Senin, 30 Juli 2018

Wahdatu Al-Wujud (Bagian: 2)



Seri Tanya – Jawab: Anggelia Sulqani Zahra dan Sinar Agama
by Sinar Agama (Notes) on Tuesday, December 14, 2010 at 8:40pm



Anggelia Sulqani Zahra dan Ustad’ Sinar Agama 

Anggelia Sulqani Zahra : Ustad’ Komentar anda pada “Wahdatul Wujud: (Bgn:1) : seri Tanya – Jawab : 

“Allah dalam banyak ayat-ayatNya seperti QS:2:126; 2:285 dan sekitar 21 ayat lainnya menggunakan kata Mashir (menjadi) untuk kembalinya manusia kepadaNya, bukan masir (berjalan/menuju). Tentu ayat-ayat ini saya bawa di sini sebagai penguat dalil akal kita ini, bukan sebagai pemaksa anda untuk terima, tetapi hanya sebagai pereda ketakutan akan kebenaran dalil akal kita ini manakala hal itu terjadi, supaya tidak seperti para wahhabi yang terus anti pati dan mengecam para arif.

Allah dalam ayat-ayat tadi, baik bagi orang yang akan ke neraka atau ke surga, memakai kata kedua Mashir alias menjadi. Hal itu karena memang kembalinya manusia itu kalau bukan menjadi hakikat murkaNya, akan menjadi hakikat RidhaNya. Jadi, dua-duanya menjadiNya. Tetapi karena Tuhan mengatakan (dan akal juga mengatakan hal yang sama) bahwa ”menjadi kepadaNya”, bukan ”menjadiNya”, maka selamanya manusia tidak akan pernah mencapaiNya, sekalipun menjadi kepadaNya, bukan menujuNya.”

Ustad. mohon diurai lebih luas dan lebih sederhana komentar tersebut.

Sinar Agama: Ringkasan bahasan yang lalu adalah: Kan ada dua versi pandang dalam hidup keIslaman kita ini, Ada yang mengatakan bahwa selain Allah itu ”ada”, dan ada yang mengatakan ”tidak ada”.

Dalam pandangan golongan pertama, manusia dan perbuatannya begitu pula surga-nerakanya semua adalah ”ada”. Dengan demikian maka yang masuk ke surga-neraka adalah orang atau manusia yang "ada" yang masuk ke surga yang juga "ada". Oleh karenanya, manusia, tetap manusia dan ‎surga-neraka juga tetap surga-neraka. Yakni seperti orang yang masuk ke kebun atau tungku api.

Di sini, manusia berjalan menuju surga-neraka, bukan menjadi surga-neraka, Dan golongan pertama ini menerjemahkan ”mashir” dangan ”masir”, yakni ”menjadi” dengan ”menuju”.

Tetapi dalam pandangan golongan ke dua: Karena selain Tuhan ”tidak ada”, karena hanya esensi, maka manusia tidak lain kecuali WajahNya saja, yakni wajah “Ada”. Dan karena semuanya, surga dan neraka, hanya “bayangNya” dan “wajahNya”, maka perbuatan dan perjalanan manusia itu terjadi dalam kewajahanNya karena mereka tidak punya wujud.

Dengan demikian, maka perjalanan mereka itu, bukan perjalanan di atas jalan seperti agama, dan bukan pula menuju tempat yang seperti surga-neraka. Tetapi perjalanan dan tujuannya itu adalah sama-sama tajalli dan wajah. 

Jadi, perubahan/amal, jalan dan tujuannya, tidak lain adalah wajahNya Dan karena semuanya adalah wajah Wujud, maka manusia, amal, jalan/agama dan tujuannya itu adalah kemenjadian- wujud, bukan wujud yang berbuat dalam wujud, berjalan di atas wujud dan menuju kepada wujud. Tidak demikian. Tetapi semuanya itu tidak lain kecuali kemenjadian-wujud. 

Kemenjadian-wujud, yakni selalu dalam kepengembalian-wujud itu kepada yang berhak dan kepengembalian-wujud, bukan berarti kita memilikinya dan kita kembalikan, bukan tetapi, menye- rahkan wujud itu dari ”kemerasaan-punya-wujud” kepada yang punya sebenarnya dan karena kita tidak pernah wujud, dan karena yang ada hanyalah merasa punya wujud, maka karena itulah Tuhan mengatakan ”KepadaNya menjadi”, bukan ”menjadiNya”. Yakni selalu dalam ketiadaan dan ketidak-punyaan-wujud. Artinya, karena Wujud=Allah, maka manusia selalu dalam ”kemenjadian padaNya”, bukan ”menjadiNya”. Yakni selalu dalam ”kepenyerahan wujud”. 

Dengan demikian, maka manusia di surga-neraka yang juga sama-sama tiada dan sama-sama wajahNya, maka tidak lain manusia itu berubah dari wajah yang satu menjadi yang lainnya, yakni dari kewajahannya sebagai manusia menjadi wajah lain yang disebut dengan surga-neraka itu dimana surga sebagai wajah dari RidhaNya dan neraka dari MurkaNya. 

Anggelia Sulqani Zahra: Ustad’ syukron … muncul satu pertanyaan, yaitu bagaimana manusia bisa berubah menjadi surga-neraka? 

Sinar Agama: Salam. Semalam mau nerusin jawab tanyamu dan pertanyaan lainnya dari orang lain tetapi signal/sinyal putus. 

Kalau kamu pandai menyimpulkan pelajaran lalu, maka akan tersimpulkan bahwa ”Ada” memiliki wajah substansi dan substansi berwajah aksiden. 

Kalau dalam filsafat, aksiden menumpangi substansi, dan substansi menumpangi wujud. 

Semua keberadaan dan aktifitas aksident bertopang pada substansi dan substansi pada wujud. Sekarang saya tidak akan bahas wujud-wujud materi dan proses atau gerakannya, karena tidak menyangkut bahasan kita sekarang. Saya akan bahas substansi dan aksident pada wujud non materi. 

Konsep ada dan gerak yang ada pada non materi sama saja dengan materi selama ia masih berhubungan dengan materi, sekalipun ada perbedaannya, tetapi secara global adalah sama. Dengan demikian peristiwa/gerak/proses yang ada terjadi pada aksiden, bergantung dan bersum- ber dari substansi. 

Begitu pula substansi dari wujud dan, sudah tentu pada akhirnya aksiden juga bergantung pada wujud. Di sini saya tidak akan terangkan lagi bagaimana cara memandang wujud. 

Bahwasannya wujud bisa dilihat dengan kacamata filsafat atau irfan. Karena semua uraiannya sama saja, dan yang beda hanya cara pandangnya. 

Oh ya kalau suatu saat mandek, maka berarti ganguan signal/sinyal, jadi sabar. 

Kembali pada gerak non materi. Sebenarnya non materi tidak punya gerak, karena semua perubahannya secara langsung atau tidak melalui proses waktu. Karena waktu, biar secepat cahaya, adalah hanya milik materi karena dia terikat dengan ruang/volume. 

Tetapi karena non materi yang kita bahas sekarang, yakni ruh manusia, yang , masih terikat dengan materi di dunia ini, maka ‎ruh manusia ini pasti memiliki gerak/proses, yaitu perubahan dalam waktu. 

Karena substansi dan hakikat non materi adalah tidak memiliki materi, yakni tidak memiliki volume dan kekonsekwenannya, seperti rangkapan materialisnya yang membuat masing-masing kedua rangkapannya itu berposisi dan bermateri tersendiri (bc:masing-masing dari kedua unsur atau rangkapan substansinya atau substansi dan aksidennya). Maka rangkapan non materi jauh lebih sederhana dan tidak terpisah-pisah, yakni dalam kesatuannya itu. Memang, semua yang berangkap, walau materi, tidak terpisah, tetapi masing-masing kedua rangkapannya itu berposisi tersendiri yang ‎kalau dilihat dari sisi masing-masing kedua rangkapannya itu, maka masing- masing kedua rangkapan tersebut saling terpisah. 

Seperti daun dari pohonnya, akar dari buahnya dan seterusnya pada pohon. Tetapi kalau rangkapan non materi tidak seperti itu. Karena kenonmateriannya itu, maka katakanlah rangkapan kedua yang dimilikinya hanya bisa dipisahkan di dalam akal kita saja, tidak pada wujudnya sendiri. 

Nah, karena kesederhanaan rangkapan non materi itulah, maka bisa terjadi loncatan dari satu hakikat ke hakikat yang lain. Misalnya dari subsatansi ke substansi yang lain atau dari aksident kepada substansi. Misalanya, hakikat manusia adalah ”Binatang Rasional” atau ”Benda berkembang bergerak dengan ikhtiar dan rasional”. 

Dalam filsafat telah dibuktikan bahwa hakikat sesuatu itu sebenarnya adalah ”defrentia akhirnya” atau ”Pembeda Akhirnya”. 

Dalam contoh definisi manusia yang rinci di atas, Benda=genus-jauh ; berkembang=genus-tengah dan juga pembeda-jauh bagi manusia. Bergerak dengan ikhtiar=genus-tengah dan pembeda jauh bagi manusia. Tetapi binatang yang terdifinisikan dengan ”benda berkembang dan bergerak dengan ikhtiar” adalah genus dekat bagi manusia. 

Dan, rasional=pembeda dekat, bagi manusia. Kamu tidak usah pusing dengan semua itu. Kamu konsen saja dengan yang ingin kukatakan sekarang ini, bahwa: 

Hakikat sesuatu itu adalah ”Pembeda Dekatnya” itu. Dalam hal manusia ini adalah ”Rasionalnya” itu. 

Sebelum saya teruskan, harus diketahui bahwa apapun hakikat materi itu, mesti memiki unsur non materinya yang disebut ruh. Jangankan manusia dan binatang, pohon atau bahkan batu, tanah, air, api dan udarapun memiliki unsur non materi yang disebut ”Ruh”. 

Salah satu alasannya, karena di dalam materi terdapat gerak kedua yang terkontrol, seperti putaran kedua atomnya yang selalu sama dan terkondisi. Padahal kalau kebetulan, pasti tidak akan sama walau dalam dua gerakannya, seperti kalau kita melempar 3 kelereng yang berlainan warna yang, tidak mungkin posisi ketiganya itu sama dalam kedua lemparan walau dilempar sejuta lemparan. 

Dengan, demikian karena putaran kedua atom itu selalu sama, begitu pula juga proses kedua yang terjadi pada katakanlah biji padi yang selalu menumbuhkan pohon padi, bukan jagung, 

‎maka sudah pasti dalam proses kedua materi itu terdapat pengaturan dan kesengajaan. Danpengaturan dan kesengajaan ini (lawan kebetulan), tidak akan terjadi kecuali kalau memiliki ilmu (tahu) pada yang disengajanya itu. 

Dengan demikian dalam semua proses kedua materi, dari yang sangat sederhana, seperti putaran kedua atomnya, sampai pada yang tidak sederhana seperti berilmu tinggi atau berakhlak tingginya manusia, semua itu bermuara pada penyengaja yang ada di dalam kedua materi tersebut. Dan penyengaja ini, karena memiliki ilmu, dan karena ilmu itu adalah kehadiran yang diketahui pada yang mengetahui, maka dia pasti wujud non materi. 

Kenapa pasti wujud non materi? 

Karena hakikat materi adalah hakikat keterpisahan walau dalam kesatuannya, sebagaimana yang sudah saya jelaskan di atas. Jangankan pohon dari daunnya, netron dan proton pada atom saja tidak bertemu, walau terangkai dalam kesatuan yang disebut atom. 

Lebih dari itu, Proton bagian atasnya tidak bertemu dengan bagaian bawahnya. Dan bahkan, kalau atom itu masih bisa dibagi lagi menjadi sejuta bagian, maka masing-masing kedua bagiannya tidak akan saling bertemu, walau saling terkait dalam satu keberadaan. 

Dengan uraian ini, dapat disimpulkan bahwa pengontrol pada wujud-wujud materi itu tidak lain adalah wujud non materi. 

Karena non materi tidak saling terpisah, dan keterpisahan bagian keduanya hanya dalam pahaman kita, tidak pada hakikat wujudnya. dengan demikian, terbuktilah bahwa sumber dari segala keberadaan dan proses keduanya yang terjadi pada materi adalah non materi atau ruh. Oleh karenaya Ruh dalam filsafat didefinisikan dengan ”Hakikat non materi yang dalam kerja keduanya masih memerlukan atau terkait dengan materi”. 

Beda dengan ”Malaikat” yang didefiniskan dengan ”Hakikat non materi yang tidak memerlukan materi”. 

Kembali ke masalah kita, yakni perubahan atau loncatan non materi kepada hakikat lain. 

Karena kenon-materian ruh, atau karena ketidak terikatannya dengan volume/tempat, dan karena ketidak terpisahan bagian ke duanya itu, maka wujud non materi ini bisa berubah menjadi wujud atau hakikat yang lain. 

Tentu saja perubahan ke dua itu terjadi pada dirinya sendiri, dan, sudah tentu tidak bisa keluar seratus persen dari hakikat sebelumnya. Jadi, non materi, memiliki dua kekhususan itu dikarenakan kenon materiannya itu, yakni yang hakikat sebelumnya tidak bisa hilang, dan yang didapatkan setelahnya, kalau sudah berupa substansi, juga tidak bisa hilang yang, kemudian kita katakan berubah ke wujud lain. 

Ingat, dengan terbuktinya keberadaan ruh pada setiap materi dan terbuktinya ruh sebagai pengerak semua aktifitas materi, kejadian kedua materi yang kita lihat, sebenarnya, adalah kejadian yang terjadi pada non materinya. 

Misalnya, ruh manusialah yang merasakan dengan panca inderanya itu, yang nulis atau ceramah itu. Jadi, dalam hal ini, apapun yang terjadi pada materi manusia, sebenarnya adalah kerja ruhnya. Oleh karenanya kerja kedua materinya ini adalah wajah bagi ruh. 

Kembali ke masalah kita lagi, yakni ketidakhilangan hakikat sebelumnya dan ketidakhilangan yang didapat setelahnya kalau sudah berupa substansi. 

Ruh manusia, ketika ia menyukai sesuatu dan mengejarnya (tentu aktifitasnya pasti memerlukan badannya), seperti makan-minum, maka telah memiliki kerja baru. Katakanlah suka durian. Pekerjaan baru tersebut, yakni mengejar dan makan durian, setelah dilakukannya beberapa kali, maka akan memunculkan dalam diri ruh tersebut, rasa ”suka”. Yakni sifat baru yang tadinya tidak ada dalam dirinya. 

Di sini sudah ada perubahan dari tidak adanya rasa suka pada durian, menjadi adanya rasa atau sifat suka pada durian. Sifat baru tersebut, kalau dimanjakannya terus, yakni diteruskan dengan mengejar durian terus, maka sifat suka di dalam dirinya akan berubah dari lemah menjadi lebih kuat. Dan kalau diteruskan, maka akan berubah menjadi sifat yang sangat kuat pada dirinya. Di sini, kamu sudah bisa lihat bagaimana aksiden ini muncul dan begitu pula perubahannya kepada yang lebih kuat. Yakni bagaiamana aksident ini ada, dan berubah dari lemah menjadi lebih kuat dan menjadi sangat kuat. 

Kalau pengejaran terhadap durian itu diteruskan, yakni pemanjaan dirinya terhadap kesukaannya itu, maka aksiden ini akan semakin menguat dimana pada akhirnya akan menjadi kecanduan dan tidak bisa terlepaskan lagi. 

Nah, ketika tidak bisa terlepaskan lagi itulah maka ia sudah menjadi substansi. Kalau kamu masih ingat dengan beda substansi dan aksident, maka salah satunya adalah, substansi penentu hakikat sesutu, seperti binatang rasional bagi manusia, tetapi aksident yang bisa datang dan pergi, seperti tertawa, sedih dan seterusnya pada manusia. 

Jadi, yang dikatakan substansi itu adalah hakikat sesuatu itu yang, kalau hakikat manusia itu ditentukan dengan kebinatangrasionalannya, maka binatang rasional itulah substansinya. Dan, kalau sesuatu itu tidak ada maka dia akan keluar dari hakikatnya itu. Yakni kalau manusia itu tidak binatang dan rasional, maka dia bukan lagi manusia. 

Kembali ke masalah kita. Ketika sifat ke dua yang baru itu telah mencandu dalam ruh, dan tidak bisa lagi dilepaskan, maka berarti ia telah naik derajat dari sifat/aksident kepada substansi. Karena hakikat substansi adalah yang tidak bisa dilepaskan, sebagaimana dzat dirinya. 

Nah, kalau manusia mengerjakan pekerjaan ke duanya itu berupa taqwa, maka juga begitu. Kalau dia suka dan mengejarnya, karena tak suka takkan mengejar (Makanya cinta ahlulbait itu adalah diwajibkan Tuhan demi manusia itu sendiri, bukan demi mereka), maka akan ada perubahan pada dirinya atau ruhnya itu. Dan akan terjadi aksident baru dalam dirinya tersebut. Dan kalau taqwa itu terus dikerjakannya, maka suatu saat akan menjadi hakikat dirinya yang baru, atau substansinya yang baru. Sudah tentu manakala taqwa itu sudah tidak bisa dilepaskan lagi dari dirinya. 

Dengan demikian, yakni kalau taqwa itu sudah menjadi substansinya, maka dia/manusia ini akan memiliki hakikat yang baru. Yaitu yang terdefinisikan dengan ”Binatang rasional dan taqwa”, atau ”Rasional dan taqwa”. dan karena taqwa itu adalah pekerjaan ke dua yang diridhai Allah, maka sebenarnya taqwa itu adalah ”Tajalli” dari ”RidhaNya” itu sendiri. 

Karenanya, maka manusia ini sekarang telah menjadi hakikat baru yang kita katakan dengan ”Hakikat RidhaNya”. Dengan demikian maka ia telah menjadi ”Tajalli RidhaNya”. 

Begitu pula sebaliknya. Yakni arah kemungkaran dan kebejatan moral. Atau setidaknya ketidaktahuan posisinya (jahil). Maka proses ke dua itu kalau terjadi, ia akan menjadi ”Tajalli MurkaNya”. 

Jadi, manusia dalam pandangan filsafat, tidak masuk surga atau neraka, tetapi menjadi hakikat RidhaNya atau MurkaNya. 

Jadi, surga itu bukan tempat yang akan dimasuki, tetapi maqam yang dicapai manusia hingga manusia bisa mencipta semua keadaan suka/ridhaNya di sana karena sudah membiasakan diri menyuka dan mengerjakan ridhaNya di dunia. 

Jadi, hal ke dua baik yang menyenangkan dan meridhakan, diciptakannya sendiri dengan ijin Allah. Kenapa? Karena dalam dirinya kesukaan terhadap kebaikan/kerelaan dan pekerjaan keduanya itu telah mensubstansi di dunia hingga tidak lagi bisa terpisah. 

Begitu pula sebaliknya bagi yang telah membiasakan diri dan mensubstansikan kepada kemung- karan atau kemurkaan. Jadi, yang pemarah dan pemakan haram, akan selalu marah dan mencipta hakikat haram dan dimakannya. 

Dimana hakikat makan haram itu adalah api. Misalanya dalam QS: 4:10, Allah berfirman bahwa yang makan harta anak yatim (katakanlah yang haram) adalah makan api. Tetapi ingat bahwa yang akan mencipta hal ke dua ridha dan murka itu adalah manusia itu sendiri dan dari dalam dirinya dengan ijinNya, yakni dengan sistemNya. 

Artinya dari dalam substansinya yang sudah rangkap dengan kebiasaan atau substansi baru. Yakni manusia yang bersubstansi rasional itu yang, sekarang menjadi rasional ridha atau murka. Artinya, ketika dia mencipta hal kedua ridha, maka dia akan senang dan bahagia, karena dia tetap rasional itu. 

Begitu pula kalau dia mencipta hal ke dua, murka, maka dia akan sedih dan tersiksa, karena dia tetap rasional itu. Jadi, dia mencipta api dan memakannya dan tersiksa sekalipun dia sendiri penciptanya dengan ijinNya. Hal itu karena kerasiolannya tetap pada dirinya dimana keapian api tidak selaras dengan kerasionalannya itu. 

Untuk menguatkan dalil ke dua filsafat di atas, saya akan bawakan contoh ayat keduanya. 

Pertama, hal kedua yang berkenaan dengan perubahan substansi manusia kepada substansi baru. Ingat perubahan ini tetap mempertahankan substansi sebelumnya, yakni rasional. 

Dan ingat, bahwa kita bisa menyebut sesuatu itu hanya pembeda/diferentia akhirnya saja, seperti kalau kita berkata ”manusia adalah rasional”. Karena hakikat sesuatu itu adalah pembeda dekat dan akhirnya. 

Allah dalam QS: 11:46, berfirman kepada nabi Nuh as ketika beliau memohon supaya Allah menolong anaknya yang hanyut, Allah berfirman: ”sesungguhnya dia adalah perbuatan yang tidak shaleh/benar”. 

Mengapa Allah mengatakan bahwa anak nabi Nuh as adalah ”Perbuatan yang tidak shaleh/ benar”?, dan tidak dikatakan bahwa ”dia adalah yang berbuat ketidakshalehan” atau ”dia pelaku kemungkaran”? 

Karena kalau dia adalah pelaku ketidakshalehan atau kemungkaran itu, berarti pebuatannya itu masih belum menjadi kebiasannya. Artinya bisa berbuat dan bisa tidak berbuat. 

Yakni bisa kafir dan bisa mukmin, bisa bejat dan bisa taat. Tetapi manakala sudah dikatakan ”dia adalah kekafiran” itu sendiri, maka kekafiran tersebut sudah menjadi substansi barunya yang ditambahkan kepada substansi lamanya. 

Jadi, berbeda antara dia pelaku kekafiran atau dia adalah kekafiran itu sendiri. Atau dia pelaku ketidakshalehan dan dia adalah ketidakshalehan itu sendiri. 

Allah dalam QS: 76:6 berfirman bahwa di akhirat nanti ada telaga yang diminum oleh hamba keduaNya tetapi yang dibuat sendiri oleh mereka. 

Allah berfirman ”Telaga yang diminum oleh hamba kedua Allah yang, diledakkannya oleh mereka sendiri dengan ledakan yang hebat”. Artinya dicipta tanpa dengan proses galian. Hal itu karena kenonmateriannya tersebut. 

Ayat ke dua di atas adalah contoh bagi pembentukan atau penciptaan keridhaan itu oleh manusia itu sendiri di surga. Yakni bukan tempat yang dituju. 

Sekian. 

Terimakasih. 

Al-Fatihah- Sholawat.. 

Ahmad Muhammad Yunus, Miftah Fadhlullah, Cut Yuli dan 16 lainnya menyukai ini. 

Alhuda Islami: Please write in English for sharing the knowledge of Wahdatul Wajud. Good interest. 

Wan Basra: Diskusi yang menambah ilmu bukan memperuncing. 

Indra Gunawan: Wah .. Ana taklid dah kalau sama ustad Sinar .. 

Don Flores: Terimakasih telah menandai ke Aku, dalam Wahdatul Wujud bag-2 seri tanya jawabAllahumma shalli ala Muhammad wa Aali MuhammadAllahumma shalli ala Muhammad wa Aali MuhammadAllahumma shalli ala Muhammad wa Aali Muhammad. 

Alia Yaman: Syukran. 

Amran Abstrack: Terima kasih Anggelia. Dibaca dulu deh baru ikut bertanya. 

Syahdan Salmanova: Allahumma shalli ala Muhammad wa Aali MuhammadWA AJJIL FARAJAHUM. 

Sang Pengembara: Saya turut menyimak.. 

Abdul Salam: Tolong penjelasan tafsirnya sejelas-jelasnya karena aku sebagai hamba yang dhaif masih awam dengan kajian ilmu-ilmu agama. Syukran Jiddan Pak Kyai dan lainnya. Smoga bermanfaat untuk kita semua. Amiiin ...!!! 

Sinar Agama: Salam untuk semua. Terimakasih untuk semua jempol dan komentarnya, khususnya pada mbak Anggelia yang bersusah payah mengumpulkan tulisan-tulisanku. Karena hal itu sangat mempermudah kerja-kerja teknisku karena aku sudah merasa berat dengan kerja-kerja pikirku terutama ketika menghadapi wahhabi yang suka memfitnah dan mengulang-ngulangnya, walaupun sudah dijelaskan dengan gamblangnya. Semoga kita semua selalu dalam penerimaan HidayahNya, amin. 

Sinar Agama: Antum-antum/Anda-anda diskusilah di sini dengan benar-benar perhatian pada bag:1,2 dan 3. Nanti alfakir akan tengok-tengok dan masuk manakala dianggap perlu. 

Sinar Agama: Tolong mbak Anggelia juga buatkan yang bag:3 yaitu yang dengan Haerul fikir, terimakasih sebelumnya, tentu saja kalau sdh habis diskusi kitanya. 

Ardi Shushelo: Setelah Ane baca catatan ini, ”sungguh terlalu” maksudya terlalu panjang untuk kajian diskusi, karena ane baru belajar dan sudah pikun malah ga mudeng” alias ga ngerti, karena tulisan tersebut tidak langsung pada pokok substansi persoalan mana yang harus dibahas, topiknya juga jadi ngambang, karena terlalu panjang tulisan anda itu malah lebih berkesan seperti komidi puter,,,hehehehe...Mohon dibuatkan intisariya dwuong,,? Mas” n mba” dari tulisan tersebut, saya yakin buanget teman-teman juga ga bakalan ngerti yang cuma baca skali. 

Eydzar Ali Stany: Great! ^_^ smoga Allah memberi berkah kepada kalian berdua dan yang membacanya. Btw...ana udah laper untuk bagian 3 :D. 

Bande Huseini: Kayaknya harus berulang-ulang dibaca, direnungi, juga didiskusikan. 30 September jam 14:46 · SukaTidak Suka 

Abbasabdulmanan Ndoen: REPUBLIK ISLAM IRAN RESMI MENJADI NEGARA PENGEKSPOR 

BENSINA2MN-NEWS : Republik Islam Iran berhasil menjadi negara pengekspor bensin. Berita kemampuan Negara para Mullah itu tentunya langsung menjadi sorotan utama dunia. Direktur Internasional Perusahaan Minyak Nasional Republik Islam Iran, Ali Asghar Arshi, menyinggung pelaksanaan proyek produksi bensin di komplek-komplek petrokimia, dan menyatakan bahwa Iran tidak lagi membutuhkan impor bensin dari luar negeri, bahkan akan mengekspornya. Dikatakannya pula, ”Untuk pertama kali, Republik Islam Iran akan mengekspor muatan bensin pertama untuk dipasarkan di pasar-pasar dunia.” Arshi menjelaskan, Republik Islam Iran dalam waktu dekat ini akan mengirimkan empat muatan bensin ke pasar dunia. Lebih lanjut Arshi mengatakan, Repulik Islam Iran resmi menjadi negara pengekspor bensin. Ketika menjelaskan pengiriman muatan bensin ke pasar dunia, Arshi mengatakan, ”Iran akan menjual produksi bensin sesuai dengan harga pasar dunia.” Kemampuan Iran dalam memproduksi dan mengekspor bensin tentunya mengejutkan semua pihak. Apalagi Republik Islam Iran saat ini mendapat tekanan lebih serius dari Barat menyusul resolusi baru anti Republik Islam Iran yang diputuskan DK PBB.Kantor Berita AFP melaporkan, ”Republik Islam Iran belum lama ini mengumumkan bahwa negaranya tidak lagi mengimpor bensin. Tidak lama setelah itu, negara pencetus Revolusi Islam, kini mengumumkan akan mengekspor bensin dan menawarkan produksinya ke pasar dunia.” Sumber itu juga mengakui bahwa kejutan Iran dalam memproduksi dan mengekspor bensin itu terjadi saat Negara para Mullah ini diembargo sejumlah negara Barat khususnya AS. Blomberg juga melaporkan kemandirian Republik Islam Iran dalam mengekspor bensin. Disebutkannya, kemampuan Republik Islam ini, dalam memproduksi dan mengekspor bensin telah menjadikan negara ini sebagai salah satu pengekspor bensin di dunia. Hal itu dilakukan oleh Negara Islam penghasil minyak terbesar nomor dua di dunia untuk menghadapi sanksi AS dan sejumlah negara Barat atas negara ini. Kantor Berita Reuters dan Xinhua melaporkan, Menteri Perminyakan Republik Islam Iran; Sayid Masoud Mir Kazemi pada awal September mengatakan, ”Produksi bensin negara perhari meningkat menjadi 66,5 juta liter perhari dari 44 juta liter perhari.” Dalam statemannya, Mir Kazemi juga menyatakan bahwa Republik Islam Iran akan mengekspor bensin dalam waktu dekat. Sebulan kemudian, Republik Islam Iran mengumumkan dan mengirim muatan bensin untuk dijual di pasar dunia, bahkan harga bensin itu akan dijual dengan harga pasar dunia.Tak diragukan lagi, kemandirian Negara pencetus Revolusi Islam ini, dalam memproduksi bensin menjadi pukulan berat bagi AS yang terus bersikeras menekan Republik Islam Iran. Bahkan media-media dunia berupaya mengesankan bahwa sanksi terbaru negara para Mullah ini, membuat negara ini terseok-seok. Akan tetapi fakta berbicara lain, Republik Islam Iran malah mampu memproduksi bensin bahkan mengekspor. Itupun terjadi saat AS dan Barat menjatuhkan sanksi. Inilah hasil kegigihan bangsa Iran dalam menghadapi arogansi dunia. (A2MN/IRIB) Lihat Selengkapnya 

30 September jam 15:19 · SukaTidak Suka 

Abbasabdulmanan Ndoen: DENMARK KEMBALI LANCANG, KATIKATUR NABI MUHAMMAD SAWW 

AKAN DICETAK ULANG A2MN-NEWS : Koran lancang Denmark berniat kembali menistakan kesucian Rasulullah Saww, dengan mencetak ulang karikatur biadab tentang Nabi Islam di sebuah buku. Gulfne...ws melaporkan, buku berjudul ’The Tyranny of Silence’ itu ditulis oleh Flemming Rose, yang dulu menjabat sebagai editor budaya koran Jyllands-Posten. Disebutkan bahwa meski dalam buku tersebut tidak dicetak secara utuh karikatur penistaan terhadap Nabi Muhammad Saww, namun di salah satu halaman buku tersebut akan dicetak gambar halaman utama koran Jyllands-Posten di edisi yang memuat gambar karikatur tersebut. Pada 30 September 2005, koran Jyllands-Posten memuat 12 gambar karikatur yang menistakan kesucian Nabi Islam, Muhammad Saww. Di sisi lain, meski menghadapi kecaman dan protes meluas, namun pihak Jyllands-Posten menyatakan tetap akan mencetak buku tersebut. Karsten Blauert, seorang pejabat Jyllands- Posten Edition kepada AFP mengatakan, ”Yang pasti banyak hal telah terjadi, tetapi semuanya akan berjalan sesuai rencana dan tidak ada yang akan mengubahnya. Buku tersebut akan dirilis sesuai jadwal.”Adapun Rose, penulis buku tersebut berulangkali mendapat ancaman teror. (A2MN/IRIB/Gulfnews/Straittimes) 

Eydzar Ali Stany: Abbasabdulmanan Ndoenpropaganda terus ^_^ 

Ardi Shushelo Bunga Rose itu kata sandi mereka,,, ”dukumen” mereka yang merencanakan revolusi 30 s/d 50 tahun ke depan sebagai ajang balas dendam dan membumi hanguskan kepada ASWJ, karena,,, Anggelina pernah mengeluarkan kata ”mawar” dan 30 tahun, tapi apakah Rose si pembuat buku kariktur Rasulullah ini ada kaitanya dengan apa yang direncanakan mereka, hingga membuat dunia islam jadi berang. Dari kebenaran dukumen tersebut, ane mau dengerin langsung dari yang bersangkutan,,, silahkan Lihat Selengkapnya 

30 September jam 16:59 melalui Facebook Seluler · SukaTidak Suka Peesbuk Gaul MUNGKIN SAJA. 

Sinar Agama: Saya belum melihat adanya hal-hal yang perlu saya komentari di sini sehubungan dengan wahdatulwujud bahasan kita. Tentang orang-orang yang termakan fitnah barat yang ingin adu domba kita kaum muslimin, maka kita serahkan saja kepada Allah dan RasulNya saww. Atau dibahas di tempat lain yang menyangkut. 

Sinar Agama: Kajian panjang ini adalah kajian yang sebenarnya ingin memanfaatkan ruang sempit yang tersedia. Jadi, kalau minat tolong disave atau diprint lalu dibaca perlahan, nanti akan muncul sinyal-sinyalnya, inysaAllah.

Hati Kecilku: Syukron,,,ijin copy,,,

Sinar Agama: Salam, maaf Anggelia, karena banyak yang minta dan kadang sulit (katanya) mendapat di catatanmu yang mungkin karena harus add dulu dan lain-lain, maka saya terbitkan ulang.



اللَّهُمَّ صَلِّ عَلَى مُحَمَّدٍ وآلِ مُحَمَّدٍ وعَجِّلْ فَرَجَهُمْ

Tidak ada komentar:

Posting Komentar