Rabu, 11 Desember 2019

Antara 37 dan 45 Menit, Waktu Maghrib / berbuka Syi’ah ??!!!



seri tanya jawab Amrillah Rizki dengan Sinar Agama
by Sinar Agama (Notes)  mn July 10, 2013



Amrillah Rizki mengirim ke Sinar Agama: (8-7-2013) Assalamualaikum udtadz.... berapa lama buka puasa 45 menit atau 30 menit setelah azan suni ?? Soalnya ane biasa 15 menit bukanya.

Sinar Agama: Salam dan terimakasih pertanyaannya:

Yang bisa dikatakan meyakinkan adalah 45 menit. Dan kalau mau paling nekad (tapi saya tidak tanggung jawab) adalah sekitar 37 menit, yakni pertengahan antara adzan maghrib dan isyaa’ Sunni. Karena adzan maghrib baru munculnya mega merah di timur. Dan adzan isyaa’ adalah hilangnya mega merah di barat. Jadi, hilangnya mega merah di atas kepala kita ke timur, adalah pertengahannya. Ini kalau mau gampang-gampangannya.

Tapi kalau mengikut ru’yat, sudah berkali-kali diru’yat dimana bukan hanya satu orang, tapi rombongan dan orang-orang lain di tempat-tempat lain, maka waktunya adalah 45 menit setelah adzan Sunni.  

Catatan: 45 menit itu waktu pasnya, bukan hati-hatinya. Hati-hatinya adalah dilebihkan lagi sedikit.

Amrillah Rizki: Waduh lama amat ya..... bukannya udah azan isya tuh 45 menit .... ?  

Mohamad Bagir: Salam ustadz, bagaimana puasa-puasa yang lalu-lalu terlanjur kurang dari 45 menit setelah adzan saudara Sunni? Bagaimana dengan shalat magribnya juga mengikuti waktu tersebut? Terimakasih..  

Sang Pencinta: Silahkan di https://www.facebook.com/notes/sang-pencinta/diskusi-ttgmasuknya-waktu-maghrib-dan-buka-puasa/488642857852292  Diskusi ttg masuknya waktu Maghrib dan buka puasa 

Bismillaah   Waktu Buka Puasa Oleh Ustadz Sinar Agama: http://www.facebook.com/gr...  

Amrillah Rizki: Dihalalkan bagi kamu pada malam hari bulan puasa bercampur dengan isteri-isteri kamu; mereka adalah pakaian bagimu, dan kamupun adalah pakaian bagi mereka. Allah mengetahui bahwasanya kamu tidak dapat menahan nafsumu, karena itu Allah mengampuni kamu dan memberi ma’af kepadamu. 

Maka sekarang campurilah mereka dan ikutilah apa yang telah ditetapkan Allah untukmu, dan makan minumlah hingga terang bagimu benang putih dari benang hitam, yaitu fajar. Kemudian sempurnakanlah puasa itu sampai (datang) malam, (tetapi) janganlah kamu campuri mereka itu, sedang kamu beri’tikaf dalam mesjid. Itulah larangan Allah, maka janganlah kamu mendekatinya. Demikianlah Allah menerangkan ayat-ayat-Nya kepada manusia, supaya mereka bertaqwa.  

Kemudian sempurnakanlah puasa itu sampai (datang) malam,” ada yang tau ga, bagaimana menyempurnakan puasa hingga malam... (45 menit setelah azan Sunni menurut ust. Abu Amar).  Orang Islam pasti tahu azan maghrib itu panggilan untuk shalat maghrib bukan untuk buka puasa! Lha Suneo mengira azan maghrib itu panggilan berbuka puasa !! Bego, bego, bego!!   

Sinar Agama: Amrillah: Jarak antara adzan maghrib Sunni dan isyaa’-nya sekitar 70-75 menit. Karena itu saya katakan bahwa kalau mau nekad, setidaknya menunggu 35 menit setelah adzan maghrib Sunni karena ia waktu pertengahan antara kedua adzan Sunni itu. 

Sementara makna adzan maghrib Sunni itu, sama dengan matahari terbenam. Artinya, awal kemunculan mega merah di seluruh bagian langit, baik di barat atau di timur. Sementara makna adzan isyaa’ di Sunni, adalah hilangnya mega merah di barat. 

Nah, kalau maghrib Syi’ah, sama dengan hilangnya mega merah di belahan timur langit, yakni dari arah timur sampai ke atas kepala kita, maka berarti maghrib Syi’ah itu, di pertengahan waktu maghrib dan isyaa’-nya Sunni. Karena itu, maghrib Syi’ah adalah 70-75 menit dibagi dua yang, sekitar 35-37,5 menit.  

Tapi ingat, saya tidak tanggung jawab dengan waktu ini. Karena, walaupun kita tidak tahu sebabnya apa, sudah sering teman-teman meru’yat bahwa mega merah di belahan timur itu, baru hilang setelah 45 menit. 

Saya sendiri mengira, bahwa hal tersebut dikarenakan negara kita berada di katulistiwa yang, mengakibatkan timur bagian utara dan selatan, tetap memega merah lebih lama lantaran utara dan selatan bumi itu, memiliki kemiringan hingga ia masih ditembusi sinar matahari hingga tetap membuat mega merah di timur, sementara di bagian katulistiwa bumi, sudah tertutupi perut bumi hingga sinar mataharinya sudah terhambat untuk membuat mega merah di sebelah timur. Karena itu, dalam waktu 35 menit setelah adzan Sunni itu, memang di timur bagian tengah sudah gelap, tapi di timur bagian utara dan selatan, masih memega merah.   

Sinar Agama: Muhammad Baqir: Kalau puasa yang dulu-dulu tidak 45 menit itu, maka tergantung masing-masing keadaan. Sebenarnya sudah diterangkan panjang lebar tahun kemarin atau sebelumnya. Ringkasnya, kalau ia tidak berbuka 45 menit setelah adzan Sunni, maka:  

1-  Kalau Syi’ah tidak dari Sunni dan mengira bahwa waktu puasa Syi’ah itu sama dengan Sunni, maka kewajibannya adalah qadhaa’ tapi tidak perlu kaffarah.  

2-  Kalau Syi’ah yang dari Sunni dan tahu bahwa waktu maghrib/berbuka di Sunni beda dengan di Syi’ah, Tapi ia malas mencari tahu sementara ada tempat untuk bertanya, apakah buku, guru, teman yang tahu, facebook, ...dan seterusnya, maka kewajibannya, selain qadhaa’, juga harus kaffarah.  

3-  Kalau Syi’ah yang dari Sunni (atau memang Syi’ah dari awal) dan tahu bahwa waktu maghrib/ berbuka di Sunni beda dengan di Syi’ah, dan ia sudah bertanya ke orang yang tahu dan adil (tidak melakukan dosa) bahwa menunggunya itu hanya sekian menit dari selain 45 menit itu, maka kalau ia yakin dengan beritanya itu dan tidak tahu kesalahannya setelah itu sampai kelak meninggal, maka puasanya sudah benar. 

4-  Kalau Syi’ah yang dari Sunni (atau memang Syi’ah dari awal) dan tahu bahwa waktu maghrib/ berbuka di Sunni beda dengan di Syi’ah, dan ia sudah bertanya ke orang yang tahu dan adil (tidak melakukan dosa) bahwa menunggunya itu hanya sekian menit dari selain 45 menit itu, maka kalau ia yakin dengan beritanya itu tapi kemudian ia tahu kesalahannya (baik karena tahu dalilnya tidak benar sama sekali atau telah memeriksanya sendiri setelah tahu cara memeriksa dengan benar seperti di barat tidak boleh ada mendung dan di tengah dan timur harus ada mendung tipis dan tidak boleh tebal), maka ia wajib mengqadhaa’ semua puasanya itu.  

5-  Kalau Syi’ah yang dari Sunni (atau memang Syi’ah dari awal) dan tahu bahwa waktu maghrib/ berbuka di Sunni beda dengan di Syi’ah, dan ia sudah bertanya ke orang yang tahu dan adil (tidak melakukan dosa) bahwa menunggunya itu hanya sekian menit dari selain 45 menit itu, maka kalau ia yakin dengan beritanya itu tapi kemudian ia tahu kesalahannya tapi masih terus mengamalkannya, maka ia wajib mengqadhaa’ semua puasanya yang telah lalu itu dan untuk puasa yang berikutannya dari setelah tahu dengan pasti itu, ia selain wajib mengqadhaa’ puasanya, juga harus membayar kaffarah.  

6-  Kalau Syi’ah yang dari Sunni (atau memang Syi’ah dari awal) dan tahu bahwa waktu maghrib/ berbuka di Sunni beda dengan di Syi’ah, dan ia sudah bertanya ke orang yang tahu dan adil (tidak melakukan dosa) bahwa menunggunya itu hanya sekian menit dari selain 45 menit itu, maka kalau ia tidak yakin dengan beritanya itu (entah karena ada adil lain yang berkata beda atau entah karena dalil peru’yatannya tidak jelas dan lain-lain) tapi tetap nekad melaksanakannya, kemudian ia tidak tahu kesalahannya sampai meninggal, juga tidak masalah (tapi saya dalam hal ini tidak terlalu yakin karena ia sendiri dari awal sudah tidak yakin, tapi dari sisi pemberitanya yang adil, maka memang sudah cukup bisa dijadikan pengesyahan puasanya).  

7-  Kalau Syi’ah yang dari Sunni (atau memang Syi’ah dari awal) dan tahu bahwa waktu maghrib/ berbuka di Sunni beda dengan di Syi’ah, dan ia sudah bertanya ke orang yang tahu dan adil (tidak melakukan dosa) bahwa menunggunya itu hanya sekian menit dari selain 45 menit itu, maka kalau ia tidak yakin dengan beritanya itu (entah karena ada adil lain yang berkata beda atau entah karena dalil peru’yatannya tidak jelas dan lain-lain) tapi tetap nekad melaksanakannya, kemudian ia tahu kesalahannya sebelum meninggal, maka untuk qadhaa’nya sudah jelas wajib qadhaa’. Tapi untuk kaffarahnya, sangat mungkin kaffarah. Tapi perlu konfirmasi lagi dengan marja’nya.  

8-  Kalau Syi’ah yang dari Sunni (atau memang Syi’ah dari awal) dan tahu bahwa waktu maghrib/ berbuka di Sunni beda dengan di Syi’ah, dan ia sudah bertanya ke orang yang tahu atau dianggap tahu akan tetapi bukan orang yang diyakini adil (tidak melakukan dosa) karena diyakini masih melakukan dosa atau tidak tahu atau tidak yakin terhadap keadilannya, maka kalaupun ia itu yakin terhadap kebenaran beritanya, tapi kalau nanti ia tahu bahwa beritanya itu salah dan yang benar itu yang 45 menit (yang entah karena ia menelitinya sendiri dengan cara yang benar seperti yang sudah diterangkan di atas itu, atau karena ada orang yang diyakininya adil mengatakan 45 menit), maka selain qadhaa’, ia wajib membayar kaffarah.  

9-  Kalau Syi’ah yang dari Sunni (atau memang Syi’ah dari awal) dan tahu bahwa waktu maghrib/ berbuka di Sunni beda dengan di Syi’ah, dan ia sudah bertanya ke orang yang tahu atau dianggap tahu akan tetapi bukan orang yang diyakini adil (tidak melakukan dosa) karena diyakini masih melakukan dosa atau tidak tahu atau tidak yakin terhadap keadilannya, maka kalaupun ia itu yakin terhadap kebenaran beritanya sampai mati dan tidak tahu sampai mati terhadap kesalahannya itu seperti yang di poin 8, tapi kalau ternyata di ilmu Tuhan itu yang benar adalah 45 menit, maka ia berkewajiban mengqadhaa’ dan membayar kaffarah. Tapi kewajibannya ini di alam hakikatnya. Sedang di dunia dan untuk dirinya di dunia ini, kalau ada yang mengabarkannya seperti orang adil makshumin as, maka wajib mengoqadhaa’ dan membayar kaffarah.  

10-  Kalau Syi’ah yang dari Sunni (atau memang Syi’ah dari awal) dan tahu bahwa waktu maghrib/ berbuka di Sunni beda dengan di Syi’ah, dan ia sudah bertanya ke orang yang tahu atau dianggap tahu akan tetapi bukan orang yang diyakini adil (tidak melakukan dosa) karena diyakini masih melakukan dosa atau tidak tahu atau tidak yakin terhadap keadilannya, maka kalaupun ia itu yakin terhadap kebenaran beritanya sampai mati dan tidak tahu sampai mati terhadap kesalahannya itu seperti di poin 8, tapi kalau ternyata di ilmu Tuhan itu yang benar adalah 45 menit, maka ia berkewajiban mengqadhaa’ dan membayar kaffarah. Tapi kewajibannya ini di alam hakikatnya. Sedang di dunia dan untuk dirinya di dunia ini, kalau tidak ada yang mengabarkannya seperti makshumin as, maka kewajiban mengoqadhaa’ dan membayar kaffarahnya akan disampaikan kelak di akhirat. Sedang apakah Tuhan akan memaafkannya atau tidak, maka dikembalikan kepada DiriNya.  

11-  Penutup: Untuk sementara ini, hanya 10 macam ini yang terbayang terhadap keadaan orang yang tidak shalat maghrib dan tidak berbuka dalam 45 menit setelah adzan maghrib saudarasaudara kita yang Sunni. Dan alfakir sudah berusaha menjelaskan kewajiban-kewajiban hukumnya dari yang alfakir rasakan tahu dari fikih fatwa marja’.  

12-  Nasihat: Dengan melihat semua pembagian dia atas itu, maka urusan agama ini, bukan urusan menang-kalah atau hura-hura. Tapi urusannya justru kehati-hatian. Hal itu  karena betapa beratnya pertanggung jawaban kita dan/atau urusan kita sendiri di akhirat kelak. Karena itu, dari pada masuk dalam bencana di dunia dengan mengqadhaa’ atau bayar kaffarah, dan dari pada nanti ditolak mentah-mentah di akhirat, maka menunda beberapa menit lagi dari pandangan yang lemah walau nampak kokoh dan terlihat banyak peminatnya, adalah hal yang sangat bijaksana dan dapat  membantu diri sendiri. 

Karena kalau sudah hati-hati dan salah, maka sudah pasti yang benar itu sudah masuk di dalam yang hati-hati itu dan, karenanya kerugian kita hanya lapar dan haus beberapa menit lebih lama dari yang benar tersebut. Akan tetapi, kita hidup di dunia ini dengan nyaman dan di akhirat, bisa memiliki hak untuk berharap penerimaanNya.  

Lagi pula, di hadits-hadits para makshumin as dikatakan: Kalau kita menghadapi dua masalah atau beberapa masalah yang berbeda-beda yang beredar di kalangan ulama atau muslimin, maka memilih menjauhi yang disukai hati, dan memilih merangkul yang tidak disukai hati/ nafsunya. 

Misalnya: 

 عن الرضا عليه السلام: أن أمير المؤمنين عليه السلام قال لكميل بن زياد فيما قال: يا كميل أخوك دينك فاحتط لدينك بما شئت 

Imam Ridha as berkata bahwa Imam Ali bin Abi Thalib berkata kepada Kumail: “Wahai Kumail, saudaramu itu adalah agamamu, karena itu ambilnya jalan yang paling hati-hati sesukamu, terhadap agamamu.”  

Salah satu dari bagian wasiat imam Musa as kepada Hisyaam:

  ..... وإذا خر بك أمر ان لا تدري أيهما خير وأصوب، فانظر أيهما أقرب إلى هواك فخالفه، فإن كثير الصواب في مخالفة هواك ..... 

“....Dan kalau sampai kepada dua urusan yang tidak kamu ketahui yang mana yang lebih baik dan lebih benar, maka lihatlah mana yang lebih dekat kepada hatimu/sukamu/nafsumu, karena sesungguhnya kebenaran itu banyak terdapat di dalam hal-hal yang bertentangan dengan hatimu/sukamu/nafsumu....”  Wassalam

Mohamad Bagir: Ahsantum ustadz,  

Mohamad Bagir: Bagaimana kalau Syi’ah yang dari Sunni (atau memang Syi’ah dari awal) dan tahu bahwa waktu maghrib/berbuka di Sunni beda dengan di Syi’ah, dan ia sudah bertanya ke beberapa orang yang saya anggap tahu dan adil (tidak melakukan dosa) bahwa menunggunya itu berbeda-beda, ada yang sekian menit dan sekian menit termasuk 45 menit, dari antum, tapi semuanya memiliki kesamaan bahwa waktunya adalah ketika mega merah di timur harus hilang sampai lebih dari lurus di atas kepala kita lalu melakukan perukyatan sendiri sekitar 3 hari akhir sya’ban dan 3 hari awal ramadhan dengan pahaman itu, dan yakin sudah terjadi 35 menit dari adzan magrib, lalu selanjutnya berbuka berdasarkan perukyatan sendiri sampai akhir ramadhan? 

Atau kalau Syi’ah yang dari Sunni (atau memang Syi’ah dari awal) dan tahu bahwa waktu maghrib/ berbuka di Sunni beda dengan di Syi’ah, dan ia sudah bertanya ke beberapa orang yang saya anggap tahu dan adil (tidak melakukan dosa) bahwa menunggunya itu berbeda-beda, ada yang sekian menit dan sekian menit termasuk 45 menit, dari antum, lalu mendownload aplikasi adzan yang konvensi waktu shalatnya berdasarkan aplikasi tersebut berdasar perhitungan syiah ithna asyari (jafari) dan untuk kehati-hatian ditambah 10 menit lagi (tapi totalnya masih kurang dari 45 menit) dan berbuka di waktu itu (aplikasi “Muslim Pro”)?   

Sinar Agama: Mohammad,  

1- Meru’yat sendiri itu memang yang paling selamat. Tapi harus tahu caranya, seperti di bagian barat tidak boleh ada mendung, di tengah tidak boleh ada mendung tebal tapi harus ada mendung tipis atau mendung yang terpencar dan di timur juga harus ada mendung yang terpencar terutamanya harus ada mendung di bagian utara dan selatannya. 

Jadi yang di sebelah timur, mendungnya harus ada di bagian tengah, utara dan selatan atau kanan dan kiri. Guna kanan kiri ini, untuk menangkap cahaya matahari yang sudah tidak bisa ditangkap oleh mendung yang di tengah karena sudah ketutup oleh perut bumi yang menonjol. Dan di langit bagian atas tidak boleh bermendung tebal, karena akan menutupi sinar matahari untuk sampai ke timur. 

Persis seperti di barat yang tidak boleh ada mendung. Karena kalau ada mendungnya maka sinar mataharinya akan terhambat hingga di tengah dan di timur tidak  akan kebagian sinar matahari untuk memunculkan mega merah atau kalaulah juga kebagian, akan teramat lemah hingga kurang bisa dipantau apakah mega merah itu masih ada atau tidak (yakni di tengah dan di timur).  

Akan tetapi, di langit bagian tengah ini, harus ada mendung juga sekalipun tidak boleh tebal. Karena kalau tebal akan menutupi atau melemahkan sinar untuk menembus bagian timur, tapi kalau tidak ada sama sekali, maka kita tidak akan bisa menentukan apakah mega merah itu sudah hilang sampai ke atas kepala kita.  KESAKSIAN ANTUM YANG MERU’YAT SENDIRI INI, AKAN DITULIS SEJARAH, BAHWA SAMA SEKALI MUSTAHIL 15 MENIT SETELAH ADZAN SUNNI ITU SUDAH MASUK MAGHRIB. KARENA ANTUM SENDIRI DAN TEMAN-TEMAN LAINYA SUDAH MERU’YAT SENDIRI DIMANA ADA YANG 45 MENIT DAN SEKARANG ANTUM MENYAKSIKANNYA 35 MENIT. 

Saran: Coba antum ru’yat lagi dengan anjuran di atas itu, semoga pada akhirnya dapat mendapat keyakinan kepada yang benar. 

PESAN SERIUS:  RU’YAT SENDIRI YANG SUDAH BENAR DAN MEYAKINKAN ITU, DI DALAM FIKIH, ADALAH HUJJAH DAN WAJIB DITAATI/DIAMALKAN SEKALIPUN BEDA DENGAN MARJA’NYA SENDIRI, APALAGI HANYA BEDA DENGAN USTADZ ATAU YAYASAN ATAU ORMAS ATAU SEGEROMBOLAN ORANG YANG TIDAK DIKETAHUI ADILNYA. 

KARENA DALAM OBYEK HUKUM/FATWA, SUDAH TIDAK ADA TAQLID LAGI DAN SEMUA ORANG WAJIB MENGAMALKAN KEYAKINAN DARI PENERAPANNYA SENDIRI. SEPERTI RU’YAT INI ATAU SEPERTI APAKAH BAJU KITA INI TERKENA KENCING DAN NAJIS ATAU TIDAK. JADI, KALAU KITA YAKIN KENA KENCING, MAKA BAJU ITU NAJIS, SEKALIPUN MARJA’NYA MENGATAKAN TIDAK ADA KENCINGNYA. APALAGI KALAU HANYA USTADZ YANG SEKALIPUN ADIL. DAN, APALAGI KALAU HANYA SEKELOMPOK ORANG YANG TIDAK KETAHUAN ADILNYA. 

Jawaban Soalan antum:  

1-  Kalau nanti sebelum mati ketahuan salah karena yang benar 45 menit misalnya, maka hanya wajib mengqadhaa’ saja dan tidak wajib kaffarah. Alasannya antum sudah meru’yat sendiri DENGAN CARA YANG BENAR. Jadi yang meringakan antum ini adalah ru’yat dengan benar itu, bukan ustadz-ustadz yang adil itu. Karena semua kesaksian ustadz-ustadz itu sudah gugur dengan peru’yatan antum yang ternyata melebihi kesaksian para ustadz itu sendiri. 

Tentu saja, kalau keyakinan antum terhadap keadilan ustadz yang antum yakini keadilannya itu, sudah benar. Yaitu yakin dengan akal dan bukan dengan perasaan. Yaitu yakinnya sudah sesuai fikih. Yaitu tidak melihatnya bermaksiat sama sekali. Bukan karena karena jarang sekali kumpul hingga tidak melihat dan, apalagi berjauhan hingga memang tidak pernah tahu kesehariannya pada diri, keluarga dan teman-temannya hingga dapat dilihat apakah ia adil atau tidak, yakni sudah tidak melakukan dosa atau masih melakukan dosa. 

Dan, sudah tentu, antum sendiri harus tahu semua fikih hingga tahu apakah orang/ustadz itu melanggar fikih hingga dosa atau tidak. Tapi kalau antum tidak tahu fikih keseharian dan, apalagi ditambah dengan jarang gaul dengannya atau apalagi tidak pernah pernah memperhatikannya karena beda kota atau pulau, maka keyakinan antum terhadap keadilan seseorang, jelas tidak bisa dianggap sudah memenuhi syarat.  

2-  Kalau yang dipertanyaan ke dua antum di kolom terbaru antum itu, maka jawabannya adalah kalau ternyata sebelum mati nanti tahu bahwa yang benar itu adalah yang 45 menit, maka:  

-  Kalau yang kesaksian 45 menit itu diyakini sebagai adil dan alim serta sudah melihat dalildalilnya dengan benar dan apalagi kalau sudah melihat di lapangan dengan benar, maka kalau downloadan itu kurang dari padanya, maka selain qadhaa’, juga harus kaffarah.  

-  Begitu pula kalau diyakini sebagai adil walau dengan pantauan kalimat-kalimat di internet dan hujjah-hujjahnya yang kuat dan gamblang, maka sekalipun tidak mengeceknya sendiri di lapangan, sangat mungkin juga, selain qadhaa’, juga harus kaffarah.  

-  Tapi kalau tidak tahu keadilannya dan juga tidak yakin dengan jalan apapun, tapi mengecek ke lapangan dan benar, maka selain qadhaa’, juga wajib kaffarah. Artinya, kalau masih saja mengamalkan hasil hitungan downloadnya itu.  

-  Tapi kalau tidak tahu keadilannya dan juga tidak yakin dengan jalan apapun, dan tidak pula mampu mengecek di lapangan karena tidak tahu caranya atau pas kebetulan lagi mendung-mendung terus, maka kewajibannya hanya qadhaa’ saja bagi yang telah lalu itu.  

Catatan: Hukum-hukum  ini, berlaku untuk yang tahu kesalahannya sebelum mati dan penyebab salahnya adalah seperti yang antum tanyakan di pertanyaan ke 2 di kolom terbaru antum itu.  

Tapi kalau tidak tahu sampai mati, maka kalau sudah bersandar kepada info adil yang keyakinannya itu sudah diterima fikih seperti yang sudah dijelaskan di atas itu, atau sudah bersandar pada 
peru’yatannya sendiri yang sudah disandarkan kepada teori yang benar, maka In'syaa Allah akan dimaafkan oleh Allah dan bahkan sudah  dipahalai karena sudah  mengamalkan sesuai dengan hujjah lahiriah yang diberikanNya melalui agamaNya (fikih). Yaitu melalui adil atau peru’yatan yang benar itu.  

Tapi kalau tidak demikian, yakni tidak dari adil atau keyakinan adilnya tidak benar atau tidak sesuai fikih, dan/atau tidak meru’yatnya sendiri dengan benar (misalnya meru’yat di kala mendung dimana dengan mudah akal mengerti bahwa mendung itu akan mencegah sinar matahari untuk membuat mega merah), maka di akhirat akan sulit. Syukur-syukur kalau mendapat ampunan, apalagi mau dapat pahala.  Wassalam.

Sattya Rizky Ramadhan: Selamat berbuka puasa Ustadz...45 menit dari adzan Sunni telah berlalu..mohon doa untuk kami semua..

Adie de Track Ana: iseng-iseng ru’yat dari tadi. Mega merah di barat hilang sekitar 15 menit setelah azan Sunni..Sedang mega merah di timur hilang 40 menit setelah adzan Sunni dan muncul bintang..dan 30 menit lagi akan di lantunkan adzan isya di sini. Lokasi Kota Medan. 
 
Khäñzæ Himmatul Aliyah Rö: Kenapa tidak skalian nanti sahur baru buka puasanya kan lebih gelap lagi tuh,,ya Allah tunjukanlah kami jalan yang lurus yaitu jalan orang-orang yang engkau beri nikmat bukan jalannya nasrani, yahudi, apalagi syiah..allahumustaan 

Sinar Agama: Khanzae: Mengapa merubah doa yang sudah dibuat Tuhan sendiri? Mestinya, doanya diteruskan, yaitu: “Tunjukkanlah kepada kami jalan yang lurus (shirathalmustaqim), yaitu jalan orang-orang yang telah Engkau beri nikmat, bukan jalan orang-orang Engkau murkai dan bukan jalan orang-orang yang tidak makshum (wa laa al-dhaalliin).” 

Nah, apakah jalan kita sudah merujuk kepada jalannya orang-orang yang tidak salah sama sekali, alias makshum? Al-Dhaaliin ini jama’ dari dhaal yang berarti salah atau tersesat. Nah, karena ia merupakan jamak, maka yang dimaksudkan adalah semua kesesatan, baik kecil atau besar, baik sengaja atau tidak, baik sebagian atau keseluruhan, baik fikih atau akidah, baik satu ayat atau lebih, baik satu hadits atau lebih....dan seterusnya. 

Apalagi ditambahi alif laam oleh Allah di ayat tersebut dimana menambah lagi tekanan pada keseluruhan macam jenis kesesatan itu. Karena itu, kita mesti meminta jalan lurus yang dibawa para makshum sampai akhir jaman dan kiamat kelak. 

Nah, pertanyaannya, siapa pembawa jalan makshummu yang engkau minta kepada Allah tiap hari dalam shalat ketika meminta jalan lurus ini? Lagi pula, yang dikatakan jalan lurus itu yang sudah tidak ada salahnya sama sekali. Mana ada jalan lurus dikatakan pada jalan yang hanya benar atau kemungkinan benar sebagian, tapi sebagian lainnya ada kesalahan. 

Nah, kalau jalan lurus itu adalah jalan Islam yang tidak salah sama sekali, pertanyaannya adalah, apakah kamu sudah mengetahui semua Islam seratus persen dan apakah kamu sudah mendapat wahyu dari Allah bahwa yang kamu pahami seratus persen itu sudah benar pula seratus persen? 

Dan kalau sudah seperti itu (dimana hal ini pasti mustahil), maka apakah kamu sudah mengamalkannya seratus persen pula? Tidak ada yang makshum selain yang disaksikan Allah sendiri. Atau setidaknya, tidak ada yang bisa seratus persen diyakini makshum selain yang disaksikan Allah sendiri. 

Karena itulah, maka kita wajib mengikuti para makshum yang sudah disaksikan Tuhan itu seperti yang sudah diterangkan dalam QS: 33:33 dimana Tuhan berfirman:

إِنَّمَا يُرِيدُ اللَّهُ لِيُذْهِبَ عَنْكُمُ الرِّجْسَ أَهْلَ الْبَيْتِ وَيُطَهِّرَكُمْ تَطْهِيرًا

Sesungguhnya Allah HANYA ingin menepis dari kalian wahai Ahlulbait SEMUA KEKOTORAN/KEKEJIAN/ DOSA dan MEMBERSIHKAN kalian SEBERSIH BERSIHNYA.”  

Saya sudah sering menerangkan bahwa ‘Aisyah sendiri di riwayat Shahih Muslim, 2/368, bersaksi bahwa ayat itu turun untuk Ahlulbait yang  khusus, yaitu hfh Faathimah as, imam Ali as, imam Hasan as dan imam Husain as. Nabi saww sendiri di riwayat Shahih Bukhari dan Muslim dan lain-lainnya, mengatakan bahwa  imam-imam setelah beliau saww itu ada 12 orang dan semuanya dari Quraisy. Sementara imam ini harus makshum, karena Tuhan melarang taat pada yang tidak makshum atau yang masih memiliki dosa, seperti di QS: 76:24:

فَاصْبِرْ لِحُكْمِ رَبِّكَ وَلَا تُطِعْ مِنْهُمْ آثِمًا أَوْ كَفُورًا

Maka sabarlah dengan hukum Tuhanmu, dan jangan taati orang-orang yang memiliki dosa dan orang-orang yang kafir.”

Kesimpulan: Doa meminta jalan lurus itu, bukan jalan Islam saja. Tapi Islam hakiki yang tidak mengenal kesalahan sedikitpun (wa laa al-dhaalliin) dalam ilmu dan amalnya. Yaitu yang ilmu Islamnya lengkap seratus persen, dan semua ilmunya benar seratus persen serta diamalkan seratus persen. 

Ini baru jalan lurus yang dimaksudkan Tuhan dalam surat al-fatihah itu yang mana Tuhan sendiri mensifatinya dengan tiga sifat, yaitu jalan yang telah diberikan kepada orang-orang yang telah diberi nikmat (seperti yang diterangkanNya dalam QS: 24:32, yaitu para nabi, para shaadiqiin, para syuhadaa’ dan shaalihinn) dan sifat ke dua adalah bukan jalan orang yang dimurka (di sini tidak makshum masih bisa ikut, karena yang salah dengan  tidak sengaja, tidak dimurka Tuhan) dan sifat ke tiga yaitu bukan jalan orang-orang yang tidak bersih dari kesalahan/kesesatan (disinilah maka selain makshum tidak bisa ikutan dalam jalan lurus yang dipinta tersebut). 

Begitu pula, meminta dijauhkan dari jalan yang sesat itu bukan nashrani, yahudi dan majusi saja. Karena jalan sesat itu bukan hanya agama selain Islam. Tapi Islam juga bisa sesat. Yaitu yang ilmunya masih belum lengkap atau ilmunya masih salah. Termasuk amal-amalnya juga. Yakni kalau masih maksiat, atau ikut ilmunya yang tidak lengkap dan tidak benar seratus persen itu. 

Jadi, tidak semudah yang kamu kira, bahwa jalan lurus itu adalah jalan Islam dan jalan sesat itu yahudi, nashrani dan majusi, dan lain-lain-nya dari agama-agama selain Islam. Terlebih lagi, tidak semudah yang kamu kira bahwa  yang beda sama kamu itu yahudi dan majusi sementara yang kamu pahami dan ikuti, adalah Islam. Lah, kok enak. Padahal dari awal sudah tidak meyakini kemakshuman dirinya sendiri dan yang diikuti, tapi ketika memfonis orang lain, berlagak seperti makshum. 

Kalau dari awal sudah mengingkari makshum, maka semestinya kamu katakan: “Yang aku pahami sebagai tidak makshum, waktu berbuka itu ketika matahari sudah terbenam, bukan hilangnya mega merah di sebelah timur seperti yang kamu katakan, dimana barangkali saya yang salah dan kamu yang benar.” Nah, mestinya berkata seperti ini. Bukan berkata: “Kenapa tidak skalian nanti sahur baru buka puasanya kan lebih gelap lagi tuh,,ya Allah tunjukanlah kami jalan yang lurus yaitu jalan orang-orang yang engkau beri nikmat bukan jalannya nasrani, yahudi, apalagi syiah..allahumustaan” 

Nah, kalau nanti kalau kamu sudah benar menyusun iman dan perasaan serta keyakinanmu terhadap kebelumtentuan benarnya kamu ini, maka baru kita diskusi tentang berbuka ini. Misalnya apa-apa saja alasanmu dan apa-apa saja alasanku.

Ahsanul Haqq: Kalau ajaran cuma sejarah, bisa dibuat baik dan buruk tergantung yang mengarangnya, sudah jelas sejelas-jelasnya bahwa Allah ingin membersihkan ahlul bait dengan sesuci sucinya ? Siapa ahlul bait yang benar menurut al Qur'an? Yang benar adalah Rasul dan istri-istrinya ini tidak bisa terbantahkan lagi hanya orang bodoh yang tertipu ? Dan kalau orang yang merasa pintar tapi memutar balik kan isi alqur’an tunggulah azab Allah yang pedih. Kalau Imam Ali, Sy. Fatima, Hasan dan Husain itu kita tahu beliau ahli surga dan keturunan Ahlul bait, kenapa istri Rasul tidak kalian masukkan ke ahlul bait ??? Semoga bisa direnungkan wassalam. 

Ijinkan Ku Sendiri:  Allahumma Shalli ‘alaa Muhammad wa Aali Muhammad.

Sinar Agama: Ahsanul: He he...kok enak banget antum ini menafsir Qur'an kepada yang jelas-jelas salah. Istri-istri Nabi saww banyak yang tadinya kafir. Kok bisa tersucikan atau makshum? Begitu pula Allah dalam QS: 66:3-5, telah menyebut dua istri Nabi saww yang khianat kepada beliau saww dan diancam akan diceraikan dan diperangi kalau tidak taubat. 

Nah, ketika Tuhan mengatakan (إِنْ تَتُوبَا إِلَى اللَّهِ), “Kalau kalian berdua taubat”, maksudnya taubat dari dosa khianat kepada Nabi saww, yaitu yang membocorkan rahasia beliau saww yang telah beliau saww amanatkan. 

Nah, dengan semua itu, kok bisa antum masih mau mengatakan bahwa Ahlulbait itu adalah istri-istri Nabi saww? Sementara Nabi saww sendiri mengatakan bahwa yang dimaksud Ahlulbait yang makshum ini adalah yang hdh Faathimah as, imam Ali as, imam Hasan as dan imam Husain as. Merekamereka ini tidak pernah kafir dan tidak pernah melakukan dosa sesuai dengan kesaksian Allah dan NabiNya saww ini.  

Emangnya antum lebih tahu dari Nabi saww dan istri-istri beliau saww sendiri, seperti ‘Aisyah yang menyaksikan di shahih Muslim bahwa Ahlulbait itu bukan istri-istri beliau saww, atau seperti kesaksian Ummu Salamah, istri Nabi saww yang lain yang mengatakan bahwa saking inginnya beliau masuk ke dalam golongan Ahlulbait yang disucikan ini, sampai-sampai beliau meminta ijin kepada Nabi saww untuk masuk ke dalam Ahlulbait ini akan tetapi Nabi saww menolaknya walaupun sembari bersabda (kurang lebih): “Tapi kamu termasuk orang baik.” (lihat Turmudzi, hadit ke: 3258 dan 3963; Syawaahidu al-Tanziil al-Haskani al-Hanafi, hadits ke: 659, 706, 707, 708, 709, dan 28 riwayat yang lainnya; Tafsiir Ibnu Katsiir, 3/484-485; Usdu al-Ghaabah Ibnu Atsiir, 2/12; Tafsir Thabari, 22/7-8; Dzakhaairu al-’Uqbaa Thabari, 21-22; dan lain-lain-nya). 

Yang meriwayatkan bahwa ayat tersebut untuk yang sudah disebutkan di atas itu dan bukan untuk istri-istri Nabi saww, banyak sekali dan tidak terhitung, seperti Shahih Muslim, 2/368; Shahih Turmudzii, 5/30; Musnad Ahmad bin Hanbal, 1/330; Mustadrak Haakim, 3/133, 146, 147, 158; alMu’jamu al-Shaghiir Thabraanii, 1/65 dan 135; Syawaahidu al-Tanziil Hakim al-Haskaani, 2/11-92 yang membawa sekitar 64 hadits; ...dan seambrek lagi dari kitab-kitab hadits Sunni, begitu pula kitab-kitab tafsir dan sejarah. Dulu saya pernah mencoba menghitung hadits-hadits ini di riwayat-riwayat Sunni, ada sekitar 250 hadits lebih. 

Kalau kamu ingin menghitungnya dan mengerti bahasa arab silahkan kunukil di sini:











Penutup: Nah, sekarang, saya ingin antum berenung supaya tidak gampang-gampang menafsirkan ayat-ayat Tuhan, terlebih Nabi saww sendiri sudah menafsirkannya atau bahkan telah mengutarakan makna dan maksud ayatnya. 

Jadi, jangan seenaknya mengatakan bahwa Islam kita hanya sejarah. Tapi Qur'an dan Hadits. Lah, Islam antum terus Islam apa, wong menafsir Qur'an saja dengan yang berlawanan dengan Qur'an itu sendiri. Seperti menafsir Ahlulbait yang dimakshumkan Allah, dengan istri-istri  Nabi saww yang di ayat lain dikecam Allah dan dinyatakan telah melakukan dosa dan pengkhianatan terhadap Nabi saww sendiri. 

Padahal Allah sudah mengancam akan mengadzab dua kali lipat kalau istri Nabi saww itu melakukan fakhsyaa’, seperti dalam QS: 33:30:

يَا نِسَاءَ النَّبِيِّ مَنْ يَأْتِ مِنْكُنَّ بِفَاحِشَةٍ مُبَيِّنَةٍ يُضَاعَفْ لَهَا الْعَذَابُ ضِعْفَيْنِ ۚ وَكَانَ ذَٰلِكَ عَلَى اللَّهِ يَسِيرًا

“Wahai istri-istri Nabi, siapa yang berbuat fahsyaa’ yang nyata diantara kalian, maka adzabnya akan didobelkan, dan yang demikian itu mudah bagi Allah.” Wassalam.

Adie de Track : Kami beriman kepada Allah dan Kitabullah..serta Rasulullah Muhammad dan Ahlul bait beliau. Allahumma Sholli alaa Muhammad wa ali muhammad wa ajil farajahum. 

Ahsanul Haqq: Astaghfirullah hal azim ada Istri rasul yang dibilang hianat tafsiran darimana? Sudah jelas di al Qur'an , bahwa Istri-istri  rasul adalah Ummul Mukminin ? Kalau yang tidak mempercayainya jelas bukan orang mukmin? 

Kalau ada istri nabi salah, itu adalah kesalahan seperti manusia biasa, ada rasa cemburu ada rasa gundah karena beliau adalah manusia biasa, tentu ada kesalahan tapi sudah diampuni, hal ini tidak seperti fahamnya syiah yang mengkafirkan Istri Nabi siti Aisah , Hafsah dan kedua orang tuanya, coba dilihat di kitab Syiah alkafi, dari kitab attoharoh Khomeini tidak ada yang memuliakan istri Nabi tersebut kecuali melaknat, inilah perbedaan prinsip Sunni dan Syiah yang tidak bisa disatukan kecuali tidak ada penistaan terhadap Ummul Mukminin. Wassalam. 

Sasando Zet A: nah,, itu sudah dijawab sendiri oleh ahsanul, bahwa istri nabi juga HANYA MANUSIA BIASA,,, jadi sudah jelas istri nabi bukan termasuk ahlul bait yang makshum itu,, makanya masih berbuat kesalahan... mau diputar baik kayak apapun toh terjawab sendiri... Istri Nabi itu ummul mukminin yang kita hormati,, tapi menghormati bukan berarti suci dan lepas dari dosa/makshum...karena Allah sendiri yang menegur istri-istri nabi yang berbuat salah/dosa itu,, yang anda katakan Hanya manusia biasa tak luput dari kesalahan/dosa...kalau pemahaman nya membabi buta yang gak sejalan dengan yang sebenarnya yang dimaksud dengan ayat diatas,, apalagi ustadz sudah jelaskan dukungan hadits justru yang ada dalam kitab Bukhari.. dibaca secara seksama dulu, dipahami dihayati, barulah membuka argumen balasannya.. maka ilmu itu akan sampai kepada pemahamannya.. bukan sekedar bantahan karena membela gol...Dan lagi istri nabi itu kan wanita,, sedangkan pemimpin itu dari lelaki.. penerus Risalah karena nabi itu dari lelaki...dari Nabi Adam hingga Nabi Muhammad.. Afwan melancangi ustadz SA. 

Amrillah Rizki : Afwan ustadz sinar pertanyaan ana belum dijawab. Apakah azan maghrib syiah di yayasan-yayasan syiah hampir sama dengan waktu suni terus sholat maghrib jamaahnya diterima atau batal sholat nya karena belum waktunya maghrib ?? Dan kapan waktu sholat subuh bagi orang syiah sama dengan sunni ? Sekali lagi afwan mohon pencerahannya ustadz.....

Sinar Agama: Amrillah: Siapapun yang shalat di luar waktunya, maka ia batal dan wajib diulang di dalam waktunya dan kalau sudah lewat, maka wajib di qadhaa’. Tentang sadar dan tidak-nya akan hal itu, maka sudah dirinci sebelumnya. Untuk shalat shubuh, tidak ada beda sedikitpun antara Syi’ah dan Sunni.

Sinar Agama : Ahsanul:  -  Mbok ya...baca Qur'an yang kita banggakan itu dan jangan dijadikan kebanggaan kosong. Sudah saya berikan alamat ayatnya kok tidak dibaca dan dikatakan bahwa itu tafsiran. Ra’syih antum ini. Lihat semua Qur'an yang ada di rumah antum itu, tentu kalau antum punya Qur'an. Dan lihat terjemahannya. 

Ayat itu tidak perlu tafsiran. Karena sudah dikatakan bahwa kedua istri Nabi saww itu telah mengkhianati amanat beliau saww dan diancam kalau tidak taubat. 

-  Tentang dikatakan sebagai ibu mukminin itu harus diketahui maksudnya. Maksudnya adalah bahwa janda Nabi saww itu, tidak boleh dikawini siapapun selamanya, walau sudah ditalaq atau ditinggal wafat beliau saww. Bukan lebih afdhal dari mukminin karena tidak ada dalil apapun bahwa seorang ibu itu lebih taqwa dari anak-anaknya. 

-  Seperti yang dikatakan Sasando, bahwa kamu sendiri sudah meyakini keberdosaan istri-istri  Nabi saww itu. Nah, ini sudah cukup bahwa istri-istri Nabi saww itu tidak maskum. Karena makshum itu tidak berdosa, bukan berdosa dan kembali bersih setelah diampuni. Karena itulah Tuhan memakai bahasa khusus dalam QS: 33:33 itu, yaitu:

 إِنَّمَا يُرِيدُ اللَّهُ لِيُذْهِبَ عَنْكُمُ الرِّجْسَ أَهْلَ الْبَيْتِ وَيُطَهِّرَكُمْ تَطْهِيرًا

Nah, (لِيُذْهِبَ عَنْكُمُ)  diambil dari (Adzhaba ‘An) yang memiliki artian “menjauhkan” atau “menepis”. Artinya menjauhkan dosa dari Ahlulbait, bukan membersihkan dosa yang sudah menempel. 

Jadi, di samping pahaman antum tentang makshum itu jauh sekali dari kebenaran, karena semua orang walau tidak sekolah juga mengerti bahwa makshum itu tidak melakukan dosa akan tetapi antum menerjemahkan sebagai orang yang diampuni dosanya, juga bertentangan dengan ayat tentang penghindaran dosa dari Ahlulbait di ayat ini.

Khommar Rudin: Allohumma shalli ‘alaa Muhammad wa aali Muhammad..Allohumma shalli ‘alaa Muhammad wa aali Muhammad..Allohumma shalli ‘alaa Muhammad wa aali Muhammad.. wa ajjilfarajjahum.

>> Baca juga: Cara menyikapi Perbedaan Informasi Fiqih



اللَّهُمَّ صَلِّ عَلَى مُحَمَّدٍ وآلِ مُحَمَّدٍ وعَجِّلْ فَرَجَهُمْ

Selasa, 10 Desember 2019

Menjamu Tamu Muda dan Tugas Ibu Rumah Tangga


Seri tanya jawab Syuber Marantika dengan Sinar Agama October 25, 2013 at 3:54 pm


Syuber Marantika mengirim ke Sinar Agama: (12-4-2013) Salam. Maaf kang mas jika sudah ditanyakan.

1. Pernahkah ditemukan alat yang dapat mendengar suara sayyidul wujud saw? (mungkin juga pas pengangkatan imam Ali di ghadir khum)

2. Jika tamu membawa anak, apakah anak kami juga yang menuangkan minuman ke gelas anak tersebut? (teringat sabda washi nabi berkaitan dengan tamu dan anak.) #lupa bunyinya kang#

3. (titipan dari seorang akhwat) sebagai ibu rumah tangga, apa aktivitas wanita mukmin zaman nabi ketika pekerjaan rumah mereka selesai? (berharap bisa diteladani agar tidak suka GOSIP, sinetronan) Bisa dicantumkan haditsnya?. Terima kasih kang mas.

Okki Deh, Maymuna Zahra dan 2 orang lainnya menyukai ini.

Hidayatul Ilahi: Salam,,,,nyimak.

Sinar Agama: Salam dan terima kasih pertanyaannya:

1- Kalau tidak salah, hal yang antum katakan itu, sudah saya dengar sejak ana masih duduk di bangku smp. Karena itu, tidak usah dipikirkan walau alasannya terlihat seperti masuk akal. Tapi hanya terlihat. Yaitu bahwa gelombang suara itu tidak semuanya hilang begitu saja, tapi terkumpul secara berlapis di udara. Nah, gelombang yang bertumpuk itu, sama seperti data yang ada di kaset, hard....dan seterusnya. Nah, mencari jaman yang sesuai dengan masa Nabi saww atau siapa saja, dan memasukkan gelombang itu dalam program suara, membuat kita dapat mendengarkan lagi suara-suara tertimbun itu.

By the way, kita tidak boleh larut dalam masalah-masalah yang belum jelas dan cukup dengan menunggu realisasinya. Sambil waspada terhadap segala argumentasinya yang terbuka agar kita juga tidak mudah dipermainkan oleh para zionist dan barat, hingga nanti mereka keluar dengan sejuta rekaman nabi-nabi as dan malaikat-malaikat as atau, mungkin Tuhan itu sendiri.

2- Saya pikir tidak ada kewajiban atau bahkan anjuran untuk itu. Kalau antum punya, maka bisa dishare ke kita supaya kita juga bisa mengambil manfaatnya.

3- Tidak ada yang lebih afdhal dari menambah pengetahuan agama terutama fikih. Jadi, baca fikih terus menerus dari awal sampai bab akhir dan diulang lagi sampai setengah hafal atau hafal setidaknya dalam keseharian yang menyangkut taqlid, thaharah, shalat, puasa, rumah tangga, tetangga, budaya, sosial, ekonomi dan politik. Percayalah, bahwa fikih itu adalah hakikat agama dan hiriz keselamatan dunia-akhirat. Karena akidah, rata-rata kita sudah ok. Tapi bagus juga di sela-sela fokus pada fikih tersebut, juga menambah makrifat akidahnya. Tapi tekanannya pada fikihnya. Karena akidah, di samping sudah ok dari sisi lahiriah dan dasar-dasarnya, juga, karena penambahan makrifatnya, tidak bisa dihentikan walau dengan umur kita. Artinya, sangat luas dan sangat luas.

Wassalam.



اللَّهُمَّ صَلِّ عَلَى مُحَمَّدٍ وآلِ مُحَمَّدٍ وعَجِّلْ فَرَجَهُمْ

Reiki Dalam Tatapan Hakikat atau Filsafat dan Hukum Syariat


Seri tanya jawab Karim Kardi dengan Sinar Agama October 25, 2013 at 3:50 pm


Karim Kardi mengirim ke Sinar Agama: (12-4-2013) Salam..ustadz mau nanya, bagaimana pandangan/ hukumnya belajar reiki tummo menurut AB? Termasuk di dalamnya adalah teknik membuka hati agar semakin merasakan keagungan kasih Tuhan dan teknik penyembuhan penyakit sendiri melalui energi reiki, ilmu ini bisa diikuti oleh semua agama. Apakah kenikmatan hati ketika meditasi itu salah atau bagaimana tadz? ? Mohon pencerahannya. Jazakumullah.


Sinar Agama: Salam dan terima kasih pertanyaannya:

1- Secara global yang kita tahu tentang reiki ini adalah pengobatan yang memakai kekuatan ruhani yang diistilahkan juga dengan energi yang penyalurannya lewat tangan.

2- Penemu pengobatan ini adalah Mikao Usui, seorang pendeta Budha dari Jepang pada tahun 1922.

3- Ia menemukan hal tersebut setelah melakukan puasa tiga minggu di sebuah gunung.

4- Secara ilmiah, sampai sekarang belum terbukti adanya energi yang dipindahkan dari alam ke orang sakit melalu dokter atau tabib penyalur reiki ini.

5- Islam biasanya hanya menerima dari agama lain, apa-apa yang bersifat teknologi sekalipun dari orang kafir hingga karena itu Nabi saww bersabda :

“Tuntutlah ilmu walau ke negeri China”.

Tentu saja hadits ini akan dibrangkaskan wahabi karena jangankan teknologi tinggi, sepeda pancal/engkol saja dihukumi sebagai kendaraan syethan. Tapi tentu saja, selain senjata. Karena bagi mereka, senjata dari kafir itu wajib mereka miliki untuk melakukan pembunuhan dan teror bagi semua rakyat yang musyrik supaya mereka (wahabi) bisa kawin bersanding dengan bidadari di Surga.

6- Untuk ajaran yang berbau batin dan kejiwaan serta ruh, maka Islam sudah memiliki ajarannya sendiri yang mengajarkan sesuai dengan tujuanhidup manusia yang, sudah tentu membawa kepada keAgungan dan ketaatan pada Tuhan.

7- Islam terlalu tinggi ajaran ruhaniahnya. Hingga jabaran filsafat tentang apapun yang diajarkan Islam tentang hal-hal yang berhubungan dengan keruhaniahan manusia, sebegitu luasnya ditulis dan, yang belum diketahuinyapun masih jauh lebih banyak dari yang diketahuinya.

8- Saya sudah sering menjelaskan bahwa meningkatkan ruhaniah ruh atau jiwa manusia ini, bisa dengan berbagai cara. Bisa dengan cara taatpada Agama dan bisa dengan cara-cara lain yang membatasi aktifitas ruh kepada hal-hal badani dan materi. Karena itu, konsepnya: “Semakin kurang hubungan, kesukaan dan keterikatan ruhani pada badani dan materi, maka akan semakin kuat pula keruhaniahannya.”

9- Karena itu, saya sering membagi kekuatan batin ini menjadi dua: Kesaktian dan Karamah. Kesaktian adalah kekuatan batin yang didapat dengan dicari dan diusahakan, baik dengan cara yang Islami yang sudah benar seperti shalat dan puasa, atau dengan cara-cara seperti bertapa dan apapun juga yang intinya dapat mengurangi aktifitas ruh dengan badan.

Sedang Karamah adalah kekuatan batin yang didapat tanpa diupayakan, tanpa diminta dan juga tidak pernah dipakai kecuali memang ada benar-benar ilham dari Allah.

10- Kekuatan batin selain yang karamah itu, akan sirna setelah mati. Karena niatnya memang untuk mendapatkan kekuatan tersebut, baik dengan cara halal atau haram, yakni dengan cara Islami atau tidak Islami. Jadi, ketika semua ibadah Islaminya, atau semedi Budhisnya, dilakukan dengan niat untuk mendapatkan kekuatan itu di dunia ini, maka sudah tentu di kuburan dan akhirat, tidak akan kebagian. Karena setiap amalitu tergantung niatnya (innama al-a’maalu bi al-niyyah). Kalau dengan mati saja sudah sirna, maka tentu saja di kuburan dan akhirat, ia tidak akan pernah ada.

Beda dengan Karamah yang didapat karena semata-mata karunia Allah untuk memanjakan hambaNya dengan karuniaNya. Hamba ini, tidakakan pernah melirik karamahnya itu kecuali hanya kepada pemberinya. Seperti kalau kita dikasih bunga oleh kekasih, maka kita senang menerima bunganya itu tapi karena pengetahuan kita atas perhatian yang kita cinta itu. Jadi, bunga itu layu atau tidak, tidak menjadi perhatiannya sama sekali secara substansi.

Memang, bisa saja bunga itu dirawat, tapi semata-mata karena mengenang dan menghormati yang dicintainya itu. Begitu pula dengan karamah ini. Ia tidak akan pernah memakainya di depan masyarakat karena Allah tidak menganjurkannya dan, sudah tentu karamah itu hanya dijadikannya semacam sapu tangan kenangan dari Sang Yang Kuasa itu.

11- Dilihat dari filsafat dan hakikatnya, ruh dapat dikuatkan dengan cara apapun, baik Islami dan tidak Islami seperti reiki ini.

12- Dilihat dari boleh tidaknya, perlu kepada penelitian benar dan tidaknya dari kaca mata lahiriahnya. Dan karena reiki ini mengajarkan teori energi seperti Yoga yang ada pada manusia dan alam, maka apa yang dimaksudkannya. Kalau energi ini maksudnya daya panas, maka semua orang dan bahkan agama, dapat menerimanya. Tapi kalau lebih dari itu dimana hal tersebut dapat dirasakan dari pelajaran Yoga atau Reiki ini, maka hal itu jelas tidak bisa diterima. Yang dapat kita pahami dari dua ajaran energi ini, salah satunya, adalah pengambilan energi alam yang disalurkan melalui olah batin baik untuk kepentingan diri sendiri atau untuk menolong orang lain.

Hal seperti di atas ini, tidak bisa diterima akal karena memang tidak ada pembuktiannya sama sekali. Karena itu, syariat juga tidak akanpernah bisa meloloskannya sebagai ilmu dan yang benar dan, karenanya harus dihindari.

13- Mungkin ada yang bertanya:

“Kalau ia tidak benar, lalu mengapa bisa benar-benar mengeluarkan kekuatan diri atau penyembuhan?”

Jawabnya: Hal itu bukan dari energi yang diyakininya, baik energi diri atau alam. Akan tetapi ia merupakan kekuatan ruh itu sendiri.

Saya sudah sering menjelaskan dimana ulangannya di atas itu bahwa kapan saja ruh yang non materi itu dikurangi hubungannya dengan hal-hal badani dan materi seperti makan dan minum, maka ia akan lebih kuat dari sebelumnya. Persis seperti olah raga yang mengolah raga, maka olah batin juga mengolah dan menguatkan batin. Dan penguatan batin, adalah dengan mengurangi hubungannya dengan lahir/badani/materi.

14- Kalau kita menggunakan tenaga ruh tadi dan tidak memakai reiki atau yoga, tapi memakai cara-cara Islami, seperti puasa, shalat, dzikir, dan lain-lainnya, apakah boleh? Jawabannya adalah boleh. Tapi selama tidak masuk ke dalam sihir. Yaitu pemfokusan pada obyek manusia/seseorang untuk mempengaruhi jiwa/ruh atau badannya. Tapi ingat, ini yang saya sering sebut dengan karamat yang dicari yang,sudah tentu saja tidak akan bisa dibawa mati dan, apalagi ke akhirat.

15- Apakah Islam menentang ketenangan hati yang diajarkan dalam reiki atau semedi yoga itu? Jawabannya jelas Islam justru yang sangat menekankan ketenangan batin. Tapi ketenangan batin untuk mendapat kehidupan abadi, yaitu akhirat, bukan ketenangan sekedar untuk mendapatkan kekuatan batin dan kesehatan.

16- Atau apakah Islam menentang kesehatan? Jawabannya sudah tentu tidak menentang kesehatan. Tapi kesehatan yang tidak dijadikan tujuan dan niat dalam kehidupan. Kalau kesehatan tersebut dijadikan segala-galanya dan idola dalam perbuatannya, yakni diniatkannya, maka Islam sangat-sangat tidak menganjurkannya sama sekali walau, mungkin membolehkannya seperti orang yang olah raga hanya untuk sehat badani, bukan untuk taat padaNya.

17- Apakah ketenangan abadi itu tidak bisa dicapai dengan reiki dan yoga itu? Jawabannya tidak bisa karena niatnya untuk tenang dan sehat di dunia ini. Bukan seperti puasa, shalat ..dan seterusnya...yang untuk akhirat dan keridhaanNya sekalipun berefek sehat kepada badan di dunia ini.

Jadi, melakukan sesuatu untuk dunia tidak akan mendapatkan bagian akhirat, tapi melakukan kepentingan akhirat, sudah tentu akanmendapatkan kebaikan dunia juga. Tapi kalau hikmah dunianya ini yang dicarinya dan diniatkannya, maka di akhirat juga tidak akan mendapatkan hikmah atau barakahnya.

18- Lagi pula, kalau memang untuk kepentingan akhirat, lalu mengapa tidak memakai sistem dan ajaran yang diajarkan oleh pemilik dunia-akhirat itu sendiri?

Kesimpulan:

Dengan semua uraian di atas itu dapat dikatakan:

“Memakai cara manusia yang tidak ketahuan juntrungan batinnya itu, dan meninggalkan ajaran yang diajarkan kanjeng Nabi saww yang merupakan wakil Tuhan Pemilik Dunia-akhirat itu, maka jelas tidak bisa dikatakan sebagai pencari kebaikan, ketenangan dan kesehatan akhirat.”

Karim Kardi: Allahumma sholli ‘ala Muhammad wa Ali Muhammad....lengkap dan jelas Tadz..... oya tadz.. bagaimana kalo dengan reiki ini membuat sholat dan do’a lebih: khusuk dan dzikir lebih nikmat? Apakah ini hanya tipuan syetan ? Afwan kembali tanya untuk lebih meyakinkan hati.

Mohon do’a antum agar kami yang awam ini tidak terpisah dari jalan Rosul dan Makshumin.Saaw.

Sinar Agama:

Tambahan:

Kemarin memang mau ditulis tentang ketenangan yang dicapai dengan cara-cara seperti mendengar musik, yoga, fokus pikiran alias tapa atau penenangan jiwa seperti reiki ini. Yaitu:

Penentu terhadap hakiki atau tidaknya sesuatu yang terjadi pada jiwa/ruh kita, adalah sesuai akal atau tidaknya. Yakni sesuai dengan kebenaran hakiki atau tidak alias sesuai dengan kenyataan yang sebenarnya atau tidak. Dan kebenaran hakiki itu, adalah kebenaran yang tersusun rapi dalam silsilah sebab akibat terutama “Sebab Tujuannya”. Seperti tujuan penciptaan alam ini untuk apa, tujuan penciptaan manusia itu untuk apa.

Sedang dari sisi akal-nya, yang dimaksudkan adalah akal-gamblang atau akal-argumentatif- gamblang.

Di lain pihak, akal-gamblang sendiri mengatakan bahwa banyak sekali kerincian-kerincian yang tidak dapat dijangkau untuk dimengerti dengan akal demi mencapai “ sebab tujuan” itu. Karena itu, akal-gamblang ini sendiri, dengan akal-gamblangnya mengatakan, bahwa manusia ini memerlukan agama yang membimbingnya pada kerincian-kerincian itu agar dapat mencapai “sebab -tujuan” tersebut.

Akan tetapi, tidak sedikit juga, terkhusus dalam garis-garis globalnya kehidupan dan semesta, akal-gamblang dapat mengerti dengan argumentasi gamblang, hakikat-hakikat kebenaran yang bisa dijadikan untuk mencapai “sebab-tujuan” itu. Seperti mengerti dengan argumentatif gamblang/mudah, bahwa alam ini ada penciptanya. Penciptanya semestinya tidak terbatas. Penciptanya pasti sumber segala kebaikan hingga sangat kontras kalau penciptaan ini tidak ada tujuannya. Tujuan hidup yang tidak abadi ini, sudah pasti kebaikan abadi. Kebaikan abadi itu harus ditempuh dalam program terpadu seindah paduan susunan alam semesta ini. Akan tidak dapat mencapai kerincian-kerincian terpadu itu hinggakarena itu akal sendiri mengatakan bahwa akal ini memerlukan agama yang membimbingnya mengerti yang rinci dan terpadu itu sebelum kemudian menjalaninya (seperti shalat dengan cara-caranya, puasa dan cara-caranya, haji dan cara-caranya, menolong orang dan cara-caranya, berbuat baik dengan cara-caranya, berakhlak mulia dengan cara-caranya yang disebut fikih,......dan seterusnya).

Dengan semua penambahan keterangan di atas ini, dapat disimpulkan bahwa:

  • a- Apapun yang bersifat tidak memiliki tujuan abadi (seperti akhirat), maka ia bagian dari dunia ini dan, karena itu, umurnya tidak akan melebihi hitungan hari saja. Dan yang bersifat dunia ini, sudah pasti bukan tujuan dari hidup akal dan manusia serta alam semesta ini sendiri.
  • b- Apapun yang tidak bersifat argumentatif gamblang, maka ia tidak akan pernah dapat dijadikan alat menguak hakikat alam ini yang, termasuk tujuannya atau sebab-tujuannya itu. Karena itu, yang tidak benar, tidak akan pernah mengantar mencapai hakikat tujuan penciptaan itu walau, mungkin memberikan efek secara cepat di dunia ini, seperti ketenangan, kesabaran dan kecerdasan. Efek-efek itu, tidak lebih dari kenyangnyaorang sehabis makan dan hilangnya dahaga orang yang habis meminum air. Artinya, sesuatu efek yang tidak mengantarkan seseorang kepada keabadian yang terangkum dalam “sebab-tujuan” itu.
  • c- Ketenangan, kesabaran dan kecerdasan duniawi itu, yakni yang tidak sesuai dengan akal- gamblang dan agama itu, dikatakan seperti efek-efek yang diberikan langsung oleh makan makanan dan meminum minuman alias sementara. Mengapa? Karena ia sebenarnya bukan ketenangan yang abadi yang dituntut akal dan agama itu. Karena ketenangnanya tidak ditopang oleh kebenaran yang hakiki dan juga tidak disusun dan dirangkum untuk mencapai ketenangan abadi atau ukhrawi itu. Karena itu, maka ia juga sebenarnya, tidak bisa dikatakan kesabaran dan kecerdasan. Karena kalau mau dikatakan ketenangan, kesabaran dan kecerdasan, semestinya, tenang dan sabar serta cerdas dalam mencari kebenaran hakiki yang terangkum juga dalam berbagai susunan cara dan metode untuk pencapaian tujuan hidup abadi itu. Jadi, yang menyimpang dari kebenaran argumentatif dalam menguak hakikat alam semesta dan manusia dan, tidak tersusun dalam metode pencapaian yang abadi itu, maka jelas ia bukankebenaran yang hakiki dan, kalaulah memberi efek, maka ia bersifat sementara dan duniawi semata.
  • d- Sebenarnya, dengan kalimat-kalimat yang disusun di poin-poin di atas itu, terutama poin c, saya bermaksud mengajak antum kepada bahasan yang bisa mencerahkan kebenaran sesuatu tanpa ditakuti dengan penakut-penakut dari agama atau akhirat. Jadi, sebenarnya, setelah memahami segala argumentatif di atas itu, yang diwakili hanya dengan akal itu, karena akal ini juga mengatakan bahwa ia perlu kepada agama, maka dapat dikatakan:

“Apapun yang tidak didukung akal-gamblang dan yang tidak didukung agama yang dipahami dengan akal- gamblang juga, maka ia pasti bersifat dunia dan tidak abadi hingga karenanya, harus diabaikan dan mengganti agenda hidup ini dengan mencari kebenaran-kebenaran hakiki yang dicapai akal gamblang dari alam semesta ini dan, terutama agama yang diturunkan Tuhan Sang Pemilik Hikmah dan Kebenaran itu.”

  • e- Kasarnya, apapun ketenangan dan kekhusyukan serta kecerdasan, yang dicapai tidak diatasdasarkan pada kebenaran akal-gamblang tentang alam dan agama, maka ia adalah fatamorgana yang kemampuannya hanya memberikan kebahagiaan sementara.
  • f- Lebih kasar lagi, ketika sesuatu itu tidak berpijak di atas akal-gamblang tentang hakikat alam yang tersusun rapi termasuk tujuan-tujuannya dan cara-cara pencapaiannya, dan tidak berpijak pada pemahaman akal-gamblang tentang agama yang bersumber dari Yang Maha PandaiTerhadap Hakikat Alam dan Manusia Serta Tujuan-Tujuan Penciptaan Keduanya, maka sudah pasti KHAYALAN BELAKA yang, kemampuannya hanya hiburan sejenak.
  • g- Konsekuensi dari semua itu, maka apapun ketenangan dan kesabaran serta kecerdasan yang dicapai dengan tidak di atas jalan benar dilihat dari susunan alam dan agama yang keduanya dipahami dengan akal-gamblang, berarti bukan ketenangan, bukan kesabaran dan bukan kecerdasan yang, sudah tentu harus diabaikan dan menggantinya dengan pencarian terhadap kebenaran argumentatif gamblang.
  • h- Karena itu, bagi yang sudah mencapai ketenangan, kekhusyukan, kesabaran dan kecerdasan- kecerdasan di atas, yakni yang tidak melalui kebenaran hakiki sesuai akal-gamblang yang dipahaminya dari susunan semesta (yang sudah tentu termasuk susunan alam semesta ini adalahadanya tujuan penciptaan dan adanya cara-cara yang tersusun rapi untuk mencapainya) dan agama, harus dihancurkan lagi karena hanya tipuanfatamorgana. Jadi, jadilah tidak tenang lagi, gelisah lagi, tersiksa lagi, tidak enak makan lagi, gusar lagi, tidak cerdas lagi, ............... dan seterusnya....supaya dapat bangun dari candu khayalannya itu dan dapat mencapai yang sebenarnya. Sebab kalau terlena dengan tenangnya itu, sabarnya itu, cerdasnya itu, khusyuknya itu.............maka pasti akan celaka. Karena begitu umur menjemput dan ruh sudah dapat menataphakikat-hakikat akal-gamblang yang hanya bisa dipahami sewaktu hidup (dimana ia menghindari pencariannya di waktu hidup dan menggantikannya dengan kebenaran tidak hakiki seperti reiki, yoga, musik...dan seterusnya..itu), dimana pemahaman ruh itu sekarang menjadi hakiki karena sudah tidak dihalangi materi badaniahnya, maka kala itu ia akan tahu bahwa tenang, cerdas, sabar dan khusyu’ yang dimilikinya dengan cara-cara yang tidak sesuai dengan akal-gamblang dalam memahami alam dan agama itu, sebenarnya, bukan kesabaran, bukan kecerdasan, bukan ketenangan dan bukan pula (kekhusyukan.
  • i- Tambahan penjelasannya:
    • - Ketika akal dan agama yang dipahami dengan akal gamblang mengatakan dan memerintahkan manusia untuk mencari kebenaran yang hakiki tentang alam yang tersusun rapi dimana termasuk sebab-tujuannya dan cara-cara pencapaiannya yang kalau diringkas menjadi ilmu yang benar tentang alam dan agama, tapi ia tidak menerimanya dan mengambil jalan-jalan pintas seperti reiki, yoga dan musik dan semacamnya, maka ini jelas bukan kesabaran, bukan kecerdasan, bukan ketenangan dan bukan kekhusyukan. Jadi, semuanya itu, sebenarnya hanyalah khayal yang beraneka ragam, kadang berupa kecerdasan, kadang berupa kekhusyukan, kadang berupa kesabaran dan ketenangan. Jadi, HANYA BERKHAYAL CERDAS, KHUSYUK, TENANG DAN SABAR.
    • - Karena itu, jadilah gusar dan tidak sabar serta tidak cerdas dan tidak khusyuk ala khayalannya itu. Semua ini supaya bisa bangkit dan merevolusi diri hingga mendapatkan kebenaran hakiki yang tersusun lengkap itu. Jadi, menjadi gelisah, tidak sabar, tidak khusyuk dan tidak tenang bagi orang-orang yang sudah menjalani khayal-khayal itu, merupakan keharusan. Karena ia sebenarnya kan tidak cerdas, tidak sabar, tidak tenang dan tidak khusyuk???!! Jadi, jadilah kebalikannya supaya ada revolusi diri dan mampu menepis segala tipuan yang menghalanginya mencari kebenaran hakiki yang tersusun rapi sampai pada pemahaman sebab-tujuan dan cara-cara pencapaiannya itu.

Kalau antum dan teman-teman memahami tulisan-tulisan di atas itu, maka ketahuilah bahwa ia dengan ijin Allah, sebenarnya banyak mengandungi jurus-jurus hidup yang menggeliat dengan daya penghancur dan membangunnya. Yakni penghacur terhadap khayalan-khayalan yang telah menelan jutaan atau milyaran korban dan, memberi daya pendorong secara profesional penuh kesadaran, untuk membangun apa-apa yang semestinya dibangun setelah penghancuran itu. Ringkasnya, semoga Tuhan mengampuniku dalam mengatakan nikmatNya ini (dan semoga bukan khayalan nikmat), ia termasuk hiriz-hiriz yang perlu dilestarikan dalam diri. Karena ia, salah satu intisari dari apa-apa yang telahdijabarkan akal-gamblang yang selalu diinayahkanNya kepada para ahli hikmat dan juga, yang telah dijabarkan oleh para nabi as dan washi as yang telah dipahami dengan akal-gamblang.

Ya Allah, syukur padaMu yang telah tidak bosan-bosannya memberikan kesempatan kepada kami semua untuk terus bangkit memperbaiki diri. Semoga pada akhirnya, kami semua dapat memeluki ampunan dan ridhaMu, dengan mensyukuri semua nikmat ilmu ini dengan aplikasi yang sangat tinggi, ketat, santun dan di atas pijakan profesionalisme dan keikhlasan tanpa batas, amin.

Karim Kardi: Allahu akbar walillahil hamdu....Bismillaah ma’as sholawat....semoga Allah memberi yang terbaik bagi ustadz Sinar Agama atas jawaban yang sangat dalam..menyentuh dan membangunkan akal dan membuyarkan tipuan....bi Haqqi Muhammad wa ali Muhammad .... astaghfirullah.

Mata Jiwa: Maaf pak ustadz, no 12 di atas : daya pasas....pasas itu apa ya pak ustad ? saya gak ngerti, mohon arti pasas-nya...

Mata Jiwa: Saya mohon koreksi pak ustadz, sebelum membaca-baca tulisan, agama serasa sangat mudah, tapi setelah banyak membaca, usai membaca menjadi serasa sulit.

Sang Pencinta: MJ : Setahu saya tentang reiki, maksud ustadz itu pasas>panas

Mata Jiwa: oooo...gituuuuu.....dari tadi bingung..kirain istilah apaaa gitu...makasih mas akhi bro...!

Sang Pencinta: Semoga manfaat,

http://www.facebook.com/notes/sang-pencinta/kabah-langit-dan-bumi-dn-pandangan-thp-yoga- dan-energi/494118627304715

Ka’bah Langit dan Bumi dan Pandangan terhadap Yoga dan Energi 
Ka’bah Langit dan Bumi dan Pandangan terhadap Yoga dan Energi 

April 3, 2013 at 8:18am

Bismillaah

Sofyan Hossein:

Assalaamu alaikum wr wb ustadz.. Semoga Allah senantiasa mencurahkan rahmatNya kepada ustadz.. amin.. Ingin bertanya : Apakah di Langit juga ada Ka’bah layaknya ka’bah kita di Makkah al Mukarramah??

Sempat membaca artikel bahwa Para astronot telah menemukan bahwa planet Bumi itu mengeluarkan semacam radiasi, secara resmi mereka mengumumkannya di Internet, tetapi sayang nya 21 hari kemudian website tersebut raib yang sepertinya ada alasan tersembunyi dibalik penghapusan website tersebut. Setelah melakukan penelitian lebih lanjut, ternyata radiasi tersebut berpusat di kota Mekah, tepatnya berasal dari Ka’bah. Yang mengejutkan adalah radiasi tersebut bersifat infinite (tidak berujung ), hal ini terbuktikan ketika mereka mengambil foto planet Mars, radiasi tersebut masih berlanjut terus. Para peneliti Muslim mempercayai bahwa radiasi ini memiliki karakteristik dan menghubungkan antara Ka’bah di planet Bumi dengan Ka’bah di alam akhirat. Mohon Pencerahan.. Jazakumullah khairan katsiraan ustadz ^_^

Sinar Agama: Salam dan terima kasih pertanyaannya:

1- Di langit itu jelas ada pusat seperti Ka’bah. Karena perintah tawaf di Ka’bah itu justru meniru tawafnya malaikat di ‘Arsy tujuh kali hingga mereka bisa kembali ke maqam aslinya setelah “semacam” memprotes Tuhan dengan halus ketika mau menciptakan khalifah di bumi.

2- Tapi ‘Arsy atau semacamnya itu, sudah tentu bukan materi. Tapi bisa saja memiliki tajalli seperti keabadian Tuhan yang bertajalli dengan lingkaran yang tanpa ujung itu.

3- Hati-hati dengan mafia materialis yang ingin membawa urusan non materi yang diajarkan dalam agama, kepada materi. Salah satu kecurigaan saya terhadap Black Hole itu, juga untuk mematerikan akhiratnya kaum muslimin yang ada dalam Qur'an.

4- Kalau ada grafitasi Ka’bah yang memang merupakan dataran pertama setelah sebelumnya bumi ini berupa air, dimana karenanya menjadi pusat bumi, semua itu adalah materi dan, hanya merupakan tajalli dari alam non materi.

Sufyan Hossein: tentang Ka’bah yang memancarkan gelombang elektromagnetik yang berasal dari energi manusia yang beribadah di sekitar ka’bah. Karena tubuh manusia merupakan kumpulan bio elektron yang selalu berputar-putar di dalam orbitnya di setiap atom-atom penyusun tubuh manusia.. Dengan kumpulan elektron dari tubuh manusia yang thawaf dan beribadah di sekitar ka’bah, ditambah hajar aswad yang mempunyai memiliki daya hantaran elektromagnetik yang sangat tinggi dan berfungsi sebagai konduktor listrik yang baik, mengingat- kan kita pada suatu kaidah yang disebut Kaidah Tangan Kanan.

Kaidah Tangan Kanan mengatakan :

Jika ada sebatang konduktor (logam) dikelilingi oleh listrik yang bergerak berlawanan dengan jarum jam, maka di konduktor itu akan muncul medan gelombang elektromagnetik yang mengara ke atas. Hal ini, dalam Kaidah Tangan Kanan, digambarkan dengan sebuah tangan yang menggenggam empat jari, dengan ibu jari yang tegak ke arah atas. Empat jari yang menggenggam itu digambarkan sebagai arah putaran arus listrik, sedangkan ibu jari itu digambarkan sebagai arah medan elektromagnetik.

Sehingga ketika ada jutaan orang berthawaf mengelilingi Ka’bah, dan ketika seluruh mu’min shalat menghadap ka’bah, seperti ada sebuah arus listrikyang sangat besar berputar-putar berlawanan dengan arah jarum jam mengitari Ka’bah..

Di tengahnya, di Ka’bah khususnya lagi di Hajar Aswad makan terjadi medan elektromagnetik yang mengarah ke atas, sesuai dengan kaidah fisika Tangan Kanan diatas.

Lalu apa fungsi medan elektromagnetik yang mengarah ke atas tersebut, dan apakah medan elektromagnetik tersebut mengarah ke Ka’bah Langit atau Arsy’Nya Allah??

Sinar Agama: Sufyan: Bahasa energi itu berasal dari ajaran Yoga. Saking pandainya para Yogawan itu menerangkan kebenarannya sesuai dengan bahasa modern dan teknologi, maka tidak jarang orang-orang wahabipun banyak ikut tarikat-tarikat bela diri dan pengobatan energi, padahal sebelum kelompok paling nomer satu dalam mengkhurafatkan takhayyul-takhayyul itu (bagi pendapat mereka sebelumnya). Saya punya teman, tokoh Muhammadiah, tapi uwwah, karena kena kibulan energi ini, dia bukan hanya berubah dari prinsip khurafatnya, tapi malah jadi dukun yang bahkan ngobati orang dengan energi itu bahkan sekalipun orangnya jauh dari tempatnya.

Jadi, jangan terpancing kepada ajaran Hindu yang salah satunya ajaran energi yang ada di Yoga itu. Dan jangan terpengaruh pada kibulan para teknolog yang sering mencampur teknologi dan puisi hingga keluar dari teknologi itu sendiri dan keluar pula dari puisi dan agamanya.

Kita diajarkan Tuhan untuk melakukan ibadah hanya dan hanya untukNya. Kita tidak boleh perduli dengan apa-apa yang menyimpangkan kita kepada selainNya, apakah itu kesaktian, karamat atau -dengan bahasa yang mau mematerikan non materi- energi.

Ajaran energi ini sangat kejam mencabik-cabik Islam dari dalam seperti wahabi yang mencabik- cabik agama selama ini. Kalau wahabi dengan penentangannya, tapi kalau ajaran energi ini dengan dukungannya. Para petapa Hindhu pada ketawa terbahak-bahak, karena kaum muslimin hanya tinggal lahiriahnya saja dalam ibadahnya, yaitu menghadap Ka’bah, tapi keyakinannya sudah milik Hindu yang mengajarkan energi. Mereka tertawa, karena muslimin sudah tinggal kepompong saja.

Sinar Agama: Saya juga teringat pada teman china yang jadi muslim. Dengan meyakinkan dia katakan bahwa mustahil shalat jamak seperti yang ada di Syi’ah ini, dapat dibenarkan. Karena energi matahari itu memuncak di kala zhuhur dan mati di waktu ashr. Sayapun, senyum-senyum mendengarkannya tanpa bisa berbuat apa-apa, karena dia dengan keyakinan penuh yang menurut saya, tidak akan ada gunanya menasihatinya alias tidak mungkin bisa terpengaruh sedikitpun. Jadi, syarat amar makruf dan nahi mungkarnya sudah tidak ada lagi alias sudah tidak wajib lagi secara fikihnya.

Teringat juga seorang muslim yang china yang sekalipun sudah Syi’ah, masih saja mengajarkan ajaran energi “im” dan “yang” yang mau ditafsirkan kepada Jalal dan Jamal mirip seperti Tangan Kanan dan Kiri itu.

Walhasil, lama-lama mukjizat para nabi as dan karamat para aulia, berputar-putar di teknologinya barat, materialisnya wahabi dan energinya Hindu.

Boleh saja air dan alam terpengaruh dengan ruh orang shalih, secara materi yang tidak nampak mata yang, barangkali mau dikatakan energi-yoga atau aliran listrik-teknologi atau apa saja, tapi Islam tidak mengajarkan manusia untuk bercikutat di materi walau tidak dapat dilihat mata karena halus dan kecilnya.

Kalau shalat yang ada rukuk dan sujudnya itu menyehatkan badan, kalau puasa itu menyehatkan badan, kalau tawaf dan apa saja ibadah itu mengeluarkan energi atau listrik, kalau Qur'an dan do’a-do’a itu mempengaruhi susunan sel-sel alam, ..............dan seterusnya....semua itu hanya dan hanya materi. Itupun kalau penemuannya itu sudah benar. Artinya, merupakan hikmah-hikmah yang tidak diajarkan dalam agama untuk difokus dan dicitakan dan bahkan untuk dibayangkan sekalipun. Nggak ada ajaran Islam yang menyuruh kita berfikiran sehat manakala sedang rukuk dansujud. Tidak ada ajaran Islam yang mengajarkan bahwa kita boleh berfikir sehat atau diet kala berpuasa. Ini yang sudah jelas benarnya dari sisi hikmat materi dari ibadah yang bertujuan non materi (baik Allah, iman atau surga). Apalagi yang tidak jelas seperti energi hingga didapat ajaran Islamnya yang mengajarkan bahwa kita sedang menumpuk energi manakala shalat di waktu- waktu tertentu dan menghadap ke kiblat atau hajaraswad............................dan seterusnya.

Kalau para nabi as dan aulia as/hf mengajarkan bahwa lebih afdhal untuk tidak mencari selain Allah dan jangan mencari surga, lah ....malah mau cari energi yang hanya dan hanya, bersifat materi dan dunia walau, tidak dapat dilihat mata karena kecilnya (disamping belum tentu benarnya).

Ajaran Yoga ini sudah sampai menjarah daerah tertinggi ajaran Islam yang diistilahkan dengan ilmu Irfan itu. Bayangin, Irfan yang mengajarkan kesyirikan kalau menyukai apapun selain Tuhan sekalipun surga, karamat dan mu’jizat karena semua itu adalah TajalliNya saja dan bukanlah sesuatu yang wujud nyata, lah .....si mas Yoga ini malah mengatakan bahwa Jamal dan Jalal itu adalah “Im” dan “Yang” atau “Yan”. Kalau wahabi hanya pandai mengobrak abrik kuburan, tapi mas Yoga ini sudah mengobrak-abrik makrifatullah dan paling tingginya ajaran Islam.

Kalau wahabi kacau dalam memahami hadits “Jangan jadikan kuburan itu sebagai masjid” dengan mengatakan “tidak boleh ibadah di kuburan”, tapi mas Yoga ini kacau dalam memahami inti dan hakikat seruan Islam yang setidaknya ke surga yang non materi dan apalagi ke yang lebih tinggi yaitu Allah itu sendiri, menjadi materi semuanya yang, disebutnya energi.

Wahabi sengaja tidak mau baca hadits-hadits lain yang mengartikan makna hadits pertama di atas itu, karena memang hobi dan karakternya menjadikan pandangannya itu sebagai agama hingga mengagamakan pandangannya dan tidak memandangkan diri dengan agama, maka mas Yogaini juga seperti itu, yaitu karena hobi dan karakternya kepada kekuatan materi tidak kasat mata yang berada di balik materi kasat mata ini hingga mengenergikan semua ajaran suci Islam yang mesti dibersihkan dari berbagai pamrih dan riya’, dan bahkan menggembar-gemborkan ajarannya yang mengajarkan bahwa ibadah-ibadah itu alat yang dapat menumpuk segala kekuatan energi dimana hal ini adalah keriya’-an dan pamrih yang nyata. Mereka sebegitu canggih dan gencarnya mengajarkan ajarannya itu hanya dengan modal yang sangat sederhana, yaitu mengganti kata- kata lama yang dikenal dengan katakanlah “tenaga dalam”, dengan kata yang lebih trendi dan untuk masa teknologi ini, yaitu “Energi”.

Sebagaimana kita tidak boleh shalat untuk sehat walau shalat itu menyehatkan badan secara pasti dan benar-benar terbukti, maka kalaulah energi ini benar, maka sangat-sangat tidak boleh seseorang memperhatikannya dalam segala ibadah dan dalam kehidupannya. Bahkan, sebagaimana mengajak dan mengajarkan kesehatan dengan melakukan shalat itu sebagai suatu ketabuan akal dan agama, maka begitu juga membahas energi di kehidupan kita ini. Beda kalau orang mau membahas hikmah-hikmah ibadah. Tapi itupun harus dengan yang sudah pasti terbukti benar dan, sudah tentu tidak membuat tarikan kepadanya hingga manusia kehilangan keikhlashannya kepada Allah dan agamaNya. Jadi teringat pada satubintang film wanita Indonesia yang dengan gamblang berkata di media, bahwa dia diet dengan cara berpuasa senin kamis.

Tambahan:

Kalau Nabi saww mengatakan: “Jangan jadikan kuburan itu sebagai masjid (atau mushalla di hadits yang lain)”, maksudnya masjid dan mushalla ini adalah arah sujud, bukan masjid/mushalla yang berarti tempat ibadah sekalipun juga memiliki makna tersebut. Karena itu, beribadah di kuburan tidak masalah sama sekali dan sudah dilakukan sejak di jaman Nabi saww dan setelahnya yaitu, pada jaman shahabat, tabi’iin dan...dan seterusnya sampai sekarang. Hal ini, sangat mudah dipahami karena banyak hadits yang menerangkan maksud hadits di atas itu, seperti sabda Nabi saww berikut ini:

لا تصلُّوا إِلَى الْقبوِر ولا تجلِسوا علَيـها


“Jangan shalat menghadap ke kuburan dan jangan duduk di atasnya.” (shahih Muslim hadits ke: 1614 dan 2295).

Jadi, maksud masjid dan mushalla itu adalah arah shalat sebagaimana para kafir jahiliyyah yang mengarah pada kuburan kalau beribadah, atau seperti yang beribadah mengarah ke salip atau patung Budha misalnya.

By the way Wassalam.

Sinar Agama: Mata: Benar yang dikatakan Pencinta, yakni energi yang diambil dari tenaga atau daya panas, seperti panasnya matahari dan semacamnya.

Sinar Agama: Pencinta, terima kasih bantuan selalunya, semoga diterimaNya, amin. Wassalam.



اللَّهُمَّ صَلِّ عَلَى مُحَمَّدٍ وآلِ مُحَمَّدٍ وعَجِّلْ فَرَجَهُمْ

Mengaku Lebih Tua dari Nabi Adam as dan Cara Menanggapinya


Seri tanya jawab Zaranggi Kafir dengan Sinar Agama
October 25, 2013 at 3:36 pm


Zaranggi Kafir mengirim ke Sinar Agama: (12-4-2013) Salam lagi ustadz, ini pertanyaan boleh ustadz tanggapi boleh juga kagak, agak berbau intermezzo aje ustadz: gimane ustadz melihat fenomena si eyang subur yang lagi marak diperbincangkan di Indonesia ini yang katanye dia sebenarnye lebih tua umurnye dari nabi adam as, terus katenye si eyang subur bisa mengerahkan jin piaraannye demi kepentingannye, apakah sisubur kagak takut syirik ustadz? Hehehehe afwan lagi nich ustadz :-)

HenDy Laisa, Zainab Naynawaa, Okki Deh dan 2 lainnya menyukai ini.


Sinar Agama: Salam dan terima kasih pertanyaannya:

1- Kalau maksud pertanyaannya adalah perihal yang ia rasakan, apakah ia takut syirik atau tidak, maka wallaah ana nggak tahu.

2- Tapi kalau kita sebagai orang Syi’ah yang bertanya, maka sudah semestinya tidak bertanya seperti itu. Karena pertanyaan antum itu, alaa wahabi he he....yang sembarang-sembarang syirik.

3- Mengaku lebih tua dari nabi Adam as dan mengaku bisa mengerahkan jin, tidak ada hubungannya dengan syirik, tapi keduanya itu berhubungandengan bohong atau jujur, sombong atau tidak, ngaco atau tidak, .........................dan seterusnya....yang kesemuanya itu, maksimalnya adalah dosa selain dosa syirik.

4- Memang, karena semua dosa itu syirik sekalipun hanya melihat yang bukan muhrim, maka dosa di atas itu bisa dimasukkan ke dalam syirik. Tapisyirik ini, bukan syirik yang mengeluarkan seseorang dari iman, tapi syirik halus. Yaitu syirik atau menyekutukan Tuhan dalam ketaatan. Karena yang semestinya tauhid dalam ketaatan itu hanya mesti menaati Allah, di sini malah menaati hawa nafsu atau syethan. By the way, bukan termasuk syirik yang umum dibahas dalam akidah dan, hanya merupakan syirik yang biasa dibahas dalam akhlak dan irfan atau kalaulah dalamakidah, tapi bukan di pembahasan DzatNya, tapi hanya di pembahasan Tauhid Dalam Ketaatan PadaNya yang biasa disebut dengan Tauhid Ketaatan.

5- Memang, kalau maksud perkataannya itu mau menghinakan Qur'an yang menyatakan bahwa nabi Adam as adalah ayah semua manusia, makadalam hal ini memang bisa masuk ke dalam syirik dalam Dzat. Karena berarti tidak mempercayai Kalamullah yang, dalam akidah bisanya sudah dikeluarkan dari agama Islam.

6- Tapi kalau maksudnya lebih tua di sini adalah lebih tua secara hakikat, yakni dia meyakini telah melampaui derajat nabi Adam as, dan tidak ada niatan untuk menghinakan dan mendustakan Qur'an, maka tidak masuk dalam syirik. Paling-paling, seperti tadi itu, yaitu masuk dalam masalah-masalah bohong atau tidak....dan seterusnya.

Penutup:

Imam Ali as yang makshum dan mendapatkan warisan seluruh ilmu Nabi saww yang merupakan paling afdhalnya manusia dimana merupakan Rahmat Bagi Semua Alam, dimana berarti telah melampaui semua derajat non materi ruhani semua makhluk-makhluk Tuhan, maka layak mengatakan:

“Aku sudah beriman sementara nabi Adam as masih berupa tanah.”

Kerinciannya, silahkan rujuk pada catatan yang berjudul: “Maqam-Maqam Fantastis Para Imam”... ana sudah lupa judulnya, tapi kata-kata “Maqam Fantastis...” ada dalam judul tersebut.

Wassalam.



اللَّهُمَّ صَلِّ عَلَى مُحَمَّدٍ وآلِ مُحَمَّدٍ وعَجِّلْ فَرَجَهُمْ

Imam Ali as dan 40 Penolong


Seri tanya jawab Titan Rubiansyah dengan Sinar Agama October 25, 2013 at 3:29 pm


Titan Rubiansyah mengirim ke Sinar Agama: (11-4-2013) Salam ustadz

Apa selama masa kekhalifahan AUU 26 tahun imam Ali tidak punya pengikut 40 orang sehingga dapat mengambil haqnya sebagai khalifah?


Sinar Agama: Salam dan terima kasih pertanyaannya:

Mungkin saja tidak ada. Dan mungkin saja justru semakin tidak ada. Masih mending di awal-awal jaman khalifah pertama karena sempat ada yang datang lebih dari jumlah 40 itu. Tapi imam Ali as menyuruh mereka pulang dan menyuruh kembali lagi besok hari dengan pedang dan kepala digundul (supaya tahu siapa lawan dan kawan). Tapi ternyata tidak datang kecuali beberapa orang saja yang tidak sampai sepuluh orang.

Nah, setelah itu, berbagai intimadasi terjadi di awal-awal itu. Dan bahkan peperangan terjadi ke atas yang menentang mereka seperti shahabat sukuBani Tamiim yang bahkan beberapa shahabat dari suku ini, dibakar hidup-hidup di depan umum oleh panglima Abu Bakar yang bernama Khalid Bin Walid.

Dengan semua itu, maka mungkin saja mereka malah semakin takut. Bayangin, bukan hanya rumah hdh Faathimah bintu Nabi saww yang dibakar dan didobrak, tapi kitab-kitab hadits yang ditulis langsung di depan Nabi saww -pun dibakarin oleh mereka dan diberangus. Jadi, situasi kala itu sangat mencekam dan menakutkan. Begitu seterusnya.

Jadi, 40 orang yang merupakan Syi’ah hakiki yang tahan segala-galanya, bisa saja sangat sulit. Akan tetapi, mungkin saja setelah awal-awal masa sulit itu, karena pemerintahan sudah bergulir beberapa tahun dan bahkan sudah berganti khalifah ini dan itu, maka bisa saja maslahatnya sudahmenjadi lain hingga walau ada 40 orang, sudah tidak darurat lagi dan bahkan mungkin bisa saja akan terjadi mudharat yang lebih parah.

Bayangin, ketika imam Ali as jadi khalifahpun, ribuan orang dipimpin ‘Aisyah, Thalhah dan Zubair, menyerang imam Ali as dalam perang terbuka yang sempat menelan korban paling sedikitnya yang diakui Sunni berjumlah 13.000 orang (shahabat dan tabi’iin). Lah, kalau sudah jadi khalifah saja seperti itu, maka apalagi hanya dengan 40 orang.

Lagi pula, mungkin saja ada faktor lain. Misalnya, 40 orang itu akan cukup di awal-awal pemerintahan mereka itu karena belum ada kesiapan ketentaraan yang kuat. Tapi setelah itu, apalagi setelah memilki pasukan besar yang dapat menggilas Bani Tamiim, maka bisa saja angka 40 itu sudah tidak berlaku lagi.

Tapi bisa saja ada hal lain yang tidak bisa kita raba dengan akal dan hati yang banyak batasan ini. 
Wassalam.


1 Share

22 people like this.



Riri Thea: Nyimak.

Ela Hoor: Ustadz. Sinar Agama, Bisa dilengkapi penjelasan ustadz di atas dengan Sejarah kepemimpinannya Amirul Mukminin Saydina Ali RA versi syiah dan Sunni.

Sinar Agama: Ela, secara global, ketika Utsman terbunuh, maka seperti serempak kaum muslimin mendatangi imam Ali as dan berbaiat. Tapi imam menolak dan berkata, mengapa kalian tidak mencari selainku seperti selama ini? Orang-orangpun menjawab bahwa mereka sudah kapok dan sadar. Karena itu mereka tetap memaksa baiat. Dan akhirnya imam Ali as pun menerimanya.

Dikatakan sejarah bahwa waktu baiat itu, saking berduyun-duyunnya umat, maka mereka menyentuhkan tangan mereka ke imam Ali as seperti bulu-bulu binatang yang menempel di badannya.

Sinari Beta: Salam Ustadz SA maaf bertanya di sini, karena ana gak bisa nulis di wall antum, semoga antum selalu dalam kesehatan dan lindunganNya, ada beberapa pertanyaan yang ingin saya sampaikan :

1. Kadang-kadang sebelum mengaji saya mengirim alfatihah dulu kepada Rasulullah saww dan ahlulbaitnya as, kemudian baca shalawat 3x(niatnya untuk tabarruk saja), gimana hukumnya?

2. Saat saya membaca shalawat 100 kali, kadang saya niatkan dan berdo’a kepada Allah agar berkah dan pahala shalawat saya disampaikankepada masing-masing berikut dengan niat : 14 shalawat untuk ayah saya, 14 untuk ibu saya, 14 untuk istri, 14 untuk anak, 14 untuk para pecinta Rasulullah saww dan Ahlul baitnya as, 14 untuk orang-orang yang telah berbuat baik pada diri dan keluarga saya serta para guru-guru saya, sisanya untuk kaum muslim dan muslimat baik masih hidup maupun sudah meninggal. Apakah hukumnya amalan ini ustadz? Boleh kah? Aapakah akan sampai pahala dan berkah tersebut kepada masing-masing yang saya niatkan?

3. Bolehkah berzikir gak pake tasbih? Karena saya sering dengan menggunakan jari untuk menghitungnya, jarang sekali dengan tasbih.

4. Turba untuk shalat bolehkah dipakai bolak balik (karena bagian atas yang ada ukiran dan kaligrafi, dan bagian bawah polos saja)?

5. Saya pernah membaca bahwa dilarang berziarah di malam hari, apakah betul ustadz? Bila iya dilarang, gimana hukumnya dengan berziarah kemakam Rasulullah saww dan ahlulbaitnya as (baik dari dekat maupun dari jauh)?

Sekian dulu ustadz nanti nyusul lagi, semoga Allah meringankan beban antum dan memberkahi antum, Wassalam.


Sinar Agama: Sinari,

1- Hukumnya boleh saja dan akan mendapatkan pahala sunnah muthlaq/mutlak in'syaa Allah. Tentu asal tidak diniati sebagai kesunnahan dan, apalagi kewajiban dari agama.

2- Sangat boleh dan pahalanya akan sampai dan akan kembali kepada antum dengan lebih meningkat lagi.

3- Jelas tidak masalah.

4- Penggunaannya adalah bagian yang polosnya. Akan tetapi kalau dipakai bagian yang ada tulisannya, juga sama sekali tidak ada masalah.

5- Kalaupun ada larangan (saya sudah cari di puluhan kitab akan tetapi tidak mendapatkannya), maksimalnya adalah makruh. Akan tetapi menziarahi para makshumin as jelas tidak sama. Apalagi ada perintah-perintah khusus atau amal-amal khusus yang sangat umum dalam kitab- kitab doa, untuk berziarah pada imam as di malam hari. Misalnya di amalan-amalan malam Qadr dimana ada perintah sunnah untuk ziarah kepada makshumin as.

November 1 at 2:31pm via mobile · Like · 1



اللَّهُمَّ صَلِّ عَلَى مُحَمَّدٍ وآلِ مُحَمَّدٍ وعَجِّلْ فَرَجَهُمْ