Tampilkan postingan dengan label Ruh. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Ruh. Tampilkan semua postingan

Rabu, 22 Agustus 2018

Lensa (Bgn 17): Ritual Pemanggilan Ruh dan Sesajen



Oleh Ustad Sinar Agama 
Oleh Anggelia Sulqani Zahra pada 28 Juni 2011 pukul 19:20


Farel Abdl : Assalamu alaikum Ustad. Apakah kesenian kuda lumping itu perbuatan syirik mengingat memuja/memanggil arwah dengan memberikan sesajen dan memberi makan orang yang dirasuki setan kalap...

Sinar Agama : Salam dan terima kasih pertanyaannya:

Memanggil syethan, ruh, jin, malaikat dan manusia, semua itu adalah sama saja. Artinya tidak ada yang syirik. Akan tetapi kalau untuk disembah dan dituhankan, maka itu baru dikatakan syirik. Tetapi kalau hanya meminta bantuan, maka hal itu tidak syirik. Dan permasalahannya menjadi masalah fikih, bukan akidah.

Jadi, kalau memanggil syethan dan meminta tolong padanya, maka hal itu haram hukumnya, termasuk juga meminta tolong kepada ruh. Semuanya itu bisa terjadi, akan tetapi hukumnya haram.

Farel Abdl : Apa itu termasuk perbuatan dosa memberi sesajen membakar dupa dan bagaimana hukum orang yang kalap tersebut?

Sinar Agama : Kalau meminta tolong pada ruh sesuai dengan anjuran agama, yakni memintanya untuk mensyafaatinya, mendoakannya, maka hal itu tidak haram. Sudah tentu kelau memintanya kepada ruh pada nabi, imam dan wali serta orang-orang shalih.

Kalau memanggil malaikat dan meminta tolong untuk tujuan-tujuan dunia, seperti tenaga dalam dan sebagainya, ada ulama seperti imam Khumaini ra yang mengharamkannya.

Tetapi katanya ada yang menghalalkannya. Tentu saja kekuatan tenaga dalam atau batinnya itu atau supra naturalnya itu kalau digunakan kepada kebaikan.

Catatan: Kita tidak bisa seperti wahhabi yang menjual syirik dimana-mana. Syirik itu adalah menuhankan selain Tuhan atau menyembahnya. Tetapi kalau tidak sampai ke situ, maka biasanya tidak sampai ke tingkat syirik sekalipun terhukumi dengan haram. Wassalam.


Tika Chi Sakuradandelion, Khommar Rudin, Irsavone Sabit dan 27 lainnya menyukai ini.


Khommar Rudin: Allah humma sholli alla Muhammad wa alli Muhammad.

Juliant Very: Salam, udah lama ana agak bingung mengenai hal ini, dan kali ini keraguan itu hilang sudah! Ini adalah jawaban terlengkap & terkeren bagiku, syukron katsir!!

Siti Purwanti: Terima kasih atas penjelasan dari ustadz, akhirnya pertanyaan saya mengenai hal ini terjawab.

Razman Abdullah Chokrowinoto: Gimana untuk mnghubungi ustad Sinar Agama?

Sang Pencinta: Razman Abdullah Chokrowinoto, Bisa lewat inbox di sini. http://www.facebook.com/sinar.agama atau di page ustad. http://www.facebook.com/pages/Sinar-Agama/207119789401486

Razman Abdullah Chokrowinoto: Makasih Angelia..salam alaikum. 


13 November 2012 pukul 8:30 · Suka


اللَّهُمَّ صَلِّ عَلَى مُحَمَّدٍ وآلِ مُحَمَّدٍ وعَجِّلْ فَرَجَهُمْ

Minggu, 19 Agustus 2018

Lensa: 8, Inkarnasi Atau Raj’ah?



by Sinar Agama (Notes) on Wednesday, January 26, 2011 at 6:43 am


Oleh : Ustad Sinar Agama

Bismillaahirahmaanirahiim.. Reinkarnasi tidak ada dalam kamus akal, apalagi agama. Reinkarnasi adalah masuknya ruh lain (manusia) ke dalam badan yang lain pula. Padahal dalam Filsafat setiap benda memiliki ruhnya tersendiri. Dan sebuah esensi atau spesies adalah yang mencakupi keduanya (badaniah dan ruhaniahnya). Kambing tidak bisa dikatakan kambing kecuali dengan ruh kambing yang telah terproses sejak dari ruh binatang lemah yang ada pada mani kambing.

Jadi di samping ruh manusia tidak akan bisa masuk ke esensi kambing karena kambing dikatakan kambing karena terproses dari ruh mani kambing ke ruh kambing, artinya tidak bisa mengubah dan mengusir ruh kambing, kemustahilan itu juga karena setiap materi memiliki ruhnya tersendiri yang tidak terpisahkan dan tidak mungkin dipisahkan karena ia adalah kesatuan natural, bukan kesatuan produksi yang bisa dicopot dan diganti-ganti.

Jadi, ayat–ayat al-Qur'an menunjukkan penghidupan kembali manusia di akhirat. Tetapi bisa juga di dunia ini pada raj’ah-nya sebagian orang (raj’ah adalah dihidupkannya kembali beberapa orang di dunia ini lalu dimatikan lagi).

Raj’ah itu dihidupkannya sekali lagi beberapa orang yang telah mati di dunia ini. Dalam QS: 40: 11, orang-orang ini berkata: ”Mereka berkata Tuhan kami, Engkau telah matikan kami dua kali dan hidupkan kami dua kali dan kamipun mengakui dosa-dosa kami, lalu apakah masih ada jalan keluar ?

Orang yang tidak percaya raj’ah ini mengartikan mati dua kali itu adalah mati sebelum dicipta dan setelah dicipta, sedang hidup dua kali adalah setelah dicipta dan setelah dibangkitkan nanti.

Padahal :

(1) Allah dalam Qur'an ini mengatakan ”...Mematikan kami” Yakni pakai kata kerja yang perlu kepada obyek, sementara sebelum dicipta adalah ketiadaan yang tidak bisa dijadikan obyek. Kalau memakai kata ”Mati”, maka bisa diartikan ”tiada”, tapi kalau ”dimatikan” maka tidak bisa diartikan ”tiada”.

(2) Hidup dua kali, juga demikian. Yakni hidup di dunia dan hidup setelah kehidupan pertama itu, bukan kehidupan di akhirat karena yang di akhirat itu adalah yang ke tiga. Karena ayat itu dalam rangka menukil kata-kata orang yang tidak mengabdi setelah diberi kesempatan dua kali. Jadi kehidupan dua kali itu dalam rangka beramal shaleh tetapi disia-siakan. Sedang kehidupan akhirat itu untuk dihisab dan diadili, bukan untuk usaha dan ikhtiar. Karena itulah mereka meminta lagi kehidupan ikhtiar yang lain dengan mengatakan ”..lalu apakah masih ada jalan keluar?”, yakni apakah Engkau Ya Tuhan masih berkenan memberikan kesempatan berikhtiar sekali lagi? 

Kalau QS: 2: 28, memang juga sangat terasa keraj’ahannya, karena di sana dikatakan +/-: dimana kalian dulu mati (tiada), lalu Dia menghidupkan kalian, lalu mematikan kalian, lalu menghidupkan kalian, lalu kepadaNya kalian dikembalikan.

Memang, mati pertama itu adalah tiada karena mati dan bukan dimatikan. Tetapi dari sisi dihidupkan disini, terjadi dua kali dihidupkan dan, sebelum dikembalikan kepada Tuhan. Padahal kita memahami bahwa hari pengembalian itu adalah hari kebangkitan. Sedang penghidupan ke dua di atas, sebelum hari pegembalian itu sendiri.

Tetapi kalau ayat 259 surat Al Baqarah itu hanya pendukung saja. Karena ia adalah salah satu raj’ah itu sendiri, bukan raj’ah yang kita bahas. Sekalipun keduanya adalah raj’ah.

Jadi dari sisi Raj’ah maka ayat itu sebagai bukti kebenaran raj’ah karena ianya adalah kejadian itu sendiri, bukan dalil untuk ke depan. Karena dalam ayat tersebut dikatakan bahwa ada orang yang seperti sangsi terhadap Kuasa Tuhan dalam menghidupkan orang mati setelah melihat desa yang mati, lalu Allah mematikan orang tersebut dan menghidupkan kembali di kemudian hari.

Dan tentang ashabulkahfi adalah penguat raj’ah seperti ayat pertama itu. Artinya Raj’ah itu tidak mustahil karena sudah terjadi, seperti ashabulkahfi itu atau seperti orang yang ragu di atas itu. Sedang yang akan dihidupkan nanti adalah dari dua kelompok, dari yang baik dan yang jahat. Tentu tidak semuanya. Dan sangat mungkin bahwa yang akan dihidupkan nanti adalah termasuk orang-orang yang di jaman sebelum Islam kita ini.

Riwayatnya banyak sekali, diantaranya: 

عن الحسن بن شاذان الواسطي قال :كتبت إلى أبي الحسن الرضا عليه السالم أشكو جفاء أهل واسط وحملهم علي وكانت عصابة من العثمانية تؤذيني فوقع بخطه :إن اهلل تبارك وتعالى أخذ ميثاق أوليائنا على الصبر في... دولة الباطل فاصبر لحكم ربك فلو قد قام سيد الخلق لقالوا :يا ويلنا من بعثنا من مرقدنا هذا 
ما وعد الرحمن وصدق المرسلون - الكافي 247 / 8 الرقم346 

Yang artinya kurang lebih al-Hasan bin Syadzan berkata: Aku menulis surat kepada imam Ali al-Ridha as, aku mengeluhkan akan keringnya orang-orang Wasit (kota lama di Iraq antara bashrah dan Kufah) dan penyerangan mereka terhadapku, begitu pula tentang sekelompok dari pengikut Utsman yang menyakitiku, lalu beliau as menjawab: ”Sesungguhnya Allah telah mengambil janji dari pengikut kami atas kesabaran untuk hidup di pemerintahan batil, maka dari itu bersabarlah demi perintah Allah, dan nanti kalau sudah datang penghulu makhluk (imam Mahdi as) maka mereka (para mukmin itu) akan berkata: ”Duhai siapakah yang telah membangunkan kami dari tidur kami ini? (dikatakan) Inilah yang telah dijanjikan Sang Maha Pengasih, dan telah benar orang-orang yang diutus (para rasul). al-Kaafi: 8: 247.

Sekian. Alfatihah ma’a al-sholawat. Wassalam. 

In this note: Sinar Agama, Haerul Fikri, Natsir Said, Syaharbanu Bob, Noer Aliya Agatha, Nebucadnezar Pecinta Keadilan, Muhammad Yusuf S Tarigan, Annisa Asiyah Khadija, Saiful Makshum, Saiful Bahri, Fatimah Zahra, Cut Yuli, Hendy Al-Qaim, Roman Picisan, Rizky El Hallaj, Indra Gunawan, tika Maria, Bin Ali Ali, Don Flores 

Anwar Mashadi: dan 22 orang lainnya menyukai ini.

Rizky El Hallaj: -Apa sebabnya kita mengenakan hidup atau dari apa hidup itu ??? 

-Dalam hidup kita perlu tidur, siapa yang mengajak tidur ??? 

-Apa sebab orang mati, dan dalam kematian ada apa ??? 

-Apabila kita telah mati, apakah kita akan kembali menjadi bayi atau tetap tinggal di sana ??? 

Saiful Bahri: Allahumma shalli alaa Muhammad wa aali Muhammad.

Saiful Bahri: Syukran tag nya... 

Sinar Agama: Salam dan terimakasih untuk semua jempol dan komentarnya.


اللَّهُمَّ صَلِّ عَلَى مُحَمَّدٍ وآلِ مُحَمَّدٍ وعَجِّلْ فَرَجَهُمْ

Sabtu, 18 Agustus 2018

Lensa (Bgn 4): Perkembangan Ruh



Oleh : Ustad Sinar Agama
Oleh Anggelia Sulqani Zahra pada 28 Juni 2011 pukul 18:54


Ruh, prosesnya seiring dengan perkembangan mani ke janin dan bayi. Yakni, mani itu sudah memiliki Ruh binatang/hewan. Ruh itu menyempurna seiring dengan menyempurnanya badannya. Ketika ia sudah berupa bayi empat bulan, maka kala itulah Ruh dia jaga sudah berproses menjadi Ruh-manusia.

Artinya, sudah sangat dekat dengan manusia. Karena manusia dimulai sejak dia mengerti universal. Jadi bayi yang umur 4 bulan dalam perut hingga lahir, Ruhnya bisa disebut dengan Ruh manusia. Artinya potensial dekat, bukan de fakto. De faktonya baru nanti setelah ia mengerti universal itu.

Jadi peniupan Ruh itu bukan dari luar badannya, dan bukan berarti Ruh manusia itu sudah dicipta sebelumnya. Jadi, Ruh manusia merupakan proses atau gerak substansial dari Ruh tambang yang ada pada daging kambing (misalnya), lalu menjadi Ruh binatang (pada mani) dan kemudian Ruh manusia kala sudah berumur 4 bulan dalam perut.

Ruh ini terus berproses hingga benar-benar menjadi manusia defakto, dan khalifatullah di kala Fana’ dimana menjadi khalifahNya untuk memimpin semua makhluk sejak dari materi sampai ke Akal-Pertama. (baca :wahdatul-wujud 1-9)

Sekian. Wassalam. 


اللَّهُمَّ صَلِّ عَلَى مُحَمَّدٍ وآلِ مُحَمَّدٍ وعَجِّلْ فَرَجَهُمْ