Selasa, 31 Juli 2018

Wahdatu Al-Wujud (Bagian: 5)




Seri Tanya – Jawab: Fatimah Zahra dan Sinar Agama
by Sinar Agama (Notes) on Tuesday, December 14, 2010 at 9:22pm


Fatimah Zahra : Salam!! Saya mau tanya, maqam tertinggi itu imam yah? Kalau iya, Fatimah Az Zahra as masuk ke maqam mana?

Sinar Agama: Salam, maqam tertinggi itu sebenarnya bagi yang telah menjalani perjalanan ke empat.

Coba kamu lihat tanya-jawabku tentang Wahdatulwujud bag:4.

Setiap orang yang mampu menjalani empat perjalanan itu, akan menempati posisi hakikat kewilayahan itu, baik dia diutus Allah untuk menjadi imam atau tidak. Maqam itu juga disebut maqam al-Wilayah.

Mungkin nanti saya akan urai lagi masalah ini secara lebih rinci dari yang disana, di masalah Kedudukan Fantastis Imam bag: 5-d yang akan datang in syaaAllah dimana sekaligus menjadi penutup dari pembahasan topik tersebut.

Orang yang sampai ke maqam itu, secara otomatis akan memiliki semua yang dimiliki seorang imam. Akan tetapi karena seorang perempuan tidak bisa menjabat keimamahan itu dalam Islam, maka Hadh Fathimah as tidak diangkat oleh Allah untuk menjadi imam hingga semua orang harus merujuk padanya dan menaatinya, baik dalam damai atau perang, dalam keramaian atau kesendirian, di waktu siang ataupun malam. Karena ha-hal seperti ini akan merendahkan derajat keperempuanan itu sendiri.

Kepemilikan secara otomatis kesempurnaan seorang Pejalan atau Musafir yang telah menyelesai- kan perjalanan tentunya itu, dikarenakan maqam itu ”Bukan Maqam Pengangkatan”, tetapi ”Maqam Pencapaian”. Karena itulah disebut ”Maqam Wilayah”, artinya Maqam Penguasaan Terhadap Yang Dibawahnya Secara Tabiatnya Atau Niscayanya”. Yakni Allah telah membuat sistem itu dalam penciptaanNya ini. Seperti perempuan yang belajar sampai ke syarat minimal seorang yang bisa mencalonkan diri menjadi presiden,maka dia secara tabiatnya sudah memiliki persyaratan itu sekalipun dia tidak bisa jadi presiden dalam Islam. 

Dan karena perjalanan ke empat itu adalah ”Perjalanan Dari Makhlk Menuju Allah Bersama Makhluk”, artinya mengajak makhluk kepadanya, maka dalam Islam dan Hikmah penciptaan, sudah pasti akan disesuaikan dengan posisi seseorang sehubungan dengan posisi sosialnya. 

Jadi, kalau perempuan, maka tugasnya ini tidak akan seperti lelaki. Dan kita bisa melihat bahwa dalam kehidupan Hadh Fathimah as yang pendek itu, baik dalam sejarah sunni atau syi’ah, beliau as begitu gigihnya dalam membela kebenaran. Begitu pula beliau as sering membahas keilmuan diantara para wanita dan orang-orang dekatnya, atau menyimpan hadits-hadits Rasul saww. 

Bagaimana beliau as meminta imam Ali as menuliskan ilmu-ilmunya untuk anak-anaknya yang akan datang, padahal beliau dalam keadaan menunggu ajal di atas perbaringan, hingga dikenallah tulisan tersebut dengan ”Lembaran Fathimah” atau ”Mushhaf Fathimah”. Bagaimana beliau mene- riaki dengan peringatan dan dalil serta bahkan dengan sentuhan kejiwaan, orang-orang yang mengepung dan membakar rumahnya untuk membela imam zamannya (imam Ali as). Bagaimana beliau menelusuri lorong-lorong Madinah untuk mengajak orang-orang membela imam zamannya. 

Bagaimana beliau menggunakan tangisannya sekaligus untuk mengingatkan para shahabat terhadap baiat mereka di Ghadir Khum kepada imam zamannya. Bagaimana beliau menggunakan kewafatannya untuk memberikan hidayah dan penerangan-penerangan tanpa putus asa kepada umat manusia di jaman itu dan sampai hari kiamat, hingga beliau mewasiatkan supaya dikubur dimalam hari dan tidak boleh ada yang ikut menyolati dan menguburkannya selain orang-orang tertentu supaya menjadi dalil dan pertanyaan bagi umat Islam bahwa di jaman itu telah terjadi ha- hal yang getir yang menimpa Islam hingga ke-Islaman yang ada pada kita harus diselidiki datang dari periwayatan siapa. 

Kita kalau tidak mengerti tentang maqam beliau yang mencapai kemakshuman di jaman Nabi saww yang bahkan disaksikan Allah sendiri dalam QS: 33:33, maka pasti kita akan mengatakan bahwa semua yang dilakukannya itu adalah normal bagi seorang wanita yang sedang marah dan dendam. 

Tetapi hal seperti sungguh jauh dari maqamnnya orang makshum. Mereka para makshum telah membajui dirinya dengan kepemaafan, kepenghidayahan, kepengharapan akan baiknya semua orang supaya memusuhi syethan dan masuk surga (karena sampai kiamat tiba maka syethan akan terus berusaha membuktikan keberannya pada Tuhan dan ingin membuktikan kalau Dia salah pada syethan), kepengharapan akan taubatnya orang, kepenantian akan taubatnya orang, ketidak putus asaan dalam membimbing orang. 

Oleh karena itu, maka kita dapat mengerti bahwa sampai ke liang lahat pun beliau tetap mem- bimbing umat manusia ke jalan yang diinginkan Allah swt dengan telaten dan ulet. 

Fatimah Zahra: Saya meyakini kesucian Fatimah az zahra as, tetapi yang saya mau ketahui, masuk maqam mana? ada yang mgatakan kalau fatimah zahra as itu muslim sejati atau muslim hakikat Ada juga, yang mgatakan kalau fatimah az zahra itu Hujjah bagi semua imam, berarti dalam hal ini maqam beliua adalah tertnggi. Karena imam pun menjadika saidah fatimah as sebagai hujah.. Berarti maqam tertinggi bukan Imam, tetapi Muslim sejati.. Mohon di jelaskan ya ustad. 

Sinar Agama: Antum-antum yang suka pada hakikat-hakikat ini, please usahakan ada waktu untuk baca tulisan-tulisanku di catatan,seperti Kedudukan Fantastis Imam yang terdiri dari bag 1- 5-c dan akan ditutup nanti dengan 5-c. 

Begitu pula tentang wahdatul wujud yang dirangkum oleh Anggelia, Semua itu untuk melengkapi informasi antum-antum sekalian. Baiklah saya akan coba menjawab pertanyaan kamu di sini. 

Bismillaah

Baru mau jawab mati listrik nih, tetapi sudah hidup lagi. 

Fatimah Zahra’, Maqam Islam dan Iman sejati itu maqam yang rendah dalam Irfan, katakanlah maqam pertengahan atau malah dibawahnya. Sepertinya jawaban yang kamu dapat itu dikeluar- kan orang yang tidak mengerti maqam-maqam secara ilmiah. 

Kalau antum-antum baca jawabanku di pertanyaan terakhir Anggelia dan Haerul fikir tentang gradasi atau tingkatan alam/wujud, dan empat perjalanan Irfan maka antum-antum akan tahu kira-kira derajat apa yang bisa dicapai manusia. 

Tingkatan Wujud itu ada empat tingkatan, Allah, Malaikat Tinggi (Jabaruut/Makhluk Akal, bukan akal manusia), Malaikat pengatur alam materi (Barzakh atau Mitsal), dan Materi. 

Jadi Allah mencipta Akal-satu yang melahirkan Akal-dua dan seterusnya sampai ke Akal-akhir. 

Dari Akal-akhir ini lahir Malaikat-malaikat Pengatur semesta materi ini yang biasa disebut dengan makhluk Barzakh. 

Dari Akal-akhir ini lahir Malaikat-malaikat Pengatur semesta materi ini yang biasa disebut dengan makhluk Barzakh, dan dari makhluk barzakh itulah lahir yang namannya alam materi. 

Makhluk Barzakh juga disebut dengan Kitab Qada’ dan Qadar (tetapi bukan seperti yang di Hindu yang mengatakan nasib manusia sudah ditentukan, maka itu lihat Kedudukan Fantastis Imam sekitar bag: 80-100-an). Dan Akal-satu juga disebut Nur-Muhammad (Baca: maqam yang akan dicapai Muhammad saww), sedangkan Akal-akhir juga disebut dengan Lauhu al-Mahfuzh dan ’Arsy. Disini saya tidak akan berargumen, lihat di tempat-tempat yang sudah kukatakan tadi. 

Posisi surga ada di alam Barzakh, dan Akal/Jabaruut juga disebut Surga Muqarrabin. 

Empat Perjalanan, adalah Dari Makhluk ke Khaliq, Dari Khaliq ke Khaliq, Dari Khaliq ke Makhluk Berasama Khaliq dan yang terakhir Dari Makhluq ke Khaliq Bersama Makhluk. 

Yang Pertama baru dikatakan selesai manakala sudah mencapai Akal-satu dan tidak pula menganggapnya. Artinya apa saja yang selain Tuhan, bagi dia harus ditiadakan (lihat wahdulwujud), termasuk dirinya yang mencapai maqam itu. 

Maqam itulah yang dikenal dengan Fanaa’ dimana derajat ini jutaan derajat di atas Islam dan Iman serta surga itu sendiri. Perjalanan ke dua adalah safar diantara Sifat dan Asma- asmaNya. 

Perjalanan ke tiga, kembalinya dia dari safar yang Asma-asma Allah itu, Maka dia sudah jadi LisanNya yang untuk berbicara (La yantiqu ’ani al-hawa), MataNya untuk melihat dan seterusnya. Jadi, dia dalam kefanaa’annya itu dapat bergaul dengan makhluk. 

Perjalanan ke empat adalah membawa makhluk kepadanya tetapi dengan kepembawaan- Nya, karena dia tetap dalam fanaa’nya. 

Perhatikan ini: Orang yang mencapai derajat Perjalanan satu itu disebut Wali-Kecil. Padahal jutaan derajat di atas surganya muslimin dan mukminin. Mengapa dikatakan ”Kecil”? 

Karena maqam itu adalah maqam kewalian pertama sekalipun jutaan derajat di atas Lauhu al- Mahfuzh. Dan mengapa dikatakan Wali? Karena dia sudah memiliki Wilayah, yakni ”Kekuasaan”. Maksudnya ”Kekusaan Pada Makhluk”. Sebenarnya orang yang sampai ke maqam yang jauh dibawahnya saja, seperti Barzakh sudah bisa melakukan apa saja di alam materi ini dengan ijinNya. 

Tetapi dalam Syi’ah orang ini belum dikatakan wali, sekalipun bahkan sudah sampai ke derajat Lauhu al-Mahfuzh. Kenapa begitu? Karena yang disebut ”Wali” adalah ”Orang Yang Sudah Tidak Melihat Dirinya Ada dan Semuanya Hanyalah WajahNya”. 

Orang yang sampai ke derajat katakanlah Lauhu al-Mahfuzh, kalau dia terbang atau menghidupkan orang mati dan semacamnya, maka dia merasa kalau dia yang melakukannya dengan ijinNya. Tetapi orang yang sudah Fanaa’, tidak akan melakukannya kecuali dimauiNya dan dia juga tidak merasa kalau dia yang melakukannya. Dengan uraian di atas, dalam syi’ah, bukanlah yang bisa terbang yang dikatakan Wali, tetapi orang yang terbang dengan tanpa merasakan keberadaan diri dan perbuatannya (selalu fanaa’). Dengan demikian pula dapat dimengerti bahwa ”Wali” adalah perbuatannya (selalu fanaa’). Dengan demikian pula dapat dimengerti bahwa ”Wali” adalah Kekuasaan pada Makhluk”. Nah, ”Kekuasaan” inilah yang dikatakan ”al-Wilayah”. 

Ini baru ceritanya Maqam Perjalanan Pertama, belum lagi yang lainnya. Nah, Hadh Fathimah as itu sudah mencapai Maqam Perjalanan Empat. Bayangin saja, Maqam Kemakshuman saja itu, baru setingkat surga. Tingkatan tertinggi di surga, katakanlah, bagi yang meninggalkan makruh seratus persen. Dan untuk mencapai Lauhu al-Mahfuzh saja dia harus berusaha lagi untuk tidak menyukai karamat dan kasyaf-kasyaf atau kemuliaan apa saja yang diberikanNya termasuk surga itu sendiri. Padahal maqam Lauhu al-Mahfuzh yang bisa mengetahui apa saja sampai hari kiyamat ini dengan ijinNya, masih sangat jauh dari maqam Fanaa’. Nah, sekarang kamu bisa memperkirakan apa dan bagaimana derajat Perjalanan Empat tersebut. 

Ketahuilah bahwa yang bisa dijadikan Nabi/rasul dan imam, hanyalah orang yang sudah mencapai derajat Perjalanan Empat ini. Tetapi tidak semua yang berada di maqam ini diangkat jadi Nabi dan rasul. 

Misalnya ayahnya kafir, orangnya cebol atau cacat, perempuan dan seterusnya, maka tidak akan diangkat jadi Nabi/rasul dan imam. Sebabnya memang hanya Allah yang tahu, tetapi dalam konsep keadilan dan argument, kita bisa merabanya. Misalnya, karena kalau yang cebol dan cacat diangkat jadi Nabi, akan membuat umat mengejeknya hingga meyulitkan dakwahnya dan membuat kebanyakan orang masuk neraka karenanya, bukan malah terhidayahi apalagi terhidayahi dengan mudah sesuai dengan kesukaanNya yang memudahkan hidayahNya. Atau membuat derajat kepermpuanannya akan tercemari kalau si wali tadi perempuan adanya. 

Tetapi ingat, para wali itu juga masih memiliki tingkatan-tingkatan tersendiri. Khususnya di maqam Perjalan Ke Dua. Karena seberapa banyak dia menyelami AsmaulhusnaNya, dan seberapa dalam, dalam penyelamannya terhadap masing-masing Asmaulhusna itu, dan seberapa dalam, dalam penyelamannya terhadap masing-masing Asmaulhusna itu, tergantung pada kemampuan masing-masing wali tersebut, dan Wali tertinggi ditempati Rasul Muhammad saww dan kemudian Ahlulbaitnya as. 

Dengan penjelasan ini, dapat pula diketahui, bahwa mencapai kemakshuman dari dosa dan makruh (menjauhnya dengan hati dan badan), dari mubah, karamat, surga, lauhu al-mahfuzh dan seterusnya, itu (dengan hati saja) sampai kepada pencapaian Perjalan Empat adalah dengan Ikhtiar. Katakanlah menjadikan diri berpotensi untuk jadi Nabi/rasul dan imam itu adalah dengan ikhtiar, tetapi diangkatnya seseorang menjadi Nabi/rasul dan imam dengan Pengangkatan Allah. Dan dapat dimengerti pula bahwa yang memiliki ke-Wilayahan bukan hanya yang telah diangkat menjadi Nabi/rasul dan imam. 

Begitu pula dapat diketahui bahwa ada yang tidak diangkat menjadi Nabi/rasul dan imam, dan ada yang hanya diangkat jadi Nabi (Khidir), ada pula Nabi dan rasul saja, ada pula yang imam saja, ada pula yang Nabi dan rasul serta imam seperti Nabi Ibrahim as dan Muahammad saww. Dan dengan QS: 2:124 dapat diketahui bahwa imam lebih tinggi dari pangkat keNabian dan kerasulan. 

Karena Nabi Ibrahim as di ayat tersebut diuji dulu untuk menjadi imam. Dan di ayat itu juga dikatakan bahwa setelah Nabi Ibrahim as menyelsaikan semua ujian-ujianya, maka baru diangkat menjadi imam. Kita tahu bahwa ujian beliau as itu dari sejak muda sampai menjadi Nabi dan rasul dan bahkan di akhir-akhir masa kerasulannya, yaitu dimasa tuanya beliau as, yaitu dimana beliau as diperintahkan untuk menyembelih anaknya Ismail as. 

Semoga tulisanku ini dapat mengurangi sedikit saja dari milyaran kewajibanku pada beliau as. Ya Zahra,,,Ya Zahra,,,Ya Zahra,,,adrikiniy,,,adrikini. 

Sekian. Terima Kasih. Al-Fatihah- Sholawat.. 

Adie Ariyadi: Allahuma sholli ala Muhammad wa ali Muhammad. Terima kasih ustadz atas penjelasan materi ’’al ashfar al ar ba’ah’’nya. Semoga terus berlanjut bahasannya karena saya sangat kekurangan wawasan! 

Gazali Rahman: Alhamdulillah Ustadz izin menyimak tulisannya yang sangat menambah keku- rangan dan dahaga yg saya miliki. 

Hery Arkanet: Wahhh....gak ngerti maksudnya syiah.... 

Anggelia Sulqani Zahra: Maaf. Kalau tidak ngerti yah, belajar... bukan berarti kita tidak mengerti atas sesuatu telah menunjukan bahwa sesuatu itu salah.... bahkan ketidakmengertian kita tersebut terhadap sesuatu menunjukan bahwa kita tidak mengetahui sesuatu itu salah. 

Mohammad Syaifur Rochman: Syiah rofidhoh,,,munafik,,,, 

Anggelia Sulqani Zahra: Eehhh. maaf teman-teman kelas filsafat.. ada yang nyasar nih.....terus mau diapakan tuh...? 

Adie Ariyadi: @ anggel: Abaikan aja! Gak perlu di komentari, gel! Buang-buang waktu dan energi aja. 

Sinar Agama: Salam, Terimakasih ya Anggel, semoga Tuhan selalu memudahkanmu. Terimakasih juga bagi teman-teman yang aktif lainnya. Untuk yang katakanlah nyasar, biarkan saja buat latihan fanaa’ he he he he. 

Gazali Rahman: Biarkanlah yang nyasar ikut menyimak agar mereka dapat informasi ilmu-ilmu islam yang dipandangnya agak aneh..... 

Sinar Agama: Sepertinya bakal ada susulan setelah ini karena sepertinya akan ada pertanyaan tentang contoh-contoh ayat atau riwayat tentang wahdatulwujud ini. Nah, kamu istirahat dulu. 

Burhanudin Al Bantani: DAN ALQURAN PUN BICARA WAHDATUL WUJUD. 

Anggelia Sulqani Zahra: Ustad. Selalu ada saja mutiara yang keluar dari komentar-komentarmu, seri tanya jawab lanjutan seperti ini semakin memperbaiki landasan berfikir saya.. hehehe bagus juga kalau ada yang nyasar-yasar gini’ biar bertambah terus pemahamanku... 

Sinar Agama: Untuk Anggel: tidak boleh senang dengan orang yang salah tembak, sekalipun ada manfaatnya untuk diri kita, karena kita semua manusia harus bersatu padu dan behu mambahu saling bantu untuk menutup jalan syethan yang selalu berusaha membuktikan kebenarannya padaTuhan sampai hari kiamat tiba. BTW kerjamu bagus, dan semoga selalu dalam kepenganmbilan hidayahNYa, amin., 

Sinar Agama: Wassalam dan roger. 

Bande Huseini: Saya print.. saya mau diskusikan dengan ikhwan di Bogor.. 

Anggelia Sulqani Zahra: Bande Huseini : Terima kasih. Tterimakasih udah mau mengambill manfaat dari kelas filsafat ini.. 

Gazali Rahman: Salam, sangat mencerahkan dalam kemendungan pendapat bagi banyak para murid pencari keseimbangan Antara al-qur’an dan akal’.. 

Sinar Agama: Salam Anggelia, maaf terpaksa diterbitkan lagi karena banyak yang minta dan ...




اللَّهُمَّ صَلِّ عَلَى مُحَمَّدٍ وآلِ مُحَمَّدٍ وعَجِّلْ فَرَجَهُمْ

Tidak ada komentar:

Posting Komentar