang Adilnya Tuhan Oleh Ustad Sinar Agama =
http://www.facebook.com/home.php?sk=group_210570692321068&view=doc&id=210813012296836
34. Pokok-pokok dan Ringkasan Ajaran Syi’ah bag: 2 :Seri 6 : Keimanan Syi’ah tentang Adilnya Tuhan Oleh Ustad Sinar Agama =
http://www.facebook.com/home.php?sk=group_210570692321068&view=doc&id=210813085630162
35. Pokok-pokok dan Ringkasan Ajaran Syi’ah bag: 2 :Seri 7 : Keimanan Syi’ah tentang Adilnya Tuhan Oleh Ustad Sinar Agama =
http://www.facebook.com/home.php?sk=group_210570692321068&view=doc&id=210813395630131
Sang Pencinta:
http://www.facebook.com/notes/sinar-agama/adil-tuhan-adalah-rahmat-tuhan-seri-tanya-jawab- doni-handoyo-dg-sinar-agama-berl/478555082155045
Adil Tuhan Adalah Rahmat Tuhan, seri tanya jawab Doni Handoyo dg Sinar Agama (Berlanjut ke masalah Qodhoo’ dan Qodr)
Bismillaah: Adil Tuhan Adalah Rahmat Tuhan (lengkap dg diskusi lanjutannya) ole... Lihat Selengkapnya
Oleh: Sinar Agama
Sang Pencinta: http://www.facebook.com/notes/sinar-agama/ikhtiar-selalu-ada-walau-terpaksa- seri-tanya-jawab-mata-jiwa-dg-sinar-agama/470084409668779
Ikhtiar Selalu Ada, Walau Terpaksa, seri tanya jawab Mata Jiwa dg Sinar Agama
Bismillaah: Ikhtiar Selalu Ada, Walau Terpaksa Mata Jiwa ... Oleh: Sinar Agama
Pentingnya Menuntut Ilmu Syar’i: @ Sufyan Hossein : Saudaraku yang saya cintai karena Allah Subhanahu wa Ta›ala.
Semoga Allah Tabaroka wa Ta’ala membimbing serta merahmati anda.
Sesungguhnya wajib bagi kita untuk beriman kepada qadha’ dan qadar namun wajib bagi kita untuk merujuk kepada pemahaman yang shahih dalam memahami keduanya dengan pemahaman Salafush Shalih, agar kita tidak merugi karena mengikuti pemahaman yang sesat dan menyimpang dari ahlul bida’ wal ahwa’ seperti Qadariyyah dan Jabariyyah karena menyelisihi pemahaman para Shahabat ridwaanullahi ‘alaihim jami’an.
Dan untuk permasalahan ini ada baiknya antum membuka Syarah Arba’in An-Nawawi yang telah di tahqiq oleh Syaikh al-’Utsaimin rahimahullaahu ta’ala hadits ke 4 (empat) di dalamnya mengandung ilmu yang luas sekali.
Namun saya akan menjelaskan sedikit tentang qadha’ dan qadar yang telah dipaparkan oleh para ulama Ahlus Sunnah wal Jama’ah.
Tentang pertanyaan anda yang pertama : Rasulullah shallallaahu ‘alaihi ya sallam bersabda,
“Allah Subhanahu wa Ta’ala telah mencatat seluruh takdir makhluk lima puluh ribu tahun sebelum Allah Tabaroka wa Ta’ala menciptakan langit dan bumi.”
(HR. Muslim, no. 2653, at-Tirmidzi, no. 2156, dan Ahmad, II/169)
Kemudian di alam rahim (sebagaimana dalam hadits Arba’in), Allah ‘Azza wa Jalla pun memerintahkan malaikat untuk mencatat kembali empat kalimat :
1. Rizki.
2. Ajal.
3. Amal.
4. Sengsara atau bahagia.
Adapun pertanyaan yang pertama menyangkut dengan pertanyaan yang kedua maka itu adalah ucapan sesat sekte Jabariyyah.
Pernah ada seorang Shahabat bertanya kepada Nabi shallallaahu ‘alaihi wa ‘ala alihi wa sallam. Ia berkata,
“Wahai Rasulullah, apakah kita beramal menurut apa yang alam datang atau menurut apa yang telah Allah tuliskan dalam (Lauhul Mahfuz)?”
Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam menjawab,
“Bahkan menurut apa yang telah Allah ‘Azza wa Jalla tetapkan.” Lalu ia berkata,
“Lalu untuk apalagi kita beramal?”
Maka beliau shallallaahu ‘alaihi wa ‘ala alihi wa sallam menjawab,
“Beramallah kalian, karena semua telah dimudahkan menurut apa yang telah Allah Subhanahu wa Ta’ala ciptakan baginya.”
(HR. Muslim, no. 2647 - 2649, dan Ahmad, IV/67)
Dan sebagai referensi tambahan saya nasihatkan untuk mendengarkan kajian al-Ustadz Abu Fat- hi Yazid bin ‘Abdul Qadir Jawas hafizhahullaahu ta’ala tentang ini memahami qadha’ dan qadar, dari Shahabat yang mulia ‘Abdullah bin ‘Abbas radhiyallaahu ‘anhuma di sini :
http://us.kajian.net/kajian-audio/Ceramah/Yazid%20Jawas/Wasiat%20Rosul%20Kpd%20Ibnu%20
Abbas
Insya Allahu Ta’ala sangat bermanfaat.
Ceramah · Yazid Jawas · Wasiat Rosul Kpd Ibnu Abbas
us.kajian.net
pengajian, agama Islam, ceramah, ceramah agama, ceramah Islam, download ceramah, ceramah mp3, ceramah agama Islam, kajian Islam, download, gratis
Sang Pencinta: Silahkan di Doktrin Al-Asysyari Penyebab Kemunduran Dunia Islam Oleh Ustad Sinar Agama =
http://www.facebook.com/groups/210570692321068/doc/331111043600365/
Sufyan Hossein: Jazakumullah ya akhi atas komentarnya, namun yang masih mengganjal di pikiran saya selama ini adalah : misalkan si A tadi, Permisalannya : Allah Subhanahu wa ta’ala telah menggariskan takdirnya di lauhul mahfuz bahwa Si A nantinya akan melakukan keburukan sepanjang hidupnya.. Kemudian Si A dilahirkan di dunia dengan akal, di mana ia dibebaskan untuk memilih jalan kebaikan atau keburukan, kemudian di dunia telah ditunjukkan bukti nyata kebenaran Islam yang dibawa Rasulullah sallallahu alayhi wa sallam... Apakah Ketika si A menjalani hidupnya nanti dia PASTI akan melakukan keburukan-keburukan yang sebelumnya telah tertulis di lauhul mahfuz, sehingga apabila dibawakan bukti-bukti kebenaran Islam kepadanya, ia PASTI mengingkarinya sesuai yang telah Allah gariskan padanya di lahul mahfuz, ATAU dalam perjalanan hidupnya itu, Mungkinkah Allah akan memberikan hidayah kepada Si A tersebut, sehingga ia akhirnya bertaubat dan memeluk agama Islam, kemudian beramal salih sampai ajal menjemput, apakah dengan ini, takdirnya yang semula tertulis di lauhul mahfuz sebagai ahli neraka akan berubah menjadi ahli surga karena Petunjuk, Hidayah, sifat Rahman dan Rahim-Nya?..
Sang Pencinta: Sebenarnya kalau antum teliti dalam membacanya, “pasti” akan terjawab. Supaya lebih afdhal, kita tunggu saja penjelasan ustadz Sinar ya, afwan.
Pentingnya Menuntut Ilmu Syar’i: @ Sufyan Hossein : Apabila Allah Subhanahu wa Ta›ala mengkehendaki kebaikan pada diri seseorang maka ia akan diberikan hidayah kepada-Nya.
Di atas telah saya jelaskan bahwasanya kita diperintahkan untuk beramal karena segala sesuatu telah dimudahkan oleh-Nya untuk mendapatkan Surga, namun itu semua tergantung kepada pelakunya apakah ia menginginkan Surga atau tidak.
Kitab Lauhul Mahfuz tidak akan berubah, karena itu telah Allah ‘Azza wa Jalla tetapkan lima puluh ribu tahun sebelum menciptakan langit dan bumi, hanya saja kita diperintahkan untuk berdo’a dan berusaha untuk mencari hidayah tersebut.
Ada baiknya anda lihat di sini :
http://salafiyunpad.wordpress.com/2010/10/05/memahami-takdir-sesuai-ahlus-sunnah/
Memahami Takdir Allah Menurut Perspektif Ahlus Sunnah wal Jama’ah [Plus Mp3 Ceramah]
salafiyunpad.wordpress.com
Oleh Ustadz Abdullah Taslim, M.A Iman kepada takdir dan ketentuan Allah Ta’ala b...Lihat Selengkapnya
Sinar Agama: Salam dan terima kasih pertanyaannya, tapi nukilan Pencinta itu sudah cukup. Dan saya akan menjawab lanjutannya kalau ada, yaitu pertanyaan lanjutan setelah memahami nukilan Pencinta tersebut.
Sinar Agama: @Pentingnya Menuntut Ilmu Syar’i :
Selama antum tidak mengerti hakikat kitab-kitab itu, maka sudah pasti larinya dan masuknya tetap ke ketentuan nasib itu, karena itu lalu apa gunanya doa dan berusaha bahkan turunnya agama??????????????????!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!! Bukankah kalau di kitab itu (sesuai versi antum) sudah ditulis bahwa kita berusaha dan berdoa, lalu apa gunanya perintah agama untuk berusaha dan berdoa????????!!!!! Kan antum ini berarti sama dengan mengatakan, bahwa Tuhan sudah menentukan kita bahwa kita berusaha atau tidak, berdoa atau tidak, tapi Tuhan memerintahkan kita untuk berusaha dan berdoa. Lah ... ini kan main-main namanya mas. Kalau seperti ini, orang mana yang akan masuk Islam, terlebih Masehi dan Hindu, karena kedua agama ini justru yang memiliki keyakinan nasib ini dan, sudah tentu lebih lama dari Islam.
Kitab
lauhu al-mahfuuzh itu adalah kitab ilmu Allah yang memang tidak berubah selamanya. Jadi, Dia tahu kita ini berusaha atau tidak, usahanya profesional atau tidak, membuahkan hasil atau tidak, berdoa dengan doa yang mustajab atau tidak...... dan seterusnya. Dan semua itu, adalah ikhtiar kita dan sekitaran (sosial dan alam) kita. Bukan ketentuanNya. Karena itu, maka mati, rejeki dan pasangan, semuanya ditentukan oleh pilihan manusia itu sendiri.
Ahsan antum baca dulu tulisan-tulisan kita tentang masalah yang sudah banyak di fb ini, lalu setelah itu, kalau sudah paham, baru menolaknya atau menerimanya. Karena tulisanku tentang hal ini, sudah banyak.
Sinar Agama: Komentarku di atas terjadi beberapa kali perbaikan (salah tulis seperti sudah ditulis tidak atau penambahan) jadi tolong dibaca lagi, bagi yang membaca sejak awal penerbitannya.
Pentingnya Menuntut Ilmu Syar’i: @Sinar Agama (
Syi’ah): Mohon maaf saya tidak ingin berdebat dengan anda, saya bukan ahli kalam, bukan pula sekte Syi’ah. Hanya berusaha meluruskan pemahaman tentang qadha’ dan qadar menurut persepsi Ahlus Sunnah wal Jama’ah.
Sufyan Hossein: Afwan, berarti Nasib/ Takdir manusia itu yang menentukan adalah ikhtiar manusia itu sendiri, sementara Tuhan tidak turut campur dalam ikhtiar kita tersebut. Dan Dia hanya mengijinkan ikhtiar kita, sukses atau tidak, berhasil atau tidak, begitu ya akhi? (mohon dikoreksi apabila ada kesalahan)... Jadi teringat Cerita nabi Yusuf as, ketika ia digoda oleh istri Al Aziz, ketika itu istri Al Aziz berkeinginan melakukan maksiat bersama Yusuf, dan Yusuf-pun berkeinginan melakukan hal itu terhadapnya. Jika bukan karena Allah yang menjaga Yusuf, maka Yusuf akan melakukan maksiat juga.. Kalau begini nasib Yusuf yang tidak jadi melakukan maksiat itu, karena Allah menyelamatkan Yusuf dari perbuatan maksiat, bukan karena kehendak Yusuf tapi karena kehendak dan ketentuan Allah terhadap Yusuf... Mohon pencerahan.
Sang Pencinta: @Sofyan, mungkin saya bisa bantu menukilkan dari catatan ustadz Sinar ya mas.
(d-1-3). Hakikat Lauhu al-Mahfuuzh
Dalam tulisan-tulisan saya tentang Filsafat, Irfan dan Wahdatu al-Wujud, telah sering menerangkan tentang hakikat Lauhu al-Mahfuzh ini secara filsafat dan irfan. Artinya tekanan bahasannya adalah pada dimensi wujudnya. Akan tetapi di sini, saya akan menerangkan kitab Lauhu al-Mahfuzh ini yang berfokus pada fungsinya, bukan pada esensi, substansi dan keberadaannya. Sekalipun, sudah tentu, akan memiliki sentuhan pula terhadapnya.
Kalau kita mau memperhatikan bunyi ayatnya dan menjauhkan diri dari kecenderungan hati yang telah didikte oleh budaya pemahaman Islam selama ini, dan benar-benar hanya memperhatikan bunyi ayatnya, maka saya merasa bahwa sungguh-sungguh tidak akan terlalu sulit untuk menyen- tuh makna ayat yang menerangkan tentang kitab Lauhu al-Mahfuzh ini. Terlebih lagi setelah kita tahu dan yakin secara akal-gamblang bahwa penentuan nasib manusia itu adalah suatu yang sangat tidak bisa diterima akal sehat manapun. Perhatikan bunyi ayat berikut ini:
وَعِنْدَهُ مَفَاتِحُ الْغَيْبِ لَ يَعْلَمُهَا إِلَّ هُوَ وَيَعْلَمُ مَا فِي الْبَرِّ وَالْبَحْرِ وَمَا تَسْقُطُ مِنْ وَرَقَةٍ إِلَّ يَعْلَمُهَا وَلَ حَبَّةٍ فِي ظُلُمَاتِ الَْرْضِ وَلَ رَطْبٍ وَلَ يَابِسٍ إِلَّ فِي كِتَابٍ مُبِينٍ
“Dan Dia memiliki kunci-kunci keghaiban, tidak ada yang mengetahuinya kecuali Dia, dan Dia tahu yang di daratan dan lautan, dan tidaklah jatuh satu daunpun dari pohonnya kecuali Dia mengetahuinya, dan tidaklah jatuh pula satu bijipun di kegelapan bumi dan tidaklah sesuatu yang basah dan kering, kecuali sudah ada di Kitab Yang Nyata (Lauhu al-Mahfuzh)” (QS: 6: 59).
وَمَا تَكُونُ فِي شَأْنٍ وَمَا تَتْلُو مِنْهُ مِنْ قرُْآنٍ وَلَ تَعْمَلُونَ مِنْ عَمَلٍ إِلَّ كُنَّا عَلَيْكُمْ شُهُودًا إِذْ تُفِيضُونَ فِيهِ وَمَا يَعْزُبُ عَنْ رَبِّكَ مِنْ مِثْقَالِ ذَرَّةٍ فِي الَْرْضِ وَلَ فِي السَّمَاءِ وَلَ أَصْغَرَ مِنْ ذَلِكَ وَلَ أَكْبَرَ إِلَّ فِي كِتَابٍ مُبِينٍ
“Kamu tidak berada dalam suatu keadaan dan tidak membaca suatu ayat dari al-Qur'an dan kamu tidak mengerjakan suatu pekerjaan, melainkan Kami menjadi saksi atasmu di waktu kamu melakukannya. Tidak luput dari pengetahuan Tuhanmu biarpun sebesar zarrah (atom) di bumi ataupun di langit. Tidak ada yang lebih kecil dan tidak (pula) yang lebih besar dari itu, melainkan (semua tercatat) dalam Kitab Yang Nyata (Lauhu al-Mahfuzh)” (QS: 10: 61)
وَإِنَّ رَبَّكَ لَيَعْلَمُ مَا تُكِنُّ صُدُورُهُمْ وَمَا يعُْلِنُونَ (47) وَمَا مِنْ غَائِبَةٍ فِي السَّمَاءِ وَالَْرْضِ إِلَّ فِي كِتَابٍ مُبِينٍ(57
“Dan sesungguhnya Tuhanmu benar-benar mengetahui apa yang disembunyikan hati mereka dan apa yang mereka nyatakan (74) Tiada sesuatupun yang ghaib di langit dan di bumi, melainkan (terdapat) dalam kitab yang nyata (Lauhu al-Mahfuzh)” (QS: 27: 74, 75)
لَ يَعْزُبُ عَنْهُ مِثْقَالُ ذَرَّةٍ فِي السَّمَاوَاتِ وَلَ†فِي الَْرْضِ وَلَ أَصْغَرُ مِنْ ذَلِكَ وَلَ أَكْبَرُ إِلَّ فِي كِتَابٍ مُبِينٍ
“....Tidak ada yang tersembunyi daripadaNya seberat zarrahpun yang ada di langit dan yang ada di bumi dan tidak ada (pula) yang lebih kecil dari itu dan yang lebih besar, melainkan tersebut dalam Kitab yang nyata (Lauhu al-Mahfuzh)” (QS: 34: 3)
Dalam ayat-ayat di atas, terasa sekali bahwa yang ingin disampaikan Tuhan itu adalah masalah ke- Maha PengetahuanNya yang mengetahui yang terang dan yang ghaib atau tersembunyi, bukan tentang penentuan nasib manusia. Dari seluruh ayat-ayat di atas itu, sebelum Allah membicarakan tentang keberadaan dan keadaan semua hal di Lauhu al-Mahfuzh, selalu mengatakan bahwa Dia mengetahui semua keberadaan dan keadaannya, baik dari keberadaan dan keadaan manusia atau selainnya. Selengkapnya di
http://www.facebook.com/home.php?sk=group_210570692321068&view=doc&id=210812512296886
Sang Pencinta: (4-1-d). Hakikat Ikhtiar Manusia
Perlu saya tegaskan di sini bahwa tidak ada yang lepas dari Kuasa dan KontrolNya. Akan tetapi arti dari tidak lepas di sini memiliki makna lain dari pemaknaan yang datang dari Determinisme yang mengatakan bahwa nasib manusia sudah ditentukan Tuhan. Tidak demikian. Karena Kuasa dan Kontrol di sini maknanya adalah pengontrolan sebab atas akibat-akibatnya. Yakni bahwa akibatnya tidak akan pernah bisa melepaskan diri dari sebabnya.
Artinya, Kuasa dan Kontrol Tuhan terhadap semua perbuatan manusia itu sama dengan Kuasa dan KontrolNya terhadap makhluk-makhluk yang lain. Dengan kata yang lebih jelas, bahwa perbuatan manusia itu tergolong makhlukNya juga. Dan karena perbuatan manusia adalah akibat dan makhlukNya juga berarti perbuatan manusia juga merupakan perbuatanNya.
Akan tetapi karena Allah telah memberikan akal dan Ikhtiar (hak memilih) pada manusia, maka yang akan bertanggung jawab terhadap perbuatannya adalah dirinya sendiri, bukan Tuhan.
Inilah arti dari keaktifan Tuhan setiap saat atau harinya (QS: 55:29: “Setiap hari Dia Aktif”). Dengan demikian kita tidak keluar dari Tauhid-Penciptaan, tapi tidak juga masuk ke dalam perangkap “Iman kepada takdir baik dan buruk dari Allah”, atau ke dalam perangkap “Freewill”nya Mu’tazilah. Karena dalam keyakinan Mu’tazilah yang sampai kepada kita adalah bahwa Tuhan hanya mencipta manusia dan memberinya akal, potensi, ikhtiar dan agama untuk memberikan peluang memilih apa yang akan dikerjakannya, sementara Dia hanya menunggu di akhirat untuk meminta tanggung jawab dari masing-masing manusia, tanpa ada hubungannya dengan masing-masing perbuatan manusia saat ini. Artinya Dia tidak ikut aktif dalam aktifitas kehidupan manusia.
Tapi dalam pandangan Syi’ah, Tuhan masih tetap ikut aktif, karena Dia adalah sebab-akhir, atau sebabnya para sebab. Inilah yang dikenal dengan “Tengah di antara dua hal”, yakni tengah antara freewillnya Mu’tazilah dan Jabriyahnya/determinisnya Asy’ariyah yang umum diikuti Ahlussunnah di Indonesia.
Dengan demikian perbuatan manusia juga merupakan makhlukNya. Hal itu karena manusia merupakan akibat/makhluk-Nya, sedang perbuatan manusia adalah akibat manusia. Dan karena akibatnya akibat, juga akibat bagi sebabnya, maka perbuatan manusia juga merupakan akibat atau makhluk bagiNya. Tapi karena manusia telah diberiNya pilihan, maka yang akan bertanggung jawab terhadap perbuatan manusia itu adalah manusia sendiri sebagai sebab-langsung atau sebab-dekat bagi akibat yang dibicarakan di sini, yaitu perbuatan manusia, bukan Tuhan yang merupakan sebab-jauh bagi perbuatan manusia itu.
Karena Dia hanya mewujudkan semua hal yang bisa menjadi sebab bagi perbuatan manusia tersebut, sampai ke akibat paling akhir sebelum perbuatan manusia itu muncul, yaitu ikhtiar manusia itu sendiri. Dan karena sebab akhir bagi perbuatan manusia itu adalah ikhtiar manusia, maka manusialah yang harus mempertanggungjawabkan perbuatannya sendiri.
Dengan kata lain, Allah telah memberikan kemampuan dan ijin takwiniah (pewujudan) pada manusia untuk mewujudkan apa-apa yang telah dipilihnya dalam bentuk perbuatannya itu. Akan tetapi karena akibat itu tidak mungkin berpisah dan mandiri sedikitpun dari sebabnya, maka sudah pasti perbuatan manusia, juga merupakan makhlukNya. Tapi karena tahapan terakhir sebelum tercipta perbuatan manusia, memiliki sebab yang namanya ikhtiar manusia, maka sudah pasti manusialah yang harus bertanggung jawab, bukan Tuhan.
Inilah takdir dalam Islam yang diwariskan melalui Ahlulbait as. Yakni Allah menakdirkan bahwa perbuatan manusia sesuai dengan pilihannya sendiri dan akan dimintai tanggung jawab karena- nya, bukan takdir terhadap nasibnya, dari sukses-tidaknya, baik-tidaknya, iman-tidaknya, takwa- tidaknya, kaya-miskinnya, alim-bodohnya, syahid-tidaknya, sehat-sakitnya, jodoh-tidaknya, celaka tidaknya, panjang-pendek umurnya .... dan seterusnya.
Sang Pencinta: Takdir yang sebenarnya dalam Islam dikenal dengan “Tengah di antara dua hal”, yakni tengah antara freewillnya Mu’tazilah dan Jabriyahnya Asy’ariyah
Sang Pencinta: @Pentingnya: antum kalau misalnya memiliki argumentasi yang kuat lagi logis dan gamblang dalam kebenaran, kenapa khawatir untuk diskusi/ debat dengan ustadz Sinar? Afwan.
Sufyan Hossein: Syukran atas pencerahannya ya akhi, meski agak rumit, tapi insha Allah sedikit banyak akan paham... Afwan, tentang kaitan nabi Yusuf tadi, berarti takdir nabi Yusuf yang akhirnya terhindar dari kemaksiatan dengan istri Al Aziz, adalah karena ikhtiar nabi Yusuf sendiri, lalu ikhtiar Yusuf itu diijinkan Allah, sehingga dia terhindar dari kemaksiatan?
Lalu bagaimana pandangan syiah tentang ayat “Allah memberi petunjuk kepada siapa yang Dia kehendaki dan Dia Menyesatkan siapa saja yang Dia kehendaki?”
Sang Pencinta: Sofyan, berhubung saya kurang tahu persis bagaimana sejarah Nabi Yusuf kita tunggu penjelasan ustadz Sinar lebih lanjut. Tentang pertanyaan antum ayat “Allah memberi petunjuk kepada siapa yang Dia kehendaki dan Dia Menyesatkan siapa saja yang Dia kehendaki?”, ustadz pernah menjelaskan, silahkan di
http://www.facebook.com/notes/sinar-agama/allah-menghidayahi-dan-menyesatkan-diskusi- kecil-quthril-ilim-dg-sinar-agama/414977001846187
Allah Menghidayahi dan Menyesatkan???!!, diskusi kecil Quthril ‘ilim dengan Sinar Agama
Bismillaah: Allah Menghidayahi dan Menyesatkan???!! Quthril ‘ilim: AYAT WASPADA... B...
Oleh: Sinar Agama
Rizaly Dahlan: Takdir itu ada dua: muallaq dan mubram, takdir itu sudah ditentukan secara garis besarnya dan dapat berubah tergantung usaha dan doa, juga sedekah.
Sinar Agama: Rizali: Antum mau lari kemana, tetap saja takdir ini tidak ada. Karena kalau ada orang yang mau tetap melakukan yang mu’allah terus siapa yang bertanggung jawab???
Misalnya ada orang ditakdirkan mua’aalq bahwa ia akan berzina oleh Tuhan, artinya dia bisa merubahnya kalau dia mau dalam arti berusaha dan berdoa. Tapi dia tidak mau, lalu siapa yang bertanggung jawab pada zinanya?
Kalau dia nanti ditanya malaikat: “Mengapa kamu berzina?”
Dia akan menjawab:
“Karena sudah ditentukan Tuhan”
Kalau ketentuannya mubram/pasti, malaikat akan berkata:
“Ok, kalau begitu kamu ke surga, karena kamu hanya melakukan ketentuanNya”
Sampai di sini, hasil tanya jawab itu, sudah bertentangan dengan Islam, karena penzina adalah dosa dan akan disiksa.
Tapi kalau ketentuannya itu tidak mubram/pasti, alias bisa dirubah dengan usaha dan doa, maka malaikat akan bertanya:
“Kan ketentuannya tidak mubram dan kamu bisa berusaha dan berdoa untuk tidak zina kan???” Dia akan menjawab:
“Yah .. malaikat, ana lebih senang melakukan yang telah ditentukanNya. Kalau Tuhan marah padaku karena aku melakukan ketentuanNya ini, maka mengapa Ia tidak marah pada DiriNya yang menentukanku seperti itu? Lagi pula, kalau aku tidak ditentukan berusaha dan berdoa olehNya, maka bagaimana aku bisa berusaha dan berdoa??”
Malaikat akan menjawab:
“Bener juga kamu, ok, silahkan masuk surga.”
Dari hasil ilustrasi yang sangat mungkin dan merupakan konsekuensi dari keyakinan pada ketentuan takdir baik-buruk dari Tuhan yang diartikan ketentuan nasib seperti di Masehi dan Budha ini, hasilnya akan menggambarkan masuknya semua pendosa ke surga dan, hal ini jelas bertentangan dengan ajaran agama Islam. Karena itu, keyakinan ini di mana dipasang hanya oleh satu orang yang bernama Asy’ari ini, yang diikuti mayoritas muslimin sampai ke wahabinya ini, harus dipikirkan lagi dan sudah semestinya ia untuk dipertimbangkan kembali sebagai kepercayaan,
Kemudian, perkataan bahwa kita ini sudah ditentukan secara garis besarnya saja, sangat berten- tangan dengan dalil-dalil yang menjadi acuan dari pemasangan keimanan pada takdir baik-buruk dari Tuhan ini di mana salah satu dalil ayatnya adalah tentang kitab lauhu al-mahfuuzh yang jangankan detail-detail perbuatan manusia, daun kering yang jatuh juga sudah ditentukan olehNya.
Asal masalah:
Saya sudah sering menjelaskan bahwa lahiriah-lahiriah Naql yang seperti menjurus ke ketentuan nasib ini, sebenarnya dipaksakan oleh orang seperti Asy’ari dan sebangsanya. Hal itu disebabkan ketika pahamannya terhadap Naql tersebut (Qur'an-Hadits) ini salah. Dan kesalahan ini, memang sudah dihembuskan sejak-sejak awal, seperti oleh Umar ketika ia lari dari perang Uhud ketika ditanya wanita-wanita Madinah mengapa ia lari meninggalkan Nabi saww di medan tempur sendirian, iapun berkata “Karena takdir Allah”.
Begitu pula penghembusan-penghembusan ini diterus-teruskan oleh bani Umayyah yang membuat kerajaan dalam Islam dan membuat berbagai peperangan dan pembunuhan demi kekuasaan di mana cucunda Nabi saww seperti Imam Hasan as diracunnya, Imam Husain as dibantainya hingga kepalanya yang sudah dipisahkan dari badannya itu dijadikan mainan bahkan di pesta kemenangannya Yazid bin Mu’awiyyah, Imam Ali bin Husain bin Ali bin Abi Thaalib as juga dibunuhnya ......... dan seterusnya. Penghembusan ini, tidak lain hanya untuk mengokohkan kerajaannya. Karena itu mereka mengatakan bahwa kekuasaan yang ada di tangan mereka itu adalah takdir mereka dari Allah, dan derita muslimin yang diderita karena mereka itu, juga merupakan takdir kaum muslimin itu sendiri dari Allah. Artinya, tidak ada satu orangpun yang berhak protes dan apalagi revolusi terhadap kekuasaan mereka dengan alasan apapun, karena semuanya itu sudah sesuai dengan yang ditakdirkan Tuhan.
Kunci Pemecahan:
Saya juga sering mengatakan bahwa kunci masalahnya untuk memecahkan masalah ini, adalah dengan melihat:
1. Tidak ada di Qur'an yang mengajarkan seperti itu. Justru Tuhan mengatakan bahwa satu atom saja perbuatan baik dan buruk itu, akan dihisab. Di sini, Tuhan tidak mengatakan “Siapa yang dibuat Tuhan berbuat satu atom kebaikan/keburukan, maka ia akan melihatnya -dimintai tanggung jawab”, akan tetapi Tuhan mengatakan (secara maksud): “Siapa yang berbuat satu atom kebaikan dan keburukan, maka ia akan melihatnya -dimintai tanggung jawab”.
Jadi, ayat ini dengan tegas menolkan kepercayaan kepada ketentuan nasib manusia itu. Dan, kepercayaan ini, tidak bisa dipoles dengan berusaha dan doa, karena keduanya memerlukan kepada takdir juga. Belum lagi takdir tentang diterima atau tidaknya doa tersebut, dan takdir sukses tidak-nya usaha tersebut.
2. Kalau kita perhatikan tentang ayat yang menerangkan tentang kitab lauhu al-mahfuuzh, maka kita tahu bahwa ia adalah kitab ilmu, bukan kitab ketentuan. Allah dalam QS: 6: 59, berfirman
وَعِنْدَهُ مَفَاتِحُ الْغَيْبِ لَ يَعْلَمُهَا إِلَّ هُوَ وَيَعْلَمُ مَا فِي الْبَرِّ وَالْبَحْرِ وَمَا تَسْقُطُ مِنْ وَرَقَةٍ إِلَّ يَعْلَمُهَا وَلَ حَبَّةٍ فِي ظُلُمَاتِ الَْرْضِ وَلَ رَطْبٍ وَلَ يَابِسٍ إِلَّ فِي كِتَابٍ مُبِينٍ
“Dan Ia -Tuhan- memiliki kunci-kunci keghaiban yang tidak diketahuinya kecuali DiriNya sendiri. Dan Ia tahu apa-apa yang ada di daratan dan lautan dan tidak jatuh dari sebuah daun kecuali Ia mengetahuinya, dan tidak satu bijipun di malamnya bumi dan tidak yang basah dan tidak yang kering, kecuali ada di dalam kitab yang jelas/agung (lauhu al-mahfuuzh).”
Nah, kalau kita tidak teliti karena sudah diwarisi keharusan beriman pada takdir Tuhan itu, maka potongan ayat terakhir di atas itu “....kecuali ada di kitab yang jelas/ agung”, akan dimaknai dengan:
“.....KECUALI SUDAH DITULIS DI KITAB YANG AGUNG” , atau:
“.......KECUALI SUDAH DITENTUKAN/DITAKDIRKAN DI KITAB YANG AGUNG.”
Padahal, kalau kita mengosongkan diri dulu dari segala pahaman-pahaman yang diwariskan turun temurun itu, maka kita akan jelas melihat permasalahan di ayat tersebut dan akan dengan mudah bahwa yang dimaksudkan dengan Kitab yang Jelas atau Agung itu, adalah kunci-kunci keghaiban atau yang mengetahui apa saja yang sudah terjadi, sedang terjadi dan akan terjadi. JADI, KITAB YANG JELAS/ AGUNG ITU, ADALAH KITAB YANG MENGETAHUI SEMUA KEJADIAN TERMASUK PILIHAN-PILIHAN DAN IKHTIAR-IKHTIAR MANUSIA SAMPAI KEPADA USAHA DAN DOANYA ...DAN SETERUSNYA SAMPAI KEPADA MASUK SURGA DAN NERAKANYA.
3. Dengan penjelasan-penjelasan di atas itu, maka kalaulah ada naql yang menyebutkan takdir mubram dan tidak ini, dapat dipahami dengan tanpa harus menentang ayat-ayat dan riwayat- riwayat serta akal yang gamblang. Yaitu dengan mengatakan bahwa yang dimaksudkan adalah ilmu. Yakni ilmu pasti dan tidak pasti. Artinya, di tingkatan ilmu yang berada di tingkatan qadha dan qadr, yaitu yang diemban oleh para malaikat yang berada di tingkatan ini, ilmu mereka tentang pilihan dan hasil-hasil konsekuensinya, sudah diketahui oleh malaikat. Misalnya sebagiannya sudah diketahui bahwa si fulan yang memilih zina dengan ikhtiarnya itu, maka mustahil bertaubat karena ini dan itu, tapi si fulan yang lain itu yang juga memilih zina dengan ikhtiarnya sendiri itu, ia akan taubat karena ini dan itu. Itulah mengapa Tuhan di ayat yang lain mengatakan bahwa:
“Ia -Tuhan- menghapus yang dikehendaki dan menetapkan” (QS: 13: 39).
Artinya, yang tadinya diketahui zina dengan ikhtiarnya sendiri dan tidak akan bertaubat dengan ikhtiarnya sendiri juga, maka dosa dan ketentuan masuk nerakanya akan ditulis untuknya dan apa-apa yang ditulis untuknya ini, akan ditetapkan selamanya (mubram/pasti). Sedang yang akan bertaubat dengan ikhtiarnya sendiri, maka dosanya dan ketentuan masuk nerakanya, akan digantungkan dulu (mu’allaq) dan kalau nanti sudah taubat, dosa dan ketentuan masuk nerakanya itu, akan dihapus dengan perintah dan ijinNya (menghapus yang dikehendaki).
Pemahaman seperti ini, dapat diambil dari berbagai keterangan Qur'an, hadits-hadits dan akal gamblang dan, sudah tentu pemahaman seperti ini, tidak bertentangan dengan ajaran agama itu sendiri. Karena sekali lagi, kalau semuanya sudah ditentukan, maka buat apa diturunkan agama dan kewajiban menaatinya?
Penutup:
Rinciannya, coba tinjau sekali lagi apa-apa yang sudah kami tulis di catatan yang ada di fb ini.
Wassalam.
Khommar Rudin: Allahumma shalli alaa Muhamamd wa aali Muhamamad.
Sufyan Hossein: Jazakumullah khairan katsiran wa jazakumullah ahsanal jaza yaa ustadz.. Tambah lagi ilmunya ^_^ . Allahumma shalli ala Muhammad wa aali Muhammad.
Gie Basyir: Saya juga masih bingung tentang qadha dan qadar .....
Sampai saat ini...
Tapi saya meyakininya, karena itulah yang diperintahkan dalam agama Islam ini.
Rizaly Dahlan: Sinar AGAMA : anda mengatakan takdir itu tidak ada, kalau begitu anda tidak mempercayai rukun iman yang ke 6, apakah begitu? (lihat antum mau lari kemana tetap saja TAKDIR itu tidak ada), QADAR itu artinya sesuatu yang sudah diukur/ ditentukan kadarnya oleh ALLAH SWT atas setiap anak manusia.
Sebelum diciptakan langit dan bumi ALLAH SWT sudah membuat rencana, terhadap segala makhluk termasuk MANUSIA : misalnya ALAH SWT menciptakan si A bahwa dia terlahir mus- lim, kebetulan bapak ibunya muslim, namun Allah mengujinya dua jalan yang dapat tetap muslim atau pada akhirnya menjadi kafir. Lalu ALLAH SWT juga menciptakan B si kafir : dan ia juga diberi dua jalan apakah ia ingin tetap kafir atau akhir hayatnya menjadi muslim. Untuk kepentingan pengujian ini diperlukanlah Malaikat (energi positif) dan Setan(energi negatif). ALLAH SWT berfirman : WALLLAHU HULAQAKUM waa ta. malun artinya : bermula AKU jadikan KAMU (manusia), lalu kujadikan perbuatan kamu, >>> bahwa kita/ Manusia ini ibarat TINTA dan PENA. dapatkah pulpen bergerak sendiri mengeluarkan tintanya, tidak akan bisa. Jadi harus ada yang menggerakan dengan demikian NYATALAH bahwa PULPEN itu bersifat , “ LA HAWLA WALA
QUUATA ILLA BILLAHI ALIYYIL ADHIM.
Bermain Logika : misalnya kata “INSHA ALLAH” / “JIKA ALLAH MENGHENDAKI” -> definisi yang selama ini diyakini mayoritas ummat : Sesuatu itu akan terjadi jika Allah menghendaki dan sesuatu itu tidak akan terjadi jika Allah tidak menghendaki... Lalu bagaimana definisi “Insha Allah” yang sebenarnya itu ustadz?? Mohon pencerahan
Zanu Fahrul: Nuwun sewu..numpang lewat..sebenarnya lebih baik menghindarkan debat meski- pun argumen kita itu benar........ sebenarnya takdir itu ada yang bisa dirubah dan ada yang tidak. empat ketetapan atau perjanjian yang telah ditetapkan saat berada di rahim itu tidak bisa dirubah dan sudah ditentukan oleh Allah, selain itu insyaa Allah bisa, dan takdir yang bisa dirubah itu kecuali 4 ketetapan tadi, asalkan mereka mau berusaha maka pasti akan bisa....”contoh : tentang kisah Ibnu Hajar, dia belajar agama/ mondok bertahun-tahun, tapi dia masih belum pintar juga, akhirnya ia memutuskan untuk pulang atau keluar pondok, sampai perjalanan dia mendapati hujan yang lebat dan akhirnya dia berteduh di sebuah gua, dan ketika berteduh itu dia melihat batu yang berlubang karena terkena tetesan air hujan terus menerus, kemudian dia berfikir “jika batu sekeras itu aja bisa berlubang terkena tetesan air terus menerus, maka otak saya juga akan menjadi tajam jika aku belajar tekun”, akhirnya dia kembali ke pondok...dan dia menuai keberhasilan karena ketekunannya itu dan menjadi seorang alim ulama’ pada zamannya”. Dari kisah itu diketahui bahwa tidak ada manusia yang bodoh selama dia berakal sehat. Kalau dia mau berusaha dan belajar tekun pasti bisa.....
Sinar Agama: Sofyan: Kalau antum teliti membaca tulisan-tulisanku di atas itu dan di tempat- tempat lain, maka jelas akan dapat dengan mudah menjawab kebingungan antum itu. Ijin Tuhan itu ada dua, syar’ii dan takwini/pewujudan. Kalau halal, maka akan mendapat ijin tasyri’i/agama dan kalau haram sebaliknya.
Kalau sesuatu itu terjadi, maka sudah mendapat ijin pewujudanNya dan kalau tidak terjadi, maka sebaliknya. Karena semua yang terjadi itu, sudah pasti makhluk Allah walau perbuatan manusia itu sendiri. Akan tetapi, kalau stasiun terakhir atau sebab perantara terakhir sebelum munculnya makhluk tersebut adalah akal/pengertian dan ikhtiar manusia, maka manusialah yang harus bertanggung jawab. Jadi, ibarat arus listrik yang selalu mengalirkan arus listrik sebagai rahmat yang kalau digunakan kepada yang salah adalah tanggung jawab si pengguna itu sendiri.
Kalau teman-teman yang lain yang masih ingin merangkuli kepercayaan kepada takdir-takdirnya, maka silahkan saja walau, jelas hal itu bertentangan dengan agama Islam itu sendiri, karena agama turun untuk ditaati. Sementara kalau sudah ditentukan, maka bagaimana bisa ditaati atau tidak ditaati dan, bagaimana bisa disurgai atau dinerakai. Apakah layak robot masuk neraka atau surga, atau programernya?
Wassalam
اللَّهُمَّ صَلِّ عَلَى مُحَمَّدٍ وآلِ مُحَمَّدٍ وعَجِّلْ فَرَجَهُمْ